Anda di halaman 1dari 30

Critical Book Reveiw

Judul Buku Konsep Dasar Pembelajaran PKN di Era 21st Century


Penulis Irfan Dahnial

ISI BAB I BAB 1 PENDAHULUAN


Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata
pelajaran wajib di SD sampai ke Perguruan Tinggi yang harus
memberikan perhatiannya kepada pengembangan nilai, moral, dan
sikap perilaku siswa dan memiliki misi mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sejatinya pendidikan kewarganegaraan adalah studi tentang
kehidupan sehari-hari, yaitu bagaimana menjadi warga negara yang
baik serta menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila yang merupakan
dasar negara indonesia.
A. Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan Abad 21
Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang
bersifat multifaset yang bidang keilmuannya interdispliner,
multidisipliner bahkan multidimensional.
Dari sudut pandang epistimologis, menurut Barr, Bart, dan Shermis
(1978), pkn merupakan pengembangan dari tradisi “sosial studies”
yakni “citizenship transmission” yang berkembang menjadi “body
knowledge” memiliki 3 domain yakni: domain akademis, kurikuler, dan
sosial kultural. Ketiga domain ini mencakup pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge) yakni watak, keterampilan,
komitmen, dan kompetensi dari kewarganegaraan.
Sesuai dengan namanya PKn mata pelajaran di sekolah dasar
mempunyai misi sebagai pendidikan nilai pancasila dan
kewarganegaraan yang secara ontologis, berangkat dari nilai-nilai
pancasila. Secara epistimologis merupakan program pengembangan
individu dan secara aksiologis bertujuan untuk pendewasaan peserta
didik sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan komponen
bangsa indonesia.
Dalam aspek pengembangan karakteristik kurikulum pkn juga terus
mengikuti perubahan zaman hal yang tidak bisa terlepas dari
kehidupan masyarakat. Nah, PKn di tingkat persekolahan bertujuan
untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang
cerdas dan baik, yaitu warga negara yang menguasai pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai yang dapat di manfaatkan untuk
menumbuhkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
B. Pembudayaan Pancasila Dalam Kewarganegaraan
Jauh sebelum final rumusan pancasila itu, nilai-nilainya telah
membumi dalam adat istiadat, kebiasaan dan agama-agama di
indonesia. Oleh sebab itu, pancasila sering disebut sebagai jiwa
bangsa, kepribadian bangsa, perjanjian luhur bangsa, sumber dari
segala sumber hukum, cita-cita bangsa, alat pemersatu bangsa,
falsafah bangsa, dan sebagainya.
Dalam perjalanan kehidupan sebagai bangsa, pancasila seakan
akrab dengan berbagai ujian, seperti tantangan, keluhan, kritik, sampai
penolakan, baik dilakukan secara terang-terangan maupun
tersembunyi. Tidak dapat dipungkiri bahwa 2 dekade terakhir ada
kekhawatiran terhadap realitas negative yang terus berkembang baik
secara kuantitatif maupun kualitatif yang memandang sinis pancasila.
Dalam hal ini, jepang dapat menjadi contoh yang setia pada
pandangan hidupnya yang khas. Setelah kekalahannya pada perang
dunia ke II atas sekutu, desakan modernisme, arus globalisasi, tetap
tidak menjadikan jepang liberal serta individualistis. Melainkan tetap
pada jati dirinya sebagai bangsa yang memegang teguh kokoro (hati
nurani).
Proses pembudayaan nilai-nilai pancasila dapat dilakukan melalaui
pembelajaran PKn. Secara umum hasil-hasil penelitian tentang PKn di
berbagai negara sesungguhnya menyimpulkan bahwa PKn
mengarahkan warga negara itu untuk mendalami kembali nilai-nilai
dasar, sejarah, dan masa depan bangsa bersngkutan sesuai dengan
nilai-nilai paling fundamental yang dianut bangsa bersangkutan.
Selanjutnya, PKn dalam mengembangkan materi pancasila dapat
merinci lebih jauh materi tersebut disesuaikan dengan 3 dimensi (civic
knowledge, civic skill, dan civic virtue) kompetensi yang ada bidang.
Namun demikian, karena muatan materi Pancasila dalam PKn belum
mencakup keseluruhan kompetensi tentang pancasila sebagai dasar
dan ideologi bangsa, maka sepantasnya Pendidikan Pancasila dijadikan
mata pelajaran/mata kuliah khusus.
C. Pendidikan Kewarganegaraan Secara Historis
1. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan pertama kali di perkenalkan di
Amerika Serikat pada tahun 1790. Sejarah civics di indonesia di mulai
pada tahun 1957 saat pemerintahan Soekarno. Penerepan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah dimulai
pada tahun 1961, kemudian berganti menjadi Pendidikan Kewargaan
Negara pada 1968. Pendidikan Kewarganegaraan resmi masuk dalam
kurikulum pada tahun 1968. Pada tahun 1917 Pendidikan
Kewrganegaraan di ubah kemendikbud indonesia menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Kemudian diubah lagi pada tahun 1994
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada
masa reformasi PPKn diubah menjadi PKn, Pancasila di hilangkan
karena dianggap produk orde baru.
2. Latar Belakang Lahirnya Pendidikan Kewarganegaraan
Latar belakang lahirnya pendidikan kewarganegaraan dimulai sejak
perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai pada pengisian
kemerdekaan sampai pada pengisian kemerdekaan, bahkan terus
berlangsung hingga zaman reformasi.
Pendidikan kewarganegaraan di selenggarakan untuk membekali
para mahasiswa selaku calon pemimpin dimasa depan dengan
kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif
integral dalam rangka ketahanan nasional. Kesadaran bela negara ini
berwujud sebagai kerelaan dan kesadaran kelangsungan hidup bangsa.
3. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap warga negara dituntut untuk hidup berguna bagi negara dan
bangsanya, serta mampu mengantisipasi masa depan mereka yang
senantisa berubah dan selalu terikat dengan konteks dinamika budaya,
bangsa, negara dan hubungan internasional. Untuk itu setiap warga
negara di perlukan adanya pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan nilai-nilai budaya bangsa.
Pokok bahasan pendidikan kewarganegaraan melipu hubungan
antara warga negara serta pendidikan pendahuluan bela negara, yang
semua itu berpijak pada budaya bangsa. Dengan demikian dapatlah
dikatakan bahwa tujuan utama dari pendidikan kewarganegaraan
adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara serta
membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan
kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional
dalam diri mahasiswa yang sedang mengkaji IPTEK dan seni.
Secara umum, pendidikan kewarganegaraan yang dilakukan di
beberapa negara mengarahkan warga bangsa itu untuk mendalami
kembali nilai-nilai dasar, sejarah, dan masa depan bangsa
bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai paling fundamental yang
dianutnya.
4. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan
Perkembangan PKn secara umum dimulai saat kehadiran program
pkn terjadi dalam kurikulum sekolah-sekolah di indonesia, dapat
dikatakan masih muda dibandingkan dengan kehadiran pelajaran civic
di amerika serikat pada tahun 1790 (Soemanti,1976:27)
Pelajaran civic di Indonesia baru dimulai pada tahun 1950 setelah
indonesia merdeka. Hal ini terjadi karena sejak tahun 1945-1950
bangsa indonesia sedang berjuang mempertahankan kemerdekaannya
(revolusi fisik). Setelah dekrit presiden 5 juli 1959, pelajaran civics
dipakai untuk memberi pengertian tentang pidato kenegaraan
presiden ditambah dengan pancasila, sejarah pergerakan, hak dan
kewajiban negara. Itu dilakukan dalam rangka “nation and character
builiding” dan usaha untuk menimbulkan pengertian jiwa patriotisme
dikalangan murid. Pada tahun 1961, istilah “kewarganegaraan” diganti
“kewargaan negara” atas prakarsa Dr. Suhardjo, SH. Maksud
pergantian tersebut untuk disesuaikan dengan pasal 26 ayat (2) UUD
1945 dan menitikberatkan pada “warga” yang mengandung
pengertian akan hak dan kewajiban terhadap negara.
Istilah keawarga negaraan baru dipakai secara resmi pada tahun
1967 dengan instruksi direktorat jendral pendidikan dasar no 31 tahun
1967.pada tahun 1966, buku manusia dan masyarakat baru di
indonesia (civics) dilarang dipakai menjadi buku pegangan di sekolah-
sekolah. Untuk mengisi kekosongan materi dan civics, departemen
pendidikan kebudayaan mengeluarkan instruksi bahwa materi civics
adalah Pancasila, uud 1945, ketetapan-ketetapan MPRS, dan PBB.
Pada tahun 1975, mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara
diganti dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pada tahun 1994,
PMP di gnti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
5. Materi Pembelajaran PKn di Perguruan Tinggi
Materi PKn di perguruan tinggi dalam menghadapi tantangan era
global disiapkan oleh pendidik dan apa yang dibutuhkan oleh dunia
kerja tidak sesuai. Sebenarnya, di perguruan tinggi di Indonesia sudah
ada pendidikan kewarganegaraan yang meliputi: (a)pengantar
pendidikan kewarganegaraan; (b)hak asasi manusia; (c)hak dan
kewajiban warga negara; (d)bela negara; (e)demokrasi; (f)wawasan
nusantara; (g)ketahanan negara; dan (h)poitik dan strategi nasional.
Materi tersebut terlalu condong ke aspek bela negara dalam
persyaratan memenuhi kebutuhan, meningkatkan nilai demokrasi,
nilai-nilai soial kemasyarakatan, penyadaran tentang ketaatan pada
hukum serta disiplin sosial, bias sosial, dan sangat kurang.
Zamroni (2003) mengemukakan pada era reformasi, yang
diperlukan adalah pendidikan kewarganegaraan berbasis kampus yang
memiliki tujuan untuk menyediakan kesempatan bagi para siswa guna
mempersiapkan diri untuk petualangan kehidupan yang diatur sesuai
dengan kebutuhan kampus, yaitu:
a. anti kekerasan
b. konstitusional
c. memberikan sesuatu yang nyata bagi kemajuan masyarakat.
6. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan dianggap penting untuk diajarkan
kepada siswa karena berisi materi kewarganegaraan yang lebih luas
dan tidak hanya bersumber dari Pancasila. Mempelajari pendidikan
kewarganergaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya
mempelajari Pancasila tahap 2, atau pancasila dan sejarah bangsa
karena beberapa materi berkaitan atau sama. Itulah mengapa
pendidikan kewarganegaraan selalu dianak tirikan dalam dunia
pendidikan.
Menurut kebanyakan orang lebih penting belajar matematika
daripada PKn, padahal tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah
mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan
pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati
diri dan moral bangsa dalam peri kehidupan bangsa.
Hal yang diharapkan akan dari timbul pendidikan
kewarganegaraan adalah sikap dan mental yang cerdas dan penuh
rasa tanggung jawab. Sikap ini ditsertai dengan:
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
menghayati nilai-nilai falsafah bangsa.
b. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara.
d. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
e. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
D. Pendidikan Kewarganegaraan Secara Filosofis
1. Landasan Teori Pendidikan Kewarganegaraan Secara Filosofis
Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan
yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal
tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum PKn yang sering
berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara.
Secara historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan
kewarganegaraan berkedudukan sebagai program kurikuler dimulai
dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum
materi tentang SMA tahun 1962 yang berisikan pemerintahan
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept. P&K: 1962).
Pada saat itu, mata pelajaran Civic atau kewarganegaraan, pada
dasarnya berisikan pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari
disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato
presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut
secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun 1957 maupun
dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materil dalam Kurikulum
SMP dan SMA tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan
tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata pelajaran
pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan
mengenai pemerintahan.
2. Ontologi Pendidikan Kewarganegaraan
PKn merupakan bidang studi yang bersifat multifaset dengan
konteks lintas keilmuan. Namun secara filsafat keilmuan, ia memiliki
Ontologi pokok ilmu politik khususnya konsep "Political Democracy"
untuk aspek "Duties and Right Citizens" (Chreshore:1886). Dari
ontologi pokok inilah berkembang konsep "Civics", yang secara harfiah
diambil dari bahasa latin yaitu "civicus" yang artinya warga negara
pada masa yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis
sebagai embrionya "civic education", yang selanjutnya di indonesia
diadaptasi menjadi "pendidikan kewarganegaraan" (PKn). Saat ini
tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi suatu "Body of
knowledge" yang dikenal memiliki paradigma sistemik, yang
didalamnya terdapat tiga domain "Citizenship education", yakni
domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural.
Namun PKn di Indonesia selain mendasarkan pada Ontologi pokok
yaitu Ilmu Politik juga brangkat dari Pancasila dan Konsepsi
kewarganegaraan lainnya, oleh karena itu di indonesia PKn sering juga
disebut dengan PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan).
Perkembangan PKn di Indonesia juga tidak boleh keluar dari landasan
ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan
operasional Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU
Nomor 20 tahun 2003.
3. Epistemologi Pendidikan Kewarganegaraan
Aspek epistemologi pendidikan kewarganegaraan berkaitan erat
dengan aspek ontologi pendidikan kewarganegaraan, karena memang
proses epistemologis, yang pada dasarnya berwujud dalam berbagai
bentuk kegiatan sistematis dalam upaya membangun pengetahuan
bidang kajian ilmiah pendidikan kewarganegaraan sudah seharusnya
terkait pada obyek telaah dan obyek pengembangannya. Kegiatan
epistemologis pendidikan kewarganegaraan mencakup metodologi
penelitian dan metodologi pengembangan. Metodologi
penelitiandigunakan untuk mendapatkan pengetahuan baru melalui:
(1) Metode penelitian kuantitatif yang menonjolkan proses
pengukuran dan generalisasi untuk mendukung proses konseptualisasi.
(2) Metode penelitian kualitatif yang menonjolkan pemahaman
holistik terhadap fenomena alamiah untuk membangun suatu teori.
Sedangkan, metodologi pengembangan digunakan untuk
mendapatkan paradigma pedagogis dan rekayasa kurikuler yang
relevan guna mengembangkan aspek-aspek sosial-psikologis peserta
didik, mengorganisasikan berbagai unsurkontekstual pendidikan.
Secara historis-epistemologis Amerika Serikat (USA) dapat dicatat
sebagai negara perintis kegiatan akademis dan kurikuler dalam
pengembangan konsep dan paradigma "civics". Pelajaran civics mulai
di perkenalkan pada tahun 1970 dalam rangka meng-amerika-kan
bangsa Amerika (nation building), sebab bangsa amerika terdiri dari
berbagai macam suku, bangsa, ras, maupun etnik. Usaha ini
dinamakan dengan "theory of americanzation". Kemudian pada tahun
1880-an mulai diperkenalkan pelajaran civics disekolah yang berisikan
materi tentang pemerintahan. Seorang ahli bernama Chresore (1886),
pada waktu itu mengartikan "civics" sebagai "the science of
citizenship" atau ilmu kewarganegaraan, yang isinya mempelajari
hubungan antar individu dan antar individu dengan negara.
Selanjutnya pada tahun 1900-an berkembang mata pelajaran civics
yang diisi dengan materi mengenai stuktur pemerintahan negara
bagian dan federasi.
4. Aksiologi pendidikan kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan yang sekarang ada di indonesia
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi
warga negara Indonesia cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan
Kewarganegaraan tersebut di tumbuh kembangkan dalam tradisi
Citizenship Education yang tujuannya sesuai dengan tujuan nasional
negara. Namun, secara umum menurut Nu'man Somantri tujuan
mengembangkan dalam pendapatnya diatas pendidikan
kewarganegaraan (PKn) adalah agar setiap warga negara menjadi
warga negara yang baik (to be good citizens), yakni warga yang
memiliki kecerdasan (Civic Intelligence) baik intelektual, emosional,
sosial, maupun spiritual memiliki rasa bangga dan tanggung jawab
(Civic Responsibility), dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara (Civic Participation) agar tumbuh rasa
kebangsaan dan cinta tanah air. Secara khusus PKn bertujuan untuk
Membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-
hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan
Yang Esa dalam masyarakat yang terdiri dari bersifat berbagai
golongan agama, prilaku yang kemanusiaan yang adil dan beradab,
perilaku yang mendukung persatuan bangsa dan masyarakat yang
beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan
bersama di atas kepentingan perorangan dan golongan sehingga
perbedaan pemikiran pendapat kepentingan dapat diatasi melalui
musyawarah mufakat serta prilaku yang mendukung upaya untuk
mewujudkan Upaya untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Kelebihan Isi BAB I Kelebihan dari BAB 1 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di
Era 21st Century” ialah penulis menuliskan buku ini di sertai menurut
para ahli yang dimana ini merupakan nilai plus dan menjadikan para
pembaca lebih banyak mendapat informasi sehingga lebih mudah di
pahami.
Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 1 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN
I di Era 21st Century” ialah :
1. Terdapat banyak typo (kesalahan penulisan kata) seperti :
a. Mengguna-kan =menggunakan (hal.8)
b. Antara = antar (hal.9)
c. Standard an = standar dan (hal.9)
d. Secra = secara (hal.9)
e. Pandanan = pandangan (hal.10)
f. Tertian = tertuang (hal.10)
g. Eksitensi = eksistensi (hal.10)
h. Bagaiman = bagaimana (hal.11)
i. Tertanama = tertanam (hal.11)
j. Dekadi = dekade (hal.11)
k. Kalua = keluar (hal.12)
l. Mesyawarah = musyawarah (hal.13)
m. Mengelimnir = ? (hal.23)
n. Secalon = calon (hal.27)
o. Pemimpian = pemimpin (hal.27)
2. Terdapat kata yang tidak sesuai dengan kamus bahasa Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bahwa buku ini adalah buku yang
dikhususkan untuk mahasiwa program studi PGSD yang dimana
buku ini termasuk karya ilmiah yang harusnya menggunakan
bahasa baku. Seperti kata kritisasi (pada halaman 7) yang bahkan
saya sebagai mahasiswa juga awalnya tidak mengetahui maksud
kata tersebut. Seharusnya kata kritisasi diganti oleh kata kritisi.
3. Pada halaman 27, “Pendidikan kewarganegaraan di
selenggarakan untuk membekali para mahasiswa selaku secalon
pemimpian dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta
kemampuan berpikir secara komprehensif integral dalam rangka
ketahanan nasional kesadaran bela negara ini berwujud sebagai
kerelaan dan kesadaran melakukan kelangsungan hidup bangsa
melalui profesinya kesadaran bela negara dengan demikian
kesadaran bela negara mengandung arti: ...” kalimat ini terlalu
terbelit-belit, maka dari itu menurut saya kalimat tersebut di
ubah menjadi “Pendidikan kewarganegaraan di selenggarakan
untuk membekali para mahasiswa selaku secalon pemimpian
dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta kemampuan
berpikir secara komprehensif integral dalam rangka ketahanan
nasional. Kesadaran bela negara ini berwujud sebagai kerelaan
dan kesadaran melakukan kelangsungan hidup bangsa melalui
profesinya. Dengan demikian kesadaran bela negara mengandung
arti: ...” . pada kelimat tersebut dilakukan penghilangan beberapa
kata dan menambahkan beberapa tanda baca.
4. Pada halaman 42, “ Di Indonesia, sebenarnya sudah ada
pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi yang materinya
meliputi:” menurut saya kalimat itu lebih baku jika di ubah
menjadi “Sebenarnya, di Indonesia sudah ada pendidikan
kewarganegaraan di perguruan tinggi yang materinya meliputi:”
5. Pada halaman 9, terdapat kata responsive. Menurut saya jika ingin
menggunakan bahasa inggris harusnya kata tersebut dibikin Italic.
Atau jika menggunakan bahasa indonesia dapat dibubah menjadi
responsif.
6. Pada halaman 8, “dimensi pengetahuan mencakup tiga bagian
yaitu:” pada kalimat tersebut terputus sehingga materi yang
disampaikan belum sepenuhnya tersampaikan.

ISI BAB II BAB 2 IDENTITAS NASIONAL


A. Pengertian Identitas Nasional
Pengertian Identitas Nasional adalah kepribadian nasional atau jati
diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu
dengan bangsa yang lainnya. Identitas nasional dalam kosteks bangsa
cenderung mengecu pada kebudayaan, adat istiadat, serta karakter
khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara
tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera
Merah Putih, Bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan
Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar Falsafah negara yaitu
Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945 serta
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat. Pahlawan pahlawan rakyat pada masa perjuangan nasional
seperti Pattimura, Hasanudin, Pangeran Antasari dan lain-lain.
B. Faktor Pembentuk Identitas Nasional
Terdapat dua faktor penting dalam pembentukan identitas
nasional yaitu faktor primodial dan faktor kondisional. Faktor
primodial atau faktor objektif adalah faktor bawaan yang bersifat
alamiah yang melekat pada bangsa tersebut seperti geografi, ekologi
dan demografi. Kondisi geografis ekologis yang membentuk Indonesia
sebagai wilayah kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di
persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia. Di Asia Tenggara,
ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis,
sosial dan kultural bangsa Indonesia. Sedangkan faktor kondisional
atau faktor subyektif adalah keadaan yang mempengaruhi
terbentuknya identitas nasional. Faktor subyektif meliputi faktor
historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.
C. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa
Pemahaman sebuah identitas bangsa diharapkan akan memahami
jati diri bangsa diri bangsa sehingga menumbuhkan kebanggaan
terhadap bangsanya sendiri.
Unsur Identitas nasional indonesia merujuk pada suatubangsa
yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-
unsur pembentukan identitas, yaitu:
1. Suku Bangsa
Kemajemukan merupakan identitas lain bangsa indonesia. Namun
demikian, lebih sekedar kemajemukan yang bersifat alamiah tersebut,
tradisi bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam kemajemukan
merupakan unsur lain pembentuk identitasnya yang harus terus
dikembangkan dan dibudayakan. Kemajemukan alamiah bangsa
indonesia dapat dilihat pada keberadaan ribuan suku, bahasa, dan
budaya.
2. Agama
Keanekaragaman agama merupakan identitas lain dari
kemajemukan alamiah indonesia. Keragaman agama dan keyakinan di
Indonesia tidak hanya di jamin oleh konstitusi negara, tetapi juga
merupakan suatu Rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang harus tetap di
pelihara dan di syukuri bangsa indonesia. Mensyukuri nikmat
kemajemukan dapat dilakukan dengan sikap dan tindakan untuk tidak
memaksakan keyakinan dan tradisi satu golongan atas kelompok
lainya.
3. Kebudayaan
Aspek kebudayaan yang menjadi unsur pembentuk identitas
naional meliputi tiga unsur, yaitu akal budi peradaban, dan
pengetahuan. Akal budi bangsa Indonesia dapat dilihat pada sikap
ramah dan santun kepada sesama. Adapun, unsur identitas
peradabannya tercermin dari keberadaan dasar negara Pancasila
sebagai nilai-nilai bersama bangsa Indonesia yang majemuk.
4. Bahasa
Bahasa indonesia adalah salah satu identitas nasional indonesia
yang penting. Sekalipun Indonesia memiliki ribuan bahasa daerah,
kedudukan bahasa indonesia (bahasa yang digunakan bangsa melayu)
penghubung (lingua franca) berbagai kelompok etnis yang
memberikan identitas tersendiri bagi bangsa indonesia.
5. Sejarah
Sejarah mencatat, sebelum menjadi sebuah negara, Bangsa
Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Dua
kerajaan nusantara, majapahit dan sriwijaya misalnya, dikenal sebagai
pusat-pusat kerajaan nusantara yang pengaruhnya menembus batas-
batas teritorial di mana dua kerajaan ini berdiri. Kebesaran dua
kerajaan nusantara tersebut telah membekas pada semangat
perjuanngan bangsa indonesia pada abad-abad berikutnya ketika
penjajahan asing menancapkan kuku imprerialismenya. Semangat
juang bangsa Indonesia dalam mengusut penjajah telah menjadi ciri
khas tersendiri bagi bngsa indonesia yang kemudian menjadi salah
satu unsur pembentuk identitas nasionalnya.
D. Identitas Nasional Bangsa Indonesia
Identitas Nasional bangsa Indonesia Identitas nasional merupakan
sesuatu yang ditransmisikan dari masa lalu dan dirasakan sebagai
pemilikan bersama, sehingga tampak kelihatan di dalam keseharian
tingkah laku seseorang dalam komunitasnya (Tilaar, 2007:27).
Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan oleh
karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh
warga bangsa sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat
sekunder oleh karena identitas nasional lahir belakangan dibandingkan
dengan identitas ke suku bangsaan yang memang telah dimiliki warga
bangsa itu secara askriptif, jauh sebelum Identitas Nasional 16
Program Studi Pendidikan Kerwarganegaraan Hibah Pembelajaran Non
Konvensional mereka memiliki identitas nasional itu, warga bangsa
telah memiliki identitas primer yaitu identitas kesukubangsaan.
Dalam ulang tahun yang setiap tahun diadakan, bangsa Indonesia
dihadapkan pada pentingnya menghidupkan kembali identitas
nasional secara nyata dan koperatif. Identitas nasional kita terdiri dari
empat elemen yang biasa disebut sebagai konsensus nasional.
Konsensus dimaksud adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), danBhinneka Tunggal Ika.
E. Indonesia Menjadi Bangsa Dan Negara
Menurut Ernest Renan Bangsa terbentuk karena adanya keinginan
untuk hidup bersama (hasrat untuk bersatu) dengan perasaan setia
kawan yang agung. Sedangkan Otto Bauer Bangsa adalah kelompok
manusia yang mempunyai persamaan karakter.
Karakteristik tumbuh karena adanya persamaan nasib. F. Ratzel.
Bangsa terbentuk karena adanya hasrat bersatu. Hasrat itu timbul
karena adanya kesatuan antara manusia dan tempat tinggalnya
(paham geopolitik). Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia
dalam sejarah. Suatu bangsa merupakan golongan yang beraneka
ragam dan tidak bisa dirumuskan secara pasti. Ada yang memberi
makna bangsa dalam arti etris, kultural maupun politis.
F. Eksistensi Identitas Nasional Bangsa Indonesia di Abad 21
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat
internasional, memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya. Tatkala
bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern,
diletakkan lah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan
oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup
atau pandangan umum bangsa Indonesia yang kemudian
diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu
Pancasila.
Dalam arus globalisasi saat ini tidak ada lagi batasan-batasan yang
jelas dalam diri rakyat dan bangsa indonesia untuk membuka diri
terhadap dunia. Dalam pergaulan dunia yang semakin global bangsa
yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa di pastikan akan
tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsa lain.
Kelebihan Isi BAB II Kelebihan dari BAB 2 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di
Era 21st Century” ialah isi buku ini sangat rinci hingga mempermudah
pembaca memahami maknanya.
Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 2 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN
II di Era 21st Century” ialah :
1. Terdapat banyak typo (kesalahan penulisan kata) seperti :
Kosteks = konteks (hal. 60)
Mengecu = mengacu (hal.60)
Padanan = pada (hal..61)
Challence = challange (hal.61)
Nusantra = nusantara(hal.68)
72ahasa = bahasa (hal.72)
Oarang = orang (hal. 72)
Asi = asli (hal.72)
Pristiwa = peristiwa (hal.73)
Pensiri = pendiri (hal. 75)
Mlihat = melihat (hal. 78)
2. Pada halaman 60 “pengertian identitas nasional identitas
sendiri adalah ...” harusnya menghilangkan kata identitas
menjadi “pengertian identitas nasional identitas sendiri adalah
...”
3. Pada halaman 72 “Hans Kohn bangsa adalah ...” harusnya
diubah menjadi “Menurut Hans Kohn, bangsa adalah ...”

ISI BAB III BAB III NEGARA DAN KONSTITUSI


A. Pengertian Negara
Menurut KBBI pengertian Negara adalah organisasi di suatu
wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh
rakyat, kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu
yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang
efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak
menentukan tujuan nasionalnya. Henry c. Black mendefinisikan negara
sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu
wilayah yang tetap, diikat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang
melalui pemerintahannya.
Berdasarkan Pasal 1 Konvensi Montevindo 1933 mengenai Hak-hak
dan Kewajiban-Kewajiban Negara mengemukakan karakteristik-
karakteristik negara yang merupakan subjek hukum internasional
sebagai berikut:
1. Penduduk
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari
dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama, dan kebudayaan
yang hidup dalam suatu masyarakat dan terikat dalam suatu negara
melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam bentuk
kewarganegaraan. Penduduk merupakan unsur pokok bagi
pembentukan suatu negara. Suatu pulau atau suatu wilayah tanpa
penduduk tidak mungkin menjadi suatu negara.
2. Wilayah Yang Tetap
Wilayah yang tetap adalah suatu wilayah yang dimukimi oleh
penduduk atau rakyat dari negara itu. Agar wilayah itu dapat dikatakan
tetap atau pasti sudah tentuharus jelas batas-batasnya.
3. Pemrintah
Lauterpacht menyatakan bahwa adanya unsur pemerintah
merupakan syarat terpenting untuk adanya suatu negara. Jika
pemerintah tersebut ternyata secara hukum atau secara faktanya
menjadi negara boneka atau negara satelit dari suatu negara lainnya,
maka negara tersebut tidak dapat digolongkan menjadi negara.
4. Pemerintah Yang Berdaulat
Untuk unsur keempat Oppenheim- Lautherpacht menggunakan
kalimat pemerintah yang berdaulat (sovereign). Adapun yang
dimaksud dengan pemerintah yang berdaulat yaitu kekuasaan yang
tertinggi yang merdeka dari pengaruh suatu kekuasaan lain di muka
bumi. Kedaulatan dalam arti sempit berarti kemerdekaan yang
sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar batas-batas negeri.
B. Kedaulatan
Kedaulatan menurut Jean Bodin adalah kekuasaan tertinggi dari
suatu negara yang tidak dibatasi oleh hukum. Kedaulatan negara ini
hanya berlaku terhadap orang, benda, dan peristiwa di dalam batas-
batas teritorial negara yang bersangkutan. Kedaulatan merupakan
salah satu prinsip dasar bagi terciptanya hubungan internasional yang
damai. Kedaulatan atas wilayah adalah kewenangan yang dimiliki
suatu negara untuk melaksanakan kewenangannya sebatas dalam
wilayah-wilayah yang telah menjadi bagian dari kekuasaannya.
Sedangkan kedaulatan teritorial dapat diartikan sebagai kedaulatan
yang dimiliki oleh suatu negara dalam melaksanakan yurisdiksi
eksekutif di wilayahnya. Sesuai dengan konsepsi internasional,
kedaulatan memiliki tiga aspek utama, yaitu:
1. Aspek ekstern kedaulatan
Aspek ekstern kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk
secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau
kelompok-kelompok lain tanpa kekangan, tekanan, atau pengawasan
dari negara lain.
2. Aspek Intern Kedaulatan
Aspek intern kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif
suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara
kerja lembaga tersebut dan hak untuk membuat undang-undang yang
diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi.
3. Aspek Teritorial Kedaulatan
Aspek teritorial kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan eksklusif
yang dimiliki negara atas individu-individu dan benda-benda yang
terdapat di wilayah tersebut. Berdasarkan kedaulatannya itu, maka
dapat diturunkan hak, kekuasaan ataupun kewenangan negara untuk
mengatur masalah intern maupun eksternnya.
C. Konstitusi
Mengenai istilah konstitusi dalam arti pembentukan, berasal dari
Bahasa Perancis yang berarti membentuk. Yang dimaksud dengan
membentuk disini adalah membentuk suatu negara pengertian dapat
diartikan secara sempti maupun secara luas. Konstitusi dalam arti
sempit hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi
kekuasaan yang ada dalam Negara. Sedangkan Konstitusi dalam arti
luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum
dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran
keduanya tidak hanya sebagai aspek hukum. Istilah konstitusi berasal
dari perkataan "Constitution", yang dalam bahasa Indonesia kita
jumpai dengan istilah hukum yang lain, yaitu Undang-Undang Dasar
dan atau Hukum Dasar.
D. Kedudukan Konstitusi
Ilmuan asal New York Amerika Serikat sekaligus pakar dalam
bidang konstitusi bernama C.F Strong menyatakan bahwa pada
prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kesewenangan
tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang diperintah, dan
merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Oleh karena itu.
(1) Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap
kekuasaan politik, (2) Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol
mutlak para penguasa serta menetapkan batas-batas kekuasaan bagi
penguasa. Konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi
proses-proses kekuasaan. Tujuan dibuatnya konstitusi adalah untuk
mengatur jalannya kekuasaan dengan jalan membatasinya melalui
aturan untuk menghindari terjadinya kesewenangan yang dilakukan
penguasa terhadap rakyat serta memberikan arahan kepada penguasa
untuk mewujudkan tujuan negara.
E. Nilai Konstitusi
Berkenaan dengan penilaian terhadap pelaksanaan konstitusi, Karl
Loewenstein berpendapat bahwa ada tiga jenis yang sekaligus
tingkatan nilai (value) konstitusi, yaitu nilai normatif, nilai nominal, dan
nilai semantik. Dan atau tidak pernah terwujud nilai nominal dari suatu
konstitusi diperoleh apabila ada kenyataan sampai dimana batas-batas
berlakunya itu, yang dalam batas-batas berlakunya itulah yang
dimaksud dengan nilai nominal konstitusi. Bila konstitusi itu hanya
sebagian saja dilaksanakan karena untuk sementara tidak sesuai
dengan keperluan di lapangan, maka konstitusi ini disebut sebagai
konstitusi nominal. Konstitusi di nilai sebagai nilai semantik apabila
suatu konstitusi disusun dengan sebaik-baiknya, dengan
mencerminkan segala kepentingan rakyat, tetapi tentang
pelaksanaanya tidak sesuai dengan isi dari konstitusi tersebut.
F. Perkembangan Konstitusi
Pada masa periode periode pertama kali terbentuknya Negara
Republik Indonesia, konstitusi atau UUD yang pertama kali kali berlaku
adalah UUD 1945 hasil rancangan BPUPKI, yang disahkan oleh PPKI
pada tanggal 18 agustus 1945.
Pada tahun 1949 berubahlah konstitusi Indonesia menjadi
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS). Negara
ris dengan konstitusi ris-nya berlangsung sangat pendek sekali karena
memang tidak sesuai dengan jiwa proklamasi kemerdekaan yang
menghendaki negara kesatuan, tidak menginginkan negara dalam
negara, sehingga beberapa negara bagian tidak meleburkan diri lagi
dengan Republik Indonesia.
Kelebihan Isi BAB III Kelebihan dari BAB 3 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di
Era 21st Century” ialah penulis sangat rinci dalam menjelaskan negara
dan konstitusi dan pada bab ini tidak memiliki penulisan kata yang
salah sehingga menarik minat pembaca.
Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 3 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN
III di Era 21st Century” ialah :
1. Nah pada bab ini dibagi lagi menjadi beberapa sub bab. Dalam
pembuatan judul sub bab seharusnya jika hanya huruf kapital
diawal maka judul sub bab berikutnya seperti itu. contoh pada
halaman 86-87
E. Nilai Konstitusi – F. PERKEMBANGAN KONSTITUSI
Seharusnya diubah menjadi
E. Nilai Konstitusi – F. Perkembangan Konstitusi atau E. NILAI
KONSTITUSI – F. PERKEMBANGAN KONSTITUSI
2. Ada beberapa penambahan seperti :
Sendirisendiri = sendiri-sendiri
Negaranegara = negara-negara

ISI BAB IV BAB IV DEMOKRASI


Pengertian demokrasi secara umum adalah sistem pemerintahan
dengan memberikan kesempatan kepada seluruh warga negara dalam
pengambilan keputusan. Arti lainnya adalah rakyat bertindak sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi yang mengizinkan seluruh warga
negara untuk berpartisipasi aktif. Peran serta itu bisa diwakilkan atau
secara langsung dalam perumusan, pengembangan, dan penetapan
undang-undang. Demokrasi juga sebagai alat untuk melindungi yang
dipimpin dari penyalahgunaan kekuasaan
A. Pendidikan Demokrasi Menurut Para Ahli
Edgar Bruce Wesley (1937) menyatakan bahwa social studies
adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendidikan.
The United States of Education's Standard Terminology for Curriculum
and Instruction menyatakan bahwa social studies berisi aspek-aspek
ilmu sejarah, ilmu ekonomi, ilmu politik, sosiologi, antropologi,
psikologi, ilmu geografi, dan filsafat yang dipilih untuk tujuan
pembelajaran sekolah dan perguruan tinggi secara umum, pengertian
social studies menyiratkan hal-hal berikut: (1) Social studeis
merupakan disiplin dari ilmu-ilmu social, (2) Disiplin dikembangkan
untuk memenuhi tujuan pendidikan / pembelajaran baik pada tingkat
sekolahan maupun perguruan tinggi, (3) Aspek masing-masing disiplin
ilmu perlu diseleksi sesuai dengan tujuan.
B. Perkembangan Pendidikan Demokrasi Di Indonesia
UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 39
ayat (2) menyebutkan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan
jenjang pendidikan wajib memuat: (a)Pendidikan Pancasila,
(b)Pendidikan Agama Islam (c)pendidikan Kewarganegaraan. Di
Perguruan Tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan diejawantahkan salah
satunya melalui mata kuliah Kewiraan yang diimplementasikan sejak
UU No. 2/1989 diberlakukan sampai rezim orde baru runtuh. Seiring
dengan perkembangan dan perubahan politik dari era otoriterian ke
era demokratisasi, Pendidikan Kewarganegaraan melalui mata kuliah
Pendidika Kewiraan dianggap sudah tidak relevan dengan semangat
reformasi dan demokratisasi.
C. Paradigma Pendidikan Kewargaan (Civic Education)
Paradigma pendidikan dalam konteks suatu bangsa menunjukkan
bagaimana proses pendidikan berlangsung dan pada tahap berikutnya
akan dapat meramalkan kualitas dan profil lulusan sebagai hasil dari
proses pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan (praksis), paling
tidak terdapat dua kutub paradigma pendidikan yang paradoksal,
yaitu:
1. Paradigma Feodalistik
Paradigma Feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga
pendidikan (Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan
mempersiapkan peserta untuk masa yang akan datang.
2. Paradigma Humanistik
Paradigma Humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta
didik adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang
berbeda-beda.
D. Urgensi Pendidikan Demokrasi
Negara demokrasi tidak selalu berimplikasi pada pemilihan
pemimpin (pemilu), raja yang dikehendaki oleh rakyat dan rakyat
memiliki hak (menentukan) atas pemimpinnya adalah demokrasi
dalam monarki, dan itu adalah baik (St. Thomas Aquinas,
Commentaries on the Ethic and Politics of Ariestotle).
1. Keberagaman Indonesia
Bangsa kita diselimuti berbagai tiupan informasi dan wacana,
mulai dari perdebatan identitas Daerah Istimewa Aceh, atau kini lebih
populer Nanggroe Aceh Darussaalam (NAD) yang ingin mengibarkan
bendera keistimewaan serta lambang provinsi, serta berbagai isu
perihal Rancangan Undang-undang Ormas, Santet bahkan Kumpul
Kebo. Seyogyanya, demokrasi sebagai sistem politik suatu Negara
menjamin terjadinya rotasi kenegaraan yang saling terkait, dan hal
tersebut menjadi indikasi bahwa sistem harus menyatu, kompak, dan
berporos pada persatuan. Kebebasan yang tidak terbatas, adalah sisi
lain dari pemaknaan yang cacat, jika demikian maka timbul
perpecahan, dan hal tersebut bertentangan dengan demokrasi itu
sendiri yang memberikan keteladanan saling menghargai dan
menghormati perbedaan, termasuk menjaga kepercayaan rakyat,
mendengarkan suara minoritas serta tidak angkuh dengan mayoritas.
Apalagi, dominasi makna demokrasi merupakan pengejawantahan
kekuasaan yang berafiliasi pada rakyat. jadi, tidak bijak sekiranya
penguasa memaksakan kehendak tanpa melalui persetujuan rakyat.
2. Urgensi Demokrasi
Demokrasi seringkali digunakan untuk dalih pembenaran tiap-tiap
kehendak kelompok tanpa harus memberi ruang kelompok lain.
Bermula dari asumsi demikian, maka bangsa ini memerlukan
pendidikan demokrasi yang memadai, sehingga memberikan
pemahaman yang benar terkait hakikat demokrasi.
Kesimpulan sementara memberikan gambaran singkat, bahwa
demokrasi merupakan solusi bagi keterlibatan rakyat terhadap prosesi
ditiap-tiap keputusan penting suatu Negara. Di mana keputusan itu
merujuk pada kepentingan dan kebutuhan mayoritas penduduk suatu
Negara. Dengan asumsi tersebut setidaknya di perlukan persamaan
persepsi terkait demokrasi itu sendiri, konsep dan sistem yang
seharusnya berlaku sudah pada jalur yang benar, pengaturan terkait
kehidupan berbangsa secara jelas termasuk dalam symposium
demokrasi, hanya saja pada titian praktik bisa saja terjadi distorsi.
E. Posisi Pendidikan Demokrasi
Secara instrumental, pendidikan demokrasi di Indonesia sudah
digariskan dalam berbagai peraturan perundangan. Misalnya, dalam
usulan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP)
tanggal 29 Desember 1945.
Semua ide yang terkandung dalam butir-butir rumusan tujuan
pendidikan nasional sesungguhnya merupakan esensi pendidikan
demokrasi dan HAM.
F. Tantangan Pendidikan Demokrasi Dan Ham
Tantangan konseptual tersebut mengimplikasi terhadap perlu
dibangunnya paradigma pendidikan demokrasi dan HAM yang
merupakan bagian integral dari proses pendidikan secara keseluruhan
dan proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sebagai suatu keutuhan. Oleh karena itu pada tataran instrumental
makro school-based democracy education dan society-based
democracy education seyogyanya dirancang secara sistemik dengan
sistem pendidikan nasional secara keseluruhan, dan secara praksis
seyogyanya diciptakan jaringan dan iklim sosial kultural yang
memungkinkan terjadinya interaksi fungsional pedagogis kegiatan-
kegiatan di sekolah dan di luar sekolah.
G. Paradigma Baru Pendidikan Demokrasi
Iktiar pendidikan kewarganegaraan harus ditunjukkan dalam
kecerdasaan emosional, spiritual, rasional, dan sosial.
Dari konsep dasar tersebut, dikemukakan bahwa paradigma
pendidikan demokrasi adalah pendidikan demokrasi yang bersifat
multidimensional yaitu terletak dalam asumsi positif dan progmatiknya
yng menyangkut individu, negara, dan masyarakat.
Bila ditampilkan dalam wujud program pendidikan, paradigma
baru ini menuntut hal-hal sebagai berikut. Pertama, memberikan
perhatian yang cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pada
pengembangan aneka ragam demokrasi, bukan hanya yang
berkembang di Indonesia. Kedua, mengembangkan kurikulum yang
sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa agar mampu
mengeksplorasi bagaimana cita-cita demokrasi telah diterjemahkan ke
dalam kelembagaan dan praktek di berbagai belahan bumi dan dalam
berbagai kurun waktu. Ketiga, tersedianya sumber belajar yang
memungkinkan siswa mampu mengeksplorasi sejarah demokrasi di
negaranya untuk dapat menjawab persoalan apakah kekuatan dan
kelemahan demokrasi yang diterapkan di negaranya itu secara jernih.
Keempat, tersedianya sumber belajar yang dapat memfasilitasi siswa
untuk memahami penerapan demokrasi di negara lain sehingga
mereka memiliki wawasan yang luas tentang ragam ide dan sistem
demokrasi dalam berbagai konteks. Kelima, dikembangkannya kelas
sebagai democratic laboratory, lingkungan sekolah/kampus sebagai
micro cosmos of democracy, dan masyarakat luas sebagai open global
classroom yang memungkinkan siswa dapat belajar demokrasi dalam
situasi berdemokrasi, dan untuk tujuan melatih diri sebagai
warganegara yang demokratis atau learning democracy, in democracy,
and for democracy.
H. Gerakan Pendidikan Demokrasi Saat Ini
Sampai saat ini, CIVITAS International telah mempunyai anggota di
60 negara, termasuk CICED di Indonesia. Tujuan dari dikembangkannya
jaringan internasional pendidikan demokrasi di masing-masing negara
saling membantu/memfasilitasi pengadaan sumber belajar pendidikan
demokrasi mengembangkan bahan belajar yang cocok untuk masing-
masing negara saling memfasilitasi pertukaran ide dan pengalaman
dalam pendidikan demokrasi dan saling mendorong dan memfasilitasi
kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan demokrasi yang
bermanfaat untuk masing-masing negara.
Dari kajian hasil pertukaran ide dan pengalaman dalam pendidikan
demokrasi dalam lima tahun terakhir ini, rupanya diperoleh kenyataan
bahwa pendidikan demokrasi di masing-masing negara di seluruh
dunia memiliki aspek-aspek generik yang sama dan muatan nasional
dan lokal yang bervariasi.
I. Alternatif Metodologi Pendidikan Demokrasi
Secara tradisional, khususnya di Indonesia, baik dalam rangka
mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
atau sebelumnya Pendidikan Moral Pancasila (PMP) maupun dalam
rangka Penataran P-4, demokrasi terkesan lebih banyak diajarkan atau
tought dan bukan dipelajari atau learned dengan peran guru/dosen
penatar/manggala yang lebih dominan. Karena itu situasi kelasnya
pun, dengan meminjam istilah Flanders (1972) yakni bersifat
dominative dan bukan integrative. Dampak instruksional dan
pengiringnya pun tentu tak bisa dielakkan lagi lebih bersifat
pengetahuan atau knowledge oriented. Oleh karena itu dapat
dipahami mengapa bangsa Indonesia dalam berbagai lapisan sosial
terkesan belum bisa menjalankan cita-cita, nilai, dan prinsip demokrasi
(Asia Foundation, 1998).
Sebagaimana dirumuskan sebelumnya, paradigma baru pendidikan
kewarganegaraan, yang nota bene tercakup pendidikan demokrasi dan
HAM didalamnya, secara metodologis menuntut perbaikan dalam
ketiga dimensinya, Implikasi dari semua prinsip tersebut adalah bahwa
kurikulum dan strategi pembelajaran pendidikan demokrasi
seyogyanya dikembangkan secara sistemik (lintas jenjang, jalur, dan
bidang), dengan konsep dasar demokrasi yang komprehensif (utuh dan
lengkap), dan dengan organisasikurikulum yang berdiversifikasi
merujuk kepada life cycle anak (perkembangan kognitif, afektif, sosial-
moral, dan skill) serta lingkungan belajar setempat (desa, kota).
Yang perlu dijadikan muatan nasional adalah pilar-pilar demokrasi
konstitusional Indonesia . Pilar-pilar itu dapat pula dibandingkan
dengan, dan jika perlu diadaptasi seperlunya sosok guru demokrasi
yang dianggap bersifat universal ala demokrasi liberal Amerika.
J. Perkembangan Pemikiran Demokrasi
1. Gagasan Soekarno
Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu "pemerintahan
rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi Soekarno, demokrasi adalah suatu cara
dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada
rakayat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan. Namun,
demokrasi yang diinginkan dan dikonsepsikan oleh Soekarno tidak
ingin meniru demokrasi modern yang lahir dari Revolusi Prancis,
karena menurut Soekarno, demokrasi yang dihasilkan oleh Revolusi
Prancis, demokrasi yang hanya menguntungkan kaum borjuis dan
menjadi tempat tumbuhnya kapitalisme. Oleh karena itu, kemudian
Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok
untuk Indonesia. Lebih jelasnya, konsepsi Soekarno mengenai
demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya, yaitu marhaenisme.
Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih
belajar sebagai mahasiswa di Bandung. Marhaenisme pada hakekatnya
sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia.
Marhaenisme itu terdiri dari tiga pokok atau yang disebut sebagai
"Trisila”.
2. Gagasan Moh Hatta
Salah satu gagasan Mohammad Hatta yang muncul pada tahun
1928 sampai dengan tahun 1960 adalah tentang demokrasi Indonesia.
Konsep demokrasi dari Mohammad Hatta berbeda dengan demokrasi
Barat yang dikritiknya karena melahirkan kekuasaan kapitalisme.
Mohammad Hatta mengharapkan bukan hanya demokrasi dibidang
politik saja, tetapi dibidang ekonomi harus diperhatikan.
3. Gagasan Sutan Sjahrir
Seperti halnya Soekarno dan Mohammad Hatta, Perdana Menteri
Pertama Republik Indonesia, Soetan Sjahrir juga memiliki konsepsi
sendiri tentang demokrasi, namun yang membedannya adalah Sjahrir
tidak mengutuk habis-habisan demokrasi Barat seperti yang dilakukan
Soekarno dan Hatta. Sjahrir lebih membenci fasisme dan ketimbang
kapitalisme Barat, oleh karena itu tak mengherankan bila Sjahrir lebih
suka melakukan dialog dengan pihak Sekutu Barat, seperti Amerika
Serikat, Britania Raya, dan Belanda.
4. Gagasan Demokrasi Parlementar
Era demokrasi parlementer di Indonesia, juga sering kali disebut
sebagai demokrasi konstitusional. Munculnya sistem parlementer di
Indonesia karena jatuhnya kabinet Presidensial Pertama pada 14
November 1945 yang disebabkan oleh keluarnya Maklumat Wakil
Presiden No. X/1945 pada 16 Oktober 1945 dan diikuti kemudian oleh
Maklumat Pemerintah pada 3 November 1945 yang berisi tentang
seruan untuk mendirikan partai-partai politik di Indonesia.
Keberlanjutan dari Maklumat Pemerintah itu adalah adanya
pengumuman dari Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat
(BPKNIP) tentang perubahan pertanggungjawaban Menteri kepada
Parlemen, dalam hal ini adalah Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP). Usulan dari BPKNIP itu kemudian disetujui oleh Presiden
Soekarno pada 14 November 1945. Dengan demikian, maka secara
otomatis sistem pemerintahan di Indonesia saat itu bukan lagi
presidensial, tetapi menjadi parlementer.
5. Gagasan Demokrasi Terpimpin
Setelah berakhirnya era demokrasi parlementer, Indonesia mulai
memasuki fase demokrasi lainnya, yaitu demokrasi terpimpin.
Demokrasi terpimpin dimulai saat Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tetapi sebelum dekrit presiden
diumumkan, demokrasi parlementer atau demokrasi konstitusional
masih bertahan dengan adanya pembentukan sebuah kabinet transisi
yang dipimpin oleh Ir. Djuanda atau yang disebut sebagai Kabinet
Djuanda. Kabinet Djuanda ini berisi orang-orang yang bukan dari
koalisi dominan partai di palemenen, maka sering kali Kabinet Djuanda
disebut juga sebagai Kabinet Ekstra Parlemen. Kabinet ini terhitung
mulai bekerja sejak 9 April 1957 sampai 10 Juli 1959. Jauh sebelum
demokrasi terpimpin terbentuk, Soekarno sebenarnya telah
mengemukakan keinginannya untuk mengubah sistem demokrasi di
Indonesia pada 27 Januari 1957 di Bandung. Gagasan Soekarno itu
yang diawali dengan mengungkapkan keinginannya untuk kembali bisa
mencampuri urusan pemerintahan meskipun Konstituante belum
selesai membentuk undang-undang dasar yang baru. Kelanjutan dari
pendapatnya itu, kemudian Soekarno mengumpulkan para pemimpin
partai politik untuk membentuk sebuah lembaga yang disebut sebagai
Dewan Nasional.
6. Gagasan demokrasi Pancasila
Sebenarnya, pertama kali ketika Orde Baru terbentuk, mereka
didukung oleh hampir seluruh rakyat Indonesia (kecuali kelompok
sayap kiri, yang hampir habis dibantai saat G30S). Banyak orang dari
berbagai kalangan seperti mahasiswa, tokoh agama, intelektual,
cendekiawan, dan sebagainya menaruh harapan bahwa Orde Baru
dapat mengembalikan demokrasi Indonesia kepada jalur yang benar,
sebuah demokrasi yang bersendikan pada Pancasila. Oleh karena itu,
menurut Miriam Budiardjo, pada masa Orde Baru, Pancasila, Undang-
Undang Dasar 1945, dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
menjadi landasan formal yang berlaku di Indonesia, sehingga periode
ini disebut juga dengan demokrasi Pancasila.
Tumbangnya Orde Baru telah membuka peluang terjadinya
reformasi politik dan proses demokratisasi di Indonesia. Pengalaman
pada masa Orde Baru juga telah membuat Indonesia menyadari bahwa
demokrasi penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat, oleh
karenanya seluruh rakyat Indonesia pasca-1998 menaruh harapan
bahwa proses demokratisasi dibawah kepemimpinan Presiden Habibie
dan Kabinet Reformasi Pembangunan dapat berjalan dengan baik dan
tidak terjadi lagi anomali transisi demokrasi seperti dari Orde Lama ke
Orde Baru. Presiden Habibie yang dilantik menggantikan Presiden
Soeharto kemudian menjadi El Pilota del Cambio (dalam Bahasa
Indonesia yang artinya "Sang Pilot perubahan sebuah julukan bagi Raja
Juan Carlos yang memimpin reformasi politik di Spanyol pasca
Francisco Franco) memikul tanggungjawab besar untuk memulai
langkah-langkah demokratisasi dan meletakan fondasi-fondasi utama
bagi sistem demokrasi di Indonesia, seperti mempersiapkan pemilihan
umum (pemilu) yang demokratis dan membuat peraturan-peraturan,
termasuk juga membebaskan para tahanan politik Orde Baru. Di era
transisi demokrasi ini terbentuk beberapa undang-undang baru,
misalkan seperti Undang-Undang tentang Partai Politik, Undang-
Undang Pemilu, dan juga Undang-Undang tentang Kedudukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga Tertinggi Negara juga
mengalami perubahan.
7. Gagasan demokrasi era reformasi
Tumbuhnya orde baru setelah membuka peluang terjaidnya
reformasi politik dan proses demokrasi di indonesia. Pengalaman pada
masa orde baru baru juga membuat indonesia bahwa demokrasi
penting bagi tumbuhnya kesejahteraan rakyat oleh karnanya seluruh
rakyat indonesia pasca 1998 menaruh harapan bahwa proses
demokratisasi dibawah kepemimpinan presiden habibie dan kabinet
reformasi pembangunan dapat berjalan dengan baik dan tidak
terjadilagi anomali transisi demokrasi sepertiorde lama ke ordebaru.
Kelebihan Isi BAB IV Kelebihan dari BAB 4 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di
Era 21st Century” ialah penulis sangat rinci menjelaskan apa itu
demokrasi bagi suatu bangsa dan negara dan bagaimana demokrasi
pendidikan yang ada di indonesia pada mada orde baru dan orde lama
dan juga dapat mengetahui gagasan-gagasan demokrasi yang ada
Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 4 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN
IV di Era 21st Century” ialah :
1. Terdapat banyak typo (kesalahan penulisan kata) seperti :
Ilm = ilmu (hal. 95)
Pembelajarn = pembelajaran (hal.97)
Pendidikann = pendidikan (hal.98)
Nota bene = notabene (hal.112)
Rangak = rangka (hal.118)
Presidensiil = presidesil/presidensial (hal.118)
Sementera = sementara (hal. 122)
Termaktup = termasuk (hal. 102)
2. Pada hal 125 “Mohammad Hatta menjadi peletak dasar konsep
keIndonesia yang lebih mendalam yaitu konsep keadilan,
ketrbukaan, serta demokrasi”, menurut saya seharusnya
diubah menjadi “Mohammad Hatta menjadi peletak dasar
konsep yang lebih mendalam yaitu konsep keadilan,
ketrbukaan, serta demokrasi ke Indonesia” agar lebih mudah
dipahami.
3. Pada bab ini dibagi lagi menjadi beberapa sub bab. Dalam
pembuatan judul sub bab seharusnya jika hanya huruf kapital
diawal maka judul sub bab berikutnya seperti itu. contoh pada
halaman 95-97
A. Pendidikan Demokrasi Menurut Para Ahli – C. PARADIGMA
PENDIDIKAN KEWARGAAN ( CIVIC EDUCATION)
Seharusnya diubah menjadi
A. Pendidikan Demokrasi Menurut Para Ahli – C. Paradigma
Pendidikan Kewargaan ( Civic Education)
atau A. PENDIDIKAN DEMOKRASI MENURUT PARA AHLI – C.
PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGAAN ( CIVIC EDUCATION)

ISI BAB V BAB 5 HUBUNGAN WARGA NEGARA & NEGARA


A. Pengertian Warga Negara dan Negara
1. Warga Negara
Warga Negara dan UUD 1945 memiliki hubungan timbal balik
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dimana, warga negara
memiliki peran sebagai rakyat / masyarakat yang memiliki peranan
penting terutama dalam hal pemilihan pemimpin.
Definisi warga negara merupakan sesuatu yang saling berkaitan
dengan manusia sebagai seseorang dalam suatu ikatan yang
terorganisir dalam suatu interaksi dengan negara. Dari definisi warga
negara, dapat kita ketahui bahwa sebagai manusia sekaligus warga
negara keterkaitan dengan manusia lainnya dan hal-hal yang
mengelilinginya saling terkait dalam suatu ikatan yang terorganisir
dalam suatu interaksi negara yang tak lain merupakan pengaturan
serta tata tertib dalam kehidupan berbangsa, bernegara.
2. Negara
Negara merupakan alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.
Negara sendiri merupakan integrasi dari kekuasaan politik, sekaligus
sebagai organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara berperan
sebagai alat dan masyarakat merniliki kekuasaan untuk mengatur
hubungan dalam bermasyarakat, serta menertibkan kekuasaan dalam
bermasyarakat. Negara sebagai organisasi dalam suatu wilayah dapat
memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan dan
warga negaranya.
Adapun unsur-unsur negara diantaranya ialah rakyat, wilayah
dengan batas tertentu, dan pemerintah yang berdaulat.
B. Hak dan Kewajiban Warga Negara dan Negara.
Pembicaraan tentang hak dan kewajiban Negara merupakan hal
yang tidak akan terlepas juga dari pada manusia. Berikut akan
disampaikan kewajiban-kewajiban negara, diantaranya:
1. Melindungi segenap bangsa,
2. Perlindungan dan pemajuan, penegakan,
3. Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing.
4. Pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan oleh TNI dan
Kepolisian
5. Kepolisian negara RI sebagai alat yang menjaga dan keamanan
dan ketertiban masyarakat.
6. TNI terdiri dari TNI AD, TNI AL, TNI AU bertugas
mempertahankan , melindungi, dan memelihara keutuhan
kedaulatan negara.
C Hubungan Antara Warga Negara dan Negara
Persoalan yang paling mendasar hubungan antara negara dan
warga negara adalah masalah hak dan kewajiban. Negara demikian
pula warga negara sama-sama memiliki hak dan kewajiban masing-
masing. Sesungguhnya dua hal ini saling terkait, karena berbicara hak
negara itu berarti berbicara tentang kewajiban warga negara,
demikian pula sebaliknya berbicara kewajiban negara adalah berbicara
tentang hak warga negara.
D. Hubungan Warga Negara Dengan UUD 1945
UUD 1945 adalah sumber hukum dasar tertulis yang mengikat dan
mengatur pemerintah, lembaga negara, dan juga mengikat seluruh
warga negara Indonesia. UUD merupakan keseluruhan naskah hukum
yang berisi pembukaan dan pasal-pasal. Sebagai dasar hukum, UUD
merupakan hukum tertinggi dari seluruh hukum yang ada di Indonesia.
Segala tingkah laku, perbuatan pemerintah seprti peraturan
pemerintah, peraturan presiden, dan lain-lain harus dilaksanakan
berdasarkan undang-undang dasar 1945.
E. Kedudukkan Peran Warga Negara Menurut UUD 1945
Dalam sistem kewarganegaraan di Indonesia, kedudukan warga
negara pada dasarnya adalah sebagai pilar terwujudnya Negara.
Sebagai sebuah negara yang berdaulat dan merdeka Indonesia
mempunyai kedudukan yang sama dengan negara lain di dunia, pada
dasarnya kedudukan warga negara bagi negara Indonesia diwujudkan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan tentang
kewarganegaraan, yaitu:
1. UUD 1945
2. UU No.3 tahun 1964
3. UU No.62 tahun 1958
4. UU No.12 tahun 2006
F. Teori warga negara
1. Pengertian warga negara dan kewarganegaraan
Secara umum, pengertian warga negara adalah anggota suatu
negara yang mempunyai keterikatan timbal balik dengan negaranya.
Jadi warga negara dapat diartikan sederhana sebagai anggota negara.
Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan
hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu
menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut
berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan.
2. Cara memperoleh status kewarganegaraan
Beberapa cara memperoleh kedudukan warga negara adalah :
1. Keturunan
2. Kelahiran
3. Kewarganegaraan atau naturalisasi
4. Melalui perkawinan
5. Pengangkatan
6. Pernyataan memilih
3. Kehilangan Kewarganegaraan
Setiap Warga Negara dapat dengan sendirinya mengalami
kehilangan status kewarganegaraannya karena beberapa sebab:
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri.
2. Tidak menolak atau tidak melepankan kewarganegaraan lain
3. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas
permohonannya sendiri
4. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari
presiden.
5. Secara sukarela masuk dalam dinas negara asing
6. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji
setia kepada negara asing
7. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu
yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing.
8. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara
asing
4. Memperoleh kembali status kewarganegaraan (repatriasi)
A. Persyaratan
Sesuai dengan pasal 8 UU 12/2006 yakni:
1. Telah berusia 18 tahun
2. Telah tinggal 5-10 tahun saat mengajukan permohonan
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Dapat berbahasa indo dan mengakui dasar negara Pancasila
dan UUD 1945
5. Tidak pernah dijatuhi hukuman pidana
6. Tidak berkewarganegaraan ganda
7. Mempunyai pekerjaan
B prosedur
Berdasarkan pasal 10-18 UU 12/2006 harus sesuai dengan
prosedur:
1. Permohonan diajukan secara tertulis melalui Mentri
hukum&HAM
2. Kemudian Mentri hukum & HAM meneruskan ke presiden RI
3. Jika di terima akan di terbitkan Keppres paling lambat 3 bulan
sejak di terima permohonan dan akan di serahkan kepada
pemohon paling lamabt 14 hari.
4. Jika di tolak kemenkumham akan memberitahukan paling
lamabt 3 bulan di Sergai alasan penolakan
5. KBRI-Dili akan memanggil pemohon untuk sumpah janji setia
kepada NKRI
6. Jika tidak hadir makan dianggap batal demi hukum
7. Setelah mengucapkan sumpah, pemohon harus menyerahkan
dokumen/surat keimigrasian ke KBRI-Dili dalam jangka waktu
paling lambat 14 hari
C. Ketentuan Imigrasi
Ketentuan pidana bagi seseorang yang melanggar UU No. 12
Tahun 2006 diatur dalam pasal-pasal berikut:
1. Pasal 36
2. Pasal 37
3. Pasal 38
D. Keimigrasian
Keimigrasian adalah kegiatan pengaturan dan pengelolaan tentang
keluar masuknya orang di suatu negara dan keberadaan seseorang di
negara lain dan bukan negaranya.
G. Teori Terbentuknya Negara
1. Teori Tentang Pengertian Negara
Menurut Prof. Soepomo, terbagi menjadi tiga:
a. Teori Perseorangan (Individualistik)
Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang
disusun berdasarkan perjanjian antar individu yang menjadi
anggota masyarakat.
b. Teori Golongan (Kelas)
Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang
mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk
menindas golongan lain yangkedudukan ekonominya lebih
lemah.
c. Teori Intergralistik (Persatuan)
d. Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat
antara semua golongan, semua bagian dari seluruh anggota
masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang organis.
2. Unsur-unsur Negara
a. Penduduk
Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat
tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu
b. Wilayah
Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi
teritorial dari sebuah kedaulatan.
c. Pemerintah
Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan
untuk menjalankan roda pemerintahan.
d. Kedaulatan
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang untuk membuat
undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara.
3. Fungsi Negara
a. Fungsi Pertahanan dan Keamanan
Negara wajib melindungi unsur negara (rakyat, wilayah, dan
pemerintahan) dari segala ancaman, hambatan, dan gangguan,
serta tantangan lain yang berasal dari internal atau eksternal.
b. Fungsi Keadilan
Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada
diskriminasi atau kepentingan tertentu.
c. Fungsi Pengaturan dan Keadilan
Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk
melaksanakan kebijakan dengan ada landasan yang kuat untuk
membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsan
dan juga bernegara.
d. Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran
Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki
untuk meningkatkan kehidupan masyarakat agar lebih makmur
dan sejahtera.
4. Sifat Negara
a. Sifat Memaksa
Negara dapat memaksakan kehendak melalui hukum atau
kekuasaan.
b. Sifat Monopoli
Negara dapat menguasai hal-hal seperti sumberdaya penting
untuk kepentingan orang banyak.
c. Sifat Totalitas
Semua hal tanpa pengecualian menjadi wewenang negara.
5. Tujuan Negara
Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat
dikatakan bahwa tujuan akhir setiap negara adalah menciptaka
kebahagiaan bagi rakyatnya.
6. Asal Mula Terjadinya Negara
Berdasarkan kenyataan, negara terjadi karena sebab-sebab:
a. Ocupatie, Pendudukan yaitu suatu wilayah yang diduduki oleh
sekelompok manusia.
b. Separatie Pelepasan, yaitu suatu daerah yang semual menjadi
wilayah daerah tertentu kemudaia melepaskan diri.
c. Peleburan, yaitu bebrapa negara meleburkan diri menjadi satu.
d. Pemecahan, yaitu lenyapnya suatu negara dan munculnya
negara baru.
Berdasarkan teori, negara terjadi karena, sebagai berikut:
a. Teori Ketuhanan, yaitu negara ada karena adanya kehendak
Tuhan
b. Teori Perjanjian masyarakat, yaitu negara ada karena adanya
perjanjian individu-individu (contracsocial)
c. Teori Kekuasaan, yaitu negara terbentuk karena adanya
kekuasaan / kekuatan
d. Teori Hukum Alam, yaitu negara ada karena adanya keinginan
untuk memenuhi kebutuhan manusia yang bermacam-macam.
7. Bentuk Negara
Berikut adalah bentuk negara yang ada di dunia.
a. Negara Kesatuan
b. Negara Serikat
c. Perserikatan Negara (Konfederasi)
d. Uni, dibagi menjadi 2 yaitu Uni Riil dan Uni Person
a. Teori Historis
Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak
dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan manusia.
b. Teori kedaulatan hukum
Teori kedaulatan hukum (Rechtssouvereiniteit) (Mienu,2010)
menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas
hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku
DieModerneStaatsIdee.
c. Teori Hukum Alam
Filsufgaul (2012) menuliskan teori hukum alam yakni negara
terjadi karena kehendak alam yang merupakan lembaga
alamiah yang diperlukan manusia untuk menyelenggarakan
kepentingan umum. Penganut teori ini adalah Plato,
Aristoteles, Agustinus, dan Thomas Aquino.
8. Proses terbentuknya Negara
a. Fase genootshap, merupakan perkelompokan dari orang-orang
yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan bersama dan
disandarkan pada persamaan.
b. fase rijk, yaitu kelompok orang-orang yang menggabungkan diri
tadi telah sadar akan hak milik tanah hingga muncul lah tuan
yang berkuasa atas tanah orang-orang yang menyewa tanah.
c. Fase Staat, yaitu fase dimana masyarakat sadar dari tidak
bernegara menjadi bernegara dan mereka telah sadar bahwa
mereka berada pada satu kelompok.
d. Fase democratisschenatie (negara demokrasi), merupakan
perkembangan lebih lanjut dari fase Staat, dimana ini
terbentuk atas dasar demokrasi nasional, kesadaran akan
adanya kedaulatan di tangan rakyat.
Kelebihan Isi BAB V Kelebihan dari BAB 5 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di
Era 21st Century” ialah hampir tidak ada kesalahan penulisan kata dan
banyak sekali memuat pembahasan tentang teori-teori yang sangat
berguna sekali sebagai landasan informasi.
Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 5 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN
V di Era 21st Century” ialah ada beberapa kalimat atau kata yang sulit
dimengerti dan beberapa kata menggunakan bahasa asing yang tidak
di terjemahkan.

ISI BAB VI BAB 6 NEGARA HUKUM & HAK ASASI MANUSIA


A. Sejarah Hak Asasi Manusia
Peringatan hak asasi manusia pada 10 desember mulai tahu 1950.
Hak asasi manusialaahir sebagai penghormatan terhadap individu.
Setiap orang memiliki kedudukan, hak,dan kesempatan yang sama
dalam setiap hal. Di Indonesia terdapat pasal 27-34 dalamUndang-
Undang Dasar Negara Indonesia yang mengatur tentang hak asasi
manusia.Perjalan hak asasi manusia hingga ditetapkanuntuk dijunjung
tinggi oleh siapapun bukanlah hal yang singkat. Pasukan Raja Cyrus the
Greath, Raja Persia Kuno, berhasilmenaklukkan kota Babylon pada
tahun 539 SM.
B. Sejarah Internasional Hak Asasi Manusia
Para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna
Charta antara lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki
kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri
tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai
dapat dimintai pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir
doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai bertanggung jawab
kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja melanggar
hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan
kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan
dalam bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab
kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang pada
masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian,
kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi
konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
C. Sejarah Nasional Hak Asasi Manusia
Deklarasi HAM di cetuskan di PBB tanggal 10 Desember 1948, tidak
berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia.
Bagi negara-negara anggota PBB, Deklarasi itu sifatnya mengikat.
Dengan demikian setiap pelanggaran atau penyimpangan dari
Deklarasi HAM sedunia di suatu negara anggota PBB bukan semata-
mata menjadi masalah intern rakyat dari negara yang bersangkutan,
melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan
negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan
dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke
Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM
internasional lainnya untuk mengutuk bahkan menjatuhkan sanksi
internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
D. Perkembangan Jam Di Indonesia
1. Periode sebelum kemerdekaan (1908-1945)
Sebelum Indonesia merdeka, banyak organisasi pergerakan
nasional berpemikiran HAM. RA. Kartni adalah orang pertama yang
secara jelas mengungkapkan mengenai HAM dalam surat yang di tulis
40 tahun sebelum proklamasi.
2. Periode Orde Lama (1945-1966)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak
untuk merdeka, hak kebebasan berserikat dan hak kebebasan
menyampaikan pendapat di parlemen.
3. Periode Orde Baru (1966-1998)
Pada periode penegakan HAM mengalami kemunduran. Sikap
defensive pemerintah tercermin dengan peran media yang tidak
bebas, kebebasan bersuara atau berpendapat di depan umum di
batasi bahkan terkadang dilarang.
4. Periode Reformasi (1998-Sekarang)
Rezim pemerintahan tahun 1998 memberikan dampak yang besar
pada penegakan dan perlindungan HAM di Indonesia. Mulai dari
mengkaji kebijakan pemerintah orde baru sampai menyusun
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan HAM
E. Pengertian Negara Hukum
Pengertian negara hukum adalah negara yang menyelenggarakan
kekuasaannya pemerintahannya di dasarkan atas hukum.dalam
kekuasaan negara hukum ,kekuasaan menjalankan pemerintahan
berdasarkan kedaulatah hukum(supremasi hukum)dan bertujuan
untuk menjalankan ketertiban hukum. Negara hukum secara
sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya didasarkan hukum. Dalam negar hukum, kekuasaan
pemerintah berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi
hukum).supremasi hukum harus mencakup 3ide dasar hukum, yaitu
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena itu di
negarahukum, hukum tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan
masyarakat.
F. Pengertian Negara Hukum Menurut Para Ahli
Prof. R. Djokosutomo, SH Negara menurut UU 1945 didasarkan
pada aturan hukum. menghukum berdaulat. negara adalah subjek
hukum, dalam arti rechtstaat atau badan hukum republik. Karena
negara dipandang sebagai subyek hukum, jadi jika dia bersalah dapat
dituntut di depan pengadilan karena kesalahan.
Hugo Krabbe Negara diharuskan memiliki negara hukum
rechtsstaat dan setiap tindakan negara harus didasarkan pada hukum
atau harus bertanggung jawab kepada hukum.
Plato dan Aristoteles Negara Hukum adalah negara yang
diperintah oleh keadilan, dalam filsafat, baik ofensif dan disebutkan
bahwa konsep hukum negara memiliki aspirasi.
Aristoteles Negara-negara yang berdiri di atas hukum yang
menjamin keadilan bagi warganya. di lihat dari bentuknya, hukum
dapat dibagi menjadi 2, yaitu hokum tertulis dan tidak tertulis.
Prof. Dr. Ismail Suny, SH., M. CL Mengungkapkan bahwa negara
hukum Indonesia mencakup beberapa unsur, hukum, pembagian
kekuasaan, perlindungan keberadaan hak asasi manusia dan untuk
membela obat prosedural.
Prof. R. Djokosutomo, SH, Menjelaskan bahwa hukum negara
adalah aturan hukum. Menyatakan dirinya sebagai subjek hukum juga
dapat dituntut untuk melanggar hukum.
G. Indonesia sebagai negara hukum
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum
tertuang pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa
"negara Indonesia adalah negara hukum". Dimasukkannya ketentuan
ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuat dasar
hukum serta amanat negara bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum.
Kelebihan Isi BAB VI Kelebihan dari BAB 6 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN di
Era 21st Century” ialah tidak ada typo (kesalahan penulisan kata) yang
membuat orang tidak rancu lagi dalam memahami kata tersebut dan
penyampaian materi sangat lengkap dengan banyak penyampaian
teori-teori yang ada
Kekurangan Isi BAB Kekurangan dari BAB 6 pada buku “Konsep Dasar Pembelajaran PKN
VI di Era 21st Century” ialah dalam bab ini terdapat sub bab yang
keseluruhannya menggunakan huruf kapital. Namun, menurut saya
jika ingin menggunakan huruf kapital harusnya menggunakan huruf
kapital semua di setiap sub bab mulai dari bab 1-6.

Identitias Reviewer
Nama Mahasisiwa : Sabila Rahmatika Siregar
NIM : 2202090105
Kelas :C
Semester :2

Anda mungkin juga menyukai