Oleh :
RAZEKHA SASMITA
NIM. 22901033
NIM : 22901033
Dengan ini menyatakan bahwa artikel/tulisan karya saya dengan judul di bawah
ini :
Otot Dan Mobilitas Fisik Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah
RAZEKHA SASMITA
ii
LEMBARAN PERSETUJUAN
Pembimbing
iii
LEMBARAN PENGESAHAN
Mengetahui Mengetahui
Ketua STIKes Medika Seramoe Barat Ketua Jurusan Ners
STIKes Medika Seramoe Barat
iv
LEMBARAN PERSEMBAHAN
1. Orang tua saya, yang telah memberikan dukungan dan senantiasa memberikan
2. Kakak dan adik saya yang telah memberikan semangat dan semoga kita semua
3. Ibu Ns. Nursenamsyah Nasution, S.Kep., M.K.M terimakasih atas waktu, ilmu
4. Semua dosen di prodi profesi Ners STIKes Seramoe Barat yang telah
5. Yayasan Payung Negeri Aceh Darussalam dan semua responden yang bersedia
Salam Bahagia
RAZEKHA SASMITA
v
ANALISA PENERAPAN TERAPI INOVASI SENAM ERGONOMIK
TERHADAP KEKUATAN OTOT DAN MOBILITAS FISIK PADA
PASIEN LANSIA DENGAN STROKE DI WILAYAH KERJA UPTD
PUSKESMAS BUKIT GADENG
ABSTRAK
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Bukit Gadeng” Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini merupakan salah satu
Seramoe Barat.
Penulis menyadari penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil.Oleh karena itu,
1. Bapak Drs. H. T. Syamsul Bahri, selaku Ketua Yayasan Payung Negeri Aceh
Darussalam.
2. Ibu Siti Damayanti, S.ST., M.Keb Selaku Ketua STIKes Medika seramoe
Barat.
3. Ibu Nadia Rizka, S.Tr.Keb., M.Keb Selaku Wakil Ketua II STIKes Medika
Seramoe Barat
4. Ibu Ns. Fitri Apriani, M.Kep Selaku Wakil Ketua I STIKes Medika Seramoe
Barat
vii
5. Ibu Ns. Nursenam ergonomiksyah Nasution, S.Kep., M.K.M Selaku Wakil
6. Ibu Ns. Rizki Andriani, S.Kep., M.Kep Selaku Ketua Jurusan Ners STIKes
RAZEKHA SASMITA
viii
DAFTAR ISI
LEMBARAN PENGESAHAN...................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
ix
2.1.1 Defenisi Stroke .................................................................... 8
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 41
x
4.5 Evaluasi ......................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan.................................................................................... 46
DAFTAR TABEL
xi
Tabel 2.1 Data Mayor dan Minor ..................................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
xii
Gambar 2.1 Pathway ........................................................................................ 12
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
Lampiran 1 Lembar Persetujuan ...................................................................... 52
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
seseorang dalam menghadapi usia senja. Pada tahun 2019, populasi lansia di
dunia yang berumur lebih dari 60 tahun berjumlah 703 juta, meningkat pesat
pertumbuhan ini akan terus meningkat dan turut menyumbang jumlah populasi
atau berjumlah 25,9 juta jiwa, adapun presentase lansia diisi oleh lansia muda
sebanyak 63,82 % (kelompok usia 60-69 tahun), lansia madya (kelompok usia
70-79 tahun) sebesar 27,68 % dan lansia tua (kelompok usia >80 tahun) sebesar
Aceh mencapai 8,2 % atau berjumlah 432.627 jiwa, Untuk Kabupaten Aceh
Selatan, jumlah lansia tahun 2020 berjumlah 22.855 jiwa yang diisi oleh
kelompok usia 60 – 74 tahun dan > 74 tahun (Data Konsolidasi Bersih Provinsi
Aceh, 2020).
Proses menua ini berjalan seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya
1
usia seseorang. Di usia senja pada umumnya aktivitas dengan beban yang berat
akibat dari proses penuaan. Hal ini mengakibatkan lansia lenih mudah terserang
kematian. Penyakit yang biasanya diderita oleh lansia pun beragam diantaranya
pembuluh darah, namun juga dapat menyebabkan menurunnya massa otot yang
menyebabkan terjadinya nyeri pada otot dan gangguan mobilitas yang dikenal
muskuloskeletal, yang terdiri atas jaringan lunak pendukung yaitu otot, ligamen,
tendon dan bursa. Keluhan yang berasal dari jaringan lunak khususnya otot
paling sering terjadi dibandingkan dengan tulang dan sensi. Menua tidak lepas
klinis yang berkembang secara cepat dari gangguan fungsi serebral fokala atau
global, berlangsung lebih dari 24 jam atau hingga menyebabkan kematian serta
terjadi tanpa penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke terjadi ketika aliran
darah ke otak hilang akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak
sehingga terjadi kekurangan oksigen dan kematian mendadak beberapa sel otak
2
Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah penyakit jantung
iskemik dan penyebab kecacatan ketiga di dunia . Menurut WHO tahun 2018
sekitar 7,75 juta orang meninggal karena stroke di dunia (WHO, 2018).
data dan hasil dari Riskesdas 2018, prevalensi penyakit stroke di Indonesia
meningkat yaitu 10,9 %. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosa oleh tenaga
kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (50,2 %) dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun (0,6 %), prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin yaitu lebih
Menular (PTM) 2022 di Provinsi Aceh sebanyak 12.303 jiwa. Angka tersebut
meningkat dibandingkan 2021 hanya 11. 210 orang (Dinas Kesehatan Aceh,
2022).
otot dan skeletal sehingga otot dari 5 bisa menjadi 3 bahkan 0. Akibat
pemecahan protein pada otot, pasien mengalami kehilangan massa tubuh yang
membentuk sebagian otot. Oleh krena itu penurunan massa otot tidak mampu
3
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Lansia yang terkena
melakukan latihan aktif atau melakukan berbagai terapi agar tidak terjadi
penurunan rentang gerak pada lansia maupun penurunan kekuatan otot lansia.
Bebrapa latihan fisik yang dapat diberikan pada pasien stroke yaitu latihan
pemanasan untuk kedua tangan, latihan untuk telapak tangan yang lumpuh,
latihan untuk kaki yang lumpuh dan melakukan terapi komplementer berupa
senam Ergonomik.
rangkaian gerak yang dilakukan manusia sejak dulu sampai saat ini. Gerakan-
kaidah penciptaan tubuh dan gerakan ini diilhami dari gerakan shalat. Senam
kemih dan reproduksi. Penelitian yang dilakukan oleh Abrianto et al. (2022)
Bukit Gadeng Aceh Selatan, penyakit stroke merupakan penyakit dengan jumlah
penderita yang banyak yang sedang di tangani oleh puskesmas Bukit Gadeng.
Terapi yang sering dilakukan oleh penderita stroke di wilayah kerja Puskesmas
4
senam ergonomik di bantu oleh keluarga untuk enguatkan otot pada penderita
stroke serta mencegah kekakuan pada otot serta sendi dan belum terdapat lansia
manfaatnya sangat banyak untuk tubuh lansia sendiri. Oleh karena itu, terapi non
farmakologi lebih diutamakan karena diyakini lebih aman dan memberikan efek
positif. Banyak dari penderita yang belum mengetahui dengan jelas tentang
tidak ada kemauan mandiri untuk melakukan kegiatan sehari-hari sehingga bisa
membuat kekuatan otot lansia menurun dan mobilitasnya terganggu jika orang
5
Mobilitas Fisik Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah Kerja UPTD
rumusan masalah pada karya ilmiah ners ini adalah Analisa Penerapan Terapi
Inovasi Senam Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot Dan Mobilitas Fisik Pada
Gadeng.
hemorogik.
terhadap kekuatan otot dan mobilitas fisik pada pasien lansia dengan
6
1.4 Manfaat Penulisan
1. Penulis
Bagi penulis sendiri diharapkan dapat menambah ilmu serta wawasan yang
lebih luas lagi mengenai terapi non farmakologi untuk stroke dengan
2. Puskesmas
KIAN ini dapat dijadikan salah satu terapi non farmakologi bagi penderita
3. Pasien
meningkatkan mobilitas dan kekuatan otot pada lansia dengan stroke dan
pentingnya modifikasi gaya hidup sehat dengan pengaturan pola makan atau
aktivitas ringan untuk menjaga kesehatan tubuh baik dimasa sekarang atau
4. Institusi pendidikan
Hasil KIAN ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi lembaga pendidikan
dengan stroke.
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.1. Pengertian
karena kekurangan oksigen yang disebabkan oleh adanya gangguan aliran darah ke
otak. Kekurangan oksigen pada beberapa bagian otak dapat menyebabkan gangguan
Stroke merupakan penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau
global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-traumatik (Siregar et al., 2019).
Stroke terjadi ketika pembuluh darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak
tersumbat oleh gumpalan atau pecah. Ketika itu terjadi, bagian dari otak tidak bisa
mendapatkan darah dan oksigen yang dibutuhkannya, sehingga sel-sel otak itu mati
(AHA, 2020).
2.1.2. Etiologi
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik (non hemorogik) terjadi bila pembuluh darah yang memasok
darah ke otak tersumbat. Jenis stroke ini yang paling umum (hampir 90% stroke adalah
8
iskemik). Gejala stroke iskemik ini dapat bervariasi pada seseorang yang
penglihatan
b. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh pembuluh darah yang bocor atau pecah
didalam atau sekitar otak sehingga menghentikan suplai darah ke jaringan otak yang di
tuju. Selain itu, darah membanjiri dan memampatkan jaringan otak sekitarnya sehingga
5) Penurunan kesadaran
9
6) Gangguan pengelihatan
9) Kesulitan menelan
Manifestasi stroke non hemoragik antara lain : (Rendy dan Margareth, 2019)
mendadak)
c) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, ataupun
koma)
10
2.1.4. Patifisiologi
Menurut Fanning dkk. (2014) dalam Haryono & Utami (2019), Stroke non
hemoragik atau stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan oleh penimbunan lemak atau
kolesterol yang meningkat dalam darah yang disebabkan oleh oklusi cepat dan
mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Kejadian
kematian sel di otak karena penurunan asupan oksigen yang disebabkan oleh thsenam
aterosklerosis. Penumpukan plak atau lemak pada pembuluh darah dapat membuntu
jalannya aliran darah ke otak. Hal ini menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan
membuat kerusakan jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia.
Emboli terjadi karena adanya pecahnya klop yang berasal dari luar otak dan dapat
Pada pasien penyakit jantung maka klop terjadi atau terbentuk di ventrikel
jantung. Apabila jantung memompa, klop dapat ikut aliran darah dan membuntu aliran
darah ke sel otak yang menyebabkan kematian sel karena penurunan asupan oksigen
dan nutrisi. Defisit neurologis dari stroke non hemoragik juga terjadi sumbatan yang
oksigen dan glukosa yang pada akhirnya sel otak akan mengalami nekrosis atau
kematian.
Penyumbatan pembuluh darah otak dan terjadi hambatan pada aliran darah di
otak dapat menurunkan suplai darah dan oksigen ke otak, menyebabkan penurunan
11
fungsi motorik dan musculoskeletal, kelemahan pada satu sisi atau keempat anggota
gerak, hemiparase atau hemiplegia dan akan menyebabkan gangguan mobilitas fisiknya
terganggu serta tirah baring yang lama dapat mengangkat resiko luka tekan atau
dekubitus.
2.1.5. Pathway
Kolesterol
Kolesterol yang
yang meningkat
meningkat dalam
dalam
Etiologi/Faktor
Etiologi/Faktor Penyebab
Penyebab
darah (penimbunan
darah (penimbunan lemak)
lemak)
Lemak
Lemak yang
yang sudah
sudah nekrotik
nekrotik &
&
berdegenerasi
berdegenerasi
Menjadi
Menjadi kapur/mengandung
kapur/mengandung
Ateriosklerosis
Ateriosklerosis kolesterol
kolesterol dengan
dengan infiltrasi
infiltrasi limfosit
limfosit
(trombus)
(trombus)
Thrombus/emboli
Thrombus/emboli di
di cerebral
cerebral
Proses
Proses metabolisme
metabolisme dalam
dalam otak
otak
Stroke
Stroke Non
Non Hemorogik
Hemorogik terganggu
terganggu
Suplai
Suplai darah
darah &
& O2
O2 ke
ke otak
otak menurun
menurun
Disfungsi
Disfungsi N.XI
N.XI (assesoris)
(assesoris)
Fungsi
Fungsi motorik
motorik &
& musculoskeletal
musculoskeletal
menurun
menurun
Kelemahan
Kelemahan pada
pada satu/keempat
satu/keempat
anggota
anggota gerak
gerak
Gangguan
Gangguan Mobilitas
Mobilitas Fisik
Fisik Hemiparase/plegi
Hemiparase/plegi kanan
kanan &kiri
&kiri
12
2.1.6 Penatalaksanaan
Rencana keperawatan yang direkomendasikan antara lain :
b) Mulai aktivitas fisik segera setelah kondisi medis pasien stabil. Hati-hati pada saat
mobilisasi dini pada pasien dengan penurunan neurologis yang progresif, perdarahan
subarachnoid dan intraserebral, hipotensi ortostatik, infark miokard akut atau deep
pengobatan.
d) Cegah komplikasi, termasuk emboli paru, aspirasi, kerusakan kulit, infeksi saluran
kencing, jatuh, kelemahan otot dan kontraktur, cedera bahu dan kejang.
dimodifikasi.
aktif dari pasien dan keluarganya, dari awal perawatan keluarga sudah dilibatkan.
13
j) Pilih program rehabilitasi lokal yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan pasien
stroke berulang adalah dengan mengendalikan gaya hidup dan faktor resiko antara lain
berhenti merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam diet,
Tata laksana pasien stroke bergantung pada fase stroke yang dialami oleh pasien.
a. Fase akut
Pada fase akut ini sasaran pengobatan yaitu menyelamatkan neuron yang cedera agar
tidak terjadi nekrosis serta agar proses patologis lainnya yang menyertai tidak
pada fase ini adalah mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat
b. Paska akut
Tatalaksana paska akut dimulai setelah kondisi klinis pasien telah stabil yaitu 48 jam
sampai 72 jam setelah serangan stroke adekuat (Smeltzer, S.C.,& Bare, 2013).
Edema srebral pada pasien stroke paska akut umumnya mereda dan gejala sisa telah
dapat diidentifikasi (Black, J. M & Hawks, 2014). Penatalaksanaan stroke paska akut
(Damawiyah, 2015).
14
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Rendy dan Margareth (2012) mengatakan pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan pada kasus stroke non hemoragik untuk menegakkan diagnose sebagai
berikut:
a) Pemeriksaan radiologi sistem saraf
1) CT (Computerized Tomography) Scan memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark.
2) Angiografi membantu menentukan penyebabkan stroke secara spesifik seperti
pendarahan, obstruksi arteri, oklusi/rupture.
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging) menunjukan adanya tekanan yang abnormal
dan biasanya ada thsenam ergonomikbosis, emboli TIA, tekanan meningkat dan
cairan mengandung darah menunjukan hemoragik subarachonis/pendarahan
intracranial.
4) EEG (Electro Ecefallogfhafy) mengidentifikasi masalah dasar didasarkan pada
gelombang otak atau mungkin memperlihatkan kesi yang spesifik.
b) Laboratorium
1) Darah
2) Urine
3) Cairan serebrospinal
2.1.8 Komplikasi
Komplikasi penyakit Stroke Non Hemoragik antara lain: (Wijaya dan Putri, 2013)
1) Infeksi pernafasan
3) Konstipasi
4) Tsenam ergonomikboflebitis
15
b. Berhubungan dengan mobilisasi
2) Dislokasi sendi
1) Epilepsy
2) Sakit kepala
3) Kraniotomi
2.2. 1 Pengertian
terjadi pada satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017).
Menurut Syabariyah et al., (2020) gangguan mobilitas fisik atau imobilitas adalah
keadaan dimana seseorang memiliki keterbatasan gerak secara mandiri dan terarah yang
16
pergerakan terkoordinasi
3. Merasa cemas saat 3. Gerakan terbatas
bergerak fisik melemah
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) faktor penyebab diagnosis
persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program pembatasan gerak, nyeri,
kelemahan otot, menurunnya kekuatan otot dan ketidakmampuan untuk bergerak akibat
kerusakan sistem saraf di otak, serta kekakuan pada otot dan persendian yang dapat
motorik di bagian korteks, inti batang otak dan sel kornu anterior pada medulla spinalis
sehingga hubungan antara sistem saraf dan otot akan terganggu. Hal ini menyebabkan
terjadinya kram, kesemutan, nyeri dan masalah pergerakan sendi (Hidayah et al, 2022).
17
2.2.4 Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan cara mobilisasi atau rehabilitasi sedini mungkin ketika keadaan
pasien membaik dan kondisinya sudah mulai stabil. Mobilisasi atau rehabilitasi dini di
tempat tidur dilakukan khususnya selama beberapa hari sampai minggu setelah terkena
Salah satu program rehabilitasi yang dapat diberikan pada pasien stroke dengan
gangguan mobilias fisik yaitu latihan pemanasan untuk kedua tangan, latihan untuk
telapak tangan yang lumpuh, latihan untuk kaki yang lumpuh dan melakukan terapi
minggu
pasien dengan stroke pada karya ilmiah ini didasari oleh Evidence Based Nursing
terpublikasi baik nasional maupun international dengan batasan tahun terbit 2019
18
sampai dengan 2023 atau 5 tahun terakhir. Pencarian jurnal dilakukan melalui Science
Direct, EBSCOhost, Google Scholar, dan PubMed. Hasil pencarian melalui pilihan
advanced search didapatkan total sebanyak 4 artikel yang relevan dengan rentang tahun
Mobilitas Fisik Di UPT PSTW Jombang ”. Hasil analisa yang didapat adalah sampel
ergonomik dapat menjadi terapi alternatif untuk menurunkan tekanan darah serta
untuk mengurangi mudah kelelahan saat beraktivitas pada lansia., time : Tanggal 20-
25 Februari 2023.
Griya Asih Lawang Kabupaten Malang ”. Hasil analisa yang didapat adalah sampel :
pagi hari selama 12 hari, comparation: Tidak dilakukan , outcome: Terapi aktivitas
senam ergonomik meningkat kemampuan fungsional pada aspek fisik, sosial, mental,
19
Sosial Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng ”. Hasil analisa yang didapat adalah
4. Andri et al., (2019) dengan judul ” Terapi Aktivitas Senam Ergonomik Terhadap
nilai minimal 10, maksimal 12. Distribusi nilai kemampuan fungsional setelah diberi
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
ini biasa dilakukan skrining bertujuan untuk menentukan normal atau abnormal yang
Desember 2023 sehingga data-data yang didapatkan dari Ny.S adalah sebagai berikut:
a. Data pasien
Nama : Ny.S
21
b. Data orang tua
Pekerjaan :-
Umur :-
Pendidikan : -
Pekerjaan :-
Umur :-
Pendidikan : -
2. Riwayat Kesehatan
Dan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh hasil tekanan darah 170/100mmHg,
frekuensi nadi radialis 80x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit dan suhu aksila
36,5℃, Spo2 90%. setelah dilakukan pemeriksaan , pasien dipastikan mengalami stroke
non hemoragik
a. Keluhan utama
skala nyeri 5 (0-10), pasien mengatakan nyeri pada ekstremitas kanan, pasien
mengatakan sulit untuk menggerakkan kaki kanannya, gerakan pasien terbatas, klien
22
mengatakan sulit tidur, tidur hanya 2-3 jam/hari, istirahat pasien tidak cukup,
b. Keluhan penyerta
Pasien mengatakan badannya merasa lemas, pasien tidak bisa beraktivitas seperti
biasanya, pasien mengatakan pasien meringis karena rasa nyeri, dan gelisah.
GENOGRAM
23
4. Riwayat psikososial – spiritual
pasien mengatakan bila mengalami stress pasien beristirahat atau bercerita kepada
anaknya. Pasien selalu mendapat support atau dukungan keluarga untuk mengatasi
penyakitnya. Sebelum dan saat sakit pasien berkomunikasi dengan baik, pasien tidak
pernah berobat
5. Lingkungan
nafsu makan baik dengan frekuensi 2-3x/hari, dengan menghabiskan satu porsi
makanan. Namun, pada saat pengkajian pola makan pasien saat sakit tidak memiliki
nafsu makan, asupan makan melalui mulut, makan 1- 3x/hari dengan menghabiskan
b. Pola cairan
Keluarga pasien mengatakan asupan cairan pasien melalui mulut, pasien minum
air putih 8 gelas/hari dengan volume total 1500- 2000cc/hari . Namun, pada saat
pengkajian asupan cairan pasien melaui mulut, pasien minum air putih 3-4gelas/hari,
24
c. Pola eliminasi
Buang air kecil (BAK) sebelum sakit 4-5x/hari, saat sakit 1-2x/hari warna urine
kuning jernih dan berbau khas urine. Tidak ada keluhan saaat buang air kecil . Buang air
besar (BAB) sebelum sakit 1x/hari dengan feses berwarna kuning, tekstur lunak
terkadang keras dan berbau khas feses. Saat sakit 1x/hari dengan konsistensi lunak,
Sebelum sakit pasien mandi 2x sehari, pagi dan sore . pasien menggosok gigi 2x
sehari pada saat mandi. Pasien mencuci rambut 2-3x sehari dengan mandiri. Namun,
pada saat sakit pasien tidak mandi, hanya dilap 2x sehari pagi dan sore hari, aktivitas
Sebelum sakit pasien tidurnya cukup 7-8jam/hari. Dengan waktu tidur siang 1
jam dan malam 5-6jam. Pasien tidak menggunakan obat tidur dan pasien tidak
mengalami kesulitan saat akan tidur. Dan saat sakit pasien merasa kesulitan untuk tidur
hanya 2- 3jam/hari
Sebelum sakit pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dalam hal mandi,
BAB, BAK, dan menggunakan pakaian secara sendiri. Namun, pada saat sakit pasien
tidak melakukan aktivitas, aktivitas pasien dibantu keluarganya karena anggota gerak
25
g. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Keluarga pasien mengatakan cukup paham dengan kondisi yang diderita pasien,
7. Pengkajian fisik
a. Pemeriksaan umum
b. Pemeriksaan fisik
1) Sistem penglihatan
Pasien dapat melihat dengan jelas, posisi mata simetris, konjungtiva normal,
pergerakan bola mata normal dapat di gerakkan ke kanan ke kiri, kelopak mata normal
dapat membuka dan menutup secara normal, pasien tidak menggunakan alat bantu
penglihatan.
2) Sistem pendengaran
Pasien dapat mendengar dengan baik, telinga pasien simetris, kondisi telinga
bersih, tidak ada penumpukan cairan atau sirumen, pasien tidak menggunakan alat bantu
dengar.
3) Sistem wicana
4) Sistem pernapasan
Jalan napas pasien tidak mengalami gangguan, pasien tidak menggunakan alat
26
5) Sistem kardiovaskuler
Denyut nadi pasien 80x/menit, tidak terdapat kelainan bunyi jantung, pengisian
kapiler Capillary Refill Time (CRT) < 3 detik, kulit teraba hangat, tidak ada nyeri dada.
6) Sistem neurologi
kekuatan otot :
7) Sistem pencernaan
Pasien tidak mengalami kesulitan dalam menelan, gigi pasien sudah banyak
yang berlubang, pasien tidak ada masalah buang air kecil atau buang air besar, pasien
8) Sistem imunologi
Pada saat pengkajian pasien tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening.
9) Sistem endokrin
Pasien tidak mengalami pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada tanda-tanda
Pasien tidak terdapat distensi kandung kemih dan tidak ada nyeri pada genital.
Rambut pasien berwarna putih, kuku pasien bersih dan kuat, kulit pasien agak
kering, tidak ada radang dan tidak ada luka pada kulit.
27
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengalami keterbatasan dalam
melakukan aktivitas ringan maupun berat karena anggota gerak kanan pasien lemah.
8. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan laboratorium.
Ureum : 90mg/dl
9. Penatalaksanaan medis
Inj.Citicoline 2x500mg iv
Inj.Mecobalamin3x1ampiv
Na binarbonat 3x1tab iv
9. Data fokus
Dari hasil pengkajian diatas dapat ditemukan data-data yang menjadi masalah
dan keluhan pasien. Adapun data yang ditemukan dapat dilihat pada tebel di bawah ini:
28
Tabel 3.1 Data Fokus
dilakukan analisa data, adapun analisa data dapat dilihat pada tabel berikut :
29
Tabel 3.2 Analisa Data
30
1. Pasien mengatakan sulit lingkungan pola tidur
tidur
2. Pasien mengatakan
istirahatnya tidak cukup
3. Pasien mengatakan
kemampuan beraktivitas
menurun
Data objektif :
1. Mata pasien terlihat
mengantuk
3.2 Diagnosa
2. Nyeri akut
3.3 Intervensi
31
hasil: melakukan ambulasi
1. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung
membaik dan tekanan darah sebelum
2. Rentang gerak (ROM) memulai ambulasi
membaik 4. Monitor kondisi umum
3. Gerakan terbatas selama melakukan
membaik ambulasi
4. Kelemahan fisik Terapeutik
membaik 1. Fasilitasi aktivitas
5. Kekuatan otot ambulasi dengan alat bantu
membaik (mis: tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik senam
ergonomik
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan (senam
ergonomik)
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri [I.08238]
[D.0077] intervensi keperawatan 1. Identifikasi pengaruh nyeri
selama 3 x 24 jam, maka pada kualitas hidup
32
tingkat nyeri menurun 2. Monitor keberhasilan
[L.08066], dengan kriteria terapi komplementer yang
hasil: sudah diberikan
1. Keluhan nyeri menurun 3. Monitor efek samping
2. Meringis menurun penggunaan analgetik
3. Sikap protektif Terapeutik
menurun 1. Berikan Teknik
4. Gelisah menurun nonfarmakologis untuk
5. Kesulitan tidur mengurangi nyeri
menurun (mis:terapi music, terapi
6. Frekuensi nadi pijat, terapi bermain)
membaik 2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
33
5. Ajarkan Teknik
farmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
3. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Tidur (I.05174)
Pola Tidur intervensi keperawatan Observasi
[D.0055] selama 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi pola aktivitas
pola tidur membaik dan tidur
[L.05045], dengan kriteria 2. Identifikasi faktor
hasil: pengganggu tidur (fisik
1. Keluhan sulit tidur dan/atau psikologis)
menurun 3. Identifikasi makanan dan
2. Keluhan sering terjaga minuman yang
menurun mengganggu tidur (mis:
3. Keluhan tidak puas kopi, teh, alcohol, makan
tidur menurun mendekati waktu tidur,
4. Keluhan pola tidur minum banyak air sebelum
berubah menurun tidur)
5. Keluhan istirahat tidak 4. Identifikasi obat tidur yang
cukup menurun dikonsumsi
Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
(mis: pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras,
dan tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang,
jika perlu
34
3. Fasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis: pijat, pengaturan
posisi, terapi akupresur)
6. Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
Tindakan untuk menunjang
siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
35
3.4 Implementasi Keperawatan dan Evaluasi
No Hari/Tgl/Jam/
Implementasi Evaluasi
Diagnosa
1. Senin,18 Des Dukungan Ambulasi (I.06171) S:
2023 1. Memonitor kondisi umum 1. Pasien mengeluh
Pukul 09:00 selama melakukan ambulasi sulit mengggerakkan
WIB 2. Melibatkan keluarga untuk ekstremitas
Gangguan membantu pasien dalam 2. Pasien mengatakan
mobilitas meningkatkan ambulasi nyeri saat bergerak
fisik 3. Menganjurkan melakukan O:
ambulasi dini 1. Pasien berbaring
4. Mengajarkan terapi senam ditempat tidur
ergonomik 2. Tampak sulit
menggerakkan kaki
kanan dan tangan
kanannya
3. Kekuatan otot klien
4. Pasien mau
melakukan latihan
senam ergonomik
5. Keluarga tampak
belum bisa
membantu pasien
melatih ambulasi
6. Gerakan pasien
tampak terbatas
7. Fisik pasien tampak
lemah
A:Masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Senin,18 Des Manajemen nyeri [I.08238] S:
2023 1. Mengidentifikasi lokasi, Pasien mengatakan
karaktristik, durasi, nyeri pada ekstremitas
Pukul 09:30 frekuensi, kualitas nyeri kanan, nyeri seperti
WIB 2. Mengidentifikasi skala nyeri ditusuk-tusuk, nyeri
3. Memberikan analgetik pada saat melakukan
Nyeri akut secara tepat seperti Inj. latihan dan berlang
36
Ketorolac, sung 2-3 menit, seba
4. Memonitor tanda –tanda nyak 3x.
vital Td, N, Rr, Spo2, S. O:
1. Pasien tampak
meringis menahan
nyeri
2. Pasien tampak
gelisah
3. Skala nyeri 5
4. Td:170/100mmHg
N :80x/menit
Rr: 20x/menit
Spo2: 90%
S : 36,5℃
A : Masalah belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3. Senin,18 Des Dukungan Tidur (I.05174) S:
2023 1. Mengidentifikasi faktor 1. Pasien mengatakan
Pukul 10:00 pengganggu tidur sulit tidur dan tidur
WIB 2. Anjurkan menghindari hanya 2 - 3 jam
Gangguan minuman pengganggu tidur 2. Pasien mengatakan
pola tidur seperti minum kopi istirahat tidak cukup
karena kebisingan
lingkungan dan
pencahayaan terlalu
terang
3. Pasien mengatakan
aktivitasnya menurun
4. Pasien mengatakan
sering meminum
kopi
O:
1. Mata pasien terlihat
mengantuk
A:Masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Selasa,19 Des Dukungan Ambulasi (I.06171) S :
2023 1. Melibatkan keluarga untuk 1. Pasien mengatakan
Pukul 09:00 membantu pasien dalam enggan menggerak
WIB meningkatkan ambulasi kan tubuhnya
Gangguan dengan mengajarkan 2. Pasien mengatakan
mobilitas keluarga untuk melatih nyeri saat bergerak
37
fisik amulasi O:
2. Menganjurkan pasien untuk 1. Pasien tampak
melakukan ambulasi dini berbaring ditempat
berupa senam ergonomik tidur gerakan pasien
tampak terbatas
2. Keluarga pasien
terlihat sudah bisa
membantu
meningkatkan latihan
senam ergonomik
3. Kekuatan otot
A : Masalah sebagian
teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Selasa,19 Des 1. Mengidentifikasi faktor S:
2023 memperberat dan 1. Pasien mengatakan
Pukul 09:30 memperingan nyeri faktor memperberat
WIB 2. Memberikan teknik nyeri ketika pasien
Nyeri akut nonfarmakologis untuk melakukan latihan
mengurangi rasa yeri dengan dan faktor
teknik tarik napas dalam memperingan ketika
3. Mengidentifikasi respon pasien beristirahat
terhadap nyeri dan 2. Pasien mengatakan
memonitor skala nyeri nyeri seperti ditusuk-
4. Memberikan injeksi obat tusuk masih terasa
analgetik ketorolac 1 amp O:
(iv) 1. Pasien tampak
melakukan teknik
nonfarmakologis
napas dalam
2. Skala nyeri 4
A : Masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
3. Selasa,19 Des 1. Menjelaskan pentingnya S:
2023 tidur cukup selama sakit 1. Pasien mengatakan ia
Pukul 10:00 dengan cara memberitahu sudah mengatur pola
WIB tidur cukup 7-8 jam perhari tidurnya dan jam
Gangguan 2. Memodifikasi lingkungan tidurnya sedikit
pola tidur seperti pencahayaan membaik
2. Pasien mengatakan
38
pola istirahatnya
sedikit membaik
O:
1. Mata pasien tampak
sedikit mengantuk
dan tampak sayu
2. Pencahayaan di
ruangan pasien sudah
cukup baik
A : Masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
4. Kekuatan otot
A : Masalah teratasi
sebagian
P:Intervensi di lanjut
kan oleh keluarga
2. Rabu,20 Des 1. Memonitor skala nyeri S:
2023 2. Memeriksa tandatanda vital 1. Pasien mengatakan
39
Pukul 09:30 3. Melakukan evaluasi kontrol nyerinya sudah
WIB nyeri dengan teknik berkurang
Nyeri akut relaksasi nafas dalam O:
4. Memberikan injeksi obat 1. Skala nyeri 2 (0- 10)
analgetic ketorolac 1 amp 2. Tanda-tanda vital Td
(iv) :140/80mmHg N :
80x/menit Rr:
23x/menit S : 36,2℃
3. Tampak ekspresi
wajah meringis
berkurang
4. Pasien tampak secara
mandiri mampu
melakukan teknik
relaksasi nafas dalam
5. Pasien tampak rileks
A :Masalah teratasi
sebagian
P:intervensi dilanjut
kan oleh keluarga
3. Rabu,20 Des 1. Mengidentifikasi pola S :
2023 aktivitas dan tidur 1. Pasien mengatakan
2. Mengidentifikasi faktor sudah tidak
Pukul 10:00 penggangggu tidur mengeluh tidur
WIB 2. Pasien mengatakan
Gangguan istirahat sudah
pola tidur tercukupi
3. Pasien mengatakan
sudah mengerti
tentang pentingnya
tidur cukup selama
sakit
O:
1. Mata klien sudah
tidak tampak
mengantuk
A : masalah teratasi
P : intervensi di
hentikan
40
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pasien masuk ke puskesmas pada hari Senin 18 Desember 2023 dengan keluhan
utama pasien mengatakan nyeri ekstremitas kanan dengan skala nyeri 5 (0-10), pasien
menggerakkan kaki kanannya, gerakan pasien terbatas, klien mengatakan sulit tidur,
tidur hanya 2-3 jam/hari, istirahat pasien tidak cukup, kemampuan aktivitas pasien
menurun.
tidak bisa beraktivitas seperti biasanya, pasien mengatakan pasien meringis karena rasa
nyeri, dan gelisah. Pada riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat stroke sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat
melakukan aktivitas ringan maupun berat karena anggota gerak kanan pasien lemah,
tampak sulit menggerakkan tangan dan kakinya sebelah kanan, rentang gerak menurun
dan, pasien mengalami kelemahan dan penurunan kekuatan otot pada, aktivitas pasien
sehari hari tampak dibantu keluarga, pasien tampak hanya berbaring ditempat tidur.
41
pasien stroke non Hemoragic disebabkan suplai suplai darah keotak terganggu sehingga
pasien berkurang.
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
mobilitas fisik.
2. Diagnosis keperawatan kedua yang ditegakkan oleh penulis adalah nyeri akut.
3. Diagnosa keperawatan yang ketiga yang ditegakkan oleh penulis adalah gangguan
tujuan dan kriteria hasil yang harus dicapai diantaranya: Pergerakan ekstremitas
fisik membaik dan Kekuatan otot membaik. Intervensi yang dilakukan adalah dukungan
42
ambulasi. Pada intervensi dukungan ambulasi terdapat unser. Disini penulis menerapkan
terapi senam ergonomik berdasarkan hasil penelitian Abrianto et al., (2022) yang
Pada diagnosa kedua yaitu nyeri akut, penulis menetapkan tujuan dan kriteria
hasil yang harus dicapai diantaranya: keluhan nyeri menurun, meringis menurun, sikap
protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun dan frekuensi nadi
Pada diagnosa ketiga yaitu gangguan pola tidur, penulis menetapkan tujuan dan
kriteria hasil yang harus dicapai diantaranya: keluhan sulit tidur menurun, keluhan
sering terjaga menurun, keluhan tidak puas tidur menurun, keluhan pola tidur berubah
menurun dan keluhan istirahat tidak cukup menurun. Intervensi yang dilakukan adalah
dukungan tidur.
kembali dengan kondisi serta kebutuhan pasien. Intervensi keperawatan secara teoritis
tidak semuanya diambil dan dipakai karena disesuaikan dengan kondisi pasien
dilapangan, oleh karena itu hendaknya seorang perawat melatih kemampuan dalam
yaitu ada kesamaan diagnosa yang muncul dengan teori yang ada sehingga dalam
Hambatan pada proses ini tidak dirasakan oleh penulis dikarenakan rencana
43
keperawatan pada teori bisa dimodifikasi dan mengacu pada SIKI dan SLKI serta
4.4 Implementasi
Implementasi yang telah dilakukan pada pasien untuk diagnosa yang pertama
berupa terapi senam ergonomik penulis terlebih dahulu meminta izin kepada keluarga
(Informed Consent) ke keluarga pasien, serta menjelaskan terlait tujuan dan prosedur
mengalami sedikit kendala yaitu singkatnya waktu dalam pelaksanaan terapi sehingga
penulis harus mengajarkan kepada keluarga pasien tentang terapi senam ergonomik ini
agar bisa dilaksanakan secara mandiri nantinya baik di faskes ataupun di rumah.
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa yeri dengan teknik tarik napas dalam,
memonitor skala nyeri dan evaluasi kontrol nyeri dengan teknik relaksasi nafas dalam.
minuman pengganggu tidur seperti minum kopi, menjelaskan pentingnya tidur cukup
selama sakit dengan cara memberitahu tidur cukup 7-8 jam perhari dan memodifikasi
44
4.5 Evaluasi
sejauh mana keberhasilan yang telah dicapai dalam pemberian ashuhan keperawatan
dengan membandingkan hasil dari asuhan keperawatan dengan kriteria hasil yang telah
sedikit bisa menggerakkan ekstremitas. Kemajuan lainnya adalah nyeri yang dirasakan
Masalah nyeri pada pasien terjadi penurunan pada hari ketiga.Hal ini
Masalah gangguan pola tidur pasien teratasi pada hari ke 3 dimana pasien
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan pengkajian yang telah penulis lakukan pada pasien Ny. S, maka
diperoleh 3 diagnosa keperawatan yaitu gangguan mobilitas fisik, nyeri akut dan
3. Implementasi yang diterapkan untuk manajemen nyeri dan dukungan tidur berupa
5.2 Saran
Puskesmas Bukit Gadeng dalam hal penanganan lansia dengan stroke non hemoragic
ataupun post stroke non hemoragic agar kekuatan otot pada lansia meningkat dan
46
2. Bagi Institusi Pendidikan
keperawatan dalam mengelola penderita stroke non hemoragic ataupun post stroke non
3. Bagi Pasien
Senam ergonomik ini dapat dilakukan secara mandiri oleh pasien dan dibantu
oleh keluarga. Diharapkan, setelah diberikan pengajaran dan penjelasan mengenai terapi
inovasi ini, pasien dapat menerapkannya dirumah bersama dengan bantuan keluarga.
47
DAFTAR PUSTAKA
Abrianto, A. F., Parwati, D., Widiyanto, B., & Abrianto, A. F. (2022). Analisa
Mobilitas Fisik Pada Pasien Lansia Dengan Stroke Di Wilayah Kerja Puskesmas
Padangsari.
Andri, J., Karmila, R., Padila, P., Harsismanto, J., & Sartika, A. (2019). Terapi
Ergonomic Terhadap kekuatan Otot Pada pasien Post Stroke Di Puskesmas Bulu
Sukoharjo.
Damawiyah, S., & Chasani, S. (2015). Pengaruh Penerapan Discharge Planning Dengan
Keluarga Dalam Merawat Pasien Stroke Pasca Akut Di RS. Islam Surabaya
48
Dewi, N. L. P. J. P., Sutajaya, I. M., & Dewi, N. P. S. R. (2019). Senam Ergonomik
Sheehy (A. Kurniati, Y. Trisyani, & S.I.M. Theresia (eds.); Indonesia. Elsevier
Pte Ltd.
Dengan Kekuatan Otot Pada Lansia di Panti Werdha Jakarta. Jambi Medical
Lanny, L. (2013). All About stroke hidup sebelum dan pasca stroke. Jakarta: Kompas
Gramedia.
Cipta.
Medika.
Nurhayati, R., Wijaya, H. A., Roni, F., Fatma P, T., & Camelia, D. (2023). Penerapan
49
Potter, P.A. & Perry,A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: Salemba
Medika.
Prastiwi, S., & Wahyuningtyas, A. E. (2023). Terapi Aktivitas Senam Ergonomis Untuk
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. In Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Yogyakarta).
50
BIODATA PENULIS
A. Identitas Pribadi
1. Nama :
2. Tempat/Tanggal Lahir :
3. Jenis Kelamin :
4. Status :
5. Agama :
6. Pekerjaan :
7. Alamat :
8. Email :
9. No Handphone :
C. Riwayat Pendidikan
1. TK : Tempat : Lulus Tahun :
2. SD/MIN : Tempat : Lulus Tahun :
3. SMP/Sederajat : Tempat : Lulus Tahun :
4. SMA/Sederajat : Tempat : Lulus Tahun :
5. Perguruan Tinggi :
51
Lampiran 1
Dengan hormat,
Saya adalah Mahasiswa Program Studi Profesi STIKes Medika Seramoe Barat.
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu rangkaian untuk memperoleh gelar
Profesi Ners. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui Pengaruh Terapi Senam
Ergonomik Terhadap Kekuatan Otot dan Mobilitas Fisik pada Pasien Lansia Dengan
Stroke Di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Bukit Gadeng. Partisipasi Bapak/Ibu dalam
penelitian ini bersifat bebas untuk menjadi responden atau menolak tanpa ada sanksi
apapun.
Jika Bapak/Ibu bersedia menjadi responden, silahkan mengisi formulir ini dan
saya mohon kesediaannya untuk mengisi lembar kuisioner saya dengan jujur apa
adanya.
Nama :
Umur :
No. HP/Telp :
Saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan
oleh :
Nama Mahasiswa : Razekha Sasmita
NIM : 22901033
Kerahasiaan informasi dan identitas saudara dijamin oleh peneliti dan tidak akan
disebarluaskan baik melalui media massa ataupun elektronik.
Kode Responden :
52
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 201
ABSTRAK
Pendahuluhan: Lansia adalah suatu tahapan biologis secara alamiah ditandai adanya
penurunan fisik yaitu risiko terjadinya hipertensi dan adanya keterbatasan gerakan fisik pada
ekstermitas secara mandiri. Tujuan: penelitian ini adalah untuk mengetahui Penerapan Terapi
Aktivitas Senam Ergonomik Pada Lansia Hipertensi Dengan Masalah Keperawatan Gangguan
Mobilitas Fisik Di UPT PSTW Jombang. Metode: pendekatan rancangan deskriptif dengan
pendekatan studi kasus, subjek yang digunakan 2 orang pasien dengan masalah keperawatan
gangguan mobilitas fisik. Hasil : studi kasus menunjukan bahwa pemberian terapi aktivitas senam
ergonomik dapat menjadi terapi alternatif untuk meurunkan tekanan darah serta untuk mengurangi
mudah kelelahan saat beraktivitas pada lansia. Kesimpulan: terapi aktivitas senam ergonomik
dapat dijadikan terapi non farmakologi pada lansia menderita hipertensi yang mengalami masalah
keperawatan gangguan mobilitas fisik sehingga pasien terhindar dari mudah kelelahan saat
beraktivitas.
Kata kunci: Lansia, Hipertensi, Gangguan Mobilitas Fisik, Terapi Aktivitas Senam
Ergonomik
ABSTRACT
Introduction: Elderly is a natural biological stage characterized by physical decline, namely
the risk of hypertension and the existence of limitations of physical movement in the extremities
independently. Purpose: this study was to determine the Application of Ergonomic Exercise
Therapy Activities in Elderly Hypertension with Nursing Problems with Physical Mobility Disorders
at UPT PSTW Jombang. Method: a descriptive design approach with a case study approach, the
subjects used were 2 patients with physical mobility disorders nursing problems. Result: the case
study shows that providing ergonomic exercise activity therapy can be an alternative therapy to
lower blood pressure and to reduce fatigue during activities in the elderly. Conclusion:
Ergonomic exercise activity therapy can be used as non-pharmacological therapy for elderly
people suffering from hypertension who experience nursing problems with impaired physical
mobility so that patients avoid fatigue when doing activities.
Key words: Elderly, Hypertension, Impaired Physical Mobility, Ergonomic Exercise Activity
Therapy
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 202
PENDAHULUAN
Penyebab gangguan mobilitas fisik pada lansia hipertensi ditandai dengan ktidakmampuan
bergerak secara mandiri karena tidak melakukan gerakan olaraga sehingga berdampak pada
peningkatan frekuensi denyut jantung, otot jantung akan bekerja lebih keras saat kontraksi dan
memompa sehingga semakin besar tekanan yang dibebankan pada arteri serta terjadinya
kekakuan pada muskuloskelental (Wrijan et al, 2021). Penelitian ini untuk mengetahui penerapan
terapi aktivitas senam ergonomik pada lansia hipertensi dengan masalah keperawatan gangguan
mobilitas fisik di UPT PSTW Jombang. Penyebab lanjut usia penderita hipertensi mengalami
gangguan mobilitas fisik adalah kurangnya gerak berolaraga (Adam, 2019).
Menurut WHO penderita hipertesi diseluruh dunia terdapat 972 juta orang (Wrijan et al,
2021). Menurut Kementrian Kesehatan RI, 2016 di Indonesia penderita hipertensi usia 35-44 tahun
6,3%, usia 45-54 tahun 11,9%, usia 55-64 tahun 17,2% (Kurniawati & Hariyanto, 2019). Wilayah
Provinsi Jawa Timur penderita hipertensi berjumlah 4,89%. wilayah Kabupaten Jombang jumlah
hipertensi mencapai 233.477 orang (Kurniawati & Hariyanto, 2019). Berdasarkan data jumlah
lansia di UPT PSTW Jombang bulan November-Desember 2022 jumlah seluruh lansia yang
berada di UPT PSTW Jombang sebanyak 70 orang, lansia yang menderita hipertensi sebanyak 17
orang, dan hampir seluruhnya lansia menderita gangguan mobilitas fisik. Pada tahun 2023 bulan
februari-maret lansia penderita hipertensi di UPT PSTW Jombang sebanyak 16 orang, dan hampir
seluruhnya mengalami ganggua mobilitas fisik.
Penatalaksanaan. Dapat dilakukan dengan melakukan senam ergonomik, Gerakan senam
ergonomik dapat memicu pelepasan endofrin yang memberikan pijatan halus ke berbagai kelenjar
di tubuh, dan meningkatkan detak jantung, pernafasan, memompa darah, metabolisme tubuh yang
dapat terpenuhinya suplay oksigen karena jantung akan meningkatkan aliran darah ke tubuh
sehingga tubuh menjadi lebih bugar dan bisa mengurangi mudah kelelahan pada saat melakukan
aktivitas (Sumarni, 2022). Senam ergonomik pada penelitian ini dapat meningkatkan mobilitas fisik
pada lansia serta dapat menurunkan tekanan darah, peneliti menerapkan senam ergonomik untuk
mengatasi masalah gangguan mobiltitas fisik pada lansia hipertensi karena gerakan sangat mudah
dan sederhana dilakukan oleh lansia karena gerakan di adopsi dari gerakan sholat. Menurut
penelitian (Yuli Astuti, 2021) senam ergonomik dapat menurunkan tekanan darah membantu
mengembalikan posisi dan kelenturan system syaraf yang dapat menjadikan aliran darah yang
masuk ke otak menjadi lancar, apabila gerakan dilakukan secara rutin, bermanfaat untuk
membentuk daya tahan tubuh sehingga dapat mengurangi terjadinya kekakuan pada ekstermitas
saat beraktivitas.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif dengan desain pendekatan studi
kasus, waktu pelaksanaan penelitian selama 6 hari pada tanggal 20-25 februari 2023 di UPT
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 203
PSTW Jombang, populasi penelitian yaitu lansia di UPT PSTW Jombang, sampel 2 lansia,
sampling lansia usia 60 - 89 tahun menderita hipertensi sedang sampai berat yaitu sistole 140 -
159 mmHg dan diastole 90 - 100 mmHg dengan gangguan mobilitas fisik.
Prosedur Penelitian
1. Proses pengumpulan data dimulai dengan mengajukan surat permohonan ijin meminta data
awal penelitian dari institusi STIKES Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang.
2. Setelah mendapatkan surat ijin data awal dari pihak kampus, kemudian peneliti meminta data
awal ke UPT PSTW Jombang.
3. Setelah mendapatkan data awal dari UPT PSTW Jombang, peneliti meminta surat ijin uji etik
di institusi STIKES Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang untuk diserahkan kepada Stikes
ICME Jombang, karena peneliti melakukan uji etik di Stikes ICME Jombang.
4. Surat etik keluar dan lolos, kemudian peneliti meminta surat ijin penelitian dari institusi
STIKES Bahrul ‘Ulum Tambak Beras Jombang.
5. Peneliti menjelaskan kepada Kepala UPT PSTW Jombang mengenai penelitian yang akan
dilakukan.
6. Peneliti menentukan responden yang akan dilakukan senam ergonomik dengan jumlah
responden hipertensi 2 orang.
7. Peneliti melakukan penelitian di UPT PSTW Jombang dengan menjelaskan responden
tentang senam ergonomik, dan mafaatnya.
8. Peneliti menjelaskan kepada calon responden tentang penelitian dan mau mentaati peraturan
yang diberikan oleh peneliti, apabila bersedia menjadi responden maka responden
dipersilahkan untuk menandatangani informed consent.
9. Setelah itu responden dianjurkan mengisi lembar data responden.
10. Peneliti perlu melakukan pendampingan terhadap responden.
11. Sesudah mengisi lembar data responden, Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah
pada responden menggunakan tensi sphygmomanometer manual sebelum melakukan senam
ergonomik.
12. Melakukan tindakan dengan mengajarkan 2 responden lansia untuk melakukan gerakan
senam ergonomik berturut-turut satu hari sekali selama 6 hari durasi waktu 30 menit.
13..Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah pada responden mengunakan
sphygmomanometer manual setelah dilakukan senam ergonomik selama 6 hari durasi waktu
30 menit.
14. Peneliti menyusun analisa hasil penelitian.
15. Didapatkan dari hasil penelitian adanya perubahan tekanan darah lansia yang awalnya tinggi
setelah melakukan senam ergonomik selama 6 hari adanya perubahan tekanan darah
menurun, serta yang awalnya pasien adanya ganggun mobilitas fisik kekakuan dan kekuatan
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 204
otot menurun pada ekstermitas, setelah melakukan terapi aktivitas senam ergonomik selama
6 hari kekakuan ekstermitas berkurang dan kekuatan otot pada ektermitas meningkat.
menigkatkan tekanan darah. Hipertensi merupakan termasuk penyakit genetik. Dan selain itu
Hipertensi juga terjadi karena adanya pola hidup yang tidak sehat seperti obesitas, sering makan
makanan yang tidak sehat banyak mengandung lemak jahat, kurangnya aktivitas gerak olaraga.
Diagnosis Keperawatan : diagnosis utama keperawatan yang didapatkan oleh peneliti adalah
Intoleransi Aktivitas. Menurut penelitian Alvita, (2020) salah satu faktor penyebab hipertensi adalah
kurangnya aktivitas fisik, mudah kelelahan saat beraktivitas, sehingga diagnose yang didapat
adalah gangguan mobilitas fisik. Mobilitas fisik adalah suatu masalah kesehatan seseorang yang
mengalami keterbatasan untuk melakukan pergerakkan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri (SDKI, 2017). Gangguan mobilitas fisik adalah kondisi seseorang mengalami dan
berisiko terjadinya keterbatasan penurunan melakukan gerakan aktivitas fisik dari kebiasaan
normalnya, bahkan juga kehilangan kemampuan geraknya secara total, seperti terjadinya trauma
tulang, cedera otak, fraktur pada ekstermitas, dan sebagainya (Sumarmi, 2022). Menurut peneliti
adanya kesamaan antara hasil pengkajian dengan teori, gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan penurunan kekutan otot Muncul pada klien 1 dan 2 sesuai dengan teori. Berdasarkan
pengkajian dan data yang didapat penulis terhadap klien 1 dan 2 ditemukan gangguan mobilitas
fisik pada lansia penderita hipertensi suatu penyakit yang dapat menyebabkan kematian apabila
tidak segera ditangani. Diagnosa keperawatan yang lain masih banyak akan tetapi yang dibahas
pada bab ini diagnosa keperawatan yang utama.
Intervensi Keperawatan : Intervensi keperawatan yang dipilih harus sesuai dengan diagnosa
keperawatan klien 1 dan klien 2 agar dapat terpenuhi. Perencanaan yang tersusun pada tinjaun
pustaka dan sebagian besar dapat diterapkan pada tinjauan khusus. Intervensi keperawatan yang
diambil untuk klien 1 dan 2 dari tinjaun pustaka berdasarkan asuhan keperawatan pada klien
dengan hipertensi oleh SLKI Cetakan II (2019) dan SIKI Cetakan II (2018). Rencana tindakan
sesuai dengan teori yang ada di buku (SLKI-SIKI, 2018-2019). Mobilitas fisik dibagi menjadi 2 yaitu
mobilitas fisik penuh dan mobilitas fisik sebagian. Mobilitas fisik penuh adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan pergerakkan fisik secara bebas tidak terbatas dan mandiri, sehingga
dapat melakukan interaksi sosial dan mejalankan peran sehari-hari tanpa bergantung pada orang
lain, yang memiliki fungsi dari saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang. Sedangkan mobilitas fisik sebagian adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena adanya gangguan
pada saraf motorik sensorik di satu atau lebih ekstermitas tubuh (Nurlitasari, 2021).
Intervensi asuhan keperawatan pada klien 1 dan 2 yang mengalami hipertensi dengan
diagnosa keperawatan gangguan mobilitas fisik, maka penulis melakukan perencanaan dengan
tujuan, kriteria hasil, dan intervensi pada diagnosa tersebut. Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan 6x24 jam didapatkan Toleransi aktivitas membaik dengan Kriteria hasil: (1)
kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari hari, (2) kecepatan berjalan, (3) jarak berjalan, (4)
kekuatan tubuh bagian atas, (5) kekuatan tubuh bagian atas, (6) keluhan lelah, (7) tekanan darah:
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 206
Intervensi yang dilakukan: Observasi (1) Identifikasi deficit tingkat aktivitas, (2) Identifikasi
kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertent, (3) Identifikasi sumber daya aktivitas yang
diinginkan, (4) Identifikasi makna aktivitas rutin, (5) Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas. Terapeutik (1) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikolois, dan sosial, (2) Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia, (3) Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih, (4) Fasilitas aktivitas rutin (misal:
ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan, (5) Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot, (6) Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan (misal: vocal group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, teka teki, dan
kartu), (7) Jadwalkan aktivitas rutin sehari hari, (8) Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas. Edukasi (1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari hari, jika perlu, (2) Ajarkan melakukan
aktivitas yang dipilih, (3) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan, (4) Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai. Kolaborasi (1) Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan dan meminitor
program aktivitas, jika sesuai. Menurut peneliti bahwa intervensi yang diberi sudah sesuai dengan
SDKI, SIKI, SLKI, dimasukkan juga intervensi secara non-farmakologi yaitu terapi aktivitas senam
ergonomik. Intervensi yang di berikan ada yang ditambah maupun dikurangi, maka dari itu ada
sedikit perubahan.
Implementasi Keperawatan : Implementasi yang dilakukan selama penelitian 6 hari pada
penderita hipertensi pada lansia adalah (1) Mengidentifikasi defisit tingkat aktivitas mudah kelelaan
saat melakukan aktivitas, (2) Mengidentifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
kadang mengikuti aktivitas di lingkungan sekitar, (3) Mengidentifikasi sumber daya aktivitas yang
diinginkan tidak ada aktivtas yang diinginkan, (4) Mengidentifikasi makna aktivitas rutin, (5)
Memantau respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas, (6) Memfasilitasi
memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikolois,
dan sosial, (7) Mengkoordinasi pemilihan aktivitas sesuai usia, (8) Memfasilitasi makna aktivitas
yang dipilih, (9) Menfasilitasi aktivitas rutin (misal: ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan, (10) Memfalitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot, (11) Meningkatkan
keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (misal: vocal
group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permaiban sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, teka teki, dan kartu), (12) Menjadwalkan aktivitas rutin
sehari hari, (13) Memberikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas, (14) Menjelaskan
metode aktivitas fisik sehari hari, jika perlu, (15) Mengajarkan melakukan aktivitas yang dipilih
mengikuti gerakan senam ergonomik yang diajarkan perawat, (16) Menganjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan kognitif dalam menjaga fumgsi dam kesehatan mengajari
gerakan senam ergonomik, (17) Menganjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 207
sesuai, melakukan senam ergonomik (18) Bekolaborasi dengan terapis okupasi dalam
merencanakan dan meminitor program aktivitas, jika sesuai belum ada terapis okupasi.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat (Hidayat, 2021).
Terapi aktivitas adalah terapi modalisa yang dilakukan perawat kepada seorang klien yang
mempunyai masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik, intoleransi aktivitas, dan lain
sebagainya, yang mengajarkan klien untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari sehingga dapat
mengurangi seseorang mudah kelelahan saat melakukan aktivitas, dan mandiri melakukan
aktivitas tanpa adanya ketrgantungan pada orang lain (Andhy, 2018). Menurut peneliti bahwa
implementasi keperawatan yang diberikan sama dengan ada yang ditambahin maupun dikurangi
dalam implmentasi SDKI,SIKI, SLKI. Implementasi harus sesuai dengan yang diintervensikan.
Evaluasi : Evaluasi dalam penelitian ini dilakukan selama 6 hari durasi 30 menit disetiap
klien. Hasil evaluasi hari pertama hingga hari keenam masalah sudah teratasi karena tekanan
darah tinggi klien ada perubahan menurun dan klien saat melakukan aktivitas sudah berkurang
rasa lelahnya yang awalnya badan terasa kaku saat dibuat beraktivitas gerak sekarang sudah
mendingan berkurang rasa kaku, kekuatan otot pasien sebelumya 3 sesudah diberika terapi
senam ergonomik kekuatan otot menjadi 4. Temuan penelitian ini sesuai dengan dengan
penelitian Julia, (2019) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas enam ergonomik yang dilakukan
selama 6 hari dalam durasi 30 menit dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi intoleransi
aktivitas pada lansia yang dibuktikan dengan senam ergonomik dapat menurunkan keluhan mudah
kelelahan saat beraktiivtas pada lansia sebesar 47,50% dan senam ergonomik dapat menurunkan
tekanan darah sistolik lansia sebesar 2,65%. Penelitian tersebut kemudian menyimpulkan bahwa
dengan memberi terapi aktivitas senam ergonomik dapat menurunkan tekanan darah dan
mengurangi intoleransi aktivitas pada lansia. Menurut peneliti bahwa pemberian terapi aktivitas
senam ergonomik pada lansia yang memiliki riwayat hipertensi dan mobilitas fisik di UPT PSTW
Kabupaten Jombang mengalami penurunan. Evalusi setelah pemberian terapi aktivitas senam
ergonomik gangguan mobilitas fisik untuk mengetahui masalah gangguan mobilitas fisik dan
tekanan darah lansia dapat membaik atau tetap. Menurut penelitian bahwa pemberian terapi
aktivitas senam ergonomik pada klien lansia dapat mengurangi tekanan darah dan gangguan
mobilitas fisik saat beraktivitas pada klien.
KESIMPULAN
Diketahui penerapan terapi aktivitas senam ergonomik pada lansia hipertensi dengan
masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik di UPT PSTW Jombang dapat mengurangi tekanan
darah dan gangguan mobilitas fisik saat beraktivitas pada lansia.
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 208
SARAN
Hasil studi kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan pada responden yang mengalami
penyakit hipertensi dengan mengunakan terapi aktivitas senam ergonomik untuk menurunkan
tekanan darah.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Agnes Ditasari. 2022. Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Hemoragik di
Ruang Arimbi RST Wijayakusuma Purwokerto. ULIL ALBAB : Jurnal Ilmiah Multidisiplin
Vol.1, No.8.
Adam, Lusiane. (2019). Determinan Hipertensi Pada Lanjut Usia. Jambura Health and Sport
Journal, 1(2), 82–89. https://doi.org/10.37311/jhsj.v1i2.2558.
Almina, Rospitaria, Tarigan., Zulhaida, Lubis., Syarifah. (2018). Pengaruh Pengatahuan, Sikap
Dan Dukungan Keluarga Terhadap Diet Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu
Tahun 2016. Kesehatan.V11I1.5107. 11(1), 9–17.
Alvita, Labiibah, Machsus. (2020). Pengobatan Hipertensi Dengan Memperbaiki Pola Hidup Dalam
Upaya Pencegahan Meningkatnya Tekanan Darah. Journal of Science, Technology, and
Entrepreneurship, 2(NO.2), 51–56. https://online-
journal.unja.ac.id/jkmj/article/download/12396/10775/33174.
Andhy Prasaja. 2018. Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Pada Klien Lannjut Usia Di Asrama
Pekerja Sosial Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji Kabupaten Gowa. Program Studi
Profesi NERS Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani Hasanuddun Makassar.
Andry Ariyanto, N. P. (2020, September). Aktivitas Fisik Terhadap Kualitas Hidup Pada Lansia.
Jurnal Kesehatan Al-Irsyad , Vol XIII, No.2. , 145-151.
Dahlan., Andi, kasrida., Umrah, a. st., & Abeng, T. (2018). Kajian Teori Gerontologi dan
Pendekatan Asuhan (Issue January 2018).
Imas., Nauri. 2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Juli Andri, R. K. (2019, Desember). Terapi Aktivitas Senam Ergonomis Dalam Peningkatan
Kemampuan Fungsional Lansia. Journal Of Telenursing (JOTING), Volume 1, Nomor 2,
304-313.
Krismarini Dwi Desyanti, B. F. (2021). Analisis Aktivitas Fisik Mahasiswa Terhadap Kebugaran
Jasmani Di Era Pandemi. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan,Vol 09, No 03, 281-
286.
Kurniawati, K., & Hariyanto, Anthoni. (2019). Pengaruh Pemberian Buah Naga Terhadap Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi Di Desa Bedahlawak Tembelang Jombang. Jurnal
Keperawatan, 8(1), 20–29. https://doi.org/10.47560/kep.v8i1.84.
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 209
Lindayani, Athi., Urifah, Siti., & Suwandi, Edi. Wibowo. (2018). Gambaran hipertensi pada lansia di
wilayah kerja puskesmas cukir jombang. Jurnal
Edunursing,2(2),6369.https://journal.unipdu.ac.id/index.php/edunursing/article/view/1424.
Nadiah Nur Isnaeni, E. P. (2018). Pemberian Aktivitas Bertahap Untuk Mengatasi Masalah
Intoleransi Aktivitas Pada Pasien CHF. Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang,
VOL 2 NO 1, 1-6.
Ni Luh Putu Julia Purnama Dewi, I. M. (2019). Senam Ergonomik Menurunkan Keluhan
Muskuloskelental Dan Tekanan Darah Pada Lansia Penderita Hipetensi Di Panti Sosial
Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng. Jurnal Pendidikan Biologi Undiksha, Vol.6 No.3,
103-111.
Nurlitasari. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang
Al Fajr RSUI Kustati Surakarta. Program Studi Profesi NERS Falkutas Ilmu Kesehatan
Universitas Sahid Surakarta.
Nyanyu, Nina, Putri, C., & Meriyani, Intan. (2020). Gambaran Tekanan Darah Pada Lansia
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Kademangan Kabupaten Cianjur. Jurnal
Keperawatan Komprehensif (Comprehensive Nursing Journal), 6(1), 64–69.
https://doi.org/10.33755/jkk.v6i1.177.
Pranata, Lilik., Indaryati, Sri., & Fari, Aniska. Indah. (2020). Pendampingan Lansia Dalam
Meningkatkan Fungsi Kognitif Dengan Metode Senam Otak. Jurnal Madaniyah, 1(4), 172–
176.
Priyatno, Agus., Mayangsari,Mulia., Nurhayati. (2020). Efektifitas Terapi Kombinasi Rendam Kaki
Air Hangat Dan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Pasien Hipertensi. Keperawatan Medical Bedah, STIKES Ngudia Husana Madura,
Bangkalan, Indonesia.
Rina Hastina Haripuddin, A. N. (2021). Evektifitas Senam Ergonomik Penderita Hipertensi Sebagai
Upaya Penurunan Tekanan Darah Lanjut Usia Di Kota Pare Pare. Jurnal Ilmiah Manusia
Dan Kesehatan , Vol. 4, 81-91.
Sri Melfa Damanik, H. (2019). Keperawatan Gerontik. Universita Kristen Indonesia Jakarta.
Sumarni, Adiratna Sekar Siwi. (2022). Sena Ergonomik untuk Mencegah Keluhan
Musculoskelental Disordest. Jurnal Pengabdian Masyarakat (PIMAS). ISSN: 2828-0814.
Tiara Sri Wahyuni, S. L. (2020). Penenrapan Senam Ergonomik Dalam Menurunkan Tekanan
Darah Pada Ny.M Dengan Hipertensi. Jurnal Keperawatan Karya Bhakti Volume 6, Nomor
1, Januari 2020, 25-34.
Tri Sumarni, A. S. (2022). Senam Ergonomi untuk Mencegah Keluhan Musculoskeletal Disorders.
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 73-81.
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Insan Cendekia Volume 10 No.3 September 2023 210
Wrijan, S. A. (2021). Nursing Care Of Hypertention In The Elderly With a Focus on Study of
Activity Intolerance in Dr. R. Soetijono Blora Hospital. Jurnal Keperawatan, Vol 2, No 1.
Yuli Astuti, N. R. (2022). Pelatihan Senam Ergonomik Pada Lansia Dengan Hipertensi di
Kelurahan Pondok Ranggon. Jurnal Pengabdian Masyarakat Saga Komunitas , Vol 1 , 26-
31.
Coresponding author.
ratnanurhayati1@gmail.com
Accepted: 27 Agustus 2023
Publish by ITSKes Insan Cendekia Medika Jombang, Indonesia
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873
Abstract: Various kinds of problems that are often experienced by the elderly such as impaired gross
motor and fine motor movements, decreased musculoskeletal function, decreased functional ability and
behavior of the elderly towards daily activities. One of the actions to overcome the decline in functional
ability is ergonomic exercise activity therapy. This study aims to determine the functional ability of the
elderly after ergonomic exercise activity therapy. This study method is descriptive by interviewing and
observing 2 elderly subjects. The study was conducted at the Griya Asih Lawang Nursing Home on 13-
25 February 2023, using measurements of the Barthel index, family Apgar, mini mental state
examination, and the geriatrics depression scale. The results of the study on 2 subjects after doing
ergonomic exercise activity therapy functional abilities increased in physical, social, mental, and
emotional aspects. Conclusion Ergonomic exercise activity therapy is effective for improving the
functional abilities of the elderly. It is hoped that the subject will carry out regular ergonomic exercise
activity therapy at least 3 times a week and for further researchers be able to develop research on
ergonomic exercise activity therapy on the functional abilities of the elderly and on the assessment of
mental aspects can be deepened by combining other therapies such as Brain Gym.
Abstrak: Berbagai macam permasalahan yang sering dialami lansia seperti gerak motorik kasar dan
motorik halus yang terganggu, penurunan fungsi muskuloskeletal, penurunan kemampuan fungsional
dan perilaku lansia terhadap aktivitas harian. Salah satu tindakan untuk mengatasi penurunan
kemampuan fungsional adalah terapi aktivitas senam ergonomis. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan fungsional lansia setelah dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis. Metode
studi kasus ini adalah deskriptif yang dilakukan dengan wawancara dan observasi pada 2 subjek lansia.
Penelitian dilakukan di Panti Wreda Griya Asih Lawang pada pada 13-25 Februari 2023, dengan
menggunakan pengukuran indeks barthel, apgar keluarga, mini mental state examination, dan geriatrics
depression scale. Hasil penelitian terhadap 2 subjek setelah dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis
kemampuan fungsional meningkat pada aspek fisik, sosial, mental, dan emosi. Kesimpulan terapi
aktivitas senam ergonomis efektif untuk meningkatkan kemampuan fungsional lansia. Diharapkan
subjek melakukan terapi aktivitas senam ergonomis teratur minimal 3 kali seminggu dan bagi peneliti
selanjutnya mampu mengembangkan penelitian mengenai terapi aktivitas senam ergonomis terhadap
kemampuan fungsional lansia dan pada pengkajian aspek mental dapat diperdalam dengan
menggabungkan terapi lain seperti Brain Gym.
94
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)
Menjadi tua merupakan suatu fase berkembang (WHO, 2002). WHO (2002)
kehidupan yang dialami oleh manusia. memprediksi Indonesia akan menjadi salah
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun satu negara dengan peningkatan lansia yang
1998 definisi Lanjut usia adalah seseorang terbesar di dunia dengan 33,4 juta lansia
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) pada tahun 2025 (WHO, 2002). Secara
tahun ke atas. Makin panjang usia fisik, kondisi tubuh lansia juga menjadi
usia tubuh akan mengalami kemunduran permasalahan yang dialami lansia seperti
secara fisik maupun psikologis. Secara fisik fungsi indera yang mengalami kemunduran,
orang lanjut usia yang selanjutnya disebut gerak motorik kasar dan motorik halus yang
degeneratif. Lansia akan terlihat dari kulit dan perilaku lansia terhadap aktivitas
yang mulai keriput, berkurangnya fungsi harian. Pada kondisi seperti ini menjadikan
telinga dan mata, tidak dapat bergerak cepat lansia lebih bergantung pada orang lain, dan
lagi, cepat merasa lelah, rambut menipis mengharuskan mereka untuk selalu
psikologis lansia menjadi mudah lupa, serta suatu proses untuk mengetahui kemampuan
berkurangnya kegiatan dan interaksi (baik pasien dalam melakukan aktivitas spesifik
utamanya bidang kesehatan. Populasi lansia sebagaimana layaknya orang normal yang
dunia diperkirakan akan meningkat 223% disebabkan oleh kondisi kehilangan atau
atau sebesar 694 juta orang antara tahun ketidakmampuan baik psikologis,
diperkirakan akan mencapai 2 miliar orang fungsi anatomis (Widiarti & Sukadarwanto,
95
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri sangat efektif, efesien, dan logis, karena
pada lansia antara lain farmakoterapi (terapi pada gerakanannya merupakan rangkaian
yang biasa digunakan antara lain diadopsi dari gerakan sholat, serta sesuai
nonsteroidal anti- inflammatory drugs dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh.
(NSAID), relaksasi otot, opioid (obat Gerakan senam ergonomis terdiri dari satu
penghilang rasa sakit), dan terapi adjuvan. (1) gerakan pembuka yaitu berdiri
Terapi non farmakoterapi merupakan sempurna dan lima (5) gerakan fundamental
komponen multimodal manajemen yang yaitu lapang dada, tunduk syukur, duduk
sangat penting karena dapat membantu perkasa, duduk pembakaran, dan berbaring
juga memiliki risiko tinggi menghasilkan membetulkan posisi dan kelenturan sistem
efek yang kurang baik bagi kesehatan lansia saraf pada aliran darah, memaksimalkan
dengan berbagai penurunan fungsi tubuh suplai darah ke oksigen ke otak, dapat
pemberian aktivitas olahraga fisik ini keringat, sistem pemanas tubuh, sistem
menjadi alternatif terbaik untuk mengatasi pembakaran pada asam urat, kolestrol, gula
Huriah dkk (2014) membuktikan bahwa negatif pada tubuh. Tubuh dengan
sendi dan kekuatan otot pada lanjut usia. sehingga tetap dalam keadaan bugar Andri
Menurut Maryam (2008) terapi aktivitas dkk (2019). Menurut Guyton dan Hall
Wratsongko (2015) didalam terapi aktivitas relaksasi kelompok otot, dapat membantu
96
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)
ilmiah ini adalah studi kasus dengan merawat dan menjaga sistem tubuh untuk
menggunakan pre test - post test, yang bekerja dengan normal (Wratsongko, 2015)
97
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873
Ny. R menjadi 100 (mandiri), dengan kata kedua subjek dengan skor 7 (fungsi baik).
sendiri tanpa bantuan orang lain. dilakukan terapi aktivitas senam ergonomis
Sedangkan Ny. L mengalami peningkatan terhadap kedua subjek didapatkan hasil Ny.
dan masih belum mampu untuk melakukan interpretasi normal. Kegiatan yang
aktivitas naik turun tangga sendiri. dilakukan bersama ini bisa digunakan
terapi aktivitas senam ergonomis pada pengendalian emosi bagi lansia. Seperti Ny.
skor 5 dan Ny. L didapatkan skor 6 dengan khawatir ketika teringat anaknya, dan
pengukuran Apgar keluarga dengan lansia. berkurang karena Ny. L merasa bahagia
baik. Hal ini didukung oleh sikap lansia menyebutkan bahwa adapun bentuk upaya
yang cenderung egois dan enggan pengendalian emosi pada lansia diantaranya
sehingga mengakibatkan lansia merasa akibat adanya emosi negatif, pada aspek
terasing secara sosial yang pada akhirnya religi lebih mendekatkan diri pada
merasa terisolir dan merasa tidak berguna keyakinannya, menghindari stress seperti
Dengan senam ini, subjek bisa merasakan sesama lansia dalam mengikuti terapi
rasa kebersamaan dengan temannya, saling relaksasi dan kegiatan kebugaran jasmani.
mengingatkan apabila ada gerakan senam Setelah dilakukan terapi aktivitas senam
yang salah, melatih fungsi-fungsi tubuh ergonomis ini hasil pengukuran Geriatrics
dan melatih fungsi komunikasi subjek Ny. R skor 2 dan Ny. L skor 1 dengan
98
Terapi Aktivitas Senam Ergonomis… (Prastiwi, et al.)
ini mampu melatih kemampuan kognitif kemampuan fungsional pada lanjut usia.
lansia untuk mengingat setiap gerakan yang Menurut Maryam (2008) melakukan senam
sudah diajarkan, dengan begitu subjek akan secara teratur dan benar dalam jangka
terbiasa untuk selalu mengingat kegiatan waktu yang cukup dapat mempertahankan
apa saja yang dilakukannya. Menurut dan meningkatkan taraf kesegaran jasmani
Suwarni dkk, (2017), kemampuan yang baik. Dan hal ini sesuai dengan
fungsional lansia yang menurun penelitian yang sudah dilakukan pada Ny. R
berhubungan dengan demensia. Lansia dan Ny. L di Panti Wreda Griya Asih.
saat dilakukan tes skrining memiliki skor ergonomis pada lansia yang mengalami
MMSE kurang dari 24. Pada skor demikian penurunan kemampuan fungsional
sudah dapat dikategorikan mengalami dilakukan 20 menit setiap pagi hari selama
mengalami demensia yaitu dengan terus walaupun pada beberapa aspek lansia hanya
99
Jurnal Keperawatan Terapan (e-Journal), Vol. 09, No. 02, 2023, hal: 94-101, ISSN: 2442-6873
101
Vol.6 No.3
Ni Luh Putu Julia Purnama Dewi; I Made Sutajaya; Ni Putu Sri Ratna Dewi
e-mail: {julia.purnama.dewi,made.sutajaya,ratna.dewi}@undiksha.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa senam ergonomik dapat menurunkan keluhan
muskuloskeletal pada lansia penderita hipertensi dan menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia
penderita hipertensi. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan randomized pre
and post test control group design (treatment by subject). Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini
berupa senam ergonomik. Penelitian ini menggunakan teknik sampling acak bertingkat atau multistage
random sampling. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh lansia penderita hipertensi di Panti
Sosial Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng, populasi terjangkau sebesar 36 orang yang memenuhi
kriteria sampel. uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji deskriptif, uji normalitas dan uji hipotesis
menggunakan t paired test, dengan taraf signifikansi 5% (α = 0,05). Instrument penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner Nordic Body Map, Tensimeter, dan Environment meter. Berdasarkan
hasil uji hipotesis didapatkan nilai p= 0,0001 (p< 0,05). Itu berarti bahwa terdapat penurunan yang
signifikan pada keluhan muskuloskletal sebesar 84,29% dan tekanan darah sistolik sebesar 85,14%.
Berdasarkan analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa senam ergonomik dapat menurunkan keluhan
muskuloskeletal dan tekanan darah sistolik..
Abstract
The study aims to determine that the ergonomic gymnastics can lower musculoskeletal complaints and
lower systolic blood pressure in elderly hypertensive sufferers. This kind of research is a quasi
experimental with the randomized pre and post control group design (treatment by subject). The treatment
in this research is consisted of ergonomic gymnastics. This study is using random multistage sampling
techniques. The target population in this study is all the elderly hypertensive sufferers of the social
institution of Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng, aN accessible population are 36 people who meet
the sample criteria. The test used in this study was a descriptive test, a normality and a hypothetical test
using t paired test, with a significant level of 5% (α = 0.05). The study instrument used in this study is a
Nordic Body Map questionnaire, Tensimeter, and Environment meter. Based on the results of the
hypothesis test the value of p = 0,0001 (p <0,05) is obtained. That means a significant reduction in
musculoskletal complaints was 84.29% and systolic blood pressure was 85.14%. Based on this analysis
it can be concluded that ergonomicgymnastics can reduce musculoskeletal complaints and systolic blood
pressure.
Keywords : Hypertention, Musculoskeletal complaints, Systolic blood pressure.
hingga sangat sakit yang menyebabkan mencakup umur, berat badan, dan tinggi
penderita keluhan ini menjadi kurang badan serta kondisi lingkungan seperti suhu,
produktif. Menurut Ulfah (2014) keluhan kelembaban, kebisingan, intensitas cahaya
muskuloskeletal merupakan gangguan dan sirkulasi udara di tempat lansia
fungsi normal otot, tendon, saraf, beraktivitas. Faktor-faktor lain yang
pembuluh darah, tulang dan ligamen, berpengaruh terhadap penelitian ini tidak
akibat perubahan struktur atau sistem diteliti.
muskuloskeletal di dalam waktu pendek
ataupun lama. Sutajaya (2014) METODE
menyatakan bahwa keluhan Adapun tempat penelitian dilakukan di
muskuloskeletal terjadi pada sistem Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Jara
muskuloskeletal yang meliputi jaringan Marapati yang terletak di jalan Arjuna, Desa
sebagai berikut. Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten
Hipertensi adalah kondisi dimana Buleleng, Provinsi Bali. Waktu penelitian
tekanan darah lebih tinggi dari nada 140/90 yaitu bulan Desember 2018 sampai dengan
milimeter merkuri (mmHg) di dalam arteri. Juli 2019. Jenis penelitian ini adalah quasi
Diperkirakan sekitar 30% orang berusia 50 eksperimental dengan rancangan
tahun atau lebih menderita hipertensi randomized pre dan post test group design
(Balaban, dkk. 2017). Angka 140 mmHg (treatment by subjects). Berikut merupakan
merujuk pada bacaan sistolik, ketika rancangan penelitian.
jantung memompa darah ke seluruh tubuh Populasi target pada penelitian ini
dengan tekanan maksimal karena jantung adalah semua lansia yang ada di Panti
berkontraksi. Sementara itu, angka 90 Sosial Tresna Werdha Jara Marapati
mmHg mengacu pada bacaan diastolik, Buleleng berjumlah 66 orang. Populasi
ketika jantung dalam keadaan rileks terjangkau adalah semua lansia yang
sembari mengisi ulang bilik-biliknya memenuhi kriteria inklusi yang berjumlah 36
dengan darah dengan tekanan terendah di orang lansia kemudian diundi secara acak
antara kontraksi jantung (jantung dan didapat 24 orang lansia. Sampel pada
beristirahat). Hipertensi merupakan penelitian ini adalah lansia yang terpilih
penyakit tak menginfeksi tertinggi di dalam penentuan jumlah sampel dan
Indonesia (Sirait, dkk. 2018). dilibatkan secara penuh pada penelitian ini.
Menurut Hadayani (2014) arteri yang Untuk menghindari adanya bias yang
meregang secara terus menerus dapat disebabkan oleh karakteristik subjek dibuat
mengakibatkan pembuluh darah pecah kriteria untuk membatasi jumlah subjek
yang menyebabkan terjadinya stroke. yang bisa dilibatkan dalam penelitian ini.
Misalnya sebuah arteri otak dapat pecah Kriteria sampel yang digunakan yaitu
sehingga menimbulkan stroke atau inklusi, eksklusi, dan drop out.
pendarahan di retina dapat terjadi, atau Instrumen yang digunakan dalam
perubahan yang timbul dalam ginjal dapat penelitian ini adalah sebagai berikut (1)
mengganggu fungsi ginjal itu sendiri Kuesioner Nordic Body Map untuk mendata
(Pearce, 2017). keluhan muskuloskeletal lansia,
Tujuan yang ingin dicapai dari (2)Tensimeter untuk mendata tekanan
penelitian ini adalah untuk mengetahui darah sistolik lansia, dan (3) Environment
senam ergonomik dapat menurunkan meter untuk mendata kondisi lingkungan
keluhan muskuloskeletal pada lansia tempat tinggal lansia.
penderita hipertensi dan mengetahui senam Adapun langkah-langkah yang
ergonomik dapat menurunkan tekanan dilakukan pada tahap pelaksanaan
darah sistolik pada lansia penderita penelitian adalah sebagai berikut.
hipertensi. Penelitian ini hanya mengungkap Melakukan pendataan keluhan
penurunan keluhan muskuloskeletal dan muskuloskeletal dengan kuesioner Nordic
tekanan darah pada lansia yang menderita Body Map, dilakukan sebelum dan sesudah
hipertensi akibat dari kegiatan senam kerja dengan cara memberi tanda silang (X)
ergonomik, atau hanya dikontrol dan pada jawaban yang tersedia, sesuai dengan
dikendalikan seperti : kondisi subjek yang
rasa sakit atau kaku pada otot skeletal yang HASIL DAN PEMBAHASAN
dirasakan. (a) Memberikan tenggang waktu Tabel 4.1 Hasil Analisis Deskriptif Data
satu hari antara Periode I dan II untuk Karakteristik Lansia (n=24)
proses adaptasi. (b) Pendataan dilakukan Variabel Rerata SB
3x dalam 1 minggu selama 2 minggu Umur (th) 72,25 8,15
sehingga didapatkan 6x pendataan. (c) Berat Badan 66,54 8,67
Pengukuran dilakukan di pagi hari pukul (kg)
07.00 WITA dimana sinar matahari tidak Tinggi Badan 156,04 8,44
terik sehingga dapat menghindari adanya (cm)
bias di dalam penelitian akibat dari Berdasarkan hasil analisis data pada
perubahan metabolisme lansia. Perlakuan Tabel 4.1, dapat diinterpretasikan bahwa
diberikan selama 30 menit untuk rerata umur lansia penderita hipertensi
menghindari kelelahan yang akan didapat adalah 72,25 tahun dengan simpang baku
oleh lansia apabila melakukan gerakan sebesar 8,15 tahun. Rerata berat badan
senam dengan waktu yang lama. lansia penderita hipertensi adalah 66,54 kg
Melakukan pengumpulan data dengan simpang baku sebesar 8,67 kg.
tekanan darah (diukur menggunakan Rerata tinggi badan lansia penderita
Tensimeter) dengan ketentuan sebagai hipertensi adalah 156,04 cm dengan
berikut. (a) Memasang manset pada lengan simpang baku sebesar 8,67 kg. Itu berarti
atas dengan jarak 2-3 cm dari lipatan siku bahwa umur lansia sudah lebih dari 72
dan perhatikan posisi manset menekan tahun yang merupakan harapan hidup
tepat diatas denyutan arteri brakialis. (b) orang Indonesia dan berat badan
Menekan tombol start (c) Melepas manset. dibandingkan dengan tinggi badan dalam
Jumlah sampel yang dilibatkan dalam kategori ideal sampai dengan normal.
penelitian ini adalah sebanyak 24 orang. Semakin tua umur seseorang, kemampuan
Sampel dipilih menggunakan teknik regenerasi sel semakin berkurang seiring
sampling acak bertingkat (multistage berjalannya waktu. Hal serupa juga
random sampling). Teknik penentuan besar dilaporkan oleh Ramandhani (2003), bahwa
sampel adalah sebagai berikut. (1) pertambahan umur pada masing-masing
Mengacu kepada jumlah populasi target orang menyebabkan adanya penurunan
sebanyak 66 lansia yang ada di Panti Sosial kemampuan kerja pada jaringan tubuh (otot,
Tresna Werdha Jara Marapati Buleleng, tendon, sendi dan ligament). Penurunan
ditetapkan dengan kriteria inklusi yang telah elastisitas tendon dan otot meningkatkan sel
ditentukan diperoleh populasi terjangkau mati sehingga terjadi adanya penurunan
sebanyak 36 orang. (2) Dari populasi fungsi sehingga tubuh rentan terhadap
terjangkau tersebut dipilih secara acak keluhan muskuloskeletal.
dengan cara undian sebanyak 24 orang
sampel dari 36 orang pada populasi Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Data
terjangkau. Kondisi Lingkungan Wisma Lansia (n=24)
Analisis data menggunakan SPSS Variabel Rerata SB
16 for windows dimana menggunakan 3 Suhu Kering 32,15 1,24
buah uji yaitu uji deskriptif, uji asumsi yaitu (oC)
uji normalitas dengan uji Kolmogorov- Suhu Basah 31,11 1,17
Smirnov dengan taraf signifikansi 5% (α = (oC)
0,05), pada penelitian ini diketahui data Kelembaban 66,24 3,73
berdistribusi normal. dan uji hipotesis Relatif (%)
menggunakan t – paired test dan didapat
Intensitas 340,53 27,22
hasil berupa nilai p =0,0001 yang artinya
Cahaya (Lux)
terdapat perbedaan yang bermakna antara
Kebisingan 55,62 5,75
Periode I dengan Periode II.
(dB(A))
rerata suhu kering 32,15 oC dengan Ini menunjukkan bahwa senam ergonomik
simpang baku sebesar 1,24 oC. Rerata dapat menurunkan keluhan
suhu basah 31,11 oC dengan simpang muskuloskeletal pada lansia penderita
baku 1,17 oC. Rerata kelembaban relatif hipertensi. Penurunan keluhan
66,24% dengan simpang baku 3,73%. muskuloskeletal tersebut disebabkan oleh
Rerata intensitas cahaya 340,53 lux berkontraksinya otot tubuh akibat adanya
dengan simpang baku 27,22 lux. Rerata pergerakan berupa senam ergonomik yang
kebisingan 55,62 dB(A) dengan simpang memungkinkan untuk membuka jalan
baku 35,75 dB(A). Itu berarti bahwa kondisi nafas seluas-luasnya sehingga oksigen
lingkungan di wisma lansia dalam kategori masuk secara optimal ke dalam tubuh.
nyaman. Meningkatnya usia seseorang diikuti
Kondisi lingkungan yang ditemukan dengan adanya perubahan-perubahan
pada penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk tubuh yang mengarah pada
rerata suhu kering di lingkungan PSTW kemundura fisik maupun mental. Beberapa
Jara Marapati Buleleng adalah 32,15 ℃, penyait yang biasa diderita lansia adalah
suhu basah 31,11 ℃, kelembaban relatif osteoartritis, penyakit kardiovaskuler,
66,24%, intensitas pencahayaan 340,53 obesitas, diabetes maupun hipertensi.
lux, dan kebisingan 55,62 dB (A). Dapat Kurangnya olahraga meningkatkan
dikatakan bahwa kondisi lingkungan pada kemungkinan timbulnya obesitas dan
lingkungan tempat tinggal lansia dikatakan meningkatkan risiko seseorang menderita
dalam kondisi nyaman, disertai dengan hipertensi serta menyebabkan seseorang
intensitas penerangan dalam kategori mempunyai frekuensi denyut jantung yang
cukup memadai. Dilihat dari tingkat lebih tinggi sehingga jantung harus lebih
kebisingan di lingkungan PSTW Jara bekerja keras setiap berkontraksi. Semakin
Marapati Buleleng juga masih dalam batas keras dan semakin sering otot jantung
yang dapat ditoleransi oleh tubuh manusia. memompa maka semakin besar tekanan
Kenyamanan termal atau fisik yang dibebankan pada arteri. Salah satu
lingkungan di tempat beraktivitas aktivitas fisik yang dapat dilakukan lansia
dipengaruhi oleh temperatur, kelembaban adalah senam lansia. Senam lansia
relatif, kecepatan angin, pencahaan dan merupakan aktivitas fisik yang perlu
kebisingan. Sukmadewi (2008) dilakukan secara rutin. Pada dasarnya
melaporkan bahwa perbaikan konsdisi olahraga seperti senam ergonomik dapat
kerja, pemberian teh manis dan istirahat meningkatkan kecepatan detak jantung,
pendek pada perajin destar di Desa Gerih pernafasan, pemompaan darah, dan
dengan intensitas cahaya 455,75 s.d. metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen
507,6 Lux dengan rerata 480,6 Lux. Hasil akan terpenuhi karna jantung meningkatkan
uji t paired pada Tabel 4.5 menunjukkan aliran darah.
bahwa nilai p = 0,0001 artinya ada
perbedaan bermakna keluhan Tabel 4.3 Hasil Analisis Deskriptif Keluhan
muskuloskeletal antara Periode I dengan Muskuloskeletal dan Tekanan Darah Sistolik
Periode II. Rerata keluhan muskuloskeletal (n=24)
lansia penderita hipertensi sebelum diberi Variab Periode I Periode II Ket
perlakuan pada Periode I adalah 62,14 el era
termasuk kategori sakit sedangkan pada nga
periode II adalah 36,13 termasuk kategori n
agak sakit. Rerata keluhan Rerat SB Rerat SB
muskuloskeletal lansia penderita hipertensi a a
setelah diberi perlakuan pada Periode I Keluh 62,14 3,08 36,13 4,20 Me
adalah 67,75 termasuk kategori sakit an nur
sedangkan pada periode II adalah 37,01 musku un
termasuk kategori agak sakit. Keluhan loskel 41,
muskuloskeletal lansia menurun sebesar etal 85
84,29% antara Periode I dengan Periode II. sebelu %
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh senam ergonomis terhadap
peningkatan kemampuan fungsional pada lanjut usia di posyandu lansia wilayah kerja
puskesmas sukamerindu kota bengkulu yang mengalami penurunan kemampuan
fungsional. Desain penelitian ini menggunakan quasi eksperimental dengan rancangan
pre test dan post test tanpa kelompok pembanding (kontrol). Hasil uji paired t-test
menunjukkan terjadi peningkatan nilai kemampuan fungsional dengan p value = 0,000
< 0,05. Simpulan, terdapat pengaruh terapi aktivitas senam ergonomis terhadap
peningkatan kemampuan fungsional pada lanjut usia.
ABSTRACT
The purpose of this study was to analyze the effect of ergonomic exercise on the
Improvement of Functional Ability in the elderly in the Posyandu Elderly Work Area of
the Sukamerindu Public Health Center in Bengkulu City, which decreased Functional
Ability. The design of this study used a quasi-experimental design with pre-test and
post-test without comparison (control) groups. Paired T-test results showed an increase
in the value of functional ability with P Value = 0,000 <0.05. Conclusion, there is an
influence of ergonomic exercise activity therapy on increasing functional ability in the
elderly.
PENDAHULUAN
Permasalahan pada lansia dalam pemeliharaan kesehatan hanya 5% yang di urus
oleh institusi kesehatan dengan terapi nonfarmakologis, 25% adalah dengan terapi obat-
obatan. Akibatnya respon terhadap pengobatan kimia semakin meningkat, sehingga
seorang lanjut usia lebih mudah terkena masalah kesehatan (Padila, 2013). Masalah
kesehatan yang sering dialami meliputi kemunduran dan kelemahan baik kemunduran
fisik, kognitif, perasaan, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
Tahun 2012, di Asia jumlah absolut populasi lansia di atas 60 tahun terbesar
adalah Cina (200 juta), India (100 juta) dan menyusul Indonesia (25 juta). Penduduk
dianggap berstruktur tua di negara berkembang apabila penduduk usia 60 tahun ke atas
sudah mencapai 7% dari total penduduk. Tahun 2010 proporsi penduduk lansia di
Indonesia telah mencapai sekitar 10%. Indonesia seperti negara-negara lain di kawasan
Asia Pasifik akan mengalami penuaan penduduk dengan amat sangat cepat.
304
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
Diperkirakan Indonesia akan mencapai 100 juta lanjut usia (lansia) dalam tahun 2050.
(Abikusno, 2013). Dilihat dari sebaran penduduk lansia menurut provinsi berdasarkan
Susenas tahun 2012 Badan Pusat Statistik RI, jumlah penduduk lansia paling tinggi ada
di Provinsi Yogyakarta dengan persentase 13,04%, sedangkan Provinsi Bengkulu ada di
urutan 20 dengan persentase 5,86% (Pusat Data dan Informasi KemenKes RI, 2013).
Menua merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan (graduil)
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti serta mempertahankan
struktur dan fungsi secara normal, ketahanan terhadap cedera termasuk adanya infeksi.
Proses penuaan sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya
dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan lain
sedikit demi sedikit. Tidak ada batasan yang tegas pada usia berapa kondisi kesehatan
seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi fisiologis alat tubuh yang
sangat berbeda, baik dalam pencapaian puncak fungsi tersebut maupun saat
menurunnya. Fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia 20-30 tahun.
Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh
beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia
(Mubarak & Wahit, 2011).
Lansia mengalami masalah kesehatan yang meliputi kemunduran dan kelemahan
baik kemunduran fisik, kognitif, perasaan, mental, dan sosial (Azizah, 2011).
fleksibilitas sendi pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri. Terjadi
erosi pada kapsul persendian, sehingga akan menyebabkan penurunan luas dan gerak
sendi, yang akan menimbulkan gangguan berupa pembengkakan dan nyeri (Azizah,
2011). Tubuh memiliki neuromodulator yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri,
salah satunya adalah beta-endorfin. Endorfin berperan untuk mengurangi sensasi nyeri
dengan memblokir proses pelepasan substansi p dari neuron sensorik sehingga proses
transmisi impuls nyeri di medula spinalis menjadi terhambat dan sensasi nyeri menjadi
berkurang. Tingginya beta-endorfin juga memiliki dampak psikologis langsung yakni
membantu memberi perasaan santai, mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan
senang, membuat seseorang menjadi lebih nyaman, dan melancarkan pengiriman
oksigen ke otot (Malo et al., 2019).
Terjadinya penurunan fungsi muskuloskeletal merupakan penyebab penting
terjadinya proses penurunan kemampuan fungsional (Watson, 2003). Menurut Kresevic
& Mezey (2003) dalam Potter & Perry (2009) status fungsional lansia biasanya merujuk
pada kemampuan dan perilaku yang aman dalam aktivitas harian (ADL). Hal ini
merupakan indikator yang sensitif bagi kesehatan atau penyakit pada lansia. Perubahan
mendadak pada ADL merupakan tanda penyakit akut atau perburukan masalah kronis.
Activity of daily living (ADL) adalah merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri
(Tamher & Noorkasiani, 2011).
Pada lansia juga terjadi perubahan pada kolagen, perubahan kolagen ini akan
menjadi penyebab pada menurunnya fleksibilitas sendi pada lansia sehingga
menimbulkan dampak berupa nyeri. Terjadi erosi pada kapsul persendian, sehingga
akan menyebabkan penurunan luas dan gerak sendi, yang akan menimbulkan gangguan
berupa pembengkakan dan nyeri (Azizah, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Huriah et al., (2014) membuktikan bahwa terdapat
pengaruh senam ergonomis terhadap penurunan skala nyeri sendi dan kekuatan otot
pada lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta.
305
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
Menurut Maryam & Siti (2008) ada banyak cara untuk meningkatkan dan
memelihara kebugaran, kesegaran dan kelenturan fisik lansia, seperti melakukan
pekerjaan rumah dan berkebun, berjalan kaki, berenang serta senam, salah satu senam
yang dapat dilakukan adalah senam ergonomis sebagai latihan senam setiap hari atau
sekurang-kurangnya 2-3 kali seminggu. Senam ergonomis merupakan senam yang
gerakan-gerakannya diadopsi dari gerakan sholat sehingga relatif mudah diikuti oleh
lansia. Senam ergonomis merupakan senam fundamental yang gerakannya sesuai
dengan susunan dan fungsi fisiologis tubuh. Tubuh dengan sendirinya terpelihara
homeostatisnya (keteraturan dan keseimbangannya) sehingga tetap dalam keadaan
bugar. Gerakan-gerakan ini juga memungkinkan tubuh mampu mengendalikan,
menangkal beberapa penyakit dan gangguan fungsi sehingga tubuh tetap sehat (Sagiran,
2012).
Berdasarkan hasil survey awal yang peneliti lakukan pada beberapa Puskesmas di
kota Bengkulu, Posyandu yang aktif dan jumlah lansia terbanyak yang mengikuti
posyandu ada di Posyandu lansia wilayah kerja Puskesmas Sukamerindu. Wilayah
Kerja Puskesmas Sukamerindu mempunyai jumlah lanjut usia sebanyak 1,032 jiwa dan
merupakan urutan ke empat dari seluruh wilayah kerja puskesmas di Kota Bengkulu
(DinKes, 2013). Hasil wawancara singkat yang peneliti lakukan dari 10 orang lansia 7
diantaranya mengalami penurunan pada kemampuan fungsional. Tujuan penelitian ini
untuk menganalisis pengaruh senam ergonomis terhadap peningkatan kemampuan
fungsional pada lanjut usia di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas sukamerindu
kota bengkulu yang mengalami penurunan kemampuan fungsional, selain itu lansia
yang mengalami kemampuan fungsional di posyandu lansia belum mengenal senam
ergonomis.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperimental
dengan rancangan pretest and posttest tanpa kelompok kontrol, yaitu penelitian tanpa
kelompok kontrol. Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai post
test dengan nilai pre test.
Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini di ambil secara Purposive Sampling.
Sampel dalam penelitian ini adalah 15 orang, dengan kriteria Inklusi, yaitu mengalami
gangguan kemampuan fungsional, berusia > 59 tahun, dapat mendengar dan melihat,
bersedia menjadi responden dan dapat mengikuti prosedur penelitian sampai dengan
tahap akhir, tidak memiliki penyakit yang menyebabkan responden sulit bergerak/ sulit
untuk mengikuti prosedur senam ergonomis (seperti: stroke), dapat melakukkan
minimal 80% prosedur gerakan senam ergonomis dan kooperatif. Sedangkan kriteria
eksklusi dalam penelitian ini adalah lansia yang tidak kooperatif yaitu tidak mengikuti
kegiatan secara penuh, lansia yang sedang menggunakan obat-obatan sedatif-hipnotif,
306
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
lansia yang memiliki penyakit stroke sehingga tidak dapat bergerak, demensia,
gangguan jiwa dan lansia yang lumpuh.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat untuk
mengetahui karakteristik lansia (umur), kemampuan fungsional sebelum diberi
intervensi senam ergonomis dan sesudah diberi intervensi senam ergonomis. Pada
analisis bivariat digunakan uji statistik paired t test.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Tabel. 1
Identitas Responden Berdasarkan
Kelompok Usia (n=15)
Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Fungsional
Hasil Pre Test pada Responden
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil pre test nilai kemampuan
fungsional lansia dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks yang telah dimodifikasi
yaitu nilai kemampuan fungsional 10 sebanyak 1 orang (6,7%), nilai kemampuan
fungsional 11 sebanyak 6 orang (40%) dan nilai kemampuan fungsional 12 sebanyak 8
orang (53,3%).
Tabel. 3
Distribusi Frekuensi Nilai Kemampuan Fungsional
Hasil Post Test pada Responden
307
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui bahwa hasil post test nilai kemampuan
fungsional lansia degan menggunakan Kuesioner Katz Indeks yang telah dimodifikasi
yaitu nilai kemampuan fungsional 12 sebanyak 1 orang (6,7%), nilai kemampuan
fungsional 13 sebanyak 7 orang (46,7%), nilai kemampuan fungsional 14 sebanyak
orang (33,3%) dan nilai kemampuan fungsional 15 sebanyak 2 orang (13,3%).
Tabel. 4
Perbedaan Nilai Kemampuan Fungsional Hasil Pre Test dan Post Test
pada Responden Setelah Dilakukan Intervensi Senam Ergonomis
Analisis Bivariat
Analisis yang digunakan untuk menganalisis pengaruh dua variabel dalam
penelitian ini adalah pengaruh intervensi senam ergonomis terhadap kemampuan
fungsional pada lanjut usia dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. 5
Distribusi Rata-Rata Kemampuan Fungsional Responden Berdasarkan
Hasil Pre Test dan Post Test Intervensi Senam Ergonomis
308
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
PEMBAHASAN
Gambaran Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok
Usia
Umur lansia dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu 60-65 tahun, 66-70 tahun
dan >70 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 orang responden
(80%) berusia antara 60-65 tahun, 3 responden (20%) berusia antara 66-70 tahun dan
tidak ada responden yang berusia lebih dari 70 tahun. Nilai skor peningkatan
kemampuan fungsional yang lebih signifikan terdapat pada kategori umur 60-65 tahun
karena terdapat 3 orang responden terjadi peningkatan 3 skor lebih besar dari skor
sebelumnya sedangkan pada kategori umur 66-70 tahun hanya terjadi peningkatan 2
skor dari sebelumnya.
309
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
berpakaian. Setiap pertanyaan memiliki nilai 0 sampai 1. Nilai katz indeks terendah
adalah 0 dan nilai Katz Indeks tertinggi adalah 17.
Hasil nilai penilaian kemampuan fungsional lansia ini berbeda-beda antara
masing-masing responden. Menurut hasil penelitian paling banyak lansia mengeluh
nyeri pada sendi dan otot sehingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hal
tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan Watson (2003) penyebab penting
terjadinya penurunan kemampuan fungsional lansia disebabkan oleh terjadinya
penurunan pada fungsi muskuloskeletal.
Pemberian senam ergonomis pada lansia yang mengalami penurunan kemampuan
fungsional dilakukan 20 menit sebanyak 8 kali dan dilakukan 2 kali dalam seminggu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua responden mengalami peningkatan nilai
kemampuan fungsional walaupun beberapa lansia hanya mengalami peningkatan 1 skor
dari skor sebelumnya. Hal ini didukung Maryam & Siti (2008) yang mengemukakan
bahwa melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup dapat
mempertahankan dan meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang baik.
Senam ergonomis mampu mengembalikan posisi dan kelenturan sistem saraf dan
aliran darah. Memaksimalkan suplai oksigen ke otak, mampu menjaga sistem kesegaran
tubuh, serta sistem pembuangan energi negatif dari dalam tubuh. Selain itu juga dapat
meningkatkan kekuatan otot, efektifitas fungsi jantung, mencegah pengerasan pembuluh
darah arteri, serta melancarkan sistem pernafasan. Senam ini bisa dilakukan oleh semua
umur, senam ini juga terdiri dari gerakan sholat, sehingga lansia mudah
mengaplikasikan gerakan senam ini (Sagiran, 2013; Oktaviani et al., 2018).
310
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan tentang Pengaruh Terapi Aktivitas
Senam Ergonomis Terhadap Kemampuan Fungsional Lansia di Posyandu Lansia
Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu didapatkan kesimpulan:
Identitas responden di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu
berdasarkan usia, yaitu sebagian besar berusia antara 60-65 tahun.
Distribusi nilai kemampuan fungsional sebelum diberi intervensi Senam
Ergonomis dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks memiliki nilai minimal 10,
maksimal 12. Distribusi nilai kemampuan fungsional setelah diberi intervensi Senam
311
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
Ergonomis dengan menggunakan Kuesioner Katz Indeks memiliki nilai minimal 12,
maksimal 15.
Terdapat perbedaan nilai kemampuan fungsional pada lansia sebelum dan setelah
diberi intervensi Senam Ergonomis. Terdapat pengaruh terapi aktivitas senam
ergonomis terhadap peningkatan kemampuan fungsional lansia.
SARAN
Bagi Layanan dan Masyarakat
Senam ergonomis dapat dijadikan kegiatan rutin bagi lansia untuk memperbaiki
kekuatan otot yang menurun dan meningkatkan derajat kesehatan.
Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan oleh masyarakat untuk mengintervensi
kemampuan fungsional yang menurun dan meningkatkan derajat kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Abikusno, N. (2013). Kelanjutusiaan Sehat Menuju Masyarakat Segala Usia. Jakarta:
Buletin Jendela data dan Informasi Kesehatan
Azizah. L. M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu
Capezuti, E. A., Siegler, E. L., & Mezey, M. D. (2008). The Encyclopedia of Elder
Care: the Comprehensive Resource on Geriatric and Social Care, 2nd edition.
New York, USA: Springer, pp. 429-432
Dinkes. (2013). Cakupan Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut Menurut Jenis Kelamin,
Kecamatan dan Puskesmas Kota Bengkulu. Bengkulu: Dinkes
Fatimah, F. (2010). Merawat Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan
Gerontik. Jakarta: Trans Info Media
Huriah, T., Ema W., Afiani, S. R., & Yuliana M. M. (2014). Pengaruh Senam
Ergonomis terhadap Penurunan Skala Nyeri Sendi dan Kekuatan Otot pada
Lanjut Usia di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta.
Manuskrip Penelitian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
http://mkep.umy.ac.id/wp-content/uploads/2016/02/Manuskrip- Riset-AIPNI
SERGO-2014-Titih.pdf
Kaye, B. S. (2010). Pain Management in the Elderly Population: A Review. The
Ochsner Journal, 10, 179–187
Kemenkes RI. (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta:
Kemenkes RI http//www.kemenkes-RI-buletin-lansia.pdf
Malo, Y., Ariani, N. L., & Yasin, D. D. F. (2019). Pengaruh Senam Ergonomis terhadap
Skala Nyeri Sendi pada Lansia Wanita. Nursing News, 4(1), 190-199
312
2019. Journal of Telenursing (JOTING) 1 (2) 304-313
Maryam, R., & Siti, S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika
Mubarak, M., & Wahit, I. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Salemba
Medika
Oktaviyani, R. D., Hartono, A., & Putri, M. A. (2018). Efektifitas Senam dan Senam
Ergonomis terhadap Perubahan Skala Insomnia pada Lansia di UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia Magetan. STIKES Bhakti Husada Mulia Madiun
Padila, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika
Potter, P., & Perry, P. (2009). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Rastogi, R., & Meek, M. (2013). Management of Chronic Pain in Elderly, Frail
Patients: Finding a Suitable, Personalized Method of Control. Dove Medical
Press Ltd
Sagiran, S. (2012). Mukjizat Gerakkan Shalat. Jakarta: Qultum Media
Sagiran, S. (2013). Mukjizat Gerakan Sholat. Jakarta: Qultum Media
Tamher, S., & Noorkasiani. (2011). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Watson. R. (2003). Perawatan pada Lanjut Usia. Jakarta: EGC
Wratsongko, M. M. M. (2015). Mukjizat Gerakan Shalat & Rahasia 13 Unsur Manusia.
Jakarta
313