Anda di halaman 1dari 16

JOURNAL READING

“GeneXpert on patients with human immunodeficiency virus and


smear-negative pulmonary tuberculosis”

Nguyen Kim Cuong, Nguyen Bao Ngoc , Nguyen Binh Hoa, Vu Quoc Dat,
Nguyen Viet Nhun.

Pembimbing:

dr. Tuti Tri Hastuti, Sp.PD- KHOM, M.Kes

Disusun Oleh:

Fadhilah Istiqamah
2017730044

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD SAYANG CIANJUR
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ’alamin, segala puji dan syukur kehadirat Allah


SWT, dengan Rahmat, Anugerah dan Hidayah-Nya sehingga laporan journal
reading dengan judul “GeneXpert on patients with human immunodeficiency virus
and smear-negative pulmonary tuberculosis” ini dapat diselesaikan sebagai
memenuhi persyaratan kelulusan dalam menempuh Kepaniteraan Klinik.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan dukungan,
bantuan, semangat, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr.Tuti Tri Hastuti, Sp.PD-KHOM, M.Kes selaku dokter pembimbing yang
bersedia memberikan waktunya untuk membimbing penulis.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Cianjur, Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2

BAB II METODE.................................................................................................4

2.1 Sampel Penelitian...................................................................................4

2.2 Ukuran Sampel.......................................................................................4

2.3 Prosedur Penelitian................................................................................4

2.4 Analisis Statistik.....................................................................................6

2.5 Pernyataan Etika...................................................................................6

BAB III HASIL......................................................................................................7

BAB IV DISKUSI................................................................................................10

BAB V KESIMPULAN.......................................................................................14

iii
2

BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyebab utama kematian secara global di
antara orang yang hidup dengan human immunodeficiency virus (HIV), terhitung
1,2 juta kematian terkait TB di antara orang sero negatif dan 208.000 kematian di
antara pasien yang terinfeksi HIV. World Health Organization (WHO)
memperkirakan bahwa di antara 10,0 juta (kisaran, 9,0-11,1 juta) kasus TB,
proporsi pasien yang terinfeksi HIV adalah 8,2%. Selain itu, TB tetap menjadi
penyebab utama kematian di antara pasien yang terinfeksi HIV, terhitung sekitar
satu dari tiga kematian terkait AIDS. HIV adalah faktor risiko terpenting untuk
infeksi TB yang berlanjut menjadi penyakit TB. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pencegahan, deteksi dan pengobatan TB pada pasien koinfeksi HIV. Saat ini,
rontgen dada, BTA, Xpert MTB/RIF, dan kultur adalah metode laboratorium yang
paling sering digunakan untuk mendeteksi TB. Sementara kultur tetap menjadi
standar emas untuk diagnosis TB, Xpert MTB/RIF direkomendasikan sebagai tes
awal untuk TB pada pasien yang terinfeksi HIV karena sensitivitasnya secara
substansial lebih tinggi daripada apusan BTA.
Di antara pasien yang terinfeksi HIV, manifestasi klinis sering atipikal,
terutama pada tahap akhir infeksi HIV, penyakit non-kavitas, infiltrat lobus
bawah, limfadenopati hilus, dan efusi pleura. Hal ini menyebabkan rendahnya
proporsi pasien dengan tes bakteriologis positif. Pada bulan Desember 2010,
WHO pertama kali merekomendasikan penggunaan uji Xpert MTB/RIF (Cepheid,
Sunnyvale, CA, USA). Pedoman penggunaan Xpert MTB/RIF dalam
mendiagnosis TB paru dan ekstraparu pada orang dewasa dan anak-anak ditinjau
dan diperbarui pada tahun 2016. Xpert MTB/RIF adalah tes molekuler
semikuantitatif otomatis yang memungkinkan pendeteksian mutasi pada gen rpoB
secara simultan. Tes mengintegrasikan tiga teknologi (ekstraksi gen, amplifikasi
dan pengenalan) dan memberikan hasil dalam waktu dua jam. Ini adalah tes
sensitif untuk mendeteksi keduanya M. tuberkulosis dan resistensi RIF,
memungkinkan inisiasi awal terapi antibiotik yang tepat. WHO mendukung Xpert
MTB/RIF sebagai tes awal untuk dugaan TB paru dan TB-MDR. Pada pasien
3

terinfeksi HIV, tes ini secara substansial lebih sensitif daripada apusan dan oleh
karena itu direkomendasikan sebagai tes awal untuk mendiagnosis TB.
Xpert MTB/RIF memainkan peran kunci dalam mendiagnosis pasien
terinfeksi HIV dengan TB paru apusan negatif (SNTB). Tindakan ini dapat
mempersingkat waktu penyelesaian dan memberikan bukti tambahan untuk
diagnosis TB ketika praktisi menunggu hasil kultur. Meskipun studi pertama
Xpert MTB/RIF menunjukkan sensitivitas berkisar antara 98% pada TB BTA-
positif dan 72% pada SNTB, bukti selanjutnya menunjukkan variabilitas yang
besar pada SNTB, dengan sensitivitas berkisar antara 26% dan
67%. Hal ini sangat umum pada pasien terinfeksi HIV, anak-anak atau pasien
dengan SNTB atau TB ekstraparu.
Sejak 2011, Program Tuberkulosis Nasional Vietnam (NTP) telah
meningkatkan Xpert MTB/RIF sebagai tes awal untuk mendeteksi resistensi TB
dan RIF bagi orang yang terinfeksi HIV. Ada beberapa penelitian tentang
penerapan Xpert MTB/RIF dalam diagnosis TB di antara pasien yang terinfeksi
HIV. Namun, penelitian tentang manfaat teknik ini pada pasien terinfeksi HIV
dengan SNTB masih kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi kinerja Xpert MTB/RIF pada pasien terinfeksi HIV dengan SNTB.
BAB II
METODE

Penelitian ini menggunakan desain observasional cross sectional.


2.1 Sampel Penelitian
Penelitian cross sectional ini dilakukan dari Januari 2013 hingga
Desember 2015 di tiga rumah sakit di Hanoi, Vietnam, termasuk dua rumah sakit
khusus TB (Rumah Sakit Paru Nasional, Rumah Sakit Paru Hanoi) dan satu
rumah sakit khusus HIV (Rumah Sakit 09). Kami secara berurutan mendaftarkan
pasien terinfeksi HIV dengan SNTB 18 tahun. Definisi SNTB adalah bahwa
pasien memiliki rontgen dada dan gejala klinis lebih dari dua minggu yang
menunjukkan TB paru (diinterpretasikan oleh dua dokter terlatih independen) dan
memiliki setidaknya dua BTA negative ekspektoran. Kriteria eksklusi adalah
pasien dalam kondisi HIV parah.
2.2 Ukuran Sampel
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa sensitif Xpert
MTB/RIF dalam mendiagnosis pasien terinfeksi HIV dengan SNTB. Proporsi
kasus TB kultur-positif adalah 68% pada pasien terinfeksi HIV dengan SNTB di
Vietnam. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa sensitivitas Xpert MTB/RIF
adalah sekitar 70%. Hipotesis nol penelitian ini adalah sensitivitas Xpert
MTB/RIF adalah 70%, sedangkan hipotesis alternatif sensitivitas tidak sama
dengan 70%. Oleh karena itu,
ukuran sampel yang perlu memiliki kepercayaan 95% dan kekuatan 80% untuk
mendeteksi perbedaan 10% dari sensitivitas 70% adalah 123 pasien.
2.3 Prosedur Penelitian
Semua pasien terinfeksi HIV dengan dugaan klinis TB awalnya diskrining
untuk TB dengan dua spesimen dahak spontan dan rontgen dada mengikuti
praktik standar nasional. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi diundang untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Pasien yang setuju untuk berpartisipasi
didaftarkan dan diminta untuk memberikan satu sampel sputum tambahan. Ketika
pasien tidak dapat menghasilkan ekspektorat yang memadai, induksi sputum
dilakukan dengan nebulisasi salin 5% steril. Sampel sputum ini dibagi menjadi 2
5

bagian untuk biakan cair dan Xpert MTB/RIF. Untuk biakan cair, 5 ml dahak
diinokulasi pada media cair (BD BBL Mannula MGIT, Cockeysville, MD, USA)
dan dibaca menggunakan BD BACTEC Micro MGIT Fluorescence Reader
(Cockeysville, MD, USA). Sampel kultur-positif menjalani pengujian kerentanan
obat konvensional (DST) untuk isoniazid (INH), rifampisin (RIF), pirazinamid
(PZA), etambutol (EMB) dan streptomisin (S). Paruh kedua sampel sputum
homogen diuji dengan Xpert MTB/RIF dengan menambahkan reagen sampel ke
sputum yang tidak diobati dengan perbandingan 2:1 (1ml sputum yang tidak
diobati dengan 2 ml reagen sampel). Setelah itu, 2 ml campuran ini dipindahkan
ke kartrid Xpert MTB/RIF dan kartrid tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
perangkat GeneXpert. Akhirnya, hasilnya ditafsirkan dan ditampilkan oleh system
GeneXpert dari sinyal fluoresen yang diukur. Paruh kedua sampel sputum
homogen diuji dengan Xpert MTB/RIF dengan menambahkan reagen sampel ke
sputum yang tidak diobati dengan perbandingan 2:1 (1ml sputum yang tidak
diobati dengan 2 ml reagen sampel). Setelah itu, 2 ml campuran ini dipindahkan
ke kartrid Xpert MTB/RIF dan kartrid tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
perangkat GeneXpert. Akhirnya, hasilnya ditafsirkan dan ditampilkan oleh system
GeneXpert dari sinyal fluoresen yang diukur. Paruh kedua sampel sputum
homogen diuji dengan Xpert MTB/RIF dengan menambahkan reagen sampel ke
sputum yang tidak diobati dengan perbandingan 2:1 (1ml sputum yang tidak
diobati dengan 2 ml reagen sampel). Setelah itu, 2 ml campuran ini dipindahkan
ke kartrid Xpert MTB/RIF dan kartrid tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
perangkat GeneXpert. Akhirnya, hasilnya ditafsirkan dan ditampilkan oleh system
GeneXpert dari sinyal fluoresen yang diukur.
Semua prosedur, termasuk induksi sputum, mikroskop, Xpert MTB/RIF,
kultur cair, dan DST, dilaksanakan di setiap laboratorium rumah sakit berdasarkan
biosafety level III. Spesimen dahak dari pasien dikumpulkan di ruang
pengumpulan dahak berventilasi dan diserahkan ke laboratorium untuk diproses
dalam waktu 24 jam. Mikroskopi sputum-smear langsung dan Xpert MTB/RIF
dilakukan dengan menggunakan teknik mikrobiologi yang baik pada bangku
terbuka dengan ventilasi.
6

Sebaliknya, prosedur yang berkaitan dengan pencairan spesimen untuk biakan cair
dan DST dilakukan dalam lemari keamanan biologis.
Penelitian ini mengumpulkan data tentang DST menggunakan kerentanan
obat konvensional standar M. tuberkulosis isolat ke INH, RIF, PZA, EMB, dan S.
Diagnosis MDR-TB didasarkan pada metode DST konvensional, kultur BACTEC
MGIT 960 dan uji Xpert MTB/RIF. Demografi dan hasil rontgen dada diambil
dari catatan pasien.
2.4 Analisis Statistik
Penelitian ini menyediakan statistik deskriptif tentang demografi pasien
dan data klinis. Penelitian ini menyediakan median dengan rentang interkuartil,
dan melakukan uji U Mann-Whitney dengan variabel kontinu dengan distribusi
miring. Variabel kontinu yang terdistribusi normal disajikan sebagai rentang mean
dan standar deviasi, dan dibandingkan dengan uji-t Student. Uji eksak Chisquare
atau Fisher digunakan untuk variabel dikotomis. Kami menghitung AUC-ROC,
sensitivitas (Se), spesifisitas (Sp), nilai prediksi positif (PPV), nilai prediksi
negatif (NPV), rasio kemungkinan positif (PLR), rasio kemungkinan negatif
(NLR) dengan interval kepercayaan 95% (95 %CI) berdasarkan distribusi
binomial. Ukuran persetujuan digunakan oleh statistik Kappa Cohen. Pengujian
hipotesis adalah dua sisi dan nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara
statistik.
2.5 Pernyataan Etika
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan ilmiah dan etik oleh Badan
Etika Institusional dan Dewan Peninjau Ilmiah Rumah Sakit Paru Nasional
dengan surat persetujuan nomor 10/2013/NCKHCS. Semua pasien dalam
penelitian ini diberitahu tentang risiko dan manfaat penelitian dan
menandatangani persetujuan tertulis individu.
BAB III
HASIL

Dari Januari 2013 hingga Desember 2015, kami mendaftarkan 123 pasien
terinfeksi HIV dengan SNTB, dan mayoritas pasien adalah laki-laki (81,3%). Usia
rata-rata peserta adalah 37,0 tahun (IQR: 32,0–41,0). Pada saat pendaftaran, 59
(48,0%) pasien menggunakan pengobatan ART, di mana 23 (18,7%) pasien
menggunakan pengobatan ART selama rata-rata 7,0 (3,0-20,0) bulan. Jumlah
CD4 tersedia untuk 82 (66,7%) pasien dengan median 247,0 (100,8–400,0) sel/ml.
Ada 6 (5,3%) pasien dengan profilaksis INH sebelum pendaftaran. Spesimen
sputum spontan dikumpulkan pada 76 (61,8%) pasien dan 47 (38,2%) pasien
memerlukan pengumpulan sputum yang diinduksi. Karakteristik pasien dalam
penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 1.
Hasil uji Xpert MTB/RIF terhadap kultur BACTEC MGIT 960 ada di
Tabel 2. Enam puluh satu pasien (49,6%) didiagnosis TB oleh Xpert MTB/RIF,
sedangkan kultur BACTEC MGIT 960 mendeteksi TB pada 75 pasien (61,0%).
Kemanjuran diagnostik Xpert dinilai dalam semua 123 kasus dengan keseluruhan
Se, Sp, PPV dan NPV sebesar 66,7% (95%CI: 54,8–77,1), 77,1% (95%CI:62,7–
88,0), masing-masing 82,0% (95%CI: 72,5–88,7) dan 59,7% (95%CI: 50,9–68,0).
Dibandingkan dengan kelompok ekspektorat spontan, Xpert MTB/RIF pada
kelompok induksi sputum menunjukkan hasil yang sama pada AUC-ROC dan uji
sensitivitas. Namun, pasien dalam kelompok sputum yang diinduksi memiliki
PPV dan PLR tertinggi masing-masing 85,0% dan 4,58. Kappa 0,42 dalam
keseluruhan penelitian dan 0,50 pada kelompok sputum yang diinduksi mewakili
tingkat persetujuan moderat antara kultur Xpert dan BACTEC MGIT 960.
Terdapat 75 sampel kultur positif dalam kultur, dimana 5 kasus terjadi
kesalahan atau kontaminasi saat dilakukan DST. GeneXpert mendeteksi 61 kasus
positif, dimana 3 kasus tidak dibedakan resistensi RIF karena kesalahan. Oleh
karena itu, hanya 50 kasus yang memiliki hasil DST dan Xpert MTB/RIF. Hasil
uji GeneXpert MTB/RIF terhadap DST konvensional standar untuk MDR-TB
juga disajikan dalam Tabel 3. Kemanjuran diagnostic Xpert untuk MDR-TB
dalam kasus kultur positif tinggi dengan Sp keseluruhan dan NPV masing-masing
8

86,4% (95% CI: 72,7–94,8) dan 92,7% (95%CI: 84,9–96,6).Tabel 3. Namun, Se


dan PPV kurang dari 50%.

Tabel 1. Karakteristik dasar peserta penelitian

Tabel 2. Kinerja uji Xpert MTB/RIF terhadap kultur BACTEC MGIT 960
sebagai standar acuan
9

Tabel 3. Uji Xpert MTB/RIF terhadap uji kepekaan obat konvensional


standar untuk MDRTB
BAB IV
DISKUSI

Xpert MTB/RIF adalah tes diagnostik berbasis PCR baru yang secara
substansial lebih sensitif untuk mendeteksi M. tuberkulosis daripada teknik
berbasis smear tradisional. Namun, ada bukti terbatas tentang nilai Xpert
MTB/RIF pada pasien terinfeksi HIV dengan SNTB. Studi ini menunjukkan
bahwa kinerja Xpert MTB/RIF dalam diagnosis TB dan MDR-TB cukup baik dan
pengumpulan sputum yang diinduksi dapat mendeteksi lebih banyak kasus TB
daripada sputum yang dikeluarkan secara spontan.
Dalam penelitian ini, Xpert MTB/RIF memiliki sensitivitas dan spesifisitas
sedang dengan masing-masing 66,7% (95% CI: 54,8–77,1) dan 77,1% (95%CI:
62,7–88,0). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa sensitivitas Xpert
MTB/RIF pada pasien terinfeksi HIV dengan SNTB adalah 47,3 (95% CI: 29,2–
67.0). Koinfeksi HIV dikaitkan dengan penurunan NPV yang signifikan dan
kecenderungan penurunan sensitivitas. Sebuah studi multi-pusat di Amerika
Serikat, Brasil, dan Afrika Selatan menemukan bahwa sensitivitas Xpert
MTB/RIF rendah pada peserta yang terinfeksi HIV dengan hanya 52,1% (95% CI:
38,3%-65,5%). Hasil dalam meta-analisis yang menilai keakuratan Xpert
MTB/RIF pada orang HIV-positif berdasarkan status apusan juga sebanding
dengan hasil kami. Di antara pasien terinfeksi HIV, sensitivitas gabungan Xpert
MTB/RIF adalah 61% (95% CI: 40%-81%) untuk SNTB dibandingkan dengan
97% (95%: 90%-99%) untuk TB paru BTA-positif. Secara keseluruhan, penelitian
yang mengevaluasi kinerja Xpert MTB/RIF pada pasien terinfeksi HIV dengan
SNTB memiliki desain penelitian yang serupa dan hasil yang sesuai dengan
penelitian kami. Sensitivitas dan spesifisitas sedang dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan Xpert MTB/RIF untuk mendeteksi DNA dari M.tuberkulosis
pada konsentrasi di bawah 131 cfu/ml (ambang terendah Xpert MTB dapat
mendeteksi bakteri TB), sedangkan kultur sputum dapat mendeteksi bakteri TB
pada ambang batas 10-100 cfu/ml. Lebih jauh lagi, kehadiran inhibitor terhadap
enzim amplifikasi gen (PCR) dalam specimen uji mungkin menghadirkan
tantangan lain bagi Xpert MTB/RIF. Oleh karena itu, peran Xpert MTB/RIF
11

dalam mendiagnosis pasien terinfeksi HIV dengan SNTB perlu lebih


dioptimalkan karena sensitivitas dan spesifisitasnya sedang. Hasil ini
menunjukkan bahwa diagnosis akhir harus didasarkan pada pemeriksaan gejala
klinis yang cermat yang dikombinasikan dengan tes mikrobiologi tradisional
seperti apusan dahak dan kultur.
Pada penelitian sebelumnya pada 171 kasus sputum BTA-negatif dan
kultur-positif, nilai sensitivitas meningkat menjadi 72,5%, 85,1%, 90,2% ketika
Xpert MTB/RIF dilakukan sekali, dua kali, dan tiga kali pada spesimen yang
sama. Di Vietnam, Xpert MTB/RIF telah digunakan sebagai tes awal karena
sensitivitas yang lebih rendah dari mikroskop BTA dan kebutuhan untuk
pengobatan TB dini pada pasien terinfeksi HIV. Namun, penelitian kami
menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas sedang, sehingga pengujian Xpert
MTB/RIF dapat menjadi metode yang baik untuk meningkatkan sensitivitasnya.
Namun, biaya Xpert MTB/RIF masih tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan
mikroskopis BTA, dan diperlukan penelitian lebih lanjut tentang kinerja Xpert
MTB/RIF pada pasien terinfeksi HIV dengan SNTB.
Deteksi RIF-resistensi Xpert MTB/RIF dalam penelitian ini lebih rendah
dibandingkan penelitian sebelumnya. Namun, sensitivitas dan spesifisitas Xpert
MTB/RIF untuk spesimen resisten RIF telah menunjukkan variabilitas besar
masing-masing 33-100% dan 83-100%. Sensitivitas dikumpulkan dalam meta-
analisis adalah 91% (95% CI: 87-94%); spesifisitas yang dikumpulkan adalah
98% (95% CI: 96-99%). Meskipun penelitian ini menunjukkan kinerja yang
rendah dalam menemukan subjek dengan resistensi RIF, studi ini menunjukkan
nilai aturan yang sangat baik untuk resistensi RIF. Hasil sumbang antara Xpert
MTB/RIF dan DST standar emas konvensional telah mempengaruhi keputusan
pengobatan secara negative di masa lalu. Beberapa alasan dapat menjelaskan
perbedaan tersebut. Pertama, DST didasarkan pada pertumbuhan semua M.
tuberkulosis, termasuk strain yang resistan terhadap obat dan yang rentan,
sementara Xpert MTB/RIF mendeteksi mutasi genetik. Kedua, metode MGIT-
DST tidak tepat jika mutase terdeteksi pada 511Pro, 516Tyr, 533Pro, 572Phe, dan
beberapa 526 mutasi. Sejumlah penelitian terbaru menemukan bahwa beberapa
strainM. tuberkulosis dengan mutasi Asp 516Tyr pada gen rpoB dapat
12

menyebabkan tingkat resistensi RIF yang rendah. Oleh karena itu, masih rentan
terhadap obat pada MGIT, sedangkan hasil Xpert MTB/RIF akan diklasifikasikan
sebagai resistensi RIF. Kasus-kasus ini selanjutnya akan diidentifikasi sebagai
positif palsu. Namun, Xpert MTB/RIF juga dapat mendeteksi mutasi diam (gen
nonfungsional) dan mutasi missense (protein nonfungsional) pada gen rpoB,
kadangkadang menyebabkan resistensi RIF positif palsu. Dalam penelitian kami,
3 pasien memiliki hasil negatif palsu, di mana sampel sensitif RIF menghasilkan
isolat resisten pada MGIT 960. 2 dari 3 pasien diubah menjadi terapi resistensi, 1
dari 3 tidak dapat menghubungi. Penyebab hasil negatif palsu dari Xpert
MTB/RIF untuk resistensi RIF belum diketahui dengan pasti. Beberapa penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa meskipun Xpert dapat mendeteksi sejumlah
besar mutasi rpoB, sulit untuk menemukan semua mutasi yang terkait dengan
resistensi rifampisin. Sebuah penelitian baru-baru ini pada 370 pasien dengan TB
paru menyebutkan bahwa keberadaan rangkaian tipe lain yang terdeteksi oleh
probe, bisa menjadi salah satu alasan yang mengarah pada hasil negatif palsu.
Kasus positif palsu dan negatif palsu dalam penelitian ini tidak diurutkan untuk
menentukan ketidak cocokan antara hasil serta kemungkinan koinfeksi. Ini adalah
keterbatasan penelitian kami dan harus dibahas dalam penelitian masa depan.
Untuk mengatasi ketidaksesuaian Xpert MTB/RIF, kultur, dan DST dalam
mendeteksi M. Tuberculosis atau tahan RIF, ulangi Xpert MTB/RIF, Genotipe1
Uji MTBDRplus, dan sekuensing gen rpoB harus diimplementasikan. Selain itu,
stratifikasi risiko klinis untuk TB dan TB yang resistan terhadap obat berdasarkan
karakteristik pasien dan epidemiologi lokal tetap penting untuk mengoptimalkan
pengobatan TB awal.
Penelitian ini memiliki beberapa poin kuat. Pertama, jumlah pasien
terinfeksi HIV yang memenuhi kriteria SNTB adalah ukuran sampel yang
signifikan untuk mempelajari populasi rentan ini, yang dapat membantu untuk
mendukung keakuratan hasil. Kedua, sputum spontan dan sputum yang diinduksi
dilakukan untuk mengoptimalkan kualitas sampel sputum untuk pengujian.
Ketiga, uji dan kultur Xpert MTB/RIF dilakukan pada sampel yang identik
(sampel homogen), yang merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi
keakuratan studi diagnostik. Namun, penelitian ini memiliki beberapa
13

keterbatasan metodologis karena kendala keuangan dan logistik. Data tentang


riwayat pengobatan HIV, termasuk profilaksis, durasi pengobatan ART, jumlah
CD4 pada saat diagnosis HIV, bersifat retrospektif dan deklaratif, yang mengarah
ke bias. Sekuensing tidak dilakukan untuk pasien dengan hasil yang resisten
terhadap RIF antara Xpert MBT/RIF dan DST, sehingga tidak mungkin untuk
menentukan penyebab pasti dari perbedaan tersebut.
BAB V
KESIMPULAN

Dalam penelitian kami, nilai diagnostik Xpert MTB/RIF pada pasien


terinfeksi HIV dengan SNTB adalah moderat dibandingkan dengan BACTEC
MGIT 960 dan DST konvensional. Namun, Xpert MTB/RIF juga menunjukkan
bahwa ia memiliki nilai rule-out yang sangat baik untuk resistansi RIF. Penelitian
lebih lanjut harus dilakukan untuk mengevaluasi kinerja uji Xpert MTB/RIF pada
pasien terinfeksi HIV dengan SNTB dan peran pengulangan Xpert MTB/RIF pada
spesimen yang sama.

Anda mungkin juga menyukai