Anda di halaman 1dari 15

PANCASILA DAN DASAR NEGARA

Oleh: Muhammad Taufiq


A. Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara yang berdiri diatas keberagaman.
Setiap negara memiliki pijakan yang menjadi landasan berdirinya sebuah negara. Pancasila
merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini termaktub dalam Pembukaan
UUD NRI Tahun 1945 alinea ke empat. Alinea keempat merupakan sebuah pernyataan yuridis
tentang dasar Negara Republik Indonesia dalam kalimat “...dengan berdasarkan kepada ...”

“maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat, dengan berdasarkan kepada, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-
waratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Pendiri negara ini pada tanggal 18 Agustus 1945 menyepakati dasar negara Republik Indonesia
adalah Pancasila. Secara historis, Pancasila tidak semata-mata lahir secara mendadak. Pancasila
hadir melalui proses panjang yang didasari oleh perjuangan dan pemikiran para tokoh bangsa.
Pancasila lahir dari gagasan-gagasan luhur yang berakar pada kepribadian dan kebudayaan bangsa
Indonesia sendiri. Istilah Pancasila pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno dalam sidang BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Menurutnya, Pancasila dijadikan
dasar berdirinya negara Indonesia. Pancasila merupakan dasar atau fondasi negara. Sebuah negara
tidak mungkin berdiri tanpa adanya dasar negara.

Maka dari itu selain berfungsi sebagai landasan atau dasar negara, Pancasila juga berfungsi sebagai
pedoman hidup bangsa. Proses konseptualisasi Pancasila melalui rangkaian perjalanan panjang yang
dimulai sekitar awal 1900-an dalam bentuk gagasan sehingga muncul sintesis antar ideologi dan
gerakan seiring dengan penemuan Indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic nationalism).
Dalam proses perumusan dasar negara, Soekarno memainkan peran sangat penting. Soekarno
berhasil mensintesiskan berbagai pandangan yang muncul. Beliau orang pertama yang
mengkonseptualisasikan dasar negara ke dalam pengertian “dasar falsafah” (philosofische
grondslag).

Selanjutnya dalam konsepsi terbarukan, dalam rangka menegaskan adanya falsafah negara dan
hukum dasar berbangsa dan bernegara, Pemerintah telah pula mengeluarkan Keputusan Presiden
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Hari Konstitusi. Hal ini merupakan salah satu bagian dari tahapan
ikhtiar bangsa untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Memaknai kembali Pancasila merupakan sebuah penegasan terhadap komitmen bahwa


sesungguhnya nilai-nilai Pancasila adalah dasar dan ideologi dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Pancasila bukanlah konsep pikiran semata, melainkan sebuah perangkat tata nilai untuk
diwujudkan sebagai panduan dalam berbagai segi kehidupan. Dengan demikian Pancasila sebagai
dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila harus menjadi landasan etika dan moral dalam membangun
pranata politik, pemerintahan, ekonomi, pembentukan dan penegakkan hukum, sosial, budaya, dan
aspek kehidupan lainnya.

B. Perlunya Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia

1
Arti penting Pancasila sebagai dasar negara Indonesia lebih kepada penyelenggaraan negara.
Bagaimana semua komponen negara terutama Pemerintah dapat menyelenggarakan negara dengan
berpedoman pada nilai- nilai Pancasila. Pancasila menjiwai seluruh bidang kehidupan bangsa
Indonesia, sehingga Pancasila merupakan cerminan dari jiwa dan cita-cita hokum bangsa Indonesia
yang bersumber dari nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia.

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara yang berdiri di atas keberagaman.
Setiap negara memiliki pijakan yang menjadi landasan berdirinya sebuah negara. Pancasila
merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini termaktub dalam Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 alinea ke empat. Alinea keempat merupakan sebuah pernyataan yuridis tentang
dasar Negara Republik Indonesia dalam kalimat “... dengan berdasarkan kepada ...”

“maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar
negara Indonesia yang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat, dengan berdasarkan kepada, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya-
waratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Bagian dari alinea ke-empat di atas merupakan rumusan yang menyatakan secara jelas dan tegas
bahwa Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 berdasarkan Pancasila.
Walaupun Pancasila tidak tertuliskan tetapi rumusan sila-sila Pancasila tertulis jelas. Sebagaimana
telah ditentukan oleh pembentuk negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah
sebagai dasar negara Republik Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai
dasar negara Republik Indonesia (Kaelan, 2013). Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
merupakan proses kristalisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Nusantara yang
bertranformasi menjadi bangsa Indonesia, dan dalam mewujudkan cita-cita negara kebangsaan
Indonesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia harus berdasarkan kepada nilai-nilai,
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan (Nasionalisme), dan Kerakyatan (Musyawarah, Hikmat dan
Kebijaksanaan).

Jaminan Indonesia sebagai negara hukum dapat ditemukan dalam Pembukaan UUD 1945 yang
menyatakan ... “disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang
Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia…” (Riyanto,
2006).

1) Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh yang
jalin-menjalin menjadi suatu sistem pemikiran (system of thought) yang logis, adalah bersumber
dari filsafat.

2) Ideologi dapat dikatakan pula sebagai konsep operasionalisasi dari suatu pandangan atau filsafat
hidup akan merupakan norma ideal yang melandasi ideologi

3) Filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi (Kaelan, 2013).

Ditilik dari segi isinya, maka pembukaan UUD 1945 merupakan acuan pokok dan rumusan pokok
berdirinya negara Indonesia merdeka, yang dalam Pembukaan UUD 1945 itu telah dicantumkan
syarat-syarat primer berdirinya Negara Republik Indonesia (Riyanto, 2006). Unsur-unsur ataupun
syarat dari berdirinya negara Republik Indonesia telah termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
Dalam Pembukaan UUD 1945 semua unsur- unsur terbentuknya suatu negara tertulis jelas, rakyat,
pemerintah, wilayah Indonesia. Hal ini merupakan suatu pernyataan penting dari komitmen
bangsa Indonesia dalam membentuk Negara Indonesia sebagai instrumen untuk mencapai tujuan

2
bersama sebagai bangsa Indonesia. Syarat-syarat beridirinya Negara Republik Indonesia merdeka
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 tadi yaitu “rakyat Indonesia” (pada alinea kedua dan
alinea ke empat) atau “bangsa Indonesia” (pada alinea keempat), “Pemerintah Negara Indonesia”
(pada alinea keempat) sebagai salah satu bentuk political organization (organisasi politik), dan
“tumpah darah Indonesia” (pada alinea keempat) (Riyanto, 2006)

Susunan Pancasila sebagaimana di atas merupakan wujud dari Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat
berdirinya negara kebangsaan Indonesia dan teraplikasi bahwa Pancasila sebagai sumber dari tertib
hukum di Indonesia, sebagaimana yang dijelaskan Kaelan sebagai berikut:

1) Pancasila merupakan dasar filsafat negara (asas kerohanian negara), pandangan hidup dan
filsafat hidup.

2) Di atas basis (dasar) itu berdirilah negara Indonesia, dengan asas politik negara (kenegaraan)
yaitu berupa Republik yang berkedaulatan rakyat.

3) Kedua-duanya menjadi basis penyelenggaraan kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yaitu


pelaksanaan dan penyelenggaraan negara sebagaimana tercantum dalam hukum positif Indonesia,
termuat dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

4) Selanjutnya di atas Undang-undang Dasar (yaitu sebagai basis) maka berdirilah bentuk dan
susunan pemerintahan dan keseluruhan peraturan hukum positif yang lainnya, yang mencakup
segenap bangsa Indonesia dalam suatu kesatuan hidup bersama yang berasas kekeluargaan.

5) Segala sesuatu yang disebutkan di atas adalah demi tercapainya suatu tujuan bersama, yaitu
tujuan bangsa Indonesia dalam bernegara tersebut, yaitu kebahagian bersama, baik jasmaniah
maupun rokhaniah, serta Tuhaniah (Kaelan, 2013)

Pancasila sebagai norma fundamental, maka Pancasila berfungsi sebagai cita-cita atau idea,
semestinyalah kalau ia (Pancasila) selalu diusahakan untuk dicapai oleh tiap-tiap manusia Indonesia
sehingga cita- cita itu bisa terwujud menjadi suatu kenyataan (Darmodihardjo, 1979). Pancasila
merupakan cita-cita yang hidup dalam diri manusia Indonesia yang senantiasa menjadi sebuah
sistem nilai yang tumbuh dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama masyarakat Nusantara
menjadi bangsa Indonesia yang pada akhirnya berhasil mendirikan Negara Indonesia, sehingga
negara kebangsaan Indonesia harus senantiasa berpegang teguh terhadap nilai-nilai yang tumbuh
berkembang dalam masyarakat Nusantara. Sehingga, Pancasila bukan sebuah cita-cita yang
dipaksakan dari luar masyarakat Indonesia, melainkan Pancasila merupakan cita-cita yang sejak lama
diimpikan masyarakat Nusantara.

C. Konsep Negara, Tujuan Negara, dan Urgensi Dasar Negara

Menurut Diponolo (1975: 23-25) negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang
dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di suatu daerah tertentu. Lebih
lanjut, Diponolo mengemukakan beberapa definisi negara yang dalam hal ini penulis paparkan
secara skematis, sebagaimana

Aristoteles: Negara (polis) ialah” persekutuan daripada keluarga dan desa guna adalah “suatu
persekutuan daripada keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari
suatu kuasa yang berdaulat”. merupakan “suatu persekutuan yang sempurna daripada orang-orang
yang merdeka untuk memperoleh perlindungan hukum”.

Bluntschli: mengartikan Negara sebagai “diri rakyat yang disusun dalam

3
Hansen Kelsen: Negara adalah suatu “susunan pergaulan hidup Bersama

Harrold Laski: Negara sebagai suatu organisasi paksaan (coercive instrument

Woodrow Wilson: Negara merupakan “rakyat yang terorganisasi untuk hukum dalam

Sejalan dengan pengertian negara tersebut, Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi
syarat mutlak bagi adanya negara yaitu:

a.Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir

b.Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa

c.Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata pemerintahan.

Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur konstitutif. Selain unsur konstitutif ada juga
unsur lain, yaitu unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari negara lain.

Berbicara tentang negara dari perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua)
pendekatan, yaitu:

a.Negara dalam keadaan diam, yang fokus pengkajiannya terutama kepada bentuk dan struktur
organisasi negara

b.Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama kepada mekanisme
penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di daerah. Pendekatan ini juga
meliputi bentuk pemerintahan seperti apa yang dianggap paling tepat untuk sebuah negara.

Bentuk negara, sistem pemerintahan, dan tujuan negara seperti apa yang ingin diwujudkan, serta
bagaimana jalan/cara mewujudkan tujuan negara tersebut, akan ditentukan oleh dasar negara yang
dianut oleh negara yang bersangkutan. Dengan kata lain, dasar negara akan menentukan bentuk
negara, bentuk dan sistem pemerintahan, dan tujuan negara yang ingin dicapai, serta jalan apa yang
ditempuh untuk mewujudkan tujuan suatu negara.

Agar pemahaman Anda lebih komprehensif, di bawah ini dikemukakan contoh pengaruh dasar
negara terhadap bentuk negara. Konsekuensi Pancasila sebagai dasar negara bagi negara Republik
Indonesia, antara lain: Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk Republik
(Pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia 1945). Pasal tersebut menjelaskan hubungan Pancasila
tepatnya sila ketiga dengan bentuk negara yang dianut oleh Indonesia, yaitu sebagai negara kesatuan
bukan sebagai negara serikat. Lebih lanjut, pasal tersebut menegaskan bahwa Indonesia menganut
bentuk negara republik bukan despot (tuan rumah) atau absolutisme (pemerintahan yang
sewenang-wenang). Konsep negara republik sejalan dengan sila kedua dan keempat Pancasila, yaitu
negara hukum yang demokratis. Demikian pula dalam Pasal 1 ayat (2) UUD Negara Republik
Indonesia 1945, “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Hal tersebut menegaskan bahwa negara Republik Indonesia menganut demokrasi
konstitusional bukan demokrasi rakyat seperti yang terdapat pada konsep negara-negara komunis. Di
sisi lain, pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945, ditegaskan bahwa, “negara
Indonesia adalah negara hukum”. Prinsip tersebut mencerminkan bahwa negara Indonesia sejalan
dengan sila kedua Pancasila. Hal tersebut ditegaskan oleh Atmordjo (2009:25) bahwa : “konsep
negara hukum Indonesia merupakan perpaduan 3 (tiga) unsur, yaitu Pancasila, hukum nasional, dan
tujuan negara”.

4
Apabila dipelajari secara seksama uraian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
satu prinsip penting yang dianut, yaitu Indonesia mengadopsi konsep negara modern yang ideal
sebagaimana dikemukakan oleh CarlSchmidt, yaitu demokratischen Rechtsstaat (Wahjono dalam
Oesman dan Alfian, 1993: 100).

1. Menelusuri Konsep Tujuan Negara

Para ahli berpendapat bahwa amuba atau binatang bersel satu pun hidupnya memiliki tujuan,
apalagi manusia pasti memiliki tujuan hidup. Demikian pula, suatu bangsa mendirikan negara, pasti
ada tujuan untuk apa negara itu didirikan. Secara teoretik, ada beberapa tujuan negara diantaranya
kemerdekaan , kekuatan, kekuasaan dan kebesaran, kepastian hidup kemanan dan ketertiban,
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, dan kedilan. Skema di atas menggambarkan intisari 5 teori
tujuan negara, yang disarikan dari Diponolo (1975: 112-156), kemudian berikut ini disajikan uraian
tujuan negara dalam bentuk tabel, sebagai berikut:

Tabel III.1 Teori Kekuatan dan Kekuasaan sebagai Tujuan Negara

No Nama Tokoh Komentar


Anda Pandangan
1. Shan Yang Satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat negara
(Pujangga Filsuf Cina, kuat dan berkuasa. Hal ini hanya mungkin dicapai
4-3 SM) dengan memiliki tentara yang besar dan kuat.
2. Nicollo Machiavelli (1469- Raja harus tahu bahwa ia senantiasa dikelilingi oleh
1527) orang-orang yang selalu mengintai kelemahan dan
menunggu kesempatan menerkam atau merebut
kedudukannya, maka raja haruslah menyusun dan
menambah kekuatan terus menerus.
3. Fridriech Nietzsche ( Tujuan hidup umat manusia ialah penjelmaan tokoh
1844-1900) pilihan dari mereka yang paling sempurna atau maha
manusia (ubermensch). Hidup itu adalah serba
perkembangan, serba memenangkan dan
menaklukan, serba meningkat terus ke atas.
Tabel III.2 Teori Kepastian Hidup, Keamanan, dan Ketertiban sebagai Tujuan Negara

No Nama Tokoh Komentar


Anda Pandangan
1. Dante Alleghieri (Filsuf Manusia hanya dapat menjalankan kewajiban
Italia, abad 13- 14M) dengan baik serta mencapai tujuan yang tinggi di
dalam keadaan damai. Oleh karena itu, perdamaian
menjadi kepentingan setiap orang. Raja haruslah
seorang yang paling baik kemauannya dan paling
besar kemampuannya karena ia harus dapat
mewujudkan keadilan di antara umat manusia.
2. Thomas Hobbes (1588- Perdamaian adalah unsur yang menjadi hakikat
1679) tujuan negara. Demi keamanan dan ketertiban, maka
manusia melepaskan dan melebur kemerdekaannya
ke dalam kemerdekaan umum, yaitu negara.

3. Theodore Roosevelt In case of a choise between order and justice I will be


(Presiden Amerika on the side of order (apabila saya harus memilih
Serikat) antara ketertiban dan keadilan, maka saya akan
memilih ketertiban).
Tabel III.3 Kemerdekaan sebagai Tujuan Negara

No Nama Tokoh Komentar


Anda Pandangan
1. Herbert Spencer (1820- Negara itu tak lain adalah alat bagi manusia untuk
1903) memperoleh lebih banyak kemerdekaan daripada
yang dimilikinya sebelum adanya negara. Jadi,
negara itu adalah alat untuk menegakkan
kemerdekaan.

5
2. Immanuel Kant (1724- Kemerdekaan itu menjadi tujuan negara. Terjadinya
1804) negara itu adalah untuk membangun dan
menyelenggarakan hukum, sedangkan hukum
adalah untuk menjamin kemerdekaan manusia.
Hukum dan kemerdekaan tidak dapat dipisahkan.
3. Hegel Negara adalah suatu kenyataan yang sempurna,
(Refleksi absolut, 1770- yang merupakan keutuhan daripada perwujudan
1831) kemerdekaan manusia.
Hanya dengan negara dan dalam negara manusia
dapat benar-benar memperoleh kepribadian dan
kemerdekaannya.
Tabel III.4 Teori Keadilan sebagai Tujuan Negara

No Nama Tokoh Komentar


Anda Pandangan
1. Aristoteles Negara seharusnya menjamin kebaikan hidup para
(384-322 SM) warga negaranya. Kebaikan hidup inilah tujuan luhur
negara. Hal ini hanya dapat dicapai dengan keadilan
yang harus menjadi dasarnya setiap
pemerintahan. Keadilan ini harus dinyatakan dengan
undang-undang.
2. Thomas Aquinas (1225- Kekuasaan dan hukum negara itu hanya berlaku
1274) selama ia mewujudkan keadilan, untuk kebaikan
bersama umat manusia, seperti yang dikehendaki
Tuhan.
3. Immanuel Kant (1724- Terjadinya negara itu dari kenyataan bahwa manusia
1804) demi kepentingan sendiri telah membatasi dirinya
dalam suatu kontrak sosial yang menumbuhkan
hukum. Hukum adalah hasil daripada akal manusia
untuk mempertemukan dan menyelenggarakan
kepentingan bersama. Hukum keadilan semesta
alam menghendaki agar manusia berbuat terhadap
orang lain seperti yang ia harap orang lain berbuat
terhadap dirinya.
Tabel III.5 Teori Kesejahteraan dan Kebahagiaan sebagai Tujuan Negara

No Nama Tokoh Pandangan Komentar Anda


1. Mohammad Hatta (1902- “Bohonglah segala politik jika tidak menuju
1980) kepada kemakmuran rakyat”.
2. Immanuel Kant (1724- Tujuan politik ialah mengatur agar setiap
1804) orang dapat puas dengan keadaannya. Hal
ini menyangkut terpenuhinya kebutuhan
yang bersifat bendawi dan terwujudnya
kebahagiaan yang bersifat kerohanian.
Tujuan yang ingin dicapai oleh setiap orang mungkin sama, yaitu kesejahteraan dan kebahagiaan,
tetapi cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut berbeda-beda bahkan terkadang saling
bertentangan. Jalan yang ditempuh untuk mewujudkan tujuan tersebut kalau disederhanakan dapat
digolongkan ke dalam 2 aliran, yaitu:

a. Aliran liberal individualis

Aliran ini berpendapat bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan harus dicapai dengan politik dan
sistem ekonomi liberal melalui persaingan bebas.

b.Aliran kolektivis atau sosialis

Aliran ini berpandangan bahwa kesejahteraan dan kebahagiaan manusia hanya dapat diwujudkan
melalui politik dan sistem ekonomi terpimpin/totaliter.

Pada umumnya, tujuan suatu negara termaktub dalam Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara
tersebut. Sebagai perbandingan, berikut ini adalah tujuan negara Amerika Serikat, Indonesia dan
India.

6
Tujuan negara Republik Indonesia apabila disederhanakan dapat dibagi 2 (dua), yaitu mewujudkan
kesejahteraan umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan seluruh wilayah negara. Oleh
karena itu, pendekatan dalam mewujudkan tujuan negara tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua)
pendekatan yaitu:

a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)

b. Pendekatan keamanan (security approach)

2.Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara

Secara etimologis, istilah dasar negara maknanya identik dengan istilah grundnorm (norma dasar),
rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag (dasar filsafat negara).
Banyaknya istilah Dasar Negara dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa dasar negara
bersifat universal, dalam arti setiap negara memiliki dasar negara.

Secara terminologis atau secara istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan dan sumber
dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat diartikan sebagai
sumber dari segala sumber hukum negara. Secara teoretik, istilah dasar negara, mengacu kepada
pendapat Hans Kelsen, disebut a basic norm atau Grundnorm (Kelsen, 1970: 8). Norma dasar ini
merupakan norma tertinggi yang mendasari kesatuan-kesatuan sistem norma dalam masyarakat
yang teratur termasuk di dalamnya negara yang sifatnya tidak berubah (Attamimi dalam Oesman dan
Alfian, 1993: 74). Dengan demikian, kedudukan dasar negara berbeda dengan kedudukan peraturan
perundang-undangan karena dasar negara merupakan sumber dari peraturan perundang-
undangan. Implikasi dari kedudukan dasar negara ini, maka dasar negara bersifat permanen
sementara peraturan perundang-undangan bersifat fleksibel dalam arti dapat diubah sesuai dengan
tuntutan zaman.

Hans Nawiasky menjelaskan bahwa dalam suatu negara yang merupakan kesatuan tatanan hukum,
terdapat suatu kaidah tertinggi, yang kedudukannya lebih tinggi daripada Undang-Undang Dasar.
Kaidah tertinggi dalam tatanan kesatuan hukum dalam negara disebut staatsfundamentalnorm, yang
untuk Indonesia berupa Pancasila (Riyanto dalam Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR
Periode 2009-2014, 2013: 93-94). Dalam pandangan yang lain, pengembangan teori dasar negara
dapat diambil dari pidato Mr. Soepomo. Dalam penjelasannya, kata “cita negara” merupakan
terjemahan dari kata “Staatsidee” yang terdapat dalam kepustakaan Jerman dan Belanda. Kata asing
itu menjadi terkenal setelah beliau menyampaikan pidatonya dalam rapat pleno Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 31 Mei 1945. Sebagai catatan, Soepomo
menerjemahkan “Staatsidee” dengan “dasar pengertian negara” atau “aliran pikiran negara”.
Memang, dalam bahasa asing sendiri kata itu tidak mudah memperoleh uraian pengertiannya. J.
Oppenheim (1849-1924), ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara di Groningen
Belanda, mengemukakan dalam pidato pengukuhannya yang kedua (1893) sebagai guru besar
mengemukakan bahwa “staatsidee” dapat dilukiskan sebagai “hakikat yang paling dalam dari
negara” (de staats diapse wezen), sebagai “kekuatan yang membentuk negara-negara (de staten
vermonde kracht) (Attamimi dalam Soeprapto, Bahar dan Arianto, 1995: 121).

Dalam karyanya yang berjudul Nomoi (The Law), Plato (Yusuf, 2009) berpendapat bahwa “suatu
negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam segala hal”. Senada dengan Plato, Aristoteles
memberikan pandangannya, bahwa “suatu negara yang baik adalah negara yang diperintahkan oleh
konstitusi dan kedaulatan hukum”. Sebagai suatu ketentuan peraturan yang mengikat, norma hukum

7
memiliki sifat yang berjenjang atau bertingkat. Artinya, norma hukum akan berdasarkan pada norma
hukum yang lebih tinggi, dan bersumber lagi pada norma hukum yang lebih tinggi lagi, demikian
seterusnya sampai pada norma dasar/norma yang tertinggi dalam suatu negara yang disebut dengan
grundnorm.

Dengan demikian, dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam penyelenggaraan bernegara
yang menjadi sumber dari segala sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik
tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara. Cita hukum ini akan mengarahkan hukum pada
cita-cita bersama dari masyarakatnya. Cita-cita ini mencerminkan kesamaan- kesamaan kepentingan
di antara sesama warga masyarakat (Yusuf, 2009). Terdapat ilustrasi yang dapat mendeskripsikan tata
urutan perundangan- undangan di Indonesia sebagaimana

Gambar III.3.

PANCASILA Konstitutive Rechtsidee

& Regulative Rechtsidee

Pembukaan
• Staatsfundamentalnorm

Batang Tubuh

UUD 1945
• Staatsgrundgesetz

• Formell Gesetz
Undang-undang

• Verordnung
Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan
• Autonome
Satzung

Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan dalam Undang-
Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu
sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan


Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

8
Pancasila merupakan pandangan hidup dan kepribadian bangsa yang nilai-nilainya bersifat nasional
yang mendasari kebudayaan bangsa, maka nilai-nilai tersebut merupakan perwujudan dari aspirasi
(cita- cita hidup bangsa) (Muzayin, 1992: 16).

Dengan Pancasila, perpecahan bangsa Indonesia akan mudah dihindari karena pandangan Pancasila
bertumpu pada pola hidup yang berdasarkan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian sehingga
perbedaan apapun yang ada dapat dibina menjadi suatu pola kehidupan yang dinamis, penuh
dengan keanekaragaman yang berada dalam satu keseragaman yang kokoh (Muzayin, 1992: 16).

Dengan peraturan yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila, maka perasaan adil dan tidak adil dapat
diminimalkan. Hal tersebut dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara menaungi dan memberikan
gambaran yang jelas tentang peraturan tersebut berlaku untuk semua tanpa ada perlakuan
diskriminatif bagi siapapun. Oleh karena itulah, Pancasila memberikan arah tentang hukum harus
menciptakan keadaan negara yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Dengan demikian, diharapkan warga negara dapat memahami dan melaksanakan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, dimulai dari kegiatan- kegiatan sederhana yang menggambarkan hadirnya
nilai-nilai Pancasila tersebut dalam masyarakat. Misalnya saja, masyarakat selalu bahu-membahu
dalam ikut berpartisipasi membersihkan lingkungan, saling menolong, dan menjaga satu sama lain.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai-nilai Pancasila telah terinternalisasi dalam kehidupan
bermasyarakat.

Lalu, bagaimana dengan pemerintah? Sebagai penyelenggara negara, mereka seharusnya lebih
mengerti dan memahami dalam pengaktualisasian nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan.
Mereka harus menjadi panutan bagi warga negara yang lain, agar masyarakat luas meyakini bahwa
Pancasila itu hadir dalam setiap hembusan nafas bangsa ini. Demikian pula halnya dengan petugas
pajak yang bertanggung jawab mengemban amanat untuk menghimpun dana bagi keberlangsungan
pembangunan, mereka harus mampu menjadi panutan bagi warga negara lain, terutama dalam hal
kejujuran sebagai pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dari nilai Ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, musyawarah, dan keadilan. Nilai-nilainya hadir bukan hanya bagi mereka yang ada di
pedesaan dengan keterbatasannya, melainkan juga orang-orang yang ada dalam pemerintahan yang
notabene sebagai pemangku jabatan yang berwenang merumuskan kebijakan atas nama bersama.
Hal tersebut sejalan dengan pokok pikiran ke-empat yang menuntut konsekuensi logis, yaitu
Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
teguh cita- cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini juga mengandung pengertian takwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan pokok pikiran kemanusiaan yang adil dan beradab sehingga mengandung
maksud menjunjung tinggi hak asasi manusia yang luhur dan berbudi pekerti kemanusiaan yang
luhur. Pokok pikiran ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 merupakan asas moral bangsa dan negara (Bakry, 2010).

D. Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis tentang Pancasila sebagai Dasar Negara 1.

Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara

Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia


sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945, yang kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar

9
dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat meredam konflik yang tidak produktif
(Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89).

Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada pembukaan, juga
dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, tentang Pencabutan Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
dan ketetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun status ketetapan MPR
tersebut saat ini sudah masuk dalam kategori ketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan
hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut maupun telah selesai
dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009- 2014, 2013: 90).

Selain itu, juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
negara. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai
dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bahwa Pancasila
ditempatkan sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode
2009-2014, 2013: 90-91).

2. Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka, Radjiman


meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara. Sebelumnya, Muhammad Yamin dan
Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni
1945, Soekarno menyebut dasar negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische
grondslag bagi Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia
merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara dengan istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan
dunia (Bahar, Kusuma, dan Hudawaty, 1995: 63, 69, 81; dan

Kusuma, 2004: 117, 121, 128, 129). Dapat diumpamakan, Pancasila merupakan dasar atau
landasan tempat gedung Republik Indonesia itu didirikan (Soepardo dkk, 1962: 47).

Selain pengertian yang diungkapkan oleh Soekarno, “dasar negara” dapat disebut pula
“ideologi negara”, seperti dikatakan oleh Mohammad Hatta:

“Pembukaan UUD, karena memuat di dalamnya Pancasila sebagai ideologi negara, beserta
dua pernyataan lainnya yang menjadi bimbingan pula bagi politik negeri seterusnya, dianggap sendi
daripada hukum tata negara Indonesia. Undang-undang ialah pelaksanaan daripada pokok itu
dengan Pancasila sebagai penyuluhnya, adalah dasar mengatur politik negara dan perundang-
undangan negara, supaya terdapat Indonesia merdeka seperti dicita-citakan: merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur” (Hatta, 1977: 1; Lubis, 2006: 332). Pancasila sebagai dasar negara
sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam
hal tersebut, Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur pemerintah negara. Atau dengan kata lain,
Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara (Darmodiharjo, 1991:
19).

Dengan demikian, jelas kedudukan Pancasila itu sebagai dasar negara, Pancasila sebagai
dasar negara dibentuk setelah menyerap berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis
dari para anggota BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim

10
Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 94). Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu
sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
tahun 1945 pada 8 Agustus 1945. Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada tanggal 22 Juni
1945, yang terkenal dengan Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila telah lebih dahulu
diusulkan sebagai dasar filsafat negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, yaitu pada 1 Juni
1945, dalam rapat Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Notonagoro,
1994: 24). Terkait dengan hal tersebut, Mahfud MD (2009:14) menyatakan bahwa berdasarkan
penjelajahan historis diketahui bahwa Pancasila yang berlaku sekarang merupakan hasil karya
bersama dari berbagai aliran politik yang ada di BPUPKI, yang kemudian disempurnakan dan
disahkan oleh PPKI pada saat negara didirikan. Lebih lanjut, Mahfud MD menyatakan bahwa ia bukan
hasil karya Moh. Yamin ataupun Soekarno saja, melainkan hasil karya bersama sehingga tampil
dalam bentuk, isi, dan filosofinya yang utuh seperti sekarang.

3.Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara

Secara ringkas, Latif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009--2014,
2013) menguraikan pokok-pokok moralitas dan haluan kebangsaan-kenegaraan menurut alam
Pancasila sebagai berikut.

Pertama, nilai-nilai ketuhanan (religiusitas) sebagai sumber etika dan spiritualitas (yang
bersifat vertical transcendental) dianggap penting sebagai fundamental etika kehidupan bernegara.
Negara menurut Pancasila diharapkan dapat melindungi dan mengembangkan kehidupan beragama;
sementara agama diharapkan dapat memainkan peran publik yang berkaitan dengan penguatan
etika sosial. Sebagai negara yang dihuni oleh penduduk dengan multiagama dan multikeyakinan,
negara Indonesia diharapkan dapat mengambil jarak yang sama, melindungi terhadap semua agama
dan keyakinan serta dapat mengembangkan politiknya yang dipandu oleh nilai- nilai agama.

Kedua, nilai-nilai kemanusiaan universal yang bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam,
dan sifat-sifat sosial (bersifat horizontal) dianggap penting sebagai fundamental etika-politik
kehidupan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan yang luas mengarah pada
persaudaraan dunia yang dikembangkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi.

Ketiga, nilai-nilai etis kemanusiaan harus mengakar kuat dalam lingkungan pergaulan
kebangsaan yang lebih dekat sebelum menjangkau pergaulan dunia yang lebih jauh. Indonesia
memiliki prinsip dan visi kebangsaan yang kuat, bukan saja dapat mempertemukan kemajemukan
masyarakat dalam kebaruan komunitas politik bersama, melainkan juga mampu memberi
kemungkinan bagi keragaman komunitas untuk tidak tercerabut dari akar tradisi dan kesejarahan
masing-masing. Dalam khazanah Indonesia, hal tersebut menyerupai perspektif “etnosimbolis” yang
memadukan antara perspektif “modernis” yang menekankan unsur-unsur kebaruan dalam
kebangsaan dengan perspektif “primordialis” dan “perenialis” yang melihat unsur lama dalam
kebangsaan. Keempat, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, dan nilai serta cita-cita kebangsaan itu
dalam aktualisasinya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan. Dalam prinsip musyawarah- mufakat, keputusan tidak didikte oleh golongan
mayoritas atau kekuatan minoritas elit politik dan pengusaha, tetapi dipimpin oleh hikmat/
kebijaksanaan yang memuliakan daya-daya rasionalitas deliberatif dan kearifan setiap warga tanpa
pandang bulu.

Kelima, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai dan cita kebangsaan serta demokrasi
permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan keadilan sosial. Dalam visi
keadilan sosial menurut Pancasila, yang dikehendaki adalah keseimbangan antara peran manusia

11
sebagai makhluk individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial, juga antara pemenuhan hak
sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Pandangan tersebut berlandaskan pada pemikiran Bierens de Haan (Soeprapto, Bahar dan
Arianto, 1995: 124) yang menyatakan bahwa keadilan sosial setidak-tidaknya memberikan pengaruh
pada usaha menemukan cita negara bagi bangsa Indonesia yang akan membentuk negara dengan
struktur sosial asli Indonesia. Namun, struktur sosial modern mengikuti perkembangan dan tuntunan
zaman sehingga dapatlah dimengerti apabila para penyusun Undang-Undang Dasar 1945
berpendapat bahwa cita negara Indonesia (de Indonesische Staatsidee) haruslah berasal dan diambil
dari cita paguyuban masyarakat Indonesia sendiri.

4. sumber Politis Pancasila Sebagai Dasar Negara

Mungkin Anda pernah mengkaji ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) dan di dalam Pasal 36A jo.
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, terkandung makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem
demokrasi konstitusional. Konsekuensinya, Pancasila menjadi landasan etik dalam kehidupan politik
bangsa Indonesia. Selain itu, bagi warga negara yang berkiprah dalam suprastruktur politik (sektor
pemerintah), yaitu lembaga-lembaga negara dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat
maupun di daerah, Pancasila merupakan norma hukum dalam memformulasikan dan
mengimplementasikan kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Di sisi lain, bagi
setiap warga negara yang berkiprah dalam infrastruktur politik (sektor masyarakat), seperti
organisasi kemasyarakatan, partai politik, dan media massa, maka Pancasila menjadi kaidah
penuntun dalam setiap aktivitas sosial politiknya. Dengan demikian, sektor masyarakat akan
berfungsi memberikan masukan yang baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik. Pada
gilirannya, sektor pemerintah akan menghasilkan output politik berupa kebijakan yang memihak
kepentingan rakyat dan diimplementasikan secara bertanggung jawab di bawah kontrol infrastruktur
politik. Dengan demikian, diharapkan akan terwujud clean government dan good governance demi
terwujudnya masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan masyarakat yang makmur dalam keadilan
(meminjam istilah mantan Wapres Umar Wirahadikusumah).

E. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara

Sebagaimana dipahami bahwa Pancasila secara legal formal telah diterima dan ditetapkan
menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia sejak 18 Agustus 1945. Penerimaan Pancasila sebagai
dasar negara merupakan milik bersama akan memudahkan semua stakeholder bangsa dalam
membangun negara berdasar prinsip-prinsip konstitusional.

Mahfud M.D. (2009: 16--17) menegaskan bahwa penerimaan Pancasila sebagai dasar negara
membawa konsekuensi diterima dan berlakunya kaidah-kaidah penuntun dalam pembuatan
kebijakan negara, terutama dalam politik hukum nasional. Lebih lanjut, Mahfud M.D. menyatakan
bahwa dari Pancasila dasar negara itulah lahir sekurang-kurangnya 4 kaidah penuntun dalam
pembuatan politik hukum atau kebijakan negara lainnya, yaitu sebagai berikut:

1) Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau
keutuhan bangsa, baik secara ideologi maupun secara teritori.

2) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya


membangun demokrasi (kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum) sekaligus.

12
3) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya
membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Indonesia bukanlah penganut
liberalisme, melainkan secara ideologis menganut prismatika antara individualisme dan
kolektivisme dengan titik berat pada kesejahteraan umum dan keadilan sosial.

4) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip


toleransi beragama yang berkeadaban. Indonesia bukan negara agama sehingga tidak
boleh melahirkan kebijakan atau politik hukum yang berdasar atau didominasi oleh satu
agama tertentu atas nama apapun, tetapi Indonesia juga bukan negara sekuler yang
hampa agama sehingga setiap kebijakan atau politik hukumnya haruslah dijiwai oleh
ajaran berbagai agama yang bertujuan mulia bagi kemanusiaan.

Pancasila sebagai dasar negara menurut pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, merupakan sumber dari
segala sumber hukum negara. Di sisi lain, pada penjelasan pasal 2 tersebut dinyatakan bahwa
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap
materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

Pancasila adalah substansi esensial yang mendapatkan kedudukan formal yuridis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, rumusan
Pancasila sebagai dasar negara adalah sebagaimana terdapat dalam Pembukaan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perumusan Pancasila yang menyimpang dari
pembukaan secara jelas merupakan perubahan secara tidak sah atas Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Kaelan, 2000: 91-92). Kedudukan Pancasila sebagai
dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:

1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum
Indonesia. Dengan demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam
Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat
pokok pikiran.

2) Meliputi suasana kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945.

3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun
tidak tertulis).

4) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan


pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan golongan
fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.

5) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para
pelaksana pemerintahan. Hal tersebut dapat dipahami karena semangat tersebut adalah penting
bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan negara karena masyarakat senantiasa tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika masyarakat (Kaelan, 2000: 198--
199)

Rumusan Pancasila secara imperatif harus dilaksanakan oleh rakyat Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang integral,
yang saling mengandaikan dan saling mengunci. Ketuhanan dijunjung tinggi dalam kehidupan
bernegara, tetapi diletakkan dalam konteks negara kekeluargaan yang egaliter, yang mengatasi

13
paham perseorangan dan golongan, selaras dengan visi kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan kebangsaan, demokrasi permusyawaratan yang menekankan consensus, serta keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-
2014, 2013: 88).

2. Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara

Soekarno melukiskan urgensi Pancasila bagi bangsa Indonesia secara ringkas tetapi
meyakinkan, sebagai berikut:

Pancasila adalah Weltanschauung, satu dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat pemersatu
bangsa yang juga pada hakikatnya satu alat mempersatukan dalam perjuangan melenyapkan segala
penyakit yang telah dilawan berpuluh-puluh tahun, yaitu terutama imperialisme. Perjuangan suatu
bangsa, perjuangan melawan imperialisme, perjuangan mencapai kemerdekaan, perjuangan sesuatu
bangsa yang membawa corak sendiri-sendiri. Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama.
Tiap-tiap bangsa mempunyai cara perjuangan sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena
itu, pada hakikatnya bangsa sebagai individu mempunyai kepribadian sendiri. Kepribadian yang
terwujud dalam pelbagai hal, dalam kenyataannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya, dan
lain-lain sebagainya (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode 2009-2014, 2013: 94-95).

Untuk memahami urgensi Pancasila sebagai dasar negara, dapat menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu institusional (kelembagaan) dan human resourses (personal/sumber daya
manusia). Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang
bersumber pada nilai- nilai Pancasila sehingga negara Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai
negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional
(national interest), yang bermuara pada terwujudnya masyarakat adil dan makmur. Sementara,
human resourses terletak pada dua aspek, yaitu orang-orang yang memegang jabatan dalam
pemerintahan (aparatur negara) yang melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen
di dalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya sehingga formulasi kebijakan negara akan
menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan rakyat. Demikian pula halnya pada
tahap implementasi yang harus selalu memperhatikan prinsip-prinsip good governance, antara lain
transparan, akuntabel, dan fairness sehingga akan terhindar dari KKN (Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme); dan warga negara yang berkiprah dalam bidang bisnis, harus menjadikan Pancasila
sebagai sumber nilai-nilai etika bisnis yang menghindarkan warga negara melakukan free fight
liberalism, tidak terjadi monopoli dan monopsoni; serta warga negara yang bergerak dalam bidang
organisasi kemasyarakatan dan bidang politik (infrastruktur politik). Dalam kehidupan
kemasyarakatan, baik dalam bidang sosial maupun bidang politik seyogyanya nilai-nilai Pancasila
selalu dijadikan kaidah penuntun. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi fatsoen atau etika
politik yang mengarahkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam suasana
kehidupan yang harmonis.

Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari sumber hukum sudah selayaknya menjadi ruh dari
berbagai peraturan yang ada di Indonesia. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang ditegaskan dalam alinea keempat terdapat kata “berdasarkan” yang
berarti, Pancasila merupakan dasar negara kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai Pancasila harus
menjadi landasan dan pedoman dalam membentuk dan menyelenggarakan negara, termasuk
menjadi sumber dan pedoman dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti

14
perilaku para penyelenggara negara dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah negara, harus
sesuai dengan perundang-undangan yang mencerminkan nilai- nilai Pancasila.

Apabila nilai-nilai Pancasila diamalkan secara konsisten, baik oleh penyelenggara negara
maupun seluruh warga negara, maka akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik. Pada
gilirannya, cita-cita dan tujuan negara dapat diwujudkan secara bertahap dan berkesinambungan.

15

Anda mungkin juga menyukai