Anda di halaman 1dari 11

AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA PADA SYSTEMIC

LUPUS ERYTHEMATOUS

LAPORAN KASUS

Oleh:
dr. Robert RM Marpaung
NIM S972108006

Pembimbing:
dr. Mas Aditya Senaputra, Sp.PK

Dipresentasikan di:
PIT XXII
PDS PatKLIn 2023
Pekanbaru, 26 Oktober 2023

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/
RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2023
AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA PADA SYSTEMIC
LUPUS ERYTHEMATOUS

Robert RM Marpaung1*, Mas Aditya Senaputra2

1
PPDS Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret/Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Moewardi, Surakarta;
2
Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret/RSUD Dr. Moewardi, Surakarta
robert.rm.marpaung@gmail.com

ABSTRAK

PENDAHULUAN
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah kelainan hematologi jarang yang ditandai
dengan proses hemolisis akibat reaksi autoantibodi terhadap eritrosit. AIHA dapat
bersifat idiopatik ataupun bersifat sekunder akibat adanya penyakit autoimun. Systemic
lupus erythematosus (SLE) merupakan penyakit autoimun yang memiliki kaitan erat
dengan AIHA. Disini kami menyajikan laporan kasus AIHA pada SLE.

KASUS
Seorang wanita 68 tahun dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu sebelumnya. Sesak
dirasakan memberat dengan aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan merasa lemas selama 1 minggu terakhir. Konjungtiva anemis, sklera dan
seluruh badan mengalami ikterik dan tampak adanya ruam. Didapatkan juga adanya nyeri
tekan dan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan
pansitopenia. Pada pemeriksaan kimia klinik didapatkan peningkatan nilai bilirubin
indirek, bilirubin total dan kadar lactate dehydrogenase (LDH). Hasil coombs’ test
didapatkan +4. Gambaran darah tepi menunjukkan anemia normositik normokromik
dengan leukopenia dan trombositopenia menyokong proses hemolitik (AIHA cold type)
disertai proses infeksi. Pasien diagnosis dengan AIHA. Pasien mendapatkan terapi
intravena dengan metilprednisolon 125 mg/12 jam dan ampisilin sulbaktam 1,5 g/8 jam.
Pasien mengalami perbaikan klinis setelah mendapatkan terapi.

DISKUSI
Pasien AIHA yang disebabkan oleh Systemic lupus erythematous (SLE) cendrung
memiliki gejala yang kurang spesifik. AIHA akibat SLE umumnya berjenis warm type,
akan tetapi pada kasus ini didapatkan AIHA cold type yang disebabkan oleh reaksi
hemolitik intravaskular suhu rendah yang dimediasi oleh aktivasi kaskade komplemen
yang disebabkan oleh reaksi aglutinin dingin dengan sel darah merah menyebabkan
hemolisis intravaskular dan ekstravaskular.

SIMPULAN
Pasien SLE yang menderita AIHA mungkin tidak menunjukkan gejala yang menonjol
dari AIHA. Karena itu gambaran darah tepi dengan coombs’ test sangat penting untuk
membantu penegakkan diagnosa awal dan penatalaksanaan untuk mendapatkan hasil
klinis yang optimal.

Kata kunci: AIHA, Autoimun, SLE

2
AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA IN SYSTEMIC LUPUS
ERYTHEMATOSUS

Robert RM Marpaung1*, Mas Aditya Senaputra2

1
Clnincal Pathology Residency, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University/Dr.
Moewardi Hospital, Surakarta;
2
Clinical Pathology Department, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University/Dr.
Moewardi Hospital, Surakarta
robert.rm.marpaung@gmail.com

ABSTRACT

INTRODUCTION
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) is a rare hematological disorder characterized by
hemolysis due to autoantibody reaction to the erythrocytes. It can be idiopathic or
secondary to autoimmune disease. Systemic lupus erythematosus (SLE) is an
autoimmune disease that is closely related to AIHA. Here we present a case report of
AIHA in SLE.

CASE DESCRIPTION
A 68-year-old woman presented to our hospital due to shortness of breath which she had
experienced it for a week. The shortness of breath worsened with activity and decreased
with at rest. She also felt fatique for the past one week. The conjunctiva were anemic, the
sclera and whole body were icteric and there was a rash. There was also tenderness and
hepatomegaly. Complete blood laboratory examination showed pancytopenia. Clinical
chemistry showed elevated indirect bilirubin, total bilirubin and serum lactate
dehydrogenase level. The coombs’ test result was +4. Peripheral blood smear revealed
normocytic normochromic anemia with leukopenia and thrombocytopenia supporting
hemolytic process (AIHA cold type) accompanied by infectious process. He was then
diagnosed with AIHA dan received intravenous therapy with methylprednisolone 125
mg/12 hours and ampicillin sulbactam 1.5 g/8 hours. His condition improved after the
therapy.

DISCUSSION
Patients with AIHA resulted from Systemic lupus erythematosus (SLE) tend to have less
specific symptoms. Commonly AIHA caused by SLE is warm type but in this case it is
cold type AIHA, which is promoted by low temperature intravascular hemolytic reaction
mediated by complement cascade activation due to cold agglutinin reaction with red
blood cells causing intravascular and extravascular hemolysis.

CONCLUSION
Patient with SLE suffering AIHA may not show prominent clinical symptoms of AIHA.
Therefore peripheral blood smear followed by coombs’ test is very important for
establishing the diagnosis early and management in order to achieve optimal clinical
outcome.

Keyword: AIHA, Autoimmune, SLE

3
PENDAHULUAN
Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) adalah sebuah kelainan yang
jarang dan yang ditandai dengan adanya proses hemolisis oleh reaksi autoantibodi
yang menyerang langsung eritrosit. Insidensi AIHA di seluruh dunia dilaporkan
sebesar 1-3/100.000 populasi per tahun dan rerata mortalitasnya dapat mencapai
11%.1 Berdasarkan rentang suhu dari autoantibodi yang berperan dalam
patogenesis penyakit, AIHA diklasifikasikan menjadi tiga yaitu warm type, cold
type, dan campuran. Warm type disebabkan oleh reaksi hemolitik ekstravaskular
suhu tinggi yang dimediasi oleh IgG, sedangkan cold type disebabkan oleh reaksi
hemolitik intravaskular suhu rendah yang dimediasi oleh aktivasi kaskade
komplemen. Warm type adalah AIHA yang paling umum diikuti oleh cold type
dan tipe campuran.2 AIHA diketahui berkaitan erat dengan systemic lupus
erythematosus (SLE). Sebanyak 10% kasus AIHA disebabkan oleh keberadaan
SLE. Antibodi antieritrosit pada penderita SLE diketahui sebagian besar adalah
IgG warm type. AIHA yang disebabkan oleh SLE sebagian besar berjenis warm
type. SLE sendiri adalah kondisi autoimun di mana sistem imun tubuh menyerang
jaringan sehat tubuh, sehingga terjadi inflamasi yang persisten.3,4 Makalah ini
melaporkan sebuah kasus AIHA pada SLE.

KASUS
Seorang wanita 68 tahun dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu
sebelumnya. Sesak dirasakan memberat dengan aktivitas dan berkurang dengan
istirahat. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca atau paparan zat tertentu. Pasien
mengaku nyaman tidur dengan 2-3 bantal, dan terkadang bangun di malam hari
karena sesak. Pasien sehari hari dapat beraktivitas ringan, mengaku sesak jika
berjalan terutama saat kondisi badan sedang menurun. Keluhan sesak disertai
dengan bengkak kedua kaki yang hilang timbul. Pasien juga mengaku lemas sejak
1 minggu sebelumnya. Lemas dirasakan seluruh tubuh, terus menerus, memberat
dengan aktivitas dan berkurang sedikit dengan istirahat. Semakin hari pasien
merasa semakin lemas. Lemas tidak hilang dengan pemberian makanan atau
minuman. Keluhan disertai dengan rasa nggliyeng saat beraktivitas dan lemas
tidak diikuti dengan kelemahan anggota gerak satu sisi. Pasien menyangkal

4
adanya keluhan perdarahan lain seperti mimisan ataupun gusi berdarah. Pasien
juga mengeluh mata dan badan beurbah warna jadi kuning sejak 2 minggu
sebelumnya. Keluhan awalnya disadari di mata kemudian berangsur tangan dan
kaki tampak menguning. Keluhan luka di sekitar tulang ekor diakui. Pasien juga
sebelumnya pernah memiliki luka saat menjalani rawat inap sebelumnya, namun
luka berangsur membaik. Pasien pernah dirawat inap dengan diagnosis AIHA dan
mendapat transfusi darah 2 sebanyak kantong. Pasien saat ini sudah mengalami
menopause. Keluhan lain seperti rambut rontok, nyeri sendi, dan wajah memerah
disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak nyeri
sedang dengan kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital pasien didapatkan
tekanan darah 83/64 mmHg, denyut nadi 111 kali/menit, laju nafas 20 kali/menit,
suhu tubuh 36,6oC, dan saturasi oksigen 97% dengan terapi oksigen nasal kanul 3
liter/menit. Konjungtiva pasien tampak anemis, sklera dan seluruh badan tampak
ikterik dan terdapat ruam. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri
tekan dan dan hepatomegali. Pada pemeriksaan auskultasi paru didapatkan adanya
ronkhi basah halus pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan lien teraba Schuffner II. Kedua ekstremitas inferior pasien juga
didapatkan mengalami edema. Pada regio sakrum didapatkan adanya ulkus
dengan dasar dermis disertai erosi. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan
kadar hemoglobin 5,3 g/dL, hematokrit 12%, kadar eritrosit 0,91 x 10 6 µL,
leukosit 3,1x103 µL, trombosit 107x103 µL, MCV 127,3 fL, dan MCH 45,7 pg.
Pemeriksaan HbsAg dan HbeAg non-reaktif, dan direct comb test +4. Kadar
gamma glutamyl transferase dan alkali fosfatase masih dalam batas normal,
sementara itu kadar bilirubin indirek dan bilirubin total menunjukkan adanya
peningkatan. Pemeriksaan gambaran darah tepi menunjukkan anemia normositik
normokromik dengan leukopenia dan trombositopenia menyokong proses
hemolitik (AIHA cold type) disertai proses infeksi. Pemeriksaan USG abdomen
menunjukkan gambaran hepatosplenomegali dan penyakit parenkim hepar kronis.
Pemeriksaan foto polos toraks menunjukkan gambaran kardiomegali, edema paru,
pneumonia bilateral, dan aortosklerosis.

5
Pasien diagnosis dengan AIHA cold type dan congestive heart failure
(CHF) grade New York Heart Association (NYHA) III. Pasien mendapatkan terapi
oksigen dengan nasal kanul 3 liter/menit, infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit,
ampisilin sulbaktam 1,5g/8jam IV, metilprednisolon 125mg/12 jam IV,
furosemide 20mg/24 jam IV, omperpazol 40 mg/12 jam IV, metoklopramid 10
mg/24 jam IV, metamizole 1g/8 jam IV, sandinum 100mg /12 jam per oral,
curcuma/8 jam per oral, UDCA/8 jam per oral, lactulac syrup/8 jam per oral,
medikasi luka/2 hari, dan kasus dekubitus. Pasien juga mendapatkan transfusi
packed red cell (PRC) sebanyak 3 kolf. Pasca mendapatkan terapi, pasien
menunjukkan perbaikan klinis.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Darah Lengkap
Hemoglobin 5.3 g/dl 10,8 – 12,8
Hematokrit 12 % 31 – 43
Leukosit 3.1 103/µl 4,5 – 14,5
Trombosit 107 103/µl 150 – 450
Eritrosit 0.91 106/µl 3,70 – 5,70
MCV 127.3 Fl 80,0 – 96,0
MCH 45.7 Pg 28,0 – 33,0
MCHC 45.7 g/dl 33,0 – 36,0
RDW 27.0 % 11,6 – 14,6
MPV 826 Fl 2,2 – 3,2
PDW 16 Fl 25 – 65
Hitung Jenis
Eosinofil 1.50 % 0,00 – 4,00
Basofil 0.60 % 0,00 – 1,00
Netrofil 64.70 % 29,00 – 72,00
Limfosit 24.30 % 36,0 – 52,0
Monosit 8.90 % 0,00 – 5,00
Kimia Klinis
PT 82 U/L 10,0-15,0
Kreatinine 0.5 mg/dL 0,9-1,3
Na 130 mmol/L 136-145
K 3.7 mmol/L 3,3-5,1
Ca 1.21 mmol/L 1,17-1,29
Gamma GT 24 µl/l <38,00
Alkali Fosfatase 92 µl/l 42-98
Bilirubin Total 3.19 mg/dl 0,00-1,00
Bilirubin Direk 0.54 mg/dl 0,00-0,30
Bilirubin Indirek 2.65 mg/dl 0,00-0,70
Serologi
Direct coomb test +4 Negative

6
HbsAg Non-reactive Non-reactive
HbeAg Non-reactive Non-reactive

Gambar 1. Gambaran darah tepi. Didapatkan sferosit (panah merah) aglutinasi


eritrosit (panah kuning) dan polikromasi (panah hijau)

DISKUSI
Systemic lupus erythematosus adalah penyakit autoimun heterogen yang
mempengaruhi berbagai organ tubuh dan memiliki gambaran klinis yang
bervariasi tergantung pada organ yang terkena. Angka insidensi SLE dilaporkan
sebesar 1-15/100.000 orang setiap tahunnya, dengan perkiraan prevalensi SLE
secara keseluruhan sebesar 15-150/100.000 orang.5,6 SLE sebanyak 10% bisa
menyebabkan terjadinya AIHA.3,4 Autoimmune hemolytic anemia (AIHA) dapat
didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Gejala klinis AIHA pada prinsipnya tidak jauh berbeda dengan anemia
hemolitik lainnya. Pasien akan menunjukkan gejala klasik anemia klinis seperti
kulit pucat, konjungtiva anemis, dan dalam kasus anemia hemolitik, penyakit
kuning dan pembesaran limpa dan hati, yang merupakan organ RES. Semua
pasien AIHA akan memiliki gejala klinis yang spesifik untuk kondisi tersebut,
meskipun AIHA yang disebabkan oleh kelainan autoimun seperti SLE sebagian
besar akan menunjukkan tanda dan gejala SLE.7
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus sesuai dengan literatur
yang disebutkan tentang AIHA dan SLE. Pasien merupakan seorang perempuan
dan memiliki gejala terkait anemia yang khas. Pada anamnesis pasien didapatkan
lemas yang berlangsung sudah 1 minggu. Lemas dirasakan seluruh tubuh, terus
menerus, memberat dengan aktivitas dan berkurang sedikit dengan istirahat.

7
Pasien juga mengeluh mata dan badan kuning sejak 2 minggu sebelumnya.
Keluhan awalnya disadari di mata kemudian berangsur tangan dan kaki tampak
menguning. Didapati juga gejala seperti rambut rontok, nyeri sendi, wajah
memerah sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik pada pasien juga mendukung
tegaknya diagnosis AIHA dan SLE, karena didapatkan konjungtiva anemis
bilateral, sklera ikterik, dan pada badan tampak ruam. Pada pemeriksaan abdomen
terdapat adanya nyeri tekan dan perbedsaran hepar, tepi licin, tidak berbenjol, dan
lien teraba schuffner III.
Pemeriksaan penunjang pasien SLE dan AIHA akan ditemukan direct
antiglobulin test yang positif, retikulositosis, kadar haptoglobulin serum yang
rendah, peningkatan kadar LDH, peningkatan kadar bilirubin indirek, dan anemia
normositik atau makrositik adalah temuan laboratorium yang mendukung
diagnosis AIHA. Membuat diagnosis berdasarkan temuan laboratorium tersebut di
atas mungkin menantang karena AIHA sekunder tidak selalu memberikan hasil
yang sama dengan AIHA.8 Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia
normokromik normositik, leukopenia, limfopenia dan trombositopenia. Kadar
gamma glutamyl transferase dan alkali fosfatase masih dalam batas normal,
sementara itu kadar bilirubin indirek, bilirubin direk, dan bilirubin menunjukkan
adanya peningkatan. Pemeriksaan GDT menunjukkan gambaran anemia
normokromik normositik dengan leukopenia dan trombositopenia mengarah ke
proses hemolitik (AIHA cold type) disertai proses infeksi. Pemeriksaan direct
antiglobulin test dengan Coombs test menunjukkan +4.
Diketahui bahwa mayoritas AIHA pada pasien SLE adalah AIHA
warm type, namun pada pasien ini menderita AIHA cold type. AIHA cold type
disebabkan oleh reaksi hemolitik intravaskular suhu rendah dengan suhu 3-4 0C
yang dimediasi oleh aktivasi kaskade komplemen yang disebabkan oleh reaksi
aglutinin dingin dengan sel darah merah menyebabkan hemolisis intravaskular
dan ekstravaskular yang terjadi pada sekitar 15% kasus AIHA.2 AIHA cold type
dapat bersifat primer atau idiopatik dan sekunder akibat infeksi, keganasan, atau
kondisi autoimun. Patofisiologi didasarkan pada mimikri molekuler antigen asing.
AIHA cold type mengaktifkan jalur komplemen klasik, menyebabkan deposisi
C3b pada permukaan sel darah merah, yang difagositosis di hati. Anemia

8
hemolitik yang dimediasi antibodi dingin sangat jarang terjadi pada SLE. Hanya
sedikit kasus yang telah dilaporkan dalam literatur.9
Tata laksana AIHA dapat dengan terapi medikamentosa ataupun non-
medikamentosa. Bila kadar Hb kurang dari 5 g/dL, transfusi sering diberikan
dalam bentuk hangat dan harus dilakukan di bawah pengawasan. Prednison atau
steroid serupa lainnya yang digunakan dalam dosis terpisah akan efektif sebagai
imunosupresan. Tubuh biasanya merespons terapi setelah dua hingga tiga minggu.
Ketika tingkat hematokrit darah meningkat dan tingkat retikulosit turun, steroid
baru diberi dosis atau diturunkan secara bertahap.5,6 Keadaan klinis, komorbiditas,
dan kadar hemoglobin pasien AIHA harus selalu dipertimbangkan saat
memberikan transfusi. Pasien AIHA dengan anemia berat mungkin memerlukan
transfusi segera. Anemia yang mengancam jiwa harus diobati dengan transfusi,
yang sering diberikan dalam bentuk hangat dan harus dilakukan di bawah
pengawasan.2,5,6 Sementara itu, tidak ada terapi berkelanjutan untuk SLE. Terapi
bertujuan untuk mengurangi gejala dan melindungi organ dengan menurunkan
tingkat inflamasi dan/atau aktivitas autoimun. Banyak orang dengan gejala ringan
hanya membutuhkan obat antiinflamasi sesekali atau tanpa terapi sama sekali.
Prednisone 1 mg/kg/hari adalah pengobatan lini pertama untuk AIHA jika tidak
ada perbaikan setelah pengobatan, dapat diberikan steroid dosis tinggi dengan
1000 mg metilprednisolon intravena setiap hari selama tiga hari, azathriopine 2
mg/kg / hari, siklofosfamid 2 mg/kg, atau splenektomi dengan keberhasilan
hingga 60% disarankan.5,6,10,11 Pasien pada kasus ini mendapatkan
metilprednisolon IV 125 mg/12 jam dan pemberian transfusi PRC sebanyak 3
kolf.

SIMPULAN
AIHA adalah suatu kondisi langka yang dapat dipicu oleh penyakit
autoimun bawaan seperti SLE. Manifestasi klinis AIHA tidak tampak pada pasien
ini seperti kasus AIHA pada umumnya, hal ini umum terjadi pada kasus AIHA
sekunder. Diagnosis dan penatalaksaan sedini mungkin harus menjadi perhatian
utama guna didapatkan outcome klinis optimal.

9
10
KEPUSTAKAAN
1. Liebman HA, Weitz IC. Autoimmune Hemolytic Anemia. Med Clin North
Am. 2017;101(2):351-359.
2. Michalak SS, Olewicz-Gawlik A, Rupa-Matysek J, Wolny-Rokicka E,
Nowakowska E, Gil L. Autoimmune hemolytic anemia: current knowledge
and perspectives. Immun Ageing. 2020;17(1):38.
3. Arnaud L, & van Vollenhoven R. Advanced Handbook of Systemic Lupus
Erythematosus. Switzerland: Springer.2018.
4. Gordon C, & Isenberg D. Oxford Rheumatology Library. Oxford: Oxford
University Press.2016.
5. Wallace DJ, & Gladman DD. Clinical manifestations and diagnosis of
systemic lupus erythematosus in adults. Waltham: UpToDate.2020.
6. Anić F, Zuvić-Butorac M, Stimac D, Novak S. New classification criteria for
systemic lupus erythematosus correlate with disease activity. Croat Med J.
2014;55(5):514-519.
7. Berentsen S, Barcellini W. Autoimmune Hemolytic Anemias. N Engl J Med.
2021;385(15):1407-1419.
8. Go RS, Winters JL, Kay NE. How I treat autoimmune hemolytic anemia.
Blood. 2017;129(22):2971–2979.
9. Mohanty B, Ansari MZ, Kumari P, Sunder A. Cold agglutinin-induced
hemolytic anemia as the primary presentation in SLE - A case report. J
Family Med Prim Care. 2019;8(5):1807-1808.
10. Jäger U, Barcellini W, Broome CM, et al. Diagnosis and treatment of
autoimmune hemolytic anemia in adults: Recommendations from the First
International Consensus Meeting. Blood Rev. 2020; 41: 100648.
11. Kamesaki T, Toyotsuji T, Kajii E. Characterization of direct antiglobulin test-
negative autoimmune hemolytic anemia: a study of 154 cases. Am J Hematol.
2013;88(2):93-96.

11

Anda mungkin juga menyukai