Anda di halaman 1dari 103

KARYA ILMIAH AKHIR-NERS (KIA-N)

ANALISA PENERAPAN TERAPI INOVASI SENAM ERGONOMIK


TERHADAP KEKUATAN OTOT DAN MOBILITAS FISIK PADA
PASIEN LANSIA DENGAN STROKE DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS BUKIT GADENG

Oleh :

RAZEKHA SASMITA
NIM. 22901033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKEs MEDIKA SERAMOE BARAT
MEULABOH
2023
LEMBARAN PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Lengkap : Razekha Sasmita

Tempat/Tanggal Lahir : Jambo Keupok / 5 April 1992

NIM : 22901033

Program Studi : Profesi Ners

Asal Institusi : STIKes Medika Seramoe Barat

Dengan ini menyatakan bahwa artikel/tulisan karya saya dengan judul di bawah

ini :

“ Analisa Penerapan Terapi Inovasi Senam Ergonomik Terhadap Kekuatan

Otot Dan Mobilitas Fisik Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah

Kerja UPTD Puskesmas Bukit Gadeng”

Adalah BELUM pernah dipublikasikan di media atau penerbitan manapun

sebelumnya serta tidak mengandung unsur plagiat di dalamnya. Jika di kemudian

hari ditemukan ketidakbenaran informasi, maka saya bersedia menerima sanksi

dan tuntutan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Meulaboh, Desember 2023

Yang membuat pernyatan

RAZEKHA SASMITA

ii
LEMBARAN PERSETUJUAN

Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) Ini Telah Disetujujui Untuk Diseminarkan


Dihadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N)
STIKes Medika Seramoe Barat

Pembimbing

Ns. Nurromsyah Nasution, S.Kep., M.K.M


NIDN. 1328029601

Ketua Jurusan Ners


STIKes Medika Seramoe Barat

Ns. Rizki Andriani, S.Kep., M.Kep


NIDN. 1307038901

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKEs MEDIKA SERAMOE BARAT
MEULABOH
2023

iii
LEMBARAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) Ini Telah Diseminarkan Dan Mampu


Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Karya Ilmiah Akhir-Ners
(KIA-N) STIKes Medika Seramoe Barat

Pembimbing Ns. Nurromsyah Nasution, S.Kep., M.K.M


NIDN. 1328029601 ..........................
Penguji 1 Ns. Orita Satria, S.Kep., M.Kep
NIDN. 1311099102 ..........................
Penguji 2 Ns. Fitri Apriani, S.Kep., M.Kep
NIDN. 1306089102 ..........................

Mengetahui Mengetahui
Ketua STIKes Medika Seramoe Barat Ketua Jurusan Ners
STIKes Medika Seramoe Barat

Siti Damayanti, S.ST., M.Keb Ns. Rizki Andriani, S.Kep., M.Kep


NIDN. 1324039101 NIDN. 1307038901

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKEs MEDIKA SERAMOE BARAT
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

iv
LEMBARAN PERSEMBAHAN

Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini saya persembahkan kepada :

1. Orang tua saya, yang telah memberikan dukungan dan senantiasa memberikan

semangat serta do’a kepada putrinya.

2. Kakak dan adik saya yang telah memberikan semangat dan semoga kita semua

menjadi anak yang membanggakan kedua orang tua.

3. Ibu Ns. Nursenamsyah Nasution, S.Kep., M.K.M terimakasih atas waktu, ilmu

dan kesabaranya dalam membimbing hingga penulis dapat menyelesaikan

Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini.

4. Semua dosen di prodi profesi Ners STIKes Seramoe Barat yang telah

memberikan ilmu kepada saya.

5. Yayasan Payung Negeri Aceh Darussalam dan semua responden yang bersedia

berpartisipasi dalam Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini.

6. Seluruh teman-teman prodi profesi Ners STIKes Seramoe Barat, terimakasih

atas semua dukungan, pertemanan dan motivasi semua.

Salam Bahagia

RAZEKHA SASMITA

v
ANALISA PENERAPAN TERAPI INOVASI SENAM ERGONOMIK
TERHADAP KEKUATAN OTOT DAN MOBILITAS FISIK PADA
PASIEN LANSIA DENGAN STROKE DI WILAYAH KERJA UPTD
PUSKESMAS BUKIT GADENG

ABSTRAK

Latar Belakang: Lansia dengan penyakit stroke mengalami gangguan


immobilisasi fisik dan seharusnya melakukan latihan aktif atau melakukan
berbagai terapi agar tidak terjadi penurunan rentang gerak pada lansia maupun
penurunan kekuatan otot lansia dengan melakukan senam ergonomik
Tujuan: Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memaparkan hasil asuhan
keperawatan pada lansia dengan masalah penurunan kekuatan otot dan mobilitas
fisik dengan penerapan senam ergonomik.
Metode: Desain studi kasus dengan penelitian deskriptif berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi, jumlah responden 1 orang. Teknik senam ergonomik
dilakukan sebanyak 3 kali selama 3 hari rawatan.
Hasil Asuhan Keperawatan: Hasil evaluasi akhir penerapan terapi inovasi
senam ergonomik memperlihatkan kemajuan anggota gerak. Dimana pasien
sedikit bisa menggerakkan ekstremitas. Kemajuan lainnya adalah nyeri yang
dirasakan pasien saat bergerak sudah berkurang.
Rekomendasi :Terapi senam ergonomik ini dapat diterapkan pada pasien lansia
dengan stroke yang mengalami masalah penurunan kekuatan otot dan mobilitas
fisik selain menggunakan tindakan farmakologi

Kata Kunci: lansia, kekuatan otot, mobilitas fisik, senam ergonomik

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis masih bisa

menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) “ Analisa Penerapan Terapi

Inovasi Senam Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot Dan Mobilitas Fisik

Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas

Bukit Gadeng” Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini merupakan salah satu

syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Ners di STIKes Medika

Seramoe Barat.

Penulis menyadari penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. H. T. Syamsul Bahri, selaku Ketua Yayasan Payung Negeri Aceh

Darussalam.

2. Ibu Siti Damayanti, S.ST., M.Keb Selaku Ketua STIKes Medika seramoe

Barat.

3. Ibu Nadia Rizka, S.Tr.Keb., M.Keb Selaku Wakil Ketua II STIKes Medika

Seramoe Barat

4. Ibu Ns. Fitri Apriani, M.Kep Selaku Wakil Ketua I STIKes Medika Seramoe

Barat

vii
5. Ibu Ns. Nursenam ergonomiksyah Nasution, S.Kep., M.K.M Selaku Wakil

Ketua III STIKes Medika Seramoe Barat

6. Ibu Ns. Rizki Andriani, S.Kep., M.Kep Selaku Ketua Jurusan Ners STIKes

Medika seramoe Barat.

7. Ns. Nurromsyah Nasution, S.Kep., M.K.M, selaku Dosen Pembimbing yang

telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan

kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan

masyarakat kiranya kesejahteraan dilimpahkan Allah SWT kepada kita semua.

Meulaboh, Januari 2023

RAZEKHA SASMITA

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

LEMBARAN PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ........................ ii

LEMBARAN PERSETUJUAN .................................................................... iii

LEMBARAN PENGESAHAN...................................................................... iv

LEMBARAN PERSEMBAHAN .................................................................. v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 6

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 6

1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................... 6

1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................... 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................... 8

2.1 Konsep Stroke ............................................................................... 8

ix
2.1.1 Defenisi Stroke .................................................................... 8

2.1.2 Etiologi ................................................................................ 8

2.1.3 Manifestasi Klinis ............................................................... 10

2.1.4 Patofisiologi ........................................................................ 11

2.1.5 Pathway ............................................................................... 12

2.1.6 Penatalaksanaan .................................................................. 13

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang....................................................... 15

2.1.8 Komplikasi .......................................................................... 15

2.2 Konsep Dasar Masalah Keperawatan ............................................ 16

2.2.1 Pengertian ............................................................................ 16

2.2.2 Data Mayor dan Minor ........................................................ 16

2.2.3 Faktor Penyebab .................................................................. 17

2.2.4 Penatalaksanaan .................................................................. 18

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ......................................................... 21

3.1 Pengkajian ..................................................................................... 21

3.2 Diagnosa ........................................................................................ 31

3.3 Intervensi ....................................................................................... 31

3.4 Implementasi dan Evaluasi............................................................ 36

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 41

4.1 Pengkajian ..................................................................................... 41

4.2 Diagnosa Keperawatan .................................................................. 42

4.3 Intervensi Keperawatan ................................................................. 42

4.4 Implementasi ................................................................................. 44

x
4.5 Evaluasi ......................................................................................... 45

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 46

5.1 Kesimpulan.................................................................................... 46

5.2 Saran .............................................................................................. 46

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 48


BIODATA PENULIS ..................................................................................... 51
LAMPIRAN .................................................................................................... 52

DAFTAR TABEL

xi
Tabel 2.1 Data Mayor dan Minor ..................................................................... 16

Tabel 3.1 Data Fokus ....................................................................................... 29

Tabel 3.2 Analisa Data ..................................................................................... 30

Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan.................................................................... 31

Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan dan Evaluasi ........................................ 36

DAFTAR GAMBAR

xii
Gambar 2.1 Pathway ........................................................................................ 12

DAFTAR LAMPIRAN

xiii
Lampiran 1 Lembar Persetujuan ...................................................................... 52

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit degeneratif masih menjadi ancaman serius yang perlu dihadapi

seseorang dalam menghadapi usia senja. Pada tahun 2019, populasi lansia di

dunia yang berumur lebih dari 60 tahun berjumlah 703 juta, meningkat pesat

dengan persentase 6 % pada tahun 1990 menjadi 9 % di tahun 2019,

pertumbuhan ini akan terus meningkat dan turut menyumbang jumlah populasi

lansia di dunia (Departement of Economic and Social Affairs Population

Division, 2019). Sedangkan untuk persentase lansia di Indonesia mencapai 9,7 %

atau berjumlah 25,9 juta jiwa, adapun presentase lansia diisi oleh lansia muda

sebanyak 63,82 % (kelompok usia 60-69 tahun), lansia madya (kelompok usia

70-79 tahun) sebesar 27,68 % dan lansia tua (kelompok usia >80 tahun) sebesar

8,5 % (Badan Pusat Statistik, 2019). Sedangkan persentase lansia di Provinsi

Aceh mencapai 8,2 % atau berjumlah 432.627 jiwa, Untuk Kabupaten Aceh

Selatan, jumlah lansia tahun 2020 berjumlah 22.855 jiwa yang diisi oleh

kelompok usia 60 – 74 tahun dan > 74 tahun (Data Konsolidasi Bersih Provinsi

Aceh, 2020).

Proses menua adalah suatu proses dimana kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh mulai menurun.

Proses menua ini berjalan seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya

1
usia seseorang. Di usia senja pada umumnya aktivitas dengan beban yang berat

berangsur-angsur menurun sehingga fungsi organ-organ tubuh mulai menurun

akibat dari proses penuaan. Hal ini mengakibatkan lansia lenih mudah terserang

penyakit bahkan berujung penurunan kondisi anatomis sehingga mengakibatkan

kematian. Penyakit yang biasanya diderita oleh lansia pun beragam diantaranya

adalah hipertensi dan keluhan musculoskeletal dibandingkan dengan remaja

maupun orang dewasa (Dewi et al., 2019).

Proses penuaan tidak hanya dapat menyebabkan menurunnya elastisitas

pembuluh darah, namun juga dapat menyebabkan menurunnya massa otot yang

menyebabkan terjadinya nyeri pada otot dan gangguan mobilitas yang dikenal

dengan istilah keluhan muskuloskeletal. Nyeri tersebut berasal dari sistem

muskuloskeletal, yang terdiri atas jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen,

tendon dan bursa. Keluhan yang berasal dari jaringan lunak khususnya otot

paling sering terjadi dibandingkan dengan tulang dan sensi. Menua tidak lepas

dari menurunnya fungsi organ secara signifikan sehingga perlu adanya

pengobatan alternatif untuk dapat mengurangi keluhan tersebut tanpa

menimbulkan efek samping (Dewi et al., 2019).

Menurut World Health Organization, stroke merupakan tanda-tanda

klinis yang berkembang secara cepat dari gangguan fungsi serebral fokala atau

global, berlangsung lebih dari 24 jam atau hingga menyebabkan kematian serta

terjadi tanpa penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke terjadi ketika aliran

darah ke otak hilang akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak

sehingga terjadi kekurangan oksigen dan kematian mendadak beberapa sel otak

2
Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah penyakit jantung

iskemik dan penyebab kecacatan ketiga di dunia . Menurut WHO tahun 2018

sekitar 7,75 juta orang meninggal karena stroke di dunia (WHO, 2018).

Jumlah penderita stroke di Indonesia menduduki peringkat pertama

sebagai negara terbanyak yang mengalami stroke di seluruh Asia. Berdasarkan

data dan hasil dari Riskesdas 2018, prevalensi penyakit stroke di Indonesia

meningkat yaitu 10,9 %. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosa oleh tenaga

kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (50,2 %) dan terendah pada kelompok

usia 15-24 tahun (0,6 %), prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin yaitu lebih

banyak pada laki-laki (11 %) dibandingkan perempuan (10,9 %), sedangkan

berdasarkan tempat tinggal prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (12,6 %)

dibandingkan perdesaan (8,8 %), untuk prevalensi stroke tertinggi di Indonesia

terdapat di Provinsi Kalimantan Timur (14, 7 %) dan terendah di Provinsi Papua

(4,1 %) (Kemenkes RI, 2019).

Sedangkan jumlah kasus stroke berdasarkan Surveilans Penyakit Tidak

Menular (PTM) 2022 di Provinsi Aceh sebanyak 12.303 jiwa. Angka tersebut

meningkat dibandingkan 2021 hanya 11. 210 orang (Dinas Kesehatan Aceh,

2022).

Pengaruh lain dari keterbatasan mobilitas adalah gangguan metabolisme

kalsium dan gangguan mobilitas sendi. Immobilisasi dapat mempengaruhi fungsi

otot dan skeletal sehingga otot dari 5 bisa menjadi 3 bahkan 0. Akibat

pemecahan protein pada otot, pasien mengalami kehilangan massa tubuh yang

membentuk sebagian otot. Oleh krena itu penurunan massa otot tidak mampu

3
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Lansia yang terkena

penyakit stroke mengalami gangguan immobilisasi fisik dan seharusnya

melakukan latihan aktif atau melakukan berbagai terapi agar tidak terjadi

penurunan rentang gerak pada lansia maupun penurunan kekuatan otot lansia.

Bebrapa latihan fisik yang dapat diberikan pada pasien stroke yaitu latihan

pemanasan untuk kedua tangan, latihan untuk telapak tangan yang lumpuh,

latihan untuk kaki yang lumpuh dan melakukan terapi komplementer berupa

senam Ergonomik.

Gerakan yang terkandung dalam senam ergonomik adalah gerakan yang

sangat efektif, efisien dan logis karena rangkaian gerakannya merupakan

rangkaian gerak yang dilakukan manusia sejak dulu sampai saat ini. Gerakan-

gerakan senam ergonomik merupakan gerakan yang sesuai dengan kaidah

kaidah penciptaan tubuh dan gerakan ini diilhami dari gerakan shalat. Senam

ergonomik merupakan senam yang dapat langsung membuka, membersihkan

dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh seperti sistem kardiovaskuler,

kemih dan reproduksi. Penelitian yang dilakukan oleh Abrianto et al. (2022)

menunjukkan penerapan terapi aktifitas senam ergonomik dapat meningkatkan

kekuatan otot dan mobilitas fisik pada lansia.

Hasil observasi awal yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas

Bukit Gadeng Aceh Selatan, penyakit stroke merupakan penyakit dengan jumlah

penderita yang banyak yang sedang di tangani oleh puskesmas Bukit Gadeng.

Terapi yang sering dilakukan oleh penderita stroke di wilayah kerja Puskesmas

Bukit Gadeng kebanyakan masih melakukan senam ergonomik aktif maupun

4
senam ergonomik di bantu oleh keluarga untuk enguatkan otot pada penderita

stroke serta mencegah kekakuan pada otot serta sendi dan belum terdapat lansia

menggunakan terapi komplementer seperti melakukan senam ergonomik yang

manfaatnya sangat banyak untuk tubuh lansia sendiri. Oleh karena itu, terapi non

farmakologi lebih diutamakan karena diyakini lebih aman dan memberikan efek

positif. Banyak dari penderita yang belum mengetahui dengan jelas tentang

pengobatan non farmakologi dengan melakukan senam ergonomik untuk

meningkatkan mobilitas dan kekuatan otot lansia dengans stroke.

Lansia dengan post stroke yang seluruh aktivitasnya di bantu oleh

keluarga sendiri memiliki ketergantungan penuh pada keluarganya sehingga

tidak ada kemauan mandiri untuk melakukan kegiatan sehari-hari sehingga bisa

membuat kekuatan otot lansia menurun dan mobilitasnya terganggu jika orang

terdekat atau keluarga tidak membantunya untuk bergerak maupun beraktivitas.

Sehingga disarankan kepada keluarga untuk memandirikan lansia post stroke

untuk melakukan aktivitas dan mobilitasnya secara mandiri untuk menguatkan

kekuatan otot tetapi dengan pengawasan penuh oleh keluarga.

Dari latar belakang dan penjelasan manfaat senam ergonomik diatas

menunjukkan bahwa senam ergonomik dapat membuka dan mengaktifkan

sitem-sistem tubuh sehingga dapat melancarkan peredaran darah serta membantu

meningkatkan kekuatan otot, maka penulis tertarik untuk melakukan intervensi

keperawatan menggunakan terapi komplementer dengan judul ” Analisa

Penerapan Terapi Inovasi Senam Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot Dan

5
Mobilitas Fisik Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah Kerja UPTD

Puskesmas Bukit Gadeng ”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah serta penjelasan diatas maka

rumusan masalah pada karya ilmiah ners ini adalah Analisa Penerapan Terapi

Inovasi Senam Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot Dan Mobilitas Fisik Pada

Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bukit

Gadeng.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui peningkatan kekuatan otot dan mobilitas dari

pemberian terapi inovasi senam ergonomik pada lansia dengan stroke.

1.3.2 Tujuan Khusus

1) Mengukur tingkat mobilitas fisik sebelum dan sesudah pemberian terapi

senam ergonomik pada pasien lansia dengan stroke non hemorogik.

2) Mengukur tingkat kekuatan otot sebelum dan sesudah pemberian

terapi senam ergonomik pada pasien lansia dengan stroke non

hemorogik.

3) Menganalisis hasil penerapan terapi inovasi senam ergonomik

terhadap kekuatan otot dan mobilitas fisik pada pasien lansia dengan

stroke di wilyah kerja UPTD Puskesmas Bukit Gadeng.

6
1.4 Manfaat Penulisan

1. Penulis

Bagi penulis sendiri diharapkan dapat menambah ilmu serta wawasan yang

lebih luas lagi mengenai terapi non farmakologi untuk stroke dengan

modifikasi gaya hidup sehingga dapat dijadikan masukan dalam melihat

perbedaan ilmu teori dengan praktik di lapangan.

2. Puskesmas

KIAN ini dapat dijadikan salah satu terapi non farmakologi bagi penderita

stroke di wilayah kerja UPTD Puskesmas Bukit Gadeng untuk membantu

meningkatkan mobilitas serta kekuatan otot dalam rangka menjaga kesehatan.

3. Pasien

Hasil KIAN ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada pasien

tentang manfaat pemberian terapi inovasi senam ergonomik untuk

meningkatkan mobilitas dan kekuatan otot pada lansia dengan stroke dan

pentingnya modifikasi gaya hidup sehat dengan pengaturan pola makan atau

aktivitas ringan untuk menjaga kesehatan tubuh baik dimasa sekarang atau

untuk masa mendatang sehingga dapat diterapkan secara teratur.

4. Institusi pendidikan

Hasil KIAN ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga pendidikan

terutama sekali bagi mahasiswa keperawatan agar dapat mengembangkan

intervensi dalam meningkatkan mobilitas dan kekuatan otot pada lansia

dengan stroke.

7
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Stroke

2.1.1. Pengertian

Stroke merupakan suatu keadaan dimana sel-sel otak mengalami kerusakan

karena kekurangan oksigen yang disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah ke

otak. Kekurangan oksigen pada beberapa bagian otak dapat menyebabkan gangguan

fungsi pada bagian tersebut (Pratiwi et al, 2019).

Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau

global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke

disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-traumatik (Siregar et al., 2019).

Stroke terjadi ketika pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak

tersumbat oleh gumpalan atau pecah. Ketika itu terjadi, bagian dari otak tidak bisa

mendapatkan darah dan oksigen yang dibutuhkannya, sehingga sel-sel otak itu mati

(AHA, 2020).

2.1.2. Etiologi

a. Stroke Iskemik

Stroke iskemik (non hemorogik) terjadi bila pembuluh darah yang memasok

darah ke otak tersumbat. Jenis stroke ini yang paling umum (hampir 90% stroke adalah

8
iskemik). Gejala stroke iskemik ini dapat bervariasi pada seseorang yang

mengalaminya, tergantung pada lokasi arteri dibagian otak yang terpengaruh.

Gejala tersebut meliputi:

1) Kelemahan pada bagian bawah wajah secara tiba-tiba.

2) Kelemahan di lengan atau tungkai secara tiba-tiba.

3) Kesemutan atau mati rasa pada wajah, lengan atau tungkai.

4) Kesulitan bicara atau memahami pembicaraan.

5) Kehilangan penglihatan, pengelihatan menjadi kabur, atau gangguan lapangan

penglihatan

6) Kehilangan keseimbangan tubuh

7) Sakit kepala hebat tiba-tiba.

b. Stroke hemoragik

Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor atau pecah

didalam atau sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang di

tuju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya sehingga

mengganggu atau mematikan fungsinya.

Gejala stroke hemoragik meliputi:

1) Sakit kepala hebat tiba-tiba

2) Kejang tanpa Riwayat kejang sebelumnya.

3) Kelemahan dilengan atau kaki

4) Mual atau muntah

5) Penurunan kesadaran

9
6) Gangguan pengelihatan

7) Kesemutan atau mati rasa

8) Kesulitan bicara atau memahami pembicaraan

9) Kesulitan menelan

10) Kesulitan menulis atau membaca

11) Kehilangan keterampilan motoric (gerak) halus.

12) Kehilangan keseimbangan tubuh.

13) Kelainan pada rasa pengecapan.

14) Kehilangan kesadaran.

2.1.3. Manifestasi Klinis

Manifestasi stroke non hemoragik antara lain : (Rendy dan Margareth, 2019)

a) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang timbul

mendadak)

b) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan hemisensorek)

c) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, ataupun

koma)

d) Afasia (tidak lancer atau tidak dapat berbicara)

e) Disartria (bicara cadel atau pelo)

f) Gangguan pengelihatan (hemianopia/ monokuler/ diplopia)

g) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)

h) Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala)

10
2.1.4. Patifisiologi

Menurut Fanning dkk. (2014) dalam Haryono & Utami (2019), Stroke non

hemoragik atau stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan oleh penimbunan lemak atau

kolesterol yang meningkat dalam darah yang disebabkan oleh oklusi cepat dan

mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Kejadian

kematian sel di otak karena penurunan asupan oksigen yang disebabkan oleh thsenam

ergonomikbus dan emboli. Thsenam ergonomikbus atau penyumbatan seperti

aterosklerosis. Penumpukan plak atau lemak pada pembuluh darah dapat membuntu

jalannya aliran darah ke otak. Hal ini menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan

membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia.

Emboli terjadi karena adanya pecahnya klop yang berasal dari luar otak dan dapat

membuntu pembuluh darah di otak.

Pada pasien penyakit jantung maka klop terjadi atau terbentuk di ventrikel

jantung. Apabila jantung memompa, klop dapat ikut aliran darah dan membuntu aliran

darah ke sel otak yang menyebabkan kematian sel karena penurunan asupan oksigen

dan nutrisi. Defisit neurologis dari stroke non hemoragik juga terjadi sumbatan yang

menyebabkan kekakuan pembuluh darah atau vasospasme. Kerusakan jaringan otak

akibat oklusi atau tersumbatnya aliran darah mengakibatkan jaringan kekurangan

oksigen dan glukosa yang pada akhirnya sel otak akan mengalami nekrosis atau

kematian.

Penyumbatan pembuluh darah otak dan terjadi hambatan pada aliran darah di

otak dapat menurunkan suplai darah dan oksigen ke otak, menyebabkan penurunan

11
fungsi motorik dan musculoskeletal, kelemahan pada satu sisi atau keempat anggota

gerak, hemiparase atau hemiplegia dan akan menyebabkan gangguan mobilitas fisiknya

terganggu serta tirah baring yang lama dapat mengangkat resiko luka tekan atau

dekubitus.

2.1.5. Pathway

Pathway Stroke Non Hemoragik

Kolesterol
Kolesterol yang
yang meningkat
meningkat dalam
dalam
Etiologi/Faktor
Etiologi/Faktor Penyebab
Penyebab
darah (penimbunan
darah (penimbunan lemak)
lemak)

Lemak
Lemak yang
yang sudah
sudah nekrotik
nekrotik &
&
berdegenerasi
berdegenerasi

Menjadi
Menjadi kapur/mengandung
kapur/mengandung
Ateriosklerosis
Ateriosklerosis kolesterol
kolesterol dengan
dengan infiltrasi
infiltrasi limfosit
limfosit
(trombus)
(trombus)

Thrombus/emboli
Thrombus/emboli di
di cerebral
cerebral

Proses
Proses metabolisme
metabolisme dalam
dalam otak
otak
Stroke
Stroke Non
Non Hemorogik
Hemorogik terganggu
terganggu

Suplai
Suplai darah
darah &
& O2
O2 ke
ke otak
otak menurun
menurun

Disfungsi
Disfungsi N.XI
N.XI (assesoris)
(assesoris)

Fungsi
Fungsi motorik
motorik &
& musculoskeletal
musculoskeletal
menurun
menurun

Kelemahan
Kelemahan pada
pada satu/keempat
satu/keempat
anggota
anggota gerak
gerak

Gangguan
Gangguan Mobilitas
Mobilitas Fisik
Fisik Hemiparase/plegi
Hemiparase/plegi kanan
kanan &kiri
&kiri

Sumber: Nanda Nic Noc, 2015


Gambar 2. 1 Pathway

12
2.1.6 Penatalaksanaan
Rencana keperawatan yang direkomendasikan antara lain :

a) Dokumentasikan kondisi pasien dan kaji secara menyeluruh, termasuk adanya

gangguan, status penyakit lainnya, komplikasi, perubahan status dan status

fungsional sebelum stroke.

b) Mulai aktivitas fisik segera setelah kondisi medis pasien stabil. Hati-hati pada saat

mobilisasi dini pada pasien dengan penurunan neurologis yang progresif, perdarahan

subarachnoid dan intraserebral, hipotensi ortostatik, infark miokard akut atau deep

vein thsenam ergonomikbosis (DVT) akut.

c) Berikan bantuan dalam mengendalikan fungsi kesehatan selama seluruh tahapan

pengobatan.

d) Cegah komplikasi, termasuk emboli paru, aspirasi, kerusakan kulit, infeksi saluran

kencing, jatuh, kelemahan otot dan kontraktur, cedera bahu dan kejang.

e) Cegah stroke berulang dengan mengontrol faktor-faktor resiko yang bisa

dimodifikasi.

f) Lakukan pengkajian sepanjang masa akut dan rehabilitasi.

g) Gunakan alat ukut evaluasi yang standar dan bisa diandalkan.

h) Evaluasi untuk waktu awal rehabilitasi selama tahap akut.

i) Pilih program individu atau unterdisiplin berdasarkan kebutuhan pasien dan

keluarganya, kesuksesan dari program membutuhkan dukungan penuh dan partisipasi

aktif dari pasien dan keluarganya, dari awal perawatan keluarga sudah dilibatkan.

13
j) Pilih program rehabilitasi lokal yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan pasien

dan keluarganya (Black,J.M, & Hawks, 2014).

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stroke atau

stroke berulang adalah dengan mengendalikan gaya hidup dan faktor resiko antara lain

berhenti merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam diet,

berolahraga, menghentikan minum beralkohol dan tidak mengkonsumsi obat-obatan

terlarang (Center, 2017).

Tata laksana pasien stroke bergantung pada fase stroke yang dialami oleh pasien.

Fase ini dibedakan menjadi fase akut dan pasca akut.

a. Fase akut

Pada fase akut ini sasaran pengobatan yaitu menyelamatkan neuron yang cedera agar

tidak terjadi nekrosis serta agar proses patologis lainnya yang menyertai tidak

mengganggu/mengancam fungsi otak (Damawiyah, 2015). Fokus penatalaksanaan

pada fase ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat

(Smeltzer, S.C.,& Bare, 2013).

b. Paska akut

Tatalaksana paska akut dimulai setelah kondisi klinis pasien telah stabil yaitu 48 jam

sampai 72 jam setelah serangan stroke adekuat (Smeltzer, S.C.,& Bare, 2013).

Edema srebral pada pasien stroke paska akut umumnya mereda dan gejala sisa telah

dapat diidentifikasi (Black, J. M & Hawks, 2014). Penatalaksanaan stroke paska akut

bertujuan untuk pemulihan keadaan dan mengurangi derajat ketidakmampuan

(Damawiyah, 2015).

14
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rendy dan Margareth (2012) mengatakan pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus stroke non hemoragik untuk menegakkan diagnose sebagai
berikut:
a) Pemeriksaan radiologi sistem saraf
1) CT (Computerized Tomography) Scan memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark.
2) Angiografi membantu menentukan penyebabkan stroke secara spesifik seperti
pendarahan, obstruksi arteri, oklusi/rupture.
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukan adanya tekanan yang abnormal
dan biasanya ada thsenam ergonomikbosis, emboli TIA, tekanan meningkat dan
cairan mengandung darah menunjukan hemoragik subarachonis/pendarahan
intracranial.
4) EEG (Electro Ecefallogfhafy) mengidentifikasi masalah dasar didasarkan pada
gelombang otak atau mungkin memperlihatkan kesi yang spesifik.
b) Laboratorium
1) Darah
2) Urine
3) Cairan serebrospinal

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi penyakit Stroke Non Hemoragik antara lain: (Wijaya dan Putri, 2013)

a. Berhubungan dengan immobilisasi

1) Infeksi pernafasan

2) Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan

3) Konstipasi

4) Tsenam ergonomikboflebitis

15
b. Berhubungan dengan mobilisasi

1) Nyeri pada daerah punggung

2) Dislokasi sendi

c. Berhubungan dengan kerusakaan otak

1) Epilepsy

2) Sakit kepala

3) Kraniotomi

2.2 Konsep Dasar Masalah Keperawatan

2.2. 1 Pengertian

Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam gerakan fisik yang

terjadi pada satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017).

Menurut Syabariyah et al., (2020) gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah

keadaan dimana seseorang memiliki keterbatasan gerak secara mandiri dan terarah yang

terjadi pada ekstremitas bawah.

2.2.2 Data Mayor dan Minor

Tabel 2.1.Data Mayor dan Minor

Gejala dan Tanda Subjektif Objektif


Mayor 1. Mengeluh sakit 1.Tampak kekuatan
menggerakkan ekstremitas otot menurun
2.Rentang gerak
(ROM) menurun
Minor 1. Nyeri saat bergerak 1. Tampak sendi kaku
2. Enggan melakukan 2. Gerakan tidak

16
pergerakan terkoordinasi
3. Merasa cemas saat 3. Gerakan terbatas
bergerak fisik melemah

2.2.3 Faktor Penyebab

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) faktor penyebab diagnosis

keperawatan gangguan mobilitas fisik meliputi kerusakan integritas struktur tulang,

perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan

kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekuatan sendi, kontraktur, malnutrisi,

gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuskular, indeks massa tubuh diatas

persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan gerak, nyeri,

kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif,

keengganan melakukan pergerakan dan gangguan sensoripersepsi.

Menurut Tejo Saksono et al., (2022) gangguan pergerakan terjadi akibat

kelemahan otot, menurunnya kekuatan otot dan ketidakmampuan untuk bergerak akibat

kerusakan sistem saraf di otak, serta kekakuan pada otot dan persendian yang dapat

mengganggu pasien pasca stroke untuk melakukan aktivitas secara mandiri.

Penyebab gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke yaitu gangguan

neuromuskular (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Gangguan neuromuskular

merupakan suatu kondisi progresif yang dikarakteristikkan dengan degenerasi saraf

motorik di bagian korteks, inti batang otak dan sel kornu anterior pada medulla spinalis

sehingga hubungan antara sistem saraf dan otot akan terganggu. Hal ini menyebabkan

terjadinya kram, kesemutan, nyeri dan masalah pergerakan sendi (Hidayah et al, 2022).

17
2.2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan mobilitas fisik pada pasien stroke non hemoragik

dapat dilakukan dengan cara mobilisasi atau rehabilitasi sedini mungkin ketika keadaan

pasien membaik dan kondisinya sudah mulai stabil. Mobilisasi atau rehabilitasi dini di

tempat tidur dilakukan khususnya selama beberapa hari sampai minggu setelah terkena

stroke (Nugraha, 2020).

Salah satu program rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke dengan

gangguan mobilias fisik yaitu latihan pemanasan untuk kedua tangan, latihan untuk

telapak tangan yang lumpuh, latihan untuk kaki yang lumpuh dan melakukan terapi

komplementer berupa senam ergonomik (Abrianto et al., 2022).

Dalam penerapan senam ergonomik pada pasien dengan stroke langkah-langkah

yang dilakukan yaitu :

a. Mengkaji dan mengukur skala mobilitas pasien

b. Menjelaskan tujuan dan prosedur intervensi kepada pasien

c. Memberikan intervensi senam ergonomik sebanyak 3 x dalam seminggu selama 2

minggu

d. Mengobservasi dan mengevaluasi hasil senam dengan mengukur kembali skala

mobilitas dan kekuatan otot pasien

Implementasi yang dilakukan yaitu penerapan inovasi senam ergonomik pada

pasien dengan stroke pada karya ilmiah ini didasari oleh Evidence Based Nursing

Practice. Pencarian artikel ditetapkan dengan menggunakan jurnal yang sudah

terpublikasi baik nasional maupun international dengan batasan tahun terbit 2019

18
sampai dengan 2023 atau 5 tahun terakhir. Pencarian jurnal dilakukan melalui Science

Direct, EBSCOhost, Google Scholar, dan PubMed. Hasil pencarian melalui pilihan

advanced search didapatkan total sebanyak 4 artikel yang relevan dengan rentang tahun

terbit kurang dari 5 tahun dengan tipe artikel.

Setelah menganalisa artikel yang sudah ditemukan, penulis menyajikan data :

1. Nurhayati et al., (2023) dengan judul ” Penerapan Terapi Aktivitas Senam

Ergonomik Pada Lansia Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Gangguan

Mobilitas Fisik Di UPT PSTW Jombang ”. Hasil analisa yang didapat adalah sampel

: 2 orang , intervensi : terapi aktivitas senam ergonomik dilakukan 6x24 jam,

comparation: Tidak dilakukan , outcome: Pemberian terapi aktivitas senam

ergonomik dapat menjadi terapi alternatif untuk menurunkan tekanan darah serta

untuk mengurangi mudah kelelahan saat beraktivitas pada lansia., time : Tanggal 20-

25 Februari 2023.

2. Prastiwi dan Wahyuningtyas (2023) dengan judul ” Terapi Aktivitas Senam

Ergonomik Untuk Meningkatkan Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werda

Griya Asih Lawang Kabupaten Malang ”. Hasil analisa yang didapat adalah sampel :

2 orang , intervensi : terapi aktivitas senam ergonomik dilakukan 20 menit setiap

pagi hari selama 12 hari, comparation: Tidak dilakukan , outcome: Terapi aktivitas

senam ergonomik meningkat kemampuan fungsional pada aspek fisik, sosial, mental,

dan emosi, time : Tanggal 13-25 Februari 2023.

3. Dewi et al., (2019) dengan judul ” Senam Ergonomik Menurunkan Keluhan

Muskuloskeletal Dan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipertensi Di Panti

19
Sosial Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng ”. Hasil analisa yang didapat adalah

sampel : 36 orang , intervensi : terapi aktivitas senam ergonomik 3x dalam 1 minggu

selama 2 minggu sehingga didapatkan 6x pendataan, comparation: Tidak dilakukan ,

outcome: Senam ergonomik dapat menurunkan keluhan muskuloskeletal lansia

sebesar 84,29%, time : Desember 2018 sampai dengan Juli 2019.

4. Andri et al., (2019) dengan judul ” Terapi Aktivitas Senam Ergonomik Terhadap

Peningkatan Kemampuan Fungsional Lansia”. Hasil analisa yang didapat adalah

sampel : 25 orang , intervensi : terapi aktivitas senam ergonomik dilakukan 6x24

jam, comparation: Dua kelompok dengan dua perlakuan, kelompok intervensi

dengan maelakukan senam ergonomik, sedangkan kelompok kontrol hanya program

terapeutik rutin, outcome: Distribusi nilai kemampuan fungsional sebelum diberi

intervensi Senam Ergonomis dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks memiliki

nilai minimal 10, maksimal 12. Distribusi nilai kemampuan fungsional setelah diberi

intervensi Senam Ergonomis dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks memiliki

nilai minimal 12, maksimal 15, time : Tahun 2019.

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam proses

keperawatan atau pada langkah awal pendokumentasian keperawatan. Pada pengkajian

ini biasa dilakukan skrining bertujuan untuk menentukan normal atau abnormal yang

selanjutnya akan dipertimbangkan dalam menentukan diagnosa prioritas dalam

keperawatan (NANDA, 2018). Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 18–20

Desember 2023 sehingga data-data yang didapatkan dari Ny.S adalah sebagai berikut:

1. Identitas pasien/ keluarga

a. Data pasien

Nama : Ny.S

Tgl Lahir :14 Juli 1955

Tempat : UPTD Puskesmas Bukit Gadeng

Tgl masuk :18 Desember 2023

Tgl pengkajian :18 Desember 2023

Dx masuk: : Gangguan mobilitas fisik

Alamat : Bukit Gadeng

21
b. Data orang tua

1. Nama Ayah : Tn M (Alm)

Pekerjaan :-

Umur :-

Pendidikan : -

Alamat : Bukit Gadeng

2. Nama Ibu : Ny.R (Alm)

Pekerjaan :-

Umur :-

Pendidikan : -

Alamat : Bukit Gadeng

2. Riwayat Kesehatan

Pasien datang ke Puskesmas pada tanggal 18 Desember 2023 dengan keluhan.

Dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh hasil tekanan darah 170/100mmHg,

frekuensi nadi radialis 80x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit dan suhu aksila

36,5℃, Spo2 90%. setelah dilakukan pemeriksaan , pasien dipastikan mengalami stroke

non hemoragik

3. Riwayat kesehatan saat pengkajian

a. Keluhan utama

Saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri ekstremitas kanan dengan

skala nyeri 5 (0-10), pasien mengatakan nyeri pada ekstremitas kanan, pasien

mengatakan sulit untuk menggerakkan kaki kanannya, gerakan pasien terbatas, klien

22
mengatakan sulit tidur, tidur hanya 2-3 jam/hari, istirahat pasien tidak cukup,

kemampuan aktivitas pasien menurun.

b. Keluhan penyerta

Pasien mengatakan badannya merasa lemas, pasien tidak bisa beraktivitas seperti

biasanya, pasien mengatakan pasien meringis karena rasa nyeri, dan gelisah.

c. Riwayat kesehatan lalu

Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat stroke sebelumnya. Pasien tidak

memiliki riwayat alergi makanan atau obat.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Keluarga pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat

penyakit yang sama yaitu Stroke Non Hemoragik.

GENOGRAM

23
4. Riwayat psikososial – spiritual

Saat dilakukan pengkajian pasien tidak mengalami stress masalah keuangan,

pasien mengatakan bila mengalami stress pasien beristirahat atau bercerita kepada

anaknya. Pasien selalu mendapat support atau dukungan keluarga untuk mengatasi

penyakitnya. Sebelum dan saat sakit pasien berkomunikasi dengan baik, pasien tidak

pernah berobat

ditempat yang bertentangan dengan agama.

5. Lingkungan

Keluarga pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih, terdapat fentilitasi

udara yang baik dan irigasi yang lancar.

6. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan saat sakit

a. Pada pengkajian pola nutrisi

Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit asupan makanan melalui mulut,

nafsu makan baik dengan frekuensi 2-3x/hari, dengan menghabiskan satu porsi

makanan. Namun, pada saat pengkajian pola makan pasien saat sakit tidak memiliki

nafsu makan, asupan makan melalui mulut, makan 1- 3x/hari dengan menghabiskan

setengah dari makannya.

b. Pola cairan

Keluarga pasien mengatakan asupan cairan pasien melalui mulut, pasien minum

air putih 8 gelas/hari dengan volume total 1500- 2000cc/hari . Namun, pada saat

pengkajian asupan cairan pasien melaui mulut, pasien minum air putih 3-4gelas/hari,

pasien terpasang infus RL 20 tpm/menit total 2500cc/hari.

24
c. Pola eliminasi

Buang air kecil (BAK) sebelum sakit 4-5x/hari, saat sakit 1-2x/hari warna urine

kuning jernih dan berbau khas urine. Tidak ada keluhan saaat buang air kecil . Buang air

besar (BAB) sebelum sakit 1x/hari dengan feses berwarna kuning, tekstur lunak

terkadang keras dan berbau khas feses. Saat sakit 1x/hari dengan konsistensi lunak,

feses berwarna kuning dengan bau khas feses.

d. Pola personal hygiene

Sebelum sakit pasien mandi 2x sehari, pagi dan sore . pasien menggosok gigi 2x

sehari pada saat mandi. Pasien mencuci rambut 2-3x sehari dengan mandiri. Namun,

pada saat sakit pasien tidak mandi, hanya dilap 2x sehari pagi dan sore hari, aktivitas

personal hygiene pasien seluruhnya dibantu keluarganya.

e. Pola istirahat dan tidur

Sebelum sakit pasien tidurnya cukup 7-8jam/hari. Dengan waktu tidur siang 1

jam dan malam 5-6jam. Pasien tidak menggunakan obat tidur dan pasien tidak

mengalami kesulitan saat akan tidur. Dan saat sakit pasien merasa kesulitan untuk tidur

hanya 2- 3jam/hari

f. Pola aktifitas dan latihan

Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam hal mandi,

BAB, BAK, dan menggunakan pakaian secara sendiri. Namun, pada saat sakit pasien

tidak melakukan aktivitas, aktivitas pasien dibantu keluarganya karena anggota gerak

pasien sebelah kanan lemah.

25
g. Pola persepsi dan manajemen kesehatan

Keluarga pasien mengatakan cukup paham dengan kondisi yang diderita pasien,

baik faktor risiko, pengobatan maupun perawatannya.

7. Pengkajian fisik

a. Pemeriksaan umum

Tekanan darah 170/100mmHg, frekuensi denyut nadi 80x/menit, frekuensi

pernapasan 20x/menit irama teratur, suhu tubuh 36,5℃, Spo2 90%

b. Pemeriksaan fisik

1) Sistem penglihatan

Pasien dapat melihat dengan jelas, posisi mata simetris, konjungtiva normal,

pergerakan bola mata normal dapat di gerakkan ke kanan ke kiri, kelopak mata normal

dapat membuka dan menutup secara normal, pasien tidak menggunakan alat bantu

penglihatan.

2) Sistem pendengaran

Pasien dapat mendengar dengan baik, telinga pasien simetris, kondisi telinga

bersih, tidak ada penumpukan cairan atau sirumen, pasien tidak menggunakan alat bantu

dengar.

3) Sistem wicana

Pada saat dilakukan pengkajian, pasien bicaranya normal.

4) Sistem pernapasan

Jalan napas pasien tidak mengalami gangguan, pasien tidak menggunakan alat

bantu pernapasan, frekuensi napas 20x/menit dengan irama teratur.

26
5) Sistem kardiovaskuler

Denyut nadi pasien 80x/menit, tidak terdapat kelainan bunyi jantung, pengisian

kapiler Capillary Refill Time (CRT) < 3 detik, kulit teraba hangat, tidak ada nyeri dada.

6) Sistem neurologi

Kesadaran pasien composmetis dengan Glasglow Coma Scale(GCS) E4V5M6,

kekuatan otot :

7) Sistem pencernaan

Pasien tidak mengalami kesulitan dalam menelan, gigi pasien sudah banyak

yang berlubang, pasien tidak ada masalah buang air kecil atau buang air besar, pasien

tidak terdapat nyeri pada bagian perutnya.

8) Sistem imunologi

Pada saat pengkajian pasien tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.

9) Sistem endokrin

Pasien tidak mengalami pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada tanda-tanda

peningkatan kadar gula darah.

10) Sistem urogenital

Pasien tidak terdapat distensi kandung kemih dan tidak ada nyeri pada genital.

11) Sistem integument

Rambut pasien berwarna putih, kuku pasien bersih dan kuat, kulit pasien agak

kering, tidak ada radang dan tidak ada luka pada kulit.

12) Sistem muskuloskeletal

27
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengalami keterbatasan dalam

melakukan aktivitas ringan maupun berat karena anggota gerak kanan pasien lemah.

8. Pemeriksaan penunjang

Pada pasien Stroke Non Hemoragik di lakukan pemeriksaan penunjang yaitu

pemeriksaan laboratorium.

Sgot / Ast : 16 U/L

Sgpt / Als : 30 U/L

Ureum : 90mg/dl

Kreatinin : 9,8 mg/dl

9. Penatalaksanaan medis

Pasien Stroke Non Hemoragik mendapatkan terapi kolaborasi.

Inj.Citicoline 2x500mg iv

Inj. Ketorolac 3x1amp iv

Inj.Mecobalamin3x1ampiv

Inj. Amlodipin 1x10mg iv

Inj. Ondancentron 4mg iv

Na binarbonat 3x1tab iv

9. Data fokus

Dari hasil pengkajian diatas dapat ditemukan data-data yang menjadi masalah

dan keluhan pasien. Adapun data yang ditemukan dapat dilihat pada tebel di bawah ini:

28
Tabel 3.1 Data Fokus

Data subyektif Data objektif


a. Pasien mengatakan nyeri ekstremitas a. Pasien tampak meringis
pada bagian kaki kanan b. Pasien terlihat gelisah
b. Pasien mengatakan sulit untuk c. Tekanan darah meningkat
menggerakkan ekstremitas kanannya d. Rentang gerak pasien menurun
c. Pasien menggatakan enggan e. Gerakan pasien terbatas
melakukan pergerakan f. Fisik pasien lemah
d. Pasien mengatakan sulit tidur g. Semua aktivitas dibantu oleh
e. Pasien mengatakan istirahatnya keluarganya
tidak cukup h. Mata pasien terlihat mengantuk
f. Pasien mengatakan kemampuan i. Skala nyeri 5
beraktivitas menurun j. Pasien tampak berbaring ditempat
tidur
k. Tanda-tanda vital:
Td:170/100mmHg Spo2:90%
N :80x/menit S :36,5℃
Rr:20x/menit
l. Kekuatan otot

10. Analisa Data

Dari hasil pengkajian dan setelah dilakukan pengelompokkan data, selanjutnya

dilakukan analisa data, adapun analisa data dapat dilihat pada tabel berikut :

29
Tabel 3.2 Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


1. Data subjektif: Gangguan Gangguan
1.Pasien mengatakan sulit untuk neuromuskular mobilitas fisik
menggerakan ekstremitas
kanannya
2.Pasien mengatakan enggan
melakukan pergerakan
Data objektif:
1. Rentang gerak pasien menurun
2. Gerakan pasien terbatas
3. Fisik pasien terlihat lemah
4. Pasien tampak berbaring
ditempat tidur
5. Semua aktivitas pasien dibantu
keluarga
6. Kekuatan otot menurun

2. Data subjektif: Agen pencedera Nyeri akut


1. Pasien mengeluh nyeri fisiologis
pada kaki kanannya
Data objektif:
1. Pasien tampak meringis
2. Pasien terlihat gelisah
3. Tekanan darah pasien
meningkat
3. Data subjektif : Hambatan Gangguan

30
1. Pasien mengatakan sulit lingkungan pola tidur
tidur
2. Pasien mengatakan
istirahatnya tidak cukup
3. Pasien mengatakan
kemampuan beraktivitas
menurun
Data objektif :
1. Mata pasien terlihat
mengantuk

3.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan pada studi kasus ini adalah :

1. Gangguan mobilitas fisik

2. Nyeri akut

3. Gangguan pola tidur

3.3 Intervensi

Intervensi yang dilakukan berdasarkan SIKI dan SLKI adalah :

Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (I.06171)
mobilitas fisik intervensi keperawatan Observasi
b.d penurunan selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi adanya nyeri
kekuatan otot mobilitas fisik meningkat atau keluhan fisik lainnya
[D.0054] [L.05042], dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi fisik

31
hasil: melakukan ambulasi
1. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung
membaik dan tekanan darah sebelum
2. Rentang gerak (ROM) memulai ambulasi
membaik 4. Monitor kondisi umum
3. Gerakan terbatas selama melakukan
membaik ambulasi
4. Kelemahan fisik Terapeutik
membaik 1. Fasilitasi aktivitas
5. Kekuatan otot ambulasi dengan alat bantu
membaik (mis: tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik senam
ergonomik
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (senam
ergonomik)
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri [I.08238]
[D.0077] intervensi keperawatan 1. Identifikasi pengaruh nyeri
selama 3 x 24 jam, maka pada kualitas hidup

32
tingkat nyeri menurun 2. Monitor keberhasilan
[L.08066], dengan kriteria terapi komplementer yang
hasil: sudah diberikan
1. Keluhan nyeri menurun 3. Monitor efek samping
2. Meringis menurun penggunaan analgetik
3. Sikap protektif Terapeutik
menurun 1. Berikan Teknik
4. Gelisah menurun nonfarmakologis untuk
5. Kesulitan tidur mengurangi nyeri
menurun (mis:terapi music, terapi
6. Frekuensi nadi pijat, terapi bermain)
membaik 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat

33
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.05174)
Pola Tidur intervensi keperawatan Observasi
[D.0055] selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi pola aktivitas
pola tidur membaik dan tidur
[L.05045], dengan kriteria 2. Identifikasi faktor
hasil: pengganggu tidur (fisik
1. Keluhan sulit tidur dan/atau psikologis)
menurun 3. Identifikasi makanan dan
2. Keluhan sering terjaga minuman yang
menurun mengganggu tidur (mis:
3. Keluhan tidak puas kopi, teh, alcohol, makan
tidur menurun mendekati waktu tidur,
4. Keluhan pola tidur minum banyak air sebelum
berubah menurun tidur)
5. Keluhan istirahat tidak 4. Identifikasi obat tidur yang
cukup menurun dikonsumsi
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
(mis: pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang,
jika perlu

34
3. Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis: pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
6. Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
Tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya

35
3.4 Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

No Hari/Tgl/Jam/
Implementasi Evaluasi
Diagnosa
1. Senin,18 Des Dukungan Ambulasi (I.06171) S:
2023 1. Memonitor kondisi umum 1. Pasien mengeluh
Pukul 09:00 selama melakukan ambulasi sulit mengggerakkan
WIB 2. Melibatkan keluarga untuk ekstremitas
Gangguan membantu pasien dalam 2. Pasien mengatakan
mobilitas meningkatkan ambulasi nyeri saat bergerak
fisik 3. Menganjurkan melakukan O:
ambulasi dini 1. Pasien berbaring
4. Mengajarkan terapi senam ditempat tidur
ergonomik 2. Tampak sulit
menggerakkan kaki
kanan dan tangan
kanannya
3. Kekuatan otot klien

4. Pasien mau
melakukan latihan
senam ergonomik
5. Keluarga tampak
belum bisa
membantu pasien
melatih ambulasi
6. Gerakan pasien
tampak terbatas
7. Fisik pasien tampak
lemah
A:Masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Senin,18 Des Manajemen nyeri [I.08238] S:
2023 1. Mengidentifikasi lokasi, Pasien mengatakan
karaktristik, durasi, nyeri pada ekstremitas
Pukul 09:30 frekuensi, kualitas nyeri kanan, nyeri seperti
WIB 2. Mengidentifikasi skala nyeri ditusuk-tusuk, nyeri
3. Memberikan analgetik pada saat melakukan
Nyeri akut secara tepat seperti Inj. latihan dan berlang

36
Ketorolac, sung 2-3 menit, seba
4. Memonitor tanda –tanda nyak 3x.
vital Td, N, Rr, Spo2, S. O:
1. Pasien tampak
meringis menahan
nyeri
2. Pasien tampak
gelisah
3. Skala nyeri 5
4. Td:170/100mmHg
N :80x/menit
Rr: 20x/menit
Spo2: 90%
S : 36,5℃
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3. Senin,18 Des Dukungan Tidur (I.05174) S:
2023 1. Mengidentifikasi faktor 1. Pasien mengatakan
Pukul 10:00 pengganggu tidur sulit tidur dan tidur
WIB 2. Anjurkan menghindari hanya 2 - 3 jam
Gangguan minuman pengganggu tidur 2. Pasien mengatakan
pola tidur seperti minum kopi istirahat tidak cukup
karena kebisingan
lingkungan dan
pencahayaan terlalu
terang
3. Pasien mengatakan
aktivitasnya menurun
4. Pasien mengatakan
sering meminum
kopi
O:
1. Mata pasien terlihat
mengantuk
A:Masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Selasa,19 Des Dukungan Ambulasi (I.06171) S :
2023 1. Melibatkan keluarga untuk 1. Pasien mengatakan
Pukul 09:00 membantu pasien dalam enggan menggerak
WIB meningkatkan ambulasi kan tubuhnya
Gangguan dengan mengajarkan 2. Pasien mengatakan
mobilitas keluarga untuk melatih nyeri saat bergerak

37
fisik amulasi O:
2. Menganjurkan pasien untuk 1. Pasien tampak
melakukan ambulasi dini berbaring ditempat
berupa senam ergonomik tidur gerakan pasien
tampak terbatas
2. Keluarga pasien
terlihat sudah bisa
membantu
meningkatkan latihan
senam ergonomik
3. Kekuatan otot

A : Masalah sebagian
teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Selasa,19 Des 1. Mengidentifikasi faktor S:
2023 memperberat dan 1. Pasien mengatakan
Pukul 09:30 memperingan nyeri faktor memperberat
WIB 2. Memberikan teknik nyeri ketika pasien
Nyeri akut nonfarmakologis untuk melakukan latihan
mengurangi rasa yeri dengan dan faktor
teknik tarik napas dalam memperingan ketika
3. Mengidentifikasi respon pasien beristirahat
terhadap nyeri dan 2. Pasien mengatakan
memonitor skala nyeri nyeri seperti ditusuk-
4. Memberikan injeksi obat tusuk masih terasa
analgetik ketorolac 1 amp O:
(iv) 1. Pasien tampak
melakukan teknik
nonfarmakologis
napas dalam
2. Skala nyeri 4
A : Masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
3. Selasa,19 Des 1. Menjelaskan pentingnya S:
2023 tidur cukup selama sakit 1. Pasien mengatakan ia
Pukul 10:00 dengan cara memberitahu sudah mengatur pola
WIB tidur cukup 7-8 jam perhari tidurnya dan jam
Gangguan 2. Memodifikasi lingkungan tidurnya sedikit
pola tidur seperti pencahayaan membaik
2. Pasien mengatakan

38
pola istirahatnya
sedikit membaik
O:
1. Mata pasien tampak
sedikit mengantuk
dan tampak sayu
2. Pencahayaan di
ruangan pasien sudah
cukup baik
A : Masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi

1. Rabu,20 Des Dukungan Ambulasi (I.06171) S :


2023 1. Mengajarkan pasien untuk 1. Pasien mengatakan
Pukul 09:00 mobilisasi ke kanan atau ke sedikit bisa
WIB kiri mengerakkan
Gangguan 2. Melibatkan keluarga untuk ekstremitas
mobilitas tetap membantu pasien 2. Pasien mengatakan
fisik melatih senam ergonomik nyeri saat bergerak
sudah berkurang
O:
1. Pasien tampak
berbaring di tempat
tidur
2. Pasien tampak
sedikit bisa untuk
menggerakkan kaki
sebelah kanannya
3. Pasien masih terus
melakukan latihan
senam ergonomik

4. Kekuatan otot

A : Masalah teratasi
sebagian
P:Intervensi di lanjut
kan oleh keluarga
2. Rabu,20 Des 1. Memonitor skala nyeri S:
2023 2. Memeriksa tandatanda vital 1. Pasien mengatakan

39
Pukul 09:30 3. Melakukan evaluasi kontrol nyerinya sudah
WIB nyeri dengan teknik berkurang
Nyeri akut relaksasi nafas dalam O:
4. Memberikan injeksi obat 1. Skala nyeri 2 (0- 10)
analgetic ketorolac 1 amp 2. Tanda-tanda vital Td
(iv) :140/80mmHg N :
80x/menit Rr:
23x/menit S : 36,2℃
3. Tampak ekspresi
wajah meringis
berkurang
4. Pasien tampak secara
mandiri mampu
melakukan teknik
relaksasi nafas dalam
5. Pasien tampak rileks
A :Masalah teratasi
sebagian
P:intervensi dilanjut
kan oleh keluarga
3. Rabu,20 Des 1. Mengidentifikasi pola S :
2023 aktivitas dan tidur 1. Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi faktor sudah tidak
Pukul 10:00 penggangggu tidur mengeluh tidur
WIB 2. Pasien mengatakan
Gangguan istirahat sudah
pola tidur tercukupi
3. Pasien mengatakan
sudah mengerti
tentang pentingnya
tidur cukup selama
sakit
O:
1. Mata klien sudah
tidak tampak
mengantuk
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan

40
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian

Pasien masuk ke puskesmas pada hari Senin 18 Desember 2023 dengan keluhan

utama pasien mengatakan nyeri ekstremitas kanan dengan skala nyeri 5 (0-10), pasien

mengatakan nyeri pada ekstremitas kanan, pasien mengatakan sulit untuk

menggerakkan kaki kanannya, gerakan pasien terbatas, klien mengatakan sulit tidur,

tidur hanya 2-3 jam/hari, istirahat pasien tidak cukup, kemampuan aktivitas pasien

menurun.

Pada riwayat kesehatan sekarang pasien mengatakan badannya lemas, pasien

tidak bisa beraktivitas seperti biasanya, pasien mengatakan pasien meringis karena rasa

nyeri, dan gelisah. Pada riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan pasien

mengatakan tidak memiliki riwayat stroke sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat

alergi makanan atau obat.

Pada pemeriksaan sistem musculoskeletal pasien mengalami keterbatasan dalam

melakukan aktivitas ringan maupun berat karena anggota gerak kanan pasien lemah,

tampak sulit menggerakkan tangan dan kakinya sebelah kanan, rentang gerak menurun

dan, pasien mengalami kelemahan dan penurunan kekuatan otot pada, aktivitas pasien

sehari hari tampak dibantu keluarga, pasien tampak hanya berbaring ditempat tidur.

Jadi dari pengkajian sistem musculoskeletal pasien mengalami berkurangnya

kemampuan motorik/kesulitan menggerakan anggota gerak sebelah kanan dikarenakan,

41
pasien stroke non Hemoragic disebabkan suplai suplai darah keotak terganggu sehingga

menyebabkan sel-sel otak mati dan menyebabkan kerusakan neuromaskular, jika

neuromaskular rusak akan menyebabkan hemiparase dan membuat kemampuan motorik

pasien berkurang.

4.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien

terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang

berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk

mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang

berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).

Berdasarkan data-data pengkajian yang penulis dapatkan maka diperoleh 5

diagnosa yang dapat diangkat dari klien, yaitu :

1. Diagnosis keperawatan pertama yang ditegakkan oleh penulis adalah gangguan

mobilitas fisik.

2. Diagnosis keperawatan kedua yang ditegakkan oleh penulis adalah nyeri akut.

3. Diagnosa keperawatan yang ketiga yang ditegakkan oleh penulis adalah gangguan

pola tidur gangguan pola tidur.

4.3 Intervensi Keperawatan

Pada diagnosa pertama yaitu gangguan mobilitas fisik, penulis menetapkan

tujuan dan kriteria hasil yang harus dicapai diantaranya: Pergerakan ekstremitas

membaik, Rentang gerak (ROM) membaik, Gerakan terbatas membaik, Kelemahan

fisik membaik dan Kekuatan otot membaik. Intervensi yang dilakukan adalah dukungan

42
ambulasi. Pada intervensi dukungan ambulasi terdapat unser. Disini penulis menerapkan

terapi senam ergonomik berdasarkan hasil penelitian Abrianto et al., (2022) yang

menyimpilkan bahwa penerapan senam ergonomik dapat meningkatkan kekuatan otot

dan mobilitas fisik pada lansia dengan stroke.

Pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut, penulis menetapkan tujuan dan kriteria

hasil yang harus dicapai diantaranya: keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap

protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun dan frekuensi nadi

membaik. Intervensi yang dilakukan adalah manajemen nyeri.

Pada diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur, penulis menetapkan tujuan dan

kriteria hasil yang harus dicapai diantaranya: keluhan sulit tidur menurun, keluhan

sering terjaga menurun, keluhan tidak puas tidur menurun, keluhan pola tidur berubah

menurun dan keluhan istirahat tidak cukup menurun. Intervensi yang dilakukan adalah

dukungan tidur.

Pada proses penyusunan intervensi keperawatan yang ada diteori disesuaikan

kembali dengan kondisi serta kebutuhan pasien. Intervensi keperawatan secara teoritis

tidak semuanya diambil dan dipakai karena disesuaikan dengan kondisi pasien

dilapangan, oleh karena itu hendaknya seorang perawat melatih kemampuan dalam

penyusunan intervensi keperawatan sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien di

dilapangan. Faktor pendukung dalam penyusunan intervensi keperawatan untuk pasien

yaitu ada kesamaan diagnosa yang muncul dengan teori yang ada sehingga dalam

penyusunan intervensi keperawatan tinggal disesuaikan kembali dengan kondisi pasien.

Hambatan pada proses ini tidak dirasakan oleh penulis dikarenakan rencana

43
keperawatan pada teori bisa dimodifikasi dan mengacu pada SIKI dan SLKI serta

disesuaikan dengan kondisi dan keadaan pasien.

4.4 Implementasi

Implementasi yang telah dilakukan pada pasien untuk diagnosa yang pertama

adalah menerapkan terapi senam ergonomik. Sebelum melakukan tindakan keperawatan

berupa terapi senam ergonomik penulis terlebih dahulu meminta izin kepada keluarga

pasien sekaligus menyepakati kontrak waktu dengan memberikan surat persetujuan

(Informed Consent) ke keluarga pasien, serta menjelaskan terlait tujuan dan prosedur

yang akan dilakukan.

Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan untuk diagnosa pertama penulis

mengalami sedikit kendala yaitu singkatnya waktu dalam pelaksanaan terapi sehingga

penulis harus mengajarkan kepada keluarga pasien tentang terapi senam ergonomik ini

agar bisa dilaksanakan secara mandiri nantinya baik di faskes ataupun di rumah.

Implementasi untuk diagnosa yang kedua adalah memberikan analgetik secara

tepat seperti Inj. ketorolac, memonitor tanda-tanda vital, memberikan teknik

nonfarmakologis untuk mengurangi rasa yeri dengan teknik tarik napas dalam,

memonitor skala nyeri dan evaluasi kontrol nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam.

Implementasi untuk diagnosa yang ketiga adalah menganjurkan menghindari

minuman pengganggu tidur seperti minum kopi, menjelaskan pentingnya tidur cukup

selama sakit dengan cara memberitahu tidur cukup 7-8 jam perhari dan memodifikasi

lingkungan seperti pencahayaan.

44
4.5 Evaluasi

Setelah selesai dilakukannya asuhan keperawatan, selanjutnya penulis menilai

sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dalam pemberian ashuhan keperawatan

dengan membandingkan hasil dari asuhan keperawatan dengan kriteria hasil yang telah

disusun sebelumnya. Evaluasi dilakukan dengan menilai perkembangan serta

keberhasilan tindakan keperawatan selama dilakukan asuhan keperawatan.

Masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik , evaluasi dari perkembangan penerapan

terapi senam ergonomik memperlihatkan kemajuan anggota gerak. Dimana pasien

sedikit bisa menggerakkan ekstremitas. Kemajuan lainnya adalah nyeri yang dirasakan

pasien saat bergerak sudah berkurang.

Masalah nyeri pada pasien terjadi penurunan pada hari ketiga.Hal ini

ditunjukkan dengan terjadi penurunan skala nyeri dari sebelumnya 4 menjadi 2.

Masalah gangguan pola tidur pasien teratasi pada hari ke 3 dimana pasien

mengatakan sudah tidak mengeluh tidur dan istirahat sudah tercukupi.

45
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan pengkajian yang telah penulis lakukan pada pasien Ny. S, maka

diperoleh 3 diagnosa keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik, nyeri akut dan

gangguan pola tidur.

2. Intervensi keperawatan yang diterapkan adalah dukungan ambulasi, manajemen

nyeri, dan dukungan tidur.

3. Implementasi yang diterapkan untuk manajemen nyeri dan dukungan tidur berupa

pemberian obat dan edukasi kesehatan sedangkan pada dukungan ambulasi

dilakukan penerapan terapi senam ergonomik pada pasien.

4. Hasil evaluasi yang dilakukan setelah dilakukan perawatan selama 3x 24 jam,

masalah keperawatan yang dialami pasien dapat teratasi sebagian.

5.2 Saran

1. Bagi Puskesmas Bukit Gadeng

Diharapkan dapat menjadikan salah satu program terapi komplementer di

Puskesmas Bukit Gadeng dalam hal penanganan lansia dengan stroke non hemoragic

ataupun post stroke non hemoragic agar kekuatan otot pada lansia meningkat dan

meningkatkan juga mobilitas dan aktivitas fisik lansia.

46
2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dapat mengembangkan terapi komplementer ini dengan intervensi

keperawatan dalam mengelola penderita stroke non hemoragic ataupun post stroke non

hemoragic khususnya dengan dilakukan senam ergonomik.

3. Bagi Pasien

Senam ergonomik ini dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien dan dibantu

oleh keluarga. Diharapkan, setelah diberikan pengajaran dan penjelasan mengenai terapi

inovasi ini, pasien dapat menerapkannya dirumah bersama dengan bantuan keluarga.

47
DAFTAR PUSTAKA

Abrianto, A. F., Parwati, D., Widiyanto, B., & Abrianto, A. F. (2022). Analisa

Penerapan Terapi Inovasi Senam Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot Dan

Mobilitas Fisik Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas

Padangsari.

Andri, J., Karmila, R., Padila, P., Harsismanto, J., & Sartika, A. (2019). Terapi

Aktivitas Senam Ergonomis terhadap Peningkatan Kemampuan Fungsional

Lansia. Journal of Telenursing (JOTING), 1(2), 304-313.

AHA. (2020). About Stroke. ASA. https://www.stroke.org/en/about-stroke.

Lola,A, Nurahman, A & Nurhayati, Y. (2016). Pengaruh Terapi Aktivitas Senam

Ergonomic Terhadap kekuatan Otot Pada pasien Post Stroke Di Puskesmas Bulu

Sukoharjo.

Black, J. M, & Hawks, J. H (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen klinis

untuk hasil yang diharapkan. Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika.

Damawiyah, S., & Chasani, S. (2015). Pengaruh Penerapan Discharge Planning Dengan

Pendekatan Family Centered Nursing Terhadap Motivasi Dan Kesiapan

Keluarga Dalam Merawat Pasien Stroke Pasca Akut Di RS. Islam Surabaya

(Doctoral dissertation, Diponegoro University).

48
Dewi, N. L. P. J. P., Sutajaya, I. M., & Dewi, N. P. S. R. (2019). Senam Ergonomik

Menurunkan Keluhan Muskuloskeletal Dan Tekanan Darah Pada Lansia

Penderita Hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng.

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, 6(3), 103-111.

Emergency Nurse Association. (2018). Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana.

Sheehy (A. Kurniati, Y. Trisyani, & S.I.M. Theresia (eds.); Indonesia. Elsevier

Pte Ltd.

Sukmaniah, S. (2020). Hubungan antara Asupan Makronutrien dan Status Nutrisi

Dengan Kekuatan Otot Pada Lansia di Panti Werdha Jakarta. Jambi Medical

Journal" Jurnal Kedokteran dan Kesehatan", 8(2), 127-134.

Lanny, L. (2013). All About stroke hidup sebelum dan pasca stroke. Jakarta: Kompas

Gramedia.

Notoatmodjo, S. (2014). Metodelogi Penelitian Kesehatan. 3, 154-169. Jakarta : Rineka

Cipta.

Nursallam. (2016). Buku Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika.

Nurhayati, R., Wijaya, H. A., Roni, F., Fatma P, T., & Camelia, D. (2023). Penerapan

Terapi Aktivitas Senam Ergonomik Pada Lansia Hipertensi Dengan Masalah

Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Di UPT PSTW Jombang. Jurnal Insan

Cendekia, 10(3), 201-210.

49
Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba

Medika.

Prastiwi, S., & Wahyuningtyas, A. E. (2023). Terapi Aktivitas Senam Ergonomis Untuk

Meningkatkan Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werda Griya Asih

Lawang Kabupaten Malang. Jurnal Keperawatan Terapan, 9(2), 94-101.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner

& Suddarth. In Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth

(3rd ed.). EGC.

Wulandari, H. T. (2016). Pengaruh Senam Ergonomik terhadap Keluhan Nyeri Sendi

Pada Lansia Yang Mengalami Rematik di Wilayah Kerja Puskesmas

Banguntapan II Bantul (Doctoral dissertation, STIKES Jenderal A. Yani

Yogyakarta).

50
BIODATA PENULIS

A. Identitas Pribadi
1. Nama :
2. Tempat/Tanggal Lahir :
3. Jenis Kelamin :
4. Status :
5. Agama :
6. Pekerjaan :
7. Alamat :
8. Email :
9. No Handphone :

B. Identitas Orang Tua/Wali


1. Ayah
a. Nama :
b. Pekerjaan :
2. Ibu
a. Nama :
b. Pekerjaan :
3. Alamat :

C. Riwayat Pendidikan
1. TK : Tempat : Lulus Tahun :
2. SD/MIN : Tempat : Lulus Tahun :
3. SMP/Sederajat : Tempat : Lulus Tahun :
4. SMA/Sederajat : Tempat : Lulus Tahun :
5. Perguruan Tinggi :

51
Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELIT IAN


ANALISA PENERAPAN TERAPI INOVASI SENAM ERGONOMIK
TERHADAP KEKUATAN OTOT DAN MOBILITAS FISIK PADA
PASIEN LANSIA DENGAN STROKE DI WILAYAH KERJA
UPTD PUSKESMAS BUKIT GADENG

Dengan hormat,
Saya adalah Mahasiswa Program Studi Profesi STIKes Medika Seramoe Barat.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu rangkaian untuk memperoleh gelar
Profesi Ners. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Terapi Senam
Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot dan Mobilitas Fisik pada Pasien Lansia Dengan
Stroke Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bukit Gadeng. Partisipasi Bapak/Ibu dalam
penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden atau menolak tanpa ada sanksi
apapun.
Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden, silahkan mengisi formulir ini dan
saya mohon kesediaannya untuk mengisi lembar kuisioner saya dengan jujur apa
adanya.
Nama :
Umur :
No. HP/Telp :
Saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan
oleh :
Nama Mahasiswa : Razekha Sasmita
NIM : 22901033
Kerahasiaan informasi dan identitas saudara dijamin oleh peneliti dan tidak akan
disebarluaskan baik melalui media massa ataupun elektronik.
Kode Responden :

Meulaboh, Desember 2023

Peneliti Saksi Responden

Razekha Sasmita (...............................) (.......................)

52
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 201

PENERAPAN TERAPI AKTIVITAS SENAM ERGONOMIK PADA LANSIA HIPERTENSI


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
DI UPT PSTW JOMBANG

Application Of Ergonomic Activity Therapy In Hypertension Elderly With Nursing


Problems Of Physical Mobility Disorders At UPT PSTW Jombang
1 2 3 4 5
Ratna Nurhayati , H. Arif Wijaya , Faishol Roni , Tiara Fatma P , Dina Camelia
1,2,3,4,5)
Program Studi Profesi Ners STIKES Bahrul Ulum Jombang
1)
Email: ratnanurhayati1@gmail.com

ABSTRAK
Pendahuluhan: Lansia adalah suatu tahapan biologis secara alamiah ditandai adanya
penurunan fisik yaitu risiko terjadinya hipertensi dan adanya keterbatasan gerakan fisik pada
ekstermitas secara mandiri. Tujuan: penelitian ini adalah untuk mengetahui Penerapan Terapi
Aktivitas Senam Ergonomik Pada Lansia Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Gangguan
Mobilitas Fisik Di UPT PSTW Jombang. Metode: pendekatan rancangan deskriptif dengan
pendekatan studi kasus, subjek yang digunakan 2 orang pasien dengan masalah keperawatan
gangguan mobilitas fisik. Hasil : studi kasus menunjukan bahwa pemberian terapi aktivitas senam
ergonomik dapat menjadi terapi alternatif untuk meurunkan tekanan darah serta untuk mengurangi
mudah kelelahan saat beraktivitas pada lansia. Kesimpulan: terapi aktivitas senam ergonomik
dapat dijadikan terapi non farmakologi pada lansia menderita hipertensi yang mengalami masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik sehingga pasien terhindar dari mudah kelelahan saat
beraktivitas.

Kata kunci: Lansia, Hipertensi, Gangguan Mobilitas Fisik, Terapi Aktivitas Senam
Ergonomik

ABSTRACT
Introduction: Elderly is a natural biological stage characterized by physical decline, namely
the risk of hypertension and the existence of limitations of physical movement in the extremities
independently. Purpose: this study was to determine the Application of Ergonomic Exercise
Therapy Activities in Elderly Hypertension with Nursing Problems with Physical Mobility Disorders
at UPT PSTW Jombang. Method: a descriptive design approach with a case study approach, the
subjects used were 2 patients with physical mobility disorders nursing problems. Result: the case
study shows that providing ergonomic exercise activity therapy can be an alternative therapy to
lower blood pressure and to reduce fatigue during activities in the elderly. Conclusion:
Ergonomic exercise activity therapy can be used as non-pharmacological therapy for elderly
people suffering from hypertension who experience nursing problems with impaired physical
mobility so that patients avoid fatigue when doing activities.

Key words: Elderly, Hypertension, Impaired Physical Mobility, Ergonomic Exercise Activity
Therapy

Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 202

PENDAHULUAN
Penyebab gangguan mobilitas fisik pada lansia hipertensi ditandai dengan ktidakmampuan
bergerak secara mandiri karena tidak melakukan gerakan olaraga sehingga berdampak pada
peningkatan frekuensi denyut jantung, otot jantung akan bekerja lebih keras saat kontraksi dan
memompa sehingga semakin besar tekanan yang dibebankan pada arteri serta terjadinya
kekakuan pada muskuloskelental (Wrijan et al, 2021). Penelitian ini untuk mengetahui penerapan
terapi aktivitas senam ergonomik pada lansia hipertensi dengan masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik di UPT PSTW Jombang. Penyebab lanjut usia penderita hipertensi mengalami
gangguan mobilitas fisik adalah kurangnya gerak berolaraga (Adam, 2019).
Menurut WHO penderita hipertesi diseluruh dunia terdapat 972 juta orang (Wrijan et al,
2021). Menurut Kementrian Kesehatan RI, 2016 di Indonesia penderita hipertensi usia 35-44 tahun
6,3%, usia 45-54 tahun 11,9%, usia 55-64 tahun 17,2% (Kurniawati & Hariyanto, 2019). Wilayah
Provinsi Jawa Timur penderita hipertensi berjumlah 4,89%. wilayah Kabupaten Jombang jumlah
hipertensi mencapai 233.477 orang (Kurniawati & Hariyanto, 2019). Berdasarkan data jumlah
lansia di UPT PSTW Jombang bulan November-Desember 2022 jumlah seluruh lansia yang
berada di UPT PSTW Jombang sebanyak 70 orang, lansia yang menderita hipertensi sebanyak 17
orang, dan hampir seluruhnya lansia menderita gangguan mobilitas fisik. Pada tahun 2023 bulan
februari-maret lansia penderita hipertensi di UPT PSTW Jombang sebanyak 16 orang, dan hampir
seluruhnya mengalami ganggua mobilitas fisik.
Penatalaksanaan. Dapat dilakukan dengan melakukan senam ergonomik, Gerakan senam
ergonomik dapat memicu pelepasan endofrin yang memberikan pijatan halus ke berbagai kelenjar
di tubuh, dan meningkatkan detak jantung, pernafasan, memompa darah, metabolisme tubuh yang
dapat terpenuhinya suplay oksigen karena jantung akan meningkatkan aliran darah ke tubuh
sehingga tubuh menjadi lebih bugar dan bisa mengurangi mudah kelelahan pada saat melakukan
aktivitas (Sumarni, 2022). Senam ergonomik pada penelitian ini dapat meningkatkan mobilitas fisik
pada lansia serta dapat menurunkan tekanan darah, peneliti menerapkan senam ergonomik untuk
mengatasi masalah gangguan mobiltitas fisik pada lansia hipertensi karena gerakan sangat mudah
dan sederhana dilakukan oleh lansia karena gerakan di adopsi dari gerakan sholat. Menurut
penelitian (Yuli Astuti, 2021) senam ergonomik dapat menurunkan tekanan darah membantu
mengembalikan posisi dan kelenturan system syaraf yang dapat menjadikan aliran darah yang
masuk ke otak menjadi lancar, apabila gerakan dilakukan secara rutin, bermanfaat untuk
membentuk daya tahan tubuh sehingga dapat mengurangi terjadinya kekakuan pada ekstermitas
saat beraktivitas.

METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan desain pendekatan studi
kasus, waktu pelaksanaan penelitian selama 6 hari pada tanggal 20-25 februari 2023 di UPT
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 203

PSTW Jombang, populasi penelitian yaitu lansia di UPT PSTW Jombang, sampel 2 lansia,
sampling lansia usia 60 - 89 tahun menderita hipertensi sedang sampai berat yaitu sistole 140 -
159 mmHg dan diastole 90 - 100 mmHg dengan gangguan mobilitas fisik.

Prosedur Penelitian
1. Proses pengumpulan data dimulai dengan mengajukan surat permohonan ijin meminta data
awal penelitian dari institusi STIKES Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang.
2. Setelah mendapatkan surat ijin data awal dari pihak kampus, kemudian peneliti meminta data
awal ke UPT PSTW Jombang.
3. Setelah mendapatkan data awal dari UPT PSTW Jombang, peneliti meminta surat ijin uji etik
di institusi STIKES Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang untuk diserahkan kepada Stikes
ICME Jombang, karena peneliti melakukan uji etik di Stikes ICME Jombang.
4. Surat etik keluar dan lolos, kemudian peneliti meminta surat ijin penelitian dari institusi
STIKES Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang.
5. Peneliti menjelaskan kepada Kepala UPT PSTW Jombang mengenai penelitian yang akan
dilakukan.
6. Peneliti menentukan responden yang akan dilakukan senam ergonomik dengan jumlah
responden hipertensi 2 orang.
7. Peneliti melakukan penelitian di UPT PSTW Jombang dengan menjelaskan responden
tentang senam ergonomik, dan mafaatnya.
8. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan mau mentaati peraturan
yang diberikan oleh peneliti, apabila bersedia menjadi responden maka responden
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
9. Setelah itu responden dianjurkan mengisi lembar data responden.
10. Peneliti perlu melakukan pendampingan terhadap responden.
11. Sesudah mengisi lembar data responden, Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah
pada responden menggunakan tensi sphygmomanometer manual sebelum melakukan senam
ergonomik.
12. Melakukan tindakan dengan mengajarkan 2 responden lansia untuk melakukan gerakan
senam ergonomik berturut-turut satu hari sekali selama 6 hari durasi waktu 30 menit.
13..Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah pada responden mengunakan
sphygmomanometer manual setelah dilakukan senam ergonomik selama 6 hari durasi waktu
30 menit.
14. Peneliti menyusun analisa hasil penelitian.
15. Didapatkan dari hasil penelitian adanya perubahan tekanan darah lansia yang awalnya tinggi
setelah melakukan senam ergonomik selama 6 hari adanya perubahan tekanan darah
menurun, serta yang awalnya pasien adanya ganggun mobilitas fisik kekakuan dan kekuatan

Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 204

otot menurun pada ekstermitas, setelah melakukan terapi aktivitas senam ergonomik selama
6 hari kekakuan ekstermitas berkurang dan kekuatan otot pada ektermitas meningkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Menurut peneliti bahwa pemberian terapi aktivitas senam ergonomik pada lansia yang
memiliki riwayat hipertensi dan mobilitas fisik di UPT PSTW Kabupaten Jombang mengalami
penurunan. penelitian ini dilakukan selama 6 hari durasi 30 menit disetiap klien hari pertama
hingga hari keenam, pada penelitian ini masalah sudah teratasi setelah melakukan gerakan senam
ergonomik karena tekanan darah tinggi klien ada perubahan menurun pada klien 1 hari pertama
150/80 mmHg kekuatan otot 3, hari kedua 150/80 mmHg kekuatan otot 3, hari ketiga 140/80
mmHg kekuatan otot 3, hari keempat 140/80 mmHg keuatan otot 4, hari kelima 130/90 mmHg
kekuatan otot 4, hari keenam 130/80 mmHg kekuatan otot 4. Sedangkan klien 2 hari pertama
140/90 mmHg kekuatan otot 3, hari kedua 140/80 mmHg kekuatan otot 3, hari ketiga 140/80
mmHg kekuatan otot 3, hari keempat 140/70 mmHg kekuatan otot 4, hari kelima 130/80 mmHg
kekuatan otot 4, hari keenam 130/80 mmHg kekuatan otot 4. dan klien saat melakukan aktivitas
sudah berkurang rasa lelahnya yang awalnya badan terasa kaku saat dibuat beraktivitas gerak
sekarang sudah mendingan berkurang rasa kaku pada ektstermitas.
Pengkajian : hasil pengkajian identitas didapatkan jenis kelamin Klien 1 adalah perempuan
dank lien 2 adalah laki-laki, usia kedua klien tersebut lebih dari 60 tahun, klien 1 berusia 65 tahun,
dan klien 2 berusia 78 tahun. Hasil pengkajian pekerjaan dulu klien 1 adalah swasta dan klien 2
adalah petani. Hasil penelitian dari kedua responden didapatkan bahwa keluarga klien tidak ada
yang menmiliki riwayat hipertensi Hasil pemeriksaan fisik untuk kedua klien di bagian
muskuloskeletal adalah memiliki tubuh kifosis, anggota gerak terbatas, dan mengalami paresis.
Teori menjelaskan bahwa Wanita memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi dari pada
laki-laki karena memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat,
Produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya
sehingga tekanan darah meningkat. Pada umummya semakin bertambahnya usia maka semakin
besar pula risiko terjadinya Hipertensi. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan struktur pembuluh
darah seperti penyempitan lumen, serta dinding pembuluh darah menjadi kaku dan elastisitasnya
berkurang sehingga meningkatkan tekanan darah, Gaya hidup merupakan faktor penting yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat (Rizal, 2021).
Menurut penelitian terjadinya hipertensi lebih banyak pada perempuan karena ketika
memasuki masa menopause tekanan darah perempuan meningkat dikarenakan adanya hormon
estrogen yang menurun, sehingga wanita akan kehilangan efek menguntungkannya sehingga
tekanan darah menjadi meningkat. Hipertensi juga dipengaruhi oleh faktor usia, semakin tua usia
menusia maka semakin menurun fungsi organ tubuhnya salah satunya adalah adanya
penyempitan pembuluh darah sehingga keelastisan berkurang dan kaku sehingga dapat
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 205

menigkatkan tekanan darah. Hipertensi merupakan termasuk penyakit genetik. Dan selain itu
Hipertensi juga terjadi karena adanya pola hidup yang tidak sehat seperti obesitas, sering makan
makanan yang tidak sehat banyak mengandung lemak jahat, kurangnya aktivitas gerak olaraga.
Diagnosis Keperawatan : diagnosis utama keperawatan yang didapatkan oleh peneliti adalah
Intoleransi Aktivitas. Menurut penelitian Alvita, (2020) salah satu faktor penyebab hipertensi adalah
kurangnya aktivitas fisik, mudah kelelahan saat beraktivitas, sehingga diagnose yang didapat
adalah gangguan mobilitas fisik. Mobilitas fisik adalah suatu masalah kesehatan seseorang yang
mengalami keterbatasan untuk melakukan pergerakkan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri (SDKI, 2017). Gangguan mobilitas fisik adalah kondisi seseorang mengalami dan
berisiko terjadinya keterbatasan penurunan melakukan gerakan aktivitas fisik dari kebiasaan
normalnya, bahkan juga kehilangan kemampuan geraknya secara total, seperti terjadinya trauma
tulang, cedera otak, fraktur pada ekstermitas, dan sebagainya (Sumarmi, 2022). Menurut peneliti
adanya kesamaan antara hasil pengkajian dengan teori, gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekutan otot Muncul pada klien 1 dan 2 sesuai dengan teori. Berdasarkan
pengkajian dan data yang didapat penulis terhadap klien 1 dan 2 ditemukan gangguan mobilitas
fisik pada lansia penderita hipertensi suatu penyakit yang dapat menyebabkan kematian apabila
tidak segera ditangani. Diagnosa keperawatan yang lain masih banyak akan tetapi yang dibahas
pada bab ini diagnosa keperawatan yang utama.
Intervensi Keperawatan : Intervensi keperawatan yang dipilih harus sesuai dengan diagnosa
keperawatan klien 1 dan klien 2 agar dapat terpenuhi. Perencanaan yang tersusun pada tinjaun
pustaka dan sebagian besar dapat diterapkan pada tinjauan khusus. Intervensi keperawatan yang
diambil untuk klien 1 dan 2 dari tinjaun pustaka berdasarkan asuhan keperawatan pada klien
dengan hipertensi oleh SLKI Cetakan II (2019) dan SIKI Cetakan II (2018). Rencana tindakan
sesuai dengan teori yang ada di buku (SLKI-SIKI, 2018-2019). Mobilitas fisik dibagi menjadi 2 yaitu
mobilitas fisik penuh dan mobilitas fisik sebagian. Mobilitas fisik penuh adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan pergerakkan fisik secara bebas tidak terbatas dan mandiri, sehingga
dapat melakukan interaksi sosial dan mejalankan peran sehari-hari tanpa bergantung pada orang
lain, yang memiliki fungsi dari saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang. Sedangkan mobilitas fisik sebagian adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena adanya gangguan
pada saraf motorik sensorik di satu atau lebih ekstermitas tubuh (Nurlitasari, 2021).
Intervensi asuhan keperawatan pada klien 1 dan 2 yang mengalami hipertensi dengan
diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik, maka penulis melakukan perencanaan dengan
tujuan, kriteria hasil, dan intervensi pada diagnosa tersebut. Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan 6x24 jam didapatkan Toleransi aktivitas membaik dengan Kriteria hasil: (1)
kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari hari, (2) kecepatan berjalan, (3) jarak berjalan, (4)
kekuatan tubuh bagian atas, (5) kekuatan tubuh bagian atas, (6) keluhan lelah, (7) tekanan darah:
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 206

Intervensi yang dilakukan: Observasi (1) Identifikasi deficit tingkat aktivitas, (2) Identifikasi
kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertent, (3) Identifikasi sumber daya aktivitas yang
diinginkan, (4) Identifikasi makna aktivitas rutin, (5) Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas. Terapeutik (1) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikolois, dan sosial, (2) Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia, (3) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih, (4) Fasilitas aktivitas rutin (misal:
ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan, (5) Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot, (6) Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (misal: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, teka teki, dan
kartu), (7) Jadwalkan aktivitas rutin sehari hari, (8) Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas. Edukasi (1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari hari, jika perlu, (2) Ajarkan melakukan
aktivitas yang dipilih, (3) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan, (4) Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai. Kolaborasi (1) Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan meminitor
program aktivitas, jika sesuai. Menurut peneliti bahwa intervensi yang diberi sudah sesuai dengan
SDKI, SIKI, SLKI, dimasukkan juga intervensi secara non-farmakologi yaitu terapi aktivitas senam
ergonomik. Intervensi yang di berikan ada yang ditambah maupun dikurangi, maka dari itu ada
sedikit perubahan.
Implementasi Keperawatan : Implementasi yang dilakukan selama penelitian 6 hari pada
penderita hipertensi pada lansia adalah (1) Mengidentifikasi defisit tingkat aktivitas mudah kelelaan
saat melakukan aktivitas, (2) Mengidentifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
kadang mengikuti aktivitas di lingkungan sekitar, (3) Mengidentifikasi sumber daya aktivitas yang
diinginkan tidak ada aktivtas yang diinginkan, (4) Mengidentifikasi makna aktivitas rutin, (5)
Memantau respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas, (6) Memfasilitasi
memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikolois,
dan sosial, (7) Mengkoordinasi pemilihan aktivitas sesuai usia, (8) Memfasilitasi makna aktivitas
yang dipilih, (9) Menfasilitasi aktivitas rutin (misal: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan, (10) Memfalitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot, (11) Meningkatkan
keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (misal: vocal
group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permaiban sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, teka teki, dan kartu), (12) Menjadwalkan aktivitas rutin
sehari hari, (13) Memberikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas, (14) Menjelaskan
metode aktivitas fisik sehari hari, jika perlu, (15) Mengajarkan melakukan aktivitas yang dipilih
mengikuti gerakan senam ergonomik yang diajarkan perawat, (16) Menganjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fumgsi dam kesehatan mengajari
gerakan senam ergonomik, (17) Menganjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 207

sesuai, melakukan senam ergonomik (18) Bekolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan meminitor program aktivitas, jika sesuai belum ada terapis okupasi.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat (Hidayat, 2021).
Terapi aktivitas adalah terapi modalisa yang dilakukan perawat kepada seorang klien yang
mempunyai masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, dan lain
sebagainya, yang mengajarkan klien untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari sehingga dapat
mengurangi seseorang mudah kelelahan saat melakukan aktivitas, dan mandiri melakukan
aktivitas tanpa adanya ketrgantungan pada orang lain (Andhy, 2018). Menurut peneliti bahwa
implementasi keperawatan yang diberikan sama dengan ada yang ditambahin maupun dikurangi
dalam implmentasi SDKI,SIKI, SLKI. Implementasi harus sesuai dengan yang diintervensikan.
Evaluasi : Evaluasi dalam penelitian ini dilakukan selama 6 hari durasi 30 menit disetiap
klien. Hasil evaluasi hari pertama hingga hari keenam masalah sudah teratasi karena tekanan
darah tinggi klien ada perubahan menurun dan klien saat melakukan aktivitas sudah berkurang
rasa lelahnya yang awalnya badan terasa kaku saat dibuat beraktivitas gerak sekarang sudah
mendingan berkurang rasa kaku, kekuatan otot pasien sebelumya 3 sesudah diberika terapi
senam ergonomik kekuatan otot menjadi 4. Temuan penelitian ini sesuai dengan dengan
penelitian Julia, (2019) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas enam ergonomik yang dilakukan
selama 6 hari dalam durasi 30 menit dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi intoleransi
aktivitas pada lansia yang dibuktikan dengan senam ergonomik dapat menurunkan keluhan mudah
kelelahan saat beraktiivtas pada lansia sebesar 47,50% dan senam ergonomik dapat menurunkan
tekanan darah sistolik lansia sebesar 2,65%. Penelitian tersebut kemudian menyimpulkan bahwa
dengan memberi terapi aktivitas senam ergonomik dapat menurunkan tekanan darah dan
mengurangi intoleransi aktivitas pada lansia. Menurut peneliti bahwa pemberian terapi aktivitas
senam ergonomik pada lansia yang memiliki riwayat hipertensi dan mobilitas fisik di UPT PSTW
Kabupaten Jombang mengalami penurunan. Evalusi setelah pemberian terapi aktivitas senam
ergonomik gangguan mobilitas fisik untuk mengetahui masalah gangguan mobilitas fisik dan
tekanan darah lansia dapat membaik atau tetap. Menurut penelitian bahwa pemberian terapi
aktivitas senam ergonomik pada klien lansia dapat mengurangi tekanan darah dan gangguan
mobilitas fisik saat beraktivitas pada klien.

KESIMPULAN
Diketahui penerapan terapi aktivitas senam ergonomik pada lansia hipertensi dengan
masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik di UPT PSTW Jombang dapat mengurangi tekanan
darah dan gangguan mobilitas fisik saat beraktivitas pada lansia.

Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 208

SARAN
Hasil studi kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan pada responden yang mengalami
penyakit hipertensi dengan mengunakan terapi aktivitas senam ergonomik untuk menurunkan
tekanan darah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz, Agnes Ditasari. 2022. Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Hemoragik di
Ruang Arimbi RST Wijayakusuma Purwokerto. ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin
Vol.1, No.8.

Adam, Lusiane. (2019). Determinan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jambura Health and Sport
Journal, 1(2), 82–89. https://doi.org/10.37311/jhsj.v1i2.2558.

Almina, Rospitaria, Tarigan., Zulhaida, Lubis., Syarifah. (2018). Pengaruh Pengatahuan, Sikap
Dan Dukungan Keluarga Terhadap Diet Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu
Tahun 2016. Kesehatan.V11I1.5107. 11(1), 9–17.

Alvita, Labiibah, Machsus. (2020). Pengobatan Hipertensi Dengan Memperbaiki Pola Hidup Dalam
Upaya Pencegahan Meningkatnya Tekanan Darah. Journal of Science, Technology, and
Entrepreneurship, 2(NO.2), 51–56. https://online-
journal.unja.ac.id/jkmj/article/download/12396/10775/33174.

Andhy Prasaja. 2018. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Pada Klien Lannjut Usia Di Asrama
Pekerja Sosial Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Program Studi
Profesi NERS Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddun Makassar.

Andry Ariyanto, N. P. (2020, September). Aktivitas Fisik Terhadap Kualitas Hidup Pada Lansia.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad , Vol XIII, No.2. , 145-151.

Arif Wicaksono, W. H. (2020). Aktifiitas Fisik Dan Kesehatan. Pontianak.

Dahlan., Andi, kasrida., Umrah, a. st., & Abeng, T. (2018). Kajian Teori Gerontologi dan
Pendekatan Asuhan (Issue January 2018).

Hidayat, A. A. (2021). Proses Keperawatan; Pendekatan NANDA, NIC, NOC dan


SDKI. Jakarta: Health Books Publishing.

Imas., Nauri. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Juli Andri, R. K. (2019, Desember). Terapi Aktivitas Senam Ergonomis Dalam Peningkatan
Kemampuan Fungsional Lansia. Journal Of Telenursing (JOTING), Volume 1, Nomor 2,
304-313.

Krismarini Dwi Desyanti, B. F. (2021). Analisis Aktivitas Fisik Mahasiswa Terhadap Kebugaran
Jasmani Di Era Pandemi. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan,Vol 09, No 03, 281-
286.

Kurniawati, K., & Hariyanto, Anthoni. (2019). Pengaruh Pemberian Buah Naga Terhadap Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa Bedahlawak Tembelang Jombang. Jurnal
Keperawatan, 8(1), 20–29. https://doi.org/10.47560/kep.v8i1.84.
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 209

Lindayani, Athi., Urifah, Siti., & Suwandi, Edi. Wibowo. (2018). Gambaran hipertensi pada lansia di
wilayah kerja puskesmas cukir jombang. Jurnal
Edunursing,2(2),6369.https://journal.unipdu.ac.id/index.php/edunursing/article/view/1424.

Mellyatini., 2022., Penerapan Senam Ergonomik Pada Lansia Hipertensi II Di RW 08 Kelurahan


Pasir Jaya., Bandung., Politeknik Kesehatan Bandung.

Nadiah Nur Isnaeni, E. P. (2018). Pemberian Aktivitas Bertahap Untuk Mengatasi Masalah
Intoleransi Aktivitas Pada Pasien CHF. Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang,
VOL 2 NO 1, 1-6.

Ni Luh Putu Julia Purnama Dewi, I. M. (2019). Senam Ergonomik Menurunkan Keluhan
Muskuloskelental Dan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipetensi Di Panti Sosial
Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, Vol.6 No.3,
103-111.

Nurlitasari. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang
Al Fajr RSUI Kustati Surakarta. Program Studi Profesi NERS Falkutas Ilmu Kesehatan
Universitas Sahid Surakarta.

Nyanyu, Nina, Putri, C., & Meriyani, Intan. (2020). Gambaran Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kademangan Kabupaten Cianjur. Jurnal
Keperawatan Komprehensif (Comprehensive Nursing Journal), 6(1), 64–69.
https://doi.org/10.33755/jkk.v6i1.177.

Pranata, Lilik., Indaryati, Sri., & Fari, Aniska. Indah. (2020). Pendampingan Lansia Dalam
Meningkatkan Fungsi Kognitif Dengan Metode Senam Otak. Jurnal Madaniyah, 1(4), 172–
176.

Priyatno, Agus., Mayangsari,Mulia., Nurhayati. (2020). Efektifitas Terapi Kombinasi Rendam Kaki
Air Hangat Dan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi. Keperawatan Medical Bedah, STIKES Ngudia Husana Madura,
Bangkalan, Indonesia.

Rina Hastina Haripuddin, A. N. (2021). Evektifitas Senam Ergonomik Penderita Hipertensi Sebagai
Upaya Penurunan Tekanan Darah Lanjut Usia Di Kota Pare Pare. Jurnal Ilmiah Manusia
Dan Kesehatan , Vol. 4, 81-91.

RSUD Dr. Soedarso. 2018. SOP Mengukur Tekanan Darah.

Sri Melfa Damanik, H. (2019). Keperawatan Gerontik. Universita Kristen Indonesia Jakarta.

Sumarni, Adiratna Sekar Siwi. (2022). Sena Ergonomik untuk Mencegah Keluhan
Musculoskelental Disordest. Jurnal Pengabdian Masyarakat (PIMAS). ISSN: 2828-0814.

Tarjo, (2019). Metologi Penelitian Sistem 3x baca. Yogyakarta. CV.Budi Utama.

Tiara Sri Wahyuni, S. L. (2020). Penenrapan Senam Ergonomik Dalam Menurunkan Tekanan
Darah Pada Ny.M Dengan Hipertensi. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti Volume 6, Nomor
1, Januari 2020, 25-34.

Tri Sumarni, A. S. (2022). Senam Ergonomi untuk Mencegah Keluhan Musculoskeletal Disorders.
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 73-81.

Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 210

Wrijan, S. A. (2021). Nursing Care Of Hypertention In The Elderly With a Focus on Study of
Activity Intolerance in Dr. R. Soetijono Blora Hospital. Jurnal Keperawatan, Vol 2, No 1.

Yuli Astuti, N. R. (2022). Pelatihan Senam Ergonomik Pada Lansia Dengan Hipertensi di
Kelurahan Pondok Ranggon. Jurnal Pengabdian Masyarakat Saga Komunitas , Vol 1 , 26-
31.

Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873

TERAPI AKTIVITAS SENAM ERGONOMIS UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN FUNGSIONAL LANSIA DI PANTI WERDA GRIYA ASIH
LAWANG KABUPATEN MALANG

Swito Prastiwi1, Ardina Eka Wahyuningtyas2


1,2
Poltekkes Kemenkes Malang
Jl. Besar Ijen 77 C, Kota Malang
Email : switoprastiwi@gmail.com

ERGONOMIC ACTIVITY THERAPY TO IMPROVE THE FUNCTIONAL ABILITY


OF THE ELDERLY AT THE WREDA GRIYA ASIH LAWANG CENTER,
MALANG DISTRICT

Abstract: Various kinds of problems that are often experienced by the elderly such as impaired gross
motor and fine motor movements, decreased musculoskeletal function, decreased functional ability and
behavior of the elderly towards daily activities. One of the actions to overcome the decline in functional
ability is ergonomic exercise activity therapy. This study aims to determine the functional ability of the
elderly after ergonomic exercise activity therapy. This study method is descriptive by interviewing and
observing 2 elderly subjects. The study was conducted at the Griya Asih Lawang Nursing Home on 13-
25 February 2023, using measurements of the Barthel index, family Apgar, mini mental state
examination, and the geriatrics depression scale. The results of the study on 2 subjects after doing
ergonomic exercise activity therapy functional abilities increased in physical, social, mental, and
emotional aspects. Conclusion Ergonomic exercise activity therapy is effective for improving the
functional abilities of the elderly. It is hoped that the subject will carry out regular ergonomic exercise
activity therapy at least 3 times a week and for further researchers be able to develop research on
ergonomic exercise activity therapy on the functional abilities of the elderly and on the assessment of
mental aspects can be deepened by combining other therapies such as Brain Gym.

Keywords : ergonomic exercise activity therapy, functional ability, elderly

Abstrak: Berbagai macam permasalahan yang sering dialami lansia seperti gerak motorik kasar dan
motorik halus yang terganggu, penurunan fungsi muskuloskeletal, penurunan kemampuan fungsional
dan perilaku lansia terhadap aktivitas harian. Salah satu tindakan untuk mengatasi penurunan
kemampuan fungsional adalah terapi aktivitas senam ergonomis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan fungsional lansia setelah dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis. Metode
studi kasus ini adalah deskriptif yang dilakukan dengan wawancara dan observasi pada 2 subjek lansia.
Penelitian dilakukan di Panti Wreda Griya Asih Lawang pada pada 13-25 Februari 2023, dengan
menggunakan pengukuran indeks barthel, apgar keluarga, mini mental state examination, dan geriatrics
depression scale. Hasil penelitian terhadap 2 subjek setelah dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis
kemampuan fungsional meningkat pada aspek fisik, sosial, mental, dan emosi. Kesimpulan terapi
aktivitas senam ergonomis efektif untuk meningkatkan kemampuan fungsional lansia. Diharapkan
subjek melakukan terapi aktivitas senam ergonomis teratur minimal 3 kali seminggu dan bagi peneliti
selanjutnya mampu mengembangkan penelitian mengenai terapi aktivitas senam ergonomis terhadap
kemampuan fungsional lansia dan pada pengkajian aspek mental dapat diperdalam dengan
menggabungkan terapi lain seperti Brain Gym.

Kata kunci : terapi aktivitas senam ergonomis, kemampuan fungsional, lansia

94
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)

PENDAHULUAN tersebut berada di negara-negara

Menjadi tua merupakan suatu fase berkembang (WHO, 2002). WHO (2002)

kehidupan yang dialami oleh manusia. memprediksi Indonesia akan menjadi salah

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun satu negara dengan peningkatan lansia yang

1998 definisi Lanjut usia adalah seseorang terbesar di dunia dengan 33,4 juta lansia

yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) pada tahun 2025 (WHO, 2002). Secara

tahun ke atas. Makin panjang usia fisik, kondisi tubuh lansia juga menjadi

seseorang, sejalan dengan pertambahan lebih lemah. Berbagai macam

usia tubuh akan mengalami kemunduran permasalahan yang dialami lansia seperti

secara fisik maupun psikologis. Secara fisik fungsi indera yang mengalami kemunduran,

orang lanjut usia yang selanjutnya disebut gerak motorik kasar dan motorik halus yang

lansia, mengalami kemunduran fungsi alat terganggu, penurunan fungsi

tubuh, atau disebut juga dengan proses muskuloskeletal, penurunan kemampuan

degeneratif. Lansia akan terlihat dari kulit dan perilaku lansia terhadap aktivitas

yang mulai keriput, berkurangnya fungsi harian. Pada kondisi seperti ini menjadikan

telinga dan mata, tidak dapat bergerak cepat lansia lebih bergantung pada orang lain, dan

lagi, cepat merasa lelah, rambut menipis mengharuskan mereka untuk selalu

dan memutih, mudah terserang penyakit didampingi.

karena daya tahan tubuh berkurang. Secara Kemampuan fungsional adalah

psikologis lansia menjadi mudah lupa, serta suatu proses untuk mengetahui kemampuan

berkurangnya kegiatan dan interaksi (baik pasien dalam melakukan aktivitas spesifik

dengan anak-anak, saudara atau teman), dalam hubungannya dengan rutinitas

mengalami rasa kesepian, kebosanan dan kehidupan sehari-hari yang terintegrasi

sebagainya (Akbar, 2019) dalam lingkungan aktivitasnya. Sedangkan

Semakin banyaknya populasi lanjut ketidakmampuan fungsional, adalah suatu

usia (lansia) di seluruh dunia merupakan ketidakmampuan melaksanakan suatu

cerminan kesuksesan ilmu pengetahuan, aktivitas atau kegiatan tertentu

utamanya bidang kesehatan. Populasi lansia sebagaimana layaknya orang normal yang

dunia diperkirakan akan meningkat 223% disebabkan oleh kondisi kehilangan atau

atau sebesar 694 juta orang antara tahun ketidakmampuan baik psikologis,

1970–2025. Angka tersebut bahkan fisiologis, maupun kelainan struktur atau

diperkirakan akan mencapai 2 miliar orang fungsi anatomis (Widiarti & Sukadarwanto,

pada tahun 2050, dan 80% dari populasi 2016).

95
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873

Beberapa terapi yang dapat senam ergonomis terdapat gerakan yang

dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sangat efektif, efesien, dan logis, karena

pada lansia antara lain farmakoterapi (terapi pada gerakanannya merupakan rangkaian

yang sering digunakan), dukungan gerak sederhana yang mudah dilakukan.

psikologis, rehabilitasi fisik, dan prosedur Terapi aktivitas senam ergonomis

intervensi. Beberapa terapi farmakologis merupakan senam yang setiap gerakannya

yang biasa digunakan antara lain diadopsi dari gerakan sholat, serta sesuai

nonsteroidal anti- inflammatory drugs dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh.

(NSAID), relaksasi otot, opioid (obat Gerakan senam ergonomis terdiri dari satu

penghilang rasa sakit), dan terapi adjuvan. (1) gerakan pembuka yaitu berdiri

Terapi non farmakoterapi merupakan sempurna dan lima (5) gerakan fundamental

komponen multimodal manajemen yang yaitu lapang dada, tunduk syukur, duduk

sangat penting karena dapat membantu perkasa, duduk pembakaran, dan berbaring

mengatasi nyeri dengan perbaikan dalam pasrah.

fungsi sehari-hari, di dalamnya termasuk Terapi aktivitas senam ergonomis

terapi fisik. Pemberian terapi farmakologis digunakan untuk mengendalikan atau

juga memiliki risiko tinggi menghasilkan membetulkan posisi dan kelenturan sistem

efek yang kurang baik bagi kesehatan lansia saraf pada aliran darah, memaksimalkan

dengan berbagai penurunan fungsi tubuh suplai darah ke oksigen ke otak, dapat

maka terapi non farmakologis seperti membuka sistem kecerdasan, sistem

pemberian aktivitas olahraga fisik ini keringat, sistem pemanas tubuh, sistem

menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi pembakaran pada asam urat, kolestrol, gula

nyeri lansia. darah, asam laktat, sistem konversi

Penelitian yang dilakukan oleh karbohidrat dan sistem pembuangan energi

Huriah dkk (2014) membuktikan bahwa negatif pada tubuh. Tubuh dengan

terdapat pengaruh terapi aktivitas senam sendirinya akan terpelihara homeostatisnya

ergonomis terhadap penurunan skala nyeri (keteraturan dan keseimbangannya)

sendi dan kekuatan otot pada lanjut usia. sehingga tetap dalam keadaan bugar Andri

Menurut Maryam (2008) terapi aktivitas dkk (2019). Menurut Guyton dan Hall

senam ergonomis dapat meningkatkan dan (2007) latihan relaksasi yang

memelihara kebugaran, kesegaran dan dikombinasikan dengan latihan pernapasan

kelenturan fisik lansia. Menurut yang terkontrol, rangkaian kontraksi serta

Wratsongko (2015) didalam terapi aktivitas relaksasi kelompok otot, dapat membantu

96
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)

menstimulasi respon relaksasi baik fisik dilakukan terapi aktivitas senam

maupun psikologis. Menurut Penelitian ergonomis.

yang telah dilakukan bahwa terapi aktivitas


HASIL PENELITIAN DAN
senam ergonomis bisa membuat tubuh
PEMBAHASAN
rileks dan membuat pembuluh darah
Pengkajian yang dilakukan oleh
melebar sehingga aliran darah dan suplai
peneliti kepada Ny. L dan Ny. R sebelum
oksigen menjadi lancar sehingga dapat
dilakukan terapi aktivitas senam
menurunkan hipertensi pada lansia (Fatiha,
ergonomis, pada aspek fisik didapatkan
dkk., 2021)
hasil bahwa kakinya sering pegal dan
Terapi aktivitas ini diberikan pada
merasa tidak nyaman saat digunakan untuk
lansia yang mengalami kemunduran, gerak
berjalan dan beraktivitas. Dari data
motorik kasar dan motorik halus yang
pengkajian awal ini, dilakukan pengukuran
terganggu, penurunan fungsi
menggunakan indeks Barthel dan
muskuloskeletal, penurunan kemampuan
didapatkan hasil Ny. R 90 dan Ny. L 85
dan perilaku lansia terhadap aktivitas
keduanya dengan interpretasi
harian. Berdasarkan uraian permasalahan
ketergantungan moderat. Pelaksanaan
diatas maka penulis tertarik untuk
terapi aktivitas senam ergonomis yang
melakukan studi kasus tentang “Terapi
dilakukan secara rutin sangat
Aktivitas senam ergonomis terhadap
mempengaruhi peningkatan kemampuan
Kemampuan Fungsional Lansia di Panti
fungsional pada lansia, hal ini sesuai
Werda Griya Asih Lawang Kabupaten
dengan hasil penelitian yang telah
Malang”. Pemberian perawatan dan
dilakukan, subjek Ny. R dan Ny. L sebelum
pengarahan dalam penatalaksanaan terapi
dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis
aktivitas ini untuk memastikan para lansia
membutuhkan bantuan saat beraktivtas, dan
memiliki kemampuan melakukan aktivitas
setelah dilakukan senam ini kedua subjek
sehari-hari dengan baik.
mampu untuk melakukan aktivitasnya

METODE PENELITIAN secara mandiri. Hal ini dikarenakan terapi

Desain penelitian dalam karya tulis aktivitas senam ergonomis membantu

ilmiah ini adalah studi kasus dengan merawat dan menjaga sistem tubuh untuk

menggunakan pre test - post test, yang bekerja dengan normal (Wratsongko, 2015)

bertujuan untuk mengetahui kemampuan Setelah dilakukan terapi aktivitas

fungsional lansia sebelum dan setelah senam ergonomis kemampuan fungsional

97
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873

kedua subjek mengalami peningkatan skor peningkatan pada kemampuan fungsional

Ny. R menjadi 100 (mandiri), dengan kata kedua subjek dengan skor 7 (fungsi baik).

lain mampu untuk melakukan aktivitasnya Pada aspek emosi sebelum

sendiri tanpa bantuan orang lain. dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis

Sedangkan Ny. L mengalami peningkatan terhadap kedua subjek didapatkan hasil Ny.

skor menjadi 95 (ketergantungan ringan) R skor 5 dan Ny. L skor 6 dengan

dan masih belum mampu untuk melakukan interpretasi normal. Kegiatan yang

aktivitas naik turun tangga sendiri. dilakukan bersama ini bisa digunakan

Observasi yang dilakukan sebelum sebagai sarana penghilang stress dan

terapi aktivitas senam ergonomis pada pengendalian emosi bagi lansia. Seperti Ny.

aspek sosial terhadap Ny. R didapatkan L sebelum mengikuti senam merasa

skor 5 dan Ny. L didapatkan skor 6 dengan khawatir ketika teringat anaknya, dan

interpretasi disfungsi sedang menggunakan setelah mengikuti senam rasa khawatirnya

pengukuran Apgar keluarga dengan lansia. berkurang karena Ny. L merasa bahagia

Pelaksanaan senam ini mampu membentuk dapat berkegiatan bersama dengan

komunikasi sosial subjek menjadi lebih temannya. Menurut Nadhiroh (2015)

baik. Hal ini didukung oleh sikap lansia menyebutkan bahwa adapun bentuk upaya

yang cenderung egois dan enggan pengendalian emosi pada lansia diantaranya

mendengarkan pendapat orang lain, adalah pengendalian pikiran yang timbul

sehingga mengakibatkan lansia merasa akibat adanya emosi negatif, pada aspek

terasing secara sosial yang pada akhirnya religi lebih mendekatkan diri pada

merasa terisolir dan merasa tidak berguna keyakinannya, menghindari stress seperti

karena tidak ada penyaluran emosional mengalihkan dengan berkumpul bersama

melalui bersosialisasi (Chaidir dkk., 2017). terdekat (keluarga), berinteraksi sosial

Dengan senam ini, subjek bisa merasakan sesama lansia dalam mengikuti terapi

rasa kebersamaan dengan temannya, saling relaksasi dan kegiatan kebugaran jasmani.

mengingatkan apabila ada gerakan senam Setelah dilakukan terapi aktivitas senam

yang salah, melatih fungsi-fungsi tubuh ergonomis ini hasil pengukuran Geriatrics

lansia yang mulai mengalami kemunduran Depression Scale mengalami penurunan

dan melatih fungsi komunikasi subjek Ny. R skor 2 dan Ny. L skor 1 dengan

dengan orang lain. Setelah dilakukan terapi interpretasi normal.

aktivitas senam ergonomis, terjadi

98
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)

Terapi aktivitas senam ergonomis yang signifikan terhadap peningkatan

ini mampu melatih kemampuan kognitif kemampuan fungsional pada lanjut usia.

lansia untuk mengingat setiap gerakan yang Menurut Maryam (2008) melakukan senam

sudah diajarkan, dengan begitu subjek akan secara teratur dan benar dalam jangka

terbiasa untuk selalu mengingat kegiatan waktu yang cukup dapat mempertahankan

apa saja yang dilakukannya. Menurut dan meningkatkan taraf kesegaran jasmani

Suwarni dkk, (2017), kemampuan yang baik. Dan hal ini sesuai dengan

fungsional lansia yang menurun penelitian yang sudah dilakukan pada Ny. R

berhubungan dengan demensia. Lansia dan Ny. L di Panti Wreda Griya Asih.

yang mengalami gangguan kognitif yang Pemberian terapi aktivitas senam

saat dilakukan tes skrining memiliki skor ergonomis pada lansia yang mengalami

MMSE kurang dari 24. Pada skor demikian penurunan kemampuan fungsional

sudah dapat dikategorikan mengalami dilakukan 20 menit setiap pagi hari selama

gangguan kognitif yang mengarah ke 12 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan

demensia. Kegiatan senam seperti ini bahwa semua subjek mengalami

mampu mengurangi risiko lansia peningkatan nilai kemampuan fungsional

mengalami demensia yaitu dengan terus walaupun pada beberapa aspek lansia hanya

mengingat kegiatan yang sudah mengalami peningkatan 1 skor dari skor

dilakukannya. Pada aspek mental, sebelum sebelumnya.

dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis


PENUTUP
Ny. L dan Ny. R didapatkan skor hasil
Kemampuan fungsional pada Ny. R
gangguan kognitif sedang, dan dilakukan
sebelum dilakukan terapi aktivitas senam
pengukuran menggunakan Mini mental
ergonomis mengalami ketergantungan.
State Examination (MMSE).
Aspek yang dikaji mencakup, 1) aktivitas
Dari observasi selama 12 hari,
fisik dengan skor 90 (ketergantungan
didapatkan hasil kedua subjek mengalami
moderat), 2) aspek sosial didapatkan skor 5
peningkatan kemampuan fungsional
(disfungsi sedang), 3) aspek mental
dengan skor Ny. R 27 dan Ny. L 28 dengan
didapatkan skor 23 (gangguan kognitif
interpretasi tidak ada gangguan kognitif.
sedang), 4) aspek emosi didapatkan skor 5
Pernyataan ini juga sesusai dengan hasil
(normal). Kemampuan fungsional pada Ny.
analisis bivariat yang dilakukan Andri et al
R setelah dilakukan terapi aktivitas senam
(2019) pemberian terapi aktivitas senam
ergonomis mengalami peningkatan. Aspek
ergonomis dapat memberikan pengaruh
yang dikaji mencakup, 1) aktifitas fisik

99
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873

didapatkan skor 100 (mandiri), 2) aspek


salah satu pengobatan nonfarmakologi
sosial didapatkan skor 7 (fungsi baik), 3)
untuk meningkatkan kemampuan
aspek mental didapatkan skor 27 (tidak ada
fungsional lansia. Bagi Panti Wreda Griya
gangguan kognitif), 4) aspek emosi
Asih Lawang Kabupaten Malang diharapkan
didapatkan skor 2 (normal).
dapat menjadwalkan dan membimbing para
Kemampuan fungsional pada Ny. L
lansia untuk melakukan terapi aktivitas
sebelum dilakukan terapi aktivitas senam
senam ergonomis sebagai pengobatan
ergonomis meliputi, 1) aktivitas fisik
nonfarmakologis secara rutin minimal 3 kali
diperoleh skor 85 (ketergantungan
dalam seminggu selama 20 menit. Bagi
moderat), 2) aspek sosial didapatkan skor 6
Peneliti Selanjutnya diharapkan untuk
(disfungsi sedang), 3) aspek mental
peneliti selanjutnya mampu melakukan
didapatkan skor 22 (gangguan kognitif
penelitian mengenai terapi aktivitas senam
sedang), 4) aspek emosi didapatkan skor 6
ergonomis terhadap kemampuan fungsional,
(normal). Kemampuan fungsional pada Ny.
dan pada pengkajian aspek mental dapat
L setelah dilakukan terapi aktivitas senam
diperdalam dengan menggabungkan terapi
ergonomis mengalami peningkatan, aspek
lain seperti Brain Gym.
yang dikaji meliputi, 1) aktivitas fisik
didapatkan skor 95 (ketergantungan DAFTAR PUSTAKA
ringan), 2) aspek sosail didapatkan skor 7
Akbar, M. (2019). Kajian Terhadap Revisi
(fungsi baik), 3) aspek mental didapatkan Undang-Undang No. 13 Tahun
1998 Tentang Kesejahteraan Sosial
skor 28 (tidak ada gangguan kognitif), 4)
Lanjut Usia. Jurnal Mimbar
aspek emosi didapatkan skor 1 (normal). Kesejahteraan Sosial, 2(2).
Hal ini menunjukan bahwa terdapat Andri, J., Karmila, R., Padila, P.,
peningkatan kemampuan fungsional lansia, Harsismanto, J., & Sartika, A.
(2019). Terapi Aktivitas Senam
terdapat perubahan pada aspek fisik, sosial, Ergonomis terhadap Peningkatan
mental dan emosi setelah dilakukan terapi Kemampuan Fungsional Lansia.
Journal of Telenursing (JOTING),
aktivitas senam ergonomis, namun perlu 1(2), 304–313.
diperhatikan adanya penurunan
kemampuan fungsional yang dirasakan
kembali apabila faktor pencetus dirasakan
kembali oleh subjek penelitian.
Diharapkan kedua subjek dapat
menerapkan terapi aktivitas senam
ergonomis secara rutin minimal 3 kali 100
dalam seminggu selama 20 menit sebagai
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)

Chaidir, R., Amelia, D., & Syafril, E.


(2017). Hubungan Faktor-Faktor
Dengan Kemampuan Fungsional
Fisik Lansia Wanita. ’AFIYAH,
4(2), Art. 2.
https://www.ejournal.stikesyarsi.ac
.id/index.php/JAV1N1/article/view
/108

Fatiha, A. N., Ma’rufi, I., & Rokhmah, D.


(2021). Peran Senam Ergonomis
Untuk Kesehatan.
Multidisciplinary Journal, 4(2),
69–76.

Huriah, T., Waliyanti, E., Rahmawati, A.


S., & Matoka, Y. (2014). Pengaruh
Senam ergonomis terhadap
Penurunan Skala Nyeri Sendi dan
kekuatan Otot pada lanjut Usia di
Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan
II Bantul Yogyakarta. Jurnal Ilmu
Keperawatan.

Maryam, S. (2008). Menengenal usia


lanjut dan perawatannya. Penerbit
Salemba.

Nadhiroh, Y. F. (2015). Pengendalian


emosi: Kajian Religio-psikologis
tentang Psikologi Manusia.
SAINTIFIKA ISLAMICA: Jurnal
Kajian Keislaman, 2(01), 53–62.

Organization, W. H. (2002). Active ageing:


A policy framework. World Health
Organization.

Widiarti, A. W., & Sukadarwanto, S.


(2016). Pengaruh Fisiotaping
Terhadap Peningkatan
Kemampuan Fungsional Pada
Pasien Osteoarthritis. Jurnal
Keterapian Fisik, 1(1).

Wratsongko, M. (2015). Mukjizat gerakan


shalat & rahasia 13 unsur
manusia. Mizania.

101
Vol.6 No.3

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha


p-ISSN : 2599-1450
e-ISSN : 2599-1485
Volume 6 Nomor 3 Tahun 2019
Open Acces : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPB/index

SENAM ERGONOMIK MENURUNKAN KELUHAN


MUSKULOSKELETAL DAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA
PENDERITA HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA JARA
MARAPATI BULELENG

Ni Luh Putu Julia Purnama Dewi; I Made Sutajaya; Ni Putu Sri Ratna Dewi

Program Studi Pendidikan Biologi


Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {julia.purnama.dewi,made.sutajaya,ratna.dewi}@undiksha.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa senam ergonomik dapat menurunkan keluhan
muskuloskeletal pada lansia penderita hipertensi dan menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia
penderita hipertensi. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan randomized pre
and post test control group design (treatment by subject). Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini
berupa senam ergonomik. Penelitian ini menggunakan teknik sampling acak bertingkat atau multistage
random sampling. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh lansia penderita hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng, populasi terjangkau sebesar 36 orang yang memenuhi
kriteria sampel. uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji deskriptif, uji normalitas dan uji hipotesis
menggunakan t paired test, dengan taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Instrument penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner Nordic Body Map, Tensimeter, dan Environment meter. Berdasarkan
hasil uji hipotesis didapatkan nilai p= 0,0001 (p< 0,05). Itu berarti bahwa terdapat penurunan yang
signifikan pada keluhan muskuloskletal sebesar 84,29% dan tekanan darah sistolik sebesar 85,14%.
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa senam ergonomik dapat menurunkan keluhan
muskuloskeletal dan tekanan darah sistolik..

Kata kunci: Hipertensi, Keluhan muskuloskeletal, Tekanan darah sistolik

Abstract
The study aims to determine that the ergonomic gymnastics can lower musculoskeletal complaints and
lower systolic blood pressure in elderly hypertensive sufferers. This kind of research is a quasi
experimental with the randomized pre and post control group design (treatment by subject). The treatment
in this research is consisted of ergonomic gymnastics. This study is using random multistage sampling
techniques. The target population in this study is all the elderly hypertensive sufferers of the social
institution of Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng, aN accessible population are 36 people who meet
the sample criteria. The test used in this study was a descriptive test, a normality and a hypothetical test
using t paired test, with a significant level of 5% (α = 0.05). The study instrument used in this study is a
Nordic Body Map questionnaire, Tensimeter, and Environment meter. Based on the results of the
hypothesis test the value of p = 0,0001 (p <0,05) is obtained. That means a significant reduction in

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 103


Vol.6 No.3

musculoskletal complaints was 84.29% and systolic blood pressure was 85.14%. Based on this analysis
it can be concluded that ergonomicgymnastics can reduce musculoskeletal complaints and systolic blood
pressure.
Keywords : Hypertention, Musculoskeletal complaints, Systolic blood pressure.

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 104


Vol.6 No.3

PENDAHULUAN mengatasi hipertensi dan keluhan


Proses menua adalah suatu proses muskuloskeletal adalah olahraga dengan
dimana kemampuan jaringan untuk cara senam ergonomik. Olahraga bagi
memperbaiki diri dan mempertahankan lansia bila dilakukan dengan teratur akan
fungsi fisiologis tubuh mulai menurun. mempunyai beberapa manfaat,
Proses menua ini berjalan seiring dengan diantaranya adalah untuk
berjalannya waktu dan bertambahnya usia mempertahankan kesehatan, memelihara
seseorang. Di usia senja pada umumnya dan meningkatkan kemandirian serta
aktivitas dengan beban yang berat mobilitas bio-psiko-sosio dalam kehidupan
berangsur-angsur menurun sehingga fungsi dalam sehari-hari, dimana senam
organ-organ tubuh mulai menurun akibat ergonomik adalah senam yang dapat
dari proses penuaan. Hal ini mengakibatkan lansung membuka, membersihkan, dan
lansia lebih mudah terserang penyakit mengaktifkan seluruh sistem-sistem tubuh
bahkan berujung penurunan kondisi seperti sistem kardiovaskuler, kemih, dan
anatomis sehingga mengakibatkan reproduksi.
kematian. Penyakit yang biasanya diderita Menurut Wratsongko (2006), senam
oleh lansia pun beragam diantaranya adalah ergonomik adalah gerakan optimalisai
hipertensi dan keluhan muskuloskeletal posisi tubuh sewaktu diberikan perlakuan,
dibandingkan dengan remaja maupun orang dengan tujuan meniadakan atau
dewasa. minimalisasi kelelahan. Senam ergonomik
Proses penuaan tidak hanya dapat merupakan suatu teknik gerakan untuk
menyebabkan menurunnya elastisitas mengembalikan atau membetuk posisi
pembuluh darah, namun juga dapat tulang belakang dan kelenturan otot serta
menyebabkan menurunnya massa otot persendian dan dapat mempengaruhi
yang menyebabkan terjadinya nyeri pada sistem sirkulasi dan peredaran darah. Jika
otot yang dikenal dengan istilah keluhan posisi sudah betul, akan terjadi
muskuloskeletal. Nyeri tersebut berasal optimalisasi suplai darah ke otak, sehingga
dari sistem muskuloskeletal, yang terdiri akan membuka sistem kecerdasan, sistem
atas jaringan lunak pendukung yaitu otot, keringat, sistem pemanas tubuh, sistem
ligamen, tendon dan bursa. Keluhan yang pembakaran asam urat, kolesterol, dan
berasal dari jaringan lunak khususnya otot gula darah, sistem konversi karbohidrat,
paling sering terjadi dibandingkan dengan pembuatan elektrolit atau ozon dalam
tulang dan sendi. Menua tidak lepas dari darah, sistem kesegaran tubuh dan sistem
menurunnya fungsi organ secara signifikan pembuangan energi negatif dari dalam
sehingga perlu adanya pengobatan tubuh.
alternatif untuk dapat mengurangi keluhan Senam ergonomik merupakan
tersebut tanpa menimbulkan efek kombinasi dari gerakan otot dan pernafasan.
samping. Pada saat gerakan berdiri sempurna seluruh
Terapi non farmakologi sangat saraf menjadi satu titik pada
penting dalam mengatasi nyeri, termasuk pengendaliannya di otak, saat itu pikiran
terapi aktivitas fisik senam ergonomik. dikendalikan oleh kesadaran akal untuk
Terapi non farmakologis hal yang penting sehat dan bugar, dan pada saat badan
untuk membantu mengatasi rasa sakit membungkuk dalam gerakan tunduk syukur
yang lebih baik dengan perbaikan fungsi dapat memasok oksigen ke kepala dan
sehari-hari yang termasuk terapi fisik. menambah aliran darah ke bagian atas
Terapi fisik dapat mengurangi intensitas tubuh terutama kepala yang dapat
nyeri pada lansia, namun terapi menstimulasi respon relaksasi tubuh dari
farmakologis juga dapat berdampak buruk seluruh ketegangan fisik dan mental.
bagi organ-organ tubuh yang lain seperti Keluhan muskuloskeletal merupakan
hati dan ginjal. Oleh karena itu suatu keluhan yang terjadi pada otot
diperlukannya adanya alternatif berupa rangka (skeletal) yang dirasakan oleh
terapi nonfarmakologi. seseorang dimana keluhan ini dapat
Penanganan nonfarmakologi untuk membatasi ruang gerak penderitanya
mulai dari keluhan yang sangat ringan

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 105


Vol.6 No.3

hingga sangat sakit yang menyebabkan mencakup umur, berat badan, dan tinggi
penderita keluhan ini menjadi kurang badan serta kondisi lingkungan seperti suhu,
produktif. Menurut Ulfah (2014) keluhan kelembaban, kebisingan, intensitas cahaya
muskuloskeletal merupakan gangguan dan sirkulasi udara di tempat lansia
fungsi normal otot, tendon, saraf, beraktivitas. Faktor-faktor lain yang
pembuluh darah, tulang dan ligamen, berpengaruh terhadap penelitian ini tidak
akibat perubahan struktur atau sistem diteliti.
muskuloskeletal di dalam waktu pendek
ataupun lama. Sutajaya (2014) METODE
menyatakan bahwa keluhan Adapun tempat penelitian dilakukan di
muskuloskeletal terjadi pada sistem Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Jara
muskuloskeletal yang meliputi jaringan Marapati yang terletak di jalan Arjuna, Desa
sebagai berikut. Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten
Hipertensi adalah kondisi dimana Buleleng, Provinsi Bali. Waktu penelitian
tekanan darah lebih tinggi dari nada 140/90 yaitu bulan Desember 2018 sampai dengan
milimeter merkuri (mmHg) di dalam arteri. Juli 2019. Jenis penelitian ini adalah quasi
Diperkirakan sekitar 30% orang berusia 50 eksperimental dengan rancangan
tahun atau lebih menderita hipertensi randomized pre dan post test group design
(Balaban, dkk. 2017). Angka 140 mmHg (treatment by subjects). Berikut merupakan
merujuk pada bacaan sistolik, ketika rancangan penelitian.
jantung memompa darah ke seluruh tubuh Populasi target pada penelitian ini
dengan tekanan maksimal karena jantung adalah semua lansia yang ada di Panti
berkontraksi. Sementara itu, angka 90 Sosial Tresna Werdha Jara Marapati
mmHg mengacu pada bacaan diastolik, Buleleng berjumlah 66 orang. Populasi
ketika jantung dalam keadaan rileks terjangkau adalah semua lansia yang
sembari mengisi ulang bilik-biliknya memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 36
dengan darah dengan tekanan terendah di orang lansia kemudian diundi secara acak
antara kontraksi jantung (jantung dan didapat 24 orang lansia. Sampel pada
beristirahat). Hipertensi merupakan penelitian ini adalah lansia yang terpilih
penyakit tak menginfeksi tertinggi di dalam penentuan jumlah sampel dan
Indonesia (Sirait, dkk. 2018). dilibatkan secara penuh pada penelitian ini.
Menurut Hadayani (2014) arteri yang Untuk menghindari adanya bias yang
meregang secara terus menerus dapat disebabkan oleh karakteristik subjek dibuat
mengakibatkan pembuluh darah pecah kriteria untuk membatasi jumlah subjek
yang menyebabkan terjadinya stroke. yang bisa dilibatkan dalam penelitian ini.
Misalnya sebuah arteri otak dapat pecah Kriteria sampel yang digunakan yaitu
sehingga menimbulkan stroke atau inklusi, eksklusi, dan drop out.
pendarahan di retina dapat terjadi, atau Instrumen yang digunakan dalam
perubahan yang timbul dalam ginjal dapat penelitian ini adalah sebagai berikut (1)
mengganggu fungsi ginjal itu sendiri Kuesioner Nordic Body Map untuk mendata
(Pearce, 2017). keluhan muskuloskeletal lansia,
Tujuan yang ingin dicapai dari (2)Tensimeter untuk mendata tekanan
penelitian ini adalah untuk mengetahui darah sistolik lansia, dan (3) Environment
senam ergonomik dapat menurunkan meter untuk mendata kondisi lingkungan
keluhan muskuloskeletal pada lansia tempat tinggal lansia.
penderita hipertensi dan mengetahui senam Adapun langkah-langkah yang
ergonomik dapat menurunkan tekanan dilakukan pada tahap pelaksanaan
darah sistolik pada lansia penderita penelitian adalah sebagai berikut.
hipertensi. Penelitian ini hanya mengungkap Melakukan pendataan keluhan
penurunan keluhan muskuloskeletal dan muskuloskeletal dengan kuesioner Nordic
tekanan darah pada lansia yang menderita Body Map, dilakukan sebelum dan sesudah
hipertensi akibat dari kegiatan senam kerja dengan cara memberi tanda silang (X)
ergonomik, atau hanya dikontrol dan pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan
dikendalikan seperti : kondisi subjek yang

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 106


Vol.6 No.3

rasa sakit atau kaku pada otot skeletal yang HASIL DAN PEMBAHASAN
dirasakan. (a) Memberikan tenggang waktu Tabel 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Data
satu hari antara Periode I dan II untuk Karakteristik Lansia (n=24)
proses adaptasi. (b) Pendataan dilakukan Variabel Rerata SB
3x dalam 1 minggu selama 2 minggu Umur (th) 72,25 8,15
sehingga didapatkan 6x pendataan. (c) Berat Badan 66,54 8,67
Pengukuran dilakukan di pagi hari pukul (kg)
07.00 WITA dimana sinar matahari tidak Tinggi Badan 156,04 8,44
terik sehingga dapat menghindari adanya (cm)
bias di dalam penelitian akibat dari Berdasarkan hasil analisis data pada
perubahan metabolisme lansia. Perlakuan Tabel 4.1, dapat diinterpretasikan bahwa
diberikan selama 30 menit untuk rerata umur lansia penderita hipertensi
menghindari kelelahan yang akan didapat adalah 72,25 tahun dengan simpang baku
oleh lansia apabila melakukan gerakan sebesar 8,15 tahun. Rerata berat badan
senam dengan waktu yang lama. lansia penderita hipertensi adalah 66,54 kg
Melakukan pengumpulan data dengan simpang baku sebesar 8,67 kg.
tekanan darah (diukur menggunakan Rerata tinggi badan lansia penderita
Tensimeter) dengan ketentuan sebagai hipertensi adalah 156,04 cm dengan
berikut. (a) Memasang manset pada lengan simpang baku sebesar 8,67 kg. Itu berarti
atas dengan jarak 2-3 cm dari lipatan siku bahwa umur lansia sudah lebih dari 72
dan perhatikan posisi manset menekan tahun yang merupakan harapan hidup
tepat diatas denyutan arteri brakialis. (b) orang Indonesia dan berat badan
Menekan tombol start (c) Melepas manset. dibandingkan dengan tinggi badan dalam
Jumlah sampel yang dilibatkan dalam kategori ideal sampai dengan normal.
penelitian ini adalah sebanyak 24 orang. Semakin tua umur seseorang, kemampuan
Sampel dipilih menggunakan teknik regenerasi sel semakin berkurang seiring
sampling acak bertingkat (multistage berjalannya waktu. Hal serupa juga
random sampling). Teknik penentuan besar dilaporkan oleh Ramandhani (2003), bahwa
sampel adalah sebagai berikut. (1) pertambahan umur pada masing-masing
Mengacu kepada jumlah populasi target orang menyebabkan adanya penurunan
sebanyak 66 lansia yang ada di Panti Sosial kemampuan kerja pada jaringan tubuh (otot,
Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng, tendon, sendi dan ligament). Penurunan
ditetapkan dengan kriteria inklusi yang telah elastisitas tendon dan otot meningkatkan sel
ditentukan diperoleh populasi terjangkau mati sehingga terjadi adanya penurunan
sebanyak 36 orang. (2) Dari populasi fungsi sehingga tubuh rentan terhadap
terjangkau tersebut dipilih secara acak keluhan muskuloskeletal.
dengan cara undian sebanyak 24 orang
sampel dari 36 orang pada populasi Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Data
terjangkau. Kondisi Lingkungan Wisma Lansia (n=24)
Analisis data menggunakan SPSS Variabel Rerata SB
16 for windows dimana menggunakan 3 Suhu Kering 32,15 1,24
buah uji yaitu uji deskriptif, uji asumsi yaitu (oC)
uji normalitas dengan uji Kolmogorov- Suhu Basah 31,11 1,17
Smirnov dengan taraf signifikansi 5% (α = (oC)
0,05), pada penelitian ini diketahui data Kelembaban 66,24 3,73
berdistribusi normal. dan uji hipotesis Relatif (%)
menggunakan t – paired test dan didapat
Intensitas 340,53 27,22
hasil berupa nilai p =0,0001 yang artinya
Cahaya (Lux)
terdapat perbedaan yang bermakna antara
Kebisingan 55,62 5,75
Periode I dengan Periode II.
(dB(A))

Berdasarkan hasil analisis data pada


Tabel 4.2, dapat diinterpretasikan bahwa

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 107


Vol.6 No.3

rerata suhu kering 32,15 oC dengan Ini menunjukkan bahwa senam ergonomik
simpang baku sebesar 1,24 oC. Rerata dapat menurunkan keluhan
suhu basah 31,11 oC dengan simpang muskuloskeletal pada lansia penderita
baku 1,17 oC. Rerata kelembaban relatif hipertensi. Penurunan keluhan
66,24% dengan simpang baku 3,73%. muskuloskeletal tersebut disebabkan oleh
Rerata intensitas cahaya 340,53 lux berkontraksinya otot tubuh akibat adanya
dengan simpang baku 27,22 lux. Rerata pergerakan berupa senam ergonomik yang
kebisingan 55,62 dB(A) dengan simpang memungkinkan untuk membuka jalan
baku 35,75 dB(A). Itu berarti bahwa kondisi nafas seluas-luasnya sehingga oksigen
lingkungan di wisma lansia dalam kategori masuk secara optimal ke dalam tubuh.
nyaman. Meningkatnya usia seseorang diikuti
Kondisi lingkungan yang ditemukan dengan adanya perubahan-perubahan
pada penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk tubuh yang mengarah pada
rerata suhu kering di lingkungan PSTW kemundura fisik maupun mental. Beberapa
Jara Marapati Buleleng adalah 32,15 ℃, penyait yang biasa diderita lansia adalah
suhu basah 31,11 ℃, kelembaban relatif osteoartritis, penyakit kardiovaskuler,
66,24%, intensitas pencahayaan 340,53 obesitas, diabetes maupun hipertensi.
lux, dan kebisingan 55,62 dB (A). Dapat Kurangnya olahraga meningkatkan
dikatakan bahwa kondisi lingkungan pada kemungkinan timbulnya obesitas dan
lingkungan tempat tinggal lansia dikatakan meningkatkan risiko seseorang menderita
dalam kondisi nyaman, disertai dengan hipertensi serta menyebabkan seseorang
intensitas penerangan dalam kategori mempunyai frekuensi denyut jantung yang
cukup memadai. Dilihat dari tingkat lebih tinggi sehingga jantung harus lebih
kebisingan di lingkungan PSTW Jara bekerja keras setiap berkontraksi. Semakin
Marapati Buleleng juga masih dalam batas keras dan semakin sering otot jantung
yang dapat ditoleransi oleh tubuh manusia. memompa maka semakin besar tekanan
Kenyamanan termal atau fisik yang dibebankan pada arteri. Salah satu
lingkungan di tempat beraktivitas aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia
dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban adalah senam lansia. Senam lansia
relatif, kecepatan angin, pencahaan dan merupakan aktivitas fisik yang perlu
kebisingan. Sukmadewi (2008) dilakukan secara rutin. Pada dasarnya
melaporkan bahwa perbaikan konsdisi olahraga seperti senam ergonomik dapat
kerja, pemberian teh manis dan istirahat meningkatkan kecepatan detak jantung,
pendek pada perajin destar di Desa Gerih pernafasan, pemompaan darah, dan
dengan intensitas cahaya 455,75 s.d. metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen
507,6 Lux dengan rerata 480,6 Lux. Hasil akan terpenuhi karna jantung meningkatkan
uji t paired pada Tabel 4.5 menunjukkan aliran darah.
bahwa nilai p = 0,0001 artinya ada
perbedaan bermakna keluhan Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Keluhan
muskuloskeletal antara Periode I dengan Muskuloskeletal dan Tekanan Darah Sistolik
Periode II. Rerata keluhan muskuloskeletal (n=24)
lansia penderita hipertensi sebelum diberi Variab Periode I Periode II Ket
perlakuan pada Periode I adalah 62,14 el era
termasuk kategori sakit sedangkan pada nga
periode II adalah 36,13 termasuk kategori n
agak sakit. Rerata keluhan Rerat SB Rerat SB
muskuloskeletal lansia penderita hipertensi a a
setelah diberi perlakuan pada Periode I Keluh 62,14 3,08 36,13 4,20 Me
adalah 67,75 termasuk kategori sakit an nur
sedangkan pada periode II adalah 37,01 musku un
termasuk kategori agak sakit. Keluhan loskel 41,
muskuloskeletal lansia menurun sebesar etal 85
84,29% antara Periode I dengan Periode II. sebelu %

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 108


Vol.6 No.3

m (Periode I) sebesar 67,75 termasuk dalam


perlak kategori sakit dibandingkan dengan
uan sesudah diberikan perlakuan (Periode II)
Keluh 67,75 3,48 37,01 4,22 Me 37,01 termasuk dalam kategori agak sakit,
an nur sehingga keluhan menurun sebesar 45,37%
musku un antara Periode I dengan Periode II. Selisih
loskel 45, keluhan muskuloskeletal pada Periode I
etal 37 sebesar 11,21 dibandingkan dengan selisih
setela % keluhan muskuloskeletal pada Periode II
h sebesar 0,78, sehingga keluhan menurun
perlak sebesar 84,29%.
uan Senam ergonomik akan
Selisih 11,21 2,08 1,76 0,78 Me menyebabkan tubuh seseorang
keluha nur mengeluarkan hormon endorpin yang
n un menyebabkan tubuh menjadi lebih tenang
musku 84, dan mengurangi perasaan stress dimana
loskel 29 penurunan tersebut akan menstimulasi
etal % kerja saraf perifer terutama saraf
Tekan 147,7 4,12 143,3 5,44 Me parasimpatis yang menyebabkan terjadinya
an 3 8 nur vasodilatasi pembuluh darah sehingga
darah un tekanan darah sistolik turun dan lebih
sistolik 2,9 terkendali. Ini menunjukkan bahwa senam
pada 4% ergonomik dapat menurunkan tekanan
sebelu darah sistolik pada lansia penderita
m hipertensi karena senam ergonomik dapat
perlak melebarkan pembuluh darah sehingga
uan sirkulasi darah menjadi lancar.
Tekan 157,1 4,46 145,3 5,38 Me Hal serupa juga dilaporkan oleh
an 8 5 nur Maryam (2008) bahwa penurunan tekanan
darah un darah terjadi karena pada saat melakukan
sistolik 7,5 senam ada latihan pernapasan.
setela 2% Pernapasan lambat memungkinkan tubuh
h untuk rileks dan melebarkan kapiler,
perlak sehingga meningkatkan sirkulasi darah. Ini
uan terjadi karena mengambil napas dalam-
Selisih 9,83 1,94 1,46 0,94 Me dalam dan menghembuskan napas
tekana nur sepenuhnya akan meningkatkan sirkulasi
n un O2 dan CO2. Selain itu, inhalasi dan
darah 85, pernafasan secara teratur juga dapat
sistolik 14 meningkatkan efisiensi kerja jantung.
% Melakukan gerakan tera dengan benar akan
Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.3 membuat tubuh merasa rileks dan puncak
dapat diinterpretasikan bahwa rerata relaksasi tubuh dapat dicapai, sehingga
keluhan muskuloskeletal sebelum diberi dapat mengurangi ketegangan fisik dan
perlakuan berupa senam ergonomik mental.
(Periode I) sebesar 62,14 termasuk dalam Jian (2011, hal 197) melaporkan
kategori sakit dibandingkan dengan bahwa senam ergonomik juga dapat
sebelum diberikan perlakuan (Periode II) menurunkan ketegangan otot saat setelah
36,13 termasuk dalam kategori agak sakit, senam secara relaksasi sehingga
sehingga keluhan menurun sebesar 47,50% berdampak meningkatnya sistem saraf
antara Periode I dengan Periode II. Rerata parasimpatis memproduksi hormone
keluhan muskuloskeletal sesudah diberi erdhorphin, sehingga dapat menurunkan
perlakuan berupa senam ergonomik tekanan darah dan memberikan perasaan
rileks/nyaman dalam hal ini dibuktikan

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 109


Vol.6 No.3

dengan banyaknya responden yang sirkulasi darah menjadi lancar.


merasakan badannya menjadi lebih bugar
dan tidak terasa kaku setelah diberikan SIMPULAN DAN SARAN
senam dengan relaksasi. Bertolak dari hasil penelitian dan
Hasil penelitian ini bersinergi dengan pembahasan yang telah dikaji berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan penelitian yang relevan dapat disimpulkan,
oleh Setianingsih (2012), didapatkan hasil senam ergonomik dapat menurunkan
bahwa menunjukkan ada pengaruh yang keluhan muskuloskeletal lansia sebesar
signifikan senam ergonomis terhadap 47,50% dan senam ergonomik dapat
perubahan tekanan darah pada klien menurunkan tekanan darah sistolik lansia
hipertensi di Kelurahan Bendan Kota sebesar 2,65%.
Pekalongan berdasarkan uji statistik dengan Berdasarkan simpulan di atas, saran
p value tekanan darah sistolik yaitu 0,002 yang dapat disampaikan kepada pihak
dan p value tekanan darah diastolik 0,009. pengelola PSTW Jara Marapati Buleleng
Berdasarkan hasil analisis Tabel 4.3 untuk memerhatikan kesehatan lansia
dapat diinterpretasikan bahwa rerata melalui kegiatan-kegiatan baru yang dapat
tekanan darah sistolik sebelum diberi membuat lansia bergerak aktif, kepada
perlakuan berupa senam ergonomik lansia diharapkan untuk melakukan senam
(Periode I) sebesar 147,73 termasuk dalam ergonomik setiap hari sebagai upaya untuk
kategori hipertensi stage 1 dibandingkan meningkatkan kualitas kesehatannya. dan
dengan sebelum diberikan perlakuan kepada peneliti lain disarankan melakukan
(Periode II) 143,38 juga termasuk dalam penelitian dengan sungguh-sungguh
kategori hipertensi stage 1, sehingga didalam melakukan penelitian agar dapat
keluhan menurun sebesar 2,94% antara membantu lansia didalam meningkatkan
Periode I dengan Periode II. Rerata tekanan kualitas kesehatannya.
darah sistolik sesudah diberi perlakuan .
berupa senam ergonomik (Periode I) UCAPAN TERIMAKASIH
sebesar 157,18 termasuk dalam kategori Terimakasih yang sebesar-besarnya
hipertensi stage 1 dibandingkan dengan penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
sesudah diberikan perlakuan (Periode II) Maha Esa atas kesehatan dan konsentrasi
145,35 juga termasuk dalam kategori yang telah dianugrahkan-Nya kepada
hipertensi stage 1, sehingga keluhan penulis. Terimakasih kepada Ketua
menurun sebesar 5,38% antara Periode I Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan
dengan Periode II. Selisih tekanan darah atas kesediaannya mengajar penulis
sistolik pada Periode I sebesar 9,83 selama studi di Universitas Pendidikan
dibandingkan dengan selisih keluhan Ganesha. Terimakasih kepada Dosen
muskuloskeletal pada Periode II sebesar Pembimbing I, Prof. Dr. I Made Sutajaya,
1,46, sehingga keluhan menurun sebesar M.Kes. atas bimbingan dan semangat
85,14%. yang diberikan kepada penulis.
Senam ergonomik akan Pembimbing II, Ni Putu Sri Ratna Dewi,
menyebabkan tubuh seseorang S.Pd., M.Pd. yang selalu memotivasi serta
mengeluarkan hormon endorpin yang membimbing penulis hingga ke tahap ini.
menyebabkan tubuh menjadi lebih tenang Dan tidak lupa kepada orang tua terutama
dan mengurangi perasaan stress dimana Ibu Ni Nengah Sunarti yang tak henti-
penurunan tersebut akan menstimulasi hentinya memanjatkan doa dan
kerja saraf perifer terutama saraf memotivasi penulis hingga tahap ini.
parasimpatis yang menyebabkan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah sehingga
tekanan darah sistolik turun dan lebih DAFTAR PUSTAKA
terkendali. Ini menunjukkan bahwa senam
ergonomik dapat menurunkan tekanan Beswick et al., (2008). Complex
darah sistolik pada lansia penderita Interventions To Improve Physical
hipertensi karena senam ergonomik dapat Function And Maintain Independent
melebarkan pembuluh darah sehingga Living In Elderly People: A

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 110


Vol.6 No.3

Systematic Review And Meta- Journal of Nursing and Midwifery


Analysis. The Lancet, 371: 725-735. Science, 1(1). Hal 1 s.d 2
Dalam
Ramadhani, Srie. 2003. Ergonomi dalam
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti
Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi
cles/PMC2262920/ diakses 18 Juni
Kedua(Revisi), Budiono, A.M.
2019
Sugeng, Jusuf, R.M.S. & Pusparini,
Hadiyani, W., Nia R.R. 2018. The
Adriana. Semarang. : Universitas
Effectiveness of Balance Excerciseon
Diponegoro
Reducing Risk of Fall in Older People.
So’emah, E.Nur., Agus H., Amar A. 2017.
Konverensi Internasional tentang
Effect of Ergonomik Gymnastic To
Perawatan dan Manajemen
Lipid Profile And Blood Pressure In
Kesehatan. Available from
Patients With Hypertension At Sumber
(http://ichm2018.stikep-
Agung Village Jatirejo District
ppnijabar.ac.id/index.php/ichm2018/ar
Mojokerto Regency. International
ticle/view/33/33, diakses 20 November
Journal Of Nursing and Midwifery.
2018).
Volume 1, Issue 1, May - August 2017
Jian, R. (2011). Pengobatan alternatif untuk
e-ISSN : 2597-9345 p-ISSN : 2597-
mengatasi tekanan darah. Jakarta :
761X. Halaman 14
Gramedia Pustaka Utama
Kemenkes RI. 2003. On The Prevention, Sukmadewi, I. A. 2008. Perbaikan kursi
Detection, Evaluation And Treatment kerja, pemberian the manis, dan
Of High Blood Pressure. Jointt National istirahat pendek menurunkan
Committee : Amerika keluhan muskuloskeletal dan
Marlita, L., Roni. S., Moh. Y. 2018. Faktor- meningkatkan produktivitas perajin
Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat destar di Desa Gerih. Dalam
Kemandirian Lansia Dalam Melakukan http:/files.dcp2.org/pdf/DCP/DCP51.
Activity Daily Living (Adl) Di Upt Pstw pdf. diakses tanggal 19 Juni 2019
Khusnul Khotimah. Jurnal Wulandari, H. T. 2016. Pengaruh Senam
Keperawatan Abdurrab. [S.l.], v. 1, n. Ergonomik terhadap Keluhan Nyeri
2, p. 64-68, jan. 2018. ISSN 2579- Sendi Pada Lansia Yang Mengalami
8723. Available from Rematik di Wilayah Kerja Puskesmas
<http://jurnal.univrab.ac.id/index.php/k Banguntapan II Bantul. Skripsi
eperawatan/article/view/378>. Diakses diterbitkan Yogyakarta : Program Studi
16 Desember 2018. Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Maryam, Siti., Mia F. Ekasari., Rosidawati., Kesehatan.Jenderal Achmad Yani.
Ahmad Jubaedi, I. B. 2008. Mengenal WHO. 2018. Aging and Life Course. (Online)
Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakarta: (www.who.int/aging/data-research/en/,
Salemba Medika. diakses 1 Desember 2018).
Pearce, E.C. 2017. Anatomi dan Fisiologi Wratsongko, M. 2006. Pedoman Sehat
untuk Paramedis. Terjemahan oleh Sri Tanpa Obat, Senam Ergonomi dan
Yuliani Handoyo. Jakarta : CV Prima Pijat Getar Saraf. Jakarta : PT Elex
Gravika Media Komputindo
Priyanti, K., Asti. N., Achmad. S. 2018
Pengaruh Senam Ergonomik Secara Wratsongko, M. 2008. Sholat jadi obat.
Kelompok dan Individu Terhadap Jakarta: Elex Media Komputindo.
Penurunan Tekanan Darah pada Dalam Syahfitri, Mayani., Safri.,
Lansia dengan Hipertensi di Kelurahan Jumaini. 2015. Vol. 2 No. 2.
Gisikdrono Semarang. International

Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha 111


Journal of Telenursing (JOTING)
Volume 1, Nomor 2, Desember 2019
e-ISSN: 2684-8988
p-ISSN: 2684-8996
DOI: https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.933

TERAPI AKTIVITAS SENAM ERGONOMIS TERHADAP


PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL LANSIA

Juli Andri1, Resi Karmila2, Padila4, Harsismanto. J4, Andry Sartika5


Universitas Muhammadiyah Bengkulu1,,3,4,5

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh senam ergonomis terhadap
peningkatan kemampuan fungsional pada lanjut usia di posyandu lansia wilayah kerja
puskesmas sukamerindu kota bengkulu yang mengalami penurunan kemampuan
fungsional. Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan
pre test dan post test tanpa kelompok pembanding (kontrol). Hasil uji paired t-test
menunjukkan terjadi peningkatan nilai kemampuan fungsional dengan p value = 0,000
< 0,05. Simpulan, terdapat pengaruh terapi aktivitas senam ergonomis terhadap
peningkatan kemampuan fungsional pada lanjut usia.

Kata Kunci: Kemampuan Fungsional, Lanjut Usia, Senam Ergonomis

ABSTRACT

The purpose of this study was to analyze the effect of ergonomic exercise on the
Improvement of Functional Ability in the elderly in the Posyandu Elderly Work Area of
the Sukamerindu Public Health Center in Bengkulu City, which decreased Functional
Ability. The design of this study used a quasi-experimental design with pre-test and
post-test without comparison (control) groups. Paired T-test results showed an increase
in the value of functional ability with P Value = 0,000 <0.05. Conclusion, there is an
influence of ergonomic exercise activity therapy on increasing functional ability in the
elderly.

Keywords: Functional Ability, Elderly, Ergonomic Gymnastics

PENDAHULUAN
Permasalahan pada lansia dalam pemeliharaan kesehatan hanya 5% yang di urus
oleh institusi kesehatan dengan terapi nonfarmakologis, 25% adalah dengan terapi obat-
obatan. Akibatnya respon terhadap pengobatan kimia semakin meningkat, sehingga
seorang lanjut usia lebih mudah terkena masalah kesehatan (Padila, 2013). Masalah
kesehatan yang sering dialami meliputi kemunduran dan kelemahan baik kemunduran
fisik, kognitif, perasaan, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
Tahun 2012, di Asia jumlah absolut populasi lansia di atas 60 tahun terbesar
adalah Cina (200 juta), India (100 juta) dan menyusul Indonesia (25 juta). Penduduk
dianggap berstruktur tua di negara berkembang apabila penduduk usia 60 tahun ke atas
sudah mencapai 7% dari total penduduk. Tahun 2010 proporsi penduduk lansia di
Indonesia telah mencapai sekitar 10%. Indonesia seperti negara-negara lain di kawasan
Asia Pasifik akan mengalami penuaan penduduk dengan amat sangat cepat.

304
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

Diperkirakan Indonesia akan mencapai 100 juta lanjut usia (lansia) dalam tahun 2050.
(Abikusno, 2013). Dilihat dari sebaran penduduk lansia menurut provinsi berdasarkan
Susenas tahun 2012 Badan Pusat Statistik RI, jumlah penduduk lansia paling tinggi ada
di Provinsi Yogyakarta dengan persentase 13,04%, sedangkan Provinsi Bengkulu ada di
urutan 20 dengan persentase 5,86% (Pusat Data dan Informasi KemenKes RI, 2013).
Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil)
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan
struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera termasuk adanya infeksi.
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain
sedikit demi sedikit. Tidak ada batasan yang tegas pada usia berapa kondisi kesehatan
seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang
sangat berbeda, baik dalam pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat
menurunnya. Fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh
beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak & Wahit, 2011).
Lansia mengalami masalah kesehatan yang meliputi kemunduran dan kelemahan
baik kemunduran fisik, kognitif, perasaan, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
fleksibilitas sendi pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri. Terjadi
erosi pada kapsul persendian, sehingga akan menyebabkan penurunan luas dan gerak
sendi, yang akan menimbulkan gangguan berupa pembengkakan dan nyeri (Azizah,
2011). Tubuh memiliki neuromodulator yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri,
salah satunya adalah beta-endorfin. Endorfin berperan untuk mengurangi sensasi nyeri
dengan memblokir proses pelepasan substansi p dari neuron sensorik sehingga proses
transmisi impuls nyeri di medula spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi
berkurang. Tingginya beta-endorfin juga memiliki dampak psikologis langsung yakni
membantu memberi perasaan santai, mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan
senang, membuat seseorang menjadi lebih nyaman, dan melancarkan pengiriman
oksigen ke otot (Malo et al., 2019).
Terjadinya penurunan fungsi muskuloskeletal merupakan penyebab penting
terjadinya proses penurunan kemampuan fungsional (Watson, 2003). Menurut Kresevic
& Mezey (2003) dalam Potter & Perry (2009) status fungsional lansia biasanya merujuk
pada kemampuan dan perilaku yang aman dalam aktivitas harian (ADL). Hal ini
merupakan indikator yang sensitif bagi kesehatan atau penyakit pada lansia. Perubahan
mendadak pada ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah kronis.
Activity of daily living (ADL) adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri
(Tamher & Noorkasiani, 2011).
Pada lansia juga terjadi perubahan pada kolagen, perubahan kolagen ini akan
menjadi penyebab pada menurunnya fleksibilitas sendi pada lansia sehingga
menimbulkan dampak berupa nyeri. Terjadi erosi pada kapsul persendian, sehingga
akan menyebabkan penurunan luas dan gerak sendi, yang akan menimbulkan gangguan
berupa pembengkakan dan nyeri (Azizah, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Huriah et al., (2014) membuktikan bahwa terdapat
pengaruh senam ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi dan kekuatan otot
pada lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta.

305
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

Menurut Maryam & Siti (2008) ada banyak cara untuk meningkatkan dan
memelihara kebugaran, kesegaran dan kelenturan fisik lansia, seperti melakukan
pekerjaan rumah dan berkebun, berjalan kaki, berenang serta senam, salah satu senam
yang dapat dilakukan adalah senam ergonomis sebagai latihan senam setiap hari atau
sekurang-kurangnya 2-3 kali seminggu. Senam ergonomis merupakan senam yang
gerakan-gerakannya diadopsi dari gerakan sholat sehingga relatif mudah diikuti oleh
lansia. Senam ergonomis merupakan senam fundamental yang gerakannya sesuai
dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh. Tubuh dengan sendirinya terpelihara
homeostatisnya (keteraturan dan keseimbangannya) sehingga tetap dalam keadaan
bugar. Gerakan-gerakan ini juga memungkinkan tubuh mampu mengendalikan,
menangkal beberapa penyakit dan gangguan fungsi sehingga tubuh tetap sehat (Sagiran,
2012).
Berdasarkan hasil survey awal yang peneliti lakukan pada beberapa Puskesmas di
kota Bengkulu, Posyandu yang aktif dan jumlah lansia terbanyak yang mengikuti
posyandu ada di Posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu. Wilayah
Kerja Puskesmas Sukamerindu mempunyai jumlah lanjut usia sebanyak 1,032 jiwa dan
merupakan urutan ke empat dari seluruh wilayah kerja puskesmas di Kota Bengkulu
(DinKes, 2013). Hasil wawancara singkat yang peneliti lakukan dari 10 orang lansia 7
diantaranya mengalami penurunan pada kemampuan fungsional. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisis pengaruh senam ergonomis terhadap peningkatan kemampuan
fungsional pada lanjut usia di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas sukamerindu
kota bengkulu yang mengalami penurunan kemampuan fungsional, selain itu lansia
yang mengalami kemampuan fungsional di posyandu lansia belum mengenal senam
ergonomis.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimental
dengan rancangan pretest and posttest tanpa kelompok kontrol, yaitu penelitian tanpa
kelompok kontrol. Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai post
test dengan nilai pre test.

Populasi dan Sampel


Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengikuti posyandu
lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu yaitu 25 orang.

Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini di ambil secara Purposive Sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah 15 orang, dengan kriteria Inklusi, yaitu mengalami
gangguan kemampuan fungsional, berusia > 59 tahun, dapat mendengar dan melihat,
bersedia menjadi responden dan dapat mengikuti prosedur penelitian sampai dengan
tahap akhir, tidak memiliki penyakit yang menyebabkan responden sulit bergerak/ sulit
untuk mengikuti prosedur senam ergonomis (seperti: stroke), dapat melakukkan
minimal 80% prosedur gerakan senam ergonomis dan kooperatif. Sedangkan kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah lansia yang tidak kooperatif yaitu tidak mengikuti
kegiatan secara penuh, lansia yang sedang menggunakan obat-obatan sedatif-hipnotif,

306
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

lansia yang memiliki penyakit stroke sehingga tidak dapat bergerak, demensia,
gangguan jiwa dan lansia yang lumpuh.

Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat untuk
mengetahui karakteristik lansia (umur), kemampuan fungsional sebelum diberi
intervensi senam ergonomis dan sesudah diberi intervensi senam ergonomis. Pada
analisis bivariat digunakan uji statistik paired t test.

HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat

Tabel. 1
Identitas Responden Berdasarkan
Kelompok Usia (n=15)

Usia Frekuensi Persentase


60-65 tahun 12 responden 80,0%
66-70 tahun 3 responden 20,0%
>70 tahun - -
Total 15 Responden 100,0 %

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat 12 orang responden (80,0%)


berusia antara 60-65 tahun dan 3 responden (20,0%) berusia antara 66-70 tahun.

Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Fungsional
Hasil Pre Test pada Responden

Pre Test Frekuensi Presentase


10 1 6,7 %
11 6 40,0 %
12 8 53,3 %
Total 15 100,0 %

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil pre test nilai kemampuan
fungsional lansia dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks yang telah dimodifikasi
yaitu nilai kemampuan fungsional 10 sebanyak 1 orang (6,7%), nilai kemampuan
fungsional 11 sebanyak 6 orang (40%) dan nilai kemampuan fungsional 12 sebanyak 8
orang (53,3%).
Tabel. 3
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Fungsional
Hasil Post Test pada Responden

Post Test Frekuensi Presentase


12 1 6,7 %
13 7 46,7%
14 5 33,3 %
15 2 13,3%
Total 15 100,0 %

307
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil post test nilai kemampuan
fungsional lansia degan menggunakan Kuesioner Katz Indeks yang telah dimodifikasi
yaitu nilai kemampuan fungsional 12 sebanyak 1 orang (6,7%), nilai kemampuan
fungsional 13 sebanyak 7 orang (46,7%), nilai kemampuan fungsional 14 sebanyak
orang (33,3%) dan nilai kemampuan fungsional 15 sebanyak 2 orang (13,3%).

Tabel. 4
Perbedaan Nilai Kemampuan Fungsional Hasil Pre Test dan Post Test
pada Responden Setelah Dilakukan Intervensi Senam Ergonomis

Variabel Min-Max SD P value


Nilai Kemampuan Fungsional 10-12 0,640
sebelum intervensi
Nilai Kemampuan Fungsional 12-15 0,834 0,000
sesudah intervensi

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa 15 responden sebelum diberi


intervensi senam ergonomis mengalami penurunan kemampuan fungsional <13, namun
setelah diberikan intervensi mereka mengalami peningkatan nilai kemampuan
fungsional.

Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh dua variabel dalam
penelitian ini adalah pengaruh intervensi senam ergonomis terhadap kemampuan
fungsional pada lanjut usia dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel. 5
Distribusi Rata-Rata Kemampuan Fungsional Responden Berdasarkan
Hasil Pre Test dan Post Test Intervensi Senam Ergonomis

Variabel Mean SD SE P Value N


Peningkatan Nilai Kemampuan
Fungsional
Pre Test Responden 11,47 0,640 0,165
0,000
Post Test Responden 13,53 0,834 0,215 15

Berdasarkan tabel 5 rata-rata nilai kemampuan fungsional responden sebelum


intervensi adalah 11,47 dengan standar deviasi 0,640 sedangkan rata-rata kemampuan
fungsional responden setalah diberi intervensi adalah 13,53 dengan standar deviasi
0,834. Hasil uji statistik Uji t didapatkan nilai P value = 0,000 (P<α =0,05), maka dapat
disimpulkan ada pengaruh yang bermakna antara sebelum diberi intervensi dan setelah
diberi intervensi senam ergonomis terhadap nilai kemampuan fungsional pada lanjut
usia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu.

308
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

PEMBAHASAN
Gambaran Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok
Usia
Umur lansia dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu 60-65 tahun, 66-70 tahun
dan >70 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 orang responden
(80%) berusia antara 60-65 tahun, 3 responden (20%) berusia antara 66-70 tahun dan
tidak ada responden yang berusia lebih dari 70 tahun. Nilai skor peningkatan
kemampuan fungsional yang lebih signifikan terdapat pada kategori umur 60-65 tahun
karena terdapat 3 orang responden terjadi peningkatan 3 skor lebih besar dari skor
sebelumnya sedangkan pada kategori umur 66-70 tahun hanya terjadi peningkatan 2
skor dari sebelumnya.

Gambaran Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Fungsional Responden Hasil


Pre Test
Berdasarkan hasil pre test analisis univariat didapatkan hasil dari 15 responden
dengan nilai kemampuan fungsional 10 ada 1 orang (6,7%), nilai kemampuan
fungsional 11 ada 6 orang (40%) dan nilai kemampuan fungsional 12 ada 8 orang
(53,3%).
Hal ini menandakan bahwa kemampuan fungsional lansia akan mengalami
gangguan seiring dengan pertambahan usia. Hal ini disebabkan karena pertambahan
usia seseorang berpengaruh terhadap fungsi organ tubuh setelah mencapai puncak
kematangan usia dewasa fungsi organ tubuh mengalami penurunan. Penurunan
kemampuan melakukan aktifitas dan kemampuan kerja menjadi menurun. Penurunan
tersebut karena penyusutan jaringan tubuh secara bertahap, yang meliputi jaringan otot,
sistem syaraf, dan organ-organ vital lainnya. Hal ini didukung oleh Fatimah (2010)
lansia yang karena usianya akan mengalami perubahan biologis, fisik serta kejiwaan.

Gambaran Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Fungsional Responden Hasil


Post Test
Berdasarkan hasil post test dapat diketahui bahwa hasil post test nilai kemampuan
fungsional lansia degan menggunakan Kuisioner Katz Indeks yang telah dimodifikasi
yaitu Nilai kemampuan fungsional 12 sebanyak 1 orang (6,7%), nilai kemampuan
fungsional 13 sebanyak 7 orang (46,7%), nilai kemampuan fungsional 14 sebanyak 5
orang (33,3%) dan nilai kemampuan fungsional 15 sebanyak 2 orang (13,3%).
Pemberian senam ergonomis pada lansia yang mengalami penurunan kemampuan
fungsional dilakukan 20 menit sebanyak 8 kali 2 kali dalam seminggu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua responden mengalami peningkatan nilai kemampuan
fungsional walaupun beberapa lansia hanya mengalami peningkatan 1 skor dari skor
sebelumnya. Hal ini didukung Maryam & Siti (2008) yang mengemukakan bahwa
melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup dapat
mempertahankan dan meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang baik.

Gambaran Perbedaan Nilai Kemampuan Fungsional Responden Sebelum dan


Setelah Diberi Intervensi Senam Ergonomis
Sebelum diberikan intervensi senam ergonomis pada lansia, peneliti melakukan
pengkajian kemampuan fungsional menggunakan kuesioner Katz Indeks yang telah
dimodifikasi. Kuesioner Katz Indeks meliputi 6 komponen kemampuan fungsional
yaitu, makan, kontinen (BAB dan BAK), berpindah, ke kamar kecil, mandi dan

309
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

berpakaian. Setiap pertanyaan memiliki nilai 0 sampai 1. Nilai katz indeks terendah
adalah 0 dan nilai Katz Indeks tertinggi adalah 17.
Hasil nilai penilaian kemampuan fungsional lansia ini berbeda-beda antara
masing-masing responden. Menurut hasil penelitian paling banyak lansia mengeluh
nyeri pada sendi dan otot sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Watson (2003) penyebab penting
terjadinya penurunan kemampuan fungsional lansia disebabkan oleh terjadinya
penurunan pada fungsi muskuloskeletal.
Pemberian senam ergonomis pada lansia yang mengalami penurunan kemampuan
fungsional dilakukan 20 menit sebanyak 8 kali dan dilakukan 2 kali dalam seminggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden mengalami peningkatan nilai
kemampuan fungsional walaupun beberapa lansia hanya mengalami peningkatan 1 skor
dari skor sebelumnya. Hal ini didukung Maryam & Siti (2008) yang mengemukakan
bahwa melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup dapat
mempertahankan dan meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang baik.
Senam ergonomis mampu mengembalikan posisi dan kelenturan sistem saraf dan
aliran darah. Memaksimalkan suplai oksigen ke otak, mampu menjaga sistem kesegaran
tubuh, serta sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Selain itu juga dapat
meningkatkan kekuatan otot, efektifitas fungsi jantung, mencegah pengerasan pembuluh
darah arteri, serta melancarkan sistem pernafasan. Senam ini bisa dilakukan oleh semua
umur, senam ini juga terdiri dari gerakan sholat, sehingga lansia mudah
mengaplikasikan gerakan senam ini (Sagiran, 2013; Oktaviani et al., 2018).

Pengaruh Intervensi Senam Ergonomis terhadap Peningkatan Kemampuan


Fungsional pada Lanjut Usia
Berdasarkan hasil analisis bivariat pengaruh pemberian senam ergonomis
terhadap kemampuan fungsional pada lanjut usia, diketahui hasil uji statistik dengan uji
T menggunakan SPSS 16, didapatkan nilai yang signifikan yaitu dengan P value =
0,000 < α 0,05 yang berarti Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara pemberian senam ergonomis terhadap peningkatan kemampuan
fungsional pada lanjut usia di posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu
Kota Bengkulu.
Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Sagiran (2012) bahwa dengan rutin
melakukan senam ergonomis setiap hari atau sekurang-kurangnya 2 kali dalam
seminggu maka akan dapat menangkal beberapa penyakit dan gangguan fungsi organ
lainnya sehingga tubuh tetap sehat.
Lansia mengalami masalah kesehatan yang meliputi kemunduran dan kelemahan
baik kemunduran fisik, kognitif, perasaan, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
fleksibilitas sendi pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri. Terjadi
erosi pada kapsul persendian, sehingga akan menyebabkan penurunan luas dan gerak
sendi, yang akan menimbulkan gangguan berupa pembengkakan dan nyeri (Azizah,
2011). Tubuh memiliki neuromodulator yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri,
salah satunya adalah beta-endorfin. Endorfin berperan untuk mengurangi sensasi nyeri
dengan memblokir proses pelepasan substansi p dari neuron sensorik sehingga proses
transmisi impuls nyeri di medula spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi
berkurang. Tingginya beta-endorfin juga memiliki dampak psikologis langsung yakni
membantu memberi perasaan santai, mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan

310
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

senang, membuat seseorang menjadi lebih nyaman, dan melancarkan pengiriman


oksigen ke otot (Malo et al., 2019).
Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri pada lansia
antara lain farmakoterapi (terapi yang paling sering digunakan), dukungan psikologis,
rehabilitasi fisik, dan prosedur intervensi. Terapi farmakologis yang sering digunakan
antara lain NSAID, relaksan otot, opioid, dan terapi adjuvan (Kaye, 2010). Terapi non
farmakoterapi merupakan komponen multimodal manajemen yang sangat penting
karena membantu dalam mengatasi nyeri yang lebih baik dengan perbaikan dalam
fungsi sehari-hari, di dalamnya termasuk terapi fisik (Rastogi & Meek, 2013).
Pemberian terapi farmakologis memiliki risiko tinggi menghasilkan efek yang kurang
baik bagi kesehatan lansia dengan berbagai penurunan fungsi tubuh maka terapi non
farmakologis seperti pemberian aktivitas olahraga fisik ini menjadi alternatif terbaik
untuk mengatasi nyeri lansia (Capezuti et al., 2008).
Senam ergonomik atau senam Inti Prima Raga adalah teknik senam untuk
mengembalikan atau membetulkan posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah,
memaksimalkan asupan oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan,sistem
muskuloskeletal, sistem keringat, sistem pemanasan tubuh, sistem pembakaran asam
urat, kolestrol, gula darah, asam laktat, kristal oksalet, sistem konversi karbohidrat,
sistem pembuatan elektrolit atau ozon dalam darah, sistem kekebalan tubuh
(Wratsongko, 2015).
Sedangkan senam ergonomik adalah senam fundamental yang gerakannya sesuai
dengan susunan dan fisiologis tubuh. Tubuh dengan sendirinya terpelihara
homeostatisnya (keteraturan dan keseimbangannya) sehingga tetap dalam keadaan
bugar (Sagiran, 2013).
Senam ergonomis sendiri untuk mengendalikan atau membetulkan posisi dan
kelenturan sistem saraf pada aliran darah, memaksimalkan suplai darah ke oksigen ke
otak, dapat membuka sistem kecerdasan, sistem keringat, sistem pemanas tubuh, sistem
pembakaran pada asam urat, kolestrol, gula darah, asam laktat, sistem konversi
karbohidrat dan sistem pembuangan energi negraif pada tubuh. Senam ergonomis
terdapat gerakan yang sangat efektif, efesien, dan logis, karena pada rangkaian
gerakanannya merupakan rangkaian gerak yang bisa dilakukan manusia sejak dulu
sampai saat ini (Wratsongko, 2015).
Gerakan-gerakan senam ergonomis sesuai dengan kaidah-kaidah penciptaan tubuh
yang terkait dengan gerakan sholat, artinya senam ergonomis yang langsung dapat
membuka, membersihkan, dan mengaktifkan seluruh sistem- sistem tubuh seperti sistem
kardiovaskuler, kandung kemih, dan sistem reproduksi.Oleh karena itu apabila gerakan
ini dilakukan secara rutin akan berguna untuk membentuk daya tahan tubuh yang
optimal, khususnya bagi seorang yang mengalami lanjut usia (Wratsongko, 2015).

SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan tentang Pengaruh Terapi Aktivitas
Senam Ergonomis Terhadap Kemampuan Fungsional Lansia di Posyandu Lansia
Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu didapatkan kesimpulan:
Identitas responden di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu
berdasarkan usia, yaitu sebagian besar berusia antara 60-65 tahun.
Distribusi nilai kemampuan fungsional sebelum diberi intervensi Senam
Ergonomis dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks memiliki nilai minimal 10,
maksimal 12. Distribusi nilai kemampuan fungsional setelah diberi intervensi Senam

311
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

Ergonomis dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks memiliki nilai minimal 12,
maksimal 15.
Terdapat perbedaan nilai kemampuan fungsional pada lansia sebelum dan setelah
diberi intervensi Senam Ergonomis. Terdapat pengaruh terapi aktivitas senam
ergonomis terhadap peningkatan kemampuan fungsional lansia.

SARAN
Bagi Layanan dan Masyarakat
Senam ergonomis dapat dijadikan kegiatan rutin bagi lansia untuk memperbaiki
kekuatan otot yang menurun dan meningkatkan derajat kesehatan.
Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan oleh masyarakat untuk mengintervensi
kemampuan fungsional yang menurun dan meningkatkan derajat kesehatan.

Bagi Pendidikan Keperawatan


Menggalakkan program kerjasama dengan lahan pelayanan kesehatan dalam
rangka mengembangkan praktek keperawatan yang berbasis non-farmakologi.
Penelitian ini dapat dipublikasikan secara luas sehingga dapat dijadikan sumber
referensi untuk menambah kajian tentang terapi non-farmakologi untuk meningkatkan
kemampuan fungsional serta meningkatkan derajat kesehatan.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan atau bahan kajian untuk
mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai tindakan kesehatan dalam
meningkatkan kemampuan fungsional. Dan dapat dilakukan penelitian lanjutan tentang
senam ergonomis pada variabel lain.

DAFTAR PUSTAKA
Abikusno, N. (2013). Kelanjutusiaan Sehat Menuju Masyarakat Segala Usia. Jakarta:
Buletin Jendela data dan Informasi Kesehatan
Azizah. L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Capezuti, E. A., Siegler, E. L., & Mezey, M. D. (2008). The Encyclopedia of Elder
Care: the Comprehensive Resource on Geriatric and Social Care, 2nd edition.
New York, USA: Springer, pp. 429-432
Dinkes. (2013). Cakupan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Menurut Jenis Kelamin,
Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu. Bengkulu: Dinkes
Fatimah, F. (2010). Merawat Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Gerontik. Jakarta: Trans Info Media
Huriah, T., Ema W., Afiani, S. R., & Yuliana M. M. (2014). Pengaruh Senam
Ergonomis terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi dan Kekuatan Otot pada
Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta.
Manuskrip Penelitian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
http://mkep.umy.ac.id/wp-content/uploads/2016/02/Manuskrip- Riset-AIPNI
SERGO-2014-Titih.pdf
Kaye, B. S. (2010). Pain Management in the Elderly Population: A Review. The
Ochsner Journal, 10, 179–187
Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI http//www.kemenkes-RI-buletin-lansia.pdf
Malo, Y., Ariani, N. L., & Yasin, D. D. F. (2019). Pengaruh Senam Ergonomis terhadap
Skala Nyeri Sendi pada Lansia Wanita. Nursing News, 4(1), 190-199

312
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313

Maryam, R., & Siti, S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Mubarak, M., & Wahit, I. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba
Medika
Oktaviyani, R. D., Hartono, A., & Putri, M. A. (2018). Efektifitas Senam dan Senam
Ergonomis terhadap Perubahan Skala Insomnia pada Lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Magetan. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Padila, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Potter, P., & Perry, P. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Rastogi, R., & Meek, M. (2013). Management of Chronic Pain in Elderly, Frail
Patients: Finding a Suitable, Personalized Method of Control. Dove Medical
Press Ltd
Sagiran, S. (2012). Mukjizat Gerakkan Shalat. Jakarta: Qultum Media
Sagiran, S. (2013). Mukjizat Gerakan Sholat. Jakarta: Qultum Media
Tamher, S., & Noorkasiani. (2011). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Watson. R. (2003). Perawatan pada Lanjut Usia. Jakarta: EGC
Wratsongko, M. M. M. (2015). Mukjizat Gerakan Shalat & Rahasia 13 Unsur Manusia.
Jakarta

313

Anda mungkin juga menyukai