MODUL 1
Kelompok belajar 1
Dalam konteks itu, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, sekolah
seyogyanya dikembangkan sebagai pranata atau tatanan sosial atau Pedagogis yang kondusif
atau memberi suasana bagi tumbuh kembangnya berbagai kualitas pribadi peserta didik.
Menyadari betapa pentingnya peran PKN dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sepanjang Hayat, melalui pemberian keteladanan, pembangunan ke Mawan, dan
pengembangan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran maka dengan melalui
PKN sekolah perlu dikembangkan sebagai pusat pengembangan Wawasan, sikap, dan
keterampilan hidup dan berkehidupan yang demokratis untuk membangun kehidupan
demokrasi. Paradigma pendidikan demokrasi melalui PKN yang perlu dikembangkan dalam
lingkungan sekolah adalah pendidikan demokrasi yang bersifat multidimensional atau bersisi
sama. Sifat multidimensionalnya itu antara lain terletak pada: pandangan nya yang Pluralis
Uniter, sikapnya dalam menempatkan individu, negara, dan masyarakat global secara
Harmonis, tujuannya yang diarahkan pada semua dimensi kecerdasan, dan yang
menghasilkan pengalaman belajarnya yang terbuka fleksibel atau luas dan bervariasi merujuk
pada dimensi tujuannya.
Istilah pedagogis diserap dari bahasa Inggris Pedagogical. Sesungguhnya akar katanya adalah
Paes dan ago artinya saya membimbing. Tuntunan pedagogis dalam modul ini diartikan sebagai
pengalaman belajar yang bagaimana yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan
kewarganegaraan, dalam pengertian Ketuntasan penguasaan kompetensi kewarganegaraan yang
tersurat dan tersirat dalam lingkup isi dan kompetensi dasar. Semua kompetensi dasar untuk setiap
kelas menuntut perilaku nyata. Hal ini berarti bahwa konsep dan nilai kewarganegaraan diajarkan
tidak boleh berhenti pada pikiran semata, tetapi harus teruskan dalam perbuatan nyata.
PKN merupakan mata pelajaran dengan visi utama sebagai pendidikan demokrasi yang
bersifat multi Dimensional. Iya merupakan pendidikan nilai demokrasi, pendidikan moral, pendidikan
sosial, dan masalah pendidikan politik. Setiap konsep nilai Pancasila yang telah di rumuskan sebagai
Putin materi PPKN pada dasarnya harus memiliki aspek konsep moral, sikap moral, dan perilaku
moral. Contohnya, untuk butir materi tenggang rasa pembelajaran PKN harus menyentuh ketika aspek
seperti berikut
- konsep moral
a. Kesadaran perlunya tenggang rasa
b. Pemahaman tentang tenggang rasa
c. Manfaat Tenggang rasa di masa depan
d. Alasan perlunya saling menanggang rasa
e. Bagaimana memilih cara menenggang rasa
- sikap moral
a. Kata hati kita tentang orang lain
b. Rasa percaya diri kita dalam berhadapan dengan orang lain
c. Empati kita mengenai orang lain
- perilaku moral
a. Kemampuan menenggang rasa orang lain
b. Kemauan menenggang rasa orang lain
c. Kebiasaan menenggang rasa orang lain
PKN sebagai pendidikan nilai dan moral dikaitkan dengan konsep pendidikan watak yaitu :
- PKN sebagai mata pelajaran yang memiliki aspek utama sebagai pendidikan
nilai dan moral pada akhirnya akan bermuara pada pengembangan watak atau karakter peserta
didik sesuai nilai nilai dan moral Pancasila
- Nilai dan moral Pancasila dan UUD 1945 dapat dikembangkan dalam diri
peserta didik melalui pengembangan konsep moral, sikap moral, dan perilaku moral setiap
Perumusan butir nilai yang telah dipilih sebagai materi PPKN.
MODUL 2 karakteristik PKN sebagai pendidikan nilai dan moral
Menurut Hermann (1972) mengemukakan suatu prinsip yang sangat mendasar yakni bahwa
substansi nilai tidaklah semata mata ditangkap dan diajarkan tetapi lebih jauh, nilai dicerna dalam arti
ditangkap, di internalisasi, dan dibakukan sebagai bagian yang melekat dalam kualitas pribadi
seseorang melalui proses belajar. Oleh karena itu memang betul bahwa proses pendidikan pada
dasarnya merupakan proses pembudayaan atau enkulturasi untuk menghasilkan manusia yang
berkeadaban, termasuk di dalamnya yang berbudaya.
Dalam pengertian genetik, konsep dan proses pendidikan merupakan proses yang
sengaja dirancang dan dilakukan untuk mengembangkan potensi individu dalam interaksi
dengan lingkungannya sehingga menjadi dewasa dan dapat mengarungi kehidupan dengan
baik, dalam arti selama di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu tepat sekali dikatakan bahwa
pada dasarnya pendidikan mempunyai dua tujuan besar yakni mengembangkan individu dan
masyarakat yang smart and good. Selanjutnya sebagai prinsip pendidikan di tegaskan hal hal
sebagai berikut.
Secara lebih rinci masalah perilaku moral yang ada dalam masyarakat Barat adalah sebagai
berikut diantaranya:
Upaya pendidikan nilai moral yang dilakukan secara menyeluruh dengan pertimbangan
sebagai berikut:
- pendidikan nilai
- Pewarisan nilai antargenerasi dan dalam satu generasi
- Peranan sekolah sebagai wahana psikopedagodis dan sosiopedagogis
- Dalam setiap masyarakat terdapatlandasan etika umum
- Demokrasi
- Pertanyaan yang selalu dihadapi baik individu maupun masyarakat adalah
pertanyaan moral
- Komitmen yang kuat terhadap pendidikan moral
- Pendidikan nilai
Dalam dunia pendidikan di Indonesia pendidikan nilai moral secara formal kurikuler terdapat
dalam mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan
dan pendidikan agama dan bahasa. Ketika mata pelajaran tersebut berdiri sendiri namun ketika nya
mengemban misi yang sama dalam hal ketiganya mengandung unsur yang pokok sebagai pendidikan
nilai moral dan sosial, nilai religius, dan nilai Estetis dan Etis. Secara historis, dalam kurikulum 1975
istilah pendidikan kewargaan negara diubah menjadi pendidikan moral Pancasila yang berisikan
materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam pedoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila atau
P4. Mata pelajaran PMP, pada saat itu merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG
dan sekolah kejuruan yang terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya
kurikulum 1984 sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1975. Selanjutnya kurikulum pendidikan
dasar dan sekolah menengah 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan
memperkenalkan mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan atau PPKN. Berbeda
dengan kurikulum sebelumnya, kurikulum PKN 1994 mengorganisasikan materi pembelajaran nya
bukan atas dasar rumusan butir butir nilai P4, tetapi atas dasar konsep nilai yang di Saripati kan dari
P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan Spiral meluas.
Menurut peraturan menteri pendidikan nasional nomor 22 tahun 2006 “pelajaran pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, Trampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945“.
Rumusan kualitas perilaku yang terdapat dalam ke empat rumusan tujuan di atas yakni berfikir kritis,
berfikir rasional, berfikir kreatif, partisipasi aktif dan bertanggung jawab, bertindak cerdas, hidup
bersama dengan bangsa bangsa lain, menggunakan ICT untuk berinteraksi. Berfikir kritis adalah
proses psikologis untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek atau fenomena dengan informasi
yang akurat dan otentik. Berfikir rasional adalah proses pisikologis untuk memahami suatu obyek
dengan logika. Berfikir kreatif adalah proses pisikologis untuk menghasilkan suatu cara atau proses
baru yang lebih berkualitas atas dasar pemikiran terbaik. Partisipasi aktif dan bertanggung jawab
proses pelipatan sosial kultural seseorang atas dasar inisiatif sendiri dengan penuh perhatian dan
kesediaan memikul resiko. Bertindak cerdas adalah aktivitas nyata untuk melakukan sesuatu dengan
pertimbangan yang matang dan utuh. Hidup bersama dengan bangsa bangsa lain adalah sikap dan cara
hidup dengan individu yang berasal dengan masyarakat bangsa lain dengan prinsip saling
menghormati dan hidup berdampingan secara damai.
Menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 secara umum meliputi substansi kurikuler yang
didalamnya mengandung nilai dan moral sebagai berikut.
- persatuan dan kesatuan bangsa. Meliputi: hidup rukun dalam perbedaan, cinta
lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan negara
kesatuan republik Indonesia, dan lain lain.
- Norma, hukum dan peraturan. Meliputi: tertib dalam kehidupan keluarga, tata
tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan peraturan daerah, norma
norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Hak asasi manusia. Meliputi: hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban
anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional hak asasi manusia, pemajuan,
penghormatan dan perlindungan HAM.
- Kebutuhan warga negara. Meliputi: hidup Gotongroyong, harga diri sebagai
warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, dan lain
lain.
- Konstitusi negara. Meliputi: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, konstitusi konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara
dengan konstitusi.
- Kekuasaan dan politik. Meliputi: pemerintahan desa dan kecamatan,
pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya
politik, dan lain lain.
- Pancasila. Meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan idiologi
negara, proses Perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.
- Globalisasi. Meliputi: Globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri
Indonesia di Era Globalisasi, dampak Globalisasi, hubungan internasional dan organisasi
internasional, dan Mang evaluasi Globalisasi.
Hubungan interaktif proses pengembangan nilai dan moral dengan proses pendidikan di
sekolah harus dilihat dalam paradigma pendidikan nilai secara konseptual dan operasional. Hal
tersebut juga tampaknya dipicu oleh kenyataan meningkatkan permasalahan moral dalam masyarakat
yang merentang dari sikap rakus dan tidak jujur sampai pada aneka Kriminalitas dan perilaku rusak
diri sendiri seperti narkoba dan bunuh diri. Seperti dikemukakan oleh Lickona kini semua negara
bagian Amerika Serikat dan semua unsur dalam masyarakat, publik dan privat sepakat dan mendorong
agar dunia per sekolahan mengambil peran yang aktif dalam pendidikan nilai khususnya pendidikan
nilai moral. Tujuannya adalah agar peserta didik memiliki melek etika, dan mampu berperilaku baik
di dalam masyarakat. Dalam konsep itu dunia pendidikan diharapkan semakin mampu mewujudkan
tujuan utama pendidikan, yakni mengembangkan individu yang cerdas dan baik.
Jean Piaget pada masa hidupnya pernah menjadi pake direktur institute of Educational science
Dan sebagai guru besar psikologi eksperimental pada university of Geneva. Piaget bertolak dari
Postulat atau asumsi dasar bahwa moralitas berada dalam suatu sistem aturan, oleh karena itu hakikat
moralitas seyogyanya dilihat dari sudut bagaimana individu menyadari kebutuhannya akan aturan itu.
Atas dasar itu yang meneliti bagaimana anak menyadari adanya aturan dan bagaimana yang
menerapkan aturan itu dalam suatu permainan. Sifat heteronomi anak disebabkan oleh faktor
kematangan struktur kognitif yang ditandai sifat egosentrisme dan hubungan interaktif dengan orang
dewasa di mana anak merasa kurang berkuasa di pada orang dewasa. Sedangkan sifat autonomi
dipengaruhi oleh kematangan struktur kognitif yang ditandai oleh kemampuan mengkaji aturan secara
kritis dan menerapkannya secara selektif yang muncul dari sikap resiprositas dan kerjasama.
Secara teori. Nilai moral berkembang secara psiko logis dalam diri individu mengikuti
perkembangan usia dan konteks sosial. Piaget membagi beberapa tahapan dalam dua domain yakni
kesadaran mengenai aturan dan pelaksanaan aturan. Bertolak dari teorinya itu Piaget menyimpulkan
bahwa pendidikan sekolah seyogyanya menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil
keputusan dan memecahkan masalah dan membina perkembangan moral dengan cara menuntut para
peserta didik untuk mengembangkan aturan berdasarkan keadilan atau kepatutan. Di lain pihak
Lawrence Kohlberg selama 18 tahun sejak tahun 1969 ia mengadakan penelitian tentang
perkembangan moral berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget. Pendekatan pendidikan nilai
yang ditawarkan oleh Kohlberg sama dengan yang ditawarkan Piaget dalam hal fokusnya terhadap
perilaku moral yang dilandasi oleh Penalaran moral, namun berbeda dalam hal. Berat pembelajaranya
di mana Piaget menitikberatkan pada pengembangan kemampuan mengambil keputusan dan
memecahkan masalah, sedangkan Kohlberg menitikberatkan pada pemilihan nilai yang dipegang
terkait dengan alternatif pemecahan terhadap suatu dilema moral melalui proses klarifikasi bernalar.
Kedua teori perkembangan moral ini memiliki visi dan misi yang sama dan sampai dengan saat ini
menjadi landasan dan kerangka berfikir pendidikan nilai di dunia barat Yang dengan jelas
menitikberatkan pada peranan pikiran manusia dalam mengendalikan perilaku moral nya. Tampak
jelas di situ bahwa pendidikan nilai atas dasar teori Piaget dan Kohlberg tersebut sangat kental dengan
pendidikan nilai yang bersifat sekuler tidak mempertimbangkan bahwa di dunia ini ada nilai religius
yang melandasi kehidupan individu dan masyarakat yang tidak bisa sepenuhnya didekati secara
rasional.