Anda di halaman 1dari 24

KARYA ILMIAH

UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP


LAMBANG BILANGAN MELALUI BERMAIN LOOSE PART
PADA ANAK USIA DINI
Disusun oleh:
Nama : Ridhokhah
NIM : 857703535
E-mail : rind.ch9@gmail.com

ABSTRAK

Kegiatan bermain bagi anak merupakan hal yang menyenangkan, melalui kegiatan
bermain perkembangan fisik, intelektual, emosi, dan sosial anak akan tumbuh dan
berkembang dengan baik. Mengenalkan konsep lambang bilangan pada anak dengan cara
pembelajaran yang monoton akan membuat anak sudah merasa bisa dan biasa dilakukan
meskipun ia belum begitu memahaminya, apalagi hanya dengan menulis angka secara
urut dilembaran kosong yang tidak ada gambar atau variasi apapun, akan membuat anak
bosan dan kurang semangat. Pengembangan aspek kognitif melalui pembelajaran konsep
lambang bilangan di TK Islam Al Fath sudah diberikan melalui permainan yang telah
disiapkan guru sesuai dengan tema yang dipelajarinya. anak kelompok A masih ada yang
belum menguasai konsep lambang bilangan 1 sampai 10. Hasil pengamatan pembelajaran
di TK Islam Al Fath Semarang, anak-anak yang sudah memahami konsep lambang
bilangan 1 sampai 10 baru mencapai 30%. Peneliti bermaksud melakukan tindakan
inovasi perbaikan pembelajaran dengan judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep
Lambang Bilangan Melalui Bermain Loosepart Pada Anak Kelompok A di TK Islam Al
Fath Semarang Tahun Ajaran 2021/ 2022” pelaksanaan perbaikan dilakkan menggunakan
metode perbaikan tindakan kelas melalui perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan
refleksi. Perbaikan dilaksanakan 2 siklus; siklus pertama berhasil meningkat menjadi
55% dan siklus 2 tindakan perbaikan telah mencapi keberhasilan 95% yang berarti
pemahaman konsep lambang bilangan melalui bermain loose part dapat meningkatkan
kemampuan membilang anak kelompok A di TK Islam Al Fath Semarang.

Kata kunci: konsep lambang bilangan, bermain, loose part.


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Identifikasi Masalah
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan
yang di tujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut (dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I, pasal 1 butir 14). Menurut Asef
Umar Fakhruddin (2010) Pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Kegiatan bermain bagi anak-anak merupakan hal yang
menyenangkan. Karena melalui kegiatan bermain, perkembangan
fisik, intelektual, emosi, dan sosial anak akan tumbuh dan
berkembang dengan baik. Fase-fase perkembangan anak dikenal
juga dengan masa peka, dimana perkembangan fungsi jasmani
ataupun rohani seorang anak, berkembang dengan cepat jika
mendapat latihan yang baik dan kontinyu. Masa peka diantara anak
yang satu dengan yang lainnya memang tidak mudah untuk
diketahui, sebab hal ini memerlukan penelitian yang seksama
melalui berbagai macam percobaan.
Pemahaman konsep bilangan merupakan bagian dari
matematika, yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,
terutama konsep lambang bilangan yang merupakan juga dasar bagi
pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk
mengikuti pendidikan dasar (Depdiknas, 2007: 1). Kegiatan
pemahaman konsep bilangan untuk anak usia dini dirancang agar
anak mampu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan
berhitung yang bisa menjadi bekal untuk kehidupannya pada abad
mendatang yang menekankan pada kemampuan memecahkan
masalah.
Mengenalkan konsep lambang bilangan pada anak dengan cara
atau permainan yang sudah sering dilakukan, akan membuat anak
sudah merasa bisa dan biasa dilakukan meskipun ia belum begitu
memahaminya, apalagi hanya dengan menulis angka secara urut
dilembaran kosong yang tidak ada gambar atau fariasi apapun, akan
membuat anak bosan dan kurang semangat. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis bermaksud ingin melakukan perbaikan
pembelajaran dengan judul “Upaya Meningkatkan Pemahaman
Konsep Lambang Bilangan Melalui Bermain Loosepart Pada Anak
Kelompok A di TK Islam Al Fath Semarang Tahun Ajaran 2021/
2022”.
2. Analisis Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka analisis masalah pada
penelitian ini adalah:
a. Kurangnya keterampilan inovasi dalam pembelajaran pada
pendidik dalam memberikan stimulus pada anak didik dan
pembelajaran masih banyak menggunakan lembar kerja.
Membuat anak merasa bosan daan jenuh dalam belajar.
b. Guru kurang kreatif dalam memilih metode pembelajaran
membilang yang tepat sehingga anak kurang bersemangat dalam
belajarnya
c. Model pembelajaran yang monoton untuk meningkatkan
kemampuan memahami konsep lambang bilangan tidak banyak
menggunakan ragam main.
3. Alternatif dan Prioritas Pemecahan Masalah
Berdasarkan analisis masalah diatas, maka terdapat alternatif
pemecahan masalah yaitu melalui bermain loosepart dalam
pembelajaran sebagai upaya meningkatkan pemahaman konsep
lambang bilangan pada anak usia dini. Anak dapat mengenal benda-
benda disekitar melalui bermain loose part yang ada disekitarnya.
Loose part dapat meningkatkan kemampuan anak untuk memahami
konsep lambang bilangan melalui bermain.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah pada
penelitian ini, yaitu:
“Bagaimana Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Lambang
Bilangan Melalui Bermain Loose Part pada Anak Kelompok A di TK
Islam Al Fath Semarang Tahun Ajaran 2021/ 2022?”
C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Perbaikan ini bertujuan untuk mengetahui meningkatkan
pemahaman konsep lambang bilangan melalui bermain loose part pada
anak kelompok A di TK Islam Al Fath Semarang tahun ajaran 2021/
2022.
D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Manfaat bagi siswa
a. Meningkatkan motivasi dan aktivitas belajar anak dalam aspek
kognitif
b. Meningkatkan pemahaman konsep lambang bilangan pada anak
c. Mengembangkan pengetahuan anak terhadap konsep lambang
bilangan
2. Manfaat bagi guru
a. Memperoleh wawasan dalam memilih dan mengunakan alternatif
pembelajaran dalam aspek kognitif.
b. Menambah wawasan dan kemampuan guru dalam melaksanakan
perencanaan pembelajaran
c. Dapat memperbaiki proses pembelajaran dan mengembangkan
profesionalisme guru.
3. Manfaat bagi sekolah
a. Meningkatkam kualitas pendidikan di sekolah
b. Sekolah dipercaya dan didukung masyarakat jika mutu atau
sumber daya manusia memadai dan profesional.

II. KAJIAN PUSTAKA


1. Pengertian Konsep Lambang Bilangan
Menurut Soedjadi (2000), pengertian konsep adalah ide abstrak
yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan
yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah. Menurut
Singarimbun dan Effendi (2009), pengertian konsep adalah generalisasi
dari sekelompok fenomena tertentu, sehingga dapat dipakai untuk
menggambarkan berbagai fenomena yang sama, konsep merupakan suatu
kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang dirumuskan,
dalam merumuskan kita harus dapat menjelaskannya sesuai dengan
maksud kita memakainya. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal
atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah
atau kata (Malo dkk,1985:46). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut,
maka konsep adalah suatu kesatuan pengertian tentang suatu gagasan
atau persoalan yang dirumuskan tentang suatu obyek ataupun gejala
social yang dinyatakan dalam istilah.
Menurut Dali (1980), bilangan adalah suatu abstraksi, sebagai
abstraksi bilangan tidak memiliki keberadaan secara fisik. Hal serupa
disampaikan oleh (Sudaryanti, 2006), bahwa bilangan adalah suatu obyek
matematika yang sifatnya abstrak dan termasuk kedalam unsur yang
tidak di definisikan. Sementara itu menurut Soedadiatmodjo, dkk (1983)
bilangan adalah suatu ide yang digunakan untuk menggambarkan atau
mengabstraksikan banyaknya anggota suatu himpunan.
Bilangan merupakan suatu ide yang digunakan untuk
menggambarkan banyaknya anggota suatu himpunan. Bilangan itu
sendiri tidak dapat dilihat, ditulis, dibaca dan dikatakan karena
merupakan suatu ide yang hanya dapat dihayati atau dipikirkan saja.
2. Hakekat Perkembangan Anak
Menurut Papalia (2009) perkembangan itu bersifat sisitematis
artinya perkembangan bersifat berkesinambungan dan terorganisir.
Perkembangan juga bersifat adaptif artinya perkembangan terjadi
untuk menghadapi kondisi kondisi dalam kehidupan. Setiap anak
lahir lebih dari satu bakat. Bakat tersebut bersifat potensial dan
ibaratnya belum muncul diatas permukaan. Anak perlu diberikan
pendidikan yang sesuai dengan perkembangannya dengan cara
memperkaya lingkungan bermainnya.
3. Kemampuan Matematis
Kemampuan matematis didefinisikan oleh National Council of
Teachers of Mathematics (NCTM) (1999) sebagai, "Mathematical
power includes the ability to explore, conjecture and reason
logically to solve non-routine problems, to communicate about and
through mathematics and to connect ideas within mathematics and
between mathematics and other intellectual activity”. Artinya, daya
matematis mencakup kemampuan untuk mengeksplorasi, menduga
dan menalar secara logis untuk memecahkan masalah non-rutin,
untuk berkomunikasi tentang dan melalui matematika dan untuk
menghubungkan ide-ide dalam matematika dan antara matematika
dan aktivitas intelektual lainnya. Kemampuan matematis terdiri dari:
penalaran matematis, komunikasi matematis, pemecahan masalah
matematis, pemahaman konsep, pemahaman matematis, berpikir
kreatif dan berpikir kritis.
4. Pengertian Media Bermain
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara
harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Association of
Education and Communication Technology (AECT) memberikan
definisi media sebagai sistem transmisi, bahan dan peralatan yang
tersedia untuk menyampaikan pesan tertentu (Sutirman, 2013:15).
Media adalah sarana atau alat yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari pengirim kepada penerima pesan, dengan tujuan
meningkatkan pemahaman penerima pesan.
Pentingnya arti bermain bagi anak, mendorong seorang tokoh
psikologi dan dan filsafat terkenal, Johan Huizinga untuk ikut
merumuskan teori bermain. Ia mengemukakan bahwa bermain
adalah hal dasar yang membedakan manusia dengan hewan. Melalui
kegiatan bermain tersebut terpancar kebudayaan suatu bangsa.
Barmain merupakan bagian terpenting dari perkembangan
emosional, sosial, fisik, dan motorik seorang anak. Bermain adalah
cara setiap anak untuk belajar tentang tubuh dan dunianya. Bermain
merupakan sarana belajar untuk anak usia dini. Titin Pramono (2012)
menyatakan bahwa melalui media yang digunakan, anak dapat
melatih koordinasi antara mata dan tangan sebagai pembelajaran
akan memperoleh banyak hal baru dari aktivitas bermainnya.
4. Manfaat Media Pembelajaran
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran
adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga
pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Kemp dan Dayton
(1985) mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam
pembelajaran yaitu: penyampaian materi pelajaran dapat
diseragamkan. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik.
Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan
proses belajar. Merubah peran guru ke arah yang lebih positif dan
produktif. Schramm (1977) dikutip dalam Rudi dan Cepi (2008)
menjelaskan bahwa media pembelajaran adalah “teknologi pembawa
pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran”.
Menurut Briggs (1977) dalam Rudi dan Cepi (2008) mengemukakan
bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan
isi materi pembelajaran seperti buku, film, video, slide, dan
sebagainya.
5. Pengertian Loose Part
Yuliati Siantajani (2020) mengemukakan bahwa, istilah loose
parts dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai lepasan.
Karena material itu merupakan bagian (kepingan) yang mudah
dilepas dan disatukan, dapat digunakan sendiri ataupun dengan
benda benda lainnya untuk digabungkan atau dirangkai menjadi satu
kesatuan dan setelah tidak digunakan dapat dikembalikan pada
kondisi dan fungsi semula. Menurut Sally Haughey, pendiri Fairy
Dust Teaching, loose parts diartikan sebagai bahan bahan yang
terbuka, dapat dipisah, dapat dijadikan satu kembali, dibawa,
digabungkan, dijajar, dipindahkan dan digunakan sendiri atau
digabungkan dengan bahan-bahan lain, dapat berupa benda ataupun
sintetis.
E. Kerangka Berpikir
Kemampuan membilang merupakan kemampuan yang melibatkan
koordinasi antara mata dan tangan serta keterampilan matematis. Melalui
kegiatan bermain loose part anak dapat melakukan kegiatan eksplorasi
sesuai dengan imajinasinya terutama dalam menerapkan konsep lambang
bilangan. Kegiatan bermain loose part merupakan suatu kegiatan yang
menyenangkan bagi anak.
Melalui bermain loose part akan dapat meningkatkan kemampuan
membilang menggunakan berbagai ragam main dari berbagai benda
sesuka anak. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa bermain loose part dalam pembelajaran dapat mengoptimalkan
kemampuan membilang anak kelompok A TK Islam Al Fath Semarang
Semester 1 Tahun Ajaran 2021/ 2022.
F. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah peneliti buat, maka dapat
ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut:
1. Melalui kegiatan pembelajaran bermain loose part dapat
meningkatkan kemampuan membilang pada anak kelompok A TK
Islam Al Fath semester 1 tahun ajaran 2021/ 2022.
2. Melalui kegiatan pembelajaran bermain loose part dapat
meningkatkan kretifitas dalm mengembangkan potensi yang dimiliki
anak kelompok A TK Islam Al Fath semester 1 tahun ajaran 2021/
2022.

III. PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN


A. Subyek, Tempat, Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelompok A TK Islam Al
Fath Semarang semester 1 tahun ajara 2021-2022 berjumlah 20
siswa terdiri dari 12 laiki laki dan 8 perempuan. Ketika peneliti
melakukan penelitian awal menyaksikan keadaan anak saat belajar
terlihat ada kejenuhan disebabkan media pembelajaran yang
diberikan oleh guru terkesan monoton. Anak kelompok A sebenarnya
senang dengan sesuatu yang baru dan berganti ganti kegiatan
belajarnya terutama untuk ragam mainnya peneliti menemukan
ketika anak anak diajak belajar membilang ternyata ada beberapa
yang masih kesulitan di sebabkan media atau alat main yang
digunakan kurang menarik.
2. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan dilaksanakan di TK Islam Al Fath yang
terletak di jalan Graha Mukti Utama 344C Rt 02 Rw 07 Kelurahan
Tlogomulyo Kecamatan Pedurungan Kota Semarang. TK Islam Al
Fath merupakan lembaga pendidikan yang berbasis agama Islam.
Setiap kegiatan yang diselenggarakan mengacu pada pendidikan
agama Islam. Materi pendidikan agama Islam setiap hari diberikan
pada anak-anak untuk pembiasaan dengan penanaman karakter yang
berlandaskan agama Islam yang meliputi kegiatan beribadah,
pembiasaan doa-doa harian, membaca qur’an surat-surat pendek,
mengenal hadis, dan lain sebagainya..
3. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus, untuk siklus yang 1
dilaksanakan pada tanggal 1- 5 November 2021, sedangkan siklus 2
dilaksanakan pada tanggal 8- 12 November 2021. Sebagaimana
jadwal pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
No Hari,Tanggal Kegiatan
1 1-5 November 2021 Kegiatan Belajar Mengajar Siklus 1
2 8-12 November Kegiatan Belajar Mengajar Siklus 2
2021

4. Pihak yang Membantu


Penulis membutuhkan bantuan dari berbagai pihak dalam
rangka terlaksana Penelitian Tindakan Kelas agar terlaksana secara
efektif dan efisien. Pihak-pihak yang berperan saat pelaksanan
Penelitian Tindakan Kelas ini antara lain: kepala sekolah, Anak didik
kelompok A TK Islam Al Fath, pembimbing mata kuliah
Pemantapan Kemampuan Profesional Bapak M Ulil Albab, M.Pd,
keluarga, dan teman sejawat.
Kepala sekolah sebagai pimpinan yang telah bersedia
bekerjasama, memberikan izin dan dukungan, sehingga Penelitian
Tindakan Kelas dapat terlaksana dengan baik. Kepala sekolah
berharap dengan terlaksananya Penelitian Tindakan Kelas ini para
pendidik lainnya tertarik untuk memberbaiki pembelajaran yang
dilakukan guna mengembangkan inovasi-pembelajaran lebih
menarik perhatian anak dalam bermain dan belajar. Anak didik
kelompok A TK Islam Al Fath juga ikut berperan aktif dalam setiap
kegiatan perbaikan pembelajaran.
B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran
Peneliti melakukan beberapa langkah untuk melaksanakan
perbaikan dimulai dengan menentukan metode penelitian dan
menentukan tindakan yang akan dilakukan pada tiap tiap siklus dengan
memperhatikan tata cara pelaksanaan penelitian tindakan. Penelitian
perbaikan dilakukan dengan beberapa siklus tindakan pembelajaran.
Yang dimulai dari kondisi awal, kemudian siklus I dan dilanjutkan siklus
II dengan prosedur penelitian yang terdiri dari empat tahap penting
dimasing-masing siklusnya. Menurut Suharsimi Arikunto (2009:16),
memberi penjelasan bahwa para ahli mengemukakan model penelitian
tindakan pada garis besarnya terdapat empat tahapan yang lazim di lalui
yakni :
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan/observasi
4. Refleksi.
Beberapa model dan tahapan-tahapannya dikemukakan lebih lanjut
oleh Tukiran Taniredja (2010:23-26) yaitu model Kurt Levin adalah
model pertama dalam kegiatan PTK yang diperkenalkan sejak tahun
1946, dan merupakan acuan pokok dari berbagai model PTK yang lain.
Konsep inti dalam PTK Kurt Levin, bahwa dalm setiap siklus PTK terdiri
dari empat langkah yakni :
1. Perencanaan (Planning)
Guru memikirkan rencana ketika sudah sampai pada refleksi
yang meliputi (a) kapan-hari dan jam untuk melaksanakan refleksi, (b)
cara berefleksinya bagaimana, (c) siapa saja yang akan diajak refleksi
bersama, (d) bagaimana proses refleksi akan terjadi, (e) siapa yang
akan menjadi pencatat hasil, dan lain sebagainya.
2. Tindakan atau (Acting)
Tahap kedua dari PTK adalah tindakan. Tindakan adalah
menerapkan apa yang telah direncanakan pada tahap satu, yaitu
bertindak dikelas. Hendaknya perlu diingat pada tahap ini, yakni
tindakan harus sesuai dengan rencana, tetapi harus terkesan alamiah
dan tidak direkayasa. Hal ini akan berpengaruh ketika refleksi pada
tahap empat nanti, sehingga hasilnya dapat disinkronkan dengan
maksud semula.
3. Pengamatan atau (Observing)
Tahap ketiga dalam PTK adalah pengamatan. Supardi
menyatakan bahwa observasi yang dimaksud tahap 3 adalah
pengumpulan data. Observasi adalah alat untuk memotret seberapa
jauh efek tindakan telah mencapai sasaran. Pada langkah ini peneliti
harus menguraikan jenis data yang dikumpulkan, cara mengumpulkan,
dan alat untuk instrumen pengumpulan data (angket/ wawancara/
observasi, dll).
4. Refleksi atau (Reflecting)
Refleksi atau evaluasi diri baru bisa dilakukan ketika
pelaksanaan tindakan telah selesai dilakukan. Refleksi (dalam PTK)
akan lebih efektif jika antar guru yang melakukan tindakan
berhadapan langsung atau diskusi dengan pengamat atau kolabolator
(kepala sekolah). Tetapi, jika PTK dilakukan secara sendirian, refleksi
yang paling efektif adalah berdialog dengan diri sendiri untuk
mengetahui sisi-sisi pembelajaran yang harus dipertahankan dan sisi-
sisi lain yang harus diperbaiki.
Adapun model PTK yang dimaksud menggambarkan empat
langkah tersebut dapat dilihat dalam bentuk bagan sebagai berikut:
Gambar 3.1
Penelitian Tindakan Kelas Menurut Kurt Levin

Acting

Planning PTK Observing


Reflecting

Langkah-langkah tiap siklus dalam perbaikan adalah sebagai berikut:


Siklus I
1. Perencanaan
Rencana yang harus dipersiapkan antara lain :
a. Guru melaksanakan identifikasi masalah dan perumusan masalah
sebagai acuan untuk membuat siklus I.
b. Guru menentukan tema dan sub tema
c. Guru membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
d. Guru menyiapkan media yang akan digunakan untuk menyampaikan
materi pemahaman konsep lambang bilangan.
e. Guru menyiapkan lembar observasi untuk mengadakan evaluasi sebagai
sarana untuk mengetahui kemampuan peserta didik.
2. Pelaksanaan Tindakan Perbaikan
Pelaksanaan perbaikan siklus 1 tema tanaman dan sub tema buah pisang.
a. Pertemua hari pertama, dengan kegiatan membilang gambar buah
pisang.
b. Pertemuan hari kedua, anak diajak melakukan kegiatan menbilang
puzzle buah yang dimainkan anak.
c. Pertemuan hari ketiga, membilang bentuk buah pisang yang ada
diwadah, sambil dihitung anak memindah kewadah yang lain.
d. Pertemuan hari keempat membilang buah pisang yang berwarna hijau
pada kelompoknya.
e. Pertemuan hari kelima membilang buah pisang yang masak dan dibagi.
Pelaksanaan siklus 2 dengan tema kendaraan dengan sub tema kereta.
a. Pertemuan hari pertama, membilang kereta mainan yang ada di kelas.
b. Pertemuan hari kedua, mengajak anak membilang kereta kardus yang
dibuatnya sendiri.
c. Pertemuan hari ketiga, membilang balok yang di gunakan untuk
membuat stasiun kereta.
d. Pertemuan hari keempat, membilang kereta dari kursi anak,
e. Pertemuan hari kelima, membilang gerbong kereta yang buat anak dan
dimainkan sambil menyanyikan lagu “naik kereta api”.
3. Pengamatan
Untuk mengetahui hasil dari penelitian yang peneliti lakukan, maka
harus dilakukan pengamatan dan evaluasi pada saat anak melaksanakan
tugas. Evaluasi dilakukan menggunakan lembar observasi menggunakan
kriteria BB yang berarti kemampuan anak belem berkembang, MB berarti
kemampuan anak mulai berkembang, BSH berarti kemampuan anak sudah
berkembang sesuai harapan. Hasil pengamatan dan evaluasi tersebut akan
didapatkan kekurangan atau kelebihan untuk melakukan perbaikan ke
tahapan siklus berikutnya.
4. Refleksi
Pertemuan pertama anak terlihat penasaran adanya tatanan media
loose part yang dikemas di beberapa tempat tatanan berbagai macam
ragam main. Pertemuan kedua, anak mulai mencoba menggunakan media
loose part untuk bermain sesuai imajinasi, anak bebas da dipersilakan
memilih tempat bermain. Pertemuan ketiga, anak mulai memilih ragam
main media loose part untuk bermain membilang 1 sampai 10 benda dari
wadah satu kewadah yang lain. Pertemuan keempat, anak masih penasaran
mencoba bermain menggunakan media loose part, anak senang sekali saat
diajak membilang buah pisang asli. Pertemuan kelima, anak mulai senang
bermain menggunakan media loose part untuk membilang, membuat
bentuk sesuai kreatifitas dan imajinsinya.

Siklus II
Langkah-langkah siklus II adalah sebagai berikut :
1. Perencanaan
a. Guru menentukan tema dan sub tema
b. Guru membuat Rencana Kegiatan Harian.
c. Guru menyiapkan alat peraga yang akan dipergunakan untuk
kegiatan Membilang kereta mainan yang ada di kelas, menbilang
kereta kardus yang dibuat anak, membilang balok yang di gunakan
untuk membuat stasiun kereta, membilang kereta dari kursi anak,
membilang gerbong kereta yang buat anak
d. Guru menyiapkan lembar observasi anak.
2. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Guru mengucapkan salam.
b. Guru dan perwakilan anak memimpin do’a.
c. Guru mengabsen anak.
d. Menyanyi lagu-lagu untuk semangat pagi.
e. Penjelasan dan tanya jawab tentang tema dan subtema yang akan
dilaksanakan.
f. Mendemonstrasikan cara belajar melalui bermain dengan loose part
yang telah disediakan guru.
g. Guru mempersilakan anak untuk memilih ragam main.
h. Istirahat (berdo’a, cuci tangan, makan, bermain).
i. Mengulas kegiatan sehari.
j. Guru menutup kegiatan belajar mengajar dengan do’a bersama,
pesan-pesan dan salam.
Pada tahap ini, kolaborator mencatat semua proses yang terjadi
dalam tindakan, mendiskusikan tentang siklus yang telah dilakukan,
dan mencatat hasil keaktifan anak.
C. Teknik Analisi Data
Teknik analisis data diambil dan disesuaikan dengan data saat
proses penelitian. Pada penelitian tindakan kelas menggunakan metode
deskriptif, sehingga tidak membutuhkan uji statistik. Data penelitian
tindakan kelas ini berbentuk kualitatif. Data penelitian tindakan kelas
juga terjadi pada data siklus I dan siklus II. Analisis kualitatif deskriptif
digunakan sebagai data kualitatif hasil pengamatan. Berdasarkan hasil
pengamatan kondisi awal sebelum dilakukan tindakan perbaikan
menunjukkan bahwa banyak anak didik yang belum mampu membilang
dengan benar.
Setelah kegiatan perbaikan pembelajaran siklus I dan siklus II
dilaksanakan menunjukkan peningkatan anak dalam memahami konsep
lambang bilangan semakin meningkat lebih baik dan benar. Peneliti
menjabarkan data pengamatan dalam bentuk deskriptif yang didasarkan
pada data pengamatan siklus I dan siklus II.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
1. Deskripsi Kondisi Awal
Guru sebelum melakukan penelitian ini, masih menggunakan
pembelajaran model lama. Anak disediakan lembar kerja saat
pembelajaran dikelas sesuai dengan perintah guru, anak tidak leluasa
memilih ragam main yang disukai. Peembelajaran yang monoton
membuat anak merasa bosan dan kurang bersemangat. Terdapat 14
anak yang belum berkembang dalam kegiatan membilang benda dari
20 anak.
2. Deskripsi Hasil Siklus I
Pelaksanaan Siklus 1 dilakukan pada tanggal 1 November
2021 sampai tanggal 5 November 2021. Setiap pertemuan dilakukan
kegiatan membilang menggunakan media loose part yang
dipersiapkan oleh guru. Diawali dengan perencanaan sebagai
berikut:
1) Menentukan tujuan dan tema pembelajaran.
2) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH)
sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
3) Menyiapkan alat dan bahan dari loose part yang akan digunakan
untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
4) Mempersiapkan lembar observasi dan alat dokumentasi untuk
mendokumentasikan kegiatan tindakan perbaikan peningkatan
pembelajaran anak.
Peneliti melakukan tindakan perbaikan melalui observasi,
sebagai guru sekaligus sebagai peneliti dengan melaksanakan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan RPPH yang telah dibuat, juga
melakukan pengamatan dan mendokumentasikan kegiatan belajar
mengajarnya. Siklus 1 berlangsung selama 5 hari dimulai dari
tanggal 1 November 2021 sampai tanggal 5 November 2021. Tema
tanaman dan sub tema buah pisang.
Pertemua hari pertama, membilang gambar buah yang sama, 6
anak yang berkembang sesuai harapan dan ada 14 anak yang belum
berkembang dari 20 anak. Anak masih penasaran dengan cara
pembelajaran yang baru dilihatnya dengan penataan ragam main.
Pertemuan kedua, membilang puzzle buah yang dimainkan
anak, 7 anak yang sudah berkembang sesuai harapan 1 anak mulai
berkembang dan 12 anak yang belum berkembang dari 20 anak.
Biasanya anak hanyak memainkan puzzle, namun kegiatan
pertemuan ke dua ini anak juga membilang puzzle yang dimainkan.
Pertemuan ketiga, membilang gambar buah pisang yang ada di
wadah, 9 anak yang berkembang sesuai harapan dan 11 anak yang
belum berkembang dari 20 anak. Ada mulai antusias bermain
bersama saat kegiatan membilang isi dari 2 wadah yang berbeda,
anak bergantian memainkan loose part.
Pertemuan keempat, membilang buah pisang yang berwarna
hijau, 10 anak yang sudah berkembang sesuai harapan, 1 anak mulai
berkembang dan 9 Anak yang belum berkembang dari 20 anak.
Anak senang memegang dan membilang pisang yang masih mentah.
Anak juga belajar mengenal tekstur pisang yang digunakan bermain.
Pertemuan kelima, membilang buah pisang yang masak, 10 anak
yang sudah berkembang sesuai harapan dan 2 mulai berkembang, 8
anak yang belum berkembang dari 20 anak. Anak sangat senang
dengan media pisang yang sudah masak dan siap dimakan. Anak
juga belajar cara membagi ketika pisang mau dimakan bersama.
Anak juga bisa membedakan pisang yang masih mentah dan pisang
yang sudah masak.
3. Deskripsi Hasil Siklus II
Hasil refleksi kegiatan tindakan perbaikan siklus 1 belum
mencapai batas minimum keberhasilan Peneliti melakukan
ppenelitian tindakan perbaikan selanjutnya Peneliti menyusun rencana
perbaikan pembelajaran untuk siklus 2, yaitu:
1. Menentukan tema pembelajaran
2. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH)
dengan 3 langkah kegiatan, yaitu; kegiatan awal, kegiatan inti, dan
kegiatan penutup.
3. Menyiapkan bahan loose part yang akan digunakan dalam kegiatan
pembelajaran pemahaman konsep lambang bilangan melalui
bermain loose part
4. Menyiapkan lembar observasi, alat evaluasi dan alat dokumentasi
untuk mendokumentasikan kegiatan tindakan perbaikan
peningkatan pembelajaran anak.
Siklus 2 berlangsung selama 5 hari dimulai dari tanggal 08
November 2021 sampai tanggal 12 November 2021. Tema kendaraan
dan sub tema kereta. Perkembangan tindakan perbaikan pembelajaran
mengalami peningkatan dari hari ke hari. Hasil pengamatan tindakan
perbaikan pembelajaran dapat dilihat sebagai berikut:
Pertemuan hari pertama, kegiatan main, membilang kereta
mainan yang ada di kelas. 12 anak sudah berkembang sesuai harapan
dan 2 anak belum berkembang dari 20 anak.
Pertemuan hari kedua, kegiatan main, membilang kereta yang
terbuat dari kardus hasil buatan anak. 13 anak yang sudah berkembang
sesuai harapan, 2 anak mulai berekembang dan 5 anak belum
berkembang dari 20 anak.
Pertemuan hari ketiga kegiatan main, membilang balok yang di
gunakan untuk membuat stasiun kereta. 15 anak yang sudah
berkembang sesuai harapan, 2 anak mulai berkembang, 3 anak belum
berkembang dari 20 anak.
Pertemuan hari keempat, kegiatan main, membilang kereta
menggunakan kursi anak. 17 anak yang sudah berkembang sesuai
harapan, 1 anak mulai berkembang, 2 anak belum berkembang dari 20
anak ada.
Pertemuan hari kelima, kegiatan main membilang gerbong
kereta terbuat dari kardus besar yang buat anak. 19 anak yang sudah
berkembang sesuai harapan, dan anak belum berkembang dari 20
anak.
V. SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT
A. Simpulan
Penelitian tindakan perbaikan pembelajaran dilakukan di TK Islam Al
Fath kelompok A semester 1 tahun ajaran 2021/ 2022 berawal ditemukannya
anak kelompok A masih belum bisa membilang dengan benar. Peneliti
mengangkat masalah tersebut melalui penelitian tindakan kelas, dilakukan
dalam 2 siklus, dari tanggal 1 November 2021 sampai tanggal 12 November
2021. Tindakan perbaikan dengan upaya meningkatkan pemahaman konsep
lambang bilangan melalui bermain loose part pada anak kelompok A semester
1 di TK Islam Al Fath tahun ajaran 2021/ 2022.
Perolehan data awal telah ditemukan 20 anak terdapat 6 anak yang
sudah memahami konsep lambang bilangan, dan14 anak yang sama sekali
belum memahami tentang konsep lambang bilangan. Berdasar hasil penelitian
awal tersebuat peneliti melakukan kegiatan tindakan perbaikan pembelajaran
dalam dua siklus, melalui ragam main loose part. Kegiatan siklus satu terjadi
peningkatan pencapaian perkembangan membilang. 9 anak yang belum bisa
membilang sesuai harapan dari 20 anak ada. Tindakan perbaikan dsiklus 1
baru mencapai 55%. Melanjutkan tindakan pelaksanaan siklus dua,
perkembangan tindakan perbaikan pembelajaran mengalami peningkatan dari
hari ke hari melalui bermain loose part yang sudah dilakukan anak. Kegiatan
siklus dua terjadi peningkatan ketuntasan belajar anak. 19 anak yang sudah
berkembang sesuai harapan, 1 anak mulai berkembang dari 20 anak.
Tindakan siklus dua mengalami peningkatan ketuntasan sudah mencapai
95%.
B. Saran Tindak Lanjut
Berdasarkan kesimpulan dan tindakan perbaikan pembelajaran yang
dilakukan oleh peneliti dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep
lambang bilangan pada anak kelompok A maka penulis menyampaikan saran
sebagai berikut:
a. Memberikan pembelajaran konsep membilang pada anak usia dini melalui
berbagai macam kegiatan bermain akan lebih berhasil dengan bentuk riil
perlu diterapkan.
b. Menyiapkan berbagai bentuk ragam main, bisa menggunakan alat atau
media pembelajaran loose part dari berbagai elemen elemenya untuk
mempermudah anak melakukan kegiatan sesuai imajinasinya dengan
senang hati.
c. Penerapan bermain menggunakan loose part hendaknya dilakukan
kerjasama dengan orang tua, supaya ketika dirumah orng tua juga bisa
menerapkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afgani, Jarnawi, Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2011), hlm. 2.21

Ahmad Rivai & Nana Sudjana. (2013). Media Pengajaran (Penggunaan dan
Pembuatannya). Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Angelo. A. T. (1995). Beginning The Dialogue Thoughts on Promoting Critical


Thingking. Boston College.

Azhar Arsyad. 2014. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Azizah, Mira, dkk. 2018. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Sekolah
Dasar Pada Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian
Pendidikan, Vol. 35 Nomor 1.

Azmi, Ulul. 2013. Profil Kemampuan Penalaran Matematika Dalam


Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematika
Pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VII SMP YPM 4 Bohar
Sidoarjo. Skripsi. IAIN Sunan Ampel Surabaya

Bani, Asmar, “Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran


Matematik Siswa Sekolah Mengah Pertama Melalui pembelajaran
Penemuan Terbimbing, SPS UPI, Bandung”, Edisi Khusus No.1 (2011), hlm
13

Dali S. Naga. (1980). Berhitung Sejarah Dan Pengembangannya. Jakarta: PT


Gramedia

Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem


pendidikan nasional.

Depdiknas. 2007. Pedoman Pembelajaran Permainan Berhitung Permulaan Di


Taman Kanak-kanak. Jakarta: Dirjen Dikdasmen

Depdiknas. 2009. Permendiknas No.58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan


Anak Usia Dini. Jakarta: Depdiknas

Desi Indarwati, Wahyudi & Novisita Ratu. (2014). Peningkatan Kemampuan


Pemecahan Masalah Matematika Melalui Penerapan Problem Based
Learning Untuk Siswa Kelas V SD. Jurnal Penelitian Pengembangan
Kependidikan, Vol 30 No 1, 17-27.

Fakhruddin, Asef Umar. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta: Diva Press
Fatimah. 2009. Fun Math Matematika Asyik Dengan Metode Pemodelan.
Bandung: DAR Mizan.
Fauziddin, Mohammad. 2014. Pembelajaran PAUD. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya

Gagne, R.M., and Briggs L.J. (1992). Principles of Instrpction L Design. New
York: Holt Renehart and Winston Inc

Gunantara, Gd., Suarjana, Md. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Problem


Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas V. Universitas Pendidikan Ganesha

Hamalik, Oemar. 1986. Media Pendidikan. Bandung: Alumni.

Harriman. 2017. “Berfikir Kreatif”. Journal of Chemical Information and


Modeling 53(9):1689–99.

Hendriana, Heris, dkk, Hard Skill dan Soft Skill Matematika Siswa, (Bandung: PT
Refika Aditama, 2017), hlm. 4

Hima, L. R. (2015). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Ditinjau Dari Kemampuan Komunikasi Matematik. Jurnal Ilmiah
Pendidikan Matematika.

Hodiyanto. (2017). Kemampuan Komunikasi Matematis Dalam Pembelajaran


Matematika. AdMathEdu, 7(1)

Kesumawati, N. (2008). Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran


Matematika. Jurnal.Pendidikan Matematika volume 3 No.2 Universitas
PGRI Palembang: Palembang. Hal.45-61.

Konita, M., Asikin, M., Sri, T., & Asih, N. (2019). Kemampuan Penalaran
Matematis dalam Model Pembelajaran Connecting, Organizing, Reflecting,
Extending. Prisma.

Lestari, S.W. 2016. “Analisis Proses Berpikir Kritis Siswa dalam Pemecahan
Masalah Matematika pada Pokok Bahasan Himpunan Ditinjau dari Tipe
Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Siswa Kelas VII SMP N 2 Sumber
Cirebon”. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo.

Martin, A., Swarbrick, J. dan Cammarata, A., 2009, Farmasi fisik: Dasar-Dasar
Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetika, Vol I, edisi IV, Diterjemahkan oleh
Yoshita, Jakarta, UI Press , 330 – 337.

Mawaddah, Siti, Anisah, Hana. (2015). Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematis Siswa Pada Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Generatif (Generatif Learning) di SMP. FKIP
Universitas Lambung Mangkurat. Volume 3, No 2, Oktober 2015.

McGregor, Debra. (2007). Developing Thinking; Developing Learning.


Maidenhead: Open University Press.

Najla, Siti. 2016. Identifikasi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Gaya Belajar
Accomodator Menyelesaikan Soal Open Ended Matematika. Skripsi. Jambi:
Program Studi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Jambi

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.


Reston, VA : NCTM

NCTM. (2000). Principles and Standars for School Mathematics. USA:NCTM

Papalia, D. E., Old s, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development


Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.

Pramono, Titin S. 2012. Permainan Asyik Bikin Anak Pintar. Yogyakarta: In Azna
Books.

Prasetyono, Dwi Sunar. 2008. Rahasia Mengajarkan Gemar Membaca Pada


Anak Sejak Dini. Yogyakarta: Think Jogjakarta.

Rahma, Siti. 2017. Analisis Berpikir Kritis Peserta didik Dengan Pembelajaran
Socrates Konstektual Di SMP Negeri 1 Padangratu Lampung Tengah.
Skripsi, Lampung: Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Rifqiyana, L. (2015). Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dengan


Pembelajaran Model 4k Materi Geometri Kelas Viii Ditinjau Dari Gaya
Kognitif Siswa. Skripsi: Universitas Negeri Semarang.

Rudi Susilana.Cepi Riyana,.2008. Media Pembelajaran. Bandung :CV Wacana


Prima.

Shadiq, Fadjar. 2014. Pembelajaran Matematika: Cara Meningkatkan Kemampuan


Berpikir Siswa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Siantajani, Yuliati. 2020. Konsep dan Praktek STEAM di PAUD. Semarang: PT


Sarang Seratus Aksara

Singarimbun, M & Effendi, S. (2009). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3S

Soedadiatmodjo, dkk. 1983. Matematika I. Jakarta: Depdikbud.


Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Sriningsih. 2008. Pembelajaran Matematika Terpadu untuk Anak Usia Dini.


Bandung: Pustaka Sebelas

Anda mungkin juga menyukai