Anda di halaman 1dari 18

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN DENGAN WARM

ANTIBODY

LAPORAN KASUS

Oleh:
dr. Astrid Astrella Alfonso
C085221003

Dipresentasikan pada: Free Paper Presentation MaCPLAM VII


Hotel The Natsepa
Ambon, 21 September
2023

PROGRAM STUDI ILMU PATOLOGI KLINIK


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN/
RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
2023
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN DENGAN WARM ANTIBODY

Astrid Astrella Alfonso 1*, Raehana Samad 2, Rachmawati Adiputri Muhiddin2,3


1
Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin, Makassar;
2
Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin,
Makassar;
3
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
* alfonsoastrid@yahoo.com

ABSTRAK

Pendahuluan: Anemia hemolitik autoimun (AHA) merupakan suatu penyakit yang


jarang ditemukan. Insiden AHA di dunia mencapai 17:100.000 orang per tahun
dengan angka kematian hingga 11%. Klasifikasi AHA sangat penting karena
pendekatan terapeutik pasien AHA tipe hangat sangat berbeda dibandingkan pasien
AHA tipe dingin. Kasus AHA dengan kondisi anemia berat yang membutuhkan
transfusi, terkadang sangat sulit untuk mendapatkan donor yang cocok.
Kasus: Perempuan usia 26 tahun dengan keluhan lemas disertai sesak nafas sejak
satu minggu sebelum masuk rumah sakit. Pemeriksaan fisik didapatkan takikardi,
konjungtiva anemis, sklera ikterik dan hepatosplenomegali. Hasil laboratorium
didapatkan kadar Hemoglobin 3.9 g/dL, Mean Corpuscular Volume 124 fL, Mean
Corpuscular Hemoglobin 46 pg, Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration 37
g/dL, retikulosit 23.69%, bilirubin total 2.75 mg/dL, bilirubin indirek 1.86 mg/dL,
lactate dehydrogenase (LDH) 799 U/L. Hasil uji silang serasi dengan golongan darah
O rhesus D positif ditemukan inkompatibel mayor 3+, minor 3+, autokontrol 3+,
Direct Antiglobulin Test (DAT) 4+ dan Indirect Antiglobulin Test 2+. Hasil DAT
monospesifik positif pada IgG. Pasien tidak diberikan transfusi darah. Terapi yang
diberikan pada pasien yaitu kortikosteroid sesuai dengan lini pertama pengobatan
AHA.
Diskusi: Pasien datang dengan gejala anemia. Berdasarkan hasil laboratorium pasien
didapatkan anemia, peningkatan bilirubin indirek, peningkatan LDH dan tes DAT
monospesifik positif pada IgG. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat terjadi akibat
adanya autoantibodi IgG yang bereaksi kuat pada suhu sekitar 37°C.
Kesimpulan: Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 26 tahun, diagnosis
AHA dengan antibodi tipe hangat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan laboratorium. Pemberian transfusi darah bukan terapi utama pada kasus
AHA.

Kata kunci : Anemia hemolitik autoimun, antibodi tipe hangat, tes antiglobulin direk
AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA WITH WARM ANTIBODY

Astrid Astrella Alfonso 1*, Raehana Samad 2, Rachmawati Adiputri Muhiddin2,3


1
Clinical Pathology Specialist Medical Program, Faculty of Medicine, Hasanuddin
University, Makassar;
2
Departement of Clinical Pathology, Faculty of Medicine, Hasanuddin University,
Makassar;
3
Wahidin Sudirohusodo Hospital, Makassar
* alfonsoastrid@yahoo.com

ABSTRACT

Introduction: Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) is a rare disease. The


incidence of AIHA in the world reaches 17:100.000 people per year with a mortality
rate of up to 11%. The AIHA classification is very important because therapy of
warm-type AIHA patients is very different with cold-type AIHA patients.
Autoimmune hemolytic anemia cases may present with severe anemia requiring
transfusion, sometimes it is very difficult to find a suitable donor.
Case: A 26-year-old woman with complaints of weakness and shortness of breath
since one week before entering the hospital. On physical examination were found
tachycardia, anemic conjunctiva, icteric sclera and hepatosplenomegaly. Laboratory
results showed Hemoglobin 3.9 g/dL, Mean Corpuscular Volume 124 fL, Mean
Corpuscular Hemoglobin 46 pg, Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration 37
g/dL, reticulocyte 23.69%, total bilirubin 2.75 mg/dL, indirect bilirubin 1.86 mg/dL,
lactate dehydrogenase (LDH) 799 U/L. The results of crossmatch test with O-Rhesus
D positive was found incompatible major 3+, minor 3+, autocontrol 3+, Direct
Antiglobulin Test (DAT) 4+ and Indirect Antiglobulin Test 2+. Monospecific DAT
results positive on IgG. The patient was not given blood transfusion. The therapy that
has given to patient is corticosteroid according to the first line of AIHA treatment.
Discussion: Patient comes with symptoms of anemia. Based on the laboratory results,
the patient found anemia, increased indirect bilirubin, increased LDH and a positive
monospecific DAT test on IgG. Warm type autoimmune hemolytic anemia occurs
due to the presence of IgG autoantibodies that react strongly at temperatures around
37°C.
Conclusion: A case of a 26-year-old woman with warm-type antibody AIHA has
been reported. Diagnosis based on history, physical examination, laboratory
examination. Blood transfusion is not the main therapy in cases of AIHA.

Keywords: Autoimmune Hemolytic Anemia, warm antibody, direct antiglobulin test


A. Pendahuluan
Anemia hemolitik autoimun (Autoimmune Hemolytic
Anemia/AIHA) merupakan suatu keadaan terdapat autoantibodi
terhadap sel-sel eritrosit sehingga eritrosit mudah lisis dan umur
eritrosit memendek.1 Anemia hemolitik autoimun merupakan suatu
penyakit yang jarang ditemukan. Insiden AIHA di dunia mencapai
17:100.000 orang per tahun dengan angka kematian hingga 11%. 2
Di rumah sakit jarang ditemui lebih dari 5 kasus AIHA baru setiap
tahunnya, namun di pusat rujukan tersier dapat ditemukan 15-30
kasus setiap tahunnya.3
Gejala yang paling sering ditemukan yaitu lemas, mudah
lelah, dan sesak napas. Tanda klinis yang sering dilihat adalah
konjungtiva pucat, sklera berwarna kekuningan, splenomegali, dan
urin berwarna merah gelap.1 Diagnosis AIHA dapat ditegakkan bila
ditemukan gejala anemia hemolitik dengan hasil Direct Antiglobulin
Test/DAT (tes Coombs) positif dan tidak terdapat riwayat keluarga
atau kelainan lain yang dapat menyebabkan hemolisis.4
Klasifikasi AIHA secara umum dibagi menjadi AIHA tipe
hangat (Warm AIHA/wAIHA) dengan karakteristik terjadi
aglutinasi pada suhu 37℃, AIHA tipe dingin (Cold Agglutinin
Disease/CAD) dengan karakteristik terjadi aglutinasi pada suhu
0℃-5℃, Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH), AIHA tipe
campuran, dan AIHA diinduksi oleh obat.5 Pada orang dewasa, 70-
80% kasus AIHA merupakan tipe hangat sedangkan pada anak
mencapai 90%.4 Penyebab AIHA bervariasi, umumnya
primer/idiopatik (50%), maupun sekunder oleh karena komplikasi
dari penyakit lain seperti sindrom limfoproliferatif (20%), penyakit
autoimun lain seperti Systemic Lupus Erythematous (SLE) (20%)
hingga infeksi dan tumor.6 Klasifikasi ini penting pada penderita

1
AIHA sebelum memulai terapi karena pendekatan terapeutik pasien
dengan AIHA tipe hangat sangat berbeda dibandingkan pasien
dengan AIHA tipe dingin.2
Kasus AIHA dapat muncul dengan kondisi anemia berat
yang membutuhkan transfusi, terkadang sangat sulit untuk
mendapatkan donor yang cocok. Transfusi darah untuk pasien
dengan AIHA seringkali menimbulkan masalah potensial yang unik
berkaitan dengan waktu kelangsungan hidup yang relatif singkat
eritrosit yang ditransfusikan.5,6 Berikut ini merupakan laporan kasus
seorang penderita AIHA dengan warm antibody disertai
inkompatibel terhadap donor.

B. Kasus
Seorang perempuan, 26 tahun, datang dengan keluhan lemas.
Lemas dirasakan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit,
memberat sejak tiga hari yang lalu. Lemas dirasakan terus-menerus
dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien merasakan sesak nafas
hilang timbul terutama saat pasien beraktivitas ringan, pasien hanya
mampu berjalan di dalam rumah. Riwayat demam tidak ada, mual
tidak ada, muntah tidak ada. Rasa silau pada cahaya disangkal.
Riwayat batuk tidak ada, nyeri dada tidak ada, mimisan tidak ada,
perdarahan gusi tidak ada, bintik-bintik kemerahan pada kulit tidak
ada. Buang air kecil tidak ada keluhan, buang air besar konsistensi
lunak dan berwarna kuning kecoklatan. Riwayat reaksi transfusi
darah pada tahun 2022 yaitu berupa alergi, muncul ruam merah
seluruh badan. Pasien memiliki riwayat golongan darah O rhesus
positif. Riwayat penyakit keluarga juga disangkal. Pasien belum
menikah.

2
Pemeriksaan fisik didapatkan kesan sakit sedang, kesadaran
compos mentis, dengan tanda vital tekanan darah 100/60 mmHg,
denyut nadi 104x per menit, regular, temperatur aksila 36,5˚C,
frekuensi pernafasan 20x per menit regular tipe torakoabdominal,
SpO2 99% dengan nasal kanul 3 liter/menit. Pemeriksaan mata
tampak konjungtiva anemis, sklera ikterik. Pemeriksaan dada
tampak simetris, vokal fremitus normal, perkusi sonor pada kedua
lapangan paru, suara nafas bronkovesikuler, tidak ada ronki,
wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan perut datar, ikut gerak
nafas, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae, lien teraba
schuffner 2. Pemeriksaan ekstremitas, edema tidak ada, palmar
kedua tangan tampak pucat teraba hangat.

Pemeriksaan Laboratorium

Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 18 Februari 2023


Paramete Hasil Unit Rujukan
r
WBC 9.4 103/µL 4.0-10.0
%Neu 42.5 % 52-75
%Lym 49.2 % 20-40
%Mono 8.0 % 2.0-8.0
%Eos 0.2 % 1.0-3.0
%Baso 0.1 % 0.0-0.10
RBC 0.85 106/µL 4.0-6.0
HGB 3.9 g/dL 12.0-16.0
HCT 11 % 37-48
MCV 124 fL 80-97

3
MCH 46 Pg 26.5-33.5
MCHC 37 g/dL 31.5-35.0
RDW-CV 39.0 % 10.0-15.0
PLT 135 103/µL 150-400
MPV 10.3 fL 6.5-11.0
PCT 15.60 % 0.15-0.50
PDW 10.7 % 10.0-18.0
RET 23.69 % 0.0-0.10
LED >140 mm (L<10, P<20)
Kesan: Anemia, Retikulositosis, Peningkatan Laju Endap Darah

4
Tabel 2. Hasil pemeriksaan hematologi lain tanggal 21 Februari 2023
Parameter Has Satuan Ru
il ju
ka
n
Coomb’s test Posi Ne
tif gat
(+4) if
Kesan: Coomb’s test positif

Tabel 3. Hasil pemeriksaan kimia darah


Parameter (Kimia Darah) 21/02/2023 Unit Rujukan
Ureum 60 mg/dL 10-50
Creatinin 0.73 U/L L(<1,3);P(<1,1)
AST/SGOT 56 U/L <38
ALT/SGPT 10 mg/dL <41
Bilirubin Total 2.75 mg/dL Dewasa (<1.1), neonatus
(<11.0)
Bilirubin Direk 0.89 mg/dL Dewasa (<0.30), neonatus
(<3.0)
Bilirubin Indirek 1.86 mg/dL Dewasa (<0.30), neonatus
(<3.0)
LDH 799 U/L 210-425
Kesan: Hiperbilirubinemia, Peningkatan Lactate Dehydrogenase (LDH)

Hasil pemeriksaan apusan darah tepi tanggal 21 Februari 2023

5
Gambar 1. Gambaran apusan darah tepi pasien (Sumber: dokumentasi pribadi)

Eritrosit : Normositik normokrom, anisopoikilositosis, ovalosit(+),


fragmented cell (+), sferosit (+), benda inklusi(-),
normoblast(-)
Leukosit : Jumlah cukup, PMN > Limfosit, morfologi normal, sel
muda (-)
Trombosit : Jumlah cukup, morfologi normal
Kesan : Anemia normositik normokrom dengan tanda-tanda
hemolitik
Pasien didiagnosis sebagai anemia hemolitik autoimun dengan warm
antibody. Hasil pemeriksaan uji silang serasi (crossmatch) dengan golongan
darah O rhesus positif (Gambar 2) ditemukan inkompatibel dengan derajat
aglutinasi masing-masing mayor 3+, minor 3+ disertai autokontrol 3+, DAT
4+, dan IAT 2+ (Gambar 3). Hasil DAT monospecific IgG 2+ (Gambar 4).
Pemeriksaan immediate spin untuk mengetahui adanya antibodi IgM dengan
hasil negatif.

Gambar 2. Hasil pemeriksaan golongan darah (Sumber:


dokumentasi pribadi)
Forward grouping : Golongan darah O
Reverse grouping : Golongan darah O

6
Rhesus D : Positif
Kesimpulan : Pasien golongan darah O dengan Rhesus D
Positif

Gambar 3. Pemeriksaan Uji Silang (Crossmatch) metode gel tgl


18 April 2023 (Sumber : dokumentasi pribadi)
Tabel 4. Hasil tes uji cocok serasi / crossmatch metode Gel Test

T A
a u
N
n t
o
gg M M o
K
al a i C D I Kete
a
y n o A A rang
nt
o o n T T an
o
r r t
n
r
g
o
l
18 S + + + + + Inko
/2 39 3 3 3 4 2 mpati

7
/2 20 bel
02 43
3 2
21 S + + + + + Inko
/2 39 2 3 3 4 2 mpati
/2 99 bel
02 68
3 7
25 S + + + + + Inko
/2 40 2 2 3 4 2 mpati
/2 08 + + + + + bel
02 20 3 2 3 4 2 Inko
3 2 + + + + + mpati
S 2 3 3 4 2 bel
40 + + + + + Inko
06 2 3 3 4 2 mpati
82 bel
8 Inko
S mpati
43 bel
25
83
1
S
39
92
06
8
Kesan: Inkompatibilitas mayor dan minor disertai autokontrol, DAT, dan
IAT positif. Saran: Darah tidak dapat disalurkan, terapi imunosupresan.

Gambar 4. Hasil DAT dengan AHG 2+ dan IgG 2+ (sumber: dokumentasi pribadi)
Pasien tidak diberikan transfusi Packed Red Cell (PRC).
Penatalaksanaan awal yang diberikan antara lain IVFD Ringer Lactate 28

8
tetes/menit, metilprednisolon 250 mg/12 jam dan omeprazole 40 mg iv setiap
12 jam. Follow up darah rutin tanggal 21 Februari 2023, leukosit 9.700 /uL,
Hb 4,5 gr/dL, dan trombosit 150.000 /uL. Follow up darah rutin tanggal 25
Februari 2023, leukosit 5.800 /uL, Hb 8.3 gr/dL, dan trombosit 188.000 /uL.
C. Diskusi
Diagnosis AIHA pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis didapatkan keluhan lemah sejak satu minggu sebelum
masuk rumah sakit, cepat lelah, sesak nafas merupakan gejala umum
anemia. Sindrom anemia terdiri dari lemah, tinitus, cepat lelah, kaki
terasa dingin, sesak nafas dan dispepsia. Sindrom anemia timbul
karena iskemik organ target serta akibat kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin.1
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan konjungtiva
anemis, bibir pucat, takikardi (denyut nadi 104x/menit), hepar teraba
2 jari di bawah arcus costae dan lien teraba schuffner 2. Pada AIHA,
splenomegali terjadi pada 50% kasus, hepatomegali terjadi pada
30% kasus, limfadenopati terjadi pada kasus 25% pasien, hanya
25% pasien tidak disertai dengan organomegali dan limfonodi. 7
Tanda dan gejala klinis pasien termasuk dalam klasifikasi warm
AIHA yaitu pucat, sklera ikterik, takikardi, dan
hepatosplenomegali.8 AIHA diklasifikasikan berdasarkan suhu
autoantibodi yang mengikat eritrosit dan etiologi. AIHA primer atau
idiopatik jika tidak terdapat penyakit yang mendasari sedangkan
AIHA yang terjadi sebagai komplikasi dari suatu penyakit disebut
sebagai AIHA sekunder.2
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia berat (Hb
3.9 gr/dl) dan retikulositosis (RET 23.69%). Kebanyakan pasien
dengan hemolisis mengalami destruksi eritrosit disertai dengan

9
peningkatan jumlah retikulosit. Gambaran apusan darah tepi pada
pasien ini ditemukan eritrosit fragmented, sferosit sel-sel yang
sesuai dengan gambaran anemia hemolitik. Antibodi dan
komplemen yang menempel pada eritrosit, akan difagosit oleh
makrofag di limpa, beberapa membran eritrosit juga terkikis,
sehingga mengurangi luas permukaan sel. Luas permukaan eritrosit
akan berkurang setiap kali melewati limpa, bentuk sel berubah dari
bikonkaf ke bentuk sferosit.9
Berdasarkan pemeriksaan kimia darah pada pasien ini yaitu
kadar bilirubin total meningkat dominan bilirubin indirek dan LDH
meningkat. Hemoglobin dipecah menjadi haptoglobin, dan bagian
heme dipecah terlebih dahulu menjadi bilirubin dan kemudian
menjadi urobilinogen, yang diekskresikan dalam urin. Bilirubin
yang dihasilkan dari penguraian heme adalah bilirubin tidak
terkonjugasi, yang akan berikatan dengan albumin yang selanjutnya
menuju ke hati, dan akan dikonjugasikan dan diekskresikan ke
dalam empedu. Konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi (bilirubin
indirek) meningkat saat terjadi hemolisis. 10 Pasien ini didiagnosis
anemia hemolitik autoimun warm antibody ditegakkan atas dasar
hasil laboratorium ditemukan kadar hemoglobin rendah (Hb 3.9
g/dl), retikulositosis (23.69%), peningkatan LDH (799 U/L), kadar
bilirubin meningkat, dan pada apusan darah tepi ditemukan
gambaran anemia normositik normokrom dengan tanda-tanda
hemolitik, selain itu hasil tes coombs 4+, hasil DAT monospesifik
dengan IgG 2+. Hasil tes Coombs untuk menentukan adanya
antibodi yang melekat pada eritrosit yang mengandung antigen,
maka antibodi yang spesifik terhadap antigen itu menyebabkan
eritrosit bergumpal (aglutinasi). Hasil crossmatch pasien didapatkan
inkompatibilitas mayor dan minor disertai autokontrol, DAT, dan

10
IAT positif. Hasil inkompatibilitas minor positif, autokontrol positif,
dan DAT positif menunjukkan adanya autoantibodi yang coated
pada eritrosit.
Eritrosit yang dilapisi dengan IgG atau IgG ditambah C3d
menunjukkan tipe antibodi hangat (warm AIHA) sedangkan eritrosit
yang hanya dilapisi dengan C3d menunjukkan tipe antibodi
dingin.1,11 Patogenesis AIHA secara umum terjadi secara
intravaskuler dan ekstravaskuler.12
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat terjadi akibat
adanya autoantibodi IgG yang bereaksi paling kuat pada suhu
sekitar 37°C dan menunjukkan penurunan afinitas pada temperatur
yang lebih rendah. Autoantibodi menganggap eritrosit sebagai
antigen sehingga terbentuk kompleks autoantibodi dan
mengaktifkan sistem komplemen. Reseptor fragment crystallizable
(FcγR) merupakan reseptor pada makrofag yang dapat membuat
makrofag menempel pada kompleks IgG dan eritrosit, kemudian
difagositosis atau sebagian membrannya dihilangkan membentuk
mikrosferosit yang kembali ke sirkulasi.2 Aktivasi komplemen yang
lemah oleh antibodi IgG menyebabkan hemolisis ekstravaskular di
hati. Eritrosit yang membentuk kompleks dengan IgG akan
mengaktifkan sistem komplemen C1, mengaktifkan C2 dan C4 yang
selanjutnya akan mengaktivasi C3. Kemudian C3 membentuk C3b
yang menempel pada kompleks antigen autoantibodi. Eritrosit yang
teropsonisasi C3b selanjutnya difagositosis oleh makrofag hati yang
membawa reseptor C3b (C3bR) sehingga eritrosit menjadi lisis.2

11
Gambar 5. Algoritma diagnosis AIHA1
Tatalaksana dasar AIHA adalah mengendalikan faktor
penyebab, terapi suportif dan simptomatik. Pasien ini diberikan
terapi imunosupresan metilprednisolon 250 mg/12 jam drip
intravena awal pasien masuk kemudian diturunkan menjadi 125
mg/12 jam. Pasien ini tidak diberikan transfusi PRC karena
inkompatibel mayor, riwayat reaksi transfusi pada tahun 2022 dan
pasien memberikan respon imun yang baik terhadap terapi
imunosupresan yaitu metilprednisolon. Pemberian transfusi darah
bukan terapi utama pada kasus AIHA. Terapi lini pertama AIHA
adalah glukokortikoid dengan atau tanpa imunoglobulin intravena
(IVIG), terapi lini kedua adalah imunosupresor dan terapi lini ketiga
adalah splenektomi. Cara kerja steroid yaitu menekan makrofag
sehingga menurunkan fagositosis terhadap sel darah merah
(penghancuran sel darah merah menurun) selain itu kortikosteroid
menekan produksi antibodi. Kortikosteroid sangat efektif pada
AIHA tipe hangat. Pasien yang berespon terhadap pengobatan
dengan steroid akan memperlihatkan peningkatan hemoglobin
setelah 2 minggu pengobatan.13

12
D. Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus seorang perempuan usia 26 tahun, diagnosis AIHA
dengan warm antibodi. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia normositik
normokrom, retikulositosis, peningkatan LDH, hiperbilirubinemia, hasil crossmatch
incompatible mayor dan minor serta DAT monospesifik dengan positif IgG.
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium.
Pasien ini tidak diberikan transfusi PRC. Pemberian transfusi darah bukan terapi
utama pada kasus AIHA.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Widaya K dan Pardjono E. Anemia Hemolitik Imun. Dalam Setiati S, Alwi I,


Sudoyo AW, Simadibrata M, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Ed. 6 Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. 2014.p.2607-13.
2. Michalak SS, Olewicz, Gawlik A, Rupa, Matysek, J. et al. Autoimmune
hemolytic anemia: current knowledge and perspectives. Immun Ageing
[Internet]. 2020;17. Available from: https://doi.org/10.1186/s12979-020 -00208 -
7.%0D.
3. Rajabto W, Atmakusuma D, Setiati S. Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA)
Patients Profile and Treatment Response to Corticosteroids in Cipto
Mangunkusumo Hospital. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 2016:3(4).p.206-11.
4. Michel M. Warm Autoimmune Hemolytic Anemia: Advances in
Pathophysiology and Treatment. Presse Med. 2014: 43.p.97-104.
5. Kalfa TA. Warm antibody autoimmune hemolytic anemia. Hematol (United
States) [Internet]. 2016. Available from: https://doi.org/10.1182/asheducation -
2016.1.690.
6. Oktafany dan Deborah Natasha. Laporan Kasus: Seorang Perempuan 21 tahun
dengan Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) dan Sistemic Lupus
Erythematosus (SLE). J AgromedUnila. 2017: 4(1); 43-8.
7. Bakta IM. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. Dalam Setiati S, Alwi I, Sudoyo
AW, Simadibrata M, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Ed. 6 Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. 2014. Hal 2575-82.
8. Packman CH. The clinical pictures of autoimmune hemolytic anemia. Transfus
Med Hemotherapy [Internet]. 2015;42. Available from:
https://doi.org/10.1159/000440656 .
9. Quentin AH. Robert S, Edwin M, John D. The diagnosis and management of
primary autoimmune haemolytic anaemia. British Journal of Haematology on
behalf of the British Society for Haematology Department of Haematology,
Royal Manchester Children’s Hospital, University of Manchester, Manchester,
and The London School of Medicine and Dentistry, London. December 2017.
Available at https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/bjh.14478.
10. Melca OB, Dante ML. Autoimmune hemolytic anemia: transfusion challenges
and solutions in International Journal of Clinical Transfusion Medicine-Vol 5.
Department of Clinical and Experimental Oncology, Universidade Federal de
São Paulo, São Paulo, Brazil. 2017.p.9–18.
11. Sudulagunta SR, Kumbhat M, Sodalagunta MB, Settikere Nataraju A, Bangalore
Raja SK, Thejaswi, K. C. et al. Warm Autoimmune Hemolytic Anemia: Clinical
Profile and Management. J Hematol. 2017;6.
12. Barcellini W, Zaninoni A, Giannotta JA, Fattizzo B. New Insights in
Autoimmune Hemolytic Anemia: From Pathogenesis to Therapy. J Clin Med.
2020;9.
13. Sarper Nazan, Suar Kilic, Emine Zengin, Sema Gelen. 2011. Management of
autoimmune hemolytic anemia in children and adolescents : A single center
experience. J Hematol. 28:198-205.

Anda mungkin juga menyukai