Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH IMUNOSEROLOGI

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 4:

Lian Ekawati

(037)

Rika Sofiana

(054)

Lois Widiastuti

(038)

Rista Dewi

(056)

Lorensa Tresnaningtyas

(039)

Siti Hafifah

(060)

Mega Sari

(043)

Windi M.P

(068)

Meisyita A. N. R

(044)
Kelas 2B2

AKADEMI ANALIS KESEHATAN NASIONAL


SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/1016
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


akhirnya makalah Imunoserologi dengan judul Human Immunodeficiency Virus
(HIV) ini dapat terselesaikan. Pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk
memenuhi tugas dosen Imunoserologi. Maka dari pada itu, makalah ini akan
menjelaskan semua yang berhubungan dengan penyakit HIV beserta dengan
pemeriksaan laboratorium yang dapat menunjang diagnosis penyakit.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian, kelengkapan isi, dan lainlainnya. Untuk itu dengan senang hati kami akan menerima segala saran, kritik
dari para pembaca guna memperbaikan makalah ini di kemudian hari. Pembuatan
makalah ini diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa yang ingin
mempelajari tentang imunitas lebih dalam. Kami mengharapkan partisipasi dari
para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi setiap orang
yang membacanya.

Surakarta, Desember 2015

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II ISI................................................................................................................2
BAB III PENUTUP................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12
LAMPIRAN...........................................................................................................13

ii

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jumlah penderita AIDS semakin tahun semakin bertambah.
Penyebabnya adalah HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan
retrovirus yang menurunkan kemampuan system imun. Seperti retrovirus
yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang
dan utamanya menyebabkan beberapa kerusakan system imun dan
menghancurkannya.
Diagnosis infeksi HIV dapat dilakukan dengan mendeteksi
antibody atau antigen. Pemeriksaan serologi yang dipakai untuk
menegakkan diagnosis HIV diharapkan mempunyai sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi. Pemeriksaan yang mempunyai sensitifitas tinggi
akan memberikan hasil positif pada orang yang terinfeksi HIV dan
memberikan hasil negative palsu yang kecil. Pemeriksaan yang
mempunyai spesifitas yang tinggi akan memberikan hasil yang negative
pada orang yang tidak terinfeksi HIV dan memberikan hasil positif palsu
yang rendah. Metode pemeriksaan antibody HIV terdiri atas pemeriksaan
memakai metode ELISA/ EIA yang harus dipastikan dengan metode
Western Blot atau Deteksi Asam Nukleat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan HIV?
2. Apa saja penggolongan dari virus HIV?
3. Bagaimana mekanisme imunologi virus HIV?
4. Apa saja pemeriksaan Laboratorium yang menunjang diagnosa HIV?

BAB II
ISI
1

A. Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel hospes, ketika melakukan cara
infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA,
yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro
virus dan kemudian melakukan replikasi.
Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang
sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari
gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat
berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak
dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem
kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit
maka tubuh kita tidak memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat
meninggal dunia akibat terkena pilek biasa.
B. Penggolongan
HIV dapat dibagi menjadi dua tipe, yakni tipe 1 dan tipe 2. HIV-1
dapat ditemukan di seluruh dunia, sementara HIV-2 jarang ditemukan di
tempat lain selain di Afrika Barat. Kedua tipe virus ini ditularkan dengan cara
yang sama dan sama-sama dapat menyebabkan AIDS. Akan tetapi, tampaknya
HIV-2 lebih sulit menular dan infeksi HIV-2 jauh lebih lambat berubah
menjadi AIDS dibandingkan HIV-1.Virulensi dan viral load yang rendah dari
HIV-2 menjadi penyebab keadaan tersebut. HIV-2 memiliki

setidaknya delapan subtipe, dimana subtipe A dan B adalah yang sering


ditemukan.
Diduga HIV-1 berkembang dari Simian Immunodeficiency Virus
(SIV) yang menginfeksi simpanse (SIVcpz) sementara HIV-2 berkembang
dari SIV yang menginfeksi monyet sooty mangabey (SIVsmm).

C. Mekanisme Imunologi Infeksi HIV


HIV masuk ke dalam tubuh melalui darah, cairan genital maupun ASI,
kemudian virus HIV menempel pada reseptor CD4 Limfosit T dan masuk
ke sel limfosit T kemudian virus HIV membelah diri dengan memakai
materi yang ada di sel limfosit T menyebabkan sel Limfosit T rusak
sehingga kemampuan fagositosis hilang. HIV keluar dari limfosit dalam
bentuk HIV muda dan mematangkan diri di pembuluh darah, HIV yang
matang akan siap menginfeksi limfosit T yang lain. Disisi lain apabila
terjadi infeksi lain karena kemampuan fagositosis limfosit hilang maka
akan timbul gejala dan tanda klinis. Karena menyerang pada penderita
yang memiliki system kekebalan tubuh yang rendah sehingga dalam kurun
waktu yang lama akan menyebabkan AIDS.

D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Serologi untuk diagnosis HIV diharapkan mempunyai
sensitifitas dan spesifisitas tinggi. Pemeriksaan Serologi yang digunakan
untuk diagnosis HIV adalah deteksi antibody. Pemeriksaan tersebut terdiri
atas pemeriksaan penyaring dengan metode ELISA dan Rapid, sedangkan
metode Western Blot atau WB digunakan untuk memastikan hasil
pemeriksaan penyaring. Untuk diagnosis HIV, World Health Organization
(WHO) menetapkan 3 strategi.
Strategi pertama
Bahan Klinik yang diperiksa menggunakan satu jenis pemeriksaan yang
harus memiliki sensitivitas yang tinggi. Bahan klinik yang reaktif
dinyatakan positif sedangkan yang tidak reaktif dinyatakan negative.

Hasil pemeriksaan strategi pertama tidak boleh dipakai untuk


menegakkan diagnosis HIV akibat transfuse atau transplantasi.
Strategi Kedua
Semua bahan klinik diperiksa menggunakan 2 jenis pemeriksaan.
Pemeriksaan pertama harus lebih sensitive dibandingkan pemeriksaan
kedua, memakai antigen atau prinsip reaksi berbeda dengan
pemeriksaan pertama. Bila pada pemeriksaan pertama hasilnya tidak
reaktif dinyatakan hasilnya negative, tetapi jika pemeriksaan pertama
reaktif dan pemeriksaan kedua juga reaktif maka dinyatakan hasil
pemeriksaan positif HIV. Sebaliknya jika pemeriksaan pertama reaktif
sedangkan pemeriksaan kedua tidak reaktif, harus diperiksa ulang. Bila
hasilnya tetap sama, dinyatakan indeterminate. Tetapi bila pada
pemeriksaan ulang, didapatkan pemeriksaan pertama tidak reaktif dan
pemeriksaan kedua juga tidak reaktif maka hasilnya dinyatakan HIV
negative.
Strategi Ketiga
Semua bahan klinik diperiksa menggunakan 3 jenis metode
pemeriksaan.

Pemeriksaan

pemeriksaan

kedua

pertama harus lebih sensitive, dan

harus

menggunakan

antigen

atau

prinsip

pemeriksaan yang berbeda dari yang pertama. Pemeriksaan yang ketiga


harus menggunakan antigen atau prinsip pemeriksaan yang berbeda dari
yang pertama dan kedua. Jika pemeriksaan pertama tidak reaktif hasil
dinyatakan negative, tetapi bila pemeriksaan pertama, kedua dan ketiga
reaktif hasilnya dinyatakan hasilnya positif. Sebaliknya jika pada
pemeriksaan

pertama

reaktif,

pemeriksaan

kedua

reaktif,

dan

pemeriksaan ketiga juga reaktif atau pemeriksaan pertama reaktif,


kedua tidak reaktif dan ketiga reaktif maka dinyatakan indeterminate.

Metode pemeriksaan laboratorium dasar untuk diagnosis infeksi HIV


dibagi dalam dua kelompok yaitu uji imunologi dan uji virology.
a. Uji Imunologi
Uji imunologi terdiri dari Rapid Test, ELISA, IFA, Western Blot (WB)
Assay, IFA (Indirect Immunofluorescent Assay).
1. Rapid Test
Rapid Test digunakan untuk deteksi antibodi anti HIV telah banyak
digunakan selama dekade terakhir. Dasar Rapid Test adalah
immunokromatografi untuk deteksi antibodi HIV-1 dan HIV-2
secara kualitatif. Pemeriksaan Rapid Test mudah dilakukan, tidak
memerlukan peralatan khusus dan hasilnya dapat dibaca dalam
waktu kurang dari 30 menit. Karena itu Rapid Test sangat berguna
untuk membantu menetapkan status medis pada orang yang diduga
terinfeksi HIV sehingga dapat mengurangi penularan infeksi
karena hasil diperoleh dalam waktuyang singkat dan pasien dapat
segera ditangani.
US Food And Drug Administration (FDA) menyetujui tiga jenis
pemeriksaan Rapid Test antara lain OraQuick Advance Rapid, Uni
Gold-Recombigen, Multispot HIV-1 / HIV-2.
a. OraQuick Advance Rapid
Sampel klinik berupa darah vena, ujung jari dan cairan rongga
mulut. Darah dimasukkan ke dalam tabung pengencer yang
mengandung 1 ml larutan buffer lalu dikocok hingga merata,
kemudian dimasukkan alat penguji (strip/carik celup) ke dalam
tabung pengencer tersebut. Cairan oral diperoleh dengan
usapan luar pada gusi luar atas dan bawah, yang langsung
dimasukkan ke dalam tabung pengencer. Antibodi anti-HIV
pada sampel akan mengikat reagen protein A kolloid emas.
Kompleks antibodi HIV-protein kolloid emas akan bereaksi
dengan antigen di membran nitroselulosa yang mengandung
peptida sintetik gp41 (HIV-1) dan gp 36 (HIV-2) yang sesuai

dengan IgG dan akan membentuk warna merah. Garis merah


yang muncul di area kontrol menandakan hasil yang reaktif.
Hasil dibaca dalam waktu 20- 40 menit. Bila pembacaan
kurang dari 20 menit (terhitung mulai carik celup dimasukan ke
dalam tabung pengencer) kemungkinan akan menghasilkan
negatif palsu. Sebaliknya bila pembacaan hasil lebih dari 40
menit akan memberikan hasil positif palsu. Bila tidak timbul
warna merah maka dapat disebut hasil non reaktif.

Antibodi

HIV-1 dan antibodi HIV-2 tidak dapat dibedakan dengan


pemeriksaan ini. Hasil pemeriksaan yang positif lemah pada
harus dipastikan dengan tes EIA atau Western Blot.
b. Uni Gold-Recombigen
Pada pemeriksaan ini menggunakan strip tes.. Adapun langkah
pemeriksaannya yaitu dengan meneteskan satu tetes sampel ke
dalam lubang sampel kemudian menambahkan empat tetes
wash solution dan tunggu selama 10 menit. Hasil positif jika
didapatkan garis merah pada indikator Test. Hasil negatif jika
didapatkan garis merah hanya terbentuk pada indikator Control
saja.
c. Multispot HIV-1/HIV-2
Pemeriksaan ini menggunakan pembacaan identitas setiap titik
pada membran cartridge. Setiap titik mewakili titik Procedural
Control, titik Recombinant HIV-1, titik HIV-2 peptide, dan
titik

HIV-1 peptide. Pembacaan hasil pemeriksaan adalah

sebagai berikut :
Nonreaktif

: hanya titik Procedural control yang

menampilkan warna ungu


HIV-1 Reaktif- Awal Positif

: warna ungu pada titik

Procedural Control, pada titik Recombinant HIV-1 atau


HIV-1 peptide.
HIV-2 Reaktif-Awal Positif

: warna ungu pada titik

Procedural Control dan pada titik HIV-2 peptide.

HIV Reaktif (undifferentiated) Awal Positif : warna ungu


pada semua titik / warna ungu pada titik Procedural
Control- titik Recombinant HIV-1 titik HIV-2 peptide /
warna ungu pada titik Procedural Control-titik HIV-1
peptide- titik HIV-2 peptide.
Tidak valid
: Jika tidak ada warna pada semua titik dan
latar

belakang

pada

membran

catridge

gelap

dan

mengaburkan interpretasi titik maka hasil dikatakan tidak


valid dan perlu dilakukan pengujian ulang. Jika hasil tetap
tidak valid maka dilakukan pengujian ulang dengan sampel
yang baru.
2. Pemeriksaan ELISA (Enzim-Linked Immunosorbent Assay)
Pemeriksaan Enzym Immuno Assay (EIA) adalah

jenis

pemeriksaan penyaring yang efektif dan banyak dipakai untuk


mendeteksi antibody anti HIV karena mempunyai sensitifitas yang
tinggi. Sebagai bahan pemeriksaan dipakai darah, cairan rongga
mulut, atau urine. Umumnya metode EIA mendeteksi antibody
terhadap protein p6 dan gp41 yang merupakan bagian virus HIV.
Hasil pemeriksaan dibandingkan dengan nilai cut off yang didapat
saat pemeriksaan ELISA dilakukan.
Bila nilai sampel lebih kecil dari nilai cut off dianggap non reaktif,
tetapi bila nilai sampel lebih sampel dari nilai cut off, pemeriksaan
diulang kembali (induplicate) dengan memakai sampel yang baru.
Jika hasil pemeriksaan tersebut lebih besar dari nilai cut off berarti
hasil pemeriksaan reaktif terhadap HIV. Bila nilai sampel
mendekati nilai cut off pemeriksaan ulang dilakukan 2-4 minggu
kemudian karena diharapkan dalam periode tersebut antibody yang
terbentuk sudah dapat terdeteksi. Hasil negative palsu dapat terjadi
karena rendahnya titer antibody atau akibat terapi immunosupresi.
Hasil positif palsu dapat terjadi karena kesalahan teknik
pemeriksaan.

3. Western Blot (WB) Assay


Pemeriksaan WB merupakan

metode

setelah

dilakukan

pemeriksaan penyaring misalnya dengan EIA. Pemeriksaan ini


dilakukan untuk uji konfirmasi. Prinsip pemeriksaannya adalah
reaksi antara antibodi anti HIV dengan antigen HIV.
Protein yang berasal dari virus HIV didenaturasi dan selanjutnya
dipisahkan dengan metode elektroforesis dengan menggunakan
(SDS-PAGE). Protein dengan berat molekul besar akan bermigrasi
lambat, sedangkan protein dengan berat molekul ringan akan
bermigrasi lebih cepat. Selanjutnya dari gel, protein ditransfer ke
membran nitroselulose dan direaksikan dengan serum pasien.
Selanjutnya dilakukan visualisasi hingga hasil WB terlihat sebagai
pita. Hasil dinyatakan positif bila terdapat pita sekurang-kurangnya
dua dari antigen berikut ini yaitu, inti (Gag) protein (p24), (env)
glikoprotein (gp41) atau gp 120/160.
4. Indirect Immunofluorescence Assays (IFA)
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan
lebih sedikitdan sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi
Ig dilabel dengan penambahan fluorokrom dan akan berikatan
pada antibodi HIV jika berada pada sampel. Jika slide
menunjukkan fluoresen sitoplasma dianggap hasil positif (reaktif),
yang menunjukkan keberadaan antibodi HIV-1.
b. Uji Virologi
Untuk diagnosis
dikembangkan

infeksi

deteksi

HIV

antigen

selain

deteksi

diantaranya

antibodi

dengan

juga

mengukur

memakai metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi


asamnukleat virus HIV. Dengan pengukuran
darah, dapat dinilai

HIV RNA di dalam

besarnya replikasi virus. Tiap virus HIV

membawa dua kopi RNA. Jika hasil pemeriksaan didapatkan jumlah


HIV RNA sebesar 20 000 kopi per ml maka berarti di dalam tiap
mililiter darah terdapat 10 000 partikel RNA virus dalam plasma yang
dapat diukur secara kuantitatif melalui beberapa cara misalnya PCR,

Branced Chain DNA (b-DNA), dan Nucleid Acid Sequence-Based


Amplification (NASBA).

10

BAB III
PENUTUP

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat


menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel hospes. Virus HIV ini dapat
menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama
sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang
pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang
sangat ringan sekalipun.
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis HIV ada 2
macam yaitu uji imunologi dan uji virologi. Uji imunologi yang digunakan
untuk diagnosis HIV adalah deteksi antibody. Pemeriksaan tersebut terdiri
atas pemeriksaan penyaring dengan metode ELISA dan Rapid, sedangkan
metode Western Blot atau WB digunakan untuk memastikan hasil
pemeriksaan penyaring. Sedangkan untuk uji virologi terdiri dari PCR
(Polymerase Chain Reaction) untuk mendeteksi asam nukleat virus.

11

DAFTAR PUSTAKA
A, Yoveline., R, Wahyuningsih., Y, Kumalawati., S, Sungkar. 2008. Peran Rapid
Oval HIV Tes Dalam Diagnosis Infeksi HIV. Majalah Kedokteran Indonesia.
Durman, Edyana. 2012. Diagnosis Serologi Infeksi Human Immunodeficiency
Virus. Majalah Kedokteran FK UKI 2012 Vol XXVIII No.3. Departemen
Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
GJ, Anderson., Cipolla C, M., RT, Kennedy. 2011. Western Blotting Using
Capillary Electrophoresis. Ann Clinical.
JS, Yeom., JB, Lee., et all. 2006. Evaluation of A New Third Generation ELISA
For The Detection of HIV Infection. Clinical Laboratory of Science.
MA, Pesce., KF, Chow., E, Hod. 2006. HIV Antibody Testing. Clinical Pathology.
S, Khurana., PJ, Norris., et all. 2010. HIV Selectest Enzyme Immunoassay and
Rapid Test. Jakarta : EGC
Sri Harti, Agnes., dkk. 2014.

Pemeriksaan HIV 1 Dan 2 Metode

Imunokromatografi Rapid Test Sebagai Screening Test Deteksi Aids . Jurnal


Kesehatan Masyarakat Daerah Surakarta.

12

LAMPIRAN

Interpretasi Pemeriksaan Multispot HIV-1/HIV-2

13

Langkah Pemeriksaan Uni-Gold Recombigen HIV

Langkah Pemeriksaan Ora-Quick

14

Anda mungkin juga menyukai