“DIAGNOSIS HIV/AIDS”
Dosen Pengampu : Luh Ade Wilan Krisna, S.Si., M.Ked., Ph.D
Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul
“Diagnosis HIV/AIDS” tepat waktu. Laporan ini dibuat untuk menyelesaikan tugas
pada mata kuliah Tourism Medical Laboratory Semester IV Program Studi D-III
Jurusan Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Denpasar.
1. Luh Ade Wilan Krisna, S.Si., M.Ked., Ph.D selaku dosen pembimbing Mata
Kuliah Tourism Medical Laboratory yang senantiasa mengajar dan
membimbing, sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
2. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya tugas laporan
Mata Kuliah Tourism Medical Laboratory ini yang tidak bisa kami sebutkan
satu persatu.
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
PRAKTIKUM V
DIAGNOSIS HIV/AIDS
I. ACARA PRAKTIKUM : Diagnosis HIV/AIDS
II. HARI/TANGGAL : Jumat 03 Maret 2023
III. TUJUAN :
Untuk mendeteksi HIV dengan sampel darah menggunakan metode ELISA,
Western blot, dan Quantitative PCR
IV. PRINSIP
a) ELISA : Mendeteksi virus HIV dalam darah pasien dengan metode
Elisa untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen yang tidak
diketahui dan diketahui bahwa ketika HIV akan mempengaruhi
tubuh, tubuh akan merespon sekali dengan menciptakan antibodi
jadi jika bisa mendeteksi antibodi spesifik terhadap yang diketahui
Protein virus HIV dari darah pasien sampel maka dapat yakin bahwa
pasien terinfeksi oleh HIV.
b) Western Blot : Dalam Western blotting spesifik Sampel darah akan
diambil proteinnya dan akan diisolasi, dari sampel itu akan
dijalankan ke halaman SDS gel dan dipisahkan sepanjang berat
molekul yang dapat dipindahkan ke membran dan membran ini akan
hibridisasi dengan antibodi spesifik untuk antigen.
c) QPCR : Reaksi PCR itu hanya mengambil sampel darah dari sampel
pasien sehingga mRNA diekstraksi dan dari cDNA mRNA
disiapkan, dan gen yang spesifik virus HIV diperkuat jika hasil
amplifikasi adalah positif berarti virus ada dan juga dibandingkan
dengan kontrol individu.
V. METODE
Metode yang dapat digunakan untuk diagnosa HIV ada 3 yaitu ELISA,
Western Blot, dan Quantitative PCR.
VI. DASAR TEORI
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang
menginfeksi sel darah putih penyebab turunnya kekebalan tubuh. Acquired
Immune
1
Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul
disebabkan turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah jenis virus yang tergolong
familia retrovirus, sel-sel darah putih yang diserang oleh HIV pada
penderita yang terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4) yang berfungsi
dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. Akibat penurunan daya tahan tubuh
yang disebabkan oleh virus HIV, seseorang sangat rentan terhadap berbagai
macam peradangan seperti tuberkulosis, kandidiasis, kulit, paru-paru,
saluran pencernaan, otak dan kanker. Stadium AIDS memerlukan
pengobatan antiretroviral (ARV) untuk mengurangi jumlah virus HIV di
dalam tubuh, sehingga kesehatan penderita dapat pulih kembali.
HIV-AIDS adalah Human Immunodefisiensi virus (HIV) yang
merupakan virus sitopatik yang diklasifikasikan dalam family retroviridae,
subfamili lentiviridae, genus lentivirus. Berdasarkan strukturnya HIV
termasuk family retrovirus yang merupakan kelompok virus RNA yang
mempunyai berat molekul 0,7 kb (kilobase). Virus ini terdiri dari 2 grup,
yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai berbagai subtipe.
Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan
dan lebih ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1. Virus HIV-AIDS
menetap dalam nukleus sel sehingga sel dirangsang untuk berkembang biak
dan akan keluar dengan menggunakan dinding sel sebagai selaput luar virus,
melalui cara ini T-limfosit akan musnah. Virus baru ini akan mencari sel
yang lain dan proses yang sama akan berulang, untuk seterusnya
memusnahkan sistem daya tahan tubuh. Untuk mengtahui virus HIV/AIDS
menyerang daya tahan tubuh manusia maka digunakan parameter limfosit
(sel darah putih).
Virus HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120,
sehingga akan akan terjadi fungsi membrane HIV dengan sel induk. Inti
HIV kemudian masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk,
2
HIV akan membentuk DNA HIV dari RNA HIV untuk berintegrasi dengan
DNA sel induk. DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel
induk akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA
dalam sitoplasma akan diubah oleh enzim protase menjadi partikel HIV.
Partikel itu selanjutnya mengambil selubung dari bahan sel induk untuk
dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada system
imun (imunosupresi) in akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya
jumlah dan fungsi sel limfosit T.
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah
tahap infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah
seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini system kekebalan tubuh orang
yang terinfeksi membentuk antibody untuk melawan virus HIV. Pada
banyak 31 kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi. Penderita umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Diagnosis
HIV dapat dilakukan dengan berbagai cara, ditemukannya antibody HIV
dengan pemeriksaan ELISA perludikonfirmasi dengan Western Blot. Tes
HIV Elisa (+) sebanyak tiga kali dengan reagen yang berlainan merk
menunjukkan pasien positif mengidap HIV. Metode yang umum untuk
menegakkan diagnosis HIV meliputi :
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) Sensitivitasnya
tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil
positif 2-3 bulan setelah infeksi.
2. Western Blot Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%.
Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu
sekitar 24 jam.
3
3. Virologis PCR (Polymerase Chain Reaction) Tes ini dianjurkan
untuk mendiagnosis anak di bawah 18 bulan. Tes virologis yang
direkomendasikan adalah HIV DNA kualitatif dari darah lengkap
atau Dried Blood Spot (DBS), dan HIV RNA kuantitatif dengan
menggunakan plasma darah. Bayi yang telah terpajan HIV sejak
lahir dianjurkan untuk diskrining sedini mungkin pada usia 6
minggu melalui pemeriksaan virologis. Jika tes virologis pertama
bayi positif, terapi antiretroviral harus segera dimulai, dan sampel
darah kedua harus diambil untuk tes virologi kedua. Tes virologis
meliputi:
7
Menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffertransfer.
Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel
transfer.Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan
arus lstrik tertentu
• Blotting basah
Tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan
geltransfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer
transfer.Susunan lapisan-lapisan pada blotting basah diperlihatkan pada
Gambar 3 (Wenk danFernandis, 2007). Transfer dengan blotting basah
dapat dilakukan 45 menit hingga 1malam. Metode blotting basah lebih
umum digunakan karena fleksibilitas metodetersebut yang lebih baik. Gel
transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa
dannilon.
3. Metode QPCR
• Dot berwarna hitam pada film menunjukkan hasil positif HIV, sedangkan
tidak adanya dot berwarna hitam menunjukkan tidak adanya HIV pada
sampel darah
X. HASIL PENGAMATAN
1. Metode ELISA
8
2. Metode Western Blot
3. Metode QPCR
Hasil qPCR
HIV test
XI. PEMBAHASAN
Diagnosis infeksi HIV dapat dilakukan dengan mendeteksi antibodi atau
antigen. Pemeriksaan serologi yang dipakai untuk menegakkan diagnosis
HIV diharapkan mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi.
9
Pemeriksaan yang mempunyai sensitifitas tinggi akan memberikan hasil
positif pada orang yang terinfeksi HIV dan memberikan hasil negatif palsu
yang kecil. Pemeriksaan yang mempunyai spesifisitas yang tinggi akan
memberikan hasil yang negatif pada orang yang tidak terinfeksi HIV dan
memberikan hasil positif palsu yang rendah. Metode pemeriksaan antibodi
HIV terdiri atas pemeriksaan memakai metode ELISA/EIA, metode western
blot dan qpcr
Pada Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah
tahap infeksi akut, dan terjadi pada beberapa bulan pertama setelah
seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini system kekebalan tubuh orang
yang terinfeksi membentuk antibody untuk melawan virus HIV. Pada
banyak 31 kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi
terjadi.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan pada metode ELISA
didapatkan hasil bahwa terdapat 12 hasil positif palsu ketika dilakukan
dengan metode ELISA tapis namun setelah dilakukan dengan metode
ELISA tapis ulang dan konfirmasi ditemukan 1 hasil inkonklusif dengan
kode sampel F dan selain itu dinyatakan positif palsu dan setelah dilakukan
metode ELISA konfirmasi mendapatkan hasil negatif atau nonreaktif.
Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel
secaraelektroforesis. Elektroforesis merupakan pemisahan protein
berdasarkan ukuran molekuldalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam
elektroforesis, biasanya sampel yangmengandung protein biasanya
dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergen yangmemiliki
muatan negatif. Muatan negatif SDS tersebut mengganggu kestabilan
protein,sehingga protein mengalami denaturasi. Interaksi ionik, jembatan
disulfida, ikatan hidrogenyang menyebabkan suatu protein mengalami
folding untuk menjaga kestabilannya menjaditerganggu akibat adanya SDS.
Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel
poliakrilamid menuju geltransfer. Tahap pemindahan tersebut
menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorongtransfer protein. Oleh
karena itu, proses pemindahan tersebut disebut juga
elektrotransfer.Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
Blotting semikering dan Blotting basah. Tahap ketiga merupakan deteksi
10
protein yang telah dipindahkan ke membrantransfer. Deteksi protein
tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodiyang bersifat
spesifik.
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan antara lain: Western blot adalah proses pemindahan
hasil protein dari gel hasil elektroforesis ke membranndan digunakan untuk
mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot menggunakan
elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli. Prinsip kerja western blot
adalah yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel jaringan yang
homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan kemampuan protein
tersebut berikatan dengan antibodi. Langkah kerja dalam analisis western
blot dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu (1) tahap elektroforesis,
(2) tahap elektrotransfer, dan (3) tahap deteksi. Salah satu aplikasi dari
teknik western blot yang dapat dilakukan adalah mengenai spesifitas dan
sensitifitas antibodi anti eRF3 ragi Saccharomyces cerevisia. Adapun
manfaat dari western blot secara umum yaitu (1) untuk mengidentifikasi dan
memposisikan protein berdasarkan kemampuannya untuk berikatan dengan
antibodi yang spesifik, (2) dapat memberikan informasi tentang ukuran dari
protein.
Berdasarkan praktikum pada metode QPCR mendapatkan kesimpulan
bahwa deteksi HIV dengan teknik RT-PCR hibridisasi dot blot
menggunakan pelacak DNA berlabel biotin pada sampel serum darah
ternyata lebih sensitif dibanding dengan RT-PCR elektroforesis gel agarosa
menggunakan pewarnaan larutan etidium bromida Pemilihan sampel berupa
plasma, penyimpanan pada suhu yang tepat, kemungkinan akan lebih
meningkatkan sensitivitas deteksi HIV secara molekuler.
XII. KESIMPULAN
• Berdasarkan praktikum yang dilakukan pada metode ELISA didapatkan
hasil bahwa terdapat 12 hasil positif palsu ketika dilakukan dengan
metode ELISA tapis namun setelah dilakukan dengan metode ELISA
tapis ulang dan konfirmasi ditemukan 1 hasil inkonklusif dengan kode
sampel F dan selain itu dinyatakan positif palsu dan setelah dilakukan
metode ELISA konfirmasi mendapatkan hasil negatif atau nonreaktif.
• Berdasarkan praktikum yang dilakukan pada merode western blot, maka
11
dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain: Western blot adalah proses
pemindahan hasil protein dari gel hasil elektroforesis ke membranndan
digunakan untuk mendeteksi protein pada sampel jaringan. Imunoblot
menggunakan elektroforesis gel untuk memisahkan protein asli. Prinsip
kerja western blot adalah yaitu mendeteksi protein spesifik pada sampel
jaringan yang homogen ataupun dari suatu ekstraksi berdasarkan
kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Langkah kerja
dalam analisis western blot dapat dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu
(1) tahap elektroforesis, (2) tahap elektrotransfer, dan (3) tahap deteksi.
Salah satu aplikasi dari teknik western blot yang dapat dilakukan adalah
mengenai spesifitas dan sensitifitas antibodi anti eRF3 ragi
Saccharomyces cerevisia. Adapun manfaat dari western blot secara umum
yaitu (1) untuk mengidentifikasi dan memposisikan protein berdasarkan
kemampuannya untuk berikatan dengan antibodi yang spesifik, (2) dapat
memberikan informasi tentang ukuran dari protein.
• Berdasarkan praktikum pada metode QPCR mendapatkan kesimpulan
bahwa deteksi HIV dengan teknik RT-PCR hibridisasi dot blot
menggunakan pelacak DNA berlabel biotin pada sampel serum darah
ternyata lebih sensitif dibanding dengan RT-PCR elektroforesis gel
agarosa menggunakan pewarnaan larutan etidium bromida Pemilihan
sampel berupa plasma, penyimpanan pada suhu yang tepat, kemungkinan
akan lebih meningkatkan sensitivitas deteksi HIV secara molekuler.
12
DAFTAR PUSTAKA
13