Anda di halaman 1dari 32

BAB 1 KEWARGANEGARAAN SBG MPK

A. Kewarganegaraan Sebagai MPK


Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi termasuk kedalam MPK (Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian) diharapkan dapat mengemban misi fugsi dan
tujuan pendidikan nasional. Adapun tujuan dari Pendidikan Nasional adalah
“berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Melalui
pendidikan Kewarganegaraan harapannya karakter warga Negara Indonesia yang
mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila dapat terjaga dengan baik sehingga
warga Negara Indonesia akan tumbuh menjadi ilmuwan yang professional berdaya
saing internasional namun tetap menjaga karakternya sebagai sebuah identitasnya
dalam kehidupan internasional.
Latar belakang pendidikan kewarganegaraan:
 Perubahan pendidikan dari masa ke masa
Kegiatan pendidikan memiliki sifat dinamis, sejalan dengan perkembangan
peradaban manusia. Perubahan peradaban manusia ini kemudian
mempengaruhi fokus pendidikan yang semula berpusat pada guru (teacher
centered learning), kemudian berubah terpusat pada siswa (student centered
learning), hingga pada pendidikan yang memanfaatkan konectivitas
teknologi sehingga menjadikan pendidikan berjalan ke banyak arah.
Globalisasi dan perkembangan IPTEK yang sangat pesat tentunya turut serta
memberi warna dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan yang ada. Untuk
memberikan bekal agar generasi muda tetap menjaga nilai-nilai esensial dari
falsafah Negara Indonesia (Pancasila) inilah maka diberikan pendidikan
Kewarganegaraan.

 Dinamika kehidupan Bangsa


Kehidupan berbangsa senantiasa mengalami pasang dan surut. Tidak
selamanya kehidupan berbangsa itu selalu setabil namun, ada kalanya
kehidupan berbangsa mengalami tantangan-tantangan. Tidak jarang
tantangan tersebut mempengaruhi integrasi bangsa, nasionalisme warga
Negara, dan juga rasa cinta tanah air warga. Pendidikan kewarganegaraan
diberikan di tingkat perguruan tinggi salah satunya adalah untuk menjaga
keberlangsungan kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Supaya warga
Negara dalam keadaan kehidupan terpuruk sekalipun mereka tetap
memiliki rasa cinta tanah air, nasionalisme, toleransi, dan juga rela
berkorban yang tinggi guna menjaga integrasi NKRI.
B. Dasar hukum penyelenggaraan Kewarganegaraan
 Kepmendiknas No. 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, menetapkan bahwa
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian yang wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi.
 Kepmendiknas No.045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
menetapkan bahwa Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan kelompok Mata Kuliah Pegembangan
Kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program
studi/kelompok program studi.
 UU Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 Pasal 37 ayat 1 dan 2 yang
menyebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan wajib dimuat dalam
kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi
yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air sesuai dengan Pancasila dan UUD
1945.
 Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang rambu-
rambu pelaksanaan pembelajaran kelompok mata kuliah pengembangan
kepribadian di perguruan tinggi, menetapkan status dan beban studi kelompok
mata kuliah Pengembangan Kepribadian.
 Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas no 84/E/KPT/2020 tentang Pedoman
Pelaksanaan Mata Kuliah Wajib Kurikuler. Bahwa ada 4 mata kuliah yang masuk
kedalam rumpun MKWK yaitu Pendidikan Agama, Pancasila,
Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
C. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
Hampir seluruh Bangsa di Dunia memberikan pendidikan kewarganegaraan
kepada warga negaranya. Hal ini dikarenakan pendidikan Kewarganegaraan
memiliki peran yang strategis untuk mempersiapkan warga Negara yang cerdas,
bertanggungjawab, dan berkeadaban. Muara dari pendidikan kewarganegraan
adalah untuk menciptakan warga Negara yang baik (good citizenship) dengan
definisi warga Negara yang baik adalah warga negara yang sadar, memahami, taat,
dan patuh terhadap aturan hukum yang berlaku di negaranya. Pendidikan
kewarganegaraan secara internasional disajikan dengan menggunakan nama; civic
education, citizenship education, democracy education.
Program pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi memiliki
beberapa tujuan antara lain;
1. Mengembangkan sikap dan perilaku kewarganegaraan yang mengapresiasi
nilai-nilai moral-etika dan religius.
2. Menjadi warga Negara yang cerdas berkarakter, menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.
3. Menumbuhkembangkan jiwa dan semangat nasionalisme, dan rasa cinta pada
tanah air.
4. Mengembangkan sikap demokratik berkeadaban dan bertanggungjawab, serta
mengembangkan kemampuan kompetetif bangsa di era globalisasi.
5. Menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan.

D. Nilai Dasar Pendidikan Kewarganegaraan


Pengertian nilai dasar harus difahami bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijadikan
sebagai sumber dan pedoman bagi pengembangan kekaryan setiap lulusan
Perguruan Tinggi. Peran nilai-nilai dalam setiap sila Pancasila adalah sebagai
berikut:
1. Nilai Ketuhanan dalam Sila KetuhananYang Maha Esa
Melengkapi ilmu pengetahuan menciptakan pertimbangan antara yang rasional
dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia sebagai
bagian dalam alam semesta. Faham dalam sila Ketuhanan tidak memberikan
ruang bagi ateisme, fundamentalisme dan extrimisme keagamaan, sekularisme
keilmuan, antroposentrisme dan kosmosentrisme.
2. Nilai Kemanusiaan dalam Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab
Memberi arah dan mengendaikan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu harus
didasarkan pada tujuan awal ditemukan ilmu atau fungsinya semula, yaitu
untuk mencerdaskan, mensejahterakan, dan memartabatkan manusia, ilmu tidak
hanya kelompok melainkan lapisan tertentu.
3. Nilai persatuan dalam Sila Persatuan Indonesia
Pengakuan akan kebhinekaan Indonesia dalam satu kesatuan; konsistensi,
kohesivitas, kesetaraan, kekeluargaan, dan supremasi hukum. Dengan demikian
maka segala bentuk kekaryan generasi muda akan dapat memperoleh
pengakuan dan penghargaan dari seluruh bangsa Indonesia selama hasil
kekaryan tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
4. Nilai Kerakyatan dalam Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang berkeadaban. Dalam Negara yang
plural dan penuh dengan kebhinekaan, tidak memberi ruang bagi faham egoism
keilmuan (puritanisme, otonomi keilmuan), liberalism, dan individualism dalam
kontek kehidupan.
5. Nilai Keadilan dalam Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keseimbangan kepentingan individu dan kepentingan kelompok harus
diperhatikan, sehingga diberlakukan keadilan distributive, keadilan kontributif,
keadilan komutatif dan keadilan normative. Dengan demikian maka porsi
keadilan akan sesuai dengan kebutuhan dan konteksnya. Individualitas
merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.
Dengan berlandaskan pada 5 nilai tersebut maka pengembangan kompetensi
keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia menjadi berbeda dengan
pendidikan kewarganegaraan di Negara lainnya.
BAB II IDENTITAS NASIONAL

A. Pengertian Identitas Nasional


Identitas nasional (national identity) adalah kepribadian nasional atau jati diri yang
dimiliki suatu bangsa yang membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lainnya
(Tim Nasional Pendidikan Kewarganegaraan, 2011:66). Identitas nasional dalam
konteks bangsa cenderung mengacu pada kebudayaan, adat istiadat, serta karakter
khas suatu negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks negara tercermin
dalam simbol-simbol kenegaraan seperti: Pancasila, Bendera Merah Putih, Bahasa
Nasional yaitu Bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika, Dasar
Falsafah negara yaitu Pancasila, Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
serta Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.

B. Faktor Pembentuk Identitas


Terdapat beberapa faktor pembentuk Identias nasional sebuah Bangsa antara lain
sebagai berikut:
1. Faktor Primordial
Faktor primordial adalah faktor bawaan yang bersifat alamiah melekat pada bangsa
tersebut. Misalnya; faktor geografi, ekologi, dan demografi.
2. Faktor Kondisional
Faktor kondisional adalah keadaan yang mempengaruhi terbentuknya identitas
tersebut. Misalnya; faktor sejarah (historis), kebudayaan, dan watak masyarakat
Faktor yang tak kalah penting yaitu sejarah (historis). Persepsi yang sama diantara
warga masyarakat tentang sejarah mereka dapat menyatukan diri dalam satu
bangsa. Persepsi yang sama tentang pengalaman masa lalu, seperti sama-sama
menderita karena penjajahan, tidak hanya melahirkan solidaritas tetapi juga
melahirkan tekad dan tujuan yang sama antar anggota masyarakat itu.
Identitas Nasional dalam konteks bangsa (masyarakat Indonesia) cenderung
mengacu pada kebudayaannya yang menjadi ciri khas mereka. Sedangkan identitas
nasional dalam konteks Negara tercermin di dalam simbol-simbol kenegaraan.
Kedua unsur ini terangkum secara nyata di dalam Pancasila. Dengan demikian
maka Identitas Nasional Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
adalah Pancasila.

3. Faktor lain
a. Faktor Sakral
Faktor sakral dapat berupa kesamaan agama yang dipeluk masyarakat atau
ideologi doktriner yang diakui oleh masyarakat yang bersangkutan. Agama dan
ideologi merupakan faktor sakral yang dapat membentuk bangsa negara. Faktor
sakral ikut menyumbang terbentuknya satu nasionalitas baru. Negara Indonesia
diikat oleh kesamaan ideologi Pancasila. Tokoh kepemimpinan dari para tokoh
yang disegani dan dihormati oleh masyarakat dapat pula menjadi faktor yang
menyatukan bangsa negara. Pemimpin di beberapa negara dianggap sebagai
penyambung lidah rakyat, pemersatu rakyat dan simbol pemersatu bangsa yang
bersangkutan. Contohnya Soekarno di Indonesia, Nelson Mandela di Afrika
Selatan, Mahatma Gandhi di India, dan Tito di Yugoslavia.
b. Faktor Kesediaan Bersatu
Prinsip kesediaan warga bangsa bersatu dalam perbedaan (unity in deversity)
juga menjadi faktor pembentuk identitas nasional. Yang disebut bersatu dalam
perbedaan adalah kesediaan warga bangsa untuk setia pada lembaga yang
disebut negara dan pemerintahnya tanpa menghilangkan keterikatannya pada
suku bangsa, adat, ras, agamanya. Sesungguhnya warga bangsa memiliki
kesetiaan ganda (multiloyalities). Warga setia pada identitas primordialnya dan
warga juga memiliki kesetiaan pada pemerintah dan negara, namun mereka
menunjukkan kesetiaan yang lebih besar pada kebersamaan yang terwujud
dalam bangsa negara di bawah satu pemerintah yang sah. Mereka sepakat untuk
hidup bersama di bawah satu bangsa meskipun berbeda latar belakang. Oleh
karena itu, setiap warga negara perlu memiliki kesadaran akan arti pentingnya
penghargaan terhadap suatu identitas bersama yang tujuannya adalah
menegakkan Bhinneka Tunggal Ika atau kesatuan dalam perbedaan (unity in
deversity) suatu solidaritas yang didasarkan pada kesantunan (civility).

C. Sifat Identitas Nasional


Identitas nasional merupakan jati diri bangsa yang bersifat dinamis dan khas yang
menjadi pandangan hidup dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama. Pada
era globalisasi ini eksistensi bangsa-bangsa di dunia sedang dihadapkan oleh
tantangan yang sangat kuat dari kekuatan internasional baik di bidang ekonomi,
sosial, budaya dan politik. Apabila bangsa tersebut tidak mempunyai atau tidak
mampu mempertahankan identitas nasional yang menjadi kepribadiannya, maka
bangsa tersebut akan mudah goyah dan terombang-ambing oleh tantangan zaman.
Bangsa yang tidak mampu mempertahankan identitas nasional akan menjadi kacau,
bimbang dan kesulitan dalam mencapai cita-cita dan tujuan hidup bersama. Kondisi
suatu bangsa yang sedemikianrupa sudah tentu merupakan hal yang mudah bagi
bangsa lain yang lebih kuat untuk menguasai bahkan untuk menghancurkan bangsa
yang lemah tersebut. Oleh karena itu, identitas nasional sangat mutlak diperlukan
supaya suatu bangsa dapat mempertahankan eksistensi diri dan mencapai hal-hal
yang menjadi cita-cita dan tujuan hidup bersama.
D. Proses Terbentuknya Identitas Nasional
a. Proses Berbangsa
Proses berbangsa tidak dapat diketahui kapan awal mula dimulainya, namun
dapat dirasakan proses dan dapat dirasakan keberadaannya. Demikian juga
dengan proses berbangsa di Indonesia, prosesnya dimulai sejak kapan tentunya
tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan sejak kapankah proses berbangsa di
Indonesia dimulai.
Proses berbangsa adalah proses bangsa (masyarakat) merasakan bahwa mereka
merupakan satu kesatuan yang memiliki kesamaan nasib, cita-cita, tujuan, dan
terealisasi dalam keinginan untuk hidup bersama dan berasatu menjadi sebuah
bangsa yang utuh. Proses berbangsa di Indonesia dapat dilihat dari beberapa
peristiwa berikut ini:
1) Prasati Kedukan bukit kerajaan sriwijaya
2) Kerajaan Majapahit (1293-1525)
3) Budi Utomo
4) Sumpah Pemuda
b. Proses Bernegara
Proses bernegara mengandung makna proses bangsa ingin merdeka dan
melepaskan diri dari kendali bangsa lain. Proses Bernegara di Indonesia dimulai
ketika tanggal 7 September 1944 Jepang memberikan janji kemerdekaan kepada
Indonesia. Janji Jepang tersebut direalisasikan pada 29 april 1945 oleh Gunseikan
(kepala pemerintah balatentara jepang di jawa) dibentuk badan yang bernama
DOKURITSU YUNBI COOSAKAI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI) yang bertugas menyelidiki segala sesuatu mengenai
persiapan kemerdekaan Indonesia dan berangotakan para pemuka-pemuka
bangsa Indonesia dan berjumlah 60 orang. Kemudian tugas BPUPKI dilanjutkan
oleh lembaga yang bernama PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
Sidang-sidang dari dua lembaga ini sangat mempengaruhi proses kehidupan
bernegara di Indonesia. Hingga akhirnya terbentuk dan disepakati Pancasila
menjadi Dasar Negara Indonesia dan UUD 1945 menjadi hukum dasar di
Indonesia dengan demikian maka Segala bentuk karakter bangsa terarah kepada
implementasi nilai-nilai Pancasila. Disinilah kemudian Pancasila menjadi Identitas
Nasional Bangsa Indonesia.
E. Macam-macam Identitas Nasional
1. Identitas Fundamental
Adalah penunjang berdirinya sebuah Negara. Oleh sebab itu identitas
Fundamental meliputi dasar Negara, Falsafah, dan juga Ideologi. Merujuk pada
hal ini maka dapat disimpulkan bahwa identitas Fundamental Indonesia adalah
Pancasila.
2. Identitas Instrumental
Adalah alat atau media yang dapat digunakan untuk mengatur terbentuknya
identitas sebuah Negara. Identitas instrumental dalam perkembangannya
selanjutnya sering disebut sebagai simbol-simbol identitas Nasional. Identitas
instrumental di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Pancasila
b. UUD 1945
c. Bendera merah putih
d. Bahasa indonesia
e. Burung garuda
f. Lagu kebangsaan
g. Semboyan Negara bhineka tunggal ika
3. Identitas Alamiah
Adalah identitas yang langsung diciptakan oleh Tuhan secara Alami. Secara
alami dengan kondisi geografisnya, Indonesia memiliki identias yang
membentuk indonesia terkenal sebagai Negara agraris.
Dalam perkembangannya selanjutnya macam-macam identitas nasional ini
disederhanakan menjadi dua (2) yaitu :
1. Identitas nasional
Identitas nasional Indonesia adalah Pancasila. Makna dari identitas Nasional
Indonesia adalah Pancasila bahwa segala bentuk tingkah laku yang akan
dimunculkan oleh seluruh rakyat Indonesia terarah dan sesuai dengan Pancasila.
Penentuan ini dibuat untuk meminimalisir munculnya konflik antar Negara
yang mempermasalahkan perebutan hasil budaya sebagai salah satu identitas
Negara. Dengan latar belakang bahwa budaya yang tercipta diantara Negara
yang berdekatan pastilah secara wajar akan terdapat kemiripan. Hal ini
dikarenakan mungkin faktor ras, suku yang ada di dua Negara adalah berasal
dari suku dan ras yang sama. Dengan adanya penjelasan mengenai identitas
nasional ini maka diharapkan konflik dalam konteks budaya tidak akan menjadi
pemicu konflik besar yang akan menyebabkan perpecahan antara Negara.
2. Simbol-simbol identitas nasional
Simbol-simbol Identitas Nasional Indonesia adalah hal-hal yang semula masuk
kedalam kategori identitas Instrumental. Simbol-simbol identitas nasional
merupakan simbol-simbol yang dapat digunakan untuk mempersatukan Bangsa
Indonesia yang berbhineka. Adapun simbol-simbol tersebut antara lain adalah:
bahasa pemersatu, bendera Negara, lambang Negara, lagu kenegaraan, dan alat
pemersatu lainnya.
F. Politik Identitas
Politik Identitas adalah nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai dengan
kebangkitan kelompok-kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi yang
memarjinalisasikan mereka di masa lalu. Identitas berubah menjadi politik identitas
ketika menjadi basis perjuangan (Bagir, 2011: 18).
Politik identitas bisa bersifat positif maupun negatif. Bersifat positif berarti
menjadi dorongan untuk mengakui dan mengakomodasi adanya perbedaan,
bahkan sampai pada tingkat mengakui predikat keistimewaan suatu daerah
terhadap daerah lain karena alasan yang dapat dipahami secara historis dan logis.
Bersifat negatif ketika terjadi diskriminasi antar kelompok satu dengan yang lain,
misalnya dominasi mayoritas atas minoritas.
Politik Identitas akan berkualitas positif ketika didasari dengan kualitas rasa yang
positif. Apapun kepentingannya, asal muasal warna dan sukunya, asalkan memiliki
pondasi rasa yang sama dengan rasa yang berkualitas positif maka politik identitas
akan tereduksi oleh ras tersebut sehingga akan terwujud politik identitas positif
yang mendukung tercapainya visi-misi demi hajat hidup bersama. Dengan
demikian maka kepentingan-kepentingan pribadi akan tereduksi dan tergantikan
dengan kepentingan umum dan kepentingan bersama.
BAB III BANGSA DAN NEGARA

A. Pengertian Negara
Terdapat banyak ahli yang mendefinisikan pengertian Negara. Adapun pengertian
Negara menurut para ahli adalah sebagai berikut:
1. Roger H. Soltau, Negara adalah alat (agency)atau wewenang (authority) yang
mengtatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.
2. Harold J. Laski, Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung
daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Sedangkan masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan bersama.
3. Max Weber, Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam satu wilayah.
4. Robert M. Maclever, Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban
dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuatan
memaksa.
Jadi definisi umum Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperitah
oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warganya ketaatan pada
peraturan perundang-undangan melalui penguasaan (control) monopolistis dari
kekuasaan yang sah.

B. Unsur-Unsur Negara
Yang dimaksud dengan unsur unsur negara adalah bagian-bagian yang menjadikan
negara itu ada. Menurut Oppenheim-Lauterpacht, unsur-unsur negara adalah:
1. Unsur pembentuk negara (konstitutif):
a. Rakyat yang mendiami wilayah Negara
Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi yang sama dan
tinggal di daerah atau pemerintahan yang sama dan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama yaitu untuk membela negaranya bila diperlukan.
Kedudukan WNI dalam konstitusi Indonesia diatur dalam pasal 26 UUD 1945.
Salam pasal 26 UUD 1945 diatur bahwa Yang menjadi warga negara ialah
orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
undang-undang sebagai warga Negara. UU yang mengatur tentang WNI
adalah UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
b. Pemerintah yang berdaulat
Pemerintahan yang berdaulat tidak cukup hanya memperoleh kedaulatan dari
dalam (rakyat) saja. Melalinkan kedaulatan sebagai syarat terbentuknya Negara
juga sebuah Negara harus memperoleh pengakuan kedaulatannya dari Negara-
negar tetangganya. Oleh karena itu untuk dapat mewujudkan dan sekaligus
sebagai bukti untuk memperoleh legalitas kedaulatan ke luar maka konstitusi
sangat dibutuhkan dalam keberadaan hidup bernegara.
c. Wilayah atau daerah dengan batas-batas tertentu
Pasal 25A UUD 1945, Negara kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan
hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang. Wilayah negara Indonesia
berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949
yang ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda,
meliputi seluruh daerah bekas jajahan Hindia Belanda.
Sedang batas-batasnya ditentukan dengan perjanjian antarnegara tetangga, baik
yang diadakan sebelum maupun sesudah merdeka. Derah yang merupakan
tempat tinggal rakyat dan tempat pemerintah melakukan kegiatan merupakan
wilayah negara dengan batas-batas tertentu. Batas-batas wilayah yang
ditempati rakyat Indonesia sebagai berikut ini :
1) Wilayah Daratan
Negara satu dengan yang lain sering terjadi perang dikarenakan masalah
batas wilayah. Untuk menetapkan wilayah batas daratan pada umumnya
ditentukan berdasarkan perjanjian antarnegara tetangga. Perbatasan antara 2
negara dapat berupa:
 Perbatasan alam, seperti sungai, danau, pegunungan atau lembah.
 Perbatasan buatan, seperti pagar tembok, pagar kawat berduri, tiang-tiang
tembok.
 Perbatasan menurut ilmu pasti, yakni dengan menggunakan garis lintang
atau bujur pada peta bumi.
Memasuki wilayah negara bangsa lain tanpa ijin negara yang bersangkutan
merupakan pelanggaran wilayah. Untuk menghindari terjadinya
pelanggaran, suatu negara memiliki suatu lembaga keimigrasian.
2) Wilayah Lautan
Laut yang merupakan wilayah suatu negara disebut teritorial negara itu.
Laut di luar teritorial disebut laut terbuka atau bebas. Tidak semua negara
mempunyai wilayah laut seperti Swiss dan Mongolia. Pada umumnya batas
wilayah laut teritorial 3 mil laut yang diukur dari garis pantai wilayah
daratan suatu negara pada saat pantai surut. Untuk negara Indonesia batas
wilayah laut teritorial mulai 21 Maret 1980 dengan batas Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) adalah selebar 200 mil dihitung dari garis dasar laut wilayah
Indonesia
3) Wilayah Udara
Wilayah udara suatu negara ada diatas wilayah daratan dan lautan negara
yang bersangkutan. Kekuasaan atas wilayah udara suatu negara diatur
dalam perjanjian Paris tahun 1919
2. Unsur deklaratif: pengakuan oleh Negara lain
Selain rakyat, wilayah, dan pemerintah yang berdaulat, masih ada satu unsur
lagi bagi negara, yaitu pengakuan dari negara-negara lain. Pengakuan dari
negara-negara lain bukanlah merupakan unsur pembentuk negara, tetapi
sifatnya hanya menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain
pengakuan dari negara lain hanya bersifat deklaratif saja.
Pengakuan negara lain ada dua macam, yaitu:
1. Pengakuan De Facto adalah pengakuan secara kenyataan, berdasarkan fakta
bahwa suatu Negara itu ada.
2. Pengakuan De jure adalah pengakuan secara resmi sesuai dengan hukum
Internasioanal mengenai keberadaan sebuah Negara.
Adanya pengakuan dari negara-negara lain merupakan tanda bahwa negara
baru itu telah diterima sebagai anggota baru dalam pergaulan antar negara.
C. Tugas Negara
Menurut Robert Mac Iver tugas utama Negara adalah:
1. Mengatur dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat yang
bertentangan satu sama lain.
2. Mengatur dan menyatukan kegiatan manusia dan golongan untuk menciptakan
tujuan bersama yang disesuaikan dan diarahkan pada tujuan Negara.
Fungsi negara dapat diartikan ialah sebagai tugas dalam organisasi negara itu
sendiri. Oleh sebab itu, sesungguhnya tugas negara secara umum antara lain
ialah sebagai berikut :
1. Tugas Esensial
ialah suatu tugas untuk mempertahankan negara yang sebagai organisasi politik
yang berdaulat. Tugas tersebut menjadi tugas negara (memelihara suatu
perdamaian, ketertiban, dan juga ketentraman dalam negara dan juga melindungi
hak milik dari tiap-tiap orang) dan juga tugas eksternal ialah (mempertahankan
kemerdekaan negara). Tugas essensial tersebut sering disebut dengan tugas asli
dari negara dikarenakan dipunyai oleh tiap-tiap pemerintah dari negara
manapun di seluruh dunia.
2. Tugas Fakultatif
ialah diselenggarakan oleh tiap negara untuk dapat memperbesar kesejahteraan
bagi fakir miskin, kesehatan dan juga pendidikan pada rakyat.
D. Sifat Negara
Sifat organisasi negara berbeda dengan organisasi lainnya. Sifat negara antara lain:
1. Sifat Memaksa
Tiap-tiap negara dapat memaksakan kehendaknya, baik melalui jalur hukum
maupun melalui jalur kekuasaan.
2. Sifat Monopoli
Setiap Negara menguasai hal-hal tertentu demi tercapainya tujuan hidup
bernegara dengan tanpa adanya saingan.
3. Sifat Berlaku Untuk Semua
Segala hal tanpa terkecuali menjadi kewenangan Negara. Contoh: semua orang
harus membayar pajak, semua orang sama dimata hukum, semua orang memiliki
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan dan lain sebagainya.
Negara merupakan wadah yang memungkinkan seseorang dapat
mengembangkan bakat dan potensinya. Negara dapat memungkinkan rakyatnya
berkembang melalui pembinaan
E. Teori Terbentuknya Negara
1. Teori Teokrasi
Menurut teori ini, negara berdasarkan kehendak Tuhan. Paham ini muncul bahwa
keyakinan keagamaan bahwa Tuhanlah maha pencipta di langit dan bumi,
pemegang kekuasaan tertinggi, tiada kekuasaan di dunia ini yang tidak berasal
dari tuhan, termasuk negara. Penganut teori ini: Thomas Aquinas, Agustinus, FJ.
Sthal, maupun Hegel.
Timbulnya negara itu adalah atas kehendak Tuhan. Segala sesuatu tidak akan
terjadi tanpa kehendak-Nya. Teori yang bersifat ketuhanan merupakan teori
tertua dari asal- usul kenegaraan. Teori ini menjadi kepercayaan sebagian besar
komunitas seperti, Mesir, Babilonia, India, Yahudi dan Masyarakat pertengahan
negara Eropa. Merujuk pada perjanjian terdahulu bahwa Tuhan adalah sumber
kekuatan dari negara. Bangsa Yahudi percaya bahwa Tuhanlah yang menetapkan
seorang raja, ia diturunkan untuk memimpin sekaligus memberantas peraturan-
peraturan dhalim. Kaum Yahudi yakin bahwa raja merupakan wakilnya Tuhan
dan ia diamanatkan tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
Di India teori ini berlaku dan dipercaya dalam kisah Mahabhrata dimana dunia
telah menjadi negara berbentuk anarki, dimasa itu masyarakat India memohon
kepada Tuhan mereka untuk diturunkan seorang pemimpin. Mereka berdo‟a
wahai Tuhan kami, sungguh kami akan binasa bila negara ini tidak terlahir
seorang pemimpin, turunkanlah kepada kami seorang pemimpin, dimana ia bisa
membawa kami tenang dalam ibadah, dan melindungi kami dari kedhaliman.
Maka Tuhan menurunkan Manusia sebagai pemimpin mereka. Akan tetapi
sebagian besar perjanjian yang berhasil diatas ditemukan didalam tulisan bapak
gereja pertama. St. Paul menyatakan: serahkanlah jiwa untuk tunduk kepada yang
memiliki kekuatan tak tertandingi, tidak ada kekuatan yang tinggi kecuali Tuhan:
dimana segala kekuatan bersumber dari-NYA.
Dari teori diataslah timbul keyakinan bahwa siapapun yang menentang kekuatan
raja, maka dia telah melawan peraturan Tuhan, dan mereka pembangkang akan
menerima kutukan atas perlawanannya. Pendeta Kristen percaya bahwa manusia
pada dasarnya tidak berdosa, dimasa ini negara tidak diperlukan. Akan tetapi
tatkala manusia kehilangan dasarnya, maka negara dibutuhkan untuk mencegah
hal-hal yang fatal. Jadi menurut teori ini Tuhanlah yang menciptakan negara,
maka negara merupakan kekuatan bersifat ketuhanan yakni untuk memperbaiki
kejahatan manusia.
2. Teori Organik
Teori organis ini adalah teori yang kemudian menjelaskan tentang asal-usul
perkembangan negara mengikuti asal-usul perkembangan individu. Individu
berasal dari sebuah unitas yang disebut dengan sel, kemudian sel berkumpul
membentuk jaringan dan jaringan membentuk organ, sistem organ begitu
seterusnya sampai individu. Pertumbuhan negara juga dalam hal ini seperti itu.
dimulai dari unitas menuju pluralitas dengan cara sintesis fungsi pada setiap
tingkatan unitas. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh tinggal di wilayah
geografis saja, tapi negara harus ada ikatan yang muncul yaitu keadilan. Negara
muncul karena ada kebutuhan yang sangat banyak dan beragam.
a. Teori Perjanjian
Teori perjanjian masyarakat memandang terjadinya suatu Negara karena adanya
perjanjian masyarakat. Teori perjanjian masyarakat atau teori kontrak sosial
menganggap perjanjian sebagai dasar negara dan masyarakat. Ini merupakan
teori yang disusun berdasarkan keinginan untuk melawan tirani atau menetang
rezim penguasa. Tokoh dari teori ini adalah Thomas Hobbes, Jhon Locke dan J.J.
Rousseau. Teori ini mengasumsikan adanya keadaan alamiah yang terjadi
sebelum manusia mengenal negara. Keadaan alamiah itu merupakan keadaan
dimana manusia masih bebas, belum mengenal hukum dan masih memiliki hak
asasi yang ada pada dirinya. Akan tetapi karena akibat pekembangan kehidupan
yang menghasilkan kompleksitas kebutuhan maka manusia membutuhkan
sebuah kehidupan bersama. Dimana dibentuk berdasarkan perjanjian bersama
untuk menyerahkan kedaulatan kepada sekelompok orang yang ditunjuk untuk
mengatur kehidupan bersama tersebut.
Kongfucu, misalnya, menyatakan bahwa Tuhan memberi mandat (the mandate of
heaven) kepada raja untuk memerintah rakyatnya. Apabila raja dianggap tidak
memerintah dengan baik, maka mandat itu dicabut oleh Tuhan. Tetapi
bagaimana dan kapan mandat harus dicabut, rakyatlah yang mengetahui dengan
melihat gejala-gejala alam, seperti adanya bencana banjir, gempa bumi,
kelaparan dan sebagainya. Walau pun secara prinsip Tuhan sumber
kewenangan, tampak pula bahwa akhirnya manusia yang secara praktis
mengoperasikannya.
b. Teori Kekuasaan
Teori Kekuasaan menyatakan bahwa negara terbentuk berdasarkan
kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan negara, karena
dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya terhadap
orang lain sebagaimana disindir oleh Kallikles dan Voltaire: “Raja yang
pertama adalah prajurit yang berhasil”.
Menurut teori ini negara muncul terbentuk dari salah satu akibat penaklukan
kaum lemah oleh kaum kuat. Teori ini berbasis dalam dasar pikiran
psikologis dimana sifat manusia itu agresip. Sifat ini membawa manusia
meronta terus- menerus untuk meraih kekuasaan; dan dari sifat ini pula
mendorong kaum kuat untuk menjajah kaum lemah. Sifat dasar agresip
inilah membawa naluri manusia bangkit dan membentuk institusi negara,
oleh karena itu kekuatan kekuatan adalah dasarnya negara. Jean bodin, D.
hume, Oppenheimer dan Jenks merupakan ahli Filsafat dimasa modern
dimana mereka memegang dan menyokong teori ini.
Intisari dari teori ini adalah‟‟ perang untuk menjadi raja „‟ ditahun 1080 Pope
Gregory VII menulis: barang siapa yang tidak mengetahui bahwa raja-raja
atau pemimpin-pemimpin mereka yang membawa mereka dari permulaan,
dimana para pemimpin tersebut buta dari mengenal tuhan, dan berpura-
pura, buta yang disebabkan oleh ketamakan dan kesombongan yang tak
tertahankan, bisa dianggap menjaga harga diri, kekerasan, kepercayaan yang
jelek, pembunuhan, dan dekat dengan segala bentuk kejahatan, menjadi
penghasut bersama para pemimpinnya menuju jalan iblis.
Pada abad 18. D. Hume mengungkapkan pandangan yang serupa, dia
mengatakan, apakah mungkin kekuasaan pertama seseorang terhadap orang
banyak selama perang dinegara tersebut masih berlaku, dimana keunggulan
keberanian dan mengetahui kejeniusan dirinya sendiri sebagian besar
nampak. Tatkala konser kebulatan hati sebagian besar merupakan syarat dan
dimana kekacauan harta benda merusak dengan pantas sebagian besar
perasaan, secara terus-menerus menjadi kebiasaan dimana kebiadaban
diantara manusia membiasakan masyarakat kepada ketundukan.
Disisi lain ide Leacock tentang teori ini: pengertian menurut histori bahwa
pemerintahan muncul dari agresip manusia, dimana permulaan negara
ditemukan dalam perebutan dan perbudakan dari manusia sendiri, dalam
perebutan hati dan penaklukan kaum lemah dimana dilakukan layaknya
kampanye, pencarian yang diperoleh tidak jauh dari dominasi dirinya dalam
kekuatan fisik.
Dari inilah pertumbuhan manusia yang agresif menuju kerajaan dan dari
kerajaan sampai kepada kekaisaran merupakan suatu proses yang lama.
c. Teori Kedaulatan
Teori kedaulatan rakyat memandang keberadaan Negara karena adanya
kekuasaan tertinggi yang mampu mengatur kehidupan bersama masyarakat
(Negara)
3. Teori Naturalis
Para penganut teori hukum alam menganggap adanya hukum yang berlaku
abadi dan universal (tidak berubah, berlaku di setiap waktu dan tempat).
Hukum alam bukan buatan negara, melainkan hukum yang berlaku menurut
kehendak alam. Bahwa negara dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu
yang alamiah terjadi dan merupakan esensi dari kemanusiaan itu sendiri.
Teori ini diperkenalkan oleh Aristoteles yang menyebut manusia sebagai zoon
politicon. Penyebutan manusia sebagai zoon politicon adalah bahwa manusia bar
dikatakan sempurna apabila hidup dalam ikatan kenegaraan. Negara adalah
organisasi yang rasional dan ethis yang dibentuk untuk menyempurnakan
tujuan manusia dalam hidup.
Ketika perjuangan panjang telah dimulai di Eropa untuk menghancurkan
keimanan akan Tuhan dan agama, menggantinya dengan filosofi naturalis dan
sebuah model humanis untuk kehidupan manusia. Kekuatan yang paling
signifikan di balik perjuangan ini bukanlah pemikir yang ini atau yang itu,
melainkan organisasi Masonik, yang memunyai begitu banyak anggota dari
pemikir, ideolog, dan pemimpin politik.
4. Teori Daluwarsa
Teori daluwarsa menyatakan bahwa raja bertakhta bukan karena jure divino
(kekuasaan dari Tuhan) akan tetapi karena jure consuetudinario (kebiasaan) Raja
dan organisasinya karena adanya milik yang sudah lama yang kemudian akan
melahirkan hak milik. Teori ini juga dikenal sebagai doktrin legitimisme dan
dikembangkan di Perancis pada abad ke-17
5. Teori Idealis
Disebut sebagai teori idealistis dikarenakan negara dianggap sebagai sebuah
kesatuan yang mistis dan memiliki aspek supranatural. Hegel adalah Pemuka
teori idealistis yang berdasarkan pada nature Negara. Menurutnya Negara
bukanlah sebuah mekanisme artifisial yang diciptakan oleh manusia. Hal ini
merupakan perwujudan yang tinggi dari idea atau Tuhan. Argumentnya
berjalan sebagai berikut:
 Jumlah universe adalah hal yang masuk akal. Dalam organik ini semua idea
atau pun spirit dunia (Tuhan) merupakan realita. Semuanya termasuk zat
dan masalah dunia luar adalah ciptaan atau penjelmaan idea ini. Proses
sejarah dunia berjalan melalui idea hingga mencapai kesempurnaan dengan
sendirinya.
 Idea merupakan jalan yang menunjuk tujuan dimana melalui berbagai
percobaan, Semua benda didunia terbentuk atau lahir dari sebuah idea
hingga terus melaju ketahap realisasi sendirinya. Kemajuan dunia melaju
dari anorganik menuju dunia organik tumbuh- tumbuhan dan hewan-hewan,
hingga akhirnya datang kesadaran ketidak sempurnaan dalam diri manusia.
 Manusia diberikan kemuliaan yang tinggi dengan ideanya. Progresnya
melalui institusi. Institusi juga merupakan penjelmaan dari idea. Institusi
pertama adalah keluarga, lalu menjadi masyarakat dan setelah itu
terbentuklah Negara. Jadi Negara merupakan penjelmaan dari idea.
Jadi, menurut Hegel Negara itu adalah idea bersifat ketuhanan seperti
kepercayaan kita akan kuasaNya. Mustahil akan ada evolusi yang lebih jauh
melebihi Negara. Negara adalah kepribadian dan memiliki kemauan tersendiri.
6. Teori Patriakal dan Matriakal
a. Teori Patrikal
Menurut Aristoteles, negara wujud akibat perkembangan kumpulan manusia
yang mempunyai pertalian darah. Keluarga dianggap sebagai unit asas
sesebuah masyarakat manakala puak pula sebagai gabungan beberapa puak
keluarga. Gabungan ini mewujudkan institusi kampung dan dimajukan
menjadi negara. Kewibawaan keluarga bergantung kepada ketaatan kepada
kaum lelaki. Kaum lelaki menjadi pakar rujuk dan keputusan dianggap sah
dan mengikat semua anggota masyarakat.
b. Teori Matriakal
Dalam masyarakat primitif ketua keluarga ialah ibu dan bukan bapak. Corak
perkahwinan dalam masyarakat tradisional mengiktiraf wanita sebagai
barangan pertukaran yang penting. Pertalian sesuatu keluarga dikesan
melalui anggota keluarga wanita.
7. Teori Historis
Bahwa negara sebagai sebuah organisasi social tidak dibuat akan tetapi tumbuh
berdasarkan evolusi kehidupan manusia. Dalam hukum evolusi lembaga-
lembaga sosial mendapatkan keniscayaan, dan sangat bergantung pada kondisi,
waktu dan tempat dimana evolusi itu bergantung. Lembaga sosial merupakan
sebuah keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang hadir dan
bertambah mengikuti perubahan yang terjadi. Teori terbentuknya negara secara
historis sama dengan teori terbentuknya negara secara faktual, sebab sejarah
terbentuknya negara yang dikemukakan itu secara metoda bersandarkan kepada
fakta-fakta, bukan idealisasi konseptual/gagasan belaka.
Contoh: Aristoteles dalam karyanya Politeia mengemukakan terbentuknya
negara [atau polis] itu berasal mula dari masyarakat, adapun masyarakat
terbentuk dari komunitas yang lebih kecil dan tersusun dari desa, dusun dan
susunan yang terkecil adalah keluarga. Ini diteorikannya sebagai zoon politikon;
adapun paham penyelidikannya adalah empiris yang di dalamnya sudah
tersimpul penjelasan yang sosiologis, historis dan faktual. Contoh yang lain
dapat diketahui dari metoda dari Niccolo Machiavelli dan Jean Bodin yang juga
historis dan faktual.
BAB IV WARGANEGARA
A. Warga Negara
Warga Negara merupakan unsur esesial dari Negara setelah Negara ini merdeka.
Terdapat beberapa asas yang digunakan dalam mengurus status kewarganegaraan
di dunia. Secara garis besar asas tersebut terbagi atas 3 asas, yaitu sebagai berikut:
1. Asas kelahiran
Asas kelahiran terdiri atas:
a. Asas isu soli
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan dari
tempat dimana orang tersebut dilahirkan.
Contoh:
Ayah Andi berkewarganegaraan Indonesia, Ibu Andi berkewarganegaraan
Singapura. Andi dilahirkan di Autralia. Maka ketika Australia menganut
asas isu soli, Andi bisa mengurus status kewarganegaraannya menjadi
warga Australia.
b. Asas ius sanguinis
Asas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan sesorang ditentukan
beradasarkan keturunan dari orang tersebut.
Contoh :
Ayah Andi berkewarganegaraan Indonesia, Ibu Andi berkewarganegaraan
Singapura. Andi dilahirkan di Autralia. Maka ketika Australia menganut
asas isu soli, Andi bisa mengurus status kewarganegaraannya menjadi
warga Australia. Namun ketika Singapura dan Indonesia menganut asas ius
sanguinis maka Andi juga memiliki hak untuk mengurus hak nya memiliki
status kewarganegaraan menjadi warga Negara Indonesia juga Singapura.
2. Asas perkawinan
a. Asas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah
suatu ikatan yang tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan
suatu kesatuan yang bulat termasuk dalam masalah kewarganegaraan.
Berdasarkan asas ini diusahakan status kewarganegaraan suami dan istri
adalah sama dan satu.
b. Asas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak
menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami atau istri.
Keduanya memiliki hak yang sama untuk menentukan sendiri
kewarganegaraan. Jadi mereka dapat berbeda kewarganegaraan seperti
halnya ketika belum berkeluarga.
3. Asas naturalisasi.
Asas Naturalisasi disebut juga asas pewarganegaraan. Asas ini merupakan asas
yang memberikan kesempatan kepada seseorang yang telah dewasa untuk dapat
mengajukan permohonan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) melalui
pengadilan negeri. Asas Naturalisasi saat ini di Indonesia diatur dalam Undang-
Undang No.12 Tahun 2006.
Naturalisasi di Indonesia dibedakan menjadi dua:
a. Naturalisasi biasa
Naturaalisasi biasa didasarkan pada Pasal 9 undang-Undang Tahun 2006.
Naturalisasi biasa adalah naturalisasi yang diajukan dari permohonan
individu untuk bergabung menjadi bagian dari WNI.
b. Naturalisasi istimewa
Naturalisasi istimewa diatur dalam Pasal 20 UU No,12 Tahun 2006.
Naturalisasi istimewa diberikan oleh Presiden kepada para Warga Negara
Asing (WNA) dengan dasar jasa dari WNA yang bersangkutan atau dengan
alasan kepentingan negara setelah memperoleh pertimbangan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI)
B. Permasalahan Kewarganegaraan
1. Apatride, sebutan bagi orang yang tidak memiliki status kewarganegaraan.
2. Bipatride, sebutan bagi seseorang yang memiliki status kewarganegaraan ganda.
3. Multipatride, sebutan bagi seseorang yang memiliki status kewarganegaraan
lebih dari dua.
BAB V HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian HAM
Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu Ham harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas
oleh siapapun.
Sebelum manusia terikat dalam kehidupan bernegara, HAM yang melekat pada
dirinya adalah hak bebas tanpa batas, akan tetapi ketika manusia ini kemudian
terikat menjadi warga dari sebuah Negara maka hak bebas nya akan tereduksi oleh
tataran sistem dan nilai instrumental yang digunakan oleh Negara tersebut. Hal ini
berarti bahwa HAM yang melekat pada diri manusia yang hidup bernegara harus
senantiasa berjalan seiring sejalan dengan nilai instrumental atau tata aturan yang
berlaku di Negara.
B. Macam-macam HAM
Karta saputra menyebutkan ada 6 macam HAM

Cakupan HAM dalam bagan tersebut akan dapat diimplementasikan dengan baik
ketika semua manusia memahami konsep HAM dengan baik sebelum mereka
menuntutnya.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan ketika kita sebagai manusia akan
menuntut HAM nya kita. Dalam HAM terdapat kata manusia, yang menegaskan
bahwa hak yang akan kita tuntut adalah hak ketika kita bisa membuktikan bahwa
diri kita adalah manusia. Oleh sebab itu maka sebelum menuntut HAM kita harus
dapat memenuhi pra-syarat atau indikator yang membuktikan bahwasanya kita
adalah manusia. Ada beberapa hal yang harus kita penuhi sebelum menuntut
HAM nya kita yaitu:
1. Sadar sepenuhnya bahwa kita adalah manusia
Dengan menyadari bahwa kita adalah manusia berarti bahwa kita memahami
kodrat kita sebagai manusia adalah diciptakan sebagai mahluk monodualisme
(dua dalam satu) yang terdiri atas jiwa-raga, individu-sosial, hamba Allah-wakil
Allah. Dengan demikian maka akan diikuti dengan usaha untuk dapat
menyeimbangkan kodrat monodualisme yang melekat pada diri kita masing-
masing. Bentuk monodualisme mannnusia antara lain jiwa-raga, individualis-
sosialis, hamba Allah-Wakil Allah.
2. Bisa memanusiakan manusia lainnya.
Sebagai mahluk yang diciptakan paling sempurna oleh Tuhan, dengan dibekali
rasa (hati) dan akal maka hakekatnya manusia harus dapat mensinkronisasikan
antara hati dan akal berfikirnya. Dengan demikian maka dalam setiap tata
lakunya ia akan seantiasa memperhatikan nilai-nilai normative baik-buruk, dan
juga benar-salah. Sehingga ia tidak akan semena-mena terhadap manusia lain
yangada disekitarnya.
3. Mampu menempatkan valuenya.
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai mahluk paling sempurna sehingga
ditempatkan dalam strata sosial yang paling tinggi dibandingkan dengan
mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya. Oleh sebab itu manusia harusnya
bersyukur dan bisa mempertahankan stratanya tersebut dengan tidak
melakukan tindakan-tindakan yang cenderung tidak mengarah pada indikator
manusia yang manusiawi.
Ketika tiga indikator di atas dapat terpenuhi maka ketika seseorang akan menuntut
HAM nya tidak akan kemudian mengganggu HAM manusia lainnya. Ketika hal ini
dapat dipenuhi ternyata HAM akan tereduksi oleh si Penikmat HAM secara
otomatis sebagai wujud kontruksi pembuktian bahwa yang menuntut HAM adalah
benar-benar seorang manusia.
C. HAM dan UUD 1945
Hak asasi manusia merupakan salah satu unsur yang harus ada di dalam kontitusi
sebuah Negara. HAM di Indonesia di atur dalam UUD 1945 yang selanjutnya
sering dikenal sebagai Hak warga Negara. Hak warga Negara ini dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan kewajiban warga Negara supaya tercipta
keseimbangan moral di dalam kehidupan bernegara. Hak dan Kewajiban warga
Negara di Indonesia diatur dalam UUD 1945 mulai pasal 26 sampai dengan pasal
34.
Hak warga Negara dalam konstitusi secara terperinci adalah sebagai berikut:
1. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
2. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
3. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
4. Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan Berkembang”
5. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya
dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup
manusia. (pasal 28C ayat 1)
6. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
7. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
8. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal 28I ayat 1).
Kewajiban Warga Negara diatur dalam Konstitusi sebagai berikut:
1. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi
:”segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya.
2. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan : “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”.
3. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan
:”Setiap orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain”
4. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28J ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum
dalam suatu masyarakat demokratis.”
5. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1)
UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Hak dan Kewajiban Warga Negara diatur dalam konstitusi sebagai berikut:
1. Pasal 26 ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai
kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang.
2. Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pada ayat (3), tiap-tiap warga
Negara berhak dan wajib ikut serta dalam kegiatan bela Negara.
3. Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
4. Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam
pembelaan negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur

dengan undang-undang.
D. Keseimbangan Moral
Keseimbangan moral merupakan keadaan ideal yang akan tercipta ketika seluruh
individu bangsa dapat mewujudkan keseimbangan antara Wajib Moral dan Hak
Moralnya. Hal ini dapat terwujud ketika seluruh individu dapat memenugi
indikator atau prasyarat sebelum mereka menuntut HAMnya. Dengan demikian
maka dalam menjalankan kewajiban akan dilaksanakan dengan penuh kesadaran
diri dan tanggungjawab sebagai wujud aktualisasi legal yang mengarah pada
terbentuknya indikasi manusia pada diri masing-masing.
Keseimbangan moral merupakan syarat mutlak untuk dapat membentuk
kehidupan yang damai dan sejahtera. Dengan terciptanya keseimbangan moral
maka akan sangat minim terjadi cacat moral yang sekaligus cacat hukum. Artinya
adalah bahwa dengan berusaha untuk menciptakan keseimbangan moral maka
secara otomatis akan mengurangi munculnya tindakan-tindakan yang melanggar
nilai-nilai instrumental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kesimbangan moral ini akan dapat dibentuk dengan mudah ketika segala bentuk
aktivitas diawali dari kualitas rasa (hati) yang positif. Selalu diawali dengan niat
yang memiliki kualitas rasa yang positif yang mengarah pada integrasi Bangsa,
sehingga akan senantiasa muncul kebesaran hati dari seluruh elemen masyarakat.
Sadar moral akan tercipta secara otomatis sebagai konsekuensi logis yang muncul
dibelakang tindakan yang didasari pada terbentuknya keseimbangan moral.

Anda mungkin juga menyukai