Anda di halaman 1dari 3

Sekilas Tentang LAPANGAN MINYAK KAWENGAN PERTAMINA CEPU

LetakGeografis,KeadaanMorfologidanStrukturGeologi.

Lapangan minyak Kawengan terletak kurang lebih 22 km di sebelah timur laut kota Cepu,
membentang dari arah barat laut ke tenggara kurang lebih sepanjang 15 km, dengan lebar bagian
barat 1 km, dan lebar bagian timur 1,5 km. Lapangan minyak Kawengan terletak dalam tiga
kecamatan, masing-masing adalah:

1.

Kecamatan Kasiman, di bagian barat

2. Kecamatan Senori, di bagian tengah


3. Kecamatan Malo, di bagian timur

Kecamatan Kasiman dan Kecamatan Malo termasuk daerah Kabupaten Bojonegoro, sedangkan
Kecamatan Senori termasuk daerah Kabupaten Tuban, jadi lapangan minyak Kawengan termasuk
dalam daerah propinsi Jawa Timur.

Secara regional lapangan minyak Kawengan termasuk dalam Antiklinorium Rembang, yang
terdiri dari antiklinal-antiklinal yang membentang dari barat ke timur. Perbukitan Rembang ini
dipisahkan dari pegunungan Kendeng oleh suatu jalur sinklinal yang disebut sebagai zona
Randublatung, dimana keseluruhan bukit tersebut termasuk cekungan besar Rembang. Puncak
tertinggi antiklinorium Rembang kira-kira 500 meter diatas permukaan air laut, sedangkan
ketinggian lapangan minyak Kawengan bervariasi antara 140 sampai 200 meter.

Permukaan tanahnya terdiri dari tanah kapur margel, sehingga system pengeringan yang
berjalan di permukaan cukup cepat, tetapi erosinya berjalan lambat, karena adanya hutan jati yang
menutupi hampir di seluruh lapangan minyak Kawengan. Struktur lapangan minyak Kawengan
mempunyai bentuk struktur antiklin asimetris, yang terdiri dari empat buah puncak, dimulai dari
desa Wonocolo di sebelah barat menjurus kea rah tenggara dan berakir di daerah Kanten dengan
puncak antiklin semakin rendah. Panjang antiklinal lapangan minyak Kawengan sekitar 24 km dan
panjang daerah yang diproduksikan sekitar 13,2 km.

Struktur antiklinal tersebut banyak mengalami patahan-patahan, yaitu terdiri dari enam sampai
Sembilan induk patahan yang membagi daerah produktif menjadi beberapa blok, antra lain: Blok I,
II, IIIa, IIIb, IIIc, IV, Va, Vb, dan VI. Diantara keempat puncak antiklinal tersebut yaitu dari arah
barat-timur masing-masing adalah: Wonocolo/Dandangilo, Kawengan, Wonosari, dan Kidangan,
dimana puncak Kawengan adalah merupakan struktur yang paling produktif, maka selanjutnya
digunakan sebagai nama Lapangan.

Sejarah Produksi Lapangan Minyak Kawengan.

Dimulai pada tahun 1896 telah dilakukan survey geologi oleh BPM di daerah Kawengan, dan
sumur pertama di bor pada tahun 1925 di daerah Kidangan, di beri nama Kd-1 pada top perforasi
348 meter sumur ini menghasilkan minyak sebesar 16 m3/hari. Selanjutnya pada bulan Maret 1926
selesai di bor di daerah Kawengan, yaitu sumur Kw-1 dengan top perforasi 531 meter menghasilkan
gas.

Pada akhir tahun 1936 telah selesai di bor sebanyak 21 sumur, dan dari tahun ke tahun jumlah
sumur semakin betambah banyak. Lokasi pemboran bergerak ke arah timur di seluruh lapangan
minyak Kawengan. Sampai akhir Desember 1942 tercatat sebanyak 83 sumur yang dibor, 29 sumur
diantaranya terletak di blok I dan II. Kegiatan pemboran sumur produksi sementara dihentikan dan
dilanjutkan dengan pemboran ekplorasi, dengan nomor sumur: Kw-84, Kw-85, Kw-86, Kw-87, Kw88, Kw-89, Kw-90 dan terakhir Kw-91 yang selesai di bor pada tanggal 16 Agustus 1944 dengan total
kedalaman 779 meter. Pada tahun 1944 sampai 1950 tidak ada pemboran
sumur baru dan kegiatan perawatan sumur sangat berkurang.

Produksi maksimum yang dicapai adalah pada tahun 1938, dengan total produksi minyak sebesar
844.000 m3. Pada tahun 1948 terlihat adanya penurunan produksi, yaitu menjadi 127.000 m3, hal
ini disebabkan sebagai akibat Perang Dunia II dan adanya pendudukan tentara Jepang. Dan baru
pada pertengahan tahun 1950 pemboran sumur ekplorasi di aktifkan lagi.

Pada tanggal 15 Juli 1957 selesai di bor sumur Kw -129 dengan total kedalaman 733 m , dan
tahun tahun berikutnya tidak ada lagi kegiatan pemboran. Jadi jumlah sumur di lapangan minyak

Kawengan pada waktu itu sebanyak 137 sumur, yang terdiri dari delapan sumur di daerah Kidangan
dan 129 sumur di daerah Kawengan. Pada tahun 1957 jumlah sumur yang berproduksi; 85 sumur
dengan total produksi sebesar 393.000 m3 dan mulai tahun 1960 sumur-sumur produksi di
lapangan minyak Kawengan dari hari ke hari semakin berkurang, karena beberapa sumur
berproduksi dengan water cut yang tinggi, peralatan produksi, pumping unit, dan prime mover
mulai rusak dan perawatan sumur mulai berkurang.

Lapangan minyak Kawengan mulai tahun 1988 dikelola oleh Pertamina, dan sejak saat itu
kegiatan pemboran mulai bergairah kembali, dan bahkan pada awal tahun 2000 sudah dilakukan
pemboran horizontal dalam rangka meningkatkan produksi minyak. Pada umumnya sumur-sumur
di lapangan Kawengan di produksikan dengan menggunakan pompa Sucker Rod (Pompa Angguk)
tetapi pada saat ini beberapa sumur di produksikan dengan Electric Submersible Pump (ESP), dan
Progresive Cavity Pump (PCP).
Selain digunakan system pengangkatan minyak yang modern, di lapangan Kawengan, tepatnya di
Desa Wonocolo masih dijumpai adanya sistem pengangkatan minyak yang sangat sederhana, yaitu
dengan cara penimbaan, baik dengan tenaga manusia (ditarik beramai-ramai, sekitar 6 8 orang)
maupun secara mekanis (ditarik dengan tali yang dililitkan pada roda truck bekas yang digerakkan
oleh tenaga mesin).

Referensi:

Buku Petunjuk Kuliah Lapangan Geologi Cepu Jurusan Teknik Perminyakan, UPN Veteran Yogyakarta.

Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan Dan Gas Bumi, PPT MIGAS

Anda mungkin juga menyukai