Definisi Separator
Definisi Separator
Untuk mendapaktkan effisiensi kerja yang stabil dengan kondisi yang bervariasi, gas
liquid separator harus mempunyai komponen pemisah sebagai berikut :
1. Bagian pemisah pertama, berfungsi untuk memisahkan cairan dari aliran fluida
yang masuk dengan cepat berupa tetes minyak dengan ukuran besar.
2. Bagian pengumpul cairan, berfungsi untuk memisahkan tetes cairan kecil
dengan prinsip gravity setlink.
3. Bagian pemisah kedua, berfungsi untuk memisahkan tetes cairan kecil dengan
prinsip gravity settlink.
4. Mist extraktor, berfungsi untuk memisahkan tetes cairan berukuran sangat kecil
(kabut).
5. Peralatan kontrol, berfungsi untuk mengontrol kerja separator terutama pada
kondisi over pressure.
Pemisahan gas dan minyak di lapangan dilakukan dengan separator, yaitu tabung
bertekanan dan bertemperatur tertentu untuk memisahkan fasa gas dengan minyak secara
optimum.(sumber : laporan Praktek Kerja Lapangan Firman dan Adi. Hal. 36)
2. Fungsi Utama dari Separator
Memisahkan fase pertama cairan hidrokarbon dan air bebasnya dari gas atau cairan,
tergantung mana yang lebih dominan.
Melakukan usaha lanjutan dari pemisahan fase pertama dengan mengendapkan sebagian
besar dari butiran-butiran cairan yang ikut di dalam aliran gas.
Mengeluarkan gas maupun cairan yang telah dipisahkan dari separator secara terpisah
dan meyakinkan bahwa tidak terjadi proses balik dari salah satu arah ke arah yang lainnya.
3..Prinsip Pemisahan
Ada dua macam proses dari pembentukan gas (vapour) dari hirokarbon cair yang bertekanan.
Proses tersebut adalah Flash separation dan Differential separation. Flash separation terjadi bila
tekanan pada sistem diturunkan dengan cairan dan gas tetap dalam kontak, hal mana gas tidak
dipisahkan dari kontaknya dengan cairan saat penurunan tekanan yang membiarkan gas keluar dari
solusinya. Proses ini menghasilkan banyak gas dan cairan sedikit. Differential separation terjadi bila
gas dipisahkan dari kontaknya dari cairan pada penurunan tekanan dan membiarkan gas keluar dari
solusinya. Proses ini menghasilkan banyak cairan dan sedikit gas.( sumber : Surface Facilities
Prinsip Pemisahan
Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi pemisahan fluida antara lain;
a. Viskositas fluida
b. Densitas minyak dan air
c. Tipe peralatan dalam separator
d. Kecepatan aliran fluida
e. Diameter dari titik – titik air (droplet)
4. Klasifikasi Separator
Klasifikasi separator tergantung dari pembagian jenis ruang lingkupnya, secara umum
diklasifikasikan sebagai berikut : (sumber : laporan Kerja Praktek Rahmansyah dan BrianOperasi
Produksi dan Well Servic. Hal. 34)
Menurut tekanan kerja (working pressure)
rator dua fasa : memisahkan fluida formasi menjadi fasa cair dan fasa gas
rator tiga fasa : memisahkan fluida formasi menjadi fasa minyak, air dan gas
Berdasarkan bentuk
a. Separator Vertikal
Vertical Separator vertical 2 fase (2 Phase Vertical Separator) sering digunakan untuk
aliran fluid yang rasio gas terhadap cairannya (gas oil ratio atau GOR) rendah sampai sedang
dan yang diperkirakan akan terjadi cairan yang datang secara kejutan (slug) yang relatif sering.
Gambar di bawah adalah separator vertikal. Bagian bawah dari bejana biasanya berbentuk
cembung, gunanya untuk menampung pasir dan kotoran padat yang terbawa.
Pada pengoperasiannya, pengubah-arah aliran masuk (inlet diverter) akan menyebabkan
cairan yang masuk menyinggung dinding separator dalam bentuk film, dan pada saat yang
bersamaan memberikan gerakan centrifugal kepada fluida. Ini memberikan pengurangan
momentum yang diinginkan dan mengizinkan gas untuk keluar dari filmcairan. Gasnya naik ke
bagian atas dari bejana, dan cairannya turun ke bawah.
Sedikit dari partikel-partikel cairan akan terbawa naik ke atas bersama gas yang
naik untuk memperangkap butiran-butiran cairan yang akan ikut aliran gas
digunakan mistextractor atau mist eliminator, yaitu susunan kawat kasa dan ada juga yang
lebih canggih dengan ketebalan tertentu, dipasang melintang terhadap arah arus gas pada bagian
atas seksi gasnya. Separator semacam ini biasa digunakan untuk tekanan kerja antara 50 sampai
150 psig.
b. Separator Horizontal
Separator horizontal mungkin yang terbaik dan termurah dibandingkan
denganseparator vertical yang kapasitasnya sama. Separator horizontal mempunyai luas antar
permukaan gas dengan cairan lebih besar, terdiri dari banyak sekat-sekat yang luas sepanjang
seksi pemisah gasnya, yang memberikan lebih banyak kecepatan gasnya.
Separator horizontal hampir selalu digunakan untuk aliran yang mempunyai rasio
gas terhadap cairan (GOR) yang tinggi untuk arus yang berbuih, atau untuk cairan yang
keluar dari separator sebelumnya. (sumber : Surface Production Operations, Design Oil
Handling Facilities. Gulf Publishing Company.hal. 118)
Separator horizontal mudah pemasangannya, apalagi yang terpasang di atas skid,
dan juga mudah melakukan pemeliharaannya. Beberapa separator horizontal dengan
mudah dapat disusun ke atas, untuk dijadikan satu assembly pemisahan bertingkat
(stageseparation) yang bisa menghemat ruang.
Pada separator horizontal, fluid mengalir secara horizontal dan bersamaan waktunya
bersinggungan pada permukaan cairan. Beberapa separator mempunyai pelat-pelat
penyekat (baffle plates) horisontal yang tersusun berdekatan dengan jarak yang sama pada
hampir sepanjang bejana yang tersusun dengan kemiringan sekitar 45° terhadap bidang
horisontal. Gas mengalir di dalam permukaan penyekat-penyekat dan butiran-butiran cairannya
melekat pada pelat penyekat dan
membentuk film yang kemudian mengalir ke seksi cairan dari separator. Gambar
3.4 adalah separator horizontal yang dimaksud.
c. Separator Bulet
Gambar diatas adalah skematik dari separator spherical. Bagian-bagiannya sejenis
dengan separator vertikal maupun separator horizontal. Jenis ini memiliki kelebihan
dalam pressure containment tetapi karena kapasitas surges terbatas dan mempunyai kesulitan
dalam fabrikasi maka separator jenis ini tidak banyak digunakan di lapangan.
Latar Belakang
Penggunaan Separator
Gas dan minyak yang diproduksikan dari sumur tidak didapat dalam
keadaan berpisah secara langsung. Minyak dan gas dari sumur biasanya
berupa
campuran. Dan campuran tersebut tidak seluruhnya minyak dan gas. Apa
yang
ada dalam sumur dan reservoir sangatlah heterogen dan pada umumnya
ada
air,minyak,gas serta partikel padatan. Dan apa yang dihasilkan dari dalam
sumur
ketika telah mencapai surface tidak bisa langsung masuk storage tank dan
harus
segera dilakukan treatment. Proses pemisahan tersebut dapat berupa
pemisahan
minyak, air dan gas.Apabila tidak dilakukan treatment dapat berakibat korosi
dan
plugging dalam flowline/transmission line yang apabila diacuhkan dapat
berakibat
shut-in.
Masalah yang Dapat Terjadi dan Solusi
Selama penggunaan separator dua fasa (separasai minyak dan
gas)
mungkin saja terjadi beberapa masalah akibat apa yang diproduksikan.
Liquid,
gas dan atau solid yang terproduksikan dapat memberikan hambatan bagi
kinerja
separator. Beberapa masalah anatar lain:
a. Foamy Crude
Masalah terbentuknya foam dalam crude oil karena adanya impurities selain
air di mana impurities tersebut tidak dapat dihilangkan sebelum
aliran
memasuki separator. Salah satu pengotor tersebut adalah CO
2
. Foam juga
dapat berasal dari fluida komplesi atau workover yang tidak sesuai dengan
fluida wellbore. Namun foam dalam separator tidak akan
memberikan
masalah apabila desain internalnya telah menjamin waktu yang cukup atau
permukaan coalescing (membentuk substance yang lebih besar) yang cukup
untuk “break”.
c. Sand
Partikel pasir bisa menjadi masalah di separator yaitu membuat berhentinya
aliran pada valve trim, plugging pada bagian dalam separator, dan
akumulasi
pada bagian bawah separator. Hard trim khusus dapat meminimalkan efek
pasir di valve. Akumulasi pasir dapat dihilangkan dengan secara
teratur
menginjeksikan air atau uap dari bagian bawah vessel sehingga dapat ikut
terangkat keluar selama draining process.
Dan terkadang separator vertical dilengkapi dengan bagian bawah
berbentuk
cone. Di mana bagian cone tersebut adalah antisipasi bila produksi pasir
akan
menjadi maslah utama. Plugging pada internal separator adalah hal yang
perlu
dipertimbangkan saat mendesain separator. Desain yang harus
menutamakan
separasi yang baik serta akan meminimalkan pemerangkapan pasir dalam
separator
d. Liquid Carryover
Liquid carryover terjadi ketika free liquid keluar dengan fase gas dan dapat
mengindikasi hi-liquid level, kerusakan pada vessel utama, foam, desain
yang
tidak tepat, liquid outlet yang ter-plugged, atau rate yang melebihi desain
dari
vessel’s rate. Hal ini bisa dicegah dengan menginstall Level Safety High
(LSH) sensor yang akan menutup inlet ke separator ketika level
liquid
melebihi level normalnya.
e. Gas blowby
Terjadi ketika free gas keluar dengan fase liquid yang menjadi indikasi low-
level liquid atau control liquid yang gagal. Hal ini bisa jadi berbahaya ketika
terjadi kegagalan dalam liquid level control dan liquid dump valve terbuka
dan gas yang masuk dari inlet akan dapat keluar lewat liquid outlet. Yang
mana vessel downstream selanjutnya akan diproses. Apabila vessel
downstream selanjutnya tidak dipersiapkan untuk gas blowby, maka dapat
terjadi over-pressured. Hal ini dapat dicegah dengan memasang low safety
low sensor yang akan menutup inlet atau outlet liquid ketika level liquid
turun
10-15% dari batas minimumnya. Dana pada proses downstream selanjutnya
seharusnya dipasang Pressure safety high sensor dan pressure safety valve
untuk memproses gas blowby.
f. Liquid Slugs
Pada bagian pipa yang rendah akan cenderung terbentuk akumulasi liquid
pada aliran dua fasa. Ketika level liquid pada bagian tersebut naik cukup
tinggi untuk menghambat gas flow, maka gas akan mendorong
liquid
sepanajang pipa sebagai slug. Hal ini tergantung flow rate, property pipa,
perubahan elevasi, flow properties. Keberadaan slug harus
diidentifikasi
dengan desain separator yang tepat. Normal operating level dan high-level
shutdown harus dipisah cukup jauh untuk antisipasi volume slug. Slug akan
menuju high level shutdown. Pada penggunaan separator 3 fasa dapat
terjadi masalah selama operasi
pada separator berlangsung, salah satunya yaitu terjadinya emulsi. Selama
jangka
waktu tertentu akumulasi material emulsi atau impurity lain dapat terbentuk
pada
interface oil dan air. Akan terjadi pengaruh buruk pada liquid-level control,
yaitu
akan mengurangi waktu efektif untuk pemisahana yang efektif antara air dan
Tujuan Separator
Fungsi Penggunaan dan
Beberapa tujuan penggunaan separator antara lain, mendapatkan oil dan
gas yang
sudah stabil. Mendapatkan oil dan atau gas yang bersih dari
pengotor.
Mendapatkan peralatan pada surface tidak terganggu kinerjanya karena
sistem
pemisaha nyang tidak baik/bekerja akan menyebabkan korosi atau pluggin
pada
peralatan lain. Yang berujung pada kerugian akibat masalah pemisahan yang
tidak
ditangani dengan serius.
Daftar Pustaka
Surface Production
Operations, Volume 1,
Third Edition: Design of
Oil Handling
Systems and Facilities.
Maurice Stewart and Ken
E. Arnold
Jenis-jenis masalah pada sumur produksi
1. Problem Scale
Scale merupakan kristalisasi dan pengendapan mineral yang berasal dari hasil reaksi ion-ion
yang terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-pori batuan formasi, lubang
sumur bahkan peralatan permukaan.
Penyebab terbentuknya endapan scale antara lain :
a. Bercampurnya dua Jenis Air Yang Berbeda
Dua jenis air yang sebenarnya tidak mempunyai kecenderungan untuk membentuk scale, bila
bercampur kemungkinan membentuk suatu komponen yang tidak larut. Contoh yang umum adalah
pencampuran antara air injeksi dengan air formasi di bawah sumur, dimana yang satu mempunyai
kelarutan garam-garam barium yang tinggi, sedangkan yang lainnya mengandung larutan sulfate.
Pencampuran ini akan mengakibatkan pembentukan endapan barium sulfate (BaSO 4) yang
dapat menyumbat dan sulit untuk dibersihkan. Endapan carbonate dan sulfate akan menjadi lebih keras
dan makin bertambah apabila larutan mineralnya dalam keadaan bersentuhan (kontak) dengan
permukaan dalam waktu yang lama.
b. Penurunan Tekanan
Pada saat air formasi mengalir dari reservoir menuju lubang sumur, maka akan terjadi penurunan
tekanan. Penurunan tekanan ini dapat pula terjadi dari dasar sumur ke permukaan dari well head ke tanki
pengumpul. Penurunan tekanan ini akan menyebabkan terlepasnya CO 2 dan ion bikarbonat (HCO3-) dari
larutan.
Dengan terbebaskannya gas CO2 , sehingga akan menyebabkan berkurangnya kelarutan CaCO 3. Hal ini
berarti penurunan tekanan pada suatu sistem akan menyebabkan meningkatnya kemungkinan
terbentuknya scale CaCO3.
c. Perubahan Temperatur
Pada saat terjadi perubahan (kenaikan) temperatur, maka akan terjadi penguapan, sehingga terjadi
perubahan kelarutan, dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya pembentukan scale. Temperatur
mempunyai pengaruh pada pembentukan semua tipe scale, karena kelarutan suatu senyawa kimia
sangat tergantung pada temperatur. Misalnya kelarutan CaCO 3 akan berkurang dengan kenaikan
temperatur dan kemungkinan terbentuknya scale CaCO3 semakin besar.
Scale Calcium Sulfate terbentuk dari reaksi ion calcium dan ion sulfat reaksinya sebasgai berikut :
Ca++ + SO4= CaSO4
Scale Barium Sulfate (BaSO4)
Scale Barium Sulfate dibentuk oleh kombinasi ion Ba++ dan ion SO4= dengan reaksi sebagai berikut :
Ba++ + SO4= BaSO4
Scale Kalsium Karbonate (CaCO3)
Scale ini terbentuk dari kombinasi ion kalsium dan ion karbonat atau bicarbonate, sesuai dengan reaksi :
Ca++ + CO3= CaCO3
++
Ca + 2(HCO3) CaCO3 + CO2 + H2O
Perubahan kesetimbangan kimia ini menyebabkan terbentuknya scale yang dapat menghambat atau
menutup pori-pori batuan.
2. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua macam cairan yang dalam keadaan biasa tidak dapat bercampur
(immiscible). Problem emulsi umumnya timbul pada saat air mulai terproduksi bersama minyak. Air yang
tidak dapat bercampur dengan minyak dinamakan air bebas dan dengan mudah dipisahkan dengan cara
pengendapan. Namun disegi lain ada emulsi yang sulit berpisah, sehingga diperlukan suatu usaha untuk
pemecahannya. Terdapat tiga faktor penting yang membentuk emulsi stabil, yaitu :
1. Adanya dua macam cairan yang immiscible.
2. Adanya pengadukan/agitasi yang cukup kuat untuk menyebarkan cairan yang satu ke dalam cairan
yang lainnya.
3. Adanya emulsifying agent yang dapat membuat emulsi menjadi stabil.
Di dalam emulsi cairan dalam bentuk butiran-butiran yang tersebar disebut dispersed (internal) phase,
dan cairan yang mengelilingi butiran-butiran itu disebut continuous (external) pahase. Secara umum
emulsi dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Water in oil (W/O) emulsion dimana air sebagai dispersed dan minyak sebagai continious phase. Water
in oil emulsi inilah yang sering dijumpai.
2. Oil in water (O/W) emulsion, dimana minyak sebagai dispersed phase dan air sebagai continious phase.
Ditinjau dari kestabilannya, emulsi juga dapat dibagi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Emulsi yang stabil adalah emulsi dimana minyak dan air tidak dapat memisahkan diri tanpa bantuan
dari luar.
2. Emulsi yang tidak stabil adalah emulsi dimana minyak dan air dapat memisahkan diri tanpa bantuan
dari luar, cukup hanya diberikan settling time saja.
Kestabilan emulsi tergantung beberapa faktor, yaitu :
Emulsifying agent, pada emulsi minyak bumi yang stabil. Hal ini terdiri dari : asphalt, resin, oil soluble
organic acid dan material-material halus yang lebih larut atau dapat berpencar dalam minyak daripada
dalam air.
Viskositas, jika tinggi maka kecendrungan untuk mengikat butiran air lebih besar dibanding minyak
yang viskositasnya lebih rendah. Minyak yang viskositasnya besar memerlukan waktu lebih lama untuk
memecahkan emulsinya.
Specific grafity, bila perbedaannya besar maka akan mempercepat settling. Minyak yang berat
berkecendrungan untuk menahan butiran-butiran air dalam bentuk suspensi lebih lama.
Prosentase air yang tinggi akan membentuk emulsi yang kurang stabil, sehingga mudah dipisahkan
dari minyaknya.
Umur emulsi, minyak yang mengandung emulsi bila dimasukkan ke dalam tangki, dan air yang tersisa
terpisahkan serta tidak segera dilakukan treatmen, maka emulsi tersebut menjadi sangat sulit untuk
dipisahkan.
Karena memisahkan air didalam wellbore bisanya sangat sulit, maka pencegahan agitasilah yang dituju,
yaitu dengan :
Mencegah aliran turbulensi akibat penggunaan surface choke yang kurang tepat, dengan
memberi tekanan separator lebih besar namun dijaga perbedaan tekanannya masih mampu mengalirkan
minyak ke separator.
Pemakaiaan bottom hole choke, yang didasarkan atas :
3. Problem Parafin
Parafin atau asphaltin adalah unsur-unsur pokok yang banyak terkandung dalam minyak mentah.
Jenis kerusakan akibat endapan organik ini umumnya disebabkan oleh perubahan komposisi hidrokarbon
, kandungan wax (lilin) di dalam crude oil , turunnya temperatur dan tekanan, sehingga minyak makin
mengental (pengendapan parafinik) dan menutup pori-pori batuan. Secara umum rumus parafin adalah
CnH2n+2.
Endapan parafin yang terbentuk merupakan suatu pesenyawaan hidrokarbon dan hidrogen antara
C18H38 hingga C38H78 yang bercampur dengan material organik dan inorganik lain.
Kelarutan parafin dalam crude oil tergantung pada komposisi kimia minyak dan temperatur.
Pengendapan akan terjadi jika permukaan temperaturnya lebih rendah daripada crude oil. Viskositas
crude oil akan meningkat dengan adanya kristal parafin dan jika temperatur terus turun crude oil akan
menjadi sangat kental. Temperatur terendah dimana minyak masih dapat mengalir disebut titik tuang
(pour point).
1. Secara rinci penyebab utamanya adalah :
Turunnya tekanan reservoir
Hilangnya fraksi ringan minyak
Pemindahan panas dari minyak ke dinding pipa dan diteruskan ke tempat sekitarnya.
Aliran cairan yang tidak tetap dan tidak merata.
Adanya partikel lain yang menjadi inti pengendapan.
Kecepatan aliran dan kekasaran dinding pipa.
Terhentinya aliran fluida
2. Problem endapan organik ini dapat terjadi pada daerah :
Sepanjang zona perforasi
Pada tubing
Flow line
Separator
Di stock tank
3. Cara mengatasi problem parafin
Mekanik (diresrvoir : hydroulic fracturing, di tubing dengan alat scraper dan cutter dan di flowline
dengan alat pigging )
Kombinasi dengan pemakaian solvent (kerosen, kondensate, dan minyak diesel) dengan cara
pemanasan (pemakaian heater treater, steam stimulation atau thermal recovery seperti injeksi uap)
Pemakaian larutan air + calcium carbide atau acethylene
Acidizing
Kedua faktor (endapan inorganik dan organik) ini akan menghambat aliran fluida reservoir ke sumur
produksi dan membentuk daerah kerusakan atau “zona damage”. Penurunan produksi dari sumur minyak
tergantung dari banyaknya dan tempat di mana endapan tersebut terdapat Gambar .3.6. merupakan
model dari endapan parafin.
b. Sementasi Batuan
Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari fromasi untuk menahan butiran pasir agar tidak
terlepas akibat operasi produksi. Kekuatan formasi pasir dipengaruhi oleh friksi antar butir pasir dan
kohesi antar butir pasir . Friksi bertambah besar jika beban overburden bertambah besar. Kohesi antar
butir timbul akibat sementasi dan tegangan antar permukaan fluida.
Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan
membentuk lengkungan kestabilan (arching) di luar lubang perforasi.
Tixier menyatakan bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung pada kekuatan dasar
formasi (intrinsic strength of formation) dan kemampuan pasir untuk membentuk lengkungan yang stabil
di sekitar lubang perforasi.
Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya, yaitu quartzite,
graywacke dan arkose. Sementasi pada pasir kwarsit adalah karbonat (kalsit dan dolomit) dan silika
(chert, chalcedonit dan kwarsa sekunder), sementasi alamiah pada batupasir graywacke dan arkose
sangat sedikit atau hampir tidak ada. Mineral tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat pada
pasir arkose dan graywacke. Lempung umumnya menyelimuti butir-butir kwarsa dan bersifat sebagai
mineral penyemen. Pasir graywacke dan arkose tidak tersementasi dengan baik sehingga sering
menimbulkan problem kepasiran.
Sementasi batuan sangat berpengaruh terhadap ikatan antar butir atau konsolidasi dari butiran
batuan tersebut, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap kestabilan butiran tersebut. Semakin
tinggi derajat sementasinya , maka suatu formasi akan semakin kompak. Persamaan empiris yang
menunjukkan hubungan faktor formasi (F) terhadap porositas () dan faktor sementasi (m) telah diberikan
Archie dalam bentuk sebagai berikut :
……………………………………………………..….(3-13)
c. Kandungan Lempung
Sebagian besar formasi pasir mengandung lempung sebagai matrik atau semen batuan. Material
lempung terdiri dari kelompok mik, kaolonit, chlorite illite dan montmorilonite. Kelompok montmorilonite
akan mengalami swelling bila kontak dengan air.
Pada umumnya lempung mempunyai sifat yang basah terhadap air atau water wet sehingga bila
ia bebas melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat yaitu :
Lempung akan menjadi lunak.
Gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan naik.
Akibat dari semua itu maka butiran pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur bila air formasi
mulai berproduksi. Untuk menghitung kandungan mineral lempung di dalam formasi dapat dilakukan
dengan analisa logging. Adapun jenis log yang digunakan adalah : Spontaneous potensial log, resistivity
log, gamma ray log dan neutron log.
d. Laju Aliran Kritis
Sand free flow rate adalah besarnya laju produksi kritis yang mana bila laju produksi sumur lebih
besar dari laju kritisnya maka akan menimbulkan problem kepasiran.
Stein-Odeh dan Jones telah mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan laju produksi dari
suatu formasi. Maksimum sand free flow rate dapat ditentukan dengan anggapan bahwa gradien tekanan
maksimum di permukaan kelengkungan pasir yaitu saat laju produksi maksimum tanpa kepasiran
berbanding langsung dengan kekuatan formasi.
Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan
membentuk lengkungan kestabilan di luar lubang perforasi. Dengan kata lain bahwa apabila produksi
menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasinya maka butiran pasir
formasi akan bergerak atau mulai ikut berproduksi. Gambar 3.8. merupakan gambaran Lengkung
Kestabilan formasi
Persamaan yang diturunkan oleh Stein-Odeh dan Jones didasarkan pada anggapan sebagai
berikut:
1. Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah sama
2. Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman
3. Tidak terjadi overlapping dari kelengkungan kestabilan untuk setiap interval perforasi
4. Pengaruh turbulensi aliran, merata di seluruh interval perforasi
5. Perbedaan tekanan maksimum yang diperbolehkan pada bidang kelengkungan adalah sebanding
dengan kekuatan formasi.
Gravel Pack
Cara ini dilakukan dengan jalan memasang saringan pasir di bagian luar dan slotted liner di
bagian dalam.
Pada awalnya Coberly dalam perbandingan ukuran gravel sand hanya mempertimbangkan
masalah menahan/mencegah gerakan pasir kedalam lubang bor dan bukan permeabilitas gravel
packnya. Kemudian menjadi jelas bahwa produktivitas maksimum dari formasi pasir harus terhenti pada
permukaan luar dari gravel pack. Jika terjadi penghalang pasir didalam gravel pack itu sendiri, maka
permeabilitas akan berkurang.
Pengaruh dari G-S Ratio pada permeabilitas gravel pack digambarkan dengan jelas pada
penyelidikan laboratorium oleh Saucier. Gambar 3.10. menunjukkan pengaruh G-S Ratio pada
permeabilitas gravel pack.
1. Ukuran Gravel Pack
Untuk menentukan ukuran gravel, beberapa ahli memberikan saran sebagai berikut :
a. Coberly :
D > 10 d10 ……………………………………………………………..(3-32)
b. Hill :
D = 8 d10 ………………………………………………………………(3-33)
c. Tausch dan Corley :
4 d10 < D < 6 d10 ………………………………………………………(3-34)
d. Schwartz :
Schwartz, memberikan pendekatan dalam menentukan ukuran gravel, yaitu dengan memperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
1. Analisa butiran pasir formasi
Setelah diperoleh kurva distribusi ukuran butir pasir formasi produktif, maka kurva tersebut digunakan
untuk perhitungan selanjutnya.
2. Harga perbandingan gravel terhadap pasir formasi atau G-S ratio
G-S ratio adalah perbandingan antara ukuran butiran gravel dengan ukuran butir pasir formasi. G-S ratio
sangat penting hubungannya dengan pemilihan ukuran gravel. Beberapa bentuk persamaan yang
diberikan oleh para ahli, adalah sebagai berikut :
a. Saucier
b. Schwartz
atau :
c. Coberly-Hill-Wagner-Gumpertz :
d. Maly :
Untuk harga perbandingan G-S kurang dari 6, pasir tidak mampu masuk ke dalam gravel pack,
jika perbandingan ukuran G-S diantara 6-10.5 pasir bisa masuk dan akan mengurangi permeabiltas
efektif gravel pack, dan apabila perbandingan G-S lebih besar dari 10.5 maka gravel pack tidak mampu
menahan pasir yang masuk. Gambar 3.7. menunjukkan efek G-S ratio terhadap permeabilitas gravel
pack.
Schwartz mengakui adanya efek dari kecepatan aliran dan ia membuat rumusan yang sama
dengan Saucier, sebagai berikut :
1. Pasir dengan C < 5 dan velocity < 0.05 ft/sec, menggunakan d10 sebagai ukuran gravel kritis.
2. Pasir dengan C > 5 dan velocity > 0.05 ft/sec, menggunakan d40 sebagai ukuran gravel kritis.
3. Pasir dengan C > 10 dan velocity > 0.1 ft/sec, menggunakan d70 sebagai ukuran gravel kritisnya.
Jadi ukuran gravel pack adalah sebagai berikut :
D90 gravel = 6 x d90 pasir formasi ………………………………………(3-35)
Dimana kecepatan aliran (velocity) adalah :
…………………………………..(3-36)
Metode gravel packing disarankan untuk mengontrol pasir pada zone yang panjang. Gravel
packing juga baik dipakai untuk zone pendek, tetapi di dalam remedial work, multiple completion,
diameter sumur yang kecil, dan adanya abnormal prsessure akan menambah kesulitan dan biaya.
3 .Kualitas Gravel
Kualitas gravel sangat bervariasi dan tergantung pada sumber gravel yang ditangani. Gravel
sangat bervariasi di dalam kemurnian, kebundaran kekuatan dan kandungan kuarsa. Gravel dapat
bercampur dengan kotoran dan pecah selama transportasi dan penempatannya.
API merekomendasikan pasir yang digunakan untuk gravel pack yaitu :
3. Kebulatan dan kebundaran , 0.6 atau lebih dari skala Krumbein.
4. Pembatasan kelarutan terhadap asam, tidak boleh lebih dari 1 % kelarutan dalam 12 % HCl atau 3%
HF lumpur asam. Kandungan kuarsa 98 % atau lebih.
5. Kekuatan butiran (dalam standar tes laboratorium) bila diberi tekanan 2000 psi selama 2 menit tidak
boleh rusak lebih dari 4 % untuk ukuran 12/20, 16/30, dan 20/40 mesh atau 2 % untuk ukuran 30/50 dan
40/60 mesh.
a. Sistim Internal
Pada sistim ini dugunakan larutan Resin yang disertai oleh zat pengeras, pengencer, katalisator.
Pengerasan terjadi dengan terpisahnya pelarut dari resinnya.
b. Sistim external
Pada sisitm ini digunakan larutan resin yang tidak disertai oleh zat pengeras. pengerasan pada
saat overflush datang.
5.Korosi
Korosi adalah kerusakan logam akibat reaksi elektrokimia dengan lingkungannya, demana besi
(Fe) bereaksi membentuk senyawa hidroksida, karbonat atau sulfida yang rapuh dan mudah tererosi oleh
aliran. Sebagai akibatnya adalah penipisan dinding pipa, alat-lat produksi, yang akhirnya dapat
menimbulkan kebocoran-kebocoran.
Penyebab korosi yang sering dijumpai di lapangan adalah CO 2, H2S, asam-asam organik, HCl
dan oksigen yang terlarutkan di dalam air.
6. Coning
Water dan Gas coning merupakan permasalahan yang serius pada banyak aplikasi dilapangan.
Gejala ini ditandai oleh breakthtrough air atau gas yang terlalu dini. Penyebab timbulnya gejala coning
pada sumur-sumur minyak pada dasarnya disebabkan oleh laju produksi yang berlebihan.
Water coning bisa terjadi bersama-sama dengan gas coning atau trjadi sendiri-sendiri, tergantung
pada reservoarnya. Jika reservoarnya memiliki lapisan ga diatas lapisan minyak dan atau lapisan air
dibawahnya, maka kemungkinan terjadi gejala coning ada.
Terproduksinya air atau gas yang berlebihan tidak hanya menurunkan produksi minyak , tetapi
juga dapat mengakibatkan sumur di tutup atau ditinggalkan sebelum waktunya.
Berbeda dengan fingering, coning terjadi akibat aliran air dan atau gas yang melintasi bidang
batas dari arah vertikal. Sedangkan pada fingering air dan atau gas mengalir melewati atau sepanjang
bidang batas. Bidang batas yang dimaksud adalah oil water contac atau gas oil contact yang berbeda
dalam kondisi statis, yaitu ketika belum terjadi aliran didalam reservoar.