Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN KEMIH


(ISK)

Oleh:
Albertus Sujatmiko
NIM : 891221001

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM (YARSI)
PONTIANAK
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

A. Pengertian
ISK merupakan kondisi dimana terdapat mikroorganisme dalam urine yang
jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi saluran kemih
(Musdalipah, 2018). (ISK) adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme didalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air
kemih tidak mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Infeksi
saluran kemih dapat terjadi pada pria maupun wanita dari semua umur, dan
dari kedua jenis kelamin ternyata wanita lebih sering menderita dari pada pria
(Sudoyo dkk., 2013).

B. Etiologi
ISK terjadi tergantung banyak faktor seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal (Nurarif & Kusuma, 2015). Berikut menurut
jenis mikroorganisme dan usia:
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK,antara lain:
a. Escherichia Coli: 90% penyebab ISK uncomplicated (simple).
b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella: penyebab ISK complicated.
c. Enterobacter, Staphylococcus epidemidis, Enterococci.
d. Menahan kencing terlalu lama dan lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif.
b. Mobilitas menurun
c. Nutrisi yang sering kurang baik.
d. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
e. Adanya hambatan pada aliran urin
f. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
C. Patofisiologi
Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam saluran
kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih,
uretra dan dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Sejauh ini diketahui bahwa
saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisma atau steril. Infeksi saluran
kemih terjadi pada saat mikroorganisme ke dalam saluran kemih dan
berkembang biak di dalam media urin. Mikroorganisme penyebab ISK
umumnya berasal dari flora usus dan hidup secara komensal dalam introitus
vagina, preposium, penis, kulit perinium, dan sekitar anus. Kuman yang
berasal dari feses atau dubur, masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah
atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal
(Fitriani, 2013).

D. Pathway

Skema 1. Pathway ISK


(Nurarif & Kusuma, 2015)

E. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis ISK antara lain: (Nurarif & Kusuma,2015).
1. Anyang- anyangan atau rasa ingin buang air kecil lagi, meski sudah
dicoba untuk berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.
2. Sering kencing dan kesakitan saat kencing, air kencingnya bisa berwarna
putih, cokelat atau kemerahan dan baunya sangat menyengat.
3. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada
darah.
4. Nyeri pda pinggang.
5. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai
ginjal (di iringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau
muntah).
6. Peradangan kronis pada kandung kemih yang berlanjut dan tidak
sembusembuh dapat menjadi pemicu terjadinya kanker kandung kemih.
7. Pada neonatus usia 2 bulan, gejalanya dapat menyerupai infeksi atau
sepsis berupa demam, apatis, berat badan tidak naik, muntah, mencret,
anoreksia, probelem minum dan sianosis (kebiruan).
8. Pada bayi gejalanya berupa demam, berat badan sukar naik atau
anoreksia.
9. Pada anak besar gejalanya lebuh khas seperti sakit waktu kencing,
frekuensi kencing meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol,
anyanganyangan (polakisuria) dan bau kencing yang menyengat.
F. Pemeriksaan Penunjang
Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam,
susah buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering
buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri
pinggang dan nyeri suprapubik (Kememkes RI, 2012).

Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL.


Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 - 90%. Positif
nitrit pada dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh
bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar 50%
untuk infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih (leukosit) dalam urin
(piuria) adalah indikator yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC /
hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi jauh kurang spesifik
untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin dianggap
diagnostik untuk ISK (Grabe dkk, 2015).

Penegakan diagnosis ISK selain dengan manifestasi klinis juga diperlukan


pemeriksaan penunjang seperti analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop
urin segar tanpa sentrifus, kultur urin juga jumlah kuman CFU/ml.1 Cara
pengambilan urin juga perlu diperhatikan agar terhindar dari kontaminasi
bakteri yang berada di kulit vagina atau preputium. Sampel urin ini dapat
diambil dengan cara:
1. Aspirasi suprapubik sering dilakukan pada anak.
2. Kateterisasi per-uretra sering dilakukan pada wanita.
3. Miksi dengan mengambil urin porsi tengah

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISK dibagi menjadi dua yaitu: (Nurarif & Kusuma, 2015)
1. Non farmakologi
a. Istirahat.
b. Diet: perbanyak vitamin A dan C untuk mempertahankan epitel
saluran kemih.
2. Farmakologi
a. Antibiotik sesuai kultur, bila hasil kultur belum ada dapat diberikan
antibiotik antara lain cefotaxime, ceftriaxon, kotrimoxsazol,
trimetoprim, fluoroquinolon, amoksilin, doksisiklin, aminoglikosid.
b. Bila tanda urosepsis dapat diberikan imipenem atau kombinasi
penisilin dengan aminoglikosida. Untuk ibu hamil dapat diberikan
amoksilin, nitrofurantoin atau sefalosporin.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data pengkajian terfokus untuk pasien ISK adalah sebagai berikut:
(LeMone, et.al., 2015)
a. Riwayat kesehatan: Gejala saat ini, termasuk frekuensi, urgensi,
rasanya seperti ditusuk-tusuk saat berkemih, berkemih per malam:
warna, kejernihan dan bau urine. Manifestasi lain seperti nyeri
abdomen bawah, punggung atau panggul, mual atau muntah, demam.
b. Pemeriksaan fisik kesehatan umum: tanda vital termasuk suhu, bentuk
abdomen, kontur, nyeri tekan pada palpasi (khususnya suprapubik),
perkusi apakah ada nyeri tekan kostrovertebral.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan (PPNI, 2017; PPNI,
2018; PPNI, 2019)
a. Nyeri Akut b.d agen cedera biologis (D.0077)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun.
Intervensi:
Manajemen Nyeri
Observasi:
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi respons nyeri non verbal
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
 Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Gangguan eliminasi urin b.d penurunan kapasitas kandung kemih
(D.0040)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pengosongan
kandung kemih yang lengkap membaik.
Manajemen Eliminasi Urin
Observasi:
 Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
 Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia
urin
 Monitor eliminasi urin
Terapeutik:
 Catat waktu-waktu haluaran berkemih
 Batasi asupan cairan, jika perlu
 Ambil sampel urin tengah
Edukasi
 Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
 Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
 Anjurkan minum yang cukup
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat suppositoria, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA
Aru. W Sudoyo. (2013). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda (North American Nursing Diagnosis
Association) Nic-Noc. Jogjakarta: Penerbit Mediaction.
Purnomo, B. B. (2011). Dasar- dasar Urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
LeMone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2015). Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Eliminasi Gangguan Kardiovaskular. Jakarta: Pearson
Education.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus PPNI
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI

Anda mungkin juga menyukai