Panduan Teknis PPU Untuk Sumber Tidak Bergerak 1711513926
Panduan Teknis PPU Untuk Sumber Tidak Bergerak 1711513926
Panduan Teknis
Pengendalian
Pencemaran Udara untuk
Sumber Tidak bergerak
merupakan suatu
kumpulan aturan dasar
! yang dapat digunakan
oleh Regulator maupun
Pelaku Usaha serta
Panduan Teknis Stakeholder lain dalam
Pengendalian
Pencemaran Udara.
Pengendalian Panduan ini merupakan
revisi dari Kepka Bapedal
No.205 tahun 1996
Pencemaran Udara
untuk Sumber Tidak
Bergerak
Daftar Isi
Bagian I---------------------------------------------------------------------------------------------- 3
Dasar-dasar Pemantauan Kualitas Udara .................................................... 3
Bagian II ---------------------------------------------------------------------------------------------6
Jenis Industri dan Penetapan Parameter Pengukuran .....................................6
Bagian III --------------------------------------------------------------------------------------------8
Tata Cara Pemantauan Udara Emisi untuk Sumber Tidak Bergerak ..................... 8
Bagian IIIA -------------------------------------------------------------------------------------------9
Penentuan Titik Pantau Emisi untuk Sumber Tidak Bergerak.............................9
Bagian IIIB -----------------------------------------------------------------------------------------17
Metode-Metode Uji Sampling Emisi ......................................................... 17
Bagian IIIC -----------------------------------------------------------------------------------------98
Pemantauan Emisi Menggunakan Sistem Menerus (CEMS) dan Prediktif (PEMS) ..... 98
Bagian IIID---------------------------------------------------------------------------------------- 101
Penyajian Laporan Hasil Uji Pemantauan Emisi ......................................... 101
Bagian IV ----------------------------------------------------------------------------------------- 104
Tata Cara Pemantauan Udara Ambien .....................................................104
Bagian IVA ---------------------------------------------------------------------------------------- 104
Penentuan Titik Pantau Udara Ambien ....................................................104
Bagian IVB ---------------------------------------------------------------------------------------- 106
Penentuan Parameter Ukur untuk Pemantauan Udara Ambien Khusus............... 106
Bagian IVC---------------------------------------------------------------------------------------- 107
Pemantauan Udara Ambien Menggunakan Sistem Menerus (AQMS)...................107
Bagian IVD---------------------------------------------------------------------------------------- 108
Penyajian Laporan Hasil Uji Pemantauan Udara Ambien............................... 108
Bagian V ------------------------------------------------------------------------------------------ 109
Jenis-jenis Alat Pengendali Pencemaran Udara .........................................109
Teknologi Pengendalian Gas (BS EN 15259) ..............................................110
Teknologi Pengendalian Partikulat (BS EN 15259) ....................................... 117
Bagian VI ----------------------------------------------------------------------------------------- 126
Tata Cara Pemodelan Sebaran Emisi ......................................................126
1. Definisi
Pemantauan Kualitas Udara adalah serangkaian kegiatan atau prosedur yang ditujukan
untuk mengambil sampel udara emisi dan ambien sesuai dengan suatu kaidah teknis ter-
tentu untuk mendapatkan data yang handal.
2. Rangkaian Kegiatan
i. Observasi pendahuluan
ii. Kaji ulang permintaan
3. Observasi Pendahuluan
Mekanisme observasi pendahuluan meliputi:
a) Perencanaan
Dalam merencanakan observasi pendahuluan, terdapat beberapa informasi yang harus
diperoleh sebagai berikut.
b) Evaluasi Pendahuluan
Ketika melaksanakan observasi pendahuluan, diperlukan evaluasi yang meliputi beber-
apa poin sebagai berikut.
Kaji ulang permintaan merupakan suatu prosedur yang dilakukan oleh pelaku usaha un-
tuk melakukan permintaan kepada pihak pengambil sampel kualitas udara. Dimana pada
tahap ini pihak pelaku usaha sudah melakukan penetapan terhadap jumlah dan jenis
titik baik emisi maupun ambien berikut dengan prosedur pekasanaan, QA/QC serta in-
formasi tentang fasilitas pendukungnya. Pihak pengambil sampel kualitas udara dapat
memberikan pertimbangan tentang kesediaan dihubungkan dengan prosedur yang telah
ditetapkan di masing-masing laboratorium untuk setiap komponen yang akan diukur.
Bentuk kesepakatan ini dituangkan dalam suatu kontrak atau nota kesepahaman yang
bersifat mengikat.
Pihak pelaku usaha wajib untuk menetapkan Prosedur Pelaksanaan Pemantauan Kualitas
Udara yang berlaku secara lokal sebagai acuan bagi pihak pengambil sampel kualitas
udara. Ketentuan tentang Prosedur Prosedur Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Udara
disesuaikan dengan kriteria teknis yang berlaku spesifik sesuai jenis sumber emisi dan
titik ambien, standar pengukuran parameter yang dipantau serta kriteria penaatan yang
diacu.
Pihak pelaku usaha wajib untuk menetapkan Standar QA/QC Pelaksanaan Pemantauan
Kualitas Udara yang berlaku secara local sebagai acuan bagi pihak pengambil sampel
kualitas udara. Ketentuan tentang tata cara penerapan QA/QC tersebut disesuaikan
dengan kriteria teknis yang berlaku spesifik ataupun umum sesuai jenis sumber emisi
dan titik ambien, standar pengukuran parameter yang dipantau serta kriteria kepatuhan
yang diacu.
Pelaksanaan Pemantauan Kualitas Udara dilakukan sesuai dengan hasil kaji ulang per-
mintaan, standar prosedur dan implementasi QA/QC yang telah disepakati.
Frekuensi pengambilan contoh uji yang ideal dapat diklasifikasikan berdasarkan tipe
proses usaha dan/atau kegiatan sebagai berikut.
▪ industri pembakaran;
▪ industri pengeringan;
▪ industri pengecatan;
▪ tanur putar (rotary kiln); dan
▪ penghancuran dan pemisahan (crushing and classification).
2) Tipe proses kontinu dengan variasi dari waktu ke waktu
Pelaku usaha dan/atau kegiatan dengan tipe proses kontinu dengan variasi dari wak-
tu ke waktu ditandai dengan jenis bahan baku yang konstan, namun prosesnya
bergantung terhadap waktu sehingga mempengaruhi karakteristik emisinya. Dengan
demikian, pemilihan waktu pengukuran harus memperhitungkan perubahan terse-
but. Beberapa contoh pelaku usaha dan/atau kegiatan yang memiliki tipe proses
kontinu dengan variasi dari waktu ke waktu antara lain:
Pihak pelaku usaha wajib melakukan pelaporan pemantauan kualitas udara sesuai den-
gan peraturan yang ditetapkan secara terpisah dari panduan ini. Bila belum ada keten-
tuan yang mengatur secara khusus maka setiap pelaku usaha dan/atau kegiatan wajib
melakukan pelaporan rutin menggunakan peralatan manual setiap 6 bulan sekali setiap
periodenya. Periode I adalah bulan Januari sampai dengan Juni, sedangkan bulan Juli
hingga Desember adalah Periode II. Selain itu, untuk pelaku usaha dan/atau kegiatan
yang diharuskan memiliki peralatan pemantauan secara terus-menerus (CEM), maka
hasil pemantauan CEM perlu dilaporkan setiap 3 bulan sekali setiap periode, meliputi:
1) Periode I adalah Januari - Maret
2) Periode II adalah April - Juni
3) Periode III adalah Juli - September
4) Periode IV adalah Oktober - Desember
1. Penerapan
Setiap jenis industri memiliki karakteristik dan konfigurasi sistem pengendalian udara
yang berbeda sehingga memiliki potensi parameter pantau tertentu. Perbedaan karak-
teristik termasuk diantaranya penggunaan bahan dan material proses, sistem pem-
bangkitan energi, pengaturan level termal dan aspek lainnya. Sehingga perlu ditetapkan
lebih lanjut tentang standar (baku mutu) spesifik yang relevan dengan karakteristik je-
nis industri sebagai acuan penaatan dan penetapan parameter pengukuran.
2. Jenis/Klasifikasi Industri
Standar klasifikasi mengikuti pedoman yang digunakan oleh Biro Pusat Statistik.
Studi penetapan parameter dominan dan kritis dapat dilakukan untuk pengurangan atau
penambahan parameter emisi sumber tidak bergerak yang belum mengatur secara spe-
sifik baku mutu emisinya. Penentuan parameter dominan dan kritis ini dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan hal - hal berikut:
a. Data pemantauan emisi yang telah dilakukan selama 5 (lima) tahun yang pe-
mantauannya dilakukan secara periodik untuk parameter seperti tertera pada
Kepmen LH No. 13 tahun 1995 atau sudah melakukan pengukuran di luar jadwal
sebanyak 10 kali;
b. Data MSDS (Material Safety Data Sheet) terkait dengan komposisi kandung ba-
han, identifikasi bahaya bahan, dan spesifikasi bahan terkait dengan komposisi
fisika dan kimia yang terkait dengan proses produksi;
c. Bahan bakar dan baku yang digunakan;
d. Proses produksi yang diterapkan sesuai kualitas produk yang diharapkan;
e. Identifikasi senyawa yang dihasilkan, baik sebagai product maupun by product;
f. Jenis dan Kapasitas Alat pengendali emisi yang digunakan serta utilitas yang
digunakan;
g. Identifikasi kelengkapan lubang pengambilan sample beserta sarana/
prasarananya;
h. Kesesuaian syarat dan prosedur pengambilan data emisi
Pemerintah menetapkan secara bertahap baku mutu udara yang sesuai dengan karak-
teristik industri berikut dengan tipe-tipe pembuangan dan parameter yang diukur.
Dalam tahap harmonisasi, maka kontribusi dari industri melalui asosiasi masing-masing
untuk mengajukan naskah akademis yang relevan sangat dibutuhkan di kemudian hari.
Sedangkan untuk baku mutu udara ambien akan dilakukan kajian secara berkala oleh
pemerintah berdasarkan perkembangan dan kemajuan teknologi adaptasi serta miti-
gasi untuk pengendalian pencemaran udara.
1. Kategori Delisting (Mengurangi list parameter ukur di Kepmen LH No.13 tahun 1995):
a. Rata - rata hasil pemantauan emisi yang dihasilkan < 75% dari baku mutu
emisi.
b. Evaluasi MSDS atau mass balance material/sub-product/byproduct terkait
dengan bahan kimia utama dalam proses yang digunakan, tidak memiliki
potensi emisi sesuai parameter terkait.
c. Adanya perubahan proses yang secara signifikan mengubah filosofi keselu-
ruhan aktivitas usaha/kegiatan.
2. Kategori Listing (Menambah list parameter ukur di Kepmen LH No.13 tahun 1995):
a. Adanya perubahan material secara periodik maupun jangka panjang dalam
proses usha/kegiatan
b. Adanya perubahan proses yang secara signifikan mengubah filosofi keselu-
ruhan aktivitas usaha/kegiatan.
c. Adanya rekomendasi dari hasil evaluasi alat pengendali pencemaran udara
terkait parameter ukur yang masih penetrasi ke cerobong.
1. Pendahuluan
Tata Cara Pemantauan udara emisi untuk sumber tidak bergerak mengikuti suatu prose-
dur yang secara normatif ditetapkan oleh Pemerintah melalui Standar Nasional Indone-
sia (SNI). Adapun SNI yang diperlukan meliputi Pemilihan/Penentuan Titik Sampling,
Pemilihan/Penentuan Parameter Pengujian, Tata cara Pengambilan Sampling dan Tata
Pelaporan Hasil Uji.
1. Pendahuluan
Pemilihan lokasi sampling yang tepat sangat penting untuk memastikan pengukuran
emisi polutan yang representatif dan laju alir volumetrik yang akurat dari sumber sta-
sioner diperoleh. Keselamatan dan aksesibilitas merupakan pertimbangan penting
pemilihan lokasi. Ketepatan posisi peralatan sampling, akses terhadap tenaga listrik,
paparan personil terhadap cuaca, temperatur kerja, dan keberadaan gas berbahaya
juga harus dipertimbangkan dalam pembangunan fasilitas pengambilan sampel emisi di
cerobong.
Apabila cerobong tidak sesuai dengan ketentuan di atas, maka perlu dilakukan modifikasi
perlakuan gas buang. Hal tersebut dilakukan dengan mengubah kecepatan serta temper-
atur gas, sehingga akan diperoleh tinggi cerobong efektif yang lebih tinggi.
Ketentuan ini berlaku wajib untuk cerobong yang belum beroperasi. Bagi cerobong yang
sudah beroperasi maka perubahan dilakukan secara bertahap melalui dokumen iziTitik
Pantau Cerobong ditentukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:
b. Posisi Titik Sampling: Dalam kondisi ideal, titik sampling terletak pada 8
kali Diameter Dalam (8D) dari gangguan terakhir Hulu dan 2D dari gang-
guan terakhir Hilir aliran. Yang dimaksud dengan gangguan adalah berupa
belokan, cabang, kontraksi maupun ekspansi saluran/duct. Penentuan
titik sampling selain ketentuan ideal ini dapat dihasilkan dari ketentuan
umum pada bagian berikut atau dari studi komprehensif yang disetujui
Skema berikut merupakan panduan umum pendekatan yang dapat dilakukan untuk
menetapkan titik sampling pada kondisi tidak ideal, dimana tidak memungkinkan
memenuhi persyaratan 8D dari arah Hulu dan 2D dari arah hilir.
Apabila cerobong memiliki penampang berupa persegi panjang, maka besaran diame-
ter dapat ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut.
2LW
De =
(L + W )
dimana:
De = diameter ekuivalen (m);
L = panjang penampang cerobong (m);
W = lebar penampang cerobong (m).
Selain itu, apabila cerobong berpenampang lingkaran memiliki diameter dalam cer-
obong bagian atas (hilir) lebih kecil dari diameter dalam bagian bawah (hulu), maka
besaran diameter perlu ditentukan melalui perhitungan sebagai berikut.
2d D
De =
(D + d )
dimana:
De = diameter ekuivalen (m);
D = diameter dalam cerobong bagian bawah/hulu (m);
d = diameter dalam cerobong bagian atas/hilir (m).
6. Traverse Point
Untuk menentukan jumlah titik-titik lintas, maka dapat menggunakan ketentuan seba-
gai berikut:
1) Untuk cerobong yang memiliki lokasi pengambilan contoh uji yang ideal
(memenuhi kriteria 8D dan 2D), maka jumlah minimum titik-titik lintas adalah se-
bagai berikut.
a. 2 – 4 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran maupun persegi panjang
dengan diameter atau diameter ekuivalen kurang dari 0,3 meter;
b. 8 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran dengan diameter 0,30 – 0,61
meter;
c. 9 buah untuk cerobong berpenampang persegi panjang dengan diameter eki-
valen 0,30 – 0,61 meter;
d. 12 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran maupun persegi panjang
dengan diameter atau diameter ekuivalen lebih dari 0,61 meter.
2) Untuk cerobong dengan lokasi pengambilan contoh uji alternatif pada jarak kurang
dari 8 kali diameter cerobong dari sumber emisi (hulu) dan/atau kurang dari 2 kali
diameter cerobong dari bagian atas (hilir), maka jumlah minimum titik-titik lintas
adalah sebagai berikut.
a. 2 – 4 buah untuk cerobong berpenampang lingkaran maupun persegi panjang
dengan diameter atau diameter ekivalen kurang dari 0,3 meter;
Gambar 2 Diagram penentuan jumlah minimum titik lintas untuk pengukuran partikulat
Gambar 4 Contoh letak titik-titik lintas pada cerobong berpenampang lingkaran dengan 12 buah titik lintas
Tabel 1 Ketentuan titik-titik lintas pada cerobong yang memiliki penampang berbentuk lingkaran
Tabel 2 Ketentuan titik-titik lintas pada cerobong yang memiliki penampang berbentuk persegi panjang
8. Isokineticity
Ruang Lingkup
1) Pengukuran tekanan dinamik dari aliran emisi gas buang sumber tidak berg-
erak
2) Pengukuran tekanan statis dari aliran emisi gas buang sumber tidak bergerak
3) Penentuan berat per satuan volume emisi gas buang sumber tidak bergerak
4) Penentuan kecepatan alir emisi gas buang sumber tidak bergerak
5) Pelaporan
hn − ho
hi = ×ρ
β
dimana:
hi = tekanan dinamik pada setiap titik lintas (mmH2O);
β = nilai pada skala inclined manometer;
Gambar 3.2.1 Rangkaian alat ukur kecepatan alir dalam gas buang
(M1X1 + M2 X2 + Mn Xn)(1 −
24,45 × 100 [ 100 ) ]
1 Xw
γo = + 18Xw
298 Pa + Ps
γ = γo
273 + ts 760
dimana:
γ = berat per satuan volume gas buang dalam cerobong (kgf/m3);
γo = berat per satuan volume gas buang basah pada kondisi normal 25oC
dan 760
mmHg (kgf/m3);
Pa = tekanan atmosfer (mmHg);
Ps = nilai rata-rata tekanan statis gas buang pada setiap titik lintas
(mmHg);
(ΔPs1 + ΔPs2 + … + ΔPsn)
=
n
ts = temperatur rata-rata gas buang (oC);
M 1, M 2, M n = berat molekul masing-masing komponen gas buang (kg/kmol);
X1, X2, Xn = konsentrasi masing-masing komponen gas buang (%);
Xw = persen volume uap air dalam gas buang (%).
CATATAN 1 Apabila bahan bakar yang digunakan berupa padatan atau cairan dan
dibakar dengan udara, maka nilai γo mendekati 1,3.
CATATAN 2 Nilai Xw diperoleh dari cara uji kadar uap air dalam emisi gas buang
sumber tidak bergerak secara gravimetri.
CATATAN 3 Nilai M1, M2, Mn diperoleh dari cara uji konsentrasi CO, CO2, dan O2
dalam emisi gas buang sumber tidak bergerak dengan peralatan otomatik.
Ruang Lingkup
Metoda ini meliputi penentuan komposisi gas karbon monoksida (CO), karbon diok-
sida (CO2), dan oksigen (O2) dari emisi gas buang sumber tidak bergerak menggu-
nakan peralatan analisis otomatis portabel.
Gambar 3.3.2 Susunan alat pengambil contoh uji komposisi gas buang
Ruang Lingkup
1) Penentuan kadar air dalam gas buang secara gravimetri
2) Penentuan kadar air dalam gas buang menggunakan Wet Gas Meter dan Dry
Gas Meter
CATATAN 1 Gunakan sarung tangan karet dan pinset pada saat menggunakan
glasswool.
CATATAN 2 Apabila menggunakan penjerap yang pernah dipakai saat
pengambilan contoh uji sebelumnya, botol penjerap harus di-
panaskan terlebih dahulu dalam oven pada temperatur 105oC
sampai uap air kering, kemudian didinginkan pada temperatur
ruangan.
3) Menyusun rangkaian alat ukur kadar uap air seperti pada Gambar 3.4.1.
4) Menentukan titik pengukuran sesuai dengan posisi pipa pengambilan contoh
uji.
5) Memasukkan pipa pengambil contoh uap air pada titik pengukuran.
6) Mencatat volume awal yang terbaca pada alat gas meter, V1 (liter).
7) Menghidupkan pompa penghisap, kemudian mengatur kecepatan alir antara 1
– 2 liter per menit (lpm).
8) Mencatat tekanan pada gas meter (mmHg).
9) Mematikan pompa penghisap setelah pengambilan contoh uji sebanyak
kurang lebih 10 liter.
10)Mencatat kembali volume akhir pada gas meter, V2 (liter).
11)Mencatat temperatur pada gas meter, tm (oC).
12)Menimbang bobot akhir botol penjerap uap air, W2 (g).
13)Menghitung kadar uap air dalam emisi gas buang sumber tidak bergerak
menggunakan rumus sebagai berikut.
24,45
18
×m
Xw = Pa + Pm − Pv
× 100
298 24,45
Vm × 273 + tm
× 760
+ 18
×m
CATATAN Kadar uap air ini dikoreksi pada kondisi normal (25oC, 760 mmHg)
Selain secara gravimetri, penentuan kadar air dalam gas buang juga dapat menggu-
nakan Wet Gas Meter dan Dry Gas Meter.
Acuan Normatif
US EPA Method 5 – Determination of Particulate Matter Emissions from Stationary
Sources
Catatan: Untuk pengukuran partikulat pada cerobong dengan diameter kecil (kurang
dari 0,30 meter dan lebih dari 0,10 meter) maka pengukuran kecepatan pada
pengambilan contoh uji partikulat harus menggunakan pitot standar, sebab penggu-
naan pitot S dapat menghalangi sebagian penampang cerobong yang dapat mengak-
ibatkan ketidakakuratan pengukuran.
Persiapan
1) Menentukan lokasi pengambilan contoh uji dan titik lintasnya sesuai den-
gan Lampiran III.1
2) Menentukan kecepatan linier gas buang sesuai dengan Lampiran III.2
3) Menentukan berat molekul gas buang sesuai dengan Lampiran III.3
4) Menentukan kadar air gas buang sesuai dengan Lampiran III.4
5) Melakukan pengecekan filter secara visual untuk memastikan tidak ada
cacat
6) Melakukan pemanasan filter pada temperatur sekitar 105 °C selama 2 – 3
jam, kemudian dimasukkan ke dalam desikator selama ± 2 jam. Selanjut-
nya filter ditimbang dengan timbangan analitik dan dicatat berat awalnya
7) Menentukan faktor kalibrasi orifice (ΔH@) sesuai dengan hasil kalibrasi
(lihat lampiran A SNI 19-7117.17:2009)
8) Menentukan ukuran nozzle berdasarkan kisaran kecepatan linier gas
buang menggunakan persamaan berikut:
K5Qm Pm Ts Ms
Dn(estimation) =
TmCp(1 − Bws) Ps ∆ pavg
dimana:
Dn(estimation) = perkiraan diameter nozzle
K5 = nilai ketetapan untuk metrik = 0,6071;
Qm = laju aliran massa dalam cerobong (m3/m);
Pm = tekanan absolut (tekanan barometer pada dry gas meter)
(mmHg);
Tm = temperatur pada dry gas meter (K);
Cp = koefisien pitot atau faktor koreksi pitot tube;
Bws = kadar uap air (volume) dalam aliran gas;
Ts = temperatur gas buang (K);
Ms = berat molekul gas pada cerobong dalam kondisi basah (gr/gr-
mol)
Ps = tekanan absolut pada cerobong (mmHg);
Δpavg = nilai rata-rata dari tekanan pitot tube (mmH2O);
CATATAN 1 Selama pengambilan contoh uji, tutup lubang pengambilan contoh uji
(flange)
CATATAN Jika pressure drop pada filter menjadi sangat tinggi (tekanan vakum ting-
gi) akibat banyaknya partikulat atau kadar air, yang mengakibatkan pengaturan
isokinetik menjadi sulit, filter perlu diganti pada pertengahan pengambilan contoh
uji melalui langkah-langkah sebagai berikut:
▪ Mematikan pompa vakum, pemanas filter, dan probe;
▪ Mencatat posisi titik lintas terakhir dan nilai dry gas meter akhir;
▪ Melakukan uji kebocoran sebelum membuka filter holder;
▪ Mengganti filter dan memasang kembali ke filter holder;
▪ Menyalakan pemanas filter dan probe;
▪ Menempatkan nozzle pada posisi titik lintas terakhir dan nyalakan pompa
vakum untuk melanjutkan pengambilan contoh uji.
▪ Mengkalkulasi berat total partikulat dari seluruh filter yang digunakan
▪ memasukkan 200 mL aseton ke dalam botol contoh uji sebagai blanko la-
pangan;
▪ membersihkan partikulat pada probe liner, nozzle, filter fitting, dan fil-
ter holder dengan menggunakan sikat dan aseton, kemudian mema-
sukkan hasil pembersihan tersebut ke dalam botol contoh uji dan diberi
label sebagai penampung 2;
▪ menimbang masing-masing botol penjerap dengan timbangan (ketelitian
0,1 g), kemudian mencatat berat akhirnya.
2) Untuk Kontainer No. 1: mengeringkan filter di dalam oven pada temperatur
105 °C selama 2 jam – 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator. Sete-
lah itu, menimbang berat filter tersebut dengan menggunakan timbangan
analitik.
3) Untuk Kontainer No. 2: Memindahkan isi penampung ke dalam gelas piala 250
mL. Setelah itu, menguapkan aseton dari gelas piala hingga kering, kemudian
[ )]
100Ts K3 . Vic + ( )(
Vm . Y Pbar + ∆ H
Tm 13,6
I=
60.θ . vs . Ps . An
atau
100Ts . Vm(std) . Pstd
I=
60Tstd . vs . θ . An . Ps(1 − Bws)
dimana:
I = nilai isokinetik pengambilan contoh uji (%);
Ts = temperatur gas buang (K);
K3 = 0,003454 (nilai ketetapan untuk satuan metrik);
Vlc = total volume cairan dalam penjerap dan silika gel (mL);
3
Vm = volume gas kering yang terukur pada meter gas (m );
Y = faktor kalibrasi meter gas;
Tm = temperatur pada dry gas meter (K );
Pbar = tekanan barometer pada dry gas meter (mmHg);
ΔH = perbedaan tekanan rata-rata dari orifice meter (mmH2O);
θ = waktu sampling total (menit);
vs = kecepatan gas cerobong (m/detik);
Ps = tekanan absolut pada cerobong (mmHg);
An = luas penampang nozzle (m2);
Pstd = tekanan absolut standar = 760 mmHg;
Acuan Normatif
US EPA Method 9 – Visual Determination of the Opacity of Emissions from Stationary
Sources
Ruang lingkup
Metoda ini mencakup pemeriksaan asap dari emisi sumber tidak bergerak yang
meliputi:
1) Pengujian opasitas untuk asap hitam yang berasal dari sumber tidak bergerak
2) Penentuan emisi fugitif dan asap dari cerobong flaring
Untuk memperoleh hasil pengukuran yang akurat, maka terdapat beberapa per-
syaratan pembacaan opasitas yang harus dipenuhi sebagai berikut.
1) Posisi matahari harus terletak di belakang pengamat (dalam daerah 140o)
seperti pada Gambar 3.6.1.
2) Saat melakukan pengamatan, sebaiknya menjadikan langit biru sebagai latar
belakang. Apabila kondisi ini tidak tercapai maka perlu diberi keterangan
pada formulir kerja.
3) Arah angin berada pada sudut 90o terhadap pengamat.
4) Jarak pengamat berada pada posisi tiga kali ketinggian cerobong, seperti
pada Gambar 3.6.2.
5) Tidak ada halangan yang mempengaruhi pengamatan
Adapun asap dari cerobong flaring didefinisikan sebagai polutan yang dihasilkan dari
proses pembakaran pada suar/flaring yang terbentuk diantara nyala api. Asap yang
terbentuk di bagian hulu nyala api tidak dikategorikan sebagai asap dari cerobong
flaring.
Penentuan emisi fugitif dan asap dari cerobong flaring dapat dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut.
1) Menentukan lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan sebaiknya terletak pada
posisi antara 4,6 hingga 400 meter dari sumber emisi.
2) Menentukan durasi periode pengamatan (to). Durasi pengamatan dapat
bervariasi terrgantung pada ketentuan yang harus dipenuhi.
Acuan Normatif
US EPA Method 6 – Determination of Sulfur Dioxide Emissions from Stationary
Sources
Ruang Lingkup
Metoda ini meliputi cara pengujian kadar Sulfur Dioksida (SO2) dalam gas buang dari
sumber tidak bergerak yang memiliki konsentrasi 5 – 300 ppm (14 mg/Nm3 – 860
mg/Nm3)
Persiapan
1) Menyiapkan larutan penjerap
2) Menyiapkan larutan klorida (NaCl)
3) Menyiapkan larutan gliserol
4) Menyiapkan serbuk barium klorida (BaCl2)
5) Menyiapkan larutan induk asam sulfat (H2SO4) 0,1 N
6) Menyiapkan larutan kerja asam sulfat (H2SO4) 0,004 N
7) Menyiapkan larutan natirum tetrabonat (boraks, Na2B4O7.10H2O) 0,1 N
8) Menyiapkan larutan kerja boraks (Na2B4O7.10H2O) 0,004 N
9) Menyiapkan indikator SM (sindur metil) atau MO (methyl orange)
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada SNI 19-7117.3.1-2005.
Ruang Lingkup
Metoda ini meliputi cara pengujian kadar Sulfur Dioksida (SO2) dalam gas buang dari
sumber tidak bergerak yang memiliki konsentrasi 70 – 2800 ppm (200 mg/Nm3 –
8000 mg/Nm3)
Persiapan
1) Menyiapkan larutan penjerap
2) Menyiapkan larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,05 M
3) Menyiapkan hablur asam sulfanat (amido sulphuric acid), HOSO2.NH2
4) Menyiapkan campuran indicator metil merah dan metil biru
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada SNI 19-7117.3.2-2005.
Analisis
1) Melakukan standardisasi NaOH 0,05 M
2) Melakukan persiapan contoh uji
3) Melakukan titrasi
4) Menghitung volume contoh uji gas menggunakan persamaan berikut
298 (Pa + Pm − Pv)
Vs = V × ×
273 + t 760
Keseluruhan detail langkah kerja untuk menganalisis konsentrasi SO2 dalam emisi
sumber tidak bergerak dengan metode titimetri seperti di atas dapat dilihat pada
SNI 19-7117.3.2-2005.
Acuan Normatif
US EPA Method 7 – Determination of Nitrogen Oxide Emissions from Stationary
Sources
Ruang Lingkup
Metoda ini meliputi cara pengujian kadar oksida-oksida nitrogen (NOx) dalam gas
buang dari sumber tidak bergerak yang memiliki konsentrasi 10 – 300 ppm (18 mg/
Nm3 – 540 mg/Nm3) dengan jumlah volume contoh uji sebanyak 800 – 1000 mL
Persiapan
1) Menyiapkan larutan penjerap
2) Menyiapkan larutan Phenol Disulphonic Acid (PDS)
3) Menyiapkan larutan induk nitrat (NO3-) 100 µL
4) Menyiapkan larutan standar nitrat (NO3-) 10 µL
5) Menyiapkan larutan natrium hidroksida (NaOH) 25% (b/v)
6) Menyiapkan larutan kalium hidroksida (KOH) 5,6% (b/v)
7) Menyiapkan kertas lakmus
8) Menyiapkan larutan asam sulfat (H2SO4) 95 – 97%
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada SNI 19-7117.5-2005.
Analisis
1) Membuat kurva kalibrasi
2) Melakukan pengukuran konsentrasi NOx dalam contoh uji
3) Melakukan koreksi terhadap volume contoh uji gas yang diambil menggu-
nakan persamaan berikut:
Pf − Pnf Pi − Pni
760 ( 273 + tf 273 + ti )
298
Vs = (V − 20) × × −
dimana:
Vs = volume contoh uji gas yang diambil yang dikoreksi pada kondisi
normal 25oC, 760 mmHg (ml);
V = volume labu vakum atau labu E (ml), lihat SNI 19-7117.5-2005;
Pf = tekanan dalam labu sesudah pengambilan contoh (mmHg);
Pnf = tekanan uap jenuh diukur pada tfoC (mmHg), lihat Lampiran A
SNI 19-7117.5-2005;
Pi = tekanan vakum dalam botol sebelum pengambilan contoh uji
(mmHg);
Pni = tekanan uap jenuh pada tioC (mmHg);
ti = temperatur ketika Pi diukur sebelum pengambilan contoh uji (oC);
tf = temperatur ketika Pf diukur sebelum pengambilan contoh uji (oC).
4) Menghitung konsentrasi oksida-oksidan nitrogen (NOx) menggunakan per-
samaan berikut:
V
C= × 1000
Vs
Keseluruhan detail langkah kerja untuk menganalisis konsentrasi NOx dalam emisi
sumber tidak bergerak seperti di atas dapat dilihat pada SNI 19-7117.5-2005.
Acuan Normatif
US EPA Method 15A – Determination of Total Reduced Sulfur Emissions From Sulfur
Recovery Plants in Petroleum Refineries
Ruang Lingkup
Metoda ini digunakan untuk mengukur konsentrasi Total Sulfur Tereduksi (TSR),
meliputi karbon disulfida (CS2), karbonil sulfida (COS), hydrogen sulfida (H2S), yang
secara termal teroksidasi menjadi sulfur dioksida (SO2)
Persiapan
1) Menyiapkan larutan hidrogen peroksida 3% v/v
2) Menyiapkan gas untuk pemeriksaan perolehan kembali (recovery) contoh uji
3) Menyiapkan gas pembakaran
4) Menyiapkan larutan isopropanol 80% v/v
5) Menyiapkan larutan isopropanol 100%
6) Menyiapkan indikator thorin
7) Menyiapkan larutan standar barium 0,100 N
8) Menyiapkan larutan standar asam sulfat 0,0100 N
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada US EPA Method 15A dan Method 6.
Gambar 3.10.1 Rangkaian peralatan pengujian kadar Total Sulfur Tereduksi (TSR)
5) Menghitung volume gas udara pembakaran yang dikoreksi pada kondisi stan-
dar menggunakan rumus sebagai berikut:
(Vmc)(Pbar)
Vmc(std) = K1 . Yc .
Tm
dimana:
Vmc(std) = volume gas kering yang terukur oleh dry gas meter udara
pembakaran yang dikoreksi pada kondisi standar (liter);
K1 = 0,3855 oK/mmHg;
Yc = faktor kalibrasi untuk dry gas meter udara pembakaran;
Vmc = volume gas yang terukur oleh dry gas meter udara pembakaran
(liter);
Pbar = tekanan barometrik pada lubang keluar dry gas meter (mmHg);
Tm = temperatur absolut rata-rata dry gas meter (K).
6) Menghitung konsentrasi senyawa sulfur tereduksi sebagai SO2 menggunakan
rumus sebagai berikut:
(Vt − Vtb)( )
Vsoln
Va
CRS = K2 . N .
Vms(std) − Vmc(std)
dimana:
Acuan Normatif
US EPA Method 26 – Determination of Hydrogen Halide and Halogen Emissions from
Stationary Sources Non-Isokinetic Method
US EPA Method 26A – Determination of Hydrogen Halide and Halogen Emissions from
Stationary Sources Isokinetic Method
Ruang Lingkup
1) Penentuan konsentrasi Cl2 dan ClO2 dari sumber tidak bergerak metode non-
isokinetik
2) Penentuan konsentrasi Cl2 dan ClO2 dari sumber tidak bergerak metode
isokinetik
Metode non-isokinetik
Persiapan
1) Menyiapkan larutan absorben H2SO4 0,1 N
2) Menyiapkan larutan absorben NaOH 0,1 N
3) Menyiapkan larutan standar stok garam halida
4) Menyiapkan eluen ion kromatografi
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada US EPA Method 26.
Metode isokinetik
Persiapan
1) Menyiapkan blanko larutan absorben
2) Menyiapkan larutan standar stok garam halida
3) Menyiapkan eluen untuk ion kromatografi
4) Menyiapkan air
5) Menyiapkan aseton
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada US EPA Method 26A.
Gambar 3.11.2 Rangkaian peralatan pengambilan contoh uji klorin untuk kondisi isokinetik
( m ( p )
V − L − La)θ
▪ Apabila terdapat penggantian/perubahan komponen rangkaian alat
selama pengambilan contoh uji berlangsung, maka Vm diganti dengan:
n
[ ]
Vm − (L1 − La)θ1 − L − La)θi − (Lp − La)θp
∑( 1
i=2
6) Menghitung volume uap air (Vw(std)) dan kadar air (Bws) menggunakan per-
samaan berikut:
Volume uap air terkondensasi:
ρw RTstd
Vw(std) = Vlc = K2Vlc
Mw Pstd
dimana:
K2 = 0,001333 m3/ml
Catatan: pada kondisi jenuh atau aliran gas mengandung banyak butiran air,
perlu dilakukan dua jenis perhitungan untuk kadar uap air dalam gas buang,
perhitungan pertama berdasarkan analisis dari impinge dan perhitungan ked-
ua dari asumsi kondisi jenuh. Nilai yang lebih rendah untuk kadar air (Bws)
diantara hasil kedua perhitungan tersebut dianggap benar. Prosedur penentu-
an kadar air berdasarkan asumsi kondisi jenuh dapat dilihat pada US EPA
Method 4 Bagian 4. Untuk kepentingan analisis kadar klorin dalam gas buang,
rerata temperatur gas buang dari Form xx dapat digunakan untuk menen-
tukan kadar uap air, dengan catatan tingkat akurasi sensor temperature
dalam gas sebesar ±1 oC (2 oF).
7) Menghitung variasi isokinetik yang dapat dilakukan berdasarkan jenis datanya
sebagai berikut:
▪ Perhitungan dari data mentah:
[ 13,6 )]
(VmY)
Tm ( bar
∆H
100T5 K4Vlc + P +
I=
60Θv5P5 An
dimana:
K4 = 0,003454 ((mmHg(m3))/((ml)(oK))
▪ Perhitungan dari nilai menengah:
T5Vm(std) Pstd100
I=
Tstd v5θAn P560(1 − Bws)
T5Vm(std)
= K5
P5v5 Anθ(1 − Bws)
dimana:
K5 = 4,320 (untuk satuan metrik),
Nilai I yang dapat diterma adalah 90% ≤ I ≤ 110%. Apabila hasil partikulat re-
latif rendah dibandingkan dengan standar, dan nilai I lebih dari 110% atau ku-
rang dari 90%, maka Administrator dapat mempertimbangkan untuk meneri-
ma hasil analisis. Apabila nilai I tidak dapat diterima, maka hasil analisis di-
tolak dan perlu mengulangi proses pengambilan contoh uji.
8) Menghitung total HCl pada setiap contoh uji menggunakan persamaan
berikut:
mHCl = KHClVs(SCl − − BCl −)
9) Menghitung total klorin (Cl2) pada setiap contoh uji menggunakan persamaan
berikut:
mCl2 = Vs(SCl − − BCl −)
10)Menghitung konsentrasi Cl2 dalam emisi sumber tidak bergerak menggunakan
persamaan berikut:
Acuan Normatif
US EPA Method 26 – Determination of Hydrogen Halide and Halogen Emissions from
Statonary Sources Non-Isokinetic Method
Ruang Lingkup
Metoda ini meliputi cara pengujian kadar Hidrogen Klorida (HCl) dalam gas buang
dari sumber tidak bergerak yang memiliki konsentrasi 2 – 80 ppm (3 mg/Nm3 – 130
mg/Nm3)
Persiapan
1) Menyiapkan larutan penjerap natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M
2) Menyiapkan larutan pencuci NaOH 4% (b/v)
3) Menyiapkan larutan merkuri (II) tiosianat – methanol (Hg(CNS)2 – CH3OH)
4) Menyiapkan larutan asam perklorat (HClO4) (1+2)
5) Menyiapkan larutan ammonium besi (III) sulfat (FeNH4(SO4)2)
6) Menyiapkan larutan induk klorida (Cl-)
7) Menyiapkan larutan standar klorida (Cl-)
Keseluruhan detail langkah kerja untuk mempersiapkan setiap larutan di atas dapat
dilihat pada SNI 19-7117.8-2005.
Analisis
1) Membuat kurva kalibrasi
2) Menyiapkan contoh uji
3) Mengukur konsentrasi klorida (Cl-) pada contoh uji menggunakan spektrofo-
tometer
4) Melakukan perhitungan volume contoh uji gas yang diambil menggunakan
persamaan berikut:
298 (Pa + Pm − Pv)
Vs = V × ×
273 + t 760
dimana:
Vs = volume contoh uji gas yang diambil yang dikoreksi pada kondisi normal
25oC,
760 mmHg (liter);
V = volume dari pembacaan gas meter (liter);
= V 2 – V1
Pa = tekanan udara atmosfer (mmHg);
Pm = tekanan manometer yang dibaca pada gas meter (mmHg);
Pv = tekanan uap air jenuh pada temperatur toC (mmHg), nilainya dapat dilihat
pada Lampiran A SNI 19-7117.8-2005;
t = temperatur gas yang dibaca pada gas meter (oC).
5) Menghitung konsentrasi HCl dalam emisi gas buang sumber tidak bergerak
menggunakan persamaan berikut:
(a − b) × fp ×
36,5
35,5
C= × 1000
Vs
Selain pengukuran secara manual, pengujian kadar hidrogen klorida (HCl) juga dap-
at dilakukan melalui pengukuran secara langsung dengan metode konduktivitas
(Daya Hantar Listrik)
Ruang Lingkup
Metode ini dapat digunakan untuk menguji kadar logam dari emisi sumber tidak
bergerak. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan kadar par-
tikulat dalam emisi sumber tidak bergerak apabila mengikuti prosedur dan ketentu-
an yang telah ditetapkan.
Prinsip
Contoh uji emisi diambil secara isokinetik dari dari cerobong, emisi berupa partiku-
lat dikumpulkan di dalam probe dan filter yang dipanaskan, serta emisi berupa gas
dikumpulkan menggunakan larutan penjerap asam Hidrogen Peroksida (untuk men-
ganalisa seluruh logam termasuk Hg) dan larutan penjerap asam Kalium perman-
ganat (khusus untuk menganalisa Hg). Hasil perolehan contoh uji kemudian diek-
straksi dan dianalisa sesuai dengan fraksinya. Cold Vapor Atomic Absorption Spec-
troscopy (CVAAS) digunakan untuk menganalisa kandungan Hg, sedangkan untuk
logam Sb, As, Ba, Be, Cd, Cr, Co, Cu, Pb, Mn, Ni, P, Se, Ag, Tl, dan Zn dianalisa
menggunakan Inductively Coupled Argon Plasma Emission Spectroscopy (ICAP) atau
Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Selain itu, untuk menganalisa kandungan Sb,
As, Cd, Co, Pb, Se, dan Tl dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi dari ICAP, dap-
at digunakan Graphite Furnace Atomic Absorption Spectroscopy (GFAAS). Secara
umum, AAS dapat digunakan untuk menganalisaseluruh logam seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, apabila batas deteksi alat dapat memenuhi kebutuhan
pengujian. Selain AAS, Inductively Coupled Plasma-Mass Spectroscopy (ICP-MS) juga
dapat digunakan untuk menganalisa Sb, As, Ba, Be, Cd, Cr, Co, Cu, Pb, Mn, Ni, Ag,
Tl, dan Zn.
Persiapan
1) Menyiapkan filter
Filter yang digunakan untuk pengambilan contoh uji tidak boleh mengandung
senyawa pengikat berbahan organik dan kandungan setiap logam yang akan
diuji pada filter harus kurang dari 1,3 µg/in2. Hasil analisa berupa keteran-
gan dari pemroduksi yang menyatakan kandungan logam dalam filter dapat
dijadikan diterima sebagai data. Namun apabila informasi kandungan logam
pada filter tidak tersedia, maka diperlukan analisa kandungan logam ter-
hadap blanko filter untuk setiap logam yang akan diuji, sebelum melakukan
pengukuran emisi. Apabila dapat memenuhi ketentuan yang berlaku, dis-
arankan menggunakan filter jenis quartz fiber. Namun apabila tidak terse-
dia, maka dapat menggunakan filter jenis glass fiber, selama dapat
memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan.
2) Menyiapkan air yang sesuai dengan spesifikasi pada ASTM D1193-77 atau 91,
tipe II. Apabila diperlukan, air yang digunakan dapat dianalisa terlebih dahu-
lu kandungan logam yang akan menjadi target uji sebelum digunakan. Kon-
sentrasi seluruh logam yang menjadi target uji harus kurang dari 1 ng/ml.
[ 13,6 )]
(VmY)
Tm ( bar
∆H
100T5 K4Vlc + P +
I=
60Θv5P5 An
dimana:
K4 = 0,003454 ((mmHg(m3))/((ml)(oK))
▪ Perhitungan dari nilai menengah:
T5Vm(std) Pstd100
I=
Tstd v5θAn P560(1 − Bws)
T5Vm(std)
= K5
P5v5 Anθ(1 − Bws)
Nilai I yang dapat diterma adalah 90% ≤ I ≤ 110%. Apabila hasil partikulat re-
latif rendah dibandingkan dengan standar, dan nilai I lebih dari 110% atau ku-
rang dari 90%, maka Administrator dapat mempertimbangkan untuk meneri-
ma hasil analisis. Apabila nilai I tidak dapat diterima, maka hasil analisis di-
tolak dan perlu mengulangi proses pengambilan contoh uji.
Gambar 3-13
1 Rangkaian
peralatan
pengambilan
contoh uji
pengukuran
logam
Analisis
Bila koreksi kebocoran terhadap volume sampel diperlukan dan telah disetujui oleh
penyelenggara pengujian, maka prosedur berikut dapat dilakukan. Persamaan di atas
dapat digunakan apabila laju kebocoran yang terjadi (Ll) tidak melebihi laju kebocoran
maksimum (La). Jika Lp atau Ll lebih besar dari La, persamaannya menjadi :
(a) Kasus I. Jika tidak ada penggantian komponen, ubah Vm menjadi :
[! Vm − (Lp − La ) ∙ ]
(b) Kasus II. Jika ada penggantian komponen, maka Vm berubah menjadi :
n
[ ]
! Vm − (Li − La) ∙l −
∑( i
L − La) ∙i − (Lp − La ) ∙p
i=2
Substitusi hanya jika Li atau Lp lebih besar dari La.
Acuan Normatif
US EPA Method 23 – Determination of Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins and Poly-
chlorinated Dibenzofurans from Municipal Waste Combustors
Ruang Lingkup
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan emisi dioksin dan furan (PCDD dan
PCDF) dari sumber tidak bergerak
Persiapan
1) Menyiapkan filter yang terbuat dari bahan fiber glass tanpa pengikat organik,
yang memiliki efisiensi setidaknya 99,95% (penetrasi kurang dari 0,05%) un-
tuk partikel asap dioctyl phthalate berukuran 0,3 mikron
2) Menyiapkan resin adsorben jenis Amberlite XAD-2
Adsorbent trap harus dimuat pada daerah yang bersih untuk menghindari
kontaminasi. Adsorbent trap tidak boleh dimuat di lapangan. Adsorbent trap
diisi dengan 20 hingga 40 gr XAD-2. Setelah XAD-2 dimasukkan, masukkan
glass wool dan tutup erat pada kedua ujung trap. Tambahkan 100:1 larutan
surrogate standar pada setiap trap.
3) Menyiapkan silica gel
Silica gel disiapkan dengan menimbang beberapa bagian seberat 0,5 gr dari
200 hingga 300 gr silica gel di dalam wadah kedap udara. Kemudian untuk
setiap wadah, dicatat berat total silica gel dan wadah. Sebagai alternatif,
silica gel dapat ditimbang langsung di dalam impinger atau sampling holder
sesaat sebelum pengambilan contoh uji.
4) Menyiapkan aseton (kualitas pestisida)
5) Menyiapkan larutan metilen klorida (kualitas pestisida)
6) Menyiapkan larutan toluen (kualitas pestisida)
Gambar 3.14.2 Konfigurasi kondensor dan modul sorben untuk pengambilan contoh uji dioksin & furan.
[! Vm − (Lp − La ) ∙ ]
(d) Kasus II. Jika ada penggantian komponen, maka Vm berubah menjadi :
n
[ ]
! Vm − (Li − La) ∙l −
∑( i
L − La) ∙i − (Lp − La ) ∙p
i=2
Substitusi hanya jika Li atau Lp lebih besar dari La.
( )
Md = (0,32 × %O2) × (0,44 × %CO2) + 0,28 × (100 − (%O2 + %CO1))
Basah:
Ms = Md × (1 − Bws) + (Bws × Mw)
16)Menghitung kecepatan gas dalam cerobong pada kondisi cerobong
Ts + Tstd
vs = Kp × Cp × ∆P ×
Ps × Ms
17)Menghitung laju aliran gas rata-rata pada cerobong (konsisi standar, kering)
Tstd × Ps 60 detik
Qsd = vs × As (1 − Bws) × ×
Ts × Pstd 1 menit
18)Menghitung konsentrasi polutan
Mi
Ci =
Vm (std)
19)Menghitung emisi polutan
Ci × Qsd
Ei =
(60 menit )(1 × 10 )
detik μg
6
6
20)Menghitung tingkat isokinetik sampel
1039,5746 × vm (std) × (Ts + 460)
%I =
vs × θ × Ps × (1 − Bws) × (Dn)
2
Dimana:
An = luas daerah cross-section nozzle m2 (ft2).
As = luas daerah cross-section cerobong m2 (ft2).
Bws = kandungan uap air dalam aliran gas, fraksi volume.
Ci = konsentrasi polutan i di dalam sampel, pg/m3, µg/dscm (lb/dscf).
Ei = laju emisi polutan i, gr/detik (lb/jam).
DN = diameter nozzle, mm (in.).
I = persentase isokinetic sampling.
Mw = berat molekul air, 18,0 gr/gr-mol (18,0 lb/lb-mol).
Md = berat molekul gas pada cerobong dalam kondisi kering, gr/gr-mol (lb/
lb-mol).
Ms = berat molekul gas pada cerobong dalam kondisi basah, gr/gr-mol (lb/
lb-mol).
mi = massa polutan i yang dikumpulkan oleh sampling train, µg (lb).
Pbar = tekanan barometrik pada lokasi sampling, mmHg (in.Hg).
Pstatic = tekanan statis gas pada cerobong, mmH2O (in.H2O).
Ps = tekanan absolut gas pada cerobong, mmHg (in.Hg).
Pstd = tekanan absolut standar, 760 mmHg (29,92 in.Hg).
Qsd = laju volumetrik rata-rata gas pada cerobong, kondisi standar, kering,
dscmm (dscfm).
R = tetapan gas ideal, 0,062636 [(mmHg) (m3)] / [(oK) (gr-mol)] {21,85
[(in.Hg) (ft3)] / [(oR) (lb-mol)]}.
Tm = temperature absolut rata-rata DGM, oK (oR).
Ts = temperature absolut rata-rata gas pada cerobong, oK (oR).
Tstd = temperature absolut standar, 293oK (528oR).
Vlc = total volume cairan yang dikumpulkan dari impingers dan silica gel
(mL).
Vm = volume sampel gas yang terukur DGM, dcm (dcf).
Acuan Normatif
BS EN 15259:2007 - Requirements for measurement sections and sites and for the
measurement objective plan and report
EN 15267 - Certification of automated measurement systems
EN 14181 - Quality assurance of automated measuring systems
Pengukuran secara terus menerus merupakan sistem pemantauan kontinu yang me-
manfaatkan sensor sebagai alat pengukuran. Dalam banyak aplikasi, hasil penguku-
ran dengan metode ini perlu dibandingkan dengan hasil pemantauan berkala meng-
gunakan metode referensi standar. Metode pengukuran secara terus menerus bias
menggunakan dua pendekatan, yaitu:
1) CEMS (Continuous Emission Monitoring System) : Sistem pemantauan kontinu
pada lokasi cerobong sebagai pengganti system pemantauan emisi secara
manual
2) PEMS (Predictive Emission Monitoring System) : Sistem pemantauan kontinu
pada lokasi engine atau unit proses tertentu yang kemudian menggunakan
skema perhitungan atau model tertentu untuk memperkirakan besarnya emisi
dari engine atau proses yang tersebut.
CEMS maupun PEMS yang dipasang secara permanen biasanya dibatasi hanya untuk
mengambil contoh uji dari satu titik atau sepanjang garis tunggal pandangan mata.
Titik-titik pengambilan contoh uji ini harus diposisikan sehingga diperoleh contoh
uji yang representative terhadap keseluruhan kinerja proses atau titik pantau
emisi. Prosedur lengkap penentuan titik pengambilan contoh uji yang representatif
dapat dilihat pada BS EN 15259 Bagian 8 dan EA MID untuk EN 15259.
Di Indonesia, terdapat beberapa jenis industri yang wajib memiliki dan melakukan
pemantauan kualitas udara secara kontinu dengan metode CEMS namun belum
diatur secara khusus untuk PEMS, diantaranya adalah sebagai berikut.
1) Industri Pertambangan
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2015, Indus-
tri Pertambangan yang memiliki kapasitas pembangkit listrik lebih besar atau
sama dengan 25 MW atau memiliki kandungan sulfur lebih besar atau sama
dengan 2% serta beroperasi terus menerus, wajib melakukan pemantauan
kualitas udara secara kontinu
2) Industri Besi-Baja, Industri Semen, Industri Pulp-Paper, Industri Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995
3) Industri Pembangkit Listrik Termal
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 21 Tahun 2008
4) Industri Minyak dan Gas Bumi
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009
N a m a :
Perusahaan
A l a m a t :
Kegiatan
Kabupaten/ :
Kota
Provinsi :
No. Telp/Fax :
Email :
C o n t a c t :
Person
% CEMS
beroperasi
sebulan
Tanggal Ket
Jam
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 … 31
00.00-01.00
01.00-02.00
02.00-03.00
03.00-04.00
04.00-05.00
05.00-06.00
06.00-07.00
07.00-08.00
08.00-09.00
09.00-10.00
10.00-11.00
11.00-12.00
12.00-13.00
13.00-14.00
14.00-15.00
15.00-16.00
16.00-17.00
17.00-18.00
18.00-19.00
19.00-20.00
20.00-21.00
21.00-22.00
22.00-23.00
23.00-24.00
Total
Konsentrasi
Rata-Rata
(mg/Nm3)
Max
Min
W a k t u
C E M S
beroperasi
(jam)
.................................... 20 ...
Penanggung Jawab Kegiatan,
( ............................................. )
Acuan Normatif
BS EN 15259:2007 - Requirements for measurement sections and sites and for the mea-
surement objective plan and report
Executive Summary
Plant : ………………………………………………………………………………
Durasi pengoperasian : ………………………………………………………………………………
Sumber Emisi yang diukur : ………………………………………………………………………………
Kapasitas Sumber Emisi : ………………………………………………satuan meyesuaikan)
Parameter yang diukur : ………………………………………………………………………………
Debit Aliran (m3/jam) : ………………………………………………………………………………
Elevasi output cerobong (m) : ………………………………………………………………………………
Elevasi titik sampling (m) : ………………………………………………………………………………
Diameter efektif cerobong (m): ………………………………………………………………………………
Nama Perusahaan :
Alamat Kegiatan :
Kabupaten/ Kota :
Provinsi :
No. Telp/Fax :
Email :
Contact Person :
HASIL PEMANTAUAN
1. Partikulat
2. SO2
3. NOX
Bagian IVA
Penentuan Titik Pantau Udara Ambien
1. Acuan Normatif
SNI 19-7119.6-2005 Udara ambien – Bagian 6: Penentuan lokasi pengambilan contoh uji
pemantauan kualitas udara ambien
2. Ruang Lingkup
Berikut merupakan kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi pemantauan
kualitas udara ambien.
a) Area dengan konsentrasi pencemar tinggi. Daerah yang didahulukan untuk dipantau
hendaknya daerah-daerah dengan konsentrasi pencemar yang tinggi. Satu atau lebih
stasiun pemantau mungkin dibutuhkan di sekitar daerah yang emisinya besar.
b) Area dengan kepadatan penduduk tinggi. Daerah-daerah dengan kepadatan pen-
duduk yang tinggi, terutama ketika terjadi pencemaran yang berat.
c) Di daerah sekitar lokasi penelitian yang diperuntukkan untuk kawasan studi maka
stasiun pengambilan contoh uji perlu ditempatkan di sekeliling daerah/kawasan.
d) Di daerah proyeksi. Untuk menentukan efek akibat perkembangan mendatang dil-
ingkungannya, stasiun perlu juga ditempatkan di daerah-daerah yang diproyeksikan.
e) Mewakili seluruh wilayah studi. Informasi kualitas udara di seluruh wilayah studi
harus diperoleh agar kualitas udara diseluruh wilayah dapat dipantau (dievaluasi).
Adapun ketentuan dalam menentukan lokasi pengambilan contoh uji untuk kualitas
udara ambien antara lain sebagai berikut.
a) Menghindari tempat yang dapat merubah konsentrasi akibat adanya absorpsi, atau
adsorpsi (seperti dekat dengan gedung-gedung atau pohon-pohonan).
b) Menghindari tempat dimana pengganggu kimia terhadap bahan pencemar yang akan
diukur dapat terjadi: emisi dari kendaraan bermotor yang dapat mengotori pada
saat mengukur ozon, amoniak dari pabrik refrigerant yang dapat mengotori pada
saat mengukur gas- gas asam
c) Menghindari tempat dimana pengganggu fisika dapat menghasilkan suatu hasil yang
mengganggu pada saat mengukur debu (partikulat matter) tidak boleh dekat den-
gan incinerator baik domestik maupun komersial, gangguan listrik terhadap perala-
tan pengambilan contoh uji dari jaringan listrik tegangan tinggi
d) Meletakkan peralatan di daerah dengan gedung/bangunan yang rendah dan saling
berjauhan.
e) Apabila pemantauan bersifat kontinu, maka pemilihan lokasi harus mempertim-
bangkan perubahan kondisi peruntukan pada masa datang.
CATATAN: Perubahan tata guna lahan dapat menyebabkan lokasi pengambilan contoh uji
untuk kualitas udara ambien menjadi tidak representatif. Titik pengambilan contoh uji
Area Pemukiman
Industri
Lokasi Monitoring
1 Downwind (spesifik)
2 Upwind
Laut
CATATAN Pada arah angin dominan, lokasi pemantauan kualitas udara ambien minimum dua lokasi
(1 di lokasi upwind dan 1 di lokasi downwind) dengan mengutamakan daerah pemukiman atau tempat-
tempat spesifik. Sedangkan pada arah angin lainnya minimum satu titik dengan kriteria penetapan
lokasi seperti pada Gambar 1.1. Data arah angin dapat menggunakan data sekunder dari stasiun me-
teorologis terdekat atau data pengukuran langsung di lapangan. Sedangkan jarak lokasi pemantauan
dari industri ditentukan berdasarkan hasil model simulasi, pengamatan lapangan, pengukuran sesaat
dan membuat isopleth nya.
Bagian ini belum diatur secara khusus namun masih akan mengacu pada PP 41 1999 yang
masih berlaku atau berdasarkan kriteria khusus yang ada dalam dokumen lingkungan yang
sudah ditetapkan.
Kriteria ini sama aturannya dengan menggunakan acuan normatif pada bagian CEMS terma-
suk pada ketentuan validasi, kalibrasi, pelaporan dan QA/QC procedure.
Penyajian laporan udara ambien akan mengikuti kriteria Laboratorium Uji dan Laboratori-
um Lingkungan yang ditetapkan dalam SNI. Saat ini masih menggunakan SNI/ISO IEC 17025
tentang Laboratorium yang Terakreditasi.
Acuan Normatif
BS EN 15259:2007 - Requirements for measurement sections and sites and for the mea-
surement objective plan and report
Unit pengendalian pencemaran udara dari emisi cerobong dapat diklasifikasikan menjadi 2
jenis, yaitu unit pengendalian untuk gas dan unit pengendalian untuk partikulat. Di bawah
ini merupakan beberapa jenis teknologi pengendalian emisi. Untuk setiap jenis teknologi,
diperlukan informasi yang berbeda untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi se-
bagai berikut.
Untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi dari cerobong yang menggu-
nakan adsorber sebagai alat pengendalian pencemaran udara, maka sebaiknya dapat
diperoleh informasi terkait adsorber sebagai berikut: Pemroduksi, tahun produksi,
penyalur/ukuran partikel/jenis adsorber, tinggi bed pada adsorber, bidang pada ad-
sorber, frekuensi desorpsi, jenis desorpsi, laju hisap kipas, perbedaan tekanan an-
tara gas masuk/gas keluar, periode perawatan, waktu perawatan terakhir
Gambar 4- 2 Contoh peralatan pengendalian pencemaran udara dengan mekanisme absorpsi (Sumber: APTI 415,
1999)
Gambar 4- 3 Contoh kondenser: (a) yang kontak langsung dengan sumber dan (b) kondensser permukaan (Sum-
ber: APTI 415, 1999)
Kelebihan Kekurangan
Kemampuan untuk memusnahkan B i a y a o p e r a s i o n a l r e l a t i f t i n g g i
senyawa organik volatil (VOC) dalam (kebutuhan bahan bakar tambahan)
gas, dengan kemungkinan tingkat
efisiensi 99,9999%
Pilhan terbaik untuk kebutuhan Tidak cocok untuk aliran gas dengan
efisiensi yang tinggi dan emisi gas laju aliran yang tinggi
diatas 20% LEL
Ti d a k d i r e k o m e n d a s i k a n u n t u k
mengendalikan emisi gas yang
mengandung halogen atau sulfur
Untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi dari cerobong yang menggu-
nakan thermal combustion unit sebagai alat pengendalian pencemaran udara, baik
yang dilengkapi dengan heat exchanger ataupun tidak, maka sebaiknya dapat diper-
oleh informasi terkait alat tersebut sebagai berikut: pemroduksi unit afterburner,
tahun produksi, jenis pembakar, jenis bahan bakar tambahan, jumlah bahan bakar
yang melalui unit pembakaran, temperatur ruang pembakaran, waktu tinggal pada
ruang pembakaran, laju hisap kipas, periode perawatan, waktu perawatan terakhir.
Kelebihan Kekurangan
Biaya operasional rendah (kecuali pada B i a y a m o d a l t i n g g i ( a l a t d a n
tingkat efisiensi sangat tinggi) pemasangan)
Efisiensi sangat tinggi, bahkan untuk Membutuhkan ruang yang luas
partikulat berukuran kecil (sub-micron)
Kemampuan untuk menangani laju alir Tidak dapat dipindahkan setelah
gas yang tinggi dengan kehilangan pemasangan
tekanan yang rendah
K e m a m p u a n u n t u k m e n a n g k a p Tidak dapat digunakan untuk partikulat
partikulat kering maupun basah dengan tahanan listrik (electrical
resistivity) yang tinggi
Dapat beradaptasi untuk suatu kondisi
yang ekstrim seperti temperatur yang
berfluktuasi secara ekstrim.
Perawatan yang relatif mudah, dimana
perawatan internal dapat dilakukan
pada saat pabrik sedang tidak
beroperasi (shut-down) sedangkan
perawatan eksternal dapat dilakukan
secara tidak teratur tetapi dalam
frekuensi yang relatif rendah.
Untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi dari cerobong yang menggu-
nakan ESP sebagai alat pengendalian pencemaran udara, maka sebaiknya dapat
diperoleh informasi terkait ESP sebagai berikut: pemroduksi; tahun produksi; jumlah
zona pengumpul; luas presipitasi efektif; waktu tinggal pada zona elektris; jenis
pembersih debu (basah/mekanis); pendingin di bagian hilir (ada/tidak ada); injeksi
air di bagian hilir presipitator; aliran melalui presipitator; laju hisap kipas; periode
perawatan; serta waktu perawatan terakhir.
2) Cyclone
Cyclone merupakan peralatan penangkap debu yang bekerja berdasarkan gaya sen-
trifugal dimana udara yang masuk secara tangensial, menyebabkan material diger-
akkan ke arah luar dari kerucut dan dikeluarkan melalui hopper, sedangkan udara
bersih akan dikeluarkan melalui bagian atas dari cyclone. Kadang-kadang cyclone
dipasang untuk pengendalian awal debu pada boiler penyimpan panas dan boiler
limbah kayu untuk mengurangi beban ke precipitator. Rata-rata efisiensi cyclone
adalah 65% untuk diameter partikel 40 micron. Beberapa kelebihan dan kekurangan
cyclone telah dirangkum sebagai berikut.
Kelebihan Kekurangan
Biaya pembelian alat dan pemasangan Efisiensi pengumpulan relatif rendah
relatif rendah (terutama untuk partikulat berukuran
kecil)
Kemampuan untuk beroperasi dalam Hanya dapat menangkap partikulat
temperatur tinggi kering (tidak dapat bekerja dengan baik
untuk mist)
Kebutuhan pemeliharaan rendah Biaya pemeliharaan relatif tinggi
(ketiadaan bagian peralatan yang dapat (disebabkan oleh kehilangan tekanan)
bergerak)
Untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi dari cerobong yang menggu-
nakan cyclone sebagai alat pengendalian pencemaran udara, maka sebaiknya dapat
diperoleh informasi terkait cyclone sebagai berikut: Pemroduksi, model, tahun pro-
duksi, jumlah cyclone tunggal, susunan cyclone (paralel/seri), diameter cyclone,
laju hisap kipas, perbedaan tekanan antara gas masuk/gas keluar, aliran volumetrik
gas, periode perawatan, waktu perawatan terakhir
Kelebihan Kekurangan
Desain alat sederhana Ukurannya besar, perlu lahan yang luas
Mudah untuk dibuat konstruksinya Harus dibersihkan secara manual dalam
interval waktu tertentu
Pemeliharaan yang mudah dan biaya Hanya dapat menyisihkan partikel
pemeliharaan sangat rendah berukuran besar
Kelebihan Kekurangan
Netralisasi partikel korosif dan yang Menimbulkan masalah pencemaran air
mudah terbakar
Dapat menurunkan emisi yang suhunya Produk dikumpulkan dalam kondisi
tinggi serta memungkinkan untuk basah
menggabungkan dengan penyisihan gas
Kebutuhan lahan relatif tidak luas Masalah korosi lebih sering timbul
daripada menggunakan sistem kering
Kehilagan tekanan dan energi yang
dibutuhkan tinggi
Kebutuhan biaya pemeliharaan relatif
tinggi
Untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi dari cerobong yang menggunakan cy-
clone sebagai alat pengendalian pencemaran udara, maka sebaiknya dapat diperoleh in-
formasi terkait cyclone sebagai berikut: jumlah cairan scrubbing baru yang ditambahkan;
frekuensi penggantian cairan scrubbing; pH; tahap 1; tahap 2; temperatur cairan scrubbing
pada reservoir; waktu penggantian terakhis cairan scrubbing pada tangki; jenis downstream
droplet precipitator; laju hisap kipas; periode perawatan; waktu perawatan terakhir.
Kelebihan Kekurangan
Memiliki efisiensi yang sangat tinggi, Membutuhkan ruang yang luas
bahkan untuk partikulat dengan ukuran
yang sangat kecil
Kemampuan beroperasi untuk berbagai Kemungkinan kerusakan akibat panas
jenis debu dari temperatur gas atau kandungan
substansi kimia korosif dalam gas
Kemampuan untuk beroperasi pada Tidak dapat dioperasikan pada kondisi
rentang laju alir volumetrik yang lingkungan yang lembab sebab dapat
sangat besar menyebabkan penyumbatan baghouse
Penurunan tekanan cukup rendah Memiliki potensi terjadinya kebakaran
atau ledakan
Biaya yang relatif tinggi dibandingkan
dengan alat pengendalian pencemaran
udara lainnya
Untuk keperluan interpretasi hasil pengukuran emisi dari cerobong yang menggu-
nakan fabric filter sebagai alat pengendalian pencemaran udara, maka sebaiknya
dapat diperoleh informasi terkait fabric filter sebagai berikut: pemroduksi, jenis,
tahun manufaktur, jumlah ruang filter, jumlah tube/kantong filter, luas filter, jum-
lah debu yang dapat melalui filter per satuan luas filter (bruto/neto), material fil-
ter, mekanisme pelepasan debu (mekanis/pneumatis), frekuensi pelepasan debut,
waktu penggantian kain filter terakhir, perbedaan tekanan antara gas input dan gas
output, laju hisap kipas, periode perawatan, waktu perawatan terakhir.
Hood atau tudung/cerobong dipasang tepat diatas sumber emisi atau sangat dekat dengan
sumber emisi, sedangkan duct merupakan pipa-pipa yang dihubungkan dengan hood yang
pada akhirnya dihubungkan dengan air cleaner (pembersih udara) atau berupa alat pengen-
dali emisi sebelum dialirkan ke cerobong yang akhirnya bercampur dengan udara ambien.
Polutan yang Gas/uap/asap VOC, VOC, PM, PM10, PM, terutama PM, terutama PM, PM10, PM, PM10,
dapat anorganik; beberapa beberapa PM2,5, PMHAP untuk PM untuk PM PM2.5, PMHAP, PM2.5, PMHAP
disisihkan VOC; PM; jenis PM, soot jenis PM dengan dengan gas/uap/fume
PM10; PM2,5; diameter diameter anorganik,
PMHAP aerodinamik aerodinamik VOC.
>10µ >10µ
Limit Gas 98 – 99,99% VOC: 0 – Desain baru: PM: 70-90% Efektif untuk PM: 70 – 99% Desain baru:
efisiensi/ anorganik: 95 99,99% 99 – 99,9% PM10: 30–90% menyisihkan Gas 99 – 99,9%
reduksi – 99% PM10 : 25 – Desain lama: PM2,5: 0-40% partikulat anorganik: 95 Desain lama:
VOC: 70 – 99% 99% 90 – 99,9% berukuran – 99% 95 – 99,9%
PM: 50 – 95% besar dan VOC: 50 – 95%
padat. Untuk
PM10 efisiensi
<10%
Tipikal Industri Ventilasi Oven Industri Biasanya Industri Pengendalian Boiler (batu
aplikasi pada kimia, reactor; pemroses utilitas listrik; digunakan penyulingan emisi dari bara); boiler
industri alumunium, ventilasi kertas filter; industri pulp setelah proses logam; power tanki industri/
makanan dan distilasi; proses dan kertas; pengeringan plant. penyimpanan komersial/
pertanian, proses pengeringan industri spray pada benzene dan institusi (batu
electroplating pembuatan kayu lapis; semen dan industri light-oil; bara, kayu);
krom pelarut; dan stasiun mineral makanan dan sebagai proses
proses yang pemuatan lainnya; serta kimia; setelah bagian dari pengolahan
melibatkan bahan bakar; industry proses FGD untuk logam besi
oven, proses logam non- crushing, mengendalika dan baja;
pengering manufaktur besi. grinding dan n emisi dari industri
serta kiln karet dan calcining pada pembakaran semen; proses
polimer; resin industri batu bara dan pembuatan
polietilen, mineral dan minyak pada aspal; proses
polistiren dan kimia peralatan penggilingan
polyester; listrik dan biji-bijian.
ventilasi industry.
proses dari
industry kimia
organic
sintetis;
Aliran emisi
a. Laju 0,25 – 35 sm3/ 0,24 – 24 sm3/ 0,33 – 24 sm3/ 100 – 500 0,5 – 12 sm3/ 0,25 – 0,5 0,7 – 47 sm3/ <0,10 – 50
aliran det det det sm3/det det sm3/det per det sm3/det
udara m3 volume
chamber
b. Temper Tipikal 590 -650 oC 320 -430 oC Dapat Temperatur Dapat PM: 4 – 370oC Dapat
atur temperature untuk sebelum bed digoperasikan maksimum dioperasikan Gas: 4 – 38oC digoperasikan
inlet untuk: senyawa katalis dan untuk bergantung untuk untuk
PM: 4 – 370oC organik, 980 540 -675 oC temperatur pada material temperature temperatur
Gas: 4 – 38oC -1200oC untuk dari exhaust gas hingga cyclone, hingga 540oC gas hingga
senyawa B3 katalis 700oC dapat 260oC
mencapai
540oC
c. Pollutan 250 – 20.000 1500 – 3000 Efektif untuk Tipikal 2,3 – 230 20 – 4.500 250 – 10.000 1 – 23 gram
t ppmv ppmv konsentrasi konsentrasi gram per sm3 gram per sm3 ppmv per sm3
Loading ≤1 ppmv. pada inlet 2 –
Konsentrasi 110 gram/m3
maksimum
25% dari LEL
d. Pertimb Penyisihan Tidak Karakteristik ESP jenis Cyclone Diperlukan Penyisihan Perlu
angan HAP akan direkomendas aliran pada kering beroperasi adanya HAP akan mempertimba
lain lebih efektif ikan untuk gas inlet harus beroperasi lebih efisien pencegahan lebih efektif ngkan kadar
apabila yang dievaluasi paling efisien pada kondensasi apabila air dan
dikombinasika mengandung secara detail pada dikombinasika senyawa
n dengan APC halogen atau resistivitas n dengan APC korosif dalam
lain seperti sulfur debu 5x103 – lain seperti aliran gas
incinerator 2x1010 ohm- incinerator
atau adsorber cm atau adsorber
karbon karbon
Biaya
(berdasarkan
USD tahun
2002)
b. Operasi $32.000 - $11.000 - $8.500 - $6.400 - $1.500 - $13 - $470 per $3.200 - $11.000 - $
onal dan $104.000 per $160.000 per $53.000 per $74.000 per $18.000 per sm3/det $64.000 per 50.000 per
pemelih sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det
araan
c. Biaya $36.000 - $17.000 - $17.000 - $9.100 - $2.800 - $40 - $1.350 $5.300 - $13.000 -
tahunan $165.000 per $208.000 per $106.000 per $81.000 per $29.000 per per sm3/det $102.000 per $83.000 per
sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det sm3/det
d. Analisis $110 - $550 $440 - $3.600 $105 - $5.500 $38 - $260 per $0,47 - $440 $0,01 - $3,90 $50 - $950 per $46 - $293 per
biaya/ per ton per ton per ton ton metrik per ton per ton ton metrik ton metrik
efektivit metrik metrik metrik metrik metrik
as
Keterangan:
sm3/det = standard meter cubic per detik; HAP = hazardous air pollutant; FGD = flue gas desulfurization; APC = air pollution control
Pemodelan dispersi pencemaran udara merupakan metode pendukung yang dapat digunakan untuk
mengestimasikan perilaku emisi dan dampak sebarannya di Udara ambien.
Hal-hal yang diperlukan dalam Pemodelan Sebaran Emisi:
1. Data teknis pengoperasian dan dimensi cerobong termasuk koordinat setiap sumber emisi
2. Data Meteorologi (arah dan kecepatan angin, kelembaban, radiasi matahari, tutupan awan),
minimal selama 1 tahun dengan ukuran terkecil dalam jam.
3. Data tata guna lahan di sekitar sumber emisi untuk menentukan Surface Roughness Length yang
mempengaruhi profil kekasaran dan distribusi vertikal angin
4. Data aktivitas reseptor untuk menentukan magnitude yang diperkirakan dalam sebaran (kronis
atau akut) dalam orde sesaat, harian atau tahunan disesuaikan dengan baku mutu parameter
yang dimodelkan