Anda di halaman 1dari 15

Judul : Efficacy and Safety of 250mg versus 500mg Oral Terbinafin in The

Treatment of Tinea Corporis and Cruris: A Randomised, Assesor-


Blinded Comparative Study
Penulis : Lal Niharika Ranjan, Basu Dibyendu, Saha Abanti, Ghosh Roumi,
Rachana Verma, et al
Diambil dari : Indian Journal of Dermatology, Venereology and Leprology.
2020.7
Penerjemah : Danisa Diandra Safarina

EFIKASI DAN KEAMANAN ANTARA TERBINAFIN ORAL


250 MG DENGAN 500 MG DALAM PENGOBATAN TINEA
KORPORIS DAN TINEA KRURIS: STUDI KOMPARATIF
ACAK DAN ASSESSOR-BLINDED
Abstrak
Latar belakang: Meskipun terbinafin dosis tinggi sering diresepkan untuk mengobati infeksi
dermatofita, namun masih belum diketahui apakah dosis tersebut lebih efektif daripada dosis
konvensional karena data pembanding tidak tersedia.
Tujuan: Untuk membandingkan efikasi dan keamanan dari terbinafin oral dosis 250 mg setiap hari
dengan 500 mg setiap hari bersamaan dengan pemberian klotrimazol topikal dalam pengobatan
infeksi tinea.
Metode: Sebuah studi komparatif acak, assessor-blinded, dan tersamar dilakukan. Setiap kelompok
subjek penelitian diberikan terbinafin oral 250 mg setiap hari atau 500 mg setiap hari selama empat
minggu dengan pemberian klotrimazol topikal. Perbaikan klinis dinilai setelah dua minggu dan
empat minggu setelah pengobatan dimulai.
Hasil: Sebanyak 60 pasien dengan tinea korporis dan kruris diacak menjadi dua kelompok yang
menerima 250 mg (kelompok A) atau 500 mg (kelompok B) terbinafin oral dan bersamaan dengan
pemberian krim klotrimazol pada kedua kelompok. Parameter klinis awal seperti aktivitas lesi
(papula, vesikel, dan pustula), derajat eritema, skuama, dan tingkat keparahan gatal dibandingkan
pada kedua kelompok pengobatan. Pada kontrol pertama dan kedua, tidak ada perbedaan signifikan
yang ditemukan dalam parameter klinis antara kedua kelompok. Pada akhir dua minggu, terdapat
perubahan menjadi KOH negatif pada 13,8% dari kelompok A dan 14,3% dari kelompok B. Pada
akhir empat minggu, 25,9% dari kelompok A dan 33,3% dari peserta kelompok B menjadi negatif
KOH (P = 1,00 dan 0,76). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kultur negatif yang
dilaporkan pada akhir terapi (empat minggu) antara kedua kelompok pengobatan (P = 0,78). Tingkat
kesembuhan secara keseluruhan adalah 20% dan 33,3% pada kedua kelompok pengobatan masing-
masing pada akhir penelitian (P = 0,82).
Kesimpulan: Terbinafin oral 250 mg setiap hari menghasilkan tingkat kesembuhan yang buruk pada
tinea kruris dan korporis setelah 4 minggu pengobatan dan peningkatan dosis 500 mg tidak
memberikan manfaat tambahan.
Kata kunci: Tinea, terbinafin, oral, assessor-blinded, uji klinis acak

1
Ringkasan Sederhana
Tinea korporis dan kruris merujuk pada infeksi jamur pada tubuh dan
selangkangan. Infeksi jamur cukup mengkhawatirkan karena banyak pasien di India
mengalami perluasan penyakit, berulang, dan tidak merespons dosis pengobatan
konvensional. Obat antijamur oral sering digunakan dengan dosis yang lebih tinggi
dan untuk jangka waktu yang lebih lama untuk mengatasi situtasi tersebut. Peneliti
melakukan penelitian komparatif secara acak dan assessor-blinded untuk melihat
apakah menggandakan dosis terbinafin sebagai obat pilihan untuk infeksi jamur
dari 250 mg setiap hari menjadi 500 mg setiap hari memiliki efek yang lebih baik.
Peniliti menggunakan 60 pasien secara acak diobati dengan terbinafin oral 250 mg
(kelompok A) atau 500 mg (kelompok B) dan bersamaan dengan pemberian krim
klotrimazol pada kedua kelompok selama empat minggu. Tingkat kesembuhan
secara keseluruhan adalah 20% pada kelompok A dan 33,3% pada kelompok B
sehingga menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan secara statistik pada akhir
penelitian. Peneliti menyimpulkan bahwa terbinafin oral 250 mg setiap hari
memberikan tingkat kesembuhan yang buruk pada tinea kruris dan korporis setelah
4 minggu pengobatan dan peningkatan dosis 500 mg tidak memiliki manfaat
tambahan.

Pendahuluan
Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, dan
kuku. Dermatofitosis secara umum dikenal dengan istilah kurap. Infeksi ini
disebabkan oleh spesies dari genus Trichophyton, Microsporum, dan
Epidermophyton. Tinea korporis dan tinea kruris merujuk pada infeksi dermatofita
pada kulit yang tidak berambut dan selangkangan. Meskipun tidak mengancam
jiwa, infeksi ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang cukup besar pada
pasien yang terkena infeksi.
Kondisi dermatofitosis di India saat ini cukup mengkhawatirkan karena
pasien datang dengan keterlibatan yang luas dan infeksi berulang yang kronis.
Infeksi ini tidak lagi merespons dosis dan durasi terapi konvensional. Dermatologis
menggunakan berbagai kombinasi antijamur oral, dosis yang lebih tinggi untuk

2
jangka waktu yang lebih lama, dan bahkan menambahkan retinoid dalam
pengelolaan kasus tinea yang tidak kunjung sembuh. Akhir-akhir ini, para dokter
kulit telah meningkatkan dosis terbinafin oral menjadi 500 mg setiap hari baik
sebagai dosis harian tunggal maupun dosis terbagi. Terdapat beberapa penelitian
yang melaporkan bahwa terbinafin oral 500 mg efektif dalam pengobatan tinea,
tetapi efektivitas ini belum dapat dibandingkan dengan efektivitas 250 mg. Selain
itu, peningkatan dosis ganda juga meningkatkan beban keuangan pasien dan dapat
meningkatkan kemungkinan efek samping.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efikasi dan keamanan
terbinafin oral 250 mg setiap hari dibandingkan dengan 500 mg setiap hari dalam
pengobatan tinea korporis dan tinea kruris. Penulis tidak dapat menemukan
penelitian sebelumnya yang membandingkan efikasi klinis dari dua rejimen
terbinafin oral dalam pengobatan tinea korporis dan tinea cruris.

Metode
Desain Studi
Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis kelompok paralel berbasis
institusi, assessor-blinded dengan penempatan kelompok pengobatan secara acak
di Dermatology Outpatient Department of the Medical College and Hospital,
Kolkata antara bulan Juni 2018 dan November 2018. Izin dari komite etik
institusional diperoleh sebelum dimulainya penelitian.
Partisipan
Partisipan pada penelitian ini yaitu pria maupun wanita yang berusia antara
18 dan 60 tahun dengan tinea korporis, tinea kruris, atau keduanya. Kriteria inklusi
yaitu pasien yang tidak pernah diobati dan kasus lama yang telah berhenti dari
segala bentuk pengobatan selama satu bulan sebelumnya (topikal atau oral). Pasien
yang sedang menyusui, pasien yang mengalami gangguan sistem imun, pasien yang
diketahui menderita penyakit hati atau hipersensitif terhadap terbinafin tidak
diikutsertakan. Pasien dengan tes fungsi hati awal yang tidak normal juga tidak
diikutsertakan dalam penelitian ini.

3
Pasien didaftarkan berdasarkan kriteria inklusi pada pemeriksaan skrining.
Pasien juga telah mendapatkan persetujuan tertulis untuk ikut serta dalam
penelitian. Data klinis terperinci berupa jumlah lesi, lokasi keterlibatan dan
aktivitas lesi dicatat dalam formulir catatan kasus. Jumlah lesi dikategorikan
sebagai lesi tunggal, sedikit (2-4), sedang (4-6), dan luas (>6). Sampel kerokan kulit
pasien dikumpulkan dari setidaknya dua lokasi (jika jumlah lesi >2). Kerokan kulit
dikumpulkan di atas kertas grafik hitam untuk memudahkan visualisasi dengan latar
belakang gelap. Kertas tersebut dilipat dengan rapat dan terdapat keterangan nama
pasien serta nomor registrasi. Sampel yang terkumpul kemudian dikirim untuk
dilakukan pemeriksaan KOH 10% dan dikultur pada agar dekstrosa Sabouraud
dengan kloramfenikol dan sikloheksimida. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan
hemogram awal, urea dan kreatinin serum, serta tes fungsi hati.
Intervensi
Obat-obatan akan diberikan kepada pasien oleh dokter yang merawat
dengan kode obat A (250 mg terbinafin oral setiap hari) atau obat B (500 mg
terbinafin oral setiap hari) berdasarkan pengacakan. Seluruh pasien di kedua
kelompok juga diberi resep krim klotrimazol topikal 1% untuk dioleskan dua kali
sehari pada area yang terkena dan cetirizin oral 10 mg sebanyak satu tablet sebelum
tidur.
Keluaran
Pemeriksaan tindak lanjut dijadwalkan dua kali dengan interval masing-
masing dua minggu. Pada setiap pemeriksaan tindak lanjut, pasien dinilai untuk
perbaikan tanda dan gejala setiap parameter klinis. Lesi eritema,
papula/pustula/vesikel dan skuama dinilai secara visual sebagai tidak ada, ringan,
sedang, dan berat kemudian dibandingkan pada setiap kunjungan untuk menilai
perbaikan. Perbaikan secara keseluruhan dinilai berdasarkan ordinal dengan lima
kategori yaitu tingkat I (memburuk), tingkat II (tidak ada perbaikan), tingkat III
(perbaikan 25%), tingkat IV (perbaikan 50%), tingkat V (perbaikan 75%) dan
tingkat VI (perbaikan 100%). Intensitas gatal diindikasikan pada skala analog visual
oleh pasien. Nilai tertinggi untuk perbaikan klinis diberikan hanya jika lesi 100%
sembuh (secara klinis + gejala + mikologis). Penilaian dilakukan oleh penilai yang

4
tidak mengetahui pengobatan yang diterima pasien. Dua penilai menilai setiap
pasien untuk perbaikan klinis selama periode penelitian.
Pemeriksaan KOH dilakukan pada setiap pemeriksaan tindak lanjut untuk
menilai kesembuhan secara mikologis. Sampel dikumpulkan oleh dua peneliti
menggunakan alat berupa pisau no. 22. Pemeriksaan mikroskopis dilakukan oleh
ahli mikrobiologi di departemen mikrobiologi yang juga tidak mengetahui tentang
pengobatan yang diterima oleh pasien. Kultur jamur akan diulang pada minggu
keempat. Tes darah ulang dilakukan pada akhir minggu keempat untuk menilai efek
samping.
Respon terhadap pengobatan dinilai pada akhir minggu keempat dan
dikelompokkan menjadi tidak ada perbaikan (tidak ada perbaikan klinis dan
pemeriksaan KOH / kultur positif), perbaikan parsial (perbaikan klinis parsial ±
pemeriksaan KOH positif ± kultur positif), perbaikan lengkap (kesembuhan klinis
lengkap, ditambah dengan pemeriksaan KOH dan kultur negatif). Perbandingan tes
fungsi hati pada awal dan akhir pengobatan dilakukan untuk mengevaluasi
keamanan 250 mg dan 500 mg terbinafin oral.
Jumlah Sampel
Peneliti bermaksud menjadikan penelitian ini sebagai studi percontohan
sehingga penghitungan ukuran sampel statistik tidak dilakukan. Peneliti merekrut
30 pasien di setiap kelompok intervensi.
Pengacakan
Pembuatan urutan
Pasien yang memenuhi syarat diacak ke dalam kelompok A (250 mg
terbinafin oral setiap hari) atau kelompok B (500 mg terbinafin oral setiap hari)
dengan rasio alokasi 1:1 sesuai dengan tabel angka acak yang dihasilkan komputer
yang dibuat oleh koordinator independen.
Kerahasiaan pengelompokan
Kerahasiaan pengelompokan dilakukan menggunakan teknik sequentially
numbered opaque sealed envelope (SNOSE).

5
Implementasi
Pasien dirujuk ke pusat institusi yang memberikan pengobatan
menggunakan teknik SNOSE setelah evaluasi secara menyeluruh. Dokter yang
merawat memberikan "obat A (250mg)" atau "obat B (500mg)". Hasil dan efek
samping dari pemberian kelompok obat akan dinilai oleh blinded assessor.
Penyamaran
Penilai dan individu yang melakukan analisis statistik sama-sama tidak
mengetahui kelompok pengobatan. Identifikasi pengobatan yang diterima oleh
pasien dalam bentuk kode.
Metode Statistika
Variabel efikasi berkelanjutan dibandingkan antar kelompok dengan
menggunakan uji-t sampel independen dan di dalam kelompok dengan uji-t
berpasangan. Uji Mann-Whitney U dan uji Wilcoxon dilakukan untuk data non-
parametrik yang tidak berpasangan dan berpasangan. Data kategorikal
dibandingkan antar kelompok dengan uji chi square atau uji Fisher’s exact. Uji
ANOVA Friedman dilakukan dengan data non-parametrik untuk perbandingan
tindakan berulang dalam kelompok. Data dimasukkan ke dalam Microsoft Excel
dan analisis dilakukan dengan bantuan perangkat lunak statistik Medcalc® v 17.0.0.
Semua data diproses dan dianalisis di Departemen Dermatologi dan analisis
dilakukan hanya setelah formulir catatan kasus dari subjek terakhir diisi, data
dimasukkan, dan basis data komputer dibersihkan dan dikunci. Hanya pasien yang
telah menyelesaikan semua kunjungan tindak lanjut yang disertakan untuk analisis
efikasi pengobatan. Peneliti menyertakan analisis efek samping obat pada pasien
yang telah menerima setidaknya satu dosis pengobatan.

6
Hasil
Alur Partisipan
Alur partisipan ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alur Partisipan Studi

Dua partisipan dari kelompok B hilang setelah tindak lanjut pertama, dan
tiga partisipan dari kelompok A dan empat partisipan dari kelompok B hilang
setelah tindak lanjut kedua. Pada akhir penelitian didapatkan hasil berupa 27 peserta
dari kelompok A dan 24 peserta dari kelompok B yang akan dianalisis. Strategi
intensi-untuk-mengobati yang dimodifikasi pada pengamatan terakhir terhadap
pasien yang hilang tetap dilakukan sehingga semua 60 peserta dianalisis.
Rekruitmen
Enam puluh pasien diacak secara merata ke dalam dua kelompok.
Perempuan lebih banyak daripada laki-laki, tetapi perbedaan antara kedua
kelompok tidak signifikan (P = 0,128). Kedua kelompok sebanding dalam hal
parameter demografis seperti usia, tempat tinggal (pedesaan/perkotaan), literasi,
pekerjaan, dan riwayat keluarga dengan tinea (Tabel 1).

7
Tabel 1. Profil demografis pasien pada kedua kelompok
Terbinafin Terbinafin Nilai P
Parameter 250mg per hari 500mg per hari (Antara kedua
(n=30) (n=30) kelompok)
Usia (tahun)
Mean ± SD 35.43 ± 12.7 36.23 ± 13.1 0.81
Median 34 36
Jenis kelamin
Laki-laki 11 (36.7%) 15 (50%) 0.13
Perempuan 19 (63.3%) 15 (50%)
Tempat tinggal
Pedesaan 14 (46.7%) 15 (50%) 1.00
Perkotaan 16 (53.3%) 15 (50%)
Pekerjaan
Ibu rumah tangga 18 (60%) 13 (43.3%) 0.62
Pensiunan 1 (3.3%) 0
Serabutan 5 (16.7%) 7 (23.3%)
Bisnis 1 (3.3%) 1 (3.3%)
Guru 5 (16.7%) 9 (3%)
*SD = Standar deviasi; Nilai P diperoleh dari uji-t tidak berpasangan untuk usia; Uji Fisher’s
exact untuk distribusi jenis kelamin, tempat tinggal, dan riwayat keluarga

Data dasar
Parameter klinis awal seperti durasi penyakit, aktivitas lesi (papula,
vesikula, pustula), derajat eritema dan skuama, tingkat keparahan gatal, jenis tinea
(tinea korporis/tinea kruris/keduanya), dan ada/tidaknya penyakit penyerta
sebanding pada kedua kelompok pengobatan (Tabel 2).
Tabel 2. Parameter klinis awal partisipan
Terbinafin Terbinafin Nilai P
Parameter 250mg per hari 500mg per hari (Antara kedua
(n=30) (n=30) kelompok)
Durasi dalam bulan 4.58 ± 4.74 4 ± 3.3 0.75
Diagnosis klinis
Tinea korporis 5 (16.7%) 5 (16.7%) 0.60
Tinea kruris 0 1 (3.3%)
Tinea korporis + tinea cruris 25 (83.3%) 24 (80%)
Jumlah lesi
Tunggal 1 (3.3%) 0 0.16
Beberapa 4 (13.3%) 11 (36.7%)
Signifikan 22 (73.3%) 16 (53.3%)
Luas 3 (10%) 3 (10.0%)
Gatal (skala analog visual)
Median 8.5 8 0.05
Eritema
Tidak ada 1 (3.3%) 0 0.62

8
Ringan 5 (16.7%) 5 (16.7%)
Sedang 10 (33.3%) 13 (43.3%)
Berat 14 (46.7%) 12 (40%)
Skuama
Ringan 3 (10%) 6 (20%) 0.43
Sedang 14 (46.7%) 10 (33.3%)
Berat 13 (43.3%) 14 (46.7%)
Kultur
Negatif 4 (13.3%) 4 (13.3%) 1.00
Positif 26 (86.7%) 26 (86.7%)
Spesies
Tidak tumbuh 4 (13.3%) 4 (13.3%) 0.67
Trichophyton rubrum 3 (10%) 5 (16.7%)
Trichophyton mentagrophytes 17 (56.7%) 18 (60%)
Trichophyton tonsurans 6 (20%) 3 (10%)
Komorbid
Ada 6 (20%)* 7 (23.3%)# 1.00
Tidak ada 24 (80%) 23 (76.7%)
*
Diabetes melitus = 2, Hipertensi = 1, Hipotiroidisme = 2, Asma bronkial = 1; #Diabetes melitus = 4,
Hipertensi = 1, Asma bronkial = 1, Hipotiroidisme + Hipertensi = 1, Nilai P diperoleh dari uji Mann-
Whitney U untuk durasi dan skor skala analog visual, uji chi-square untuk diagnosis, penyakit
penyerta, jenis lesi, eritema, skuama, kultur jamur, dan identifikasi spesies

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik dalam hasil kultur
(pertumbuhan/tidak ada pertumbuhan) dan spesies yang tumbuh di antara kedua
kelompok (Tabel 2).
Hasil dan estimasi
Pada akhir dua minggu pengobatan (tindak lanjut pertama), parameter klinis
dibandingkan dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik yang
ditemukan dalam pengurangan eritema (P = 0,29), skuama (P = 0,29) dan aktivitas
lesi (papula, vesikula, pustula; P = 0,34) di antara kedua kelompok. Rasa gatal
berkurang secara signifikan pada kelompok yang menerima 250 mg terbinafin
setiap hari (P = 0,04). Tidak terdapat perbedaan dalam pembersihan mikologis pada
pemeriksaan KOH pada akhir minggu kedua (13,8% (kelompok 250 mg setiap hari)
dan 14,3% (kelompok 500 mg setiap hari); P = 1,000)).
Pada akhir minggu keempat (tindak lanjut kedua) juga tidak terdapat
perbedaan signifikan dalam peningkatan parameter klinis atau mikologis yang
terlihat antara kedua kelompok pengobatan. Tidak terdapat perbaikan lebih lanjut
pada gatal (P = 0,95) dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik

9
dalam perbaikan eritema (P = 0,41), skuama (P = 0,45) dan aktivitas lesi (papula,
vesikula, pustula, P = 0,52) antara kedua kelompok pengobatan (Tabel 3).

Tabel 3. Perubahan variabel klinis pada dua kelompok perlakuan pada 2 dan 4 minggu

Nilai P diperoleh dari uji Mann-Whitney U untuk skor skala analog visual (uji chi-square untuk
gatal, eritema, lesi, dan peningkatan skuama, uji Fisher exact untuk mendeteksi elemen jamur
pada sediaan KOH, dan reaksi obat yang merugikan

10
Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam penyembuhan mikologis yang
terlihat antara kedua kelompok. Hasil KOH negatif dilaporkan hanya 25,9%
(kelompok 250 mg setiap hari) dan 33,3% (kelompok 500 mg setiap hari) setelah
empat minggu pengobatan (P = 0,76). Hasil kultur negatif terlihat pada 33,3%
(kelompok 250 mg setiap hari) dan 37,5% (kelompok 500 mg setiap hari) sehingga
terdapat perbedaan yang tidak signifikan secara statistik (P = 0,78). Tingkat
kesembuhan secara keseluruhan adalah 20% dan 33,3% pada dua kelompok
pengobatan. Dosis terbinafin yang lebih tinggi tidak memberikan kesembuhan
yang lebih baik secara statistik dibandingkan dengan dosis yang lebih rendah (P =
0,82), (Tabel 4 dan 5).

Tabel 4. Aktivitas penyakit setelah pengobatan selama 4 minggu dengan terbinafin (*sesuai
protokol)
Aktivitas penyakit di Terbinafine 250 mg Terbinafine 500 P = 0.82
akhir minggu ke-4 setiap hari mg setiap hari ( Uji chi-square)
(n=30)* (n = 30)*
Tidak ada perbaikan 6 (20%) 6 (20%)

Perbaikan Parsial 18 (60%) 16 (66.7%)

Perbaikan Sempurna 6 (20%) 8 (33.3%)

Tabel 5. Aktivitas penyakit setelah pengobatan selama 4 minggu dengan terbinafine (*strategi
intensi untuk terapi)
Aktivitas penyakit di Terbinafine 250 mg Terbinafine 500 P = 0.19
akhir minggu ke-4 setiap hari setiap hari ( Uji Chi-square)
(n=27) (n = 24)*

Tidak ada perbaikan 3 (11.1%) 0

Perbaikan Parsial 18 (66.7%) 16 (66.7%)

Perbaikan Sempurna 6 (22.2%) 8 (33.3%)

Analisis tambahan
Analisis khusus untuk kelompok A (250 mg terbinafin oral setiap hari)
Terdapat perbaikan yang signifikan pada rasa gatal (P = 0,0028) dan skuama
(P = 0,001) antara tindak lanjut pertama dan kedua. Perbaikan pada eritema dan
aktivitas lesi pada tindak lanjut pertama dan kedua tidak signifikan. Peningkatan

11
tingkat kesembuhan mikologis antara tindak lanjut pertama dan kedua secara
statistik signifikan (P = 0,01 dan 0,03 untuk KOH dan kultur negatif). Dari tiga
spesies utama yang diisolasi (Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,
Trichophyton tonsurans), respon maksimum terhadap pengobatan terlihat pada
infeksi Trichophyton mentagrophytes (P = 0,01).
Analisis khusus untuk kelompok B (500 mg terbinafine oral setiap hari)
Berlawanan dengan temuan pada kelompok A, tidak terdapat perbaikan
yang signifikan antara tindak lanjut pertama dan kedua dalam hal gatal (P = 0,79)
dan skuama (0,72). Tidak terdapat perbaikan yang signifikan pada aktivitas lesi (P
= 0,06). Perbaikan pada eritema signifikan secara statistik (P = 0,04). Peningkatan
kesembuhan mikologis juga signifikan antara tindak lanjut pertama dan kedua (P
untuk KOH negatif = 0,005, P untuk kultur negatif = 0,03). Seperti pada kelompok
A, respon maksimum terhadap terapi yaitu Trichophyton mentagrophytes (P =
0,001).
Efek samping
Efek samping pengobatan dilaporkan oleh tiga pasien. Dua pasien yang
menerima 250 mg obat mengeluhkan mual dan satu pasien yang menerima 500 mg
mengeluhkan kehilangan nafsu makan. Setelah penelitian selesai, tes fungsi hati
diulang dan ditemukan adanya gangguan pada dua pasien yang menerima 250 mg
terbinafin setiap hari (alkali fosfatase meningkat, masing-masing 170 dan 184
IU/L). Perbedaan kejadian reaksi yang merugikan antara kedua kelompok
pengobatan tidak signifikan secara statistik (P = 1,00)

Diskusi
Kasus dermatofitosis di India mengalami perubahan drastis dalam hal
peningkatan kejadian, relaps, rekurensi, dan kronisitasnya dalam beberapa tahun
terakhir. Terbinafin merupakan salah satu obat antijamur yang paling umum
digunakan dalam pengobatan infeksi jamur superfisial karena spektrum aktivitas
fungisida yang luas. Namun, baru-baru ini telah terjadi kegagalan klinis dan
kekambuhan dengan pengobatan terbinafin sebagai terapi dermatofitosis.
Dermatologis terkadang meningkatkan dosis terbinafine menjadi 500 mg setiap hari

12
pada akhir-akhir ini. Peneliti melakukan uji coba untuk mengevaluasi apakah dosis
obat yang lebih tinggi memiliki manfaat yang signifikan dibandingkan dengan dosis
konvensional.
Di antara 60 peserta yang terdaftar dalam penelitian ini, jumlah partisipan
perempuan lebih banyak daripada laki-laki, meskipun penelitian sebelumnya
melaporkan dominasi laki-laki. Dalam sebuah laporan baru-baru ini, Verma dkk.
melaporkan bahwa perubahan tren berbusana pada wanita seperti celana jeans yang
ketat pada tubuh, jegging, dan legging menyebabkan lebih banyak keringat dan
menyebabkan oklusi.
Varian klinis yang paling umum adalah gabungan tinea korporis dan tinea
kruris (81,7%) yang sesuai dengan laporan sebelumnya oleh Babu dkk. dan Singh
dkk. Pertumbuhan jamur pada kultur dalam penelitian ini terlihat pada 86,7%
pasien, penelitian sebelumnya melaporkan hasil 73,68% (Singh dkk.), 76,38%
(Bindu dkk.), dan 85,9% (Poluri dkk.). Trichophyton mentagrophytes merupakan
spesies yang paling banyak diisolasi pada penelitian ini. Sebelumnya Trichophyton
rubrum merupakan spesies yang paling umum ditemukan, tetapi beberapa
penelitian terbaru menemukan Trichophyton mentagrophytes yang lebih dominan.
Namun Das dkk. telah melaporkan Trichophyton verrucosum sebagai spesies yang
paling umum ditemukan dalam penelitian mereka.
Beberapa penelitian telah melaporkan angka kesembuhan dermatofitosis
hanya 37%, dari 30% dan 23% dengan terbinafin oral 250 mg setiap hari pada akhir
minggu keempat. Dalam penelitian ini, angka kesembuhan bahkan lebih rendah
yaitu 20% pada dosis terbinafine oral 250mg setiap hari. Pada penelitian ini, angka
kesembuhan dengan terbinafin oral 500 mg setiap hari pada akhir minggu keempat
adalah 33,3%. Hal ini serupa dengan temuan oleh Singh dkk. yang melaporkan
angka kesembuhan sebesar 33% dengan terbinafin 500 mg setiap hari. Namun
Bhatia dkk. melaporkan angka kesembuhan sebesar 74%. Dalam sebuah penelitian
retrospektif oleh Babu dkk. menunjukkan bahwa 80% pasien menunjukkan
perbaikan lebih dari 75% dengan terbinafine 500 mg setiap hari. Variasi yang luas
dalam tingkat kesembuhan dapat disebabkan karena alasan beberapa alasan yaitu
(1) Dalam penelitian ini, nilai tertinggi untuk kesembuhan klinis diberikan hanya

13
ketika ada perbaikan 100% lesi secara klinis selain ketika KOH dan kultur negatif
tercapai. Dalam studi oleh Babu dkk. menunjukkan bahwa perbaikan klinis >75%
pada lesi diberikan penilaian tertinggi. (2) Studi oleh Babu et al adalah survei
berbasis kuesioner yang dilakukan di antara para dokter sehingga bias tidak dapat
dikesampingkan. (3) Penelitian lain belum mempertimbangkan penggunaan
antijamur topikal. Pertimbangan penggunaan obat antijamur topikal atau
penggunaan antijamur topikal yang sama tidak diketahui sehingga mempengaruhi
hasil penelitian.
Peningkatan prevalensi dermatofitosis yang tidak kunjung sembuh secara
tiba-tiba telah menjadi perhatian. Resistensi antijamur pada dermatofitosis juga
muncul dengan cepat, terutama terhadap allylamines. Trichophyton
mentagrophytes muncul sebagai patogen dominan menunjukkan pertumbuhan yang
cepat pada kultur primer dalam waktu 5-7 hari. Resistensi terbinafin pada
Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton rubrum telah dikaitkan dengan
mutasi titik pada gen squalene epoxidase yaitu gen yang penting untuk biosintesis
ergosterol.
Babu et al telah melaporkan dosis tunggal harian 500 mg terbinafin
bermanfaat pada 92% pasien dengan dermatofitosis. Tidak ada perbandingan
dengan dosis konvensional yang dilakukan sehingga sulit untuk mengatakan apakah
meningkatkan dosis memiliki manfaat tambahan. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa terbinafin dalam dosis konvensional mencapai tingkat kulit
yang melebihi tingkat plasma dengan faktor 75 dan jauh di atas konsentrasi
penghambatan minimum untuk dermatofita. Dosis yang lebih tinggi (jika
diperlukan) mungkin harus dalam dosis terbagi (250 mg dua kali sehari) daripada
dosis tunggal 500 mg.
Keterbatasan
Peserta tidak ditindaklanjuti untuk melihat apakah dosis terbinafin tertentu
memberikan remisi yang lebih lama daripada yang lain. Selain itu, penilaian klinis
bersifat subjektif yang dapat mungkin mempengaruhi hasil penelitian.

14
Kesimpulan
Peningkatan dosis terbinafin oral menjadi 500 mg setiap hari tidak
memberikan manfaat tambahan lebih dibandingkan dengan terbinafin 250 mg yang
diminum setiap hari. Tidak ada dosis terbinafin oral yang dikombinasikan dengan
klotrimazol topikal yang memberikan tingkat kesembuhan yang memuaskan dalam
pengobatan dermatofitosis.

Rencana dibacakan pada tanggal 4 Maret 2024


Moderator

Dr. dr. Renni Yuniati, Subsp D.T, Sp.DVE, FINSDV, FAADV, MH

15

Anda mungkin juga menyukai