Anda di halaman 1dari 2

“Di minimarket” Ucapku kepada seseorang di balik telepon.

“Ayah ngapain telepon siang-siang begini?” Seseorang itu adalah ayahku.


Satu-satunya makhluk di semesta ini yang ku punya.

“Minimarket? Ini kan masih jam sekolah. Kamu bolos?”

“Mulai, deh, soudzon sama anaknya sendiri” Seruku kesal.

“Jam pulangnya lebih cepat, yah. Guru ada kegiatan di luar sekolah” lanjutku
menjelaskan.

“Semuanya tujuh puluh lima ribu lima ratus” Ucap sang kasir saat selesai
memindai barang belanjaanku. Ada beberapa jenis mie instan dan sebuah susu
kotak yang berukuran sedang.

Untuk beberapa detik aku sibuk menggeleda dompetku, sementara handphone


yang sebelumnya ku pegang sudah berpindah di antara telinga dan pundakku.

“Lihat, yah. Anak ayah ini bahkan nggak punya lima ratusan”

Aku mematikan sambungan telepon dan hendak mengatakan kepada sang


kasir untuk mengurangi belanjaanku. Tetapi tiba-tiba saja seseorang berdiri di
sampingku lalu meletakan sebotol minuman soda dan menyodorkan selembar uang
seratus ribuan kepada sang kasir.

“Sekalian sama dia, mbak” Ucap laki-laki yang juga memakai seragam putih
abu-abu itu.

Aku terdiam sebentar mentapnya. Sampai aku sadar, belanjaanku telah di


kemas oleh sang kasir. Sementara itu dia pergi setelah membayar.

“Tunggu!” Aku mengejarnya hingga ke depan mini market.

“Tunggu!” Seruku lagi saat sampai di hadapannya.

“Ini aku ada tujuh puluh ribu, sisanya nyusul yah”

Dia tertawa kecil saat mendengar kalimat itu. Aku menatapnya bingung.

“Nggak usah, gapapa. Lo pegang aja”

“Jangan gitu. Aku nggak mau punya hutang, apa lagi sama orang yang nggak
di kenal”

Dia meraih uang yang ku berikan. “Terima kasih, ya. Tapi aku janji pasti lima
ratus rupiahnya aku ganti”

Dia kembali tertawa kecil. “Yaudah, terserah lo”


Aku mengalihkan perhatianku ke jalanan, sebentar lagi bus yang akan
membawaku pulang akan segera tiba. Beruntung aku tidak perlu menunggu lama,
aku segera masuk saat bus berhenti dan leganya masih tersisa tempat duduk.

Baru saja aku duduk, seseorang menyusul duduk di sebelahku. Singkat ku lirik
dia juga berpakain putih abu-abu, ku ingat saat menunggu bus tadi, tidak ada
seseorang dengan pakaian putih abu-abu di sekitarku. Tapi sudahlah, apakah itu
penting sekarang.

***

Saat di bus adalah saat paling sering untukku melamun memikirkan kejadian-
kejadian yang sudah terjadi di hidupku sampai hari ini. Rasanya melelahkan seperti
habis berlari jutaan kilometer. Aku bisa kehabisan nafas kapan saja, tersandung apa
saja, bahkan berhenti di titik mana saja. Tapi hebatnya aku masih terus berlari
sampai ke hari ini. Tidak kusangka Anna, kamu sudah sejauh ini ternyata.

Anda mungkin juga menyukai