Anda di halaman 1dari 1

Azza nama anak perempuan Sholehah itu.

Ia bukanlah seorang anak yang berasal


dari keluarga kaya. Sejak ia kecil, dirinya selalu diajarkan untuk membantu kedua orang
tuanya yang memiliki sebuah kedai kecil. Di pagi hari, Azza bersekolah di salah satu
SMP Negeri. Sepulang sekolah, ia mampir ke kedai dan membantu ibunya untuk
melayani orang-orang yang datang.
Azza tidak pernah malu, setidaknya sampai hari itu. Saat itu, ia melihat teman
SD-nya datang ke kedainya. Teman lamanya yang sempat dekat dengannya sebelum
mereka naik ke jenjang SMP. Karin –nama temannya itu– berbelanja di kedainya
bersama seorang perempuan yang tidak ia kenali. Dari penampilannya, Azza dapat
mengetahui bahwa perempuan ini berasal dari keluarga berada.
Baru saja ingin menyapa Karin, perempuan yang tadi sudah berbicara terlebih
dahulu. “Karin, kenapa belanjanya di sini, sih? Kan bisa di Alfimart! Kotor, lusuh,
nggak banyak juga pilihannya,” ucapnya. Azza tidak tahu perempuan ini siapa, tetapi
kalimatnya membuat Azza malu. Azza melihat reaksi Karin, namun Karin hanya
mengangguk. Alhasil, kedua orang tersebut pergi tanpa membeli apa pun. Tidak, Azza
tidak marah. Ia hanya malu sebab apa yang dikatakan perempuan tadi benar. Tetapi, ia
‘kan tidak meminta dilahirkan dengan keadaan seperti ini. Seketika, Azza merasa
semuanya tidak adil, termasuk Yang Maha Kuasa.
“Azza, sini dulu.” Suruhan Ibunya memecahkan lamunan Azza. Ia kemudian
langsung menghampiri ibunya. Ibunya mengelus kepala Azza lembut, lalu berkata, “Ibu
tahu, Azza pasti sedih. Teman-teman Azza punya baju yang mahal, bisa jalan-jalan
kemana pun mereka mau, sementara Azza di sini harus bantu Ibu dan Ayah. Mungkin
Azza ngerasa Azza yang paling di bawah dibandingin temen-temen Azza. Tapi, Azza
tau, nggak? Pahala Azza bakal banyaaaak banget kalau Azza bantuin Ibu Ayah dengan
ikhlas. Allah juga nggak tidur, Allah pasti tau kalau Azza ikhlas bantuin orang tua.
Allah itu adil, Za. Suatu saat kamu pasti dapat balasan yang lebih. Sekarang, Ibu tanya.
Azza ikhlas, nggak, bantu Ibu Ayah?”
Saat itulah Azza memantapkan hatinya. Nasihat ibunya mungkin singkat, namun
terus ia ingat hingga hari ini. Kini, Azza telah dapat membelikan rumah yang nyaman
untuk kedua orang tuanya. Azza percaya bahwa hal ini dapat ia lakukan karena ia ikhlas
dalam menjalani hari-harinya serta berusaha dan berserah diri kepada Yang Maha Esa

Anda mungkin juga menyukai