Judul Buku Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century
Penulis Irfan Dahnial
ISI BAB I BAB 1 PENDAHULUAN
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran wajib di SD sampai ke Perguruan Tinggi yang harus memberikan perhatiannya kepada pengembangan nilai, moral, dan sikap perilaku siswa dan memiliki misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Sejatinya pendidikan kewarganegaraan adalah studi tentang kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana menjadi warga negara yang baik serta menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila yang merupakan dasar negara indonesia. A. Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan Abad 21 Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang bersifat multifaset yang bidang keilmuannya interdispliner, multidisipliner bahkan multidimensional. Dari sudut pandang epistimologis, menurut Barr, Bart, dan Shermis (1978), pkn merupakan pengembangan dari tradisi “sosial studies” yakni “citizenship transmission” yang berkembang menjadi “body knowledge” memiliki 3 domain yakni: domain akademis, kurikuler, dan sosial kultural. Ketiga domain ini mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) yakni watak, keterampilan, komitmen, dan kompetensi dari kewarganegaraan. Sesuai dengan namanya PKn mata pelajaran di sekolah dasar mempunyai misi sebagai pendidikan nilai pancasila dan kewarganegaraan yang secara ontologis, berangkat dari nilai-nilai pancasila. Secara epistimologis merupakan program pengembangan individu dan secara aksiologis bertujuan untuk pendewasaan peserta didik sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan komponen bangsa indonesia. Dalam aspek pengembangan karakteristik kurikulum pkn juga terus mengikuti perubahan zaman hal yang tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat. Nah, PKn di tingkat persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik, yaitu warga negara yang menguasai pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dapat di manfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. B. Pembudayaan Pancasila Dalam Kewarganegaraan Jauh sebelum final rumusan pancasila itu, nilai-nilainya telah membumi dalam adat istiadat, kebiasaan dan agama-agama di indonesia. Oleh sebab itu, pancasila sering disebut sebagai jiwa bangsa, kepribadian bangsa, perjanjian luhur bangsa, sumber dari segala sumber hukum, cita-cita bangsa, alat pemersatu bangsa, falsafah bangsa, dan sebagainya. Dalam perjalanan kehidupan sebagai bangsa, pancasila seakan akrab dengan berbagai ujian, seperti tantangan, keluhan, kritik, sampai penolakan, baik dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Tidak dapat dipungkiri bahwa 2 dekade terakhir ada kekhawatiran terhadap realitas negative yang terus berkembang baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang memandang sinis pancasila. Dalam hal ini, jepang dapat menjadi contoh yang setia pada pandangan hidupnya yang khas. Setelah kekalahannya pada perang dunia ke II atas sekutu, desakan modernisme, arus globalisasi, tetap tidak menjadikan jepang liberal serta individualistis. Melainkan tetap pada jati dirinya sebagai bangsa yang memegang teguh kokoro (hati nurani). Proses pembudayaan nilai-nilai pancasila dapat dilakukan melalaui pembelajaran PKn. Secara umum hasil-hasil penelitian tentang PKn di berbagai negara sesungguhnya menyimpulkan bahwa PKn mengarahkan warga negara itu untuk mendalami kembali nilai-nilai dasar, sejarah, dan masa depan bangsa bersngkutan sesuai dengan nilai-nilai paling fundamental yang dianut bangsa bersangkutan. Selanjutnya, PKn dalam mengembangkan materi pancasila dapat merinci lebih jauh materi tersebut disesuaikan dengan 3 dimensi (civic knowledge, civic skill, dan civic virtue) kompetensi yang ada bidang. Namun demikian, karena muatan materi Pancasila dalam PKn belum mencakup keseluruhan kompetensi tentang pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa, maka sepantasnya Pendidikan Pancasila dijadikan mata pelajaran/mata kuliah khusus. C. Pendidikan Kewarganegaraan Secara Historis 1. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali di perkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790. Sejarah civics di indonesia di mulai pada tahun 1957 saat pemerintahan Soekarno. Penerepan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah dimulai pada tahun 1961, kemudian berganti menjadi Pendidikan Kewargaan Negara pada 1968. Pendidikan Kewarganegaraan resmi masuk dalam kurikulum pada tahun 1968. Pada tahun 1917 Pendidikan Kewrganegaraan di ubah kemendikbud indonesia menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Kemudian diubah lagi pada tahun 1994 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada masa reformasi PPKn diubah menjadi PKn, Pancasila di hilangkan karena dianggap produk orde baru. 2. Latar Belakang Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan Latar belakang lahirnya pendidikan kewarganegaraan dimulai sejak perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai pada pengisian kemerdekaan sampai pada pengisian kemerdekaan, bahkan terus berlangsung hingga zaman reformasi. Pendidikan kewarganegaraan di selenggarakan untuk membekali para mahasiswa selaku calon pemimpin dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral dalam rangka ketahanan nasional. Kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesadaran kelangsungan hidup bangsa. 3. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan Setiap warga negara dituntut untuk hidup berguna bagi negara dan bangsanya, serta mampu mengantisipasi masa depan mereka yang senantisa berubah dan selalu terikat dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara dan hubungan internasional. Untuk itu setiap warga negara di perlukan adanya pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai budaya bangsa. Pokok bahasan pendidikan kewarganegaraan melipu hubungan antara warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, yang semua itu berpijak pada budaya bangsa. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri mahasiswa yang sedang mengkaji IPTEK dan seni. Secara umum, pendidikan kewarganegaraan yang dilakukan di beberapa negara mengarahkan warga bangsa itu untuk mendalami kembali nilai-nilai dasar, sejarah, dan masa depan bangsa bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai paling fundamental yang dianutnya. 4. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan Perkembangan PKn secara umum dimulai saat kehadiran program pkn terjadi dalam kurikulum sekolah-sekolah di indonesia, dapat dikatakan masih muda dibandingkan dengan kehadiran pelajaran civic di amerika serikat pada tahun 1790 (Soemanti,1976:27) Pelajaran civic di Indonesia baru dimulai pada tahun 1950 setelah indonesia merdeka. Hal ini terjadi karena sejak tahun 1945-1950 bangsa indonesia sedang berjuang mempertahankan kemerdekaannya (revolusi fisik). Setelah dekrit presiden 5 juli 1959, pelajaran civics dipakai untuk memberi pengertian tentang pidato kenegaraan presiden ditambah dengan pancasila, sejarah pergerakan, hak dan kewajiban negara. Itu dilakukan dalam rangka “nation and character builiding” dan usaha untuk menimbulkan pengertian jiwa patriotisme dikalangan murid. Pada tahun 1961, istilah “kewarganegaraan” diganti “kewargaan negara” atas prakarsa Dr. Suhardjo, SH. Maksud pergantian tersebut untuk disesuaikan dengan pasal 26 ayat (2) UUD 1945 dan menitikberatkan pada “warga” yang mengandung pengertian akan hak dan kewajiban terhadap negara. Istilah keawarga negaraan baru dipakai secara resmi pada tahun 1967 dengan instruksi direktorat jendral pendidikan dasar no 31 tahun 1967.pada tahun 1966, buku manusia dan masyarakat baru di indonesia (civics) dilarang dipakai menjadi buku pegangan di sekolah- sekolah. Untuk mengisi kekosongan materi dan civics, departemen pendidikan kebudayaan mengeluarkan instruksi bahwa materi civics adalah Pancasila, uud 1945, ketetapan-ketetapan MPRS, dan PBB. Pada tahun 1975, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara diganti dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada tahun 1994, PMP di gnti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) 5. Materi Pembelajaran PKn di Perguruan Tinggi Materi PKn di perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan era global disiapkan oleh pendidik dan apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja tidak sesuai. Sebenarnya, di perguruan tinggi di Indonesia sudah ada pendidikan kewarganegaraan yang meliputi: (a)pengantar pendidikan kewarganegaraan; (b)hak asasi manusia; (c)hak dan kewajiban warga negara; (d)bela negara; (e)demokrasi; (f)wawasan nusantara; (g)ketahanan negara; dan (h)poitik dan strategi nasional. Materi tersebut terlalu condong ke aspek bela negara dalam persyaratan memenuhi kebutuhan, meningkatkan nilai demokrasi, nilai-nilai soial kemasyarakatan, penyadaran tentang ketaatan pada hukum serta disiplin sosial, bias sosial, dan sangat kurang. Zamroni (2003) mengemukakan pada era reformasi, yang diperlukan adalah pendidikan kewarganegaraan berbasis kampus yang memiliki tujuan untuk menyediakan kesempatan bagi para siswa guna mempersiapkan diri untuk petualangan kehidupan yang diatur sesuai dengan kebutuhan kampus, yaitu: a. anti kekerasan b. konstitusional c. memberikan sesuatu yang nyata bagi kemajuan masyarakat. 6. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan dianggap penting untuk diajarkan kepada siswa karena berisi materi kewarganegaraan yang lebih luas dan tidak hanya bersumber dari Pancasila. Mempelajari pendidikan kewarganergaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya mempelajari Pancasila tahap 2, atau pancasila dan sejarah bangsa karena beberapa materi berkaitan atau sama. Itulah mengapa pendidikan kewarganegaraan selalu dianak tirikan dalam dunia pendidikan. Menurut kebanyakan orang lebih penting belajar matematika daripada PKn, padahal tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam peri kehidupan bangsa. Hal yang diharapkan akan dari timbul pendidikan kewarganegaraan adalah sikap dan mental yang cerdas dan penuh rasa tanggung jawab. Sikap ini ditsertai dengan: a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai-nilai falsafah bangsa. b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. d. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara. e. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara. D. Pendidikan Kewarganegaraan Secara Filosofis 1. Landasan Teori Pendidikan Kewarganegaraan Secara Filosofis Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum materi tentang SMA tahun 1962 yang berisikan pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civic atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materil dalam Kurikulum SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan. 2. Ontologi Pendidikan Kewarganegaraan PKn merupakan bidang studi yang bersifat multifaset dengan konteks lintas keilmuan. Namun secara filsafat keilmuan, ia memiliki Ontologi pokok ilmu politik khususnya konsep "Political Democracy" untuk aspek "Duties and Right Citizens" (Chreshore:1886). Dari ontologi pokok inilah berkembang konsep "Civics", yang secara harfiah diambil dari bahasa latin yaitu "civicus" yang artinya warga negara pada masa yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya "civic education", yang selanjutnya di indonesia diadaptasi menjadi "pendidikan kewarganegaraan" (PKn). Saat ini tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi suatu "Body of knowledge" yang dikenal memiliki paradigma sistemik, yang didalamnya terdapat tiga domain "Citizenship education", yakni domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural. Namun PKn di Indonesia selain mendasarkan pada Ontologi pokok yaitu Ilmu Politik juga brangkat dari Pancasila dan Konsepsi kewarganegaraan lainnya, oleh karena itu di indonesia PKn sering juga disebut dengan PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Perkembangan PKn di Indonesia juga tidak boleh keluar dari landasan ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan operasional Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003. 3. Epistemologi Pendidikan Kewarganegaraan Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat dengan aspek ontologi pendidikan kewarganegaraan, karena memang proses epistemologis, yang pada dasarnya berwujud dalam berbagai bentuk kegiatan sistematis dalam upaya membangun pengetahuan bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan sudah seharusnya terkait pada obyek telaah dan obyek pengembangannya. Kegiatan epistemologis pendidikan kewarganegaraan mencakup metodologi penelitian dan metodologi pengembangan. Metodologi penelitiandigunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui: (1) Metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan proses pengukuran dan generalisasi untuk mendukung proses konseptualisasi. (2) Metode penelitian kualitatif yang menonjolkan pemahaman holistik terhadap fenomena alamiah untuk membangun suatu teori. Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler yang relevan guna mengembangkan aspek-aspek sosial-psikologis peserta didik, mengorganisasikan berbagai unsurkontekstual pendidikan. Secara historis-epistemologis Amerika Serikat (USA) dapat dicatat sebagai negara perintis kegiatan akademis dan kurikuler dalam pengembangan konsep dan paradigma "civics". Pelajaran civics mulai di perkenalkan pada tahun 1970 dalam rangka meng-amerika-kan bangsa Amerika (nation building), sebab bangsa amerika terdiri dari berbagai macam suku, bangsa, ras, maupun etnik. Usaha ini dinamakan dengan "theory of americanzation". Kemudian pada tahun 1880-an mulai diperkenalkan pelajaran civics disekolah yang berisikan materi tentang pemerintahan. Seorang ahli bernama Chresore (1886), pada waktu itu mengartikan "civics" sebagai "the science of citizenship" atau ilmu kewarganegaraan, yang isinya mempelajari hubungan antar individu dan antar individu dengan negara. Selanjutnya pada tahun 1900-an berkembang mata pelajaran civics yang diisi dengan materi mengenai stuktur pemerintahan negara bagian dan federasi. 4. Aksiologi pendidikan kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan yang sekarang ada di indonesia memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Kewarganegaraan tersebut di tumbuh kembangkan dalam tradisi Citizenship Education yang tujuannya sesuai dengan tujuan nasional negara. Namun, secara umum menurut Nu'man Somantri tujuan mengembangkan dalam pendapatnya diatas pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga yang memiliki kecerdasan (Civic Intelligence) baik intelektual, emosional, sosial, maupun spiritual memiliki rasa bangga dan tanggung jawab (Civic Responsibility), dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (Civic Participation) agar tumbuh rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Secara khusus PKn bertujuan untuk Membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari- hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Esa dalam masyarakat yang terdiri dari bersifat berbagai golongan agama, prilaku yang kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dan masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat kepentingan dapat diatasi melalui musyawarah mufakat serta prilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan Upaya untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelebihan Isi BAB I Kelebihan dari BAB 1 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century” ialah penulis menuliskan buku ini di sertai menurut para ahli yang dimana ini merupakan nilai plus dan menjadikan para pembaca lebih banyak mendapat informasi sehingga lebih mudah di pahami. Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 1 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN I di Era 21st Century” ialah : 1. Terdapat banyak typo (kesalahan penulisan kata) seperti : a. Mengguna-kan =menggunakan (hal.8) b. Antara = antar (hal.9) c. Standard an = standar dan (hal.9) d. Secra = secara (hal.9) e. Pandanan = pandangan (hal.10) f. Tertian = tertuang (hal.10) g. Eksitensi = eksistensi (hal.10) h. Bagaiman = bagaimana (hal.11) i. Tertanama = tertanam (hal.11) j. Dekadi = dekade (hal.11) k. Kalua = keluar (hal.12) l. Mesyawarah = musyawarah (hal.13) m. Mengelimnir = ? (hal.23) n. Secalon = calon (hal.27) o. Pemimpian = pemimpin (hal.27) 2. Terdapat kata yang tidak sesuai dengan kamus bahasa Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa buku ini adalah buku yang dikhususkan untuk mahasiwa program studi PGSD yang dimana buku ini termasuk karya ilmiah yang harusnya menggunakan bahasa baku. Seperti kata kritisasi (pada halaman 7) yang bahkan saya sebagai mahasiswa juga awalnya tidak mengetahui maksud kata tersebut. Seharusnya kata kritisasi diganti oleh kata kritisi. 3. Pada halaman 27, “Pendidikan kewarganegaraan di selenggarakan untuk membekali para mahasiswa selaku secalon pemimpian dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral dalam rangka ketahanan nasional kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesadaran melakukan kelangsungan hidup bangsa melalui profesinya kesadaran bela negara dengan demikian kesadaran bela negara mengandung arti: ...” kalimat ini terlalu terbelit-belit, maka dari itu menurut saya kalimat tersebut di ubah menjadi “Pendidikan kewarganegaraan di selenggarakan untuk membekali para mahasiswa selaku secalon pemimpian dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral dalam rangka ketahanan nasional. Kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesadaran melakukan kelangsungan hidup bangsa melalui profesinya. Dengan demikian kesadaran bela negara mengandung arti: ...” . pada kelimat tersebut dilakukan penghilangan beberapa kata dan menambahkan beberapa tanda baca. 4. Pada halaman 42, “ Di Indonesia, sebenarnya sudah ada pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi yang materinya meliputi:” menurut saya kalimat itu lebih baku jika di ubah menjadi “Sebenarnya, di Indonesia sudah ada pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi yang materinya meliputi:” 5. Pada halaman 9, terdapat kata responsive. Menurut saya jika ingin menggunakan bahasa inggris harusnya kata tersebut dibikin Italic. Atau jika menggunakan bahasa indonesia dapat dibubah menjadi responsif. 6. Pada halaman 8, “dimensi pengetahuan mencakup tiga bagian yaitu:” pada kalimat tersebut terputus sehingga materi yang disampaikan belum sepenuhnya tersampaikan.
ISI BAB II BAB 2 IDENTITAS NASIONAL
A. Pengertian Identitas Nasional Pengertian Identitas Nasional adalah kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya. Identitas nasional dalam kosteks bangsa cenderung mengecu pada kebudayaan, adat istiadat, serta karakter khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pahlawan pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain-lain. B. Faktor Pembentuk Identitas Nasional Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas nasional yaitu faktor primodial dan faktor kondisional. Faktor primodial atau faktor objektif adalah faktor bawaan yang bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi, ekologi dan demografi. Kondisi geografis ekologis yang membentuk Indonesia sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia. Di Asia Tenggara, ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial dan kultural bangsa Indonesia. Sedangkan faktor kondisional atau faktor subyektif adalah keadaan yang mempengaruhi terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif meliputi faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. C. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa Pemahaman sebuah identitas bangsa diharapkan akan memahami jati diri bangsa diri bangsa sehingga menumbuhkan kebanggaan terhadap bangsanya sendiri. Unsur Identitas nasional indonesia merujuk pada suatubangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur- unsur pembentukan identitas, yaitu: 1. Suku Bangsa Kemajemukan merupakan identitas lain bangsa indonesia. Namun demikian, lebih sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut, tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan merupakan unsur lain pembentuk identitasnya yang harus terus dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan alamiah bangsa indonesia dapat dilihat pada keberadaan ribuan suku, bahasa, dan budaya. 2. Agama Keanekaragaman agama merupakan identitas lain dari kemajemukan alamiah indonesia. Keragaman agama dan keyakinan di Indonesia tidak hanya di jamin oleh konstitusi negara, tetapi juga merupakan suatu Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus tetap di pelihara dan di syukuri bangsa indonesia. Mensyukuri nikmat kemajemukan dapat dilakukan dengan sikap dan tindakan untuk tidak memaksakan keyakinan dan tradisi satu golongan atas kelompok lainya. 3. Kebudayaan Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas naional meliputi tiga unsur, yaitu akal budi peradaban, dan pengetahuan. Akal budi bangsa Indonesia dapat dilihat pada sikap ramah dan santun kepada sesama. Adapun, unsur identitas peradabannya tercermin dari keberadaan dasar negara Pancasila sebagai nilai-nilai bersama bangsa Indonesia yang majemuk. 4. Bahasa Bahasa indonesia adalah salah satu identitas nasional indonesia yang penting. Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah, kedudukan bahasa indonesia (bahasa yang digunakan bangsa melayu) penghubung (lingua franca) berbagai kelompok etnis yang memberikan identitas tersendiri bagi bangsa indonesia. 5. Sejarah Sejarah mencatat, sebelum menjadi sebuah negara, Bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Dua kerajaan nusantara, majapahit dan sriwijaya misalnya, dikenal sebagai pusat-pusat kerajaan nusantara yang pengaruhnya menembus batas- batas teritorial di mana dua kerajaan ini berdiri. Kebesaran dua kerajaan nusantara tersebut telah membekas pada semangat perjuanngan bangsa indonesia pada abad-abad berikutnya ketika penjajahan asing menancapkan kuku imprerialismenya. Semangat juang bangsa Indonesia dalam mengusut penjajah telah menjadi ciri khas tersendiri bagi bngsa indonesia yang kemudian menjadi salah satu unsur pembentuk identitas nasionalnya. D. Identitas Nasional Bangsa Indonesia Identitas Nasional bangsa Indonesia Identitas nasional merupakan sesuatu yang ditransmisikan dari masa lalu dan dirasakan sebagai pemilikan bersama, sehingga tampak kelihatan di dalam keseharian tingkah laku seseorang dalam komunitasnya (Tilaar, 2007:27). Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan oleh karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder oleh karena identitas nasional lahir belakangan dibandingkan dengan identitas ke suku bangsaan yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif, jauh sebelum Identitas Nasional 16 Program Studi Pendidikan Kerwarganegaraan Hibah Pembelajaran Non Konvensional mereka memiliki identitas nasional itu, warga bangsa telah memiliki identitas primer yaitu identitas kesukubangsaan. Dalam ulang tahun yang setiap tahun diadakan, bangsa Indonesia dihadapkan pada pentingnya menghidupkan kembali identitas nasional secara nyata dan koperatif. Identitas nasional kita terdiri dari empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional. Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), danBhinneka Tunggal Ika. E. Indonesia Menjadi Bangsa Dan Negara Menurut Ernest Renan Bangsa terbentuk karena adanya keinginan untuk hidup bersama (hasrat untuk bersatu) dengan perasaan setia kawan yang agung. Sedangkan Otto Bauer Bangsa adalah kelompok manusia yang mempunyai persamaan karakter. Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib. F. Ratzel. Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul karena adanya kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya (paham geopolitik). Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka ragam dan tidak bisa dirumuskan secara pasti. Ada yang memberi makna bangsa dalam arti etris, kultural maupun politis. F. Eksistensi Identitas Nasional Bangsa Indonesia di Abad 21 Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya. Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakkan lah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam hidup berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup atau pandangan umum bangsa Indonesia yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Dalam arus globalisasi saat ini tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas dalam diri rakyat dan bangsa indonesia untuk membuka diri terhadap dunia. Dalam pergaulan dunia yang semakin global bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa di pastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain. Kelebihan Isi BAB II Kelebihan dari BAB 2 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century” ialah isi buku ini sangat rinci hingga mempermudah pembaca memahami maknanya. Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 2 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN II di Era 21st Century” ialah : 1. Terdapat banyak typo (kesalahan penulisan kata) seperti : Kosteks = konteks (hal. 60) Mengecu = mengacu (hal.60) Padanan = pada (hal..61) Challence = challange (hal.61) Nusantra = nusantara(hal.68) 72ahasa = bahasa (hal.72) Oarang = orang (hal. 72) Asi = asli (hal.72) Pristiwa = peristiwa (hal.73) Pensiri = pendiri (hal. 75) Mlihat = melihat (hal. 78) 2. Pada halaman 60 “pengertian identitas nasional identitas sendiri adalah ...” harusnya menghilangkan kata identitas menjadi “pengertian identitas nasional identitas sendiri adalah ...” 3. Pada halaman 72 “Hans Kohn bangsa adalah ...” harusnya diubah menjadi “Menurut Hans Kohn, bangsa adalah ...”
ISI BAB III BAB III NEGARA DAN KONSTITUSI
A. Pengertian Negara Menurut KBBI pengertian Negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Henry c. Black mendefinisikan negara sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap, diikat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang melalui pemerintahannya. Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevindo 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara mengemukakan karakteristik- karakteristik negara yang merupakan subjek hukum internasional sebagai berikut: 1. Penduduk Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama, dan kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat dan terikat dalam suatu negara melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan. Penduduk merupakan unsur pokok bagi pembentukan suatu negara. Suatu pulau atau suatu wilayah tanpa penduduk tidak mungkin menjadi suatu negara. 2. Wilayah Yang Tetap Wilayah yang tetap adalah suatu wilayah yang dimukimi oleh penduduk atau rakyat dari negara itu. Agar wilayah itu dapat dikatakan tetap atau pasti sudah tentuharus jelas batas-batasnya. 3. Pemrintah Lauterpacht menyatakan bahwa adanya unsur pemerintah merupakan syarat terpenting untuk adanya suatu negara. Jika pemerintah tersebut ternyata secara hukum atau secara faktanya menjadi negara boneka atau negara satelit dari suatu negara lainnya, maka negara tersebut tidak dapat digolongkan menjadi negara. 4. Pemerintah Yang Berdaulat Untuk unsur keempat Oppenheim- Lautherpacht menggunakan kalimat pemerintah yang berdaulat (sovereign). Adapun yang dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang tertinggi yang merdeka dari pengaruh suatu kekuasaan lain di muka bumi. Kedaulatan dalam arti sempit berarti kemerdekaan yang sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar batas-batas negeri. B. Kedaulatan Kedaulatan menurut Jean Bodin adalah kekuasaan tertinggi dari suatu negara yang tidak dibatasi oleh hukum. Kedaulatan negara ini hanya berlaku terhadap orang, benda, dan peristiwa di dalam batas- batas teritorial negara yang bersangkutan. Kedaulatan merupakan salah satu prinsip dasar bagi terciptanya hubungan internasional yang damai. Kedaulatan atas wilayah adalah kewenangan yang dimiliki suatu negara untuk melaksanakan kewenangannya sebatas dalam wilayah-wilayah yang telah menjadi bagian dari kekuasaannya. Sedangkan kedaulatan teritorial dapat diartikan sebagai kedaulatan yang dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksekutif di wilayahnya. Sesuai dengan konsepsi internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama, yaitu: 1. Aspek ekstern kedaulatan Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan, atau pengawasan dari negara lain. 2. Aspek Intern Kedaulatan Aspek intern kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi. 3. Aspek Teritorial Kedaulatan Aspek teritorial kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. Berdasarkan kedaulatannya itu, maka dapat diturunkan hak, kekuasaan ataupun kewenangan negara untuk mengatur masalah intern maupun eksternnya. C. Konstitusi Mengenai istilah konstitusi dalam arti pembentukan, berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membentuk. Yang dimaksud dengan membentuk disini adalah membentuk suatu negara pengertian dapat diartikan secara sempti maupun secara luas. Konstitusi dalam arti sempit hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam Negara. Sedangkan Konstitusi dalam arti luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran keduanya tidak hanya sebagai aspek hukum. Istilah konstitusi berasal dari perkataan "Constitution", yang dalam bahasa Indonesia kita jumpai dengan istilah hukum yang lain, yaitu Undang-Undang Dasar dan atau Hukum Dasar. D. Kedudukan Konstitusi Ilmuan asal New York Amerika Serikat sekaligus pakar dalam bidang konstitusi bernama C.F Strong menyatakan bahwa pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu. (1) Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan politik, (2) Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan batas-batas kekuasaan bagi penguasa. Konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi proses-proses kekuasaan. Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan penguasa terhadap rakyat serta memberikan arahan kepada penguasa untuk mewujudkan tujuan negara. E. Nilai Konstitusi Berkenaan dengan penilaian terhadap pelaksanaan konstitusi, Karl Loewenstein berpendapat bahwa ada tiga jenis yang sekaligus tingkatan nilai (value) konstitusi, yaitu nilai normatif, nilai nominal, dan nilai semantik. Dan atau tidak pernah terwujud nilai nominal dari suatu konstitusi diperoleh apabila ada kenyataan sampai dimana batas-batas berlakunya itu, yang dalam batas-batas berlakunya itulah yang dimaksud dengan nilai nominal konstitusi. Bila konstitusi itu hanya sebagian saja dilaksanakan karena untuk sementara tidak sesuai dengan keperluan di lapangan, maka konstitusi ini disebut sebagai konstitusi nominal. Konstitusi di nilai sebagai nilai semantik apabila suatu konstitusi disusun dengan sebaik-baiknya, dengan mencerminkan segala kepentingan rakyat, tetapi tentang pelaksanaanya tidak sesuai dengan isi dari konstitusi tersebut. F. Perkembangan Konstitusi Pada masa periode periode pertama kali terbentuknya Negara Republik Indonesia, konstitusi atau UUD yang pertama kali kali berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI, yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945. Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS). Negara ris dengan konstitusi ris-nya berlangsung sangat pendek sekali karena memang tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan yang menghendaki negara kesatuan, tidak menginginkan negara dalam negara, sehingga beberapa negara bagian tidak meleburkan diri lagi dengan Republik Indonesia. Kelebihan Isi BAB III Kelebihan dari BAB 3 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century” ialah penulis sangat rinci dalam menjelaskan negara dan konstitusi dan pada bab ini tidak memiliki penulisan kata yang salah sehingga menarik minat pembaca. Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 3 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN III di Era 21st Century” ialah : 1. Nah pada bab ini dibagi lagi menjadi beberapa sub bab. Dalam pembuatan judul sub bab seharusnya jika hanya huruf kapital diawal maka judul sub bab berikutnya seperti itu. contoh pada halaman 86-87 E. Nilai Konstitusi – F. PERKEMBANGAN KONSTITUSI Seharusnya diubah menjadi E. Nilai Konstitusi – F. Perkembangan Konstitusi atau E. NILAI KONSTITUSI – F. PERKEMBANGAN KONSTITUSI 2. Ada beberapa penambahan seperti : Sendirisendiri = sendiri-sendiri Negaranegara = negara-negara
ISI BAB IV BAB IV DEMOKRASI
Pengertian demokrasi secara umum adalah sistem pemerintahan dengan memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara dalam pengambilan keputusan. Arti lainnya adalah rakyat bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang mengizinkan seluruh warga negara untuk berpartisipasi aktif. Peran serta itu bisa diwakilkan atau secara langsung dalam perumusan, pengembangan, dan penetapan undang-undang. Demokrasi juga sebagai alat untuk melindungi yang dipimpin dari penyalahgunaan kekuasaan A. Pendidikan Demokrasi Menurut Para Ahli Edgar Bruce Wesley (1937) menyatakan bahwa social studies adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan. The United States of Education's Standard Terminology for Curriculum and Instruction menyatakan bahwa social studies berisi aspek-aspek ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu geografi, dan filsafat yang dipilih untuk tujuan pembelajaran sekolah dan perguruan tinggi secara umum, pengertian social studies menyiratkan hal-hal berikut: (1) Social studeis merupakan disiplin dari ilmu-ilmu social, (2) Disiplin dikembangkan untuk memenuhi tujuan pendidikan / pembelajaran baik pada tingkat sekolahan maupun perguruan tinggi, (3) Aspek masing-masing disiplin ilmu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan. B. Perkembangan Pendidikan Demokrasi Di Indonesia UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat: (a)Pendidikan Pancasila, (b)Pendidikan Agama Islam (c)pendidikan Kewarganegaraan. Di Perguruan Tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan diejawantahkan salah satunya melalui mata kuliah Kewiraan yang diimplementasikan sejak UU No. 2/1989 diberlakukan sampai rezim orde baru runtuh. Seiring dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoriterian ke era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah Pendidika Kewiraan dianggap sudah tidak relevan dengan semangat reformasi dan demokratisasi. C. Paradigma Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Paradigma pendidikan dalam konteks suatu bangsa menunjukkan bagaimana proses pendidikan berlangsung dan pada tahap berikutnya akan dapat meramalkan kualitas dan profil lulusan sebagai hasil dari proses pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan (praksis), paling tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang paradoksal, yaitu: 1. Paradigma Feodalistik Paradigma Feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan mempersiapkan peserta untuk masa yang akan datang. 2. Paradigma Humanistik Paradigma Humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta didik adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang berbeda-beda. D. Urgensi Pendidikan Demokrasi Negara demokrasi tidak selalu berimplikasi pada pemilihan pemimpin (pemilu), raja yang dikehendaki oleh rakyat dan rakyat memiliki hak (menentukan) atas pemimpinnya adalah demokrasi dalam monarki, dan itu adalah baik (St. Thomas Aquinas, Commentaries on the Ethic and Politics of Ariestotle). 1. Keberagaman Indonesia Bangsa kita diselimuti berbagai tiupan informasi dan wacana, mulai dari perdebatan identitas Daerah Istimewa Aceh, atau kini lebih populer Nanggroe Aceh Darussaalam (NAD) yang ingin mengibarkan bendera keistimewaan serta lambang provinsi, serta berbagai isu perihal Rancangan Undang-undang Ormas, Santet bahkan Kumpul Kebo. Seyogyanya, demokrasi sebagai sistem politik suatu Negara menjamin terjadinya rotasi kenegaraan yang saling terkait, dan hal tersebut menjadi indikasi bahwa sistem harus menyatu, kompak, dan berporos pada persatuan. Kebebasan yang tidak terbatas, adalah sisi lain dari pemaknaan yang cacat, jika demikian maka timbul perpecahan, dan hal tersebut bertentangan dengan demokrasi itu sendiri yang memberikan keteladanan saling menghargai dan menghormati perbedaan, termasuk menjaga kepercayaan rakyat, mendengarkan suara minoritas serta tidak angkuh dengan mayoritas. Apalagi, dominasi makna demokrasi merupakan pengejawantahan kekuasaan yang berafiliasi pada rakyat. jadi, tidak bijak sekiranya penguasa memaksakan kehendak tanpa melalui persetujuan rakyat. 2. Urgensi Demokrasi Demokrasi seringkali digunakan untuk dalih pembenaran tiap-tiap kehendak kelompok tanpa harus memberi ruang kelompok lain. Bermula dari asumsi demikian, maka bangsa ini memerlukan pendidikan demokrasi yang memadai, sehingga memberikan pemahaman yang benar terkait hakikat demokrasi. Kesimpulan sementara memberikan gambaran singkat, bahwa demokrasi merupakan solusi bagi keterlibatan rakyat terhadap prosesi ditiap-tiap keputusan penting suatu Negara. Di mana keputusan itu merujuk pada kepentingan dan kebutuhan mayoritas penduduk suatu Negara. Dengan asumsi tersebut setidaknya di perlukan persamaan persepsi terkait demokrasi itu sendiri, konsep dan sistem yang seharusnya berlaku sudah pada jalur yang benar, pengaturan terkait kehidupan berbangsa secara jelas termasuk dalam symposium demokrasi, hanya saja pada titian praktik bisa saja terjadi distorsi. E. Posisi Pendidikan Demokrasi Secara instrumental, pendidikan demokrasi di Indonesia sudah digariskan dalam berbagai peraturan perundangan. Misalnya, dalam usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP) tanggal 29 Desember 1945. Semua ide yang terkandung dalam butir-butir rumusan tujuan pendidikan nasional sesungguhnya merupakan esensi pendidikan demokrasi dan HAM. F. Tantangan Pendidikan Demokrasi Dan Ham Tantangan konseptual tersebut mengimplikasi terhadap perlu dibangunnya paradigma pendidikan demokrasi dan HAM yang merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan dan proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai suatu keutuhan. Oleh karena itu pada tataran instrumental makro school-based democracy education dan society-based democracy education seyogyanya dirancang secara sistemik dengan sistem pendidikan nasional secara keseluruhan, dan secara praksis seyogyanya diciptakan jaringan dan iklim sosial kultural yang memungkinkan terjadinya interaksi fungsional pedagogis kegiatan- kegiatan di sekolah dan di luar sekolah. G. Paradigma Baru Pendidikan Demokrasi Iktiar pendidikan kewarganegaraan harus ditunjukkan dalam kecerdasaan emosional, spiritual, rasional, dan sosial. Dari konsep dasar tersebut, dikemukakan bahwa paradigma pendidikan demokrasi adalah pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional yaitu terletak dalam asumsi positif dan progmatiknya yng menyangkut individu, negara, dan masyarakat. Bila ditampilkan dalam wujud program pendidikan, paradigma baru ini menuntut hal-hal sebagai berikut. Pertama, memberikan perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada pengembangan aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang berkembang di Indonesia. Kedua, mengembangkan kurikulum yang sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu mengeksplorasi bagaimana cita-cita demokrasi telah diterjemahkan ke dalam kelembagaan dan praktek di berbagai belahan bumi dan dalam berbagai kurun waktu. Ketiga, tersedianya sumber belajar yang memungkinkan siswa mampu mengeksplorasi sejarah demokrasi di negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih. Keempat, tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa untuk memahami penerapan demokrasi di negara lain sehingga mereka memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan sistem demokrasi dalam berbagai konteks. Kelima, dikembangkannya kelas sebagai democratic laboratory, lingkungan sekolah/kampus sebagai micro cosmos of democracy, dan masyarakat luas sebagai open global classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam situasi berdemokrasi, dan untuk tujuan melatih diri sebagai warganegara yang demokratis atau learning democracy, in democracy, and for democracy. H. Gerakan Pendidikan Demokrasi Saat Ini Sampai saat ini, CIVITAS International telah mempunyai anggota di 60 negara, termasuk CICED di Indonesia. Tujuan dari dikembangkannya jaringan internasional pendidikan demokrasi di masing-masing negara saling membantu/memfasilitasi pengadaan sumber belajar pendidikan demokrasi mengembangkan bahan belajar yang cocok untuk masing- masing negara saling memfasilitasi pertukaran ide dan pengalaman dalam pendidikan demokrasi dan saling mendorong dan memfasilitasi kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan demokrasi yang bermanfaat untuk masing-masing negara. Dari kajian hasil pertukaran ide dan pengalaman dalam pendidikan demokrasi dalam lima tahun terakhir ini, rupanya diperoleh kenyataan bahwa pendidikan demokrasi di masing-masing negara di seluruh dunia memiliki aspek-aspek generik yang sama dan muatan nasional dan lokal yang bervariasi. I. Alternatif Metodologi Pendidikan Demokrasi Secara tradisional, khususnya di Indonesia, baik dalam rangka mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) atau sebelumnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun dalam rangka Penataran P-4, demokrasi terkesan lebih banyak diajarkan atau tought dan bukan dipelajari atau learned dengan peran guru/dosen penatar/manggala yang lebih dominan. Karena itu situasi kelasnya pun, dengan meminjam istilah Flanders (1972) yakni bersifat dominative dan bukan integrative. Dampak instruksional dan pengiringnya pun tentu tak bisa dielakkan lagi lebih bersifat pengetahuan atau knowledge oriented. Oleh karena itu dapat dipahami mengapa bangsa Indonesia dalam berbagai lapisan sosial terkesan belum bisa menjalankan cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi (Asia Foundation, 1998). Sebagaimana dirumuskan sebelumnya, paradigma baru pendidikan kewarganegaraan, yang nota bene tercakup pendidikan demokrasi dan HAM didalamnya, secara metodologis menuntut perbaikan dalam ketiga dimensinya, Implikasi dari semua prinsip tersebut adalah bahwa kurikulum dan strategi pembelajaran pendidikan demokrasi seyogyanya dikembangkan secara sistemik (lintas jenjang, jalur, dan bidang), dengan konsep dasar demokrasi yang komprehensif (utuh dan lengkap), dan dengan organisasikurikulum yang berdiversifikasi merujuk kepada life cycle anak (perkembangan kognitif, afektif, sosial- moral, dan skill) serta lingkungan belajar setempat (desa, kota). Yang perlu dijadikan muatan nasional adalah pilar-pilar demokrasi konstitusional Indonesia . Pilar-pilar itu dapat pula dibandingkan dengan, dan jika perlu diadaptasi seperlunya sosok guru demokrasi yang dianggap bersifat universal ala demokrasi liberal Amerika. J. Perkembangan Pemikiran Demokrasi 1. Gagasan Soekarno Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu "pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi Soekarno, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Namun, demokrasi yang diinginkan dan dikonsepsikan oleh Soekarno tidak ingin meniru demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis, karena menurut Soekarno, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi Prancis, demokrasi yang hanya menguntungkan kaum borjuis dan menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme. Oleh karena itu, kemudian Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk Indonesia. Lebih jelasnya, konsepsi Soekarno mengenai demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya, yaitu marhaenisme. Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih belajar sebagai mahasiswa di Bandung. Marhaenisme pada hakekatnya sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Marhaenisme itu terdiri dari tiga pokok atau yang disebut sebagai "Trisila”. 2. Gagasan Moh Hatta Salah satu gagasan Mohammad Hatta yang muncul pada tahun 1928 sampai dengan tahun 1960 adalah tentang demokrasi Indonesia. Konsep demokrasi dari Mohammad Hatta berbeda dengan demokrasi Barat yang dikritiknya karena melahirkan kekuasaan kapitalisme. Mohammad Hatta mengharapkan bukan hanya demokrasi dibidang politik saja, tetapi dibidang ekonomi harus diperhatikan. 3. Gagasan Sutan Sjahrir Seperti halnya Soekarno dan Mohammad Hatta, Perdana Menteri Pertama Republik Indonesia, Soetan Sjahrir juga memiliki konsepsi sendiri tentang demokrasi, namun yang membedannya adalah Sjahrir tidak mengutuk habis-habisan demokrasi Barat seperti yang dilakukan Soekarno dan Hatta. Sjahrir lebih membenci fasisme dan ketimbang kapitalisme Barat, oleh karena itu tak mengherankan bila Sjahrir lebih suka melakukan dialog dengan pihak Sekutu Barat, seperti Amerika Serikat, Britania Raya, dan Belanda. 4. Gagasan Demokrasi Parlementar Era demokrasi parlementer di Indonesia, juga sering kali disebut sebagai demokrasi konstitusional. Munculnya sistem parlementer di Indonesia karena jatuhnya kabinet Presidensial Pertama pada 14 November 1945 yang disebabkan oleh keluarnya Maklumat Wakil Presiden No. X/1945 pada 16 Oktober 1945 dan diikuti kemudian oleh Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 yang berisi tentang seruan untuk mendirikan partai-partai politik di Indonesia. Keberlanjutan dari Maklumat Pemerintah itu adalah adanya pengumuman dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) tentang perubahan pertanggungjawaban Menteri kepada Parlemen, dalam hal ini adalah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Usulan dari BPKNIP itu kemudian disetujui oleh Presiden Soekarno pada 14 November 1945. Dengan demikian, maka secara otomatis sistem pemerintahan di Indonesia saat itu bukan lagi presidensial, tetapi menjadi parlementer. 5. Gagasan Demokrasi Terpimpin Setelah berakhirnya era demokrasi parlementer, Indonesia mulai memasuki fase demokrasi lainnya, yaitu demokrasi terpimpin. Demokrasi terpimpin dimulai saat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tetapi sebelum dekrit presiden diumumkan, demokrasi parlementer atau demokrasi konstitusional masih bertahan dengan adanya pembentukan sebuah kabinet transisi yang dipimpin oleh Ir. Djuanda atau yang disebut sebagai Kabinet Djuanda. Kabinet Djuanda ini berisi orang-orang yang bukan dari koalisi dominan partai di palemenen, maka sering kali Kabinet Djuanda disebut juga sebagai Kabinet Ekstra Parlemen. Kabinet ini terhitung mulai bekerja sejak 9 April 1957 sampai 10 Juli 1959. Jauh sebelum demokrasi terpimpin terbentuk, Soekarno sebenarnya telah mengemukakan keinginannya untuk mengubah sistem demokrasi di Indonesia pada 27 Januari 1957 di Bandung. Gagasan Soekarno itu yang diawali dengan mengungkapkan keinginannya untuk kembali bisa mencampuri urusan pemerintahan meskipun Konstituante belum selesai membentuk undang-undang dasar yang baru. Kelanjutan dari pendapatnya itu, kemudian Soekarno mengumpulkan para pemimpin partai politik untuk membentuk sebuah lembaga yang disebut sebagai Dewan Nasional. 6. Gagasan demokrasi Pancasila Sebenarnya, pertama kali ketika Orde Baru terbentuk, mereka didukung oleh hampir seluruh rakyat Indonesia (kecuali kelompok sayap kiri, yang hampir habis dibantai saat G30S). Banyak orang dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, tokoh agama, intelektual, cendekiawan, dan sebagainya menaruh harapan bahwa Orde Baru dapat mengembalikan demokrasi Indonesia kepada jalur yang benar, sebuah demokrasi yang bersendikan pada Pancasila. Oleh karena itu, menurut Miriam Budiardjo, pada masa Orde Baru, Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi landasan formal yang berlaku di Indonesia, sehingga periode ini disebut juga dengan demokrasi Pancasila. Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya reformasi politik dan proses demokratisasi di Indonesia. Pengalaman pada masa Orde Baru juga telah membuat Indonesia menyadari bahwa demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat, oleh karenanya seluruh rakyat Indonesia pasca-1998 menaruh harapan bahwa proses demokratisasi dibawah kepemimpinan Presiden Habibie dan Kabinet Reformasi Pembangunan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadi lagi anomali transisi demokrasi seperti dari Orde Lama ke Orde Baru. Presiden Habibie yang dilantik menggantikan Presiden Soeharto kemudian menjadi El Pilota del Cambio (dalam Bahasa Indonesia yang artinya "Sang Pilot perubahan sebuah julukan bagi Raja Juan Carlos yang memimpin reformasi politik di Spanyol pasca Francisco Franco) memikul tanggungjawab besar untuk memulai langkah-langkah demokratisasi dan meletakan fondasi-fondasi utama bagi sistem demokrasi di Indonesia, seperti mempersiapkan pemilihan umum (pemilu) yang demokratis dan membuat peraturan-peraturan, termasuk juga membebaskan para tahanan politik Orde Baru. Di era transisi demokrasi ini terbentuk beberapa undang-undang baru, misalkan seperti Undang-Undang tentang Partai Politik, Undang- Undang Pemilu, dan juga Undang-Undang tentang Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara juga mengalami perubahan. 7. Gagasan demokrasi era reformasi Tumbuhnya orde baru setelah membuka peluang terjaidnya reformasi politik dan proses demokrasi di indonesia. Pengalaman pada masa orde baru baru juga membuat indonesia bahwa demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat oleh karnanya seluruh rakyat indonesia pasca 1998 menaruh harapan bahwa proses demokratisasi dibawah kepemimpinan presiden habibie dan kabinet reformasi pembangunan dapat berjalan dengan baik dan tidak terjadilagi anomali transisi demokrasi sepertiorde lama ke ordebaru. Kelebihan Isi BAB IV Kelebihan dari BAB 4 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century” ialah penulis sangat rinci menjelaskan apa itu demokrasi bagi suatu bangsa dan negara dan bagaimana demokrasi pendidikan yang ada di indonesia pada mada orde baru dan orde lama dan juga dapat mengetahui gagasan-gagasan demokrasi yang ada Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 4 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN IV di Era 21st Century” ialah : 1. Terdapat banyak typo (kesalahan penulisan kata) seperti : Ilm = ilmu (hal. 95) Pembelajarn = pembelajaran (hal.97) Pendidikann = pendidikan (hal.98) Nota bene = notabene (hal.112) Rangak = rangka (hal.118) Presidensiil = presidesil/presidensial (hal.118) Sementera = sementara (hal. 122) Termaktup = termasuk (hal. 102) 2. Pada hal 125 “Mohammad Hatta menjadi peletak dasar konsep keIndonesia yang lebih mendalam yaitu konsep keadilan, ketrbukaan, serta demokrasi”, menurut saya seharusnya diubah menjadi “Mohammad Hatta menjadi peletak dasar konsep yang lebih mendalam yaitu konsep keadilan, ketrbukaan, serta demokrasi ke Indonesia” agar lebih mudah dipahami. 3. Pada bab ini dibagi lagi menjadi beberapa sub bab. Dalam pembuatan judul sub bab seharusnya jika hanya huruf kapital diawal maka judul sub bab berikutnya seperti itu. contoh pada halaman 95-97 A. Pendidikan Demokrasi Menurut Para Ahli – C. PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGAAN ( CIVIC EDUCATION) Seharusnya diubah menjadi A. Pendidikan Demokrasi Menurut Para Ahli – C. Paradigma Pendidikan Kewargaan ( Civic Education) atau A. PENDIDIKAN DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI – C. PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGAAN ( CIVIC EDUCATION)
ISI BAB V BAB 5 HUBUNGAN WARGA NEGARA & NEGARA
A. Pengertian Warga Negara dan Negara 1. Warga Negara Warga Negara dan UUD 1945 memiliki hubungan timbal balik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana, warga negara memiliki peran sebagai rakyat / masyarakat yang memiliki peranan penting terutama dalam hal pemilihan pemimpin. Definisi warga negara merupakan sesuatu yang saling berkaitan dengan manusia sebagai seseorang dalam suatu ikatan yang terorganisir dalam suatu interaksi dengan negara. Dari definisi warga negara, dapat kita ketahui bahwa sebagai manusia sekaligus warga negara keterkaitan dengan manusia lainnya dan hal-hal yang mengelilinginya saling terkait dalam suatu ikatan yang terorganisir dalam suatu interaksi negara yang tak lain merupakan pengaturan serta tata tertib dalam kehidupan berbangsa, bernegara. 2. Negara Negara merupakan alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Negara sendiri merupakan integrasi dari kekuasaan politik, sekaligus sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara berperan sebagai alat dan masyarakat merniliki kekuasaan untuk mengatur hubungan dalam bermasyarakat, serta menertibkan kekuasaan dalam bermasyarakat. Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan warga negaranya. Adapun unsur-unsur negara diantaranya ialah rakyat, wilayah dengan batas tertentu, dan pemerintah yang berdaulat. B. Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Negara. Pembicaraan tentang hak dan kewajiban Negara merupakan hal yang tidak akan terlepas juga dari pada manusia. Berikut akan disampaikan kewajiban-kewajiban negara, diantaranya: 1. Melindungi segenap bangsa, 2. Perlindungan dan pemajuan, penegakan, 3. Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing. 4. Pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan oleh TNI dan Kepolisian 5. Kepolisian negara RI sebagai alat yang menjaga dan keamanan dan ketertiban masyarakat. 6. TNI terdiri dari TNI AD, TNI AL, TNI AU bertugas mempertahankan , melindungi, dan memelihara keutuhan kedaulatan negara. C Hubungan Antara Warga Negara dan Negara Persoalan yang paling mendasar hubungan antara negara dan warga negara adalah masalah hak dan kewajiban. Negara demikian pula warga negara sama-sama memiliki hak dan kewajiban masing- masing. Sesungguhnya dua hal ini saling terkait, karena berbicara hak negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga negara, demikian pula sebaliknya berbicara kewajiban negara adalah berbicara tentang hak warga negara. D. Hubungan Warga Negara Dengan UUD 1945 UUD 1945 adalah sumber hukum dasar tertulis yang mengikat dan mengatur pemerintah, lembaga negara, dan juga mengikat seluruh warga negara Indonesia. UUD merupakan keseluruhan naskah hukum yang berisi pembukaan dan pasal-pasal. Sebagai dasar hukum, UUD merupakan hukum tertinggi dari seluruh hukum yang ada di Indonesia. Segala tingkah laku, perbuatan pemerintah seprti peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan lain-lain harus dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar 1945. E. Kedudukkan Peran Warga Negara Menurut UUD 1945 Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia, kedudukan warga negara pada dasarnya adalah sebagai pilar terwujudnya Negara. Sebagai sebuah negara yang berdaulat dan merdeka Indonesia mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lain di dunia, pada dasarnya kedudukan warga negara bagi negara Indonesia diwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan, yaitu: 1. UUD 1945 2. UU No.3 tahun 1964 3. UU No.62 tahun 1958 4. UU No.12 tahun 2006 F. Teori warga negara 1. Pengertian warga negara dan kewarganegaraan Secara umum, pengertian warga negara adalah anggota suatu negara yang mempunyai keterikatan timbal balik dengan negaranya. Jadi warga negara dapat diartikan sederhana sebagai anggota negara. Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. 2. Cara memperoleh status kewarganegaraan Beberapa cara memperoleh kedudukan warga negara adalah : 1. Keturunan 2. Kelahiran 3. Kewarganegaraan atau naturalisasi 4. Melalui perkawinan 5. Pengangkatan 6. Pernyataan memilih 3. Kehilangan Kewarganegaraan Setiap Warga Negara dapat dengan sendirinya mengalami kehilangan status kewarganegaraannya karena beberapa sebab: 1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. 2. Tidak menolak atau tidak melepankan kewarganegaraan lain 3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas permohonannya sendiri 4. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden. 5. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing 6. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing 7. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing. 8. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing 4. Memperoleh kembali status kewarganegaraan (repatriasi) A. Persyaratan Sesuai dengan pasal 8 UU 12/2006 yakni: 1. Telah berusia 18 tahun 2. Telah tinggal 5-10 tahun saat mengajukan permohonan 3. Sehat jasmani dan rohani 4. Dapat berbahasa indo dan mengakui dasar negara Pancasila dan UUD 1945 5. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana 6. Tidak berkewarganegaraan ganda 7. Mempunyai pekerjaan B prosedur Berdasarkan pasal 10-18 UU 12/2006 harus sesuai dengan prosedur: 1. Permohonan diajukan secara tertulis melalui Mentri hukum&HAM 2. Kemudian Mentri hukum & HAM meneruskan ke presiden RI 3. Jika di terima akan di terbitkan Keppres paling lambat 3 bulan sejak di terima permohonan dan akan di serahkan kepada pemohon paling lamabt 14 hari. 4. Jika di tolak kemenkumham akan memberitahukan paling lamabt 3 bulan di Sergai alasan penolakan 5. KBRI-Dili akan memanggil pemohon untuk sumpah janji setia kepada NKRI 6. Jika tidak hadir makan dianggap batal demi hukum 7. Setelah mengucapkan sumpah, pemohon harus menyerahkan dokumen/surat keimigrasian ke KBRI-Dili dalam jangka waktu paling lambat 14 hari C. Ketentuan Imigrasi Ketentuan pidana bagi seseorang yang melanggar UU No. 12 Tahun 2006 diatur dalam pasal-pasal berikut: 1. Pasal 36 2. Pasal 37 3. Pasal 38 D. Keimigrasian Keimigrasian adalah kegiatan pengaturan dan pengelolaan tentang keluar masuknya orang di suatu negara dan keberadaan seseorang di negara lain dan bukan negaranya. G. Teori Terbentuknya Negara 1. Teori Tentang Pengertian Negara Menurut Prof. Soepomo, terbagi menjadi tiga: a. Teori Perseorangan (Individualistik) Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang disusun berdasarkan perjanjian antar individu yang menjadi anggota masyarakat. b. Teori Golongan (Kelas) Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas golongan lain yangkedudukan ekonominya lebih lemah. c. Teori Intergralistik (Persatuan) d. Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua golongan, semua bagian dari seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang organis. 2. Unsur-unsur Negara a. Penduduk Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu b. Wilayah Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. c. Pemerintah Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan roda pemerintahan. d. Kedaulatan Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara. 3. Fungsi Negara a. Fungsi Pertahanan dan Keamanan Negara wajib melindungi unsur negara (rakyat, wilayah, dan pemerintahan) dari segala ancaman, hambatan, dan gangguan, serta tantangan lain yang berasal dari internal atau eksternal. b. Fungsi Keadilan Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada diskriminasi atau kepentingan tertentu. c. Fungsi Pengaturan dan Keadilan Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk melaksanakan kebijakan dengan ada landasan yang kuat untuk membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsan dan juga bernegara. d. Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan masyarakat agar lebih makmur dan sejahtera. 4. Sifat Negara a. Sifat Memaksa Negara dapat memaksakan kehendak melalui hukum atau kekuasaan. b. Sifat Monopoli Negara dapat menguasai hal-hal seperti sumberdaya penting untuk kepentingan orang banyak. c. Sifat Totalitas Semua hal tanpa pengecualian menjadi wewenang negara. 5. Tujuan Negara Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan akhir setiap negara adalah menciptaka kebahagiaan bagi rakyatnya. 6. Asal Mula Terjadinya Negara Berdasarkan kenyataan, negara terjadi karena sebab-sebab: a. Ocupatie, Pendudukan yaitu suatu wilayah yang diduduki oleh sekelompok manusia. b. Separatie Pelepasan, yaitu suatu daerah yang semual menjadi wilayah daerah tertentu kemudaia melepaskan diri. c. Peleburan, yaitu bebrapa negara meleburkan diri menjadi satu. d. Pemecahan, yaitu lenyapnya suatu negara dan munculnya negara baru. Berdasarkan teori, negara terjadi karena, sebagai berikut: a. Teori Ketuhanan, yaitu negara ada karena adanya kehendak Tuhan b. Teori Perjanjian masyarakat, yaitu negara ada karena adanya perjanjian individu-individu (contracsocial) c. Teori Kekuasaan, yaitu negara terbentuk karena adanya kekuasaan / kekuatan d. Teori Hukum Alam, yaitu negara ada karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bermacam-macam. 7. Bentuk Negara Berikut adalah bentuk negara yang ada di dunia. a. Negara Kesatuan b. Negara Serikat c. Perserikatan Negara (Konfederasi) d. Uni, dibagi menjadi 2 yaitu Uni Riil dan Uni Person a. Teori Historis Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia. b. Teori kedaulatan hukum Teori kedaulatan hukum (Rechtssouvereiniteit) (Mienu,2010) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku DieModerneStaatsIdee. c. Teori Hukum Alam Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni negara terjadi karena kehendak alam yang merupakan lembaga alamiah yang diperlukan manusia untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Penganut teori ini adalah Plato, Aristoteles, Agustinus, dan Thomas Aquino. 8. Proses terbentuknya Negara a. Fase genootshap, merupakan perkelompokan dari orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama dan disandarkan pada persamaan. b. fase rijk, yaitu kelompok orang-orang yang menggabungkan diri tadi telah sadar akan hak milik tanah hingga muncul lah tuan yang berkuasa atas tanah orang-orang yang menyewa tanah. c. Fase Staat, yaitu fase dimana masyarakat sadar dari tidak bernegara menjadi bernegara dan mereka telah sadar bahwa mereka berada pada satu kelompok. d. Fase democratisschenatie (negara demokrasi), merupakan perkembangan lebih lanjut dari fase Staat, dimana ini terbentuk atas dasar demokrasi nasional, kesadaran akan adanya kedaulatan di tangan rakyat. Kelebihan Isi BAB V Kelebihan dari BAB 5 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century” ialah hampir tidak ada kesalahan penulisan kata dan banyak sekali memuat pembahasan tentang teori-teori yang sangat berguna sekali sebagai landasan informasi. Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 5 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN V di Era 21st Century” ialah ada beberapa kalimat atau kata yang sulit dimengerti dan beberapa kata menggunakan bahasa asing yang tidak di terjemahkan.
ISI BAB VI BAB 6 NEGARA HUKUM & HAK ASASI MANUSIA
A. Sejarah Hak Asasi Manusia Peringatan hak asasi manusia pada 10 desember mulai tahu 1950. Hak asasi manusialaahir sebagai penghormatan terhadap individu. Setiap orang memiliki kedudukan, hak,dan kesempatan yang sama dalam setiap hal. Di Indonesia terdapat pasal 27-34 dalamUndang- Undang Dasar Negara Indonesia yang mengatur tentang hak asasi manusia.Perjalan hak asasi manusia hingga ditetapkanuntuk dijunjung tinggi oleh siapapun bukanlah hal yang singkat. Pasukan Raja Cyrus the Greath, Raja Persia Kuno, berhasilmenaklukkan kota Babylon pada tahun 539 SM. B. Sejarah Internasional Hak Asasi Manusia Para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggung jawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka. C. Sejarah Nasional Hak Asasi Manusia Deklarasi HAM di cetuskan di PBB tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia. Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat. Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari Deklarasi HAM sedunia di suatu negara anggota PBB bukan semata- mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internasional lainnya untuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan. D. Perkembangan Jam Di Indonesia 1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945) Sebelum Indonesia merdeka, banyak organisasi pergerakan nasional berpemikiran HAM. RA. Kartni adalah orang pertama yang secara jelas mengungkapkan mengenai HAM dalam surat yang di tulis 40 tahun sebelum proklamasi. 2. Periode Orde Lama (1945-1966) Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan berserikat dan hak kebebasan menyampaikan pendapat di parlemen. 3. Periode Orde Baru (1966-1998) Pada periode penegakan HAM mengalami kemunduran. Sikap defensive pemerintah tercermin dengan peran media yang tidak bebas, kebebasan bersuara atau berpendapat di depan umum di batasi bahkan terkadang dilarang. 4. Periode Reformasi (1998-Sekarang) Rezim pemerintahan tahun 1998 memberikan dampak yang besar pada penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia. Mulai dari mengkaji kebijakan pemerintah orde baru sampai menyusun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM E. Pengertian Negara Hukum Pengertian negara hukum adalah negara yang menyelenggarakan kekuasaannya pemerintahannya di dasarkan atas hukum.dalam kekuasaan negara hukum ,kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatah hukum(supremasi hukum)dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum. Negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan hukum. Dalam negar hukum, kekuasaan pemerintah berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum).supremasi hukum harus mencakup 3ide dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di negarahukum, hukum tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat. F. Pengertian Negara Hukum Menurut Para Ahli Prof. R. Djokosutomo, SH Negara menurut UU 1945 didasarkan pada aturan hukum. menghukum berdaulat. negara adalah subjek hukum, dalam arti rechtstaat atau badan hukum republik. Karena negara dipandang sebagai subyek hukum, jadi jika dia bersalah dapat dituntut di depan pengadilan karena kesalahan. Hugo Krabbe Negara diharuskan memiliki negara hukum rechtsstaat dan setiap tindakan negara harus didasarkan pada hukum atau harus bertanggung jawab kepada hukum. Plato dan Aristoteles Negara Hukum adalah negara yang diperintah oleh keadilan, dalam filsafat, baik ofensif dan disebutkan bahwa konsep hukum negara memiliki aspirasi. Aristoteles Negara-negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan bagi warganya. di lihat dari bentuknya, hukum dapat dibagi menjadi 2, yaitu hokum tertulis dan tidak tertulis. Prof. Dr. Ismail Suny, SH., M. CL Mengungkapkan bahwa negara hukum Indonesia mencakup beberapa unsur, hukum, pembagian kekuasaan, perlindungan keberadaan hak asasi manusia dan untuk membela obat prosedural. Prof. R. Djokosutomo, SH, Menjelaskan bahwa hukum negara adalah aturan hukum. Menyatakan dirinya sebagai subjek hukum juga dapat dituntut untuk melanggar hukum. G. Indonesia sebagai negara hukum Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa "negara Indonesia adalah negara hukum". Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuat dasar hukum serta amanat negara bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Kelebihan Isi BAB VI Kelebihan dari BAB 6 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century” ialah tidak ada typo (kesalahan penulisan kata) yang membuat orang tidak rancu lagi dalam memahami kata tersebut dan penyampaian materi sangat lengkap dengan banyak penyampaian teori-teori yang ada Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 6 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN VI di Era 21st Century” ialah dalam bab ini terdapat sub bab yang keseluruhannya menggunakan huruf kapital. Namun, menurut saya jika ingin menggunakan huruf kapital harusnya menggunakan huruf kapital semua di setiap sub bab mulai dari bab 1-6.
Identitias Reviewer Nama Mahasisiwa : Sabila Rahmatika Siregar NIM : 2202090105 Kelas :C Semester :2