Anda di halaman 1dari 10

NASKAH DRAMA

TRADISI TOLAK BALA


D.I. YOGYAKARTA

KELOMPOK :
1. Fadhilah Jayusfi (10)
2. Feri Fathir Putra P. (12)
3. Muhamad Farhan (21)
4. Muhammad Gibran A. (22)
5. Mutiara Nurul F. (23)
6. Nadine Raditha P.R. (24)
7. Nickolas Daniel N. (26)
8. Qhadijah Synthia U. (30)
9. Revalia Nur’Aini P. (33)

SMA GALAJUARA
Jl. Raya Kaliabang Tengah No.22, RT.003/RW.006, Kaliabang Tengah, Kec. Bekasi
Utara, Kota Bks, Jawa Barat 17125
2023/2024

PERAN
Remaja Desa Pakuncen
Fadhilah Jayusfi : Dara
Feri Fathir P. P. : Zainal
Muhamad Farhan : Adnan
Muhammad Gibran A. : Agam
Mutiara Nurul Fathya : Meutia
Nadine Raditha P. R. : Dhien
Nickolas Daniel N. : Ryan
Qhadijah Synthia Utami : Tabitha
RevaliaNur'Aini Putri : Hannah
Beberapa hari sebelum dilakukan nya tradisi tolak bala oleh warga desa, para remaja mulai
berkumpul untuk merencanakan pelaksanaan tradisi tolak bala.
Tiga anak remaja sedang berbincang di suatu pendopo, ada Meutia, Dhien, dan Dara.
Dara : “Eh hari ini bosen banget ya, ada kabar terbaru ga?”
Dhien : “Iya ya, aku denger-denger, Tabitha udah pulang dari merantau ya? Udah
lama ga ketemu sama dia”.
Meutia : “Oh iya? Dia merantau ke Jakarta bukan? Udah dua tahun ya?”
Dara : “Iya dia dari Jakarta--- eh itu Tabitha bukan? TABITHA SINI”.
Tabitha : “HAIII, apa kabar kalian? Kita udah lama banget ya, ga ketemu”.
Meutia : “Hai Bitha, kamu sampai di sini dari jam berapa?”
Tabitha : “Jam 2 pagi tadi, aku langsung ketiduran dan baru keluar sekarang”.
Dhien : “Sini duduk, aku mau ngomongin sesuatu”.
Dara : “Ngomongin tentang apa?”
Dhien : “Ini kan udah masuk bulan Syafar, biasanya pada bulan ini kita melakukan
tradisi tolak bala untuk menghilangkan bahaya, inget ngga?”.
Dara, Meutia, Tabitha : “Oh iyaa”.
Meutia : “Ayo kita kumpulin remaja nya dulu, ada Hannah juga kan? Agam, Zainal,
Adnan, sama Ryan panggil juga”.
Mereka pun memanggil remaja lain lewat telpon Dhien
Tabitha : “Adnan, kesini dong. Kita mau bahas soal tradisi tolak bala, udah bentar lagi nih”.
Adnan : “oh iyaa, nanti gue ke sana, di pendopoan kan? Sekalian bareng yang lain”.
Tabitha : “Okay”.
Kemudian setelah dipanggil mereka pun datang, dan kemudian memulai rapat untuk
merundingkan tradisi tersebut.
Hannah : “Haii, kalian dari tadi? Tabithaa apa kabar?”
Tabitha : “Hai Hannah kabar aku baik, ayo kita mulai rapatnya”.
Mereka pun memulai rapat
Adnan : “Ini langsung dimulai ya? Assalamu’alaikum wr.wb., di sini saya selaku
ketua akan memulai rapat untuk membahas mengenai tradisi tolak bala yang
akan kita lakukan”.
Agam : “Tradisi apa tuh? Gue baru pindah jadi gak tahu-menahu soal tradisi di
daerah ini”.
Hannah : “Jadi, kan ini udah masuk bulan Syafar, nah warga di sini biasanya pada
bulan Syafar melakukan tradisi tolak bala untuk menghilangkan bahaya yang
ada di desa ini. Tradisi ini dilakukan mulai dari tarian pembukaan”.
Dara : “Kemudian ada penyerahan 3 kendi yang berisi air suci kepada kepala suku
adat, kemudian diarak ke tengah lapangan, terus apa lagi ya?”
Zainal : “Terus dilanjut dengan pasukan prajurit bergodok. Ada gunungan berisi hasil
bumi dan buah-buahan”.
Ryan : “Pake iringan alunan ritmis Gending Jawa, 3 kendi yang berisi air suci itu
disatukan dalam sebuah guci di meja upacara ruwatan”.
Agam : “Oh gitu ya, tujuan spesifiknya itu buat apa?”
Tabitha : “Ritual ini bertujuan agar seluruh penduduk dari ketiga pedukuhan tersebut
selalu hidup rukun sepanjang masa”.
Adnan : ”Air suci ini di ambil dari 3 mata air yg terdapat di setiap pedukuhan”.
Meutia : “Di setiap pedukuhan tidak hanya sebagai bentuk syukur, dan sebagai
penolak bala, tapi juga sebagai wujud doa kepada pemerintahan menuju
pembangunan desa, dan negara yang lebih baik”.
Dhien : “Di tradisi ini juga nampilin tarian dan atraksi kesenian khas desa Pakuncen,
banyak warga yang ikut turut serta menari bersama”.
Agam : “Oke, gue udah ngerti sekarang, makasih. Jadi, kapan mulai rundinginnya?”
Adnan : “Pertama kita harus menyiapkan hal-hal yang kita butuhin, seperti gunungan
yang berisi hasil bumi dan buah-buahan, terus ada kendi isi air suci, dan ada
latihan menari”.
Ryan : “Pembagian tugasnya seperti biasa aja, gue sama zainal ngambil kendi isi
tiga air suci atau kalau agam mau ikut boleh”. Zainal dan Agam mengangguk,
tanda setuju.
Dara : “Oke, berarti gue, Hannah, sama Adnan yang buat gunungan. Setelah ambil
air suci, Ryan, Zainal, sama Agam bantu kita bertiga buat gunungan ya.”
Ryan, Zainal, Agam : “Siap”.
Tabitha : “Berarti yang menari gue, Dhien, dan Meutia ya?”
Dhien : “Iya Tha, lo ngga keberatan kan?”
Tabitha : “Ngga kok, gue malah seneng soalnya udah lama banget ngga ngikutin
tradisi ini.”
Meutia : “Bagus deh kalo gitu”
Akhirnya mereka pun mulai berpencar untuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Selepas
Ryan, Zainal, dan Agam mengambil tiga kendi berisi air suci dan membawanya, mereka pun
bergegas menemui dan membantu yang lain untuk membuat gunungan.
Agam : “Nih kendinya, ada yang bisa dibantu lagi?”
Hannah : “Taruh di situ kendinya”.
Adnan : “Sini, bantu nyusun sayuran dan buah-buahannya.”
Sedangkan di tempat lain Dhien, Tabitha, dan Meutia pun bekerja keras menghafalkan tarian
untuk memberikan hasil yang baik.

Tibalah saat sehari sebelum pelaksanaan upacara tradisi, mereka pun mempersiapkan segala
properti yang dibutuhkan di lapangan tempat dilakukannya tradisi
Hannah : “Semuanya udah selesai, kan?”
Zainal : “Udah semua, yang tari udah dihapal kan?”
Dhien : “Udah kok”.
Adnan : “Semoga besok lancar.”
Keesokan harinya adalah hari di mana tradisi tolak bala dilakukan, warga mulai berkumpul di
lapangan. Tradisi pun di mulai.
Narator membaca narasi
Inilah pagelaran upacara adat bertajuk parahita ruwatan murwo bumi yang digelar oleh warga
desa pakuncen, daerah istimewa Yogyakarta, tradisi tahunan ini dikemas meriah dan penuh
khidmat
Acara dimulai dengan tarian pembukaan yang dibawakan oleh penari remaja dari desa
pakuncen
Tarian Pembuka
Kemudian dilanjut penyerahan 3 kendi yang berisi air suci kepada pamengku adat
Penyerahan tiga kendi
Untuk kemudian diarak ke tengah lapangan dan sebuah gunungan berisi hasil bumi dan buah
buahan
Membawa kendi dan gunungan ke tengah lapangan
Dengan iringan alunan ritmis Gending Jawa, tiga kendi yang berisi air suci tersebut
selanjutnya disatukan dalam sebuah guci di meja upacara ruwatan
Memindahkan air suci dari kendi ke guci
Ritual tersebut bertujuan agar seluruh penduduk di 3 pedukuhan tersebut selalu hidup rukun
sepanjang masa
Air suci ini diambil dari 3 mata air yang terdapat di setiap pedukuhan
Di setiap pedukuhan tidak hanya sebagai bentuk syukur dan sebagai penolak bala, tradisi
budaya warga pakuncen ini juga sebagai wujud doa kepada pemerintahan menuju
pembangunan desa dan negara yang lebih baik
Pagelaran tradisi upacara adat budaya yang marak digelar oleh masyarakat di sini merupakan
wujud ari harmonisasi kerukunan warna dalam usaha menuju pembangunan desa yang
sejahtera

Di dalam acara ini ditampilkan berbagai macam atraksi kesenian,


Atraksi seni
Usai didoakan oleh pemuka agama setempat, gunungan berisi hasil bumi turut diperebutkan
warga desa
Warga desa memperebutkan hasil bumi yang ada di gunungan
Di penghujung acara warga dan tamu undangan yang hadir larut dan ikut serta menari di
tengah lapangan sebagai ekspresi kebahagiaan masyarakat
A few days before the tradition of tolak bala by the villagers, the teenagers began to gather to
plan the implementation of the tradition of rejecting bala.
Three teenagers were talking in a pavilion, there were Meutia, Dhien, and Dara.
Dara : "Uh it's really boring today, is there any latest news?"
Dhien : "Yes, I heard that Tabitha is back from traveling, right? I haven't seen her for
a long time".
Meutia : "Oh yeah? She migrated to Jakarta, didn't she? Has it been two years?"
Dara : "Yes, she's from Jakarta – uh is that Tabitha? TABITHA HERE".
Tabitha : "HAIII, how are you guys? We haven't seen each other for so long".
Meutia : "Hi Bitha, what time did you get here?"
Tabitha : "2 a.m. this morning, I overslept and just came out now".
Dhien : "Come sit down, I want to talk about something".
Dara : "Talk about what?"
Dhien : "It's already the month of Shafar, usually in this month we do a tradition of
rejecting bad luck to eliminate danger, remember?".
Dara, Meutia, Tabitha : "Oh yes".
Meutia : "Let's gather the teenagers first, there's Hannah too right? Agam, Zainal,
Adnan, call Ryan too".
They also called the other teenagers on Dhien’s phone.
Tabitha: “Adnan, come here. We want to discuss the tradition of rejecting bala, it’s getting
late”.
Adnan: “oh yes, I’ll be there later, at the pavilion, right? Together with the others”.
Tabitha: “Okay”.
Then after being called they came, and then started the meeting to negotiate the tradition.
Hannah : "Hey, you guys from earlier? Tabithaa, how are you?"
Tabitha : "Hi Hannah I'm good, let's start the meeting".
They started the meeting
Adnan : "This is a direct start, isn't it? Assalamu'alaikum wr.wb., here as the leader, I
will start the meeting to discuss the tradition of Tolak Bala that we will do".
Agam : "What tradition is that? I just moved here so I don't know anything about the
traditions in this area".
Hannah : "So, it's already the month of Shafar, and the people here usually do the
tradition of rejecting bad luck in the month of Shafar to eliminate the dangers
that exist in this village. This tradition starts with the opening dance".
Dara : "Then there is the handover of 3 jugs containing holy water to the customary
chief, then paraded to the center of the field, then what is it? What else?"
Zainal : "Then it continues with the army of bergodok soldiers. There is a gunungan
containing crops and fruits".
Ryan : "Using the rhythmic accompaniment of Javanese Gending, the three jugs of
holy water are put together in an urn on the ruwatan ceremony table".
Agam : "Oh I see, what is the specific purpose?"
Tabitha : "This ritual aims to ensure that all residents of the three villages will always
live in harmony for all time".
Adnan : "The holy water is taken from three springs in each hamlet".
Meutia : "In each hamlet not only as a form of gratitude, and as a repellent, but also as
a form of prayer to the government towards the development of a better
village, and country".
Dhien : "In this tradition, we also perform dances and art attractions typical of
Pakuncen village, many residents participate in dancing together".
Agam : "Okay, I understand now, thanks. So, when do we start the discussion?"
Adnan : "First we have to prepare the things we need, like the gunungan that contains
crops and fruits, then there's a jug of holy water, and there's dance practice".
Ryan : "The division of tasks is as usual, I and Zainal take the jug of holy water or if
Agam wants to come, he can". Zainal and Agam nodded, agreeing.
Dara : "Okay, then I, Hannah, and Adnan will make the gunungan. After getting the
holy water, Ryan, Zainal, and Agam will help the three of us make the
gunungan."
Ryan, Zainal, Agam: "Okay".
Tabitha : "Then it will be me, Dhien, and Meutia who dance?"
Dhien : "Yes Tha, you don't mind right?"
Tabitha : "No, I'm actually happy because I haven't followed this tradition for a long
time."
Meutia : "That's good then".
Finally, they began to split up to do their respective tasks. After Ryan, Zainal and Agam took
three jugs of holy water and carried them, they rushed to meet and help the others to make the
gunungan.
Agam : "Here are the jugs, can I help you again?"
Hannah : "Put the jug there".
Adnan : "Here, help arrange the vegetables and fruits."
Meanwhile, elsewhere Dhien, Tabitha, and Meutia were working hard to memorize the
dances to give good results.

When the day comes before the ceremony, they prepare all the necessary props in the field
where the tradition will be held.
Hannah : "Everything is done, right?"
Zainal : "It's all done, the dance has been memorized right?"
Dhien : "It's already done".
Adnan : "I hope it goes well tomorrow."
The next day, the day of the tradition, the villagers gathered in the field. The tradition began.
Narrator reads the narration

This is the performance of a traditional ceremony entitled parahita ruwatan murwo bumi held
by residents of Pakuncen village, Yogyakarta special area, this annual tradition is packed
lively and solemn.

The event began with an opening dance performed by teenage dancers from Pakuncen
village.
Opening dance
Then continued with the handover of 3 jugs containing holy water to the traditional leaders.
Handing Over the Jug
To then be paraded to the center of the field and a gunungan containing crops and fruits.
Carrying the jug and gunungan to the center of the field
With the rhythmic accompaniment of Javanese Gending, the three jugs of holy water are then
put together in an urn on the ruwatan ceremony table.
Putting holy water from the jug into the urn
The ritual aims to ensure that all residents in the three villages will always live in harmony
for all time.
The holy water is taken from three springs in each hamlet.
In each hamlet not only as a form of gratitude and as a repellent, this cultural tradition of
Pakuncen residents is also a form of prayer to the government towards the development of a
better village and country.
The performance of traditional cultural ceremonies that are widely held by the community
here is a form of harmonization of color harmony in an effort to achieve prosperous village
development.

In this event, various kinds of art attractions were displayed,


Art attractioan
After being prayed for by local religious leaders, gunungan containing crops were also
contested by villagers.
Villagers scramble to take crops from the gunungan
At the end of the event, the residents and invited guests who were present dissolved and
participated in dancing in the middle of the field as an expression of society happiness

Anda mungkin juga menyukai