Anda di halaman 1dari 11

KELAINAN KELENJAR PARATIROID

Ada empat kelenjar paratiroid yang terletak dibelakang kelenjar tiroid. Kelenjar ini
menghasilkan PTH, yang membantu meregulasi kadar kalsium dan mengontrol pembentukan
tulang. Kelainan kelenjar paratiroid melibatkan hiposekresi yang melibatkan penurunan kalsium
serum yang dapat menimbulkan peningkatan kadar kalsium serum yang dapat menyebabkan
aritmia jantung, kelemahan otot dan tulang, serta baju ginjal.1

Kelainan kelenjar paratiroid dapat dikelompokkan menjadi hiperparatiroidisme (termasuk


bentuk primer, sekunder dan tersier) dan hipoparatiroidisme.1

A. Hiperparatiroidisme
a. Definisi

Hiperparatiroidisme adalah berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar


paratiroid ditandai dengan dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung
kalsium.2

Hiperparatiroidisme primer terjadi jika sekresi hormon paratiroid yang berlebihan


disebabkan oleh kelenjar paratiroid yang autonom, menyebabkan hiperkalsemia, dengan insidens
tertinggi pada wanita pasca menopause. Perubahan patologik yang dapat terjadi pada
hiperparatiroidisme primer adalah adenoma, hyperplasia, dan karsinoma.2

Hiperparatiroidisme sekunder terjadi jika hipokalsemia atau devisiensi vitamin D menjadi


stimulus produksi hormone paratiroid, sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dan pasien
defisiensi vitamin D, terutama orang lanjut usia.2

Hiperparatiroidisme tersier disebabkan oleh kelenjar yang berfungsi secara autonomi


pada pasien dengan hiperparatiroidisme sekunder yang telah berjalan lama, misalnya pada kasus
gagal ginjal kronik yang telah berjalan lama.2

b. Epidemiologi

Hiperparatiroid adalah manifestasi paling umum dari beberapa neoplasia endokrin dan
pada usia 40 tahun prevalensinya mendekati 100%. Prevalensi lebih tinggi pada wanita
(perempuan: laki-laki, rasio 2: 1) dan usia yang lebih tua (puncak pada dekade ketujuh
kehidupan). Kebanyakan kasus terjadi pada wanita 74% tetapi kejadian serupa pada pria dan
wanita sebelum 45 tahun adalah sama. Prevalensi meningkat dengan usia, tapi hiperparatiroid
dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia, termasuk anak-anak. Jumlah kasusnya 3
kasus dari 1000 orang.3

Prevalensi hiperparatiroid primer pada wanita menopause adalah> 1%. Di Amerika


Serikat, hiperparatiroid primer dikatakan mempengaruhi 10 sampai 30 orang per 100.000
penduduk. Prevalensi lebih tinggi di Italia dan Swedia, di mana sampai dengan 2% dari wanita
yang lebih tua dari 55 tahun akan terkena penyakit ini . Wanita yang terkena tiga kali lebih sering
dibandingkan pria. Penyakit sudah muncul sejak jaman kuno, dalam pandangan dari laporan
terbaru yang menggambarkan lesi patognomonik dari hiperparatiroid primer di kerangka dari
7000 tahun yang lalu. 3

Prevalensi hiperparatiroid sekunder dan tersier tergantung pada prevalensi penyakit yang
mendasari. Hiperparatiroid sekunder terjadi untuk beberapa derajat di hampir semua pasien
dengan penyakit ginjal kronis yang tergantung dialisis dan dapat menyebabkan hiperparatiroid
tersier. 3

c. Etiologi

Hiperparatiroid primer, kira-kira 85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh
adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan kelenjar (contoh berbagai adenoma
atau hyperplasia, ca ginjal). Sedikit kasus hiperparatiroidisme oleh paratiroid karsinoma.2

Hiperparatiroid sekunder, disebabkan oleh hipokalsemia, kekurangan produksi vitamin D


karena penyakit ginjal, dan hiperpospatemia (hyperplasia paratiroid). 2

Hiperparatiroid tersier, stadium lanjut dari hiperparatiroid sekunder. Penyebabnya masih


belum diketahui. Perubahan mungkin terjadi pada titik pengatur mekanisme kalsium pada
level hiperkalsemik. 2

d. Patofisiologi

Hiperparatiroidisme primer merupakan sekresi PTH yang berlebihan oleh kelanjar


paratiroid. Biasanya kelainan patologi yang melatari adalah berupa adenoma paratiroid pada
salah satu kenlajar kendati hiperplasia (pertumbuhan keempat kelenjar paratiroid), adenoma
multipel pada kelenjar yang berbeda, atau kanker paratiroid juga merupakan kelainan yang
mungkin mengenai kelenjar paratiroid. Pada hasil laboratorium akan terdapat kalsium serta
PTH mengalami kenaikan dalam serum dan fosfat mengalami penurunan. Kalsium, fosfat,
dan cAMP mengalami peningkatan dalam urine.4

Hiperparatiroidisme sekunder kelenjar paratiroid tidak berada dibawah kontrol hipofise.


Sekresi PTH seluruhnya diatur oleh kadar kalsium. Jadi, hiperparatiroidisme sekunder tidak
berkaitan dengan hipofisenya sendiri seperti hal nya dengan penyakit endokrin sekunder
yang lain, tetapi berkaitan dengan kadar kalsium darah: penurunan kadar kalsium darah
menyebabkan peningkatan sekresi PTH. Keadaan ini dapat terjadi sekunder karena defisiensi
vitamin D atau gagal ginjal yang menyebabkan hipokalsemia akibat penurunan aktivitasi
vitamin D.4

Hiperparatiroidisme tersier terjadi ketika hiperparatiroidisme sekunder tetap bertahan


secara abnormal sesudah kegagalan ginjal disembuhkan atau sesudah dilakukan transplantasi
ginjal.4

e. Manifestasi Klinis

Biasanya asimtomatik. Secara kebetulan keadaan ini ditemukan berdasarkan kenaikan


kadar kalsium. Kalau simtomatik, keadaan tersebut ditemukan dengan gejala renal, GI atau
neurologi.5

 Renal: Poliuria, hiperkalsiuria, batu ginjal (batu kalsium oksalat). Jika kronis,
hiperparatiroidisme dapat menimbulkan nefrokalsinosis dan akhirnya gagal ginjal.
 Skeletal: Nyeri dan rasa pegal pada tulang. Peningkatan kadar PTH mengakibatkan
peningkatan aktivitas sel-sel osteoklas yang selanjutnya akan meningkatkan resorpsi
tulang dan menimbulkan osteopenia.
 GI: Nausea, vomitus, penurunan berat badan, konstipasi, anoreksia, penyakit ulkus
peptikum dan pankreatitis akut.
 Neurologi: perubahan sstatus mental, depresi, fatigue.

Pada krisis hiperkalsemik, akan terjadi: Poliuria, dehidrasi dan perubahan status mental.5
f. Pemeriksaan Diagnostik2
 Pemeriksaan darah
 Peningkatan kalsium serum total dan peningkatan hormone paratiroid, penurunan
kadar fosfat serum, peningkatan kadar 1,25-dihidrokasi vitamin D, peningkatan
marker pembentukan (aktivitas osteoblastik) dan resorpsi tulang (osteoklastik). Pada
hiperparatiroidisme sekunder, terjadi peningkatan hormone paratiroid, hipokalsemia
atau defisiensi vitamin D. pasien dengan hiperparatiroidisme tersier memiliki kadar
kalsium darah yang normal atau meningkat, penurunan kadar vitamin D, penurunan
kadar fosfat dan peningkatan fosfatase alkali
 Pencitraan: nefrolitiasis dan gambaran keropos tulang
 Penurunan GFR
 Pemeriksaan urin: hiperkalsiuria, peningkatan ekskresi kalsium urin 24 jam.
 Endokrin: peningkatan kadar PTH
 EKG: interval QT memendek
 Densitometri tulang: penurunan densitas tulang
 Kedokteran nuklir: sestamibi scan

g. Diagnosis banding6
 Hiperkalsemia pada keganasan
 Sarkoidosis
 Myeloma multiple
 Intoksikasi vitamin D
 Sindrom (‘susu-alkali’)
 Tirotoksikosis dan insufisiensi adrenal
 Nefrolitiasis

h. Tatalaksana2
Farmakologis dan bedah
Hiperparatiroidisme primer:
 Eksisi jaringan kelenjar paratiroid abnormal adalah terapi definitive
 Kalsium 1000-1200 mg per hari pasca reseksi
 Pada penyakit ringan: pertahankan hidrasi, bifosfonat (alendronate 10 mg oral sekali
sehari), terapi pengganti hormone estrogen atau reloxifene, dan kalsimimetik
(cinacalcet)

Hiperparatiroidisme sekunder:
 Atasi penyebab primernya
 Terapi dengan kalsium dan vitamin D atau analog vitamin D
 Pengikat fosfat
 Kalsimimetik (cinacalcet)

Hiperparatiroidisme tersier:
 Paratiroidektomi subtotal dan total

i. Komplikasi
Fraktur patologis, pankreatitis, batu ginjal berulang.2

j. Prognosis

Hiperparatiroidisme primer ringan yang tidak ditatalaksana terkait dengan peningkatan


mortalitas, penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal, dan batu ginjal. Pada pasien
hiperparatiroidisme primer asimtomatik, paratiroidektomi bersifat kuratif dan bermanfaat. 2

Pada hiperparatiroidisme sekunder, sekitar 1-2% pasien membutuhkan paratiroidektomi


setiap tahunnya. 2

Pada hiperparatiroidisme terseier, kelenjar abnormal jarang mengalami involusi. 2

B. Hipoparatiroidisme
a. Definisi

Hipoparatiroidisme adalah keadaan berkurangnya hormone paratiroid; yang dapat dibagi


menjadi hipoparatiroidisme herediter dan hipoparatiroidisme akuista. 2
Hipoparatiroidisme herediter terjadi akibat defek genetik, biasanya awitan lebih dini,
sering muncul pada dekade pertama. Hipoparatiroidisme akuista dapat terjadi sekunder
setelah pembedahan pada daerah leher. Penyebab yang lebih jarang adalah jejas imbas radiasi
setelah terapi radioiodine pada hipertiroidisme dan jejas kelenjar pada pasien dengan
hemokromatosis atau hemosiderosis setelah transfusi darah berulang. Hipoparatiroidisme
transient dapat terjadi paska pembedahan untuk hipertiroidisme.2

b. Epidemiologi

Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus


dalam setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam
setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari
pria.3

c. Etiologi7

1) Defisiensi sekresi hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:


 Post operasi pengangkatan kelenjar paratiroid dan total tiroidektomi
 Kerusakan autoimun pada kelenjar paratiroid
2) Hipomagnesemia
3) Resistensi terhadap hormone paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
4) Mutasi genetik pada calsium sensing receptor ( CSAR), PTH, GATA3, GCM2, GNA11
5) Mutasi atau delesi pada
- Autoimmune polyendocrine syndrome type 1 ( AIRE )
- DiGeorge Syndrome ( kromosom 22q )
- Sanjad Sakati/Kenny-Caffey type 1- TBCE
- Kenny-Caffey type 2-FAM 111A
- Mithocondrial DNA

d. Patofisiologi

Pada hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat,


yakni kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa sampai
9,5 - 12,5 mgr%). Pada yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon
paratiroid karena pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama
adalah untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan, tetapi
biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan dengan operasi
total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi kelenjar tiroid dan paratiroid yang
dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat
terkena sayatan atau terangkat. Hal ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada
operasi tiroid. Pada banyak pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid
bersifat sementara sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis
tidak dapat dibuat segera sesudah operasi.7
Pada pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons terhadap
hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua bentuk: (1) pada bentuk
yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak
dapat meningkatkan secara normal konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih
jarang, respons AMP siklik normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu. 7
Metabolisme kalsium juga berhubungan dengan metabolisme vitamin D. 7-
dehydrocholesterol diubah menjadi Vit D3 (cholecalciferol) oleh UVB di kulit. Terjadi
hidroksilasi pertama di hati yaitu diubahnya Vit D3 menjadi 25-OH-D3 (calcidiol).
Hidroksilasi kedua terjadi di ginjal yaitu diubahnya Calcidiol menjadi 1,25(OH)2D3
(calcitriol) yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D. 7
Calcitriol ini akan merangsang peningkatan absorpsi Kalsium di usus, meningkatkan
resorpsi kalsium di tulang dengan dibantu osteoklas dan kemudian juga mengurangi ekskresi
kalsium di ginjal sehingga kadar kalsium serum dalam cairan ekstraseluler meningkat. 7

e. Manifestasi Klinis5
Eksitabilitas neuromuskular yang disebabkan oleh:
 Keletihan dan kelemahan otot
 Matirasa dan rasa kesemutan (parestesia) di sekitar mulut, tangan dan kaki
 Tetani: tanda chvostek (pengetukan nervus fasialis didepan telinga dan
mengakibatkan kontraksi bibir atas dan otot-otot wajah); tanda trousseau
(penggembungan manst tensimeter hingga mencapai tekanan yang melebihi tekanan
darah sistolik mengakibatkan spasme karpal)
 Spasme laring
 Kalsifikasi basal ganglia (dapat menyebabkan gejala parkinsonian). Lensa ocular
dapat pula mengalami kalsifikasi, sehingga terjadi katark
 Depresi, psikosis

f. Pemeriksaan Diagnostik2
 Hipokalsemia, hiperkalsiuria
 Kalsifikasi ganglia basal lebih sering terjadi pada hipoparatiroidisme herediter
 EKG: interval QT memanjang, aritmia

g. Diagnosis Banding2
 Pseudohipoparatiroidisme
 Hipokalsemia oleh sebab lain

h. Tata laksana
Tujuan tata laksana:7
 Target pengobatan untuk mengatur kadar ion kalsium serum pada batas bawah atau
sedikit dibawah level normal pada hipoparatiroid tanpa gejala dan tanda
 Eksresi kalsium urin pada pemeriksaan urinalisa 24 jam berada dalam rentang normal
sesuai jenis kelamin
 Kadar serum fosfor berada dalam rentang normal
 Produk kalsium-fosfor serum sebaiknya berada di bawah 4.4 mmol2 /l2
 Kadar magnesium serum berada pada rentang normal
 Kadar Vitamin D yang adekuat
 Pengobatan disesuaikan dengan kondisi personal dan QoL ( quality of life ) masing-
masing pasien
Tata laksana: 7
 Tatalaksana diberikan pada semua pasien dengan hipoparatitoridisme kronik dengan
gejala hipokalsemia dengan atau tanpa kadar kalsium serum < 2 mmol/l (< 8 mg/dl
kalsium ion serum)
 Pada terapi awal dapat diberikan analog vitamin D aktif ditambah suplemen kalsium
 Jika analog vitamin D aktif tidak tersedia, disaranakan pemberian kalsiferol
 Analog vitamin D aktif yang diberikan dititrasi dengan benar pada pasien yang tidak
memiliki gejala hipokalsemia.
 Dosis uplemen vitamin D yang disarankan 400-800 IU/ hari pada pasien yang
diberikan analog vitamin D aktif
 Pada pasien dengan hiperkalsiuri dipertimbangkan untuk mengurangi asupan kalsium,
diet rendah sodium, dan/atau pemberian diuretik thiazide
 Pada pasien dengan batu ginjal, dilakukan evaluasi faktor risiko batu ginjal dan di
tatalaksana sesuai guideline
 Pada pasein dengan hipomagnesium diberikan terapi untuk meningkatkan kadar
magnesium serum
 TIDAK DISARANKAN pemberian rutin PTH ( paratiroid hormon) atau analognya

Monitoring (rekomendasi): 7
 Pemeriksaan biokimia kadar kalsium serum, magnesium serta kreatinin (fungsi ginjal)
setiap 3-6 bulan
 Pemeriksaan urinalisa 24 jam pada 1 tahun atau 2 tahun setelah terapi
 Pemeriksaan imaging jika ditemukan ada gejala batu ginjal atau peningkatan kadar
kreatinin serum
 Disarankan untuk melakukan pemeriksaan Bone mineral density (BMD) dengan
menggunakan dual energy X-ray absorptimetry ( DXA)

i. Komplikasi2
 Kejang
 Gagal napas
 Parkinsonisme
 Perubahan kronik pada kuku dan rambut
 Katark lentikuler
 Insensitivitas terhadap digoksin

j. Prognosis
Hipoparatiroidisme permanen dapat terjadi pada 3,8% yang menjalani tiroidektomi. 2
DAFTAR PUSTAKA

1. Wungouw HIS, Marunduh SR. Kelenjar Paratiroid. Dalam: Mudah Mempelajari


Patofisiologi. Ed. 4. Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA Publisher; 2014.
289
2. Alwi A, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Hipoparatiroidisme dan
Hiperparatiroidisme. Dalam: PENATALAKSANAAN DI BIDANG ILMU
PENYAKIT DALAM PANDUAN PRAKTIK KLINIS. Jakarta:
InternaPublishing; 2016. 83-92
3. Ferri FF. Hiperparatiroidisme and hipoparatiroidisme. In: Ferri’s CLINICAL ADVISOR.
ED.1. United States: Elsevier; 2014. 218-20
4. Hassan I, Kosasih A. Kalsium, Kelenjar Paratiroid dan Tulang. Dalam:
PATOFISIOLOGI KLINIK. Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA
Publisher; 2013. 244-5.
5. Shahab A. Kelainan Kalsium. Dalam: SINOPSIS ORGAN SYSTEM
ENDOKRINOLOGI. Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA Publisher;
2014. 95
6. Saputra L. Hiperparatiroidisme. Dalam: KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN
KLINIK. Tangerang: BINARUPA AKSARA Publisher; 2009. 80-4
7. Bollerselv J, Rejnmark L. Treatment of chronic hypoparathyroidism. In adults
European Society of endocrinology Clinical Guideline. 2015. 173

Anda mungkin juga menyukai