SBK Aksjdhhwhdhdh
SBK Aksjdhhwhdhdh
Tiga anak remaja sedang berbincang di suatu pendopo, ada Meutia, Dhien, dan Dara.
Dara : “Eh hari ini bosen banget ya, ada kabar terbaru ga?”
Dhien : “Iya ya, aku denger-denger, Tabitha udah pulang dari merantau ya? Udah lama ga ketemu
sama dia”.
Meutia : “Oh iya? Dia merantau ke Jakarta bukan? Udah satu tahun ya?”
Tabitha : “HAIII, apa kabar kalian? Kita udah lama banget ya, ga ketemu”.
Tabitha : “Jam 2 pagi tadi, aku langsung ketiduran dan baru keluar sekarang”.
Dhien : “Ini kan udah masuk bulan Syafar, biasanya pada bulan ini kita melakukan tradisi tolak bala
untuk menghilangkan bahaya, inget ngga?”.
Meutia : “Ayo kita kumpulin remaja nya dulu, ada Hannah juga kan? Agam, Zainal, Adnan, sama Ryan
panggil juga”.
Kemudian setelah dipanggil mereka pun datang, dan kemudian memulai rapat untuk merundingkan
tradisi tersebut.
Tabitha : “Hai Hannah kabar aku baik, ayo kita mulai rapatnya”.
Adnan : “Ini langsung dimulai ya? Assalamu’alaikum wr.wb., di sini saya selaku ketua akan memulai
rapat untuk membahas mengenai tradisi tolak bala yang akan kita lakukan”.
Agam : “Tradisi apa tuh? Gue baru pindah jadi gak tahu-menahu soal tradisi di daerah ini”.
Hannah : “Jadi, kan ini udah masuk bulan Syafar, nah warga di sini biasanya pada bulan Syafar
melakukan tradisi tolak bala untuk menghilangkan bahaya yang ada di desa ini. Tradisi ini dilakukan
mulai dari tarian pembukaan”.
Dara : “Kemudian ada penyerahan 3 kendi yang berisi air suci kepada kepala suku adat, kemudian
diarang ke tengah lapangan, terus apa lagi ya?”
Zainal : “Terus dilanjut dengan pasukan prajurit bergodok. Ada gunungan berisi hasil bumi dan buah-
buahan”.
Ryan : “Pake iringan alunan ritmis Gending Jawa, 3 kendi yang berisi air suci itu disatukan dalam
sebuah guci di meja upacara ruwatan”.
Agam : “Oh gitu ya, tujuan spesifiknya itu buat apa?”
Tabitha : “Ritual ini bertujuan agar seluruh penduduk dari ketiga pedukuhan tersebut selalu hidup
rukun sepanjang masa”.
Adnan : ”Air suci ini di ambil dari 3 mata air yg terdapat di setiap pedukuhan”.
Dhien : “Di setiap pedukuhan tidak hanya sebagai bentuk syukur, dan sebagai penolak bala, tapi juga
sebagai wujud doa kepada pemerintahan menuju pembangunan desa, dan negara yang lebih baik”.
Meutia : “Di tradisi ini juga nampilin tarian dan atraksi kesenian khas desa Pakuncen, banyak warga
yang ikut turut serta menari bersama”.
Agam : “Oke, gue udah ngerti sekarang, makasih. Jadi, kapan mulai rundinginnya?”
Adnan : “Pertama kita harus menyiapkan hal-hal yang kita butuhin, seperti gunungan yang berisi
hasil bumi dan buah-buahan, terus ada kendi isi air suci, dan ada latihan menari”.
Ryan : “Pembagian tugasnya seperti biasa aja, gue sama zainal ngambil kendi isi tiga air suci atau
kalau agam mau ikut boleh”. Zainal dan Agam mengangguk, tanda setuju.
Dara : “Oke, berarti gue, Hannah, sama Adnan yang buat gunungan. Setelah ambil air suci, Ryan,
Zainal, sama Agam bantu kita bertiga buat gunungan ya.”
Tabitha: “Ngga kok, gue malah seneng soalnya udah lama banget ngga ngikutin tradisi ini.”
Akhirnya mereka pun mulai berpencar untuk mengerjakan tugasnya masing-masing. Selepas Ryan,
Zainal, dan Agam mengambil tiga kendi berisi air suci dan membawanya, mereka pun bergegas
menemui dan membantu yang lain untuk membuat gunungan.
Sedangkan di tempat lain Dhien, Tabitha, dan Meutia pun bekerja keras menghafalkan tarian untuk
memberikan hasil yang baik.
Tibalah saat sehari sebelum pelaksanaan upacara tradisi, mereka pun mempersiapkan segala
properti yang dibutuhkan di lapangan tempat dilakukannya tradisi
Keesokan harinya adalah hari di mana tradisi tolak bala dilakukan, warga mulai berkumpul di
lapangan. Tradisi pun di mulai.
Tarian pembuka
Tarian penutup