Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Gangguan Kebutuhan Nyeri


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan
dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik yang
multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam intensitas (ringan,sedang,
berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,
intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau
difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki komponen kognitif
dan emosional, yang digambarkan dalam suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga
berkaitan dengan reflex menghindar dan perubahan output otonom (Bahrudin,
2017).
Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai akut dan kronik. Nyeri akut seringkali
adaptif karena mengingatkan indvidu mengenai kehadiran dan lokasi dari cedera
pada lapisan jaringan dan mengkoreksi perilaku yang dapat menyebabkan atau
berkontribusi terhadapnya. Nyeri kronik, disisi lain merujuk pada nyeri yang
berkelanjutan lebih ringan dari tiga bulan walaupun terapi dan usaha-usaha untuk
mengatasinya telah dilakukan oleh pasien. Nyeri dapat berdampak pada semua
area kehidupan seseorang dan seringkali berasosisi dengan masalah-masalah
fungsional, psikologis, dan sosial. Lebih lanjut lagi, nyeri kronik dapat
memilikidampak yang signifikan terhadap keluarga dan rekan-rekan penderita
(Kurniawan, 2015).
2. Review Anatomi Fisiologi
Terjadinya nyeri berkaitan dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri adalah nociceptor yang merupakan ujung- ujung saraf bebas yang
memiliki sedikit atau tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit dan mukosa,
khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kantung empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamine,
prostaglandin, dan asam yang dilepas apabila terjadi kerusakan pada jaringan
akibat kekurangan oksigenasi (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).Nociception dapat
menyampaikan informasi perifer dari reseptor khusus pada jaringan (nociceptors)
kepada struktur sentral pada otak. Menurut Wardani (2014), terdapat beberapa
komponen pada sistem nyeri, yaitu:
1. Reseptor khusus yang disebut nociceptors, pada sistem saraf perifer
mendeteksi dan menyaring intensitas dan tipe stimulus noxious.
2. Saraf aferen primer (saraf A-delta dan C) mentransmisikan stimulus
noxious ke CNS.
3. Kornu dorsalis medulla spinalis adalah tempat teradi hubungan antara serat
aferen primer dengan neuron kedua dan tempat kompleks hubungan antara
lokal eksitasi dan inhibitor interneuron dan traktus desenden inhibitor dari
otak.
4. Traktus asending nosiseptik (traktus spinothalamikus lateralis dan ventralis)
yang menyampaikan sinyal kepada area yang lebih tinggi pada thalamus.
5. Traktus thalamo-kortikalis yang menghubungkan thalamus sebagai pusat
relay sensibilitas ke korteks cerebralis pada girus post setralis.
6. Keterlibatan area yang lebih tinggi pada perasaan nyeri, komponen afektif
nyeri, ingatan tentang nyeri, dan nyeri yang dihubungkan dengan respon
motoris termasuk withdrawl respon.
7. Sistem inhibitor desenden mengubah impuls nosiseptik yang datang pada
level medulla spinalis.
3. Epidemiologi
Nyeri merupakan faktor komorbiditas penting pada banyak penyakit.
Nyeri dapat dipegaruhi oleh usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan,
budaya, serta kebiasaan atau gaya hidup. Beberapa studi epidemiologi
menjelaskan bahwa terdapat variasi faktor- faktor yang mempengaruhi nyeri di
beberapa negara (Amalia dkk., 2016). Studi epidemiologi di negara Inggris
menunjukkan bahwa prevalensi nyeri lebih sering terjadi pada wanita dan
meningkat pada usia lanjut. Nyeri juga didapatkan meningkat pada kelompok
dengan status sosio-ekonomi rendah, terutama nyeri kepala. Penelitian di Jakarta
terkait prevalensi nyeri terjadi pada muskoloskeletal di usia lansia dan sebanyak
80% terjadi pada wanita. Nyeri pada muskoloskeletal terjadi pada daerah lutut,
punggung bawah (Rachmawati dkk., 2006).
4. Etiologi
Penyebab timbulnya nyeri antara lain agen pencedera fisiologis (mis:
inflamasi, iskemia, neoplasma), agen pencedera kimiawi (mis: terbakar, bahan
kimia iritan), agen pencedera fisik (mis: abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan), kondisi
muskuloskeletal kronis, kerusakan sistem saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor,
ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor, gangguan
imunitas (mis: neuropati terkait hiv, virus vicella-zoster, gangguan fungsi
metabolik, riwayat posisi kerja statis, peningkatan indeks massa tubuh, kondisi
pasca trauma, tekanan emosional, riwayat penganiayaan (mis: fisik, psikologis,
seksual), riwayat penyalahgunaan obat/zat (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala mayor antara lain mengeluh tidak nyaman, mengeluh nyeri,
merasa depresi (tertekan), tampak meringis, bersikap protektif (mis: waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tidak
mampu menuntaskan aktivitas. Tanda dan gejala minor antara lain mengeluh sulit
tidur, tidak mampu rileks, mengeluh lelah, merasa takut mengalami cedera
berulang, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah,
proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis,
bersikap protektif (mis: posisi menghindari nyeri), waspada, pola tidur berubah,
anoreksia, fokus menyempit, tampak merintis/meringis, pola eliminasi berubah,
postur tubuh berubah, iritabilitas (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
6. Patofisiologi/ Web of Causation
Patofisiologi secara umum, Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada
kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perenggangan dan suhu serta oleh
lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan merilis K + dan protein
intraseluler. Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi
nosiceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi
mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya,
mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang
akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya
dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan
terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka
akan terjadi iskemia yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H
+ yang selanjutnya mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan
prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat
dan juga terjadi perangsangan nosiseptor. Bila nosiseptor terangsang maka mereka
melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP),
yang akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin),
diikuti oleh vasodilatasi, mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan
migrain. Peransangan nosiseptor inilah yang menyebabkan nyeri (Bahrudin,
2017).
Pathway

Trauma mekanik Trauma Ternal Trauma kimiawi Agen cidera biologis Trauma psikologiis

Kontakk dengan jaringan


sekitar

Terpajan ujung saraf

Tranduksi stimulus : stimuls diubah menjadi impul

Tranduksi stimulus : melaui serabut saraf A dan serabut Saraf C

Impuls ke batang otak

Dari talams disebarkan ke daerah somasensorius

sensasi nyeri

Respon aktif sinyal nyeri berulang

(>3 bulan
Nyeri Akut

Prubahan kimia pada


jalur saraf

Hypersensitifitas
terhadap sinyal nyeri

Nyeri Kronis
7. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan farmakologik
Pengobatan analgesik dapat dibagi atas 4 golongan, antara lain
(Kurniawan, 2015):
1. Analgesik non opioid: AINS, asetaminofen, tramadol. Hanya diberikan
bila diduga ada proses peradangan dan adanya kompresi pada jaringan
saraf.
2. Analgesik ajuvan-medikasi neuroaktif: antikonvulsan, anti depresan,
antihistamin, amfetamin, steroid, benzodiazepin, simpatolitik, obat anti
spasme otot dan neuroleptika. Antikonvulsan dan antidepresan yang
paling sering digunakn karena mempunyai efek sentral dan
memperbaiki mood dan depresi. Carbamazepin telah dizinkan oleh
FDA untuk terapi nyeri.
3. Analgesik opioid: kodein, morfin,oksikodon kurang responsif untuk
NN, sehingga kadang dibutuhkan dosis tinggi.
4. Analgesik topikal: Capsaicin topikal menghilangkan substansi P,
mempengaruhi nosiseptor serabut C dan reseptor panas. Banyak
digunakan pada neuralgia herpetik akut dan neuralgia post herpetik.
b. Penatalaksanaan nonfarmakologik, rehabilitasi medik
Bertujuan untuk merangsang pengeluaran endorfin dan enkefalin yang
merupakan peredam nyeri alami yang ada dalam tubuh.
1. Modifikasi perilaku: relaksasi, terapi musik, biofeedback.
2. Modifikasi nyeri: modalitas termal, Transcutaneus Electric Nerve
Stimulation (TENS), akupunktur.
3. Latihan kondisi otot: peregangan, myofascial release, spray dan strech.
4. Rehabilitasi vokasional: pada tahap ini kapasitas kerja dan semua
kemampuan penderita yang masih tersisa dioptimalkan agar penderita
dapat kembali bekerja.
c. Pengobatan invasif
Pada kasus-kasus intractable neuropathic pain mungkin diperlukan
intervensi disiplin ilmu lain seperti anestesi dan bedah saraf.
8. Penatalaksanaan Keperawatan
A. Pengkajian terfokus
1. Pengkajian faktor yang mempengaruhi nyeri:
a. P (Provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri.
b. Q (Quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau
tersayat.
c. R (Region) atau daerah, yaitu daerah terjadinya nyeri.
d. S (Severity) atau keparahan, yaitu ringan, sedang, atau berat.
e. T (Time) atau waktu, yaitu frekuensi munculnya nyeri.

2. Riwayat nyeri:
a. Lokasi untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik.
b. Intensitas nyeri dapat dapat dilakukan dengan salah satu metode skala
nyeri menurut Hayward (1975):
0 : tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-6 : nyeri sedang
7-9 : sangat nyeri tapi dapat dikontrol
10 : sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
c. Kualitas nyeri, apakah seperti ditusuk-tusuk, dipukul-pukul, dan
sebagainya.
d. Pola nyeri, meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval
nyeri.
e. Faktor presipitasi, yaitu aktifitas tertentu dapat memicu timbulnya
nyeri.
f. Gejala yang menyertai, seperti rasa mual, muntah, pusing, dan diare.
g. Pengaruh pada aktifitas sehari-hari, yaitu dapat membantu klien
memahami prespektif tentang nyeri yang dirasakan. Beberapa aspek
kehidupan yang perlu dikaji seperti tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, aktifitas dirumah, dan status
emosional.
h. Sumber koping, yaitu strategi individu dalam menghadapi nyeri
bagaimana. Pengkajian yang perlu dilakukan seperti pengalaman nyeri
sebelumnya dan pengaruh agama atau budaya.
i. Respon afektif, yaitu interpretasi tentang nyeri. Pengkajian yang perlu
dilakukan seperti adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan
gagal pada diri klien.
3. Observasi respon perilaku dan fisiologis
a. Respon nonverbal, seperti ekspresi pada wajah (menutup mata rapat-
rapat, menggigit bibir bawah, dan seringai pada wajah). Respon berupa
vokalisasi (mngerang, menangis, berteriak). Gerakan tubuh tanpa
tujuan (menendang-nendang, membolakbalikkan tubuh di kasur).
b. Respon fisiologis nyeri bergantung pada sumber dan durasi nyeri. Pada
awal nyeri akut, respon fisiologis seperti peningkatan (tekanan darah,
nadi, pernafasan), diaphoresis serta dilatasi pupil akibat terstimulasinya
sistem saraf simpatis. Jika nyeri berlangsung lama dan sistem saraf
simpatis telah beradaptasi, kemungkinan respon fisiologis akan
berkurang atau mungkin tidak ada (Jenitri, 2014).
B. Diagnosis Keperawatan yang sering muncul
1. D.0077 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis, kimiawi, atau fisik
d.d mengeluh nyeri, tampak meringis.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2. D.0078 Nyeri Kronis b.d kerusakan sistem saraf d.d mengeluh nyeri,
tidak mampu menuntaskan aktifitas.
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensi ringan hingga berat dan konsisten, yang
berlangsung lebih dari 3 bulan.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
C. Perencanaan/Nursing Care Plan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan keperawatan selama …x Managemen nyeri (I.08238)
D.0077 24 jam diharapkan nyeri akut dapat tratasi Observasi
dengan Kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi
1. Keluhan nyeri menuru sakala 1 2. Identifikasi skala nyeri
menjadi skala 5 3. Identifiksi faktor yang
2. Meigis menurun dari skala 1 memperberat dan
menjadi skala 5 memperingan nyeri
3. Sikap protektif menurun dari 4. Monitor fek samping
skala 1 menjadi skala 5 pengguaan analgesik
4. Geisah meurun dari skala 1 Terapeutik
menjadi skala 5 1. Berkan teknik
5. Frekwesi nadi membaik dari nonfarmakologi untuk
skala 1 menjadi skala 5 mengurangi rasa nyeri
2. Fasilitas isirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
perode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkanteknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberan
analgasik jika perlu
2 Nyeri Kronik Setelah dilakukan keperawatan selama …x Terap relaksasi
D.0078 24 jam diharapkan nyeri kronik dapat Observasi
tratasi dengan Kriteria hasil : 1. Identifikasi penurunan
1. Kemampa mengenali nyeri tingkat energi,
meningkat dari sklala 1 menjadi 5 ketidakmampan
2. Kemampuan menggunakan teknik kosentrasi, atau gejala
nonfarmakologis meningkat dari lain yangvmengganggu
sklala 1 menjadi 5 kognitif
3. Keluhan nyeri menurun dari sklala 2. Identifikasi teknik
1 menjadi 5 relaksasi yang pernah
4. efektif diunakan
3. Identifikasi kesediaan
kemampan, dan
peggunaan teknik
sebelumnya
4. Monitor respon terhadap
terapi relasasi
Terapeutik
1. Berikan informasi tertulis
tentang persapan dan
prosedur terapi relaksasi
2. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tidakan
medialain, jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tuuan, manfaat,
batasan dan jenis
relaksasi yang tersedia
(misal. Musik, meditasi,
naafas dalam, relaksasi
otot progesif)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksas yang
dipilih
3. Anjurkan relax dan
merasakan sensasi
relaksasi
4. Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
Intervesi yang dipilih

Anda mungkin juga menyukai