LP Gangguan Kebutuhan Nyeriii
LP Gangguan Kebutuhan Nyeriii
Trauma mekanik Trauma Ternal Trauma kimiawi Agen cidera biologis Trauma psikologiis
sensasi nyeri
(>3 bulan
Nyeri Akut
Hypersensitifitas
terhadap sinyal nyeri
Nyeri Kronis
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan farmakologik
Pengobatan analgesik dapat dibagi atas 4 golongan, antara lain
(Kurniawan, 2015):
1. Analgesik non opioid: AINS, asetaminofen, tramadol. Hanya diberikan
bila diduga ada proses peradangan dan adanya kompresi pada jaringan
saraf.
2. Analgesik ajuvan-medikasi neuroaktif: antikonvulsan, anti depresan,
antihistamin, amfetamin, steroid, benzodiazepin, simpatolitik, obat anti
spasme otot dan neuroleptika. Antikonvulsan dan antidepresan yang
paling sering digunakn karena mempunyai efek sentral dan
memperbaiki mood dan depresi. Carbamazepin telah dizinkan oleh
FDA untuk terapi nyeri.
3. Analgesik opioid: kodein, morfin,oksikodon kurang responsif untuk
NN, sehingga kadang dibutuhkan dosis tinggi.
4. Analgesik topikal: Capsaicin topikal menghilangkan substansi P,
mempengaruhi nosiseptor serabut C dan reseptor panas. Banyak
digunakan pada neuralgia herpetik akut dan neuralgia post herpetik.
b. Penatalaksanaan nonfarmakologik, rehabilitasi medik
Bertujuan untuk merangsang pengeluaran endorfin dan enkefalin yang
merupakan peredam nyeri alami yang ada dalam tubuh.
1. Modifikasi perilaku: relaksasi, terapi musik, biofeedback.
2. Modifikasi nyeri: modalitas termal, Transcutaneus Electric Nerve
Stimulation (TENS), akupunktur.
3. Latihan kondisi otot: peregangan, myofascial release, spray dan strech.
4. Rehabilitasi vokasional: pada tahap ini kapasitas kerja dan semua
kemampuan penderita yang masih tersisa dioptimalkan agar penderita
dapat kembali bekerja.
c. Pengobatan invasif
Pada kasus-kasus intractable neuropathic pain mungkin diperlukan
intervensi disiplin ilmu lain seperti anestesi dan bedah saraf.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian terfokus
1. Pengkajian faktor yang mempengaruhi nyeri:
a. P (Provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri.
b. Q (Quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau
tersayat.
c. R (Region) atau daerah, yaitu daerah terjadinya nyeri.
d. S (Severity) atau keparahan, yaitu ringan, sedang, atau berat.
e. T (Time) atau waktu, yaitu frekuensi munculnya nyeri.
2. Riwayat nyeri:
a. Lokasi untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik.
b. Intensitas nyeri dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode skala
nyeri menurut Hayward (1975):
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
c. Kualitas nyeri, apakah seperti ditusuk-tusuk, dipukul-pukul, dan
sebagainya.
d. Pola nyeri, meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri.
e. Faktor presipitasi, yaitu aktifitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri.
f. Gejala yang menyertai, seperti rasa mual, muntah, pusing, dan diare.
g. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari, yaitu dapat membantu klien
memahami prespektif tentang nyeri yang dirasakan. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji seperti tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, aktifitas dirumah, dan status
emosional.
h. Sumber koping, yaitu strategi individu dalam menghadapi nyeri
bagaimana. Pengkajian yang perlu dilakukan seperti pengalaman nyeri
sebelumnya dan pengaruh agama atau budaya.
i. Respon afektif, yaitu interpretasi tentang nyeri. Pengkajian yang perlu
dilakukan seperti adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan
gagal pada diri klien.
3. Observasi respon perilaku dan fisiologis
a. Respon nonverbal, seperti ekspresi pada wajah (menutup mata rapat-
rapat, menggigit bibir bawah, dan seringai pada wajah). Respon berupa
vokalisasi (mngerang, menangis, berteriak). Gerakan tubuh tanpa
tujuan (menendang-nendang, membolakbalikkan tubuh di kasur).
b. Respon fisiologis nyeri bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada
awal nyeri akut, respon fisiologis seperti peningkatan (tekanan darah,
nadi, pernafasan), diaphoresis serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya
sistem saraf simpatis. Jika nyeri berlangsung lama dan sistem saraf
simpatis telah beradaptasi, kemungkinan respon fisiologis akan
berkurang atau mungkin tidak ada (Jenitri, 2014).
B. Diagnosis Keperawatan yang sering muncul
1. D.0077 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis, kimiawi, atau fisik
d.d mengeluh nyeri, tampak meringis.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2. D.0078 Nyeri Kronis b.d kerusakan sistem saraf d.d mengeluh nyeri,
tidak mampu menuntaskan aktifitas.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat dan konsisten, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
C. Perencanaan/Nursing Care Plan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan keperawatan selama …x Managemen nyeri (I.08238)
D.0077 24 jam diharapkan nyeri akut dapat tratasi Observasi
dengan Kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi
1. Keluhan nyeri menuru sakala 1 2. Identifikasi skala nyeri
menjadi skala 5 3. Identifiksi faktor yang
2. Meigis menurun dari skala 1 memperberat dan
menjadi skala 5 memperingan nyeri
3. Sikap protektif menurun dari 4. Monitor fek samping
skala 1 menjadi skala 5 pengguaan analgesik
4. Geisah meurun dari skala 1 Terapeutik
menjadi skala 5 1. Berkan teknik
5. Frekwesi nadi membaik dari nonfarmakologi untuk
skala 1 menjadi skala 5 mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitas isirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
perode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkanteknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberan
analgasik jika perlu
2 Nyeri Kronik Setelah dilakukan keperawatan selama …x Terap relaksasi
D.0078 24 jam diharapkan nyeri kronik dapat Observasi
tratasi dengan Kriteria hasil : 1. Identifikasi penurunan
1. Kemampa mengenali nyeri tingkat energi,
meningkat dari sklala 1 menjadi 5 ketidakmampan
2. Kemampuan menggunakan teknik kosentrasi, atau gejala
nonfarmakologis meningkat dari lain yangvmengganggu
sklala 1 menjadi 5 kognitif
3. Keluhan nyeri menurun dari sklala 2. Identifikasi teknik
1 menjadi 5 relaksasi yang pernah
4. efektif diunakan
3. Identifikasi kesediaan
kemampan, dan
peggunaan teknik
sebelumnya
4. Monitor respon terhadap
terapi relasasi
Terapeutik
1. Berikan informasi tertulis
tentang persapan dan
prosedur terapi relaksasi
2. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tidakan
medialain, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tuuan, manfaat,
batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
(misal. Musik, meditasi,
naafas dalam, relaksasi
otot progesif)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksas yang
dipilih
3. Anjurkan relax dan
merasakan sensasi
relaksasi
4. Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
Intervesi yang dipilih