Disusun oleh:
1102018295
Dosen Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2021
A. Critical Appraisal Diagnosis
Skenario
Pasien Ny. X, 28 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan pada lehernya
yang timbul 1 minggu yang lalu dan semakin lama semakin membesar. Benjolan berwarna
kemerahan dan terasa lunak dibagian tengah. Pada anamnesis, didapatkan bahwa pasien
sedang dalam masa pengobatan penyakit tuberkulosis resisten obat (rifampisin) dan pasien
mengaku sempat berhenti mengonsumsi obat selama 2 minggu terakhir karena pasien
berkunjung ke luar negeri dan tidak membawa obat. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik,
pasien diduga mengalami penyakit limfadenitis tuberkulosis.
Dokter mengatakan bahwa akan dilakukan fine needle aspiration (FNA) biopsy
benjolan dan pemeriksaan kultur mycobacterium dari benjolan tersebut untuk menegakkan
diagnosis limfadenitis tuberkulosis. Pasien menanyakan kepada dokter apakah pemeriksaan
kultur FNA akan memberikan hasil yang cepat dan dokter menjawab bahwa kultur
membutuhkan waktu yang cukup lama. Kemudian pasien bertanya apakah ada pemeriksaan
selain pemeriksaan kultur FNA yang lebih cepat dan dokter menjawab pemeriksaan
molekular dengan Xpert MTB/RIF assay dapat dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih
cepat. Namun demikian pasien bertanya kembali apakah pemeriksaan molekular tersebut
cukup akurat jika dibandingkan dengan pemeriksaan kultur bakteri.
Apakah pemeriksaan molekular dengan Xpert MTB/RIF assay cukup akurat jika
dibandingkan dengan pemeriksaan kultur bakteri dalam mendiagnosis limfadenitis
tuberkulosis?
PICO
Diagnostic Accuracy of Xpert MTB/RIF Assay and Non-Molecular Methods for the
Diagnosis of Tuberculosis Lymphadenitis
JOURNAL REVIEW
Backgrounds
Tuberculous lymphadenitis (TBLN) diagnosis remains a challenge in resource limited coun- tries like
Ethiopia. Most diagnostic centers in Ethiopia use smear microscopy, but it has low sensitivity in
detecting tubercle bacilli in fine needle aspiration (FNA) specimens. FNA cytol- ogy (FNAC) is
another widely applicable diagnostic option but it has low specificity for diag- nosing TBLN. In 2014,
WHO recommended Xpert MTB/RIF assay to be used in detecting TB from FNA specimen by
considering the diagnostic limitations of microscopy and cytology. In Ethiopia, there is limited data
on Xpert MTB/RIF performance in detecting TBLN from FNA. Therefore, this study aimed to
evaluate the diagnostic performance of Xpert MTB/RIF assay and non-molecular methods (cytology,
microscopy and culture) for the diagnosis of TBLN.
Methods
A cross-sectional study was conducted on 152 presumptive TBLN patients at St. Paul’s Hospital
Millennium Medical College (SPHMMC) from December 2015 to May 2016 in Addis Ababa,
Ethiopia. FNA specimens were collected from each patient. Individual patient specimens were
examined by microscopy (acid fast and auramine O staining), cytology, Xpert MTB/RIF and culture.
Each specimen was directly inoculated and its sediment follow- ing decontamination procedure onto
two duplicate Lo ̈ wenstein-Jensen (LJ) media. Compos- ite culture (specimen positive by direct or
concentrated or both culturing methods) and composite method (positive by either one of the non-
molecular methods) were taken as ref- erence methods. The data was captured and analyzed using
software packages SPSS ver- sion 20 (SPSS Inc, Chicago, Illinois, USA). Sensitivity, specificity,
positive predictive value, and negative predictive value were calculated.
Result
A total of 152 presumptive TBLN patients were enrolled in this study. Of these, 105(69%),
68(44.7%), 64(42%), 48(32%) and 33(22%) were positive for M. tuberculosis using composite
method (positive by either one of the non-molecular method), composite culture, direct, and
concentrated culture, respectively. TB positivity rate was 67.8%, 49.3%, 24.3%, and 14.5% using
cytology, Xpert MTB/RIF, Auramine O (FM) microscopy, and Ziehl Nelson (ZN) microscopy,
respectively. Using composite culture as reference, the sensitivity and specificity of Xpert MTB/RIF
was 78% (95% CI: 73.7% to 82.3%) and 74% (95%CI: 69.4% to 78.6%), respectively. However, the
sensitivity of Xpert MTB/RF improved from 78% to 92% using composite method as a reference. The
high positivity rate observed in purulent (70%) followed by caseous (66.7%) type of aspirates by
Xpert MTB/RIF.
Conclusion
Xpert MTB/RIF assay has both considerable sensitivity and specificity; it may be employed for better
diagnosis, management and treatment of presumptive TBLN patients.
1. Adakah perbandingan yang dilakukan secara independent dan blind terhadap suatu
standard rujukan?
Ada.
2. Adakah kesesuaian antara sample pasien penelitian dengan spektrum penderita pada
setting praktik klinik saat uji diagnostik tersebut akan diaplikasikan?
Ada.
3. Adakah rujukan standar yang dilakukan tanpa melihat hasil uji diagnostik?
Ada.
IMPORTANCE
4. Tentukan sensitivity, specificity, dan LR
A. Sensitivity : 78%
B. Specificity : 74%
APPLICABILITY
Ny. A berumur 40 tahun datang ke dokter untuk konsultasi kesehatan. Ny A memiliki tinggi
165 cm dan berat badan 90 kg. Ny A mengaku memiliki pola hidup yang kurang sehat
(gemar makan makanan cepat saji, gorengan, makanan manis, dsb), jadwal tidur tidak teratur
dan jarang melakukan olahraga.
Baru-baru ini kakak Ny A terkena penyakit diabetes tipe 2. Ny A mengatakan bahwa dirinya
khawatir akan terkena penyakit diabetes sehingga akhirnya Ny A datang berkonsultasi ke
dokter. Dokter meminta Ny A untuk melakukan pemeriksaan gula darah puasa (GDP) dan
tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Dari hasil pemeriksaan didapatkan GDP = 110 mg/dL ; TTGO = 180 mg/dL. Dokter
mengatakan bahwa Ny A belum menderita diabetes, namun dari hasil pemeriksaan tersebut
dinilai gula darah Ny A tergolong tinggi.
“Manakah manajemen pencegahan yang lebih efektif dalam menurunkan resiko diabetes tipe
2 antara intervensi merubah pola hidup (lifestyle) dibandingkan dengan pemberian
metformin?”
CRITICAL APPRAISAL
1. Apakah terdapat randomisasi dalam kelompok percobaan dan apakah tekhnik yang
digunakan?
Jawab: Ada.
3. Apakah ada atau tidaknya blinding pada pasien, klinisi dan peneliti?
Jawab: Terdapat blinding pada pasien, klinisi, dan peneliti
Jawab: Tidak
Jawab: Metformin dan perubahan gaya hidup membantu menurunkan berat badan
namun perubahan gaya hidup jauh lebih efektif
Jawab: Ada, perubahan gaya hidup dapat diterapkan pada pasien karena tidak ada
riwayat penyakit lainnya yang dapat mengganggu.
Jawab: Pada keuntungan, pasien dapat menurunkan berat badan dan meningkatkan
aktivitas fisik dengan lebih efektif. Sedangkan Pada kekurangan, pasien harus lebih
meluangkan waktu untuk aktivitas fisik dan mengurangi konsumsi makanan yang
kurang sehat.
C. Critical Appraisal Prognosis
1. SKENARIO:
Seorang nenek membawa kedua cucunya untuk berobat. Cucu yang pertama
berusia 2 tahun terus menerus buang air besar dan demam. Sang nenek juga merasa
heran dengan cucu keduanya yang telah berusia 10 bulan tetapi belum bisa duduk tidak
seperti anak seusianya dan selalu mudah sakit. Berdasarkan riwayatnya, ternyata ibu dari
kedua anak ini adalah seorang mantan pecandu narkoba yang terinfeksi HIV/ AIDS.
Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ternyata kedua anak ini positif HIV/ AIDS
dan sebagai pengobatan kedua anak tersebut diberikan ART (antiretroviral).
2. PERTANYAAN KLINIS:
Adakah perbedaan lamanya kelangsungan hidup diantara kedua anak tersebut setelah
masing- masing diberikan ART?
3. KOMPONEN PICO:
Patient /Population/Problem : Anak positif HIV/ AIDS yang menerima ART
Intervention/ Indicator : Umur
Comparison/Control : Usia < 12 bulan dan Usia > 12 bulan
Objective/Outcome : terdapat perbedaan lama kelangsungan hidup
4. KATA KUNCI:
prognosis AND survival AND hiv AND child AND antiretroviral AND age AND cohort
1. Apakah ada sampel pasien yang representatif dan didefinisikan secara jelas pada titik
yang sama/ similar point dalam perjalanan penyakit / course of the disease?
Tidak.
2. Apakah follow-up lengkap dan cukup lama / sufficiently long and complete?
Ya, follow up sufficiently long and complete.
3. Apakah hasil penelitian berguna untuk konseling pada penderita atau keluarganya ?
Iya