“Jam pulangnya lebih cepat, yah. Guru ada kegiatan di luar sekolah” lanjutku
menjelaskan.
“Semuanya tujuh puluh lima ribu lima ratus” Ucap sang kasir saat selesai
memindai barang belanjaanku. Ada beberapa jenis mie instan dan sebuah susu
kotak yang berukuran sedang.
“Lihat, yah. Anak ayah ini bahkan nggak punya lima ratusan”
“Sekalian sama dia, mbak” Ucap laki-laki yang juga memakai seragam putih
abu-abu itu.
Dia tertawa kecil saat mendengar kalimat itu. Aku menatapnya bingung.
“Jangan gitu. Aku nggak mau punya hutang, apa lagi sama orang yang nggak
di kenal”
Dia meraih uang yang ku berikan. “Terima kasih, ya. Tapi aku janji pasti lima
ratus rupiahnya aku ganti”
Baru saja aku duduk, seseorang menyusul duduk di sebelahku. Singkat ku lirik
dia juga berpakain putih abu-abu, ku ingat saat menunggu bus tadi, tidak ada
seseorang dengan pakaian putih abu-abu di sekitarku. Tapi sudahlah, apakah itu
penting sekarang.
***
Saat di bus adalah saat paling sering untukku melamun memikirkan kejadian-
kejadian yang sudah terjadi di hidupku sampai hari ini. Rasanya melelahkan seperti
habis berlari jutaan kilometer. Aku bisa kehabisan nafas kapan saja, tersandung apa
saja, bahkan berhenti di titik mana saja. Tapi hebatnya aku masih terus berlari
sampai ke hari ini. Tidak kusangka Anna, kamu sudah sejauh ini ternyata.