Anda di halaman 1dari 3

Hipoparatiroidisme

Pengertian

Hipoparatiroid adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat.
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh kerusakan
atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid atau tiroid, dan yang lebih
jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid (secara congenital). Kadang-kadang
penyebab spesifik tidak dapat diketahui. (www.endocrine.com)

Etiologi

Jarang sekali terjadi hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anak-
anak dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme :

1. Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama :


o Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total tiroidektomi.
o Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau didapat (acquired).

2. Hipomagnesemia.

3. Sekresi hormon paratiroid yang tidak aktif.

4. Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)

Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai 9,5-
12,5 mgr%).

Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah untuk
mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid. Tujuannya adalah
untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi biasanya terlalu banyak
jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi total tiroidektomi. Hal
ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi
oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau
terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada
banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak dapat dibuat
segera sesudah operasi.
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi kadar PTH
dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap hormon, maka
penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk yang lebih
sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat
meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang,
respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.

Manifestasi Klinis

Hipokalsemia menyebabkan iritablitas sistem neuromuskeler dan turut menimbulkan gejala


utama hipoparatiroidisme yang berupa tetanus.

Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontraksi spasmodik
atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau tanpa upaya untuk melakukan gerakan
volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada
ekstremitas dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan
tetanus yang nyata, tanda-tanda mencakup bronkospasme, spasme laring, spasme karpopedal
(fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia,
fotopobia, aritmia jantung serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi
dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi dapat terjadi. (Brunner & Suddath,
2001)

Komplikasi

1. Kalsium serum menurun

2. Fosfat serum meninggi

Penatalaksanaan

Tujuan adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5 mmol/L)
dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi
hipokalsemia dan tetanus pascatiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan adalah
pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurunkan iritabilitas
neuromuskular dan serangan kejang, preparat sedatif seperti pentobarbital dapat dapat
diberikan.

Pemberian peparat parathormon parenteral dapat dilakukan untuk mengatasi


hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian, akibat tingginya insidens reaksi
alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada
hipokalsemia akut. Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan
adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.

Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan


lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang
atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan
bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernafasan.

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium serum
diketahui. Diet tinggi kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk susu dan
kuning telur merupakan makanan tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena
kandungan fosfor yang tinggi. Bayam juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang
akan membentuk garam kalsium yang tidak laut. Tablet oral garam kalsium seperti kalsium
glukonat, dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel alumunium karbonat (Gelusil,
Amphojel) diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan eksresinya
lewat traktus gastrointestinal.

Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol),
atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan
akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

http://kamus-kesehatan.blogspot.com/2009/12/hipoparatiroidisme.html

Anda mungkin juga menyukai