Anda di halaman 1dari 2

CARA BERMAIN PERMAINAN “BUKALAH TANGAN”

▪ Setiap peserta akan diminta untuk berpasangan

▪ Fasilitator dapat menentukan pasangan setiap peserta agar lebih efisien

▪ Di dalam kelompoknya, ada yang berperan sebagai A dan ada yang


sebagai B.

▪ Peserta A bertugas mengepalkan salah satu tangannya dan diminta


membayangkan bahwa ia sedang menyimpan sesuatu yang sangat
berharga baginya. Oleh karena itu, peserta A perlu menjaga kepalan
tangan tersebut sekuat tenaga.

▪ Peserta B bertugas membuka kepalan tangan peserta A. untuk


melakukannya, Peserta B dapat melakukan segala cara (misalnya
membujuk, menggelitik, menggoda, menawari sesuatu, dan lain
sebagainya) agar peserta A bersedia membuka kepalan tangan tersebut.
▪ Peserta A dan B dapat melakukannya bergantian.
▪ Setiap peserta memiliki waktu 30 detik untuk berusaha membuka kepalan
tangan rekannya.
• Setelah selesai, fasilitator mendiskusikan hasil permainan ini dengan
mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan pemantik, seperti:
o Apakah anda atau peserta B membuka kepalan tangan anda? Apa alasan
melakukannya? Bagaimana perasaan anda? Apakah anda rela
melakukannya?
o Apakah anda atau peserta B menutup kepalan tangan anda? Apa alasan
melakukannya?
o Dalam kegiatan ini, sesungguhnya siapa yang memegang kendali atau
kontrol untuk membuka atau menutup kepalan tangan?

Kemungkinan jawaban peserta sangat bervariasi terkait hasil


permainan ini. Ada yang bersedia membuka, dan ada yang
bertahan menutup kepalan tangannya. Pada pertanyaan terkait
kontrol, baik yang menutup kepalan tangan maupun yang
berusaha membuka kepalan tangan rekannya, sesungguhnya
diri sendiri lah yang memegang kontrol atas tindakan-tindakan
tersebut. Semua tindakan yang dilakukan (dipilih untuk
dilakukan) selama permainan bergantung pada kebutuhan
dasar kita pada saat itu.

Terkait tentang perasaan peserta pada saat itu, jika peserta membuka
kepalan tangannya karena dipaksa (misalnya digelitik,
diintimidasi, dll), apakah peserta merasa rela membuka kepalan
tangannya? Bagaimana perasaannya? Bagi yang membuka
kepalan melalui bujukan atau negosiasi, bagaimana
perasaannya? Kemungkinan jawaban peserta akan
menunjukkan bahwa mereka lebih rela membuka kepalan
tangannya dengan proses bujukan dan negosiasi (tanpa
kekerasan). Fasilitator dapat mengarahkan jawaban-jawaban
peserta ini ke makna disiplin positif.

Fasilitator dapat menekankan bahwa permainan ini merefleksikan


sebagian kecil budaya disiplin di sekolah. Ketika peserta didik
kita dipaksa untuk menerapkan budaya disiplin, cara kita
melakukannya akan sangat berdampak pada aspek emosional
mereka dan penghayatan nilai-nilai kebajikan dalam jangka
panjang. Apabila murid dipaksa, mungkin dalam jangka pendek
mereka dapat menaati peraturan. Namun, dapat dibayangkan
bagaimana perasaannya saat menaati peraturan tersebut,
sehingga disiplin ini tidak akan berkelanjutan.

Lalu, bagaimanakah sebaiknya kita menerapkan budaya disiplin yang


dapat berdampak positif bagi perkembangan emosional dan
karakter peserta didik? Hal inilah akan coba dibahas pada unit
modul ini.

Anda mungkin juga menyukai