Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


ISTIRAHAT TIDUR PADA Tn. S DENGAN DIABETES MILITUS, CHF, CKD,
SELULITIS FLEBITIS DI RUANG CEMPAKA RSUD SAMBA

OLEH:

Deri Apriani, S.Tr.Kep

NIM: 91221013

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI PONTINAK
2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan berikut disusun oleh:


Nama : Deri Apriani, S.Tr.Kep
NIM : 891221013
Judul : LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN ISTIRAHAT TIDUR PADA Tn. S DENGAN DIABETES
MILITUS, CHF, CKD, SELULITIS FLEBITIS DI RUANG CEMPAKA
RSUD SAMBAS

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

SAMBAS , …..………….. 2022

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Ns. Nurul Jamil,. M.Kep Deri Apriani, S.Tr.Kep


NIP. NIM : 891221013

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. 1


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. 2
DAFTAR ISI .......................................................................................... 3
LAPORAN PENDAHULUAN ............................................................. 4
A. Definisi Istirahat Tidur ................................................................... 4
B. Epidemiologi .................................................................................... 4
C. Anatomi Fisiologi Tidur .................................................................. 5
D. Etiologi .............................................................................................. 13
E. Tanda Gejala ................................................................................... 17
F. Patofisiologi dan Pathway .............................................................. 18
G. Penatalaksanaan Medis .................................................................. 20
H. Penetalaksanaan Keperawatan ...................................................... 22
I. Diagnosa Yang Sering Muncul ....................................................... 25
J. Rencana Keperawatan .................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA

3
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN
ISTIRAHAT TIDUR

A. DEFINISI ISTIRAHAT TIDUR


Menurut Potter & Perry (2005), tidur merupakan proses fisiologis yang
bersiklus bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Tidur
adalah keadaan gangguan kesadaran yang dapat bangun dikarakterisasikan dengan
minimnya aktivitas (Keperawatan Dasar, 2011:203). Tidur adalah suatu keadaan
relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan
urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan
otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto, 2006). Sedangkan Istirahat adalah
relaksasi seluruh tubuh atau mungkin hanya melibatkan istirahat untuk bagian
tubuh tertentu (Keperawatan, Dasar, 2011:203). Istirahat adalah suatu keadaan di
mana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar
(Tarwoto, 2006).
Gangguan pola tidur adalah keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola
istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup
yang diinginkannya. Gangguan pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas
waktu tidur akibat faktor eksternal (Herdman, 2013:603).
Insomnia adalah gangguan pada kuantitas dan kualitas tidur yang
menghambat fungsi. Deprivasi tidur adalah periode panjang tanpa tidur (“tidur
ayam” yang periodic dan alami secara terus-menerus). Kesiapan meningkatkan
tidur adalah pola “tidur ayam” yang periodic dan alami, yang memberi istirahat
adekuat, mempertahankan gaya hidup yang diinginkan dan dapat ditingkatkan
(Herdman, 2012).

B. EPIDEMIOLOGI

Secara fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup


untuk mempertahankan kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa,
konfusi dan disorientasi (Asmadi, 2008). Menurut National Sleep Foundation
4
tahun 2010 sekitar 67% dari 1.508 penduduk di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami insomnia dan sebanyak 7,3 % orang dewasa mengeluhkan
gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia. Kebanyakan orang
yang beresiko mengalami insomnia yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
pensiunan, kematian pasangan atau teman dekat, peningkatan obat-obatan,
dan penyakit yang dialami. Di Indonesia kejadian gangguan tidur insomnia
menyerang sekitar 50% orang yang berusia 65 tahun, setiap tahun diperkirakan
sekitar 20%-50% dan adanya laporan yang mengindikasikan adanya insomnia
dan sekitar 17% mengalami insomnia yang serius.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Neuroanatomi Pusat Pengaturan Tidur

Gambar 1. Neuroanatomi Pusat Pengaturan Tidur

Gambar 1:Komponen utama dari neuromodulator penginduksi siklus


tidur-bangun.Untuk menginduksi tidur, proyeksi dari VLPO sebagai neuro
penghasil GABA dan galanin (gal) yang terletak di anterior dari
hipotalamus mengirimkan sinyal yang berfungsi menginhibisi ascending
arousal system di pons, basis frontalis dan hipotalamus. Sistem ini
meliputi; nukleus tuberomamilarius (TMN) yang terletak di posterior dari
hipotalamus yang memproduksi histamin(HIST), sel raphe dorsalis yang
memproduksi serotonin (5-HT). Sel penghasil asetilkolin (Ach) yang
5
terletak di laterodorsal dari tegmentum (LDT), nukleus ditegmentum dari
pedukulopontin (PPT) serta nukleus di locus coeruleus yang memproduksi
noreprinefrin(NA).Sistem lain yang tidak diilustrasikan pada gambar ini
meliputi area perifornikal dari hipotalamus yang memproduksi orexin, sel
produsen dopamin yang terletak di periaquaduktus mesencephalon dan
serta proyeksi kolinergik yang berasal dari basis frontalis (nukleus basalis,
pita diagonal dari brocca,dan septum medialis) semua struktur ini
memberikan proyeksi ke istem limbik dan korteks (Chiong, 2008).

Tidur berasal dari beberapa proses dalam otak yang meliputi


beberapa sirkuit neural yang saling berhubungan satu sama lain, serta
meliputi beberapa neurotransmitter yang saling mempengaruhi satu sama
lain. Berdasarkan penelitian percobaan transeksi terhadap tikus yang telah
dilakukan sebelumnya didapatkan bahwa terdapat regio yang mencetuskan
terjadinya proses tidur di medulla oblongata.Berikut dibawah ini
merupakan area-area di otak yang berperan dalam siklus tidur-bangun
(Posner, 2007, Blumenfeld, 2002, Shneerson, 2005, Aminoff, 2008).

Gambar 2: skematis lokasi anatomi area-area diotak yang berperan saat tidur

6
a. Ascending Reticular Activating System (ARAS)

ARAS merupakan sistem saraf pusat yang berfungsi sebagai


promotor dari proses tidur-bangun. Bagian ini terletak di formatio
retikularis di batang otak yang terdiri atas beberapa kelompok sel dan
nukleus serta sejumlah besar interneuron serta traktus ascenden dan
descenden yang saling berhubungan satu sama lain. Sebagian besar dari
formatio retikularis terletak di sentral atau tegmentum dari pons dan
mesencephalon serta memanjang sampai medula, hipothalamus dan
thalamus. Struktur ini dipengaruhi oleh GABA yang disekresi oleh
sebagian besar sinapsnya, serta dipengaruhi oleh input sensoris yang
masuk melalui batang otak baik stimulus yang berasal dari sistem
sensoris,motorik maupun saraf kranial ( Carney, 2005, Shneerson, 2005,
Chiong, 2008).

b. Nukleus Traktus Solitarius

Bagian ini terletak di bagian medulla oblongata, bersifat


noradrenergik serta memiliki hubungan dengan pons , hipothalamus dan
thalamus. Nukleus ini lebih aktif saat fase NREM dibandingkan pada saat
bangun (Carney, 2005, Shneerson, 2005).

c. Locus Coeruleus

Bagian ini terletak pada pons bagian atas dan dorsal serta bersifat
Noradrenergik. Locus coeruleus aktif pada saat bangun dan tersupresi
parsial pada fase NREM serta inaktif pada fase REM. Bagian ini memiliki
fungsi untuk menginhibisi aktivitas dari LDT/PPT, juga aktivitas dari
bagian ini pula terinhibisi oleh neuron GABA-ergik (Carney, 2005,
Posner, 2007, Shneerson, 2005).

d. Nucleus Raphe

Nukleus ini terletak di garis tengah dan bersifat serotonergik.


Bagian yang terpenting dari nukleus ini adalah nucleus raphe dorsalis.
Nukleus ini bersifat aktif saat bangun, tersupresi secara parsial saat NREM
dan inaktif saat REM. Kinerja nya di inhibisi oleh neuron GABA-ergik
7
serta jika aktif, berfungsi menghambat aktivitas LDT/PPT serta
memberikan proyeksi ke hipotalamus. Diduga nukleus ini memliki
kontribusi terhadap respon motorik,otonom serta status emosional saat
perubahan dari tidur ke bangun (Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong,
2008 ).

e. Laterodorsal Tegmental dan Pedunculopontine Tegmental


(LTD/PPT) nuclei

Nukleus-nukleus ini terletak di bagian Formasio Retikularis di


bagian dorsal dari tegmentum pons serta bersifat kolinergik. Aktivitasnya
diinhibisi oleh locus coeruleus, nucleus raphe dan nucleus tubero-
mammilary serta berfungsi menghubungkan area-area di batang otak
dengan thalamus. LTD/PPT ini merupakan generator dari siklus REM,
juga berkontribusi terhadap komponen visual dari mimpi dan halusinasi.
Jika nukleus ini aktif, maka akan terjadi inhibisi dari locus coeruleus dan
nukleus raphe (Shneerson, 2005).

f. Sistem Mesolimbik

Sistem ini berasal dari area ventral dari tegmentum


mesencephalon, serta memiliki proyeksi ke area prefrontal dari korteks
serebri dan sistem limbik yang meliputi amigdala ,hipokampus serta
nukleus retikularis thalami. Sistem ini bersifat dopaminergik serta dapat
menyebabkan keterjagaan sebagai akibat dari stimulus yang didapat
(Posner, 2007, Shneerson, 2005).

g. Nukleus Tubero-Mammilary (TMN)

Nuklei ini terletak di bagian posterior dari hipotalamus dan bersifat


histaminergik dan hanya menerima input afferen dari ventrolateral
preoptic nucleus (VLPO) dan sistem orexin yang berasal dari hipotalamus
bagian lateral.Nuleus ini berfungsi menginhibisi VLPO dan LDT/PPT
serta bersifat aktif saat bangun, tersupresi parsial pada fase NREM dan
inaktif saat fase REM (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

h. Nuklei Perifornical
8
Terletak di lateral dari hipothalamus, berfungsi mensekresi orexin
(hipokretin). Nukleus –nukleus ini memiliki fungsi eksitatorik pada pusat
aminergik di batang otak yakni locus coeruleus dan nuklei raphe serta
inhibisi terhadap LDT/PPT. Nuklei ini aktif pada saat fase wakefulness
dimana juga berfungsi melimitasi durasi fase REM (Posner, 2007,
Shneerson, 2005).

i. Nukleus Suprakhiasmatik (SCN)

Nukleus ini bertanggung jawab terhadap ritme sirkadian serta


sebagai promotor bangun. Jika terjadi lesi pada bagian ini maka akan
menimbulkan rasa kantuk yang berlebihan (Shneerson, 2005).

j. Area Preoptik Hipotalamus

Area ini terletak di anterior dari thalamus, dimana merupakan pusat


integrasi dari homeostasis dan ritme sirkadian. Area ini meliputi VLPO
dan VMPO yang letaknya berdekatan dengan SCN, dimana fungsi dari
area ini adalah sebagai reseptor osmotik penghasil arginin vasopressin
(AVP) (Shneerson, 2005).

k. Ventrolateral Preoptic Nuclei (VLPO)

Nuklei ini terletak di inferior dari SCN dan di lateral dari ventrikel
III, dekat dengan nukleus VMPO. Nukleus-nukleus ini menghasilkan
GABA dan galanin yang berfungsi sebagai neurotransmitter penginhibisi
nukleus yang mengatur keterjagaan di batang otak yang bersifat aminergik
meliputi locus coeruleus, nukleus raphe, sistem mesolimbik dan nukleus
tuberomamilary. sehubungan dengan fungsinya yang mempengaruhi
banyak kinerja nukleus, maka VLPO berpotensi untuk menyebabkan
reaktivasi dari pusat pencetus tidur. Sebaliknya pula fungsi dari nukleus ini
di inhibisi oleh sistem Keterjagaan yang bersifat aminergik (Posner, 2007,
Shneerson, 2005, Chiong, 2008, Smith, 2008).

Bagian dorsal dari VLPO mencetuskan fase NREM dan bagian


medialnya memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sehingga menginduksi fase
REM. Kinerja dari VLPO tidak dipengaruhi oleh ritme sirkadian, namun
9
meningkat dengan adanya kekurangan tidur.Nukleus ini aktif pada saat
tidur dan inaktif pada saat bangun (Carney, 2005, Chiong, 2008).

l. Ventromedial Preoptic Nuclei (VMPO)

Nukleus ini berperan dalam pengaturan suhu tubuh dan modifikasi fungsi
tidur-bangun (Shneerson, 2005).

m. Median Preoptic Nucleus (MPN)

Terletak di hipothalamus, di bagian dorsal dari ventrikel III dan


bersifat GABA-ergik. Nukleus ini menerima input dari SCN dan
memproyeksikannya ke neuron kolinergik di basal dari lobus frontalis dan
nuklei perifornical. Nukleus ini aktif saat tidur, terutama fase NREM fase
3 dan 4 (Shneerson, 2005, Chiong, 2008).

n. Zona Subparaventrikuler

Letaknya berdekatan dengan dengn SCN input yang berasal dari


bagian ini kemudian akan secara terintegrasi akan mempengaruhi ritme
sirkadian, temperatur (melalui VMPO),perilaku dan fungsi endokrin
(Chiong, 2008, Aminoff, 2008).

o. Nukleus Dorsomedial

Nukleus ini menerima jaras dari zona subparavetrikuler serta


memberikan proyeksi ke nukleus paraventrikuler dan nukleus perifornikal
dan berperan dalam inhibisi VLPO , pengaturan suhu tubuh, perilaku
makan dan keterjagaan. (Carney, 2005, Shneerson, 2005, Chiong, 2008)

p. Basis Frontalis (Substansia inominata)

Lokasinya terdapat pada area preoptik dari Hipotalamus.Terdiri


atas nukleus-nukleus penting yang memegang peran penting dalam proses
tidur (Shneerson, 2005).

q. Nukleus Basalis dari Meynert

Neuron-neuronnya di aktivasi oleh neuron glutamat-ergik yang


terletak di pons meliputi locus coeruleus, nukleus raphe dan nukleus

10
perifornical. Neuron dari meynert ini bersifat kolinergik dan dapat di
inhibisi oleh akumulasi dari adenosin(Shneerson, 2005, Chiong, 2008)

r. Neuron yang berkaitan dengan Amigdala ,Nukleus Accumbens dan


Ventral Putamen

Nukleus-nukleus in memiliki fungsi yang beragam, beberapa dari


mereka bersifat GABA-ergik yang aktif saat fase 3 dan 4 NREM dan
memberikan proyeksi ke LDT/PPT, sedangkan yang lain mensekresi
glutamat atau galanin sebagai transmitter (Shneerson, 2005, Chiong, 2008,
Aminoff, 2008).

Para nukleus ini memberikan proyeksi yang luas ke SCN dan ke


sistem limbik.area yang terletak di basis frontalis ini membentuk jalur
ascending menuju ke sistem aktivasi rekular serta menghasilkan relay di
ekstra-thalamik ventralis sebelum menuju ke korteks serebri. Area ini aktif
pada saat bangun dan fase REM, tetapi inaktif pada fase NREM.
Adenosine terakumulasi di ekstraseluler dan menempel pada reseptor A1
dan menginhibisi kinerja dari neuron basis frontalis yang bersifat
kolinergik,sehingga mencetuskan fase NREM (Shneerson, 2005, Chiong,
2008).

s. Sistem Limbik

Sistem limbik meregulasi baik sistem saraf otonomik maupun


reaksi emosional seseorang terhadap stimulus eksternal dan memori
sehingga menyebabkan sistem ini bersifat fleksibel dan adaptif. Area –area
yang termasuk dalam sistem limbik meliputi girus cingulate anterior, girus
para-hipokampalis, formasio hipokampal di lobus temporalis, regio orbito-
frontal di korteks prefrontal. Sistem ini tidak aktif pada fase NREM tetapi
aktif pada saat REM. Bagian dari sistem limbik yang terletak di substansia
grisea dari periaquaduktus sylvii memberikan impuls yang mempengaruhi
kinerja dari saraf simpatis (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005).

t. Thalamus

11
Thalamus merupakan stasiun relay yang terahkir yang
menghubungkan jaras informasi dari reseptor ke korteks serebri, kecuali
input yang berasal dari regio olfaktorius, sebaliknya pula aktivitas dari
thalamus ini sendiri diatur oleh korteks serebri. Thalamus memiliki
beberapa kumpulan nukleus yakni nukleus retikuler dari thalamus yang
memegang peranan penting dalam proses keterjagaan, bagian ini terdiri
atas kelompok neuron eksitatorik yang berfungsi menghasilkan glutamat
serta kelompok neuron inibitorik yang menghasilkan GABA,Neuron
intratalamikus yang berfungsi memodifkasi aktivitas dari thalamus
sedangkan nukleus-nukleus thalamus yang lainnya membentuk jaras
proyeksi thalamokortikal (Carney, 2005, Posner, 2007, Shneerson, 2005,
Chiong, 2008, Aminoff, 2008)

Thalamus mengatur aktivitas ARAS dan impuls lainnya yang


melewati mesencephalon. Thalamus memodifikasi aktifitas spindel dari
mesencephalon serta melalui sistem proyeksinya yang luas bagian ini
mampu mengintegrasikan dan mensinkronisasi aktivitas
korteks.Sinkronisasi aktivitas dari korteks ini menyebabkan korteks serebri
dapat menginisiasi serta mempertahankan fase NREM. Bagian ini secara
efektif memutus hubungan antara korteks dengan batang otak serta
stimulus-stimulus lainya secara reversibel. Melalui neuron pensekresi
GABA-nya, thalamus menginhibisi promotor keterjagaan yang terletak di
batang otak juga memberikan pengaruh terhadap fase REM melalui
proyeksinya ke LDT/PPT. Berikut di bawah ini dapat dilihat tabel-1
tentang beberapa area utama di CNS dan perannya terhadap tidur (Chiong,
2008, Aminoff, 2008).

D. ETIOLOGI
Tidur terjadi dalam siklus yang diselingi periode terjaga. Siklus
tidur/terjaga umumnya mengikuti irama circadian atau 24 jam dalam siklus
siang/malam. Selain siklus tidur/terjaga, tidur terjadi dalam tahapan yang

12
berlangsung dalam suatu kondisi siklis. Ada lima tahapan tidur. Tahap 1 hingga
tahap 4 mengacu pada tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM- Non Rapid
Eye Movement) dan berkisar dari kedaan tidur sangat ringan di tahap 1 hingga
keadaan tidur nyenyak di tahap 3 dan 4. Selama tidur NREM, seseorang biasanya
mengalami penurunan suhu, denyut, tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan
otot. Penurunan tuntutan fungsi tubuh dianggap melakukan tindakan responsif,
baik secara fisiologi maupun psikologi. Tahap 5 disebut tidur dengan gerak mata
cepat (REM- Rapid Eye Movement). Tahap tidur REM dikarakterisasikan dengan
meningkatnya level aktivitas dibandingkan pada tahap NREM. Manfaat tidur
REM berkaitan dengan perbaikan dalam proses mental dan kesehatan emosi.
(Tarwoto dan Wartonah, 2010)

a. Non Rapid Eye Movement (NREM)

Terjadi kurang lebih 90 menit pertama setelah tertidur. Terbagi menjadi empat
tahapan yaitu:

1) Tahap I
Merupakan tahap transisi dari keadaan sadar menjadi tidur. Berlangsung beberapa
menit saja, dan gelombang otak menjadi lambat. Tahap I ini ditandai dengan :
a) Mata menjadi kabur dan rileks.
b) Seluruh otot menjadi lemas.
c) Kedua bola mata bergerak ke kiri dan ke kanan.
d) Tanda-tanda vital dan metabolisme menurun.
e) EEG: penurunan Voltasi gelombang-gelombang Alfa.
f) Dapat terbangun dengan mudah.
g) Bila terbangun terasa sedang bermimpi.

2) Tahap II
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun. Berlangsung 10-
20 menit, semakin rileks, mudah terjaga, dan gelombang otak menjadi lebih
lambat. Tahap II ini ditandai dengan :
13
a) Kedua Bola mata berhenti bergerak.
b) Suhu tubuh menurun.
c) Tonus otot perlahan-lahan berkurang.
d) Tanda-tanda vital turun dengan jelas.
e) EEG: Timbul gelombang beta Frekuensi 15-18 siklus / detik yang disebut
gelombang tidur.

3) Tahap III
Merupakan awal tahap tidur nyenyak. Tahap ini berlangsung 15-30 menit. Tahap
III ini ditandai dengan:
a) Relaksasi otot menyeluruh.
b) Tanda-tanda vital menurun tetapi tetap teratur.
c) EEG: perubahan gelombang Beta menjadi 1-2 siklus / detik.
d) Sulit dibangunkan dan digerakkan.

4) Tahap IV
Tahap Tidur Nyenyak, berlangsung sekitar 15-30 menit. Tahap ini ditandai
dengan :
a) Jarang bergerak dan sangat sulit dibangunkan.
b) Tanda-tanda vital secara signifikan lebih rendah dari pada jam bangun
pagi.
c) Tonus Otot menurun (relaksasi total).
d) Denyut jantung dan pernapasan menurun sekitar 20-30 %.
e) EEG: hanya terlihat gelombang delta yang lambat dengan frekwensi 1-2
siklus/detik.
f) Gerak bola mata mulai meningkat.
g) Terjadi mimpi dan terkadang tidur sambil berjalan serta enuresis
(mengompol).
b. Rapid Eye Movement (REM)

Tahap tidur yang sangat nyenyak. Pada orang dewasa REM terjadi 20-25 % dari
tidurnya.

14
1) Tahap REM ditandai dengan:
a) Bola mata bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari tahap-tahap
sebelumnya.
b) Mimpi yang berwarna dan nyata muncul.
c) Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah tidur dimulai.
d) Terjadi kejang otot kecil, otot besar imobilisasi.
e) Ditandai oleh respons otonom yaitu denyut jantung dan pernapasan yang
berfluktuasi, serta peningkatan tekanan darah yang berfluktuasi.
f) Metabolisme meningkat.
g) Lebih sulit dibangunkan.
h) Sekresi ambung meningkat.
i) Durasi tidur REM meningkat dengan setiap siklus dan rata-rata 20 menit.
2) Karakteristik tidur REM
a) Mata : Cepat tertutup dan terbuka.
b) Otot-otot : Kejang otot kecil, otot besar immobilisasi.
c) Pernapasan : tidur teratur, kadang dengan apnea.
d) Nadi : Cepat dan ireguler.
e) Tekanan darah : Meningkat atau fluktuasi.
f) Sekresi gaster : Meningkat.
g) Metabolisme : Meningkat, temperatur tubuh naik.
h) Gelombang otak : EEG aktif.
i) Siklus tidur : Sulit dibangunkan.

Gangguan Tidur

Ganguan tidur adalah suatu kondisi yang jika tidak diobati, umunya
menyebabkan tidur terganggu yang menghasilkan salah satu dari tiga masalah
insomnia yaitu : gerakan abnormal atau sensasi saat tidur atau ketika terbangun di
malam hari, atau kantuk yang berlebihan di siang hari (Tarwoto dan Wartonah,
2010)
a. Insomnia
Insomnia adalah gejala yang dialami klien ketika mereka mengalami
kesulitan tidur kronis, sering terbangun dari tidur, dan atau tidur pendek atau tidur

15
non retoratif. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara kualitas
maupun kuantitas. Umumnya ditemui pada individu dewasa. Penyebabnya bisa
karena gangguan fisik atau karena faktor mental seperti perasaan gundah dan
gelisah. Ada tiga jenis insomnia yaitu Initial insomnia adalah kesulitan untuk
memulai tidur, Intermitten insomnia adalah kesulitan untuk tetap tertidur karena
seringnya terjaga, terminal insomnia adalah bangun terlalu dini dan sulit untuk
tidur kembali.
b. Parasomnia
Adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat seseorang
tidur, dan bisanya terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Misalnya tidur
berjalan, mengigau, teror malam, mimpi buruk, nokturnal, enuresis (mengompol),
badan goyang, dan bruksisme (gigi bergemeretak).
c. Hipersomnia
Adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan terutama pada
siang hari.
d. Narkolepsi
Gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara tiba-tiba
pada siang hari. Seseorang dengan narkolepsi sering mengalami mimpi seperti
nyata yang terjadi ketika seseorang tertidur. Mimpi-mimpi ini sulit dibedakan dari
kenyataan. Kelumpuhan tidur, perasaan tidak mampu bergerak, atau berbicara
sesaat sebelum bagun atau tidur adalah gejala lainnya (Guilleminault dan Bassiri,
2005).
e. Apnea saat Tidur dan Mendengkur
Merupakan gangguan yang ditandai oleh kurangnya aliran udara melalui
hidung dan mulut untuk periode 10 detik atau lebih pada saat tidur. Ada tiga jenis
tidur apnea yaitu : apnea sentral, obstruktif, dan campuran. Bentuk yang paling
umum adalah apnea obstruktif atau Obstruktif Sleep Apnea (OSA). OSA
mempengaruhi 10-15% dari dewasa menengah. OSA terjadi ketika otot atau
struktur dari rongga mulut atau tenggorakan mengalami relaksasi saat tidur.
Saluran napas tersumbat sebagian atau seluruhnya, mengurangi aliran udara
hidung (hiponea) atau menghentikannya (apnea) selama 30 detik (Guilleminault
dan Bassiri, 2005). Seseorang masih mencoba untuk bernapas karena dada dan

16
perut terus bergerak, sehingga sering menghasilkan dengkuran keras dan suara
mendengus atau mendengkur. Ketika pernapasan menjadi sebagian atau
seluruhnya berkurang, setiap gerakan diafragma berturut-turut menjadi kuat
sampai penyumbatan terbuka. Mendengkur bukan dianggap sebagai gangguan
tidur, namun bila disertai apnea maka bisa menjadi masalah.
f. Mengigau
Hampir semua orang pernah mengigau, hal itu terjadi sebelum tidur REM.

E. TANDA GEJALA
1. Dewasa
a. Data Mayor : Kesulitan untuk tertidur atau tetap tidur
b. Data Minor
1) Keletihan saat bangun atau letih sepanjang hari
2) Perubahan mood
3) Agitasi
4) Mengantuk sepanjang hari
2. Anak
a. Gangguan pada anak sering kali dihubungkan dengan ketakutan, enuresis,
atau respons tidak konsisten dari orang tua terhadap permintaan anak
untuk mengubah peraturan dalam tidur seperti permintaan untuk tidur
larut malam.
b. Keengganan untuk istirahat, keinginan untuk tidur bersama orang tua.
c. Sering bangun saat malam hari.

F. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Tidur
a. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur

17
atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan
pernapasan seperti asma, bronkhitis, penyakit kardiovaskuler, dan
penyakit persarafan.
b. Lingkungan
Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman,
kemungkinan terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan
menghambat tidurnya.
c. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan
keinginan untuk tetap bangun dan waspada menahan kantuk.
d. Kelelahan
Dapat memperpendek periode pertama dari
tahap REM. e. Kecemasan
Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf
simpatis sehingga mengganggu tidurnya.
f. Alkohol
Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan
minum alkohol dapat mengakibatkan insomnia dan cepat marah.
g. Obat-obatan
Beberapa obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain
Diuretik (menyebabkan insomnia), Anti depresan (supresi REM),
Kaffein (Meningkatkan saraf simpatis), Beta Bloker (Menimbulkan
insomnia), dan Narkotika (Mensupresi REM).

18
PATHWAY

Dampak kualitas tidur


buruk
1. Dampak fisiologis:
rasa kantuk
Faktor-faktor berlebihan pada
yang siang hari,
mempengaruhi Gangguan tidur kelelahan,
tidur lansia : peningkatan denyut
1. Penyakit jantung dan tekanan
2. Stres
Emosional darah, peningkatan
3. Obat-obatan hormon stress
1. Insomnia
4. Lingkungan kortisol.
5. Kebiasaan Primer
2. Dampak psikologis:
2. Insomnia
penurunan fungsi
Kronis
imunologi,
3. Insomnia
meningkatkan
Idiopatik
kecemasan, suasana
hati yang buruk,
depresi,
melambatnya
psikomotor dan
terganggunya
Terapi massage
punggung konsentrasi.

Hormon Endorphin

Tubuh rileks

Kualitas tidur
meningkat

19
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Non Farmakologi
Menurut Remelda, (2008) Merupakan pilihan utama sebelum menggunakan obat-
obatan karena penggunaan obat-obatan dapat memberikan efek ketergantungan.
Ada pun cara yang dapat dilakukan antara lain :
a. Terapi relaksasi
Terapi ini ditujukan untuk mengurangi ketegangan atau stress yang dapat
mengganggu tidur. Bisa dilakukan dengan tidak membawa pekerjaan kantor
ke rumah, teknik pengaturan pernapasan, aromaterapi, peningkatan spiritual
dan pengendalian emosi.
b. Terapi tidur yang bersih
Terapi ini ditujukan untuk menciptakan suasana tidur bersih dan nyaman.
Dimulai dari kebersihan penderita diikuti kebersihan tempat tidur dan suasana
kamar yang dibuat nyaman untuk tidur.
c. Terapi pengaturan tidur
Terapi ini ditujukan untuk mengatur waktu tidur perderita mengikuti irama
sirkardian tidur normal penderita. Jadi penderita harus disiplin menjalankan
waktu-waktu tidurnya.
d. Terapi psikologi/psikiatri
Terapi ini ditujukan untuk mengatasi gangguan jiwa atau stress berat yang
menyebabkan penderita sulit tidur. Terapi ini dilakukan oleh tenaga ahli atau
dokter psikiatri.
e. CBT (Cognitive Behavioral Therapy)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam
memandang dirinya, lingkungannya, masa depannya, dan untuk
meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga si penderita merasa berdaya atau
merasa bahwa dirinya masih berharga.
f. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapy digunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si
penderita gangguan tidur.
g. Stimulus Control Therapy

20
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi
si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan
melarang si penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.
h. Cognitive Therapy
Cognitive Therapy berguna untuk mengidentifikasi sikap dan kepercayaan si
penderita yang salah mengenai tidur.
i. Imagery Training
Imagery Training berguna untuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang
tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.
j. Mengubah gaya hidup
Bisa dilakukan dengan berolah raga secara teratur, menghindari rokok dan
alkohol, mengontrol berat badan dan meluangkan waktu untuk berekreasi ke
tempat-tempat terbuka seperti pantai dan gunung.

2. Terapi Farmakologi
Menurut Remelda, (2008) Mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan
dari obat-obatan seperti ketergantungan, maka terapi ini hanya boleh dilakukan
oleh dokter yang kompeten di bidangnya. Obat-obatan untuk penanganan
gangguan tidur antara lain:
a. Golongan obat hipnotik
b. Golongan obat antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin.
d. Golongan obat antihistamin.

Untuk tindakan medis pada pasien gangguan tidur yaitu dengan cara pemberian
obat golongan hipnotik-sedatif misalnya: Benzodiazepin (Diazepam, Lorazepam,
Triazolam, Klordiazepoksid) tetapi efek samping dari obat tersebut
mengakibatkan Inkoordinsi motorik, gangguan fungsi mental dan psikomotor,
gangguan koordinasi berpikir, mulut kering, dsb ( Remelda, 2008).

21
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Menurut Aspiani (2014) pengkajian asuhan keperawatan dengan gangguan tidur


adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
b. Identitas penanggungjawab
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan
gangguan istirahat tidur adalah klien mengeluh kesulitan untuk
memulai tidur atau sering terbangun pada saat tidur.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berupa uraian mengenai keadaan
klien saat ini, mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat
dilakukan pengkajian.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat adanya masalah
gangguan istirahat tidur sebelumnya dan bagaimana penanganannya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan istirahat
tidur seperti yang dialami oleh klien, atau adanya penyakit genetik yang
mempengaruhi istirahat tidur.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan
dalam memelihara dan menangani masalah kesehatannya.
2) Pola nutrisi
Klien dapat mengalami penurunan nafsu makan.
3) Pola eliminasi
Klien tidak mengalami polyuria atau dysuria, dan juga tidak
mengalami konstipasi.
4) Pola tidur dan istirahat
Klien mengalami kesulitan memulai tidur, terbangun dalam waktu
yang lama.
22
5) Pola aktivitas dan istirahat
Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari
karena kelemahan akibat gangguan tidur. Pengkajian kemampuan
klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat
menggunakan indeks KATZ.
6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien


terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan.
7) Pola sensori dan kognitif

Klien mengalami ketidakmampuan berkonsentrasi,


kehilangan minat dan motivasi. Untuk mengetahui status mental
klien dapat dilakukan pengkajian menggunakan Tabel Short
Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).
8) Pola persepsi dan konsep diri
Klien tidak mengalami gangguan konsep diri. Untuk mengkaji
tingkat depresi klien dapat menggunakan Tabel Inventaris Depresi
Beck (IDB) atau Geriatric Depresion Scale (GDS)
9) Pola seksual dan reproduksi
Klien mengalami penurunan minat terhadap pemenuhan
kebutuhan seksual.
10) Pola mekanisme koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam
menangani stress yang dialaminya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien tidak mengalami gangguan dalam
spiritual.

23
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
istirahat tidur biasanya lemah.
2) Kesadaran
Kesadaran klien composmentis
3) Tanda-tanda vital
Pada umumnya, lansia dengan gangguan tidur
mengalami peningkatan tekanan darah.
4) Pemeriksaan Review of System (ROS)
a) Sistem pernafasan (B1: Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
b) System sirkulasi (B2: Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi, sirkulasi perifer,
warna dan kehangatan
c) System persyarafan (B3: Brain)
Kaji adanya hilang gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat,
dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan
nyeri/ansietas.
d) System perkemihan (B4: Bladder)
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, disuria,
distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihannya.
e) System pencernaan (B5: Bowel)
Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen.
f) System musculoskeletal (B6: Bone)
Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada
area jaringan ringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan
otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.

24
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI 2016 diagnosa yang sering muncul dalam gangguan
tidur adalah
a. Gangguan pola tidur
1) Definisi
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
2) Batasan karakteristik
a) Kesulitan tidur
b) Ketidakpuasan tidur
c) Pola tidur berubah
d) Istirahat tidak cukup
3) Faktor yang berhubungan
a) Hambatan lingkungan
b) Kurang privasi
c) Kurang kontrol tidur
b. Kesiapan peningkatan tidur
1) Definisi
Pola penurunan kesadaran alamiah dan periodic yang
memungkinkan istirahat adekuat, mempertahankan gaya hidup
yang diinginkandan dapat ditingkatkan.
2) Batasan karakteristik
a) Keinginan untuk meningkatkan tidur
b) Perasaan cukup istirahat setelah
tidur
3) Faktor yang berhubungan
a) Nyeri kronis
b) Pemulihan pasca operasi
c) kehamilan
d) Sleep apnea

3. Perencanaan Keperawatan
Menurut SIKI (2018) dan SLKI (2019) rencana keperawatan dari diagnosa
keperawatan gangguan pola tidur dan kesiapan peningkatan tidur adalah sebagai
berikut: 25
Perencanaan Keperawatan
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI

Setelah dilakukan tindakan Intervensi: Dukungan tidur


keperawatan selama …x24 jam Observasi
diharapkan klien menunjukkan 1. Identivikasi pola aktivitas
tidur yang membaik dengan dan tidur.
kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor
1. Jam tidur klien tidak pengganggu tidur.
terganggu. 3. Identifikasi makanan dan
2. Tidak ada masalah dengan minuman yang mengganggu
pola, kualitas dan tidur.
rutinitas 4. Identifikasi obat tidur yang
tidur. dikonsumsi
3. Klien terlihat segar setelah Terapeutik
bangun tidur. 1. Modifikasi lingkungan
4. Klien dapat 2. Batasi waktu tidur siang,
mengidentifikasi jika perlu
tindakan yang dapat 3. Fasilitasi menghilangkan
meningkatkan tidur. stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
(L.05045 SLKI 2019) 5. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
6. Berikan terapi non
farmakologi (terapi massage
punggung)
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup
2. Anjurkan menepati
kebiasaaan waktu tidur

26
4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan adalah realisasi rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada tahap ini perawat harus
mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya-bahaya fisik dan
perlindungan pada lansia, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur
tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari lansia dan memahami tingkat
perkembangan lansia. Pelaksanaan tindakan keperawatan diarahkan untuk
mengoptimalkan kondisi agar lansia mampu mandiri dan produktif
(Kholifah, 2016).
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Kholifah (2016) evaluasi keperawatan adalah penilaian
keberhasilan rencana dan pelaksanaan keperawatan gerontik untuk
memenuhi kebutuhan lansia. Beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh
perawat dalam evaluasi keperawatan gerontik yaitu :
a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang
diharapkan. c. Mengukur pencapaian tujuan.
d. Mencatat keputusan atau hasil pencapaian tujuan.
e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila
perlu.

27
DAFTAR PUSTAKA

Aminoff.M, Neurology and General Medicine 4th edition, 2008,Churchill


Livingstone, USA,P;605-609.

Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth


Edition. United State of America: Mosby Elsevier.

Asmadi, 2008, Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika

Blumenfeld.H , Neuroanatomy through Clinical Cases,2002, Sinauer Associates


INC, Massachusets P;588-597
Carney.P, Clinical Sleep Disorder, 2005,Lippincott Williams &Wilkins ,
Philadelphia; P 21-58

Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing


Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby
Elsevier.

Guillemunault C. Bassiri A (2005). Clicinal Features and evaluation of


obstructive sleep apnea-hypoapnea syndrome and the upper airway
resistance syndrome, in : MH kryger, TH Roth, WC Dement (Eds.).
Pronciples and Practice of sleep Medicine. $th edn. WB Saunders,
Philadelphia.

Lee-Chiong.T, Sleep Medicine Essentials And Review, 2008, Oxford University


Press, PUSA, P;9-15

Potter, Patricia A., Perry, Anne G.2009.Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku


3.Jakarta: Salemba Medika

Potter, Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, Proses, dan


Praktik, Edisi 4.Jakarta: EGC.

Posner.J, Plum And Posner Diagnosis Of Stupor And Coma 4th Edition,
2007,Oxford University Press, New York P;11-25

29
Shneerson.J, Sleep Medicine 2nd Edition,2005,
Blackwell,Massachusets,Usa,P;22-51
Smith.H, Sleep Medicine , 2008, Cambridge University Press , New York ,P;61-
67

Sumirta, I Nengah. 2014. Faktor Yang Menyebabkan Gangguan Tidur ( Insomnia


) Pada Lansia. Jurnal keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar.
http://www.poltekkesdenpasar.ac.id/files/JURNAL%20GEMA%20KEPERA
WATAN/JUNI%202015/I%20Nengah%20Sumirta.pdf. [diakses pada
tanggal 3 Sepertember 2018 ].

Remelda, (2008). Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta : Elex media
komputindo

Tarwoto dan Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:Medika


Salemba.

Vaughans, Bennita W. 2011. Keperawatan Dasar. Yogyakarta : Rapha


Publishing.

29

Anda mungkin juga menyukai