Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA CAVITIS DAN ABDOMEN

DISUSUN OLEH :

1. YUCEU NURYANTI ( 1033231013 )

2. YULIA SUHARTATY ( 1033231014 )

3. AI KARTINI ( 1033231015 )

TAHUN AJARAN 2023 2024


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karna atas Rahmat
dan Berkatnya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dibuat sebagai tugas Mata
Kuliah. Penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu menyusun makalah ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan proposal ini masih banyak kekurangan


didalamnya karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran bagi pembaca yang
sekiranya dapat membangun dan memotivasi penulisan ini. Untuk berkarya lebih baik
lagi dimasa mendatang. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen Mata
Kuliah yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini
dengan baik.

Purwakarta, 6 Maret 2024

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar belakang....................................................................................................1

B. Tujuan Penulisan..........................................................................................1

C. Manfaat Penulisan..............................................................................................2

BAB II............................................................................................................................4

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................4

A. Pengertian Trauma Capitis dan Abdomen..........................................................4

B. Etiologi...............................................................................................................5

C. Patofisiologi.................................................................................................5

D. PATOFLOW................................................................................................9

E. Manifestasi Klinis..........................................................................................10

F. Komplikasi........................................................................................................12

G. Klasifikasi...................................................................................................12

H. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................15

BAB III.........................................................................................................................18

ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................................18

BAB IV.........................................................................................................................35

PENUTUP....................................................................................................................35

A. Kesimpulan.......................................................................................................35

B. Saran.................................................................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Trauma cavitis adalah penyebab kematian dan kecacatan utama pada


kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi karena kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2007). Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih
dari 700.000 mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan dirumah
sakit, dua pertiga berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak
dibandingkan jumlah wanita, lebih dari setengah semua pasien cedera kepala
mempunyai signifikasi terhadap cedera bagian tubuh lainya. (Smeltzer and Bare,
2012 ).

Terdapat jenis-jenis cedera kepala antara lain cedera kepala ringan, kepala
sedang, dan kepala berat. Asuhan keperawatan cedera kepala atau askep cedera
kepala baik cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat harus
ditangani secara serius. Cedera pada otak dapat mengakibatkan gangguan pada sistem
syaraf pusat sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran. Berbagai pemeriksaan perlu
dilakukan untuk mendeteksi adanya trauma dari fungsi otak yang diakibatkan dari
cedera kepala.

Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari garis
puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal.
Gerakan pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera, pada
pandangan pertama, tampaknya terisolasi ke dada (Ferman, 2003).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

1
Mahasiswa mampu mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Trauma Capitis dan
Abdomen

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Pasien dengan Trauma Capitis dan Abdomen

b. Merumuskan diagnosa keperawata Trauma Capitis dan Abdomen

c. Merencanakan tindakan asuhan keperawatan Trauma Capitis dan Abdomen

d. Melaksanakan implementasi

e. Melakukan evaluasi pada pasien dengan Trauma Capitis dan Abdomen

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pembaca

Dapat memberikan informasi dan pikiran dalam pelaksanaan Asuhan

keperawatan gawat darurat pada Pasien dengan gangguan sistem neorologi.

2. Bagi Penulis

a. Penulis memahami tentang cedera kepala berat baik secara teoritis


maupun secara klinis

b. Penulis dapat memperluas ilmu pengetahuan dan menambah wawasan


tentang Trauma Capitis dan Abdomen

c. Penulis dapat mengaplikasikan kemampuan tindakan kegawatdaruratan


terhadap pasien dengan Trauma Capitis dan Abdomen

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Trauma Capitis dan Abdomen

Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma perut merupakan
luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut
dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 2000).

Cedera kepala adalah salah satu penyebab kematian dan kecacatan paling
utama pada usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas,
(Mansjoer, 2007). Cedera kepala merupakan suatu gangguan trauma dari otak
disertai atau tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak yang dimana ini tidak
diikuti terputusnya kontinuitas dari otak.(Nugroho, 2011) Cidera otak didefinisikan
menyebabkan perubahan fungsi otak seperti nyeri kepala, penurunan kesadaran,
kejang, penurunan fungsi neurologi sebagai dampak trauma tumpul atau tajam pada
kepala (Maharaj, David. 2016)

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen


yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama
organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus
besar, pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen
(Sjamsuhidayat,2002). Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi
anterior dari garis puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke
lipatan gluteal. Gerakan pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen
yang cedera, pada pandangan pertama, tampaknya terisolasi ke dada (Ferman, 2003).

3
B. Etiologi

Penyebab dari cedera kepala :

a. Adanya trauma pada kepala meliputi trauma olehbenda/ serpihan tulang


yang menembus jaringan otak

b. Efek dari kekuatan/energi yang diteruskan ke otak

c. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak

d. Kecelakaan, Jatuh, Trauma akibat persalinan

e. Peningkatan jumlah cairan serebrospinal

f. Peningkatan jumlah darah dalam otak

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :


1. Paksaan /benda tumpul

Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.


Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari
50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

2. Trauma tembus

Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum.


Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka
tembak.

4
C. Patofisiologi

Patofisiologi cedera kepala dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Cedera Primer

Kerusakan karena secara langsung mengalami trauma, antara lain adalah


fraktur tulang tengkorak, robek pembuluh darah (hematoma), kerusakan
jaringan otak (termasuk robeknya duramater, laserasi, dan kontusio).

2. Cedera Sekunder

 Kerusakan lanjutan oleh karena cedera primer yang ada berlanjut


melampaui batas kompensasi ruang tengkorak.

 Hukum Monroe Kellie mengatakan bahwa ruang tengkorak tertutup dan


volumenya tetap. Volume dipengaruhi 3 kompartemen : darah, liquor,
dan parenkim otak.

 Cedera Sekunder dan Tekanan Perfusi :

CPP = MAP - ICP

CPP : Cerebral Perfusion Pressure

MAP : Mean Arterial Pressure

ICP : Intra Cranial Pressure

(Ket : Penurunan CPP kurang dari 70 mmHg menyebabkan iskemia

otak)

3. Edema Sitotoksik

Kerusakan jaringan pada otak mengakibatkan pelepasan yang berlebih seperti


sejenis Neurotransmitter yang mengakibatkan Eksitasi.

5
4. Kerusakan Membran Sel

Kerusakan membran sel dipengaruhi Ca influks yang menjalankan enzim


degradatif yang dimanaini dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA,
protein, dan membran fosfolipid sel dari rendahnya CDP cholin yang dimana
CDP cholin ini berfungsi sebagai prekusor yang banyak digunakan pada
sintesa fosfolipid untuk menjaga integritas dan memperbaiki membran.

5. Apoptosis

Apopotosi merupakan jaringan sel yang mati diteruskan ke Nukleus dari


membran bound apoptotic bodies sehingga terjadi kondensasi kromatin dan
plenotik nuclei yang mengalami fragmentasi DNA dan akhirnya sel tersebut
akan mengecilatau shrinkage.

Trauma Abdomen

1. Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen


Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma
tumpul abdomen. Secara garis besar trauma tumpul abdomen (non
penetrtaing trauma) dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Trauma kompresi

Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan


berhenti bergerak, sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap
bergerak ke depan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian
belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis dan di depan oleh
struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi khusus
mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang menyatakan bahwa
keadaan jaringan pada saat pemindahan energi mempengaruhi

6
kerusakan jaringan. Pada tabrakan, maka penderita akan secara refleks
menarik napas dan menahannya dengan menutup glotis. Kompresi
abdominal mengkibatkan peningkatan tekanan intrabdominal dan dapat
menyebabkan ruptur diafragma dan translokasi organ-organ abdomen
ke dalam rongga thorax. Transient hepatic kongestion dengan darah
sebagai akibat tindakan valsava mendadak diikuti kompresi abdomen ini
dapat menyebabkan pecahnya hati. Keadaan serupa dapat terjadi pada
usus halus bila ada usus halus yang closed loop terjepit antra tulang
belakang dan sabuk pengaman yang salah memakainya.

b. Trauma sabuk pengaman (seat belt)

Sabuk pengaman tiga titik jika digunakan dengan baik,


mengurangi kematian 65%-70% dan mengurangi trauma berat sampai
10 kali. Bila tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat
menimbulkan trauma. Agar berfungsi dengan baik, sabuk pengamna
harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan di atas femur,
tidak boleh mengendur saat tabrakan dan harus mengikat penumpang
dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas SIAS) maka hepar, lien,
pankreas, usus halus, diodenum, dan ginjal akan terjepit di antara sabuk
pengaman dan tulang belakang, dan timbul burst injury atau laserasi.
Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat sabuk yangterlalu tinggi
mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vetebra lumbal.

c. Cedera akselerasi / deselerasi.

Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi


organ, seperti pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak,
sedangkan organ yang distabilisasi tetap bergerak. Shear force terjadi
bila pergerakan ini terus berlanjut, contoh pada ginjal dan limpa denga

7
pedikelnya, pada hati terjadi laserasi hati bagian sentral, terjadi jika
deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum teres.

2. Patofisiologi trauma tajam abdomen


Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka
tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik
yang lebih besar terhadap organ visera, dengan adanya efek tambahan berupa
temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan
kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai
pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga,
isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum (Stone,2003).
Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar,
bergantung jauhnya perjalanaan peluru, besar energi kinetik maupun
kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan
tulangnya. Organ padat akan mengalami kerusakan yang lebih luas akibat
energi yang ditimbulkan oleh peluru tipe high velocity (American College of
Surgeons,2004).

8
D. PATHWAY

Trauma Cavitis Kecelakaan lalu lintas

Cidera kepala

Cedera otak primer Terjadi benturan


Cedera otak sekunder
benda asing

Kontusio cerebri
Kerusakan sel
otak Terjadinya
benturan asing

Gangguan autoregulasi Rangsangan


simpatis Terdapat luka
dikepala
Aliran darah ke otak Tekanan vaskuler
sistemikdan TD Rusaknya bagian
O2 kulit
Gangguan metabolisme
Tek. Pemb.darah
Kerusakan
pulmonal
Integritas jaringan
Asam laktat
kulit
Tek. hidrostatik

Oedema otak
Kebocoran cairan
kapiler TD:kerusakan jaringan
Ketidakefektifan
kulit/lapisan
perfusi jaringan
kulit,pendarahan,hemato
cerebral Oedema paru ma

9
Ketidakefektif pola Penumpukan cairan
napas /sekret

Defusi O2 terhambat

Ketidakefektif bersihan
jalan napas

TD:
PD: penumpukan
1. CT-Scan sputum,ortopnea,
defusi o2
2. Pemeriksaan terhambat
Laboratorium

Trauma Abdomen

PATHWAY

Trauma
(kecelakaan)

Penetrasi & Non-Penetrasi

Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)

10

Menekan saraf peritonitis

Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri

Motilitas usus

Disfungsi usus → Resiko infeksi

Refluks usus output cairan berlebih

Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
dan eloktrolit kebutuhan tubuh

Kelemahan fisik

Gangguan mobilitas fisik

E. Manifestasi Klinis

Trauma Capitis

 Gangguan tingkat kesadaran

 Perubahan ukuran pupil

 Perubahan tanda-tanda vital

 Perubahan fungsi motoric

11
 Pusing kepala

 Terdapat hematoma

 Hilangnya kesadaran kurang lebih dari 30 menit

 Sukar untuk dibangunkan

 Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Trauma Abdomen

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri tekan
2. Nyeri spontan
3. Nyeri lepas
4. Distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum
5. Syok
6. Takikardi
7. Peningkatan suhu tubuh
8. Leukositosis
9. Anorexia
10. Mual dan muntah

Pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya :

1. Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen

2. Terjadi perdarahan intra abdominal

12
3. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan
gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)

4. Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma

5. Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen.

Pada trauma penetrasi biasanya terdapat :

a. Terdapat luka robekan pada abdomen

b. Luka tusuk sampai menembus abdomen

c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak


perdarahan/memperparah keadaan

d. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen

F. Komplikasi

Trauma Capitis

 Perdarahan intra cranial

 Kejang

 Parese saraf cranial

 Meningitis atau abses otak

 Infeksi pada luka atau sepsis

13
 Edema cerebri

 Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK

 Kebocoran cairan serobospinal

 Nyeri kepala setelah penderita sadar

Trauma Abdomen

Menurut Smeltzer (2001), komplikasi dari trauma abdomen yang


mungkin terjadi yaitu :
a. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
b. Lambat : infeksi

G. Klasifikasi

Trauma Capitis

Jika dilihat dari ringan sampai berat :

1. Cedera kepala ringan atau CKR terjadi jika GCS pasien diantara 13-15, pada
GCS ini pasien dapat kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tetapi ada
juga yang mengatakan kurang dari 2 jamjika pasien ada cedera lain seperti
fraktur tengkorak, kontusio atau temotom yang nilainya sekitar 55%.

2. Cedera kepala kepala sedang atau CKS terjadi jika GCS pasien antara 9-12,
pada GCS ini pasien dapat hilang kesadaran atau amnesia antara 30 menit
sampai 24 jam pasien dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
atau bingung.

14
3. Cedera kepala berat atau CKB terjadi jika GCS pasien 3-8, pasien
dapatkehilangan kesadaran lebih dari 24 jam, cedera ini juga meliputi contusio
cerebral, laserasi atau edema.

Selain itu juga ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :

1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak


tulang tengkorak.

2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai
edema cerebra.

Skala GCS :

Membuka mata : Spontan :4

Dengan perintah :3

Dengan Nyeri :2

Tidak berespon :1

Motorik : Dengan Perintah :6

Melokalisasi nyeri :5

Menarik area yang nyeri :4

Fleksi abnormal :3

Ekstensi :2

Tidak berespon :1

Verbal : Berorientasi :5

15
Bicara membingungkan :4

Kata-kata tidak tepat :3

Suara tidak dapat dimengerti :2

Tidak ada respons :1

Trauma Abdomen

1. Trauma Tumpul
Trauma tumpul paling sering terjadi pada kasus kecelakaan
kendaraan bermotor. Cedera terjadi sekunder terhadap geser, robek, atau
kekuatan dampak langsung. Kehadiran tanda sabuk pengaman merupakan
indikasi cedera intra-abdomen dalam setidaknya 25% kasus. Memastikan
apakah hanya sabuk pangkuan digunakan, terutama pada anak-anak. Lap-
satunya hambatan pada anak-anak mempengaruhi mereka untuk cedera intra-
abdomen seperti perforasi usus dan robekan mesenterika. Evaluasi tulang
belakang lumbal direkomendasikan karena cedera ini mungkin terkait dengan
fraktur transversal tulang belakang lumbal (Chance fracture) (Stone,2003).

2. Trauma Tajam
Setiap luka di bawah garis yang ditarik melintang antara puting
harus diperlakukan sebagai memiliki potensi untuk lintasan intra-abdominal.
Seperti disebutkan sebelumnya, cairan intravena harus digunakan dengan
bijaksana dalam manajemen pra-rumah sakit. Sebelum tiba di Departemen
Kegawatdaruratan, pasien dapat diberikan cairan yang cukup untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik 90 mmHg, bukan resusitasi multiliter.
Jika luka tembus hadir, dimulai terapi antibiotik dan mengelola booster
tetanus awal pengobatan(Stone,2003).
a) Luka tembak

16
Diamanatkan bahwa semua luka tembak dengan lintasan intra-
abdomen diperlukan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah
menggambarkan pendekatan yang kurang agresif untuk subset yang dipilih
dengan cermat pasien dengan trauma tembus ke perut termasuk beberapa
luka tembak kecepatan rendah. Manajemen nonoperative luka tembak
yang menembus peritoneum yang kontroversial. Pasien dengan hipotensi
meskipun diberi resusitasi kristaloid akan memerlukan laparotomi segera
eksplorasi, antibiotik untuk menutupi flora pada abdomen, dan booster
tetanus. Untuk pasien hemodinamik stabil, invasi intraperitoneal telah
dikesampingkan, manajemen konservatif luka yang dangkal dan tangensial
ke abdomen dapat digunakan (Stone,2003).

b) Luka Tusukan

Pasien dengan luka tusukan memerlukan resusitasi serta booster tetanus dan antibiotik
jika kemungkinan keterlibatan intraperitoneal diduga. DPL, CT scan, dan laparoskopi
dapat digunakan. Jika kemungkinan keterlibatan peritoneal telah dikesampingkan,
pasien dapat dengan aman diarahkan kepada instruksi perawatan luka lokal. Jika
peritoneum telah terkena, diperlukan laparotomi eksplorasi. Serupa dengan
pengelolaan luka tembak kecepatan rendah seperti yang disebutkan di atas, beberapa
ahli bedah telah mulai mengamati subset yang dipilih dengan cermat pada pasien
dengan tidak ada tanda cedera intraperitoneal pada pemeriksaan fisik atau
diidentifikasi oleh modalitas pencitraan seperti CT scan

H. Pemeriksaan Diagnostik

Trauma Capitis

1. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas


darah.

17
2. CT-Scan

3. MRI

4. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti


perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

5. X-Ray : digunakan untuk melihat perubahan struktur tulang (fraktur) pasien,


perubahan struktur garis (perdarahan dan edema) pasien, fragmen tulang
pasien, dan Ronsent Tengkorak maupun thorak pasien.

6. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan


subarachnoid.

7. ABGs : digunakan untuk mengecek masalah pernafasan (oksigenasi) jika


pasien mengalami peningkatan tekanan intrakranial.

8. Kadar Elektrolit:digunakan untuk mengecek keseimbangan elektrolit pasien


karena peningkatan tekanan intrakranial. (Musliha, 2010).

Trauma Abdomen

1. Radiologi
Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk
penatalaksanaan pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi
diindikasikan pada pasien stabil, jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak
bisa disimpulkan diagnosik.
Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi
dan dapat beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang
tidak koopertatif ini harus dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau cedera

18
otak. Demi kelancaran, pasien tersebut dapat dipertimbangkan untuk diberi
sedatif.
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax
AP, dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan
multitrauma. Rontgen foto abdomen 3 posisi (telentang, setengah tegak dan
lateral dekubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas di bawah
diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang kalau ada
pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya
bayangan psoas menunjukkan adanya kemungkinan cedera retroperitoneal.
Foto polos abdomen memiliki kegunaan yang terbatas, dan sudah digantikan
oleh CT-scan dan USG
2. Computed Tomography ( CT-scan )
CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport
penderita ke scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan
scanning dari abdomen atas bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu
dan hanya digunakan pada penderita dengan hemodinamik normal. CT-scan
mampu memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ
tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat mendiagnosis cedera
retroperitoneum dan organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan
fisik maupun DPL. Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi
penundaan karena menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan
alergi terhdap bahan kontras.
3. Ultrasound
Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah
intraperitonum setelah terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah
intraperitoneal dimana sering didapati akumulasi darah, yaitu pada

a. kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan)

b. kuadran kiri ats abdomen (perisplenic dan perirenal kiri)

19
c. Suprapubic region (area perivesical)

d. Subxyphoid region (pericardiumhepatorenal space)

Daerah anechoic karena adanya darah dapat terlihat paling jelas jika dibandingkan
dengan organ padat di sekitarnya. Banyak penelitian retrospektif menyatakan manfaat
USG pada pasien dengan hemodinamik yang stabil atau tidak stabil untuk mendeteksi
adanya perdarahan intraperitoneal. Beberapa RCT menunjukkan penggunaan FAST
untuk diagnostik akan menghasil pasien dengan hasil perawatan yang lebih baik

4. Diagnostic Peritoneal Lavage

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada


penatalaksanaan trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien yang
memiliki resiko tinggi cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan dan USG
hanya terdeteksi sedikit cairan, dan pada pasien dengan demam yang nyata,
peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini berlangsung selama 6-12 jam setelah cedera
organ berongga.

20
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA


A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran
saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus
otot.
e. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah
(hiper/normotensi),perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi,
takhikardi dan aritmia.

21
f. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengar-an, perubahan penglihatan, diplopia,
gangguanpengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental
(orientasi,kewas-padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil
(respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan
dan pembauan serta pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang.Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang
nyeri yang hebat, gelisah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.
b. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen
tulang.
c. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.

22
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran
urine dan elektrolit meningkat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori
dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
e. Penuruna kapasitas adaptif intakranial.
f. Hambatan interaksi sosial.
g. Kelebihan volume cairan.
h. Gangguan rasa nyaman.
i. Gangguan pertukaran gas.
j. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

C. Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil

1. Risiko  Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah


ketidakefektifan status sirkulasi yang tertentu yang peka terhadap
perfusi jaringan ditandai dengan: panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
otak  tekanan systole dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
 Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi. - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada tanda-tanda

23
peningkatan tekanan proteksi.
intrakranial (tidak - Batasi gerakan pada kepala,
boleh dari 15 mmHg), leher dan punggung.
 Mendemonstrasikan - Monitor kemampuan BAB.
kemampuan kognitif - Kolabrasi pemberian
yang ditandai dengan: analgetik.
- Berkomunikasi - Diskusikan mengenai
dengan jelas dan penyebab perubahan sensasi.
sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.

2. Hambatan  Klien meningkat - Monitoring vital sign


mobilitas fisik dalam aktivitas fisik. sebelum/ sesudah latihan.
 Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi
peningkatan dari fisik tentang rencana
peningkatan mobilitas. ambulasi sesuai dengan
 Memverbalisasikan kebutuhan.
perasaan dalam - Kaji pasien dalam mobilisasi.
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.

3. Gangguan  Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas, gunakan


pertukaran gas peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
dan oksigenasi yang

24
adekuat. bila perlu.
 Memelihara - Posisikan pasien untuk
kebersihan paru-paru memaksimalkan ventilasi.
dan bebas dari tanda - Identikasi pasien perlunya
distress pernafasan. pemasangan alat jalan nafas
 Mendemonstrasikan buatan.
batuk efektif dan suara - Pasang mayo bila perlu.
nafas yang bersih, - Lakukan fisioterapi dad bila
tidak ada sianosis dan perlu.
dyspneu (mampu - Keluarkan secret dengan
mengeluarkan sputum, batuk atau saction.
mampu bernafas - Auskultasi suara nafas, catat
dengan mudah, tidak adanya suara tambahan.
ada pursed lips). - Lakukan suction pada mayo.
 Tanda-tanda vital - Berikan bronkodilator bila
dalam rentang normal. perlu.
- Berikan pelembab udara.

4. Ketidakefektifa  Mendemonstrasikan Airway Management


n pola nafas batuk efektif dengan
- Buka jalan nafas dengan
berhubungan suara nafas yang besih,
teknik chin lift atau jaw thrust
dengan tidak ada sianosis dan
bila perlu
penurunan dyspneu (mamou
- Posisikan pasien untuk
ekspansi paru mengeluarkan septum,
memaksimalkan ventilasi
mampu bernafas
Definisi : - Identifikasi pasien perlunya
dengan mudah, tidak
Inspirasi atau pemasangan alat jalan nafas
ada pursed lips)
ekspirasi yang buatan
 Menunjukkan jalan
tidak memberi - Pasang mayo bila perlu
nafas yang paten
ventilasi - Auskultassi suara nafas, catat

25
Batasan (klien tidak merasa adanya suara tambahan
Karakteristik: tercekik, irama nafas, Oxygen Therapy
frekuensi pernafasan
 Perubahan - Bersihkan mulut, hidung dan
dalam rentang normal,
kedalaman sekret trakea
tidak ada suara
bernafas - Pertahankan jalan nafas yang
abnormal)
 Penurunan paten
 Tanda- tanda vital
tekanan - Atur peralatan oksigen
dalam rentang normal
ekspirasi - Monitor aliran oksigen
(tekanan darah, nadi,
 Penurunan - Pertahankan posisi pasien
pernafasan)
ventilasi se - Observasi adanya tanda –
menit tanda hiperventilasi
 Penurunan - Monitor adanya kecemasan
kapsitas vital pasien terhadan oksigenasi
Vital Sign Monitoring

- Monitor TD,nadi,suhu,dan
RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

5. Ketidakseimban  Adanya peningkatan Nutrition Management


gan nutrisi berat bedan sesuai
- Kaji adanya alergi makanan
kurang dari dengan tujuan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan  Berat badan ideal
untuk menentukan jumlah
tubuh sesuai dengan tinggi
kalori dan nutrisi yang di
badan
Definisi : butuhkan pasien
 Mampu
asupan nutrisi - Anjurkan pasien untuk

26
tidak cukup mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk
kebutuhan  Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein dan
metabolik malnutrisi vitamin C
 Menunjukkan - Kaji kemampuan pasien
Batasan
peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
karakteristik :
pengecapan dari yang dibutuhkan
 kram abdomen menelan
Nutrition monitoring
 nyeri abdomen  Tidak terjadi
 menghindari penurunan berat badan - BB pasien dalam batas
makanan normal
- Monitot adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan

6. Gangguan rasa  Mampu mengontrol Anxiety reduction


nyaman kecemasan
- Nyatakan dengan jelas
 Status lingkungan
Definisi : merasa harapan terhadap pelaku
yang nyaman
kurang senang, pasien
 Mengontrol nyeri
lega dan - Jelaskan semua prosedur dan
 Kualitas tidur dan
sempurna dalam apa yang dirasakan selama
istirahat adekuat
dimensi fisik, prosedur
 Agresi pengendalian
psikospiritual, - Berikan obat untuk
diri
lingkungan dan mengurangi kecemasan
 Respon terhadap
sosial
pengobatan
Batasan  Control gejala
karakteristik  Status kenyamanan

27
 Ansietas meningkat
 Menangis  Dapat mengontrol
 Gangguan ketakutan
pola tidur  Support social
 Takut  Keinginan untuk hidup
 Ketidakmamp
uan untuk
rileks

7. Hambatan  Menggunakan Socialization Enhancement


interkasi social aktivitas yang
- Buat interaksi terjadwal
Definisi : menenangkan,
- Dorong pasien ke kelompok
Insufisiensi atau menarik dan
atau program keterampilan
kelebihan menyenangkan untuk
interpersonal yang
kuantitas atau meningkatkan
membantu meningkatkan
ketidakefektifan kesejahteraan interaksi
pemahaman tentang
kualitas sosial dengan orang,
pertukaran informasi atau
perukuran social kelompok,atau
sosialisasi, jika perlu
organisasi
- Identifikasi perubahan
 Memahami dari
perilaku tertentu
dampak diri perilaku
- Berikan umpan balik positif
diri pada interaksi
jika pasien berinteraksi
sosial
dengan orang lain
 Mendapatkan /
- Fasilitas pasien dalam
meningkatkan
member masukkan dan
keterampilan interaksi
membuat perencanaan
sosial,kerja
- Anjurkan bersikap jujur dan
sama,ketulusandan
apa adanya dalam
saling memahami
berinteraksi dengan orang

28
 Perkembangan lain
fisik,kognitif,dan - Anjurkan menghargai orang
psikososial anak sesuai lain
dengan usianya - Minta dan harapkan
informasi verbal

8. Kelebihan  Terbebas dari edema, Fluid management


volume cairan efusi, anaskara - Timbang popok/pembalut
Definisi :  Memelihara fena jika diperlukan
Peningkatan sentral, tekanan - Pertahankan catatan intake
retensi cairan kapiler paru, output dan output yang akurat
isotonik jantung dan vital sign - Pasang urine kateter jika
dalam batas normal diperlukan
 Terbatas dari - Monitor status nutrisi
kelelahan kecemasan - Kolaborasi pemberian
atau kebingungan diuretik sesuai intruksi
 Menjelaskan - Batasi masukan cairan pada
endikator kelebihan keadaan hiponatrermi dilusi
cairan dengan serum Na < 130
mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebihan muncul
memburuk

9. Resiko  Mempertahankan Fluid management


ketidakseimbang urine output sesuai - Timbang popok/pembalut
an elektrolit dengan usia dan BB, jika diperlukan
Definisi : BJ urine normal, HT - Pertahankan catatan intake
Berisiko normal dan output yang akurat
mengalami  Tekanan darah, nadi, - Monitor vital sign monitor

29
perubahan kadar suhu tubuh dalam status nutrisi
dan elektrolit batas normal - Berikan cairan IV pada suhu
serum yang dapat  Tidak ada tanda-tanda ruangan
mengganggu dehidrasi, elastisitas - Dorong masukan oral
kesehatn turgor kulit baik, - Pelihara IV line
membran mukosa - Monitor tingkat HB dan
lembab, tidak ada hematokrit
rasa haus yang - Monitor tanda vital
berlebihan - Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan

10. Penurunan  Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure (ICP)


kapasitas adaptif status sirkulasi yang Monitoring (monitor tekanan
intrakranial ditandai dengan: intracranial)
Definisi : - Tekanan systole - Berikan informasi kepada
Mekanisme dan diastole keluarga
dinamika cairan dalam rentang - Monitor tekanan perfusi
intracranial yang yang diharapkan serebral
normalnya 120/80 mmHg - Catatan respon pasien
melakukan - Tidak ada terhadap stimulasi
kompensasi untuk ortostatik - Monitor tekanan intracranial
meningkatkan hipertensi dan respon neurology
volume - Tidak ada terhadap aktifitas
intrakranial tanda-tanda - Monitor intake dan out put
mengalami peningkatan cairan
gangguan, yang tekanan - Monitor suhu dan angka
menyebabkan intrakranial WBC
peningkatan (tidak lebih dari - Kolaborasi pemberian anti
tekanan

30
intracranial (TIK) biotik
15 mmH)
secara tidak
 Mendemonstrasikan
merata dan
kemampuan kognitif
berespon terhadap
yang ditandai dengan:
berbagai stimuli
- Berkomunikasi
ynag berbahaya
dengan jelas yang
dan tidak
sesuai dengan
berbahaya
kemampuan
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuka
keputusan dengan
benar
 Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
infolunter

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

31
3.1 Pengkajian

1. Riwayat Penyakit
A. Keluhan Utama
Klien mengeluh Sakit pada perut sebelah kanan.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengeluh sakit pada perut sebelah kanan dan merasa ampeg pada
bagian dada dan menjulur ke punggung bagian kanan.

C. Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang
menderita penyakit serupa.

2. Primary Survay
a. Airway

Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret

b. Breathing
Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit

R : 26x/menit, pernafasan reguler

c. Circulasi
TD : 120/80 mmHg, N : 88x/menit, Capillary reffil : < 2 detik,
Terdapat hematoma pada perut bagian kanan
d. Disability
Kesadaran : Compos Mentis
e. Exposure

32
Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah
kanan

Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1) Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat
digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak
anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
2) Leher
Tidak ada kaku kuduk
3) Paru
 Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
 Palpasi : fremitus vokal kanan dan kiri sama
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : vesikuler
4) Abdomen
 Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
 Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit
 Palpasi : tidak ada pembesaran hati
 Perkusi : pekak

5) Ekstremitas

Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot
ektermitas atas dan bawah dalam batas normal

ANALISA DATA

33
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan

1. DS : Trauma Nyeri akut


abdomen
Klien mengatakan perut sebelah
kanan sakit

P : bila bergerak dan bernafas

Q : seperti tertusuk-tusuk

R : perut sebelah kanan

S :7

T : hilang timbul

DO :

Klien tampak mengerang-erang


menahan sakit.

Terdapat luka lecet dan jejas pada


abdomen sebelah kanan

2. DS : Penurunan Pola nafas tidak


ekspansi paru efektif
Klien mengatakan sesak nafas

Klien mengatakan perut sebelah


kanan terasa ampeg

DO :

34
Klien gelisah

R : 26x/menit

3. DS : - Luka non- Ansietas


penetrasi
DO :
abdomen
Terdapat luka lecet pada perut kanan

Terdapat jejas dan hematoma pada


abdomen sebelah kanan

Hb : 14,5 g/dl

Leukosit : 12,1 103/ul

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Nyeri akut b/d Trauma abdomen


b) Pola nafas tidak efektif b/d Penurunan ekspansi paru
c) Ansietas b/d Luka non-penetrasi abdomen

INTERVENSI KEPERAWATAN

No Tujuan/Kriteria Intervensi Rasional

35
Dx Hasil

1. Setelah dilakukan  Kaji intensitas nyeri Untuk menentukan intervensi


tindakan yang tepat.
keperawatan  Jelaskan penyebab nyeri
Untuk menenangkan klien dan
selama 1x 30
keluarga.
menit, diharapkan
nyeri klien hilang  Beri posisi nyaman Meningkatkan kenyamanan
 Ajarkan teknik relaksasi klien. Mengurangi ketegangan
Dengan KH :
otot sehingga mengurangi
Klien mengatakan nyeri.
nyeri klien hilang Kolaborasi:
Analgetik berfungsi
Klien tampak Kolaborasi dengan dokter menghilangkan nyeri
rileks untuk pemberian analgetik

2. Setelah dilakukan Kaji pola nafas Untuk menentukan intervensi


tindakan yang tepat
Kaji tanda vital
keperawatan 1x10
Mengetahui perkembangan
menit, nyeri Posisikan klien semi fowler
klien
teratasi
Kolaborasi : Beri oksigen
Mengurangi sesak nafas
Dengan KH : sesuai indikasi
Mengurangi sesak nafas
Klien tidak
mengalami sesak
nafas, pola nafas
klien membaik

36
3. Setelah dilakukan Kaji tingkat cemas kelien Untuk menghilangkan ansitas
tindakan klien
Tanyakan penyebab cemas
keperawatan 1x24
klien
jam, Ansietas
kelien hilang Beritahu klien mengenai
perdaran dan penyebab
Dengan KH :
hematoma
Tidak ada tanda-
tanda cemas

Suhu tubuh normal


: 36-37

D. Implementasi Keperawatan

Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari,


namun ada beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya
peralatan, seringnya tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara
bergantian, sehingga resiko infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/
praktikan yang melakukan ganti balut tanpa komunikasi terapeutik dengan
keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar.

Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu
meliputi persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan
menggunakan prinsip steril.

E. Evaluasi

37
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data
subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung
dari respon klien.

38
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menujukan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT scan
dengan hasil nilai GCS pada pasien cedera kepala.dimana hal ini dapat dipengaruhu
oleh efek buruk cedera kepala kerena melalui mekanisme langsung dan juga tidak
langsung.pengaruh secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi
sedangkan trauma secara tidak langsung merupakan cidera otak sekunder yang bisa
terjadi bberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita
terpapar trauma.cedera otak sekunder yang bisa terjadi setelah beberapa jam setelah
kejidian bahwa bebrapa hari setelah kejadian terpapar trauma.cedera otak sekunder
terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala.
Berdasarkan mekanisme trauma abdomen, terbagi atas 2 yaitu :
A. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
B. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau
sabuk pengaman (set-belt).

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekeurangan pada makalah ini,oleh karena
itu penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini agar
penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian harinya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

39
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan.(Edisi 1). Dewan Pengurus Pusat


Persatuan Perawat Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (Edisi 1 :). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan (Edisi 1 :). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Mansjoer, Arif. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid II. Jakarta: Media

Aesculapius

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah Dan Paenyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

Sjahrir H. Nyeri kepala. Kelompok Studi Nyeri Kepala. Medan: USU Press; 2004. p.

2.

Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.

40

Anda mungkin juga menyukai