Anda di halaman 1dari 4

PLTS menjaga kestabilan produksi energi PLTS akibat fluktuasi radiasi matahari

1. Tantangan Infrastruktur di Daerah Terpencil: Sumba termasuk daerah terpencil di Indonesia


yang belum memiliki infrastruktur yang memadai termasuk penyediaan energi Listrik. Yang
sangat dibutuhkan untuk perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Masyarakat.

2. Karakteristik Geografis Sumba: Salah satu proyek PLTS yang akan dibangun ini terletak di di
Desa Mondu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT dengan kapasitas
NDC sebesar 10 MW pada siang hari dan 1,5 MW pada malam hari dengan memanfaatkan
solar PV yang sering kali memiliki sinar matahari yang kuat sepanjang tahun.

3. Pengembangan PLTS di Sumba: tingginya radiasi matahari di provinsi NTT termasuk Sumba
merupakan potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, khususnya
energi matahari. Berbagai proyek dan inisiatif telah diluncurkan untuk meningkatkan
kapasitas PLTS di pulau ini sebagai bagian dari upaya untuk memperluas akses listrik dan
mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

4. Tantangan energi matahari. PV hanya bisa menghasilkan energi di siang hari dan bersifat
intermiten karena tergantung pada sumber daya dan kondisi terkaitnya, seperti cuaca,
kondisi awan dan fluktuasi radiasi matahari. Untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan,
diperlukan solusi teknis seperti penambahan baterai sebagai penyimpan energi yang saat ini
masih mahal harganya.

5. Berdasarkan data dari NASA dan sumber lainnya mengenai radiasi matahari menunjukkan
bahwa NTT termasuk Sumba merupakan daerah yang memiliki tingkat keterikan matahari
rata-rata (Peak Sun Hour) yang cukup tinggi diatas 5 PSH sehingga sumba sangat cocok
untuk pemanfaatan PLTS bagi peningkatan infrastruktur ketenaga listrikan.

● 5. Net Zero Emissions (NZE): Konsep NZE menekankan pentingnya mencapai keseimbangan
antara jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan jumlah yang dihilangkan dari
atmosfer. Ini berarti bahwa total emisi yang dihasilkan harus sebanding dengan total emisi
yang diserap atau dihilangkan, sehingga netto emisi gas rumah kaca menjadi nol. Banyak
negara dan organisasi, termasuk Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China, telah menetapkan
target NZE untuk tahun-tahun mendatang.

● 6. Bauran Energi Nasional: Bauran energi nasional merujuk pada komposisi sumber-sumber
energi yang digunakan dalam suatu negara. Target bauran energi nasional sering kali
mencakup peningkatan proporsi energi terbarukan seperti tenaga surya, tenaga angin, hidro,
dan biomassa, sambil mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti batu bara,
minyak, dan gas alam. Negara-negara di seluruh dunia telah menetapkan berbagai target
untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi mereka.

Dampak negatif

1. Tantangan Infrastruktur di Daerah Terpencil: Sumba termasuk daerah terpencil di Indonesia


yang belum memiliki infrastruktur yang memadai termasuk penyediaan energi Listrik. Yang
sangat dibutuhkan untuk perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Masyarakat.

2. Karakteristik Geografis Sumba: Salah satu proyek PLTS yang akan dibangun ini terletak di di
Desa Mondu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, NTT dengan kapasitas
NDC sebesar 10 MW pada siang hari dan 1,5 MW pada malam hari dengan memanfaatkan
solar PV yang sering kali memiliki sinar matahari yang kuat sepanjang tahun.
3. Pengembangan PLTS di Sumba: tingginya radiasi matahari di provinsi NTT termasuk Sumba
merupakan potensi besar dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia, khususnya
energi matahari. Berbagai proyek dan inisiatif telah diluncurkan untuk meningkatkan
kapasitas PLTS di pulau ini sebagai bagian dari upaya untuk memperluas akses listrik dan
mengurangi ketergantungan pada energi fosil.

4. Tantangan energi matahari. PV hanya bisa menghasilkan energi di siang hari dan bersifat
intermiten karena tergantung pada sumber daya dan kondisi terkaitnya, seperti cuaca,
kondisi awan dan fluktuasi radiasi matahari. Untuk meningkatkan pangsa energi terbarukan,
diperlukan solusi teknis seperti penambahan baterai sebagai penyimpan energi yang saat ini
masih mahal harganya.

5. Berdasarkan data dari NASA dan sumber lainnya mengenai radiasi matahari menunjukkan
bahwa NTT termasuk Sumba merupakan daerah yang memiliki tingkat keterikan matahari
rata-rata (Peak Sun Hour) yang cukup tinggi diatas 5 PSH sehingga sumba sangat cocok
untuk pemanfaatan PLTS bagi peningkatan infrastruktur ketenaga listrikan.

● 5. Net Zero Emissions (NZE): Konsep NZE menekankan pentingnya mencapai keseimbangan
antara jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dan jumlah yang dihilangkan dari
atmosfer. Ini berarti bahwa total emisi yang dihasilkan harus sebanding dengan total emisi
yang diserap atau dihilangkan, sehingga netto emisi gas rumah kaca menjadi nol. Banyak
negara dan organisasi, termasuk Uni Eropa, Amerika Serikat, dan China, telah menetapkan
target NZE untuk tahun-tahun mendatang.

● 6. Bauran Energi Nasional: Bauran energi nasional merujuk pada komposisi sumber-sumber
energi yang digunakan dalam suatu negara. Target bauran energi nasional sering kali
mencakup peningkatan proporsi energi terbarukan seperti tenaga surya, tenaga angin, hidro,
dan biomassa, sambil mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil seperti batu bara,
minyak, dan gas alam. Negara-negara di seluruh dunia telah menetapkan berbagai target
untuk meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi mereka.

Kapan masalah terjadi

1. Puncak Permintaan Listrik: Penurunan produksi energi PLTS dapat terjadi selama periode
puncak permintaan listrik, misalnya selama siang hari ketika banyak rumah tangga, bisnis,
dan industri menggunakan listrik secara intensif. Permintaan listrik yang tinggi ini dapat
melebihi kapasitas produksi PLTS, terutama jika sistem tidak dirancang untuk menangani
beban yang sangat besar.

2. Perubahan Cuaca yang Mendadak: Fluktuasi beban pada PLTS di Sumba juga dapat terjadi
secara tiba-tiba akibat perubahan cuaca yang tidak terduga, seperti awan mendung yang
tiba-tiba menutupi matahari atau turunnya intensitas cahaya matahari karena hujan deras.
Hal ini dapat mengakibatkan penurunan produksi energi PLTS secara mendadak dan tidak
terduga.

3. Pemakaian Peralatan Tambahan: Penggunaan peralatan tambahan yang membutuhkan daya


listrik tinggi, seperti AC, pompa air, atau peralatan industri, dapat menyebabkan fluktuasi
beban yang signifikan pada PLTS di Sumba. Pemakaian peralatan ini bisa meningkat secara
tiba-tiba dan mengakibatkan peningkatan beban pada sistem PLTS.

Analisa penyebab masalah


1. Fluktuasi Beban yang Tidak Terduga: Perubahan tiba-tiba dalam permintaan energi listrik,
disebabkan oleh penggunaan peralatan tambahan atau perubahan cuaca yang tidak terduga
seperti awan mendung atau hujan deras, dapat menyebabkan fluktuasi beban yang signifikan
pada PLTS.

2. Kapasitas Terbatas: Kapasitas PLTS mungkin tidak mencukupi untuk menangani fluktuasi
beban yang ekstrem, terutama selama periode puncak permintaan listrik. Hal ini dapat
mengakibatkan penurunan produksi energi saat permintaan melebihi kapasitas sistem.

3. Keterbatasan Infrastruktur: Keterbatasan infrastruktur jaringan listrik di Sumba dapat


menyebabkan keterlambatan dalam distribusi energi dari PLTS ke konsumen, memperburuk
dampak penurunan produksi energi akibat fluktuasi beban.

4. Kurangnya Penyimpanan Energi: PLTS Sumba tidak dilengkapi dengan sistem penyimpanan
energi yang memadai, seperti baterai, sehingga tidak dapat menyimpan kelebihan energi
untuk digunakan saat beban meningkat atau produksi energi turun.

5. Ketergantungan pada Energi Fosil: Dalam situasi di mana produksi energi PLTS menurun
akibat fluktuasi beban, masyarakat atau bisnis mungkin beralih ke penggunaan generator
listrik berbahan bakar fosil sebagai sumber cadangan, meningkatkan emisi gas rumah kaca
dan polusi udara.

Solusi

Gambar ini menunjukkan pola keluaran energi dari sistem panel surya, manajemen penyimpanan,
dan pengaliran listrik ke jaringan. Pada siang hari, output energi stabil mencapai 10 MW, sementara
pada malam hari, turun menjadi 1,5 MW. Energi dari panel surya dengan kapasitas 30 MWp atau
setara dengan daya AC 24,5 MWac dipakai untuk menyuplai beban dengan daya 10 MWac secara
konsisten. Sisa maksimum 14,5 MWac dialokasikan untuk penggunaan di elektroliser dan pengisian
baterai.

Energi tersimpan dalam baterai 27 MWh berfungsi sebagai kompensator reaksi cepat untuk
menangani efek intermiten dari panel surya. Sementara itu, energi di tangki hidrogen digunakan
untuk menghasilkan sekitar 1,5 MWac listrik melalui sel bahan bakar hidrogen untuk digunakan pada
malam hari. Di beberapa situasi, energi di tangki hidrogen juga bisa berperan sebagai kompensator
cadangan intermiten pada siang hari.

Pembangkit listrik tenaga surya memiliki pelacak untuk mengoptimalkan hasil energi. PV surya akan
menghasilkan listrik untuk disuplai ke jaringan listrik pada siang hari, menggerakkan elektroliser
untuk menghasilkan hidrogen, dan mengisi baterai li-ion.

PLTS Sumba ini direncanakan memiliki daya DC puncak sebesar 30,0 MWdc, daya AC terukur 24,5
MWac, BESS 27 MWh, dan Penyimpanan Hidrogen 36 MWh. Output pada siang hari (11 jam dari jam
7 pagi hingga 6 sore) adalah 10 MW yang stabil terutama dari PV surya, 2 jam (18.00 hingga 20.00)
10 MW terutama dari baterai dan pada waktu malam dari sel bahan bakar (11 jam dari jam 8 malam
sampai jam 7 pagi) 1,5 MW

Baterai lebih murah untuk pengoperasian beberapa jam, sementara hidrogen lebih ekonomis
untuk pengoperasian berhari-hari, yang dapat meningkatkan biaya baterai. Menurut Bloomberg NEF
2020, Biaya energi bertingkat (LCOE) tenaga surya turun di bawah US$30/MWh, sedangkan LCOE
sistem penyimpanan baterai mencapai US$150/MWh untuk proyek berdurasi empat jam. PV yang
tidak disubsidi dapat bersaing dengan teknologi konvensional, namun kurang memiliki karakteristik
pengiriman dan manfaat yang terkait. LCOS (Levelized Cost of Storage) untuk sistem penyimpanan
kapasitas grosir (PLTS & penyimpanan) berada pada kisaran $165 hingga $296 per kW dan $85 hingga
$158 per MWh berdasarkan energi keluaran.

PLTS ini memadukan teknologi hidrogen dan baterai untuk menghasilkan daya yang kuat, bersih,
stabil, dan kontinu. Baterai berfungsi di siang hari untuk menangani puncak daya selama 2 hingga 4
jam untuk mengendalikan biaya. Sel hidrogen beroperasi pada malam hari dengan biaya layanan
yang lebih rendah. Penyimpanan hidrogen selama dua malam memungkinkan penyimpanan
mingguan dan perkiraan daya. Kombinasi baterai hidrogen dan Li-ion dapat memperpanjang operasi
PLTS serta meningkatkan distribusi energi terbarukan. Keduanya bersaing tergantung pada
kebutuhan dan tujuan pembangkit listrik. Baterai sesuai untuk penyimpanan jangka pendek namun
membutuhkan unit lebih banyak untuk pasokan yang lebih lama, sementara penyimpanan hidrogen
dapat memberikan pasokan listrik 24 jam yang lebih andal.

Anda mungkin juga menyukai