Anda di halaman 1dari 15

Kumpulan Abstrak

WORKSHOP

“ MERAJUT MASA DEPAN DANAU RAWAPENING”

Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan


Sekolah Pascasarjana - Universitas Diponegoro
Semarang, 25 Oktober 2017
Pengelolaan Waduk Rawa Pening Berbasis Kemitraan

Alif Noor Anna1*, Rudiyanto1


Pusat Studi Lingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: * alif_noor@ums.ac.id

Abstrak

Pada saat ini kondisi Waduk Rawa Pening memiliki berbagai macam persoalan dalam hal pengelolaan dan
keberlangsungannya. Waduk Rawa Pening saat ini dikelola hanya untuk tujuan ekonomi saja tanpa
memperhatikan kondisi ekologisinya, sehingga berbagai permasalahan muncul seperti tumbuhnya enceng
gondok yang tidak terkendali, kondisi kualitas air yang memburuk karena faktor pencemaran, dan sedimentasi
yang semakin meningkat. Saat ini pengelolaan Waduk Rawa Pening masih dikelola oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten Semarang, sehingga hasilnya belum optimal. Pelibatan masyarakat, akademisi dan pihak swasta
sebagai mitra dalam pengelolaan Waduk Rawa Pening tentu akan memberikan dampak positif baik secara
ekonomis maupun ekologis. Sinergitas antar stakeholder (masyarakat, akademisi, dan swasta) dalam
pengelolaan Waduk Rawa Pening diperlukan agar terjadi kesinambungan dan keselarasan dalam
pengelolaannya. Setiap stakeholder yang terlibat didalam pengelolaan Waduk Rawa Pening juga diharapkan
bekerja sesuai dengan fungsi, tugas, dan kewenangannya masing-masing berdasarkan kesepakatan bersama.
Adanya sistem kemitraan dan sinergitas antar stakeholder dalam pengelolaan Waduk Rawa Pening dapat
meningkatkan nilai ekonomi dan ekologisnya.

Kata kunci: pengelolaan, kemitraan, Waduk rawa Pening


Analisis Peran Aktor Implementasi dalam Kebijakan Gerakan Penyelamatan
Danau (GERMADAN) Rawa Pening Kabupaten Semarang

Agus Ananto Widodo


Magister Ilmu Administrasi Undip

Abstrak
Ketersediaan sumber daya yang ada saat ini semakin terbatas, maka eksplorasi dan pemanfaatan serta
pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi penting dan harus menjadi prioritas perhatian bagi setiap
negara. Sementara itu, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya di Indonesia masih belum optimal dalam
rangka meningkatkan pendapatan nasional dan kesejahteraan rakyat.
Pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 telah menghasilkan Kesepakatan Bali
2009 antara 9 menteri tentang pengelolaan danau berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global.
Terdapat 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan pada periode 2010-2014. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci,
Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening.
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening tediri dari Aplikasi Sains dan Teknologi untuk
Remediasi Badan Danau dan (Daerah Tangkapan Air) DTA, Pengembangan Kelembagaan untuk Peningkatan
Pengelolaan Danau, dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau. Ketiga
pendekatan tersebut diatas saling terintegrasi sehingga dapat dirumuskan program Super Prioritas (Pokok) dan
Prioritas (Pendukung). Program Super Prioritas terdiri dari 6 kegiatan dan Program Prioritas terdiri dari 11
kegiatan. Diharapkan 17 kegiatan tersebut mampu mengatasi permasalahan ekosistem Danau Rawapening
dalam jangka waktu 5 tahun, sehingga fungsinya sebagai PLTA, irigasi pertanian, perikanan, sumber baku air
minum dan wisata dapat tetap dipertahankan.
Berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang seharusnya melibatkan berbagai pihak, tidak hanya
pemerintah itu sendiri namun beserta dengan masyarakat dan sektor privat, baru-baru ini terkenal dengan
penyebutan penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau good governance. Fokus dari analisis governance
adalah aktor yang terlibat dalam pembuatan keputusan dan implementasinya baik dari struktur formal maupun
informal. Government (pemerintah) adalah salah satu aktor dari proses tersebut demikian juga militer,sedangkan
aktor lain adalah rural area seperti group yang merupakan bagian dari masyarakat sipil. Relasi Tiga Aktor
(Pemerintah, Masyarakat, dan Private Sektor) sangat dibutuhkan sinergi dan kemitraan semua pihak dan
tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling
menguatkan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran aktor dalam implementasi Kebijakan Gerakan Penyelamatan
Danau (Germadan) Rawa Pening Kabupaten Semarang dan mendiskripsikan faktor – faktor yang mempengaruhi
keberhasilan peran aktor dalam implementasi Kebijakan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) Rawa
Pening Kabupaten Semarang.
Metode penelitian yang digunakan yaitu kualitatif yang bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan dari hasil
wawancara mendalam terhadap narasumber yang dipilih secara purposif kemudian dianalisis dan diolah menjadi
informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah penelitian.
Data yang didapat dari narasumber digunakan untuk melihat setiap aktor-aktor implementasi dari segi
kepentingan(interest) dan kekuasaan/pengaruh (power) dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
peran aktor dalam implementasi kebijakan Germadan Rawapening Kabupaten Semarang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dari setiap aktor berbeda-beda dilihat dari kepentingan dan
pengaruh/kekuasaan sehingga dapat dikategorikan menjadi 4 kategori aktor, pemain kunci, pendukung, subyek,
pengikut lain. Keberhasilan seorang aktor juga dilihat dari partisipasi aktor, perspektif aktor, aksesibiltas aktor,
dan penentuan tindakan. Perlu partisipasi dari semua aktor implementasi kebijakan dan menjaga koordinasi dari
semua aktor yang terlibat serta memberikan pemahaman langsung kepada masyarakat melalui sosialisasi yang
lebih intens.
Gender Dan Sumber Daya Alam: Eceng Gondok Dan Perannya Dalam
Peningkatan Peluang Pada Wanita Memasuki Area Publik

Nana Haryanti

Abstrak

Perubahan kondisi lingkungan alam memaksa manusia beradaptasi dengan lingkungannya. Sejak era reformasi
terjadi perubahan signifikan dalam kehidupan masyarakat yang hidup disekitar Danau Rawapening akibat
perubahan ekologi danau. Terkendalanya upaya pemerintah melakukan pengendalian pertumbuhan eceng
gondok akibat situasi ekonomi politik yang tidak menentu menjadi awal munculnya peluang usaha baru di
Rawapening karena beberapa pekerjaan yang semula menjadi tumpuan ekonomi rumah tangga tidak dapat lagi
diandalkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali
mengakibatkan mata pencaharian sebagai nelayan terkendala namun kejadian ini membuka peluang usaha
pemanenan eceng gondok untuk bahan baku industri kerajinan.
Makalah ini menjelaskan pergeseran pola ekonomi rumah tangga masyarakat yang bekerja di danau
Rawapening yang semula didominasi kaum laki-laki, kini mulai melibatkan peran perempuan sebagai petani
eceng gondok maupun penganyam eceng gondok kering yang merupakan bahan baku industri kerajinan.
Pergeseran ini memberi peluang substitusi pada ekonomi rumah tangga, sehingga tidak mengganggu kondisi
ekonomi bagi keluarga-keluarga yang bekerja sebagai nelayan. Pergeseran peran juga menandai perubahan
nilai-nilai dimasyarakat yang memaksa wanta mengambil tugas dan tanggung jawab dalam proses produksi
makanan, terutama untuk menghadapi tantangan ke depan dimana ketersediaan sumber daya alam
dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk konsumsi. Pada kerangka kerja kelestarian mata
pencaharian sebagaimana dikemukakan Bank Dunia tidak serta merta wanita yang terjun di area publik
kemudian memiliki kesetaraan dalam kepemilikan aset, informasi, pasar, akses terhadap kebijakan dan politik.
Para pekerja wanita petani eceng gondok bahkan masih tersingkirkan dari berbagai fasilitas pemerintah seperti
pelatihan, pendampingan dan kredit. Petani wanita juga harus menghadapi resiko tertular berbagai penyakit
akibat kualitas air danau yang buruk, dan sampai saat ini belum mendapat perhatian dari pemerintah.
Peranan Fitoteknologi untuk Restorasi Danau Rawa Pening

Agung Wahyu Nugroho dan Susi Abdiyani


Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Aliran Sungai

Abstrak
Danau Rawapening merupakan ekosistem danau semi alami yang mempunyai beragam manfaat baik secara
ekologi, ekonomi, dan histori. Keberadaan dan manfaat danau tersebut telah sejak lama dirasakan oleh
masyarakat sekitar. Namun, kondisinya kini telah banyak mengalami perubahan dan cenderung memprihatinkan
terutama secara ekologi sehingga oleh pemerintah dimasukkan ke dalam 15 danau prioritas yang harus
diselamatkan. Pertambahan jumlah penduduk yang meningkat maka tekanan terhadap lingkungan juga semakin
meningkat bahkan kerapkali melebihi daya dukung lingkungannya. Pemenuhan kebutuhan hidup manusia
secara berlebihan dengan cara menebang hutan di daerah hulu, mengubah tata guna lahan untuk pertanian dan
pencemaran air adalah aktifitas antropogenik yang menyebabkan percepatan degradasi danau. Penurunan
kualitas perairan, penurunan debit air dan pendangkalan danau akibat sedimentasi merupakan contoh
memprihatinkan degradasi danau dan tentunya akan berdampak pada kondisi sosial-ekonomi masyarakat
sekitar. Eutrofikasi (proses penyuburan perairan) yang mengakibatkan blooming enceng gondok adalah contoh
nyata terganggunya ekosistem danau ini.
Upaya memperbaiki degradasi lingkungan perairan danau yang komplek tidak dapat diatasi hanya dengan satu
metode saja. Keberadaan air danau terkait erat dengan kondisi lingkungan seperti hutan, sungai, tutupan lahan,
dan komponen alam lainnya. Pendekatan ekohidrologi merupakan pilihan bijak yang dapat diterapkan untuk
mengatasi problem lingkungan danau Rawa Pening tersebut. Ekohidrologi telah banyak diterapkan di negara
Eropa dan banyak keberhasilannya dalam mengurangi permasalahan degradasi lingkungan perairan.
Ekohidrologi memadukan pendekatan hidrologi dan ekologi agar perlakukan eksploitatif terhadap sumber daya
air menjadi perlakukan yang ramah lingkungan dan lestari. Bagi sektor kehutanan, rehabilitasi hutan di daerah
hulu menjadi hal penting dilakukan karena kerusakan hutan di daerah hulu berdampak pada kerusakan
ekosistem di daerah hilir/danau. Fitoteknologi (pemanfaatan vegetasi dalam mengatasi masalah lingkungan)
yang merupakan salah satu bagian ekohidrologi dapat diterapkan pada daerah riparian sungai dan sempadan
danau. Penanaman vegetasi dengan jenis yang sesuai pada daerah riparian sungai dan sempadan danau dapat
mengurangi erosi, sedimentasi dan menjerat material organik maupun logam berat. Khusus Nitrogen, studi
mengungkapkan setidaknya 22 jenis tanaman asli Indonesia mempunyai potensi untuk pengikat jenis pencemar
tersebut. Jenis-jenis tersebut yaitu Acacia aulacocarpa, Akasia (Acacia auriculiformis), Acacia crassicarpa,
Pilang (Acacia leucophloea), Mangge hutan (Acacia mangium), Sengon (Albizia chinensis), Tekik (Albizia
lebbeck), Weru (Albizia procera), Kacang Gude (Cajanus cajan), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia), Cemara
Gunung (Casuarina junghuhniana), Kilu (Casuarina oligodon), Sonokeling(Dalbergia latifolia), Keruing
(Dipterocarpus grandiflorus), dadap ayam (Erythrina variegate), Pok-kepokan (Flemingia macrophylla), Melinjo
(Gnetum gnemon), Merbau asam (Intsia bijuga), Sengon laut (Paraserianthes falcataria), Soga (Peltophorum
pterocarpum), Piliostigma malabaricum dan Turi (Sesbania grandiflora).
Penanaman dapat dilakukan menggunakan teknik gundukan untuk daerah sempadan danau yang terpengaruh
pasang surut air dapat digunakan. Pemupukan dengan pupuk hayati (mikrob) dapat diterapkan untuk memacu
pertumbuhan vegetasi target.
Konservasi Rawa Pening Dalam
Pembangunan Yang Berkelanjutan

Forita Dyah Arianti


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
dforita@yahoo.com

Abstrak

Rawa Pening merupakan salah satu ekosistem yang penting bagi masyarakat, bukan saja bagi warga yangvada
di daerah Ambarawa, Kabupaten Semarang, bahkan juga sebagianwilayah utara Jawa tengah. RawaPening
menjadi sistem ekologi yang memungkinkan adanya sempadan air sehingga tidak menyebabkanbanjir
manakala musim hujan dan juga tidak ada musibah kekeringan manakala adamusim kemarau
panjang.Pengelolaan danau Rawa Pening dan lingkungan hidup yang dilaksanakan hakekatnya merupakan
suatu usaha pembangunan.
Permasalahan yang terjadi di danau Rawa Pening sampai saat ini adalah masalah sedimentasi ,eutrofikasi dan
gulma eceng gondok yang selain hal tersebut dapat menyebabkan pendangkalan danau juga berdampak pada
menyusutnya kapasitas danau sebagai reservoir air dan pengendali banjir, sehingga pada gilirannya akan
berpengaruh besar pada keseluruhan sistem hidrologis danau Rawa Pening. Makalah ini membahas pola
pendekatan konservasi dalam penataan kawasan Rawa Pening yang diawali dengan pemaparan konsep
perencanaan lahan yang berkelanjutan , proses alokasi lahan dan rekomendasi dalam penataan kawasan Rawa
Pening.
Dalam penataan sebuah kawasan, kegiatan pembangunan diwujudkan dalam bentuk alokasi lahan. Penataan di
kawasan sekitar Danau Rawa Pening beserta daerah tangkapan airnya perlu segera dilakukan, dengan
memperhatikan rencana tata ruang wilayah yang telah ada dan mengupayakan optimalisasi peruntukan
kawasan yang berbasiskan ekosistem dan kepentingan para pihak serta perlu mempertahankan
keanekaragaman hayati asli ekosistem danau. Dengan demikian upaya konservasi harus dikaitkan dengan
perencanaan tataguna lahan (land use planning).
Dimensi konservasi danau Rawa Pening semestinya terkait dengan upaya mempertahankan daya tamping
danau dan aliran sungai serta upaya memperbaiki mutu air danau (pengendalian, pencemaran, erosi dan
pengembangan penanganan air limbah) sesuai dengan peruntukannya. Penataan di kawasan sekitar danau
Rawa Pening beserta daerah tangkapan airnya perlu segera dilakukan, dengan memperhatikan rencana tata
ruang wilayah yang telah ada dan mengupayakan optimalisasi peruntukan kawasan yang berbasiskan ekosistem
dan kepentingan para pihak. Di samping itu perlu mempertahankan keanekaragaman hayati asli ekosistem
danau. Dalam pengelolaan dan pengembangan danau perlu diupayakan pemberdayaan fungsi dan manfaat
danau, sehingga dapat berperan secara optimal, baik secara ekologis maupun ekonomis dan sosial
kemasyarakatan guna menopang kehidupan masyarakat di sekitarnya maupun sebagai salah satu sumber
pendapatan daerah.

Kata Kunci : Konservasi, Rawa Pening, pembangunan


Peran Vegetasi Pada Daerah Tangkapan Air Dalam Pengelolaan
Danau Rawa Pening

Jumari dan Tri Retnaningsih Soeprobowati

Abstrak
Danau Rawa Pening merupakan satu dari 15 Danau Prioritas Nasional. Danau Rawa Pening mengalami
pendangkalan yang pesat. Upaya pengelolaan danau secara berkelanjutan sangat diperlukan untuk
mempertahankan kelestarian danau. Konservasi vegetasi Daerah Tangkapan Air (DTA) memegang peran
penting dalam menjaga kelestarian Danau Rawa Pening. Vegetasi sering juga disebut sebagai masyarakat
tumbuhan merupakan kumpulan berbagai jenis tumbuhan yang menempati suatu kawasan atau tempat. Dalam
ekologi vegetasi mengacu pada komunitas tumbuhan dalam suatu ekosistem. Vegetasi suatu tempat dapat
berubah seiring dengan perjalanan waktu, perubahan iklim dan aktifitas manusia. Daerah Tangkapan Air (DTA)
adalah suatu kawasan yang berfungsi sebagai penadah air yang mempunyai peran penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sumber air. Vegetasi DTA secara ekologi berperan penting dalam
pengendalian siklus hidrologi, pencegah banjir dan mengatasi kekeringan. Vegetasi berperan dalam mengatur
air tanah, dan menahan laju sedimentasi. Peranan ini sangat ditentukan oleh struktur dan komposisi tumbuhan
di kawasan tersebut. Upaya pengelolaan Danau Rawa Pening yang berkelanjutan antara lain harus melakukan
konservasi vegetasi pada daerah Tangkapan Air Danau.

Kata kunci: Struktur Vegetasi, Daerah Tangkapan Air (DTA), Danau Rawa Pening
Ekologi Lanskap Rawapening Bagian Tak Terpisahkan
Dari Danau Rawapening

Suwarno Hadisusanto
Laboratorium Ekologi dan Konservasi
Fakultas Biologi UGM

Abstrak

Rawa Pening; kini lebih dikenal dengan istilah Danau Rawapening. Posisi lintang Danau Rawapening pada
koordinat 7o 4’ - 7o 30’ LS dan 110o 24’ 46” - 110o 49’ 06” BT. Kawasan di sekitar Danau Rawapening adalah
dataran luas yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan antara lain Gunung Telomoyo, G. Butak, G.
Gajahmungkur, G. Ungaran; G. Balak, G. Rong dan Gunung Payung; semuanya adalah non-vulkanik. Belum
ada istilah Lembah Rawapening untuk menunjukkan satu kesatuan bentang lahan (lanskap) dari ketinggian
tertentu di lereng perbukitan yang mengarah ke permukaan perairan Danau Rawapening. Terdapat sembilan
Sub-Sub DAS yang masuk ke Danau Rawapening yaitu Torong; Rengas; Panjang; Galeh; Legi; Parat; Sraten;
Ringis dan Kedungringin.
Danau Rawapening berada di empat wilayah admistrasi yaitu Kecamatan Tuntang, Bawen, Ambarawa dan
Banyubiru. Namun demikian bentang lahan tidak mengenal batas administrasi tetapi merupakan satu kesatuan
menyeluruh sebagai ekologi bentang lahan yang sangat luas. Oleh karena itu ada lokasi yang sebenarnya
berkontribusi cukup besar dalam bentuk pemandangan alam (natural view) yaitu sepenggal jalan raya yang
menghubungkan Yogyakarta dan Semarang. Lokasi tepatnya ada di Desa Kelurahan, Kecamatan Jambu.
Pemandangan itu sangat indah sebagai aset alam sehingga dapat dilakukan valuasi ekonomi. Keindahan
tersebut dapat dinikmati pada dekade 80-an (tahun 1975 hingga 1985). Setiap penumpang kendaraan yang
lewat kawasan sepanjang jalan di Desa Kelurahan akan terkagum-kagum karena dari kejauhan terlihat jelas
hamparan lembah yang diakhiri dengan permukaan air yang cukup luas. Apabila secara kebetulan muncul
rangkaian kereta api “kuno” di latar depan dengan rel –mulai- bergigi di lokasi ini.
Populasi bangsa Indonesia berkembang, penduduk bertambah terus dan tuntutan masyarakat semakin kuat.
Gambaran sederhana yang terjadi di kawasan Desa Kelurahan, Kecamatan Jambu yang ramai dengan lalu-
lintas kendaraan pribadi maupun kendaraan umum tidak ketingalan pula armada niaga. Kru armada niaga yang
kebetulan merasakan penat maka akan berusaha untuk istirahat di lokasi itu sambil mendinginkan mesin yang
dipaksa membawa beban berat dengan tanjakan yang relatif “terjal”. Kru istirahat sambil melihat nun jauh disana
hamparan warna hijau dan perairan yang luas. Sementara didepan ada terlintas jalan kereta api kuno. Beban
psikologis berkurang dan rasa penat hilang. Keadaan seperti ini berulang terus dan pada akhirnya dibaca oleh
sekelompok masyarakat yang mempunyai misi yang sama. Maka muncullah warung yang menyediakan
makanan seadanya. Warung kedua dan seterusnya bertambah hingga batas tebing di utara dan selatan tidak
dapat ditambah bangunan lagi. Pada saat inilah mulai hilangnya aset non fisik; sulit dihitung tetapi dapat
dibayangkan besarnya kerugian immaterial.
Bukan sesuatu yang tidak mungkin bahwa keindahan itu dapat dinikmati kembali seperti pada dekade 80-an.
Penataan lingkungan sebagai aset wisata perlu ditata-ulang. Sosialisasi sangat dibutuhkan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat luas bahwa tujuan wisata (dalam hal ekowisata) adalah obyek. Obyek yang
terhitung potensial untuk dikembangkan jangan terpadamkan. Masyarakat perlu diajak kerja bersama untuk
mengembalikan aset yang sudah lama hilang. Saat ini mungkin masyarakat setempat terpenuhi
kesejahteraannya tetapi hanya sebatas lahiriyah. Kebutuhan spiritual tidak kalah penting; apabila kedua aspek
tersebut muncul kembali maka kesejahteraan lahir batin dapat terpenuhi termasuk masyarakat luas yang
berkesempatan melewati jalan raya sepanjang Desa Kelurahan, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.
Kajian Manfaat Ekonomis dan Lingkungan Hidup melalui
Pengembangan UMKM berbasis Rumah Pengolah Enceng Gondok
di Kawasan Rawapening, Kabupaten Semarang

Wido Prananing Tyas,ST,MDP,PhD*., Onixtin Octarina S**


(*Pengajar pada Departemen PWK UNDIP, **mahasiswi semester 7 DPWK UNDIP)

Abstrak
Rawa Pening merupakan danau semi alami yang mempunyai peranan strategis sebagai reseravoir alami untuk
PLTA, sumber baku air minum, irigasi, perikanan, dan pariwisata. Danau dengan luas 2.670 hektare yang
terletak di 4 wilayah kecamatan, yaitu Ambarawa, Tuntang, Bawen dan Banyubiru ini berada di perbatasan
antara Salatiga dan Ambarawa, Kabupaten Semarang. Rawa Pening juga sebagai salah satu objek wisata
dengan kondisi yang semakin parah akibat penurunan daya tampung. Penelitian pada tahun 2007, menunjukkan
kondisi ini disebabkan sedimentasi dari sembilan subdaerah aliran sungai yang bermuara di Rawa Pening dan
pertumbuhanEceng Gondok yang tidak terkendali(Wardani, dkk, 2007). Eceng Gondok merupakan salah satu
gulma perairan dengan kecepatan berkembang biak vegetatif sangat tinggi, terutama di daerah tropis dan
subtropis.
Beberapa isu strategis pencemaran air akibat aktivitas di dalam dan sekitar kawasan ekosistem danau, tata
ruang penggunaan wilayah kawasan danau yang holistik, peraturan dan manajemen yang terintegrasi dan
sinergi dalam pengelolaan danau berkelanjutan, serta pemanfaatan kawasan danau untuk aktivitas pariwisata
yang berkelanjutan. Hal tersebut merupakan hasil diskusi Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan
Knowledge Sector Initiative (KSI) dalam Lokakarya Nasional “Pengelolaan Danau Berkelanjutan: Sinergi
Program dan Peran para Pemangku Kepentingan”. Isu strategis tersebut mengarah pada prioritas pengelolaan
danau dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Terdapat lima belas
danau yang menjadi prioritas, salah satunya yaitu Danau Rawa Pening di Jawa Tengah. Target ini sesuai
dengan Peraturan Daerah No.6 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009–2029 bahwa
Kawasan Rawa Pening termasuk dalam Pengembangan Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Fungsi dan
Daya Dukung Lingkungan Hidup.
Sekitar 80% dari permukaan air di Rawa Pening ditumbuhi tanaman Eceng Gondok dan 5 % tanaman air lain
(Harahap dkk, 2003).Sistem kelembagaan dan implementasi kebijakan pemerintah yang kurang optimal, dan
rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan danau Rawa Pening menjadi penyebab permasalahan
tersebut belum terselesaikan. Hal ini menyebabkan ekosistem danau mengalami degradasi dan berdampak
pada perubahan tataguna lahan sehingga merugikan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa
Tengah No. 1 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Jawa Tengah, Pengendalian
kerusakan sumber air, situ, danau, waduk dan sungai dilakukan agar terjaga kondisi, fungsi dan manfaatnya
untuk menunjang berbagai kepentingan seperti air bersih, perikanan, irigasi dan lainnya. Sehingga upaya yang
perlu dilakukan antara lain dengan mengendalikan aktivitas kegiatan yang dapat merusak daerah resapan air,
perbaikan daerah yang telah rusak dengan penghijauan serta pembuatan bangunan konservasi tanah dan air.
Tidak hanya dari sudut permasalahan saja, Eceng Gondok juga menyimpan potensi yang besar bagi upaya
pengembangan ekonomi masyarakatdan pengembangan sektor wisata di kawasan Rawa Pening.Populasi
Eceng Gondok merupakan bahan baku yang dapat dimanfaatkan untuk ketrampilan kerajinan dengan nilai
tinggi. Hal tersebut juga mendukung program INTANPARI Jawa Tengah, kebijakan pembangunan dibidang
pariwisata diarahkan pada pendekatan kawasan melalui keterpaduan antarwilayah dan sektor yang berdaya
saing. KawasanRawa Pening dapat diarahkan pada peningkatan ketrampilan pembuatan kerajinan Eceng
Gondok dalam rangka mewujudkan keberadaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)berbasis rumah atau
menggunakan rumah dalam pengolahan dan kerajinan Eceng Gondok yang merupakan penggerak ekonomi dan
sekaligus pendukungpariwisata di kawasan Rawa Pening.
Dengan potensi enceng gondok yang berlimpah bahkan cenderung tkurang terkendali, merupakan potensi yang
memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan bagi penduduk sekitar Rawapening. Pada ssat yang
sama, upaya pemanfaatan enceng gondok ini juga dipandang sebagai upaya pelestarian Rawapaning,. Melalui
pemanfaatan yang akhirnya bisa lebih mengendalikan pertumbuhan enceng gondok, akibat yang diitmbulkan
oleh pertumbuhan enceng gondok yang tidak terkendali yaitu sedimentai akan bisa dikurangi.
Melalui studi lapangan dengan pendekatan kualtiatif deskriptif, wawancara akan dilakuakn terhadap pelaku
UMKM berbahan baku enceng gondok serta pemerintah serta tokoh masyarakat, serta klaster Klinting, sebagai
pengolah enceng gondok di kawasan Rawapening dalam upaya pengolahan enceng gondok ini, baik dalam
pemanenan serta pengeringan enceng gondok ini serta dampaknya secara ekonomi dan lingkungan hidup.

Kata Kunci: UMKM berbasis rumah, kelestarian Rawapening, enceng gondok


Rekayasa teknologi budidaya ikan gurami (Osphronemous gouramy) di karamba jaring apung
yang ramah lingkungan di perairan Rawapening bebasis pakan buatan
yang diperkaya dengan vitamin C

Istiyanto Samidjan1, Diana Rachmawati2


1).Dosen Departemen akuakultur, FPIK Undip
Email: istiyanto_samidjan@yahoocom
2)/Dosen Departemen akuakultur, FPIK Undip

EmailL dianarachmawati196@gmail.com

Abstrak

Kawasan Rawapening merupakan salah satu kawasan prioritas di Jawa Tengah dan memiliki keunggulan
komparatif sangat potensial dapat dikembangkan menjadi salah satu kawasan andalan. Rawapening
mempunyai banyak fungsi dan penting bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya, di antaranya sebagai sumber
irigasi pertanian bagi Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Demak. pengendali banjir
bagian hilir, sumber pembangkit listrik, tempat usaha perikanan darat, dan budidaya perikanan, penyedia air
baku, dan tempat wisata. Rawapening mempunyai potensi yang besar dengan luasan genangan mencapai
2.020 Ha. Permasalahannya antara lain belum dikembangkan budidaya ikan gurami dengan system karamba
jaring apung yang ramah lingkungan sehingga terjaga kualitas air rawapening tidak tercemar oleh adanya
kegiatan budidaya ikan gurami dengan system karamba jaring apung.Salah satu solusinya adalah dengan
memanfaatkan rekayasa teknologi budidaya karamba jaring apung ikan gurami dengan diberi pakan buatan
yang diperkaya dengan vitamin C sehingga dapat mempercepat produksi industri budidaya perikanan yang
ramah lingkungan.Tujuan peneltian adalah untuk mengkaji peran penggunaan rekayasa teknologi budidaya
karamba jaring apung ikan gurami berbasis pakan buatan yang diperkaya dengan vitamin C dosis berbeda untuk
mempercepat pertumbuhan dan kelulushidupan ikan gurami serta menunjang industri budidaya perikanan yang
ramah lingkungan di perairan Rawapening.
Metode penelitian dengan menggunakan benih ikan gurami ukuran 6±0,15 cm dan bobot awal 9,53±0.30 g
dengan menggunakan hapa ukuran 1x1x1 (meter),yang terbuat dari supernet dengan mata jaring 1 inci dengan
rancangan acak lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 3 ulangan yaitu: pakan buatan yang diperkaya dengan vitamin
C dosis 0 mg/kg pakan (A), 50 mg/kg pakan (B), 100 mg/kg pakan (C), 200 mg/kg pakan (D). Pakan yang
diberikan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan secara at station (sampai kenyang).Data meliputi
pertumbuhan bobot mutlak, ikan gurami, FCR, dan kelulushidupan dianalisis ragam dan Uji Tukey”.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pemberian pakan buatan diperkaya vitamin C dosis berbeda
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan, food convertion ratio (FCR), kelulushidupan ikan gurami,
serta dapat meningkatkan industri budidaya perikanan yang ramah lingkungan. Perlakuan terbaik pada D (dosis
200 mg/kg pakan) dengan bobot mutlak 155,25 g, 1,05 (FCR), dan kelulushidupan 95±0.25%. Kualitas air
selama pemeliharaan ikan gurami di karamba jaring apung relatif baik dan layak.Pada akhir penelitian teknologi
budidaya ikan gurami yang ramah lingkungan dengan system karamba jaring apung dapat ditiru dan
dikembangkan masyarakat di sekitar rawapening, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kata kunci : Ikan gurami, karamba jaring apung, pakan buatan,vitamin C.


Penerapan Teknologi Budidaya Ikan Nila Merah Jenis Larasati (Oreochromis Niloticus) Di Karamba
Jaring Apung Rawapening Berbasis Bahan Baku Lokal Diperkaya Vitamin E
Dalam Upaya Pemberdayaan Masarakat

Istiyanto Samidjan1, Diana Rachmawati2


1). Dosen Departemen akuakultur, FPIK Undip
Email: istiyanto_samidjan@yahoocom
2)/Dosen Departemen akuakultur, FPIK Undip

EmailL dianarachmawati196@gmail.com

Abstrak

Ikan nila larasati termasuk filum :Chordata, kelas Pisces, Ordo Perchomorphi, famili Circhidae, Genus
Oreochromis dan spesies Oreochromis sp. Ikan nila larasati merupakan ikan dengan pertumbuhan 3,5 kali lebih
cepat pertumbuhannya dengan nila biasa. Rawapening mempunyai banyak fungsi dan penting bagi kehidupan
masyarakat di sekitarnya, di antaranya sebagai sumber irigasi pertanian bagi Kabupaten Semarang, Kabupaten
Grobogan dan Kabupaten Demak, serta budidaya perikanan, tetapi belum dikelola dengan baik, sehingga
potensi rawapening yang tinggi belum dimanfaatkan dengan baik, sehingga munculnya tanaman air seperti
enceng gondok tumbuh melimpah tidak terkontrol dengan baik. Salah satu upaya pemanfaatan perairan
rawapening dengan melakukan penerapan teknologi budidaya ikan nila merah jenis larasati (Oreochromis
niloticus) di karamba jaring apung di Rawapening dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Tujuan penelitian
adalah untuk mengkaji peran penerapan teknologi budidaya ikan nila merah jenis Larasati dengan system
budidaya karamba jaring apung di rawa pening untuk mempercepat pertumbuhan dan kelulushidupan ikan nila
merah berbasis pakan buatan dari bahan baku local diperkaya vitamin E, dalam upaya pemberdayaan
masyarakat.
Metode penelitian dengan menggunakan benih ikan nila merah ukuran 8.97±0,12 cm dan bobot awal 9.66±0.12
g dengan menggunakan hapa ukuran 1x1x1 (meter),yang terbuat dari supernet dengan mata jaring 1 inci
dengan rancangan acak lengkap (RAL) 4 perlakuan dan 3 ulangan yaitu: pakan buatan yang diperkaya dengan
vitamin E dosis dalam pakan buatan : 0 mg/kg( A ), 20 mg/kg( B ), 40 mg/kg( C ), dan 60 mg/kg ( D ). Pakan
yang diberikan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan secara at station (sampai kenyang).Data meliputi
pertumbuhan bobot mutlak, ikan nila merah, FCR, dan kelulushidupan dianalisis ragam dan Uji Tukey”.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pemberian pakan buatan diperkaya vitamin E dosis berbeda
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan, food convertion ratio (FCR), kelulushidupan ikan nila
merah, serta dapat meningkatkan industri budidaya perikanan yang ramah lingkungan. Perlakuan terbaik pada C
(dosis 40 mg/kg pakan) dengan bobot mutlak 242.81±15 g , 1,07 (FCR), dan kelulushidupan 97±0.19%. Kualitas
air selama pemeliharaan ikan nila merah di karamba jaring apung relatif baik dan layak.Pada akhir penelitian
teknologi budidaya ikan nila merah yang ramah lingkungan dengan system karamba jaring apung dapat ditiru
dan dikembangkan masyarakat di sekitar rawapening.

Kata kunci : Ikan nila merah, karamba jaring apung, pakan buatan,vit E
Produksi Karbon Aktif Kombinasi Eceng Gondok (Eichornia Crassipess) Dan Arang Sisa
Pembakaran Boiler Sebagai Upaya Penyelamatan Rawa Pening
Dengan Konsep Green Technology

Rita Dwi Ratnani


Mahasiwa Program Doktor Ilmu Lingkungan UNDIP
Dosen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Unwahas
ratnani_unwahas@yahoo.co.id

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan eceng gondok dikombinasikan dengan arang sisa pembakaran boiler
sebagai penjernih air. Saat ini eceng gondok banyak tumbuh di rawa, danau dan sungai yang menggenang.
Akibat adanya eceng gondok maka biota air menjadi terganggu dan sedimentasi sungai/danau/rawa semakin
tinggi. Hal ini menyebabkan biota air mati, daya tampung rawa/danau kecil dan banjir. Dalam Konferensi Nasinal
Danau tahun 2009 itu telah menyepakati 15 (lima belas) danau menjadi prioritas untuk diselamatkan. Salah
satunya yaitu Rawa Pening di Jawa Tengah. Demikian juga arang sisa pembakaran di boiler pada industri tahu
juga sangat melimpah namun belum diberdayakan/dimanfaatkan
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pembuatan karbon aktif dari
eceng gondok dikombinasikan dengan arang sisa pembakaran boiler. Dimana karbon aktif yang dihasilkan
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menjernihkan air rawa yang masih banyak mengandung sedimen maupun
bahan yang lain. Penelitian yang dilakukan ini masih dari tahapan pertama yang direncankan ada tiga tahapan.
Tahapan pertama yang dilakukan adalah melakukukan uji karakteristik karbon aktif kombinasi eceng gondok dan
arang sisa pembakaran boiler berdasarkan standar Standar Industri Indonesia (SII) No. 0258-79 dan Standar
Nasional Indonesia (SNI) No. 06-3730-1995.
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui kualitas karbon yang dihasilkan dari perbandingan eceng gondok
dan arang sisa boiler (1:1; 1:2;1:3;1:4;1:5;1:6;1:7;1:8) dan (1:1; 2:1;3:1;4:1;5:1;6:1;7:1;8:1). Tahapan selanjutnya
menguji kualitas karbon sesuai standar SNI dan SII berupa daya serap terhadap iodin, kadar air, zat menguap,
kadar abu, dan kadar karbon terikat. Hasil dari penelitian ini adalah daya serap terhadap iodin tertinggi sebesar
291 mg/g pada kombinasi 1 bagian karbon eceng gondok dan 9 bagian arang sisa boiler. Pada kombinasi empat
bagian karbon eceng gondok dan 1 bagian arang sisa boiler di peroleh 288,4 mg/g, kadar air yang diperoleh 8 %
dan 3 % , zat menguap 68 % dan 62 %, kadar abu 2% dan 7 %, dan kadar karbon terikat 62 % dan 86 %.
Dimana bisa disimpulkan bahwa dari hasil uji karbon aktif kombinasi ini telah memenuhi standar SNI dan SII.
Walaupu hasilnya masih kurang maskimal, namun sudah disiapkan penelitian lanjutan dalam upaya untuk
meningkatkan mutunya.
Upaya Pelestarian Danau Rawapening melalui Teknologi Biogas dengan
Memanfaatkan Limbah Eceng Gondok

Hashfi Hawali Abdul Matin


Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro

Abstrak
Danau Rawapening adalah danau alami yang memiliki luas lebih dari 2.500 hektar dan terletak di Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah dengan cakupan wilayah Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang dan Banyubiru.
Belakangan ini kondisi Rawapening semakin memburuk mulai dari masalah pendakalan dasar danau hingga
masalah munculnya tanaman eceng gondok yang notabene hampir menutupi wilayah permukaan perairan.
Pemerintah telah melakukan upaya normalisasi danau melalui pengerukan endapan pada dasar danau. Selain
itu upaya untuk menekan pertumbuhan eceng gondok juga telah dilakukan dengan cara mengangkat tanaman
dari badan air menuju pinggir danau. Setiap harinya terdapat alat berat berat yang digunakan untuk mengeruk
endapan dan eceng gondok serta dump truckyang hilir mudik bergantian mengangkat limbah danau tersebut.
Namun begitu upaya-upaya yang telah dilakukan dirasa belum cukup untuk menanggulangi masalah yang
kompleks ini.
Sejauh ini masyarakat telah memanfaatkan melimpahnya eceng gondok menjadi kerajinan yang bernilai
ekonomi. Masyarakat memanfaatkan bagian batang utama dari eceng gondok. Namun ironis, ketika mengambil
eceng gondok dari Danau Rawapening menggunakan kapal, yang diambil hanya batangnya saja lalu bagian
akar, cabang dan daunnya langsung dipotong dan dibuang di badan air DanauRawapening. Sungguh miris yang
dilakukan kelompok masyarakat tersebut yang mengambil manfaat tanpa menghiraukan keberlangsungan
DanauRawapening. Kondisi tersebut turut mendukung terjadinya pendangkalan Rawapening lebih cepat.
Melalui kondisi tersebut maka diperlukan upaya pemanfaatan eceng gondok melalui teknologi tepat guna yaitu
digester biogas. Penelitian tentang produksi biogas dari eceng gondok (Eichhornia crassipes) dilakukan pada
skala laboratorium dan telah diterapkan pada skala rumah tangga. Bagian eceng gondog seluruhnya dapat
digunakan sebagai bahan baku biogas, maka apabila batangnya telah dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan,
bagian sisa lainnya dapat digunakan sebagai biogas sehingga tidak terbuang dan kembali memperburuk kondisi
Danau Rawapening. Biogas yang dihasilkan dimanfaatkan sebagai langkah substitusi penggunaan kayu bakar
atau gas yang digunakan untuk memasak serta hasil samping dari digester biogas (slurry) dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk organik. Pemanfaatan biogas dari eceng gondok telah terbukti mampu menjadikan masyarakat
mandiri energi serta mampu meningkatkan perekonomian masyarakat melalui penjualan hasil samping digester
berupa pupuk organik. Dengan adanya teknologi biogas dari eceng gondok maka turut menekan volume eceng
gondok yang ada pada Danau Rawapening yang selanjutnya dapat meningkatkan kelestarian Danau
Rawapening

Anda mungkin juga menyukai