DISFONIA
DISFONIA
DISFONIA
SUPERVISOR PEMBIMBING:
Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. T.H.T.B.K.L (K)
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL............................................................................................................vii
DAFTAR ISTILAH.........................................................................................................viii
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................4
2.1. Embriologi Laring..........................................................................................4
2.2. Anatomi Laring...............................................................................................5
2.3. Fisiologi Laring.............................................................................................42
2.4. Prevalensi Disfonia.......................................................................................53
2.5. Etiologi Disfonia............................................................................................56
2.6. Klasifikasi Disfonia.......................................................................................65
2.7. Diagnosis Dysphonia.....................................................................................94
2.8. Diagnosis Klinis Disfonia............................................................................121
2.9. Tatalaksana Disfonia..................................................................................177
BAB 3 KESIMPULAN...........................................................................................201
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................204
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.6 Kartilago krikoid. (A) tampak anterolateral; (B) tampak posterior.............17
Gambar 2.7 Kartilago tiroid. (A) tampak anterolateral; (B) tampak posterior................19
Gambar 2.14 Otot krikoarytenoid, arytenoid oblik dan transversal, dan otot vokalis.....27
Gambar 2.21 Kavum laring. (A) tampak posterolateral; (B) tampak posterior; (C)
iii
Gambar 2.23 Aliran vena pada laring.............................................................................42
Gambar 2.27 Lesi jinak pada pita suara. (A) Nodul reumatoid (bambu); (B) Nodul
Gambar 2.36 Gambaran videostroboscopy MTD primer dengan full approximation dari
eritema lipatan vokal, dan gangguan jalan napas selama inspirasi dalam.........................98
iv
Gambar 2.42 Rigid transoral endoscopy.......................................................................120
Gambar 2.47 (a) edema Reinke; (b) Penebalan pita suara masif bilateral akibat edema
Reinke............................................................................................................................148
Gambar 2.48 Degenerasi polipoid pita suara bilateral, karakteristik edema Reinke.....150
v
Gambar 2.63 Teknik injeksi krikoid posterior (disfonia spasmodik abduktor) dengan
panduan EMG................................................................................................................195
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR ISTILAH
SD Spasmodic Dysphonia
VF Vocal Folds
P/V Pressure/Volume
CL Compliance Lung
EMG Electromyography
viii
PET scan Positron Emission Tomography Scan
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
fungsi vokal secara keseluruhan. Hal ini ditandai dengan produksi suara
pada plika vokalis atau komponen lain dari sistem vokal. Kondisi ini dapat
luas terhadap kualitas hidupnya. (Neighbors & Song, 2023; Stachler et al.,
2018)
dan resonansi. Struktur seperti laring, plika vokalis, dan tractus vokalis
nodul pita suara, polip, kista, dan tumor (Stemple et al., 2018). Kondisi
1
memengaruhi fungsi pita suara dan berkontribusi pada disfonia. (Hari
yang tidak tepat, dan hygiene vokal yang buruk (Stemple et al., 2018).
keparahan gejala dapat berkisar dari perubahan suara yang ringan hingga
kehilangan suara sama sekali. Dampak disfonia melampaui aspek fisik dan
2
Diagnosis yang akurat dan manajemen disfonia yang efektif
koordinasi pita suara, dan vocal hygiene. Dalam kasus kelainan struktural,
dukungan bagi individu dengan gangguan suara yang parah. (Neighbors &
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
rawan dan otot berasal dari mesenkim lengkung faring ke-4 dan ke-6.
laring berubah bentuk dari sebuah celah sagital menjadi lubang berbentuk
4
Gambar 2.1 Tahap perkembangan laring. (A) 6 minggu; (B) 12 minggu.
Gambar diambil dari buku Langman's Medical Embryology 14th edition. (Sadler, 2019)
(bagian atas tulang dada) dan tulang hyoid. Secara praktis, semua sistem
terdiri dari empat unit anatomi: kerangka tulang, mukosa, otot intrinsik,
dan otot ekstrinsik. Glotis adalah ruang di antara pita suara. Bagian laring
5
Rongga laring berlanjut di bawah dengan trakea, dan di atas bermuara ke
faring tepat di posterior dan sedikit lebih rendah dari lidah dan bukaan
tiga tulang rawan besar yang tidak berpasangan (krikoid, tiroid, dan
epiglottis
tiga pasang tulang rawan yang lebih kecil (arytenoid, corniculate, dan
cuneiform)
trakea di bawah oleh membran dan ligamen. Ini sangat mobile di leher dan
dapat digerakkan ke atas dan ke bawah dan ke depan dan ke belakang oleh
aksi otot-otot ekstrinsik yang menempel pada laring itu sendiri atau ke
Motorik dan sensorik laring dipersarafi oleh nervus vagus [X]. (Drake,
2019)
6
Gambar 2.2 Anatomi laring (tampak lateral).
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
7
2.2.1. Kartilago Laring
Gambar diambil dari buku Sobotta Clinical Atlas of Human Anatomy 1 st edition. (Hombach-
Klonisch et al., 2019)
Gambar diambil dari buku Sobotta Clinical Atlas of Human Anatomy 1 st edition. (Hombach-
Klonisch et al., 2019)
8
2.2.1.1. Kartilago krikoid
arytenoid.
9
Gambar 2.6 Kartilago krikoid. (A) tampak anterolateral; (B) tampak posterior.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
kartilago laring. Ini dibentuk oleh lamina kanan dan kiri, yang dipisahkan
paling superior dari tempat pertemuan antara dua lamina datar yang lebar
90° pada laki-laki dan 120° pada wanita. Sehingga penonjolan laring
lebih terlihat pada pria daripada wanita. (Dhingra et al., 2018; Drake,
2019)
superior dan prominen laring adalah penanda yang dapat diraba pada
leher. Terdapat takik tiroid inferior yang kurang jelas di garis tengah
10
Margin posterior setiap lamina tiroid memanjang dan
tulang hyoid.
Sebagian besar benda asing laring tertahan di atas plika vokalis, yaitu di
atas tengah kartilago tiroid dan jalan napas yang efektif dapat diberikan
11
Gambar 2.7 Kartilago tiroid. (A) tampak anterolateral; (B) tampak posterior.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
2.2.1.3. Epiglottis
bagian atas kartilago tiroid oleh ruang potensial yang berisi lemak—
12
yang disebut tuberkel epiglotis, yang menghalangi pandangan komisura
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
13
Permukaan medial setiap tulang rawan saling
berhadapan.
melekat pada prosesus vokalis dari aritenoid maka gerakan kartilago ini
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
14
2.2.1.5. Kartilago kornikulata (Santorini)
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
15
2.2.2. Otot Intrinsik Laring
ketegangan pita suara. Semua kecuali satu otot di setiap sisi laring
dipersarafi oleh salah satu dari dua saraf laring yang berulang. Karena
saraf ini berjalan panjang dari leher ke bawah ke dada dan kembali ke
laring (karena itu dinamakan "recurrent"), saraf ini mudah terluka karena
yang tersisa, otot krikotiroid, dipersarafi oleh saraf laring superior di setiap
sisi, yang sangat rentan terhadap virus dan cedera traumatis. Nervus
saraf kranial ke-10, atau saraf vagus. Saraf laring superior bercabang dari
vagus di bagian atas leher di ujung inferior ganglion nodosa. Cabang ini
jawab atas sensasi pada mukosa di atas tingkat pita suara, tetapi mungkin
Saraf laring berulang bercabang dari vagus di dada. Di sebelah kiri, saraf
16
Terdapat hubungan antara nervus laringeal superior dan rekuren,
Gambar diambil dari buku Sobotta Clinical Atlas of Human Anatomy 1 st edition. (Hombach-
Klonisch et al., 2019)
Gambar diambil dari buku Sobotta Clinical Atlas of Human Anatomy 1 st edition. (Hombach-
Klonisch et al., 2019)
17
Otot thyroarytenoid menambah, menurunkan, memperpendek,
dan menebalkan pita suara, serta membulatkan tepi pita suara. Penutup dan
transisi secara efektif dibuat lebih kendur, sedangkan tubuh menjadi kaku.
berasal dari anterior dari permukaan posterior (bagian dalam) tulang rawan
tiroid dan masuk ke dasar lateral tulang rawan arytenoid dari prosesus
vokal ke prosesus otot. Bundel superior dari otot menyisip ke dalam aspek
lateral dan inferior dari proses vokal dan berjalan terutama dalam arah
rawan arytenoid dari ujungnya ke area lateral proses vokal. Serabut yang
paling medial berjalan sejajar dengan ligamen vokal. Ada juga serat
dikhususkan untuk adduksi pita suara, tetapi anggapan ini tidak terbukti.
18
Gambar 2.13 Otot thyroarytenoid.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
menjadi kaku dan tepi pita suara menjadi lebih bersudut atau berkontur
tajam. Otot ini berasal dari batas lateral atas tulang rawan krikoid dan
menambahkan bagian tulang rawan dari pita suara. Otot ini sangat penting
tranversal berasal dari tepi lateral satu arytenoid dan masuk ke tepi lateral
arytenoid yang berlawanan. Serabut oblik berasal dari dasar satu arytenoid
19
Gambar 2.14 Otot krikoarytenoid, arytenoid oblik dan transversal, dan otot vokalis.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
Gambar diambil dari buku Sobotta Clinical Atlas of Human Anatomy 1st edition. (Hombach-
Klonisch et al., 2019)
20
Otot krikoid posterior mengabduksi, mengangkat,
ujung pita suara membulat. Ini adalah otot intrinsik terbesar kedua. Otot
ini berasal dari area yang luas di bagian posterolateral lamina krikoid dan
semua lapisan dan mempertajam kontur pita suara. Ini adalah otot laring
dari bagian anterior dan lateral lengkung tulang rawan krikoid. Otot ini
memiliki dua bagian. Bagian oblik masuk ke bagian posterior lamina tiroid
dan bagian anterior bagian dari kornu inferior tulang rawan tiroid. Bagian
vertikal (tegak) masuk ke dalam batas inferior dari aspek anterior tiroid
21
Gambar 2.16 Mekanisme aksi otot instrinsik laring.
rangka terdiri dari tiga jenis serat. Serat tipe I sangat tahan terhadap
aerobik (oksidatif). Serat ini memiliki kadar glikogen yang rendah, enzim
22
oksidatif yang tinggi, dan diameternya relatif lebih kecil. Serat tipe IIA
enzim oksidatif dan glikogen yang tinggi. Serat ini berkontraksi dengan
cepat tetapi juga tahan terhadap kelelahan. Serat tipe IIB memiliki
rangka yang lebih besar. Di tempat lain, diameter serat otot cukup konstan,
berkisar antara 60 hingga 80 m. Pada otot laring, terdapat lebih banyak
dengan rata-rata 40 hingga 50 m. Otot laring memiliki proporsi serat Tipe
distribusi dan variasi serat yang membuatnya sangat cocok untuk kontraksi
sekitar 20 hingga 30 serat otot per unit motorik pada otot krikotiroid
manusia, yang menunjukkan bahwa ukuran unit motorik otot laring ini
manusia, 70% hingga 80% serat otot memiliki dua atau lebih ujung saraf.
Beberapa serat memiliki sebanyak lima ujung saraf. Hanya 50% serat otot
krikotiroid dan krikotenoid lateral yang memiliki banyak ujung saraf, dan
23
persarafan multipel lebih jarang terjadi pada krikotenoid posterior (5%).
Kelompok otot ini terutama mencakup otot strap. Karena menaikkan atau
yang stabil sehingga otot intrinsik yang halus dapat bekerja secara efektif.
24
pertama dan aspek posterior manubrium sternum, dan otot ini
masuk ke yang lebih besar cornu dari tulang hyoid. Otot omohyoid
menurunkannya.
25
anterior. Otot stylohyoid berasal dari proses styloid dan masuk ke
dalam tubuh tulang hyoid. Otot ini mengangkat tulang hyoid dan
mukosa pada permukaan bawah plika vokalis sejati, berjalan ke atas dan
26
ligamentum vokalis yang merupakan jaringan fibroelastis yang berasal
dari tepi atas arkus kartilago krikoid. Di sebelah anterior melekat pada
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
27
Gambar 2.18 Ligamentum instrinsik laring (tampak sagittal).
Gambar diambil dari buku Diseases of Ear, Nose and Throat & Head and Neck Surgery 7th
edition. (Dhingra et al., 2018)
tulang hyoid di atas. Struktur ini melekat pada margin superior lamina
tiroid dan margin anterior yang berdekatan dari kornu superior, dan naik
ke medial dari kornu yang lebih besar dan posterior ke badan tulang hyoid
untuk menempel pada margin superior dari struktur ini. (Drake, 2019)
28
Ligamentum hioepiglotis memanjang dari garis tengah
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
laring dan oleh kartilago laring yang melekat padanya. (Drake, 2019)
superior epiglotis.
29
Batas lateralnya dibentuk oleh lipatan mukosa (lipatan
empat dan jaringan lunak yang berdekatan, dan dua tuberkel pada
tuberkel kornikulata.
(Drake, 2019)
30
Infraglotis (pars inferior) adalah ruang paling inferior dari rongga
laring.
Gambar diambil dari buku Sobotta Clinical Atlas of Human Anatomy 1 st edition. (Hombach-
Klonisch et al., 2019)
31
Jika dilihat dari atas, ada lubang segitiga (rima vestibuli)
Gambar 2.21 Kavum laring. (A) tampak posterolateral; (B) tampak posterior; (C) tampak superior
dari inlet laring; (D) tampak superior
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition.(Drake, 2019)
32
Di bawah lipatan vestibular, plika vokalis (plika vokalis sejati)
dan bagian yang dilapisi mukosa yang berdekatan dari kartilago tenoid ary
membentuk dinding lateral dari bukaan segitiga yang serupa, tetapi lebih
bawah. Dasar bukaan segitiga ini dibentuk oleh lipatan mukosa (lipatan
2.2.7.1. Arteri
laring.
33
laring dengan melewati jauh ke tepi otot konstriktor
inferior faring.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
2.2.7.2. Vena
2019)
34
Gambar 2.23 Aliran vena pada laring.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
mereka. Kedua bagian ini dapat dibagi lagi menjadi supraglottic, glottic,
35
limfatik dari sinus piriformis melalui membran tirohyoid berakhir
ini tampaknya menerima limfatik dari kedua sisi laring dan menyebar
secara bilateral ke kelenjar getah bening leher bagian tengah dalam serta
besar dan cabang eksternal yang lebih kecil. Cabang internal menembus
36
membran tirohyoid dengan arteri laring superior dan menjadi suplai
krikotiroid dan secara klasik terbagi menjadi cabang adduktor anterior dan
persarafan otot dari cabang. Reseptor laring dapat dibagi menjadi mukosa,
dibawa oleh cabang internal saraf laring superior ipsilateral, yang dibagi
vokalis sejati dan palsu dan lipatan aryepiglottic, dan divisi inferior
37
mukosa di bawah glotis serta spindel otot otot intrinsik. Cabang eksternal
saraf laring superior mengandung serat aferen dari sendi krikotiroid dan
otot laring yang tidak berpasangan menerima persarafan dari kedua saraf
38
Gambar 2.24 Inervasi saraf llaring.
Gambar diambil dari buku Gray’s Anatomy for Student 4th edition. (Drake, 2019)
vokal arytenoid dan komisura anterior. Plika vokalis dan celah di antara
garis horizontal antara ujung proses vokal. Garis imajiner ini membagi
ditentukan oleh mereka adalah 2:3. Maka dari itu, karena bentuknya yang
39
lebih persegi, bagian interkartilaginosa lebih besar. Beberapa orang
epitel, lamina propria (tiga lapisan), dan otot vocalis. Hirano membagi
lapisan ini menurut konsep penutup tubuh. Penutup terdiri dari epitel di
dari otot vocalis, yang diibaratkan seperti karet gelang tebal. Di antara ini
ada zona transisi yang terdiri dari lapisan menengah (elastis) dan dalam
(kolagen) dari lamina propria. Menurut konsep ini, plika vokalis terdiri
aksi getaran plika vokalis. Pada ujung anterior dan posterior plika vokalis
terdapat flava makula anterior dan posterior. Pada dasarnya ini adalah
kerusakan akibat getaran. Perlu dicatat bahwa konsep penutup tubuh yang
sama tidak berlaku untuk laring anak-anak, karena sifat lamina propria
yang lebih homogen. Tidak sampai hampir akhir masa remaja lamina
matang menjadi bentuk dewasanya. Pada laring senilis, lapisan elastis dan
40
Gambar 2.25 Anatomi plika vokalis.
Gambar diambil dari buku Laryngeal dissection and surgery guide. (Dailey & Verma, 2013)
dan lipatan lipatan sejati mengarah ke superior. Lipatan palsu secara pasif
ini bertindak sebagai katup satu arah. Secara filogenetik ini mendukung
41
2.3. Fisiologi Laring
diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Udara masuk ke laring
melalui ruang antara plika vokalis. Pembukaan laring ini dikenal sebagai
glotis. Saat udara bergerak melalui glotis terbuka melewati plika vokalis
plika vokalis ke dalam aposisi yang rapat satu sama lain untuk menutup
(Sherwood, 2016)
saluran udara bagian bawah dari kontaminasi oleh makanan, cairan dan
sekresi, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara
42
terjadi karena adduksi plika vokalis. Kartilago kiri dan kanan mendekat
semakin kecil dan berakhir di alveoli. Pertukaran gas antara paru-paru dan
aliran darah terjadi pada tingkat alveolar. Udara bergerak masuk dan
keluar dari alveoli untuk memungkinkan pertukaran gas ini. Udara juga
dipaksa keluar dari alveoli untuk menciptakan aliran udara yang digunakan
sumber tenaga utama untuk fonasi dan bertanggung jawab atas terciptanya
lebih besar daripada tekanan subglottal selama fonasi dan ekspirasi karena
beberapa tekanan hilang karena hambatan jalan napas antara alveoli dan
43
laring. Ketika udara keluar dari alveoli, udara pertama-tama masuk ke
bronkiolus, yang merupakan saluran udara kecil yang dapat dilipat yang
dikelilingi oleh otot polos tetapi tidak memiliki tulang rawan. Dari
bronkus dan akhirnya ke trakea. Struktur ini didukung oleh tulang rawan
pada alveolus (tekanan alveolar) dan paling kecil pada pembukaan mulut
dengan kekuatan aktif yang diciptakan oleh kompresi otot jalan napas.
dapat memberikan efek yang lebih besar pada alveoli dan bronkiolus
karena keduanya dapat dilipat. Ketika jalan napas dibuka, tekanan udara
harus lebih besar dari tekanan atmosfer. Ada kekuatan pasif dan aktif yang
44
Untuk memperjelas mekanisme yang terlibat, alveoli dapat
dianggap balon kecil. Jika balon diisi dengan udara, dan cerat pengisian
keluar. Proses ini analog dengan ekspirasi pasif, yang bergantung pada
sifat elastis alveoli itu sendiri. Sebagai alternatif, kita dapat melingkarkan
tangan kita di sekitar balon dan memeras udara keluar. Peras ini
memungkinkan kita untuk mengeluarkan udara lebih cepat dan lebih kuat,
daripada yang dikeluarkan melalui proses pasif saja. Proses ini serupa
dengan ekspirasi aktif, yang melibatkan otot perut, dada, dan punggung.
Jika kita mencubit sebagian cerat pengisian balon, udara keluar lebih
cenderung bersiul saat keluar dari balon. Situasi ini mirip dengan penyakit
paru obstruktif, dan mengi yang umumnya terkait. Jika kita mencoba
meniup balon saat tangan kita melilitnya, balon akan lebih sulit
dibatasi oleh tangan kita. Fenomena ini agak mirip dengan penyakit paru-
paru yang terbatas. Dalam keadaan seperti ini, mungkin diperlukan lebih
balon tidak pecah. Ketika tekanan lebih besar, peningkatan rekoil elastis
menghasilkan udara yang keluar lebih cepat dan kuat ketika udara
45
tingkat rekoil elastis maksimalnya hanya dengan menekan bagian luar
volume paru-paru dan kekuatan elastis yang diberikan oleh dada dan paru-
paru. Paru-paru tidak pernah mengempis secara total. Pada saat istirahat,
residual capacity (FRC). Pada FRC, maka toraks (rongga dada) berada
pada volume yang jauh lebih kecil daripada posisi istirahat (atau netral),
paru dan dada berinteraksi erat, dan mereka posisi relatif kontak mereka
bervariasi secara konstan. Situasi ini difasilitasi oleh anatomi zona batas
parietal, dan paru-paru ditutupi oleh visceral pleura. Lapisan tipis cairan
46
keadaan patologis (misalnya, setelah pembedahan atau radiasi),
diberikan ke seluruh sistem, kurva P/V yang berbeda akan terbentuk dan
(CRS). Dimulai dari FRC, jika udara dikeluarkan sehingga volume sistem
atas FRC. Ekspirasi pasif, seperti yang terjadi saat bernapas dengan
47
inspirasi, semakin besar perbedaan antara tekanan alveolar dan tekanan
atmosfer, dan rekoil elastis dan tekanan udara ekspirasi menjadi lebih
2007)
volume toraks. Ekspirasi aktif dicapai oleh otot yang menarik tulang rusuk
2007)
rekoil elastis dan kekuatan eksternal yang diciptakan oleh otot ekspirasi
menurun pada jalur dari tekanan alveolar ke tekanan atmosfer (di mulut),
elastis), yang disebut equal pressure point (EPP). Saat ekspirasi berlanjut
menuju mulut, tekanan turun di bawah EPP. Saat tekanan saluran napas
48
berkurang di bawah EPP, saluran napas akan runtuh. Ini runtuhnya jalan
maka semakin besar pula kompresi jalan napas setelah EPP dilewati.
mengontrol ekspirasi laju aliran udara dan dipengaruhi oleh EPP. (Sataloff
et al., 2007)
bronkiolus dipersempit oleh kontraksi otot polos dan resistensi jalan napas
tekanan saluran napas berkurang lebih cepat dari biasanya dan EPP dapat
dicapai lebih dekat ke alveoli dan bronkiolus, yang runtuh dengan lebih
mudah dan lebih sempurna. Pada keadaan yang parah, saluran napas distal
ini dapat memberikan efek yang sangat buruk pada fonasi. (Sataloff et al.,
2007)
49
2.3.2. Fungsi fonasi
plika vokalis. Bila plika vokalis dalam adduksi maka otot krikotiroid akan
pesan rumit yang diperlukan untuk aktivitas terkoordinasi dari otot laring,
50
suara yang ditransmisikan tidak hanya ke telinga pendengar, tetapi juga ke
yang dihasilkan dengan suara yang diinginkan. Ada juga umpan balik
taktil dari tenggorokan dan otot-otot lain yang terlibat dalam fonasi yang
hasil dari gangguan yang sering terjadi pada umpan balik pendengaran
paru, otot perut dan punggung, serta pita suara), osilator, dan resonator.
Penutup mukosa dari lipatan vokal membuka dan menutup ketika lipatan
supraglotis. Pita suara tidak bergetar seperti senar pada biola. Melainkan,
51
kali mereka melakukannya dalam satu detik (yaitu, frekuensinya)
nada suara. Frekuensi penutupan dan pembukaan glotis adalah salah satu
perpindahan pita suara dari garis tengah selama setiap siklus getaran.
Suara yang tercipta pada tingkat pita suara adalah dengungan, mirip
dengan suara yang dihasilkan saat meniup di antara dua bilah rumput.
Suara ini mengandung satu set lengkap parsial harmonik dan bertanggung
jawab sebagian atas karakteristik akustik suara. Interaksi yang rumit dan
saluran vokal ini sebagian besar bertanggung jawab atas keindahan dan
baik, dan kategori klasifikasi suara yang luas secara umum diterima.
mereka mungkin termasuk vocal fry, chest voice, middle voice, head voice,
falsetto, dan whistle, meskipun tidak semua orang setuju semua kategori
itu ada. Istilah modal register, yang paling sering digunakan dalam
52
pembicaraan mengacu pada kualitas suara yang umumnya digunakan oleh
pembicara yang sehat, sebagai lawan dari suara rendah, serak, atau falsetto
oleh otot laring intrinsik, terutama otot krikotil dan otot adduktor. Otot
sinusoidal, tetapi variasi yang cukup besar dapat terjadi. Keteraturan, atau
dan berikutnya lebih besar pada penyanyi yang terlatih daripada pengguna
suara yang tidak terlatih. Keteraturan ini tampaknya merupakan salah satu
mengacu pada deviasi dari frekuensi standar (bukan variasi intensitas) dan
biasanya kurang dari 0,1 seminada pada beberapa gaya nyanyian solo dan
53
paduan suara, seperti musik Renaisans. Untuk sebagian besar penyanyi
opera Barat yang terlatih, tingkat vibrato yang biasa digunakan pada
bervariasi dari satu penyanyi ke penyanyi lainnya, dan pada penyanyi yang
(meskipun usia saat perubahan ini terjadi sangat bervariasi). Ketika variasi
dari frekuensi pusat menjadi terlalu lebar, goyangan dalam suara akan
terasa; ini umumnya disebut sebagai tremolo. Hal ini umumnya tidak
dianggap sebagai suara musik yang baik, dan tidak jelas apakah suara ini
prevalensi titik disfonia adalah 0,98% (536.943 pasien dengan disfonia per
perempuan (1,2% vs 0,7% pada laki-laki) dan pada mereka yang berusia
>70 tahun (2,5% vs 0,6%-1,8% pada semua kelompok usia lainnya). Dari
54
diagnosis terkait disfonia menurut International Classification of
Diseases, Ninth Revision, yang paling sering digunakan oleh dokter adalah
laringitis akut, disfonia nonspesifik, lesi jinak pada plika vokalis (misalnya
secara acak di Iowa dan Utah dan melaporkan 29,9% risiko kumulatif
seumur hidup dari gangguan suara sebelum usia 65 tahun. (Stachler et al.,
2018)
berkisar antara 1,4% hingga 6,0% (Black et al., 2015; Carding et al.,
2006). Masa rawat inap yang lebih lama di unit perawatan intensif
dengan disfonia yang lebih parah pada bayi premature (Hseu et al., 2018).
selain nodul pita suara yang menyebabkan disfonia pada populasi anak.
statistik antar ras pada anak-anak usia prasekolah. (Duff et al., 2004)
55
Sekitar satu dari 13 orang dewasa di Amerika Serikat akan
orang dewasa muda (usia 24-34 tahun) yang mengalami gangguan suara
atas, dengan perkiraan berkisar antara 4,8% hingga 29,1% dalam studi
(Martins et al., 2016). Dari individu berusia di atas 60 tahun yang telah
56
Namun, pada usia dewasa, prevalensi lebih tinggi pada orang dewasa
antara penyanyi (Pestana et al., 2017). Patologi laring dan gejala gangguan
suara yang paling umum dilaporkan pada penyanyi termasuk, tetapi tidak
pada laring, dan suara serak; namun, risiko pengembangan patologi laring
atau gejala pita suara dapat bervariasi berdasarkan perbedaan gaya dan
57
diperkirakan 2,6 kali lebih mungkin mengembangkan pertumbuhan lesi
jinak pada laring dan individu di industri manufaktur diperkirakan 1,4 kali
2.5.1. Inflamasi
oleh penyakit virus yang sedang atau baru saja terjadi, laryngopharyngeal
58
dan sistemik dapat memiliki efek khas pada laring, seperti nodul "bambu"
Gambar diambil dari Born and Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
59
Gambar 2.27 Lesi jinak pada pita suara. (A) Nodul reumatoid (bambu); (B) Nodul fonotraumatik;
(C) Pseudokista; (D) Polip; (E) Kista.
Gambar diambil dari Born and Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
2.5.2. Neoplasma
bagian tengah lipatan pita suara, bagian lipatan yang paling banyak
dan ke bawah dengan ujung yang tetap, seperti pita suara. Area di mana
60
lesi, yang bersifat kronis (misalnya, nodul, pseudokista, polip, massa
untuk menciptakan paradigma yang jelas. Kista pada pita suara diyakini
sebagai bawaan lahir atau akibat dari kelenjar mukosa yang tersumbat dan
kemungkinan bekas luka. (Reder & Franco, 2015; Rosen et al., 2012; Rutt
Gambar diambil dari Born and Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
2.29). Penyakit ini dapat muncul pada remaja dan dewasa. Strain virus
61
HPV yang paling umum (6 dan 11) pada RRP biasanya tidak berubah
yang dapat menimbulkan efek vokal jangka panjang yang merusak dan lesi
ini harus dievaluasi oleh laringologist. (Ruiz, Achlatis, et al., 2014; Singh
Gambar diambil dari Born and Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
62
Banyak pasien yang datang ke dokter utama mereka dengan
tindak lanjut yang ketat dengan ambang batas yang rendah untuk biopsi
ulang atau perawatan bedah atau radiasi definitif. Monitoring ini harus
Gambar diambil dari Born and Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
63
Kanker glotis merupakan penyebab disfonia yang paling
ditakuti oleh sebagian besar pasien (Gambar 2.31). Meskipun ada patologi
lain, karsinoma sel skuamosa adalah keganasan laring yang paling umum.
Hal ini secara konsisten terkait dengan merokok dan penggunaan alkohol.
suplai darah yang rendah pada glotis, tumor stadium awal lambat untuk
menyerang dan oleh karena itu dapat diobati dengan eksisi konservatif
atau radiasi. Hal ini dapat mempertahankan fungsi glotis dan terkadang
Gambar diambil dari Born and Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
64
2.5.3. Neurologis
suara. Yang paling jelas adalah paralisis plika vokalis. Hal ini mengacu
pada ketidakmampuan pita suara untuk turun atau naik karena cedera atau
dilakukan, namun gerakan tidak akan pernah pulih. (Wang et al., 2022)
total atau parsial, yang dikenal sebagai paresis. Paresis dan paralisis plika
vokalis juga dapat terjadi karena tekanan atau invasi pada saraf oleh
penyakit ganas atau bahkan dari metastasis atau limfadenopati seperti yang
biasa terjadi pada pasien kanker paru-paru. Paresis dan kelumpuhan sering
kali terlihat setelah penyakit virus atau dapat bersifat idiopatik. Setiap kali
kelumpuhan atau paresis terjadi meskipun saraf masih utuh, maka masih
ada potensi untuk pulih. Kecepatan dan tingkat pemulihan gerakan plika
65
vokalis tergantung pada penyebab kelemahannya. Pemulihan biasanya
terjadi dalam waktu 1 tahun. (Lee et al., 2020; Matta et al., 2017)
dapat diakibatkan oleh kejadian bilateral dari salah satu penyebab yang
laringologi dan memiliki banyak variasi. Dapat dikatakan bahwa ini adalah
yang tampak normal dan jarang menjadi pertanda patologi yang lebih
terjadi pada laring. Tremor laring sulit untuk diobati secara lokal; namun,
distonia fokal yang langka yang menyebabkan jeda bicara yang tidak
normal. Ini adalah hasil dari hiperfungsi otot intrinsik selektif. Hal ini
adalah yang paling umum. Ini menghasilkan suara yang khas dengan jeda
66
yang terputus-putus di sepanjang kalimat dalam pola yang khas, dan
(Lin & Sadoughi, 2020; Nelson et al., 2019; Wolraich et al., 2010)
dapat juga akibat penuaan. Perawatan untuk atrofi pita suara serupa
2.5.4. Muskuloskeletal
penyalahgunaan otot intrinsik dan ekstrinsik laring. Hal ini dapat bertahan
terjadi secara terpisah. Pemeriksaan yang teliti dan terapi suara digunakan
Fiksasi pita suara dapat menyebabkan disfonia dan kompromi jalan napas,
dislokasi artenoid, dan stenosis glotis posterior. Fiksasi pita suara, seperti
bekas luka pada plika vokalis, sulit untuk diobati. Hal ini dapat disebabkan
67
oleh intubasi yang berkepanjangan, keganasan, trauma laring, atau cedera
kronis, dengan kejang otot yang dipicu oleh aktivitas tertentu. Hal ini
ditandai dengan adduksi atau abduksi pita suara yang tidak disengaja, yang
menyebabkan suara tegang dalam kasus adduksi, dan breathy voice dalam
secara tiba-tiba, dengan gejala suara yang parah sejak awal gangguan, atau
dapat dimulai dengan gejala ringan dan hanya terjadi sesekali sebelum
menyerang siapa saja, tetapi tanda-tanda pertama paling sering terjadi pada
68
Gambar 2.32 Bagian anatomi yang terlibat pada spasmodic dysphonia.
Gambar diambil dari NIH. (National Institute on Deafness and Other Communication Disorders,
2020)
69
dengan kata-kata yang terputus atau sulit dimulai karena
Disorders, 2020)
2020)
70
abduktor. (National Institute on Deafness and Other
distonia generalisata yang paling umum, DYT-1. Hal ini ditandai dengan
71
distonia generalisata yang muncul lebih awal dan juga autosomal
sel endotel, dapat berkontribusi pada bentuk lain dari distonia umum,
DYT-6. Namun, studi skrining genetik baru-baru ini pada pasien dengan
THAP1 dan tidak ada pada TOR1A atau TUBB4A. Sementara beberapa
talamus tampaknya merupakan faktor utama dalam SD. PET scan juga
72
sebagai faktor yang berkontribusi terhadap SD. Penelitian lebih lanjut
otot, yang dirasakan oleh spindle otot. Injeksi toksin botulinum tidak
dibandingkan dengan rata-rata nasional 15% pada saat itu. Tiga puluh
pernapasan atas baru-baru ini dan 21% dengan stresor kehidupan yang
73
utama. Ada juga frekuensi yang lebih besar dari kram penulis pada
antara penyakit virus dan gangguan sistem saraf. Penyakit virus telah
suara unilateral yang disebabkan oleh virus, dan gejala sisa jangka
aktif di SSP. Namun, banyak penyakit virus yang umum terjadi dan SD
perubahan halus pada otak dan sistem kontrol motorik laring yang dapat
Tanner, 2012)
74
Beberapa faktor risiko SD diidentifikasi dalam beberapa
adalah stres. Hal yang penting terkait faktor patogen ini adalah variasi
respons stres yang dialami oleh setiap orang, serta sifatnya yang
apa pun pada kohort pasien SD. Salah satu hipotesis untuk mekanisme
baru ini dan penggunaan vokal vokal yang berlebihan (Payne et al.,
2014). Semua ini adalah kejadian yang sering terjadi pada populasi
umum dan umum dan tidak dapat menjelaskan kelainan yang langka.
bisa berkisar antara 29% sampai dilaporkan oleh Tanner et al., (Tanner et
75
penelitian lain oleh Patel et al., (A. B. Patel et al., 2015) Ada perbedaan
perbedaan antara onset SD yang tiba-tiba dan bertahap. Empat puluh lima
76
menemukan bahwa hanya 2% dari orang dengan SD yang timbul secara
diidentifikasi.
SD, faktor risiko ini risiko ini dapat membantu menentukan diagnosis di
mana gambaran yang jelas mungkin tidak ada. (Hintze et al., 2017a)
lainnya dapat muncul dengan cara yang sama. Kesulitan ini dapat
77
menyebabkan penundaan diagnosis yang signifikan, hingga 4,43 tahun
Misalnya pada SD, biasanya tidak merespons terapi suara saja dan
keparahan gejala suara dapat bervariasi dengan suara bicara tertentu. Hal
ini tidak terjadi pada MTD (Roy et al., 2014). Spasmodic dysphonia
sering kali terjadi bersamaan dengan tremor pita suara (Ludlow et al.,
2008), yang terjadi pada 29%5 hingga 60% pasien dengan SD.
sampai saat ini telah berusaha untuk menentukan perbedaan antara kedua
mungkin saja terjadi ketika gejala-gejala yang ada lebih dari 3 bulan
(Tabel 2.2). Pasien kemudian harus dirujuk untuk pemeriksaan oleh tim
78
ahli multidisiplin. Pemeriksaan wicara klinis oleh ahli harus dilakukan
normal dan dengan berbisik. Lebih dari 1 jeda suara per 3 kalimat dan
dengan suara bicara normal (Tabel 2.3). Tingkat ketiga dari pendekatan 3
Tidak ada cacat anatomis yang dapat menyebabkan suara yang tidak
normal. Pita suara harus memiliki gerakan normal saat bernapas, batuk,
berdeham, dan bersiul. Tremor atau kejang dapat diamati pada vokal
dalam diagnosis SD. Mereka menemukan bahwa hanya 10% klip video
73% klip audio saja. Tujuh puluh tiga persen klip gabungan diidentifikasi
yang dilaporkan oleh Ludlow et al., (Ludlow et al., 2008) dan juga
79
Tabel 2.2 Pertanyaan skrining untuk spasmodic dysphonia).
gerakan pita suara dapat lebih detail. Selain itu, laring tetap berada pada
80
fleksibel, sehingga memudahkan penilaian yang lebih lengkap terhadap
hiperfungsional dari lipatan vokal yang benar atau salah, rotasi medial
Secara khusus, palpasi otot suprahioid, greater horns tulang hyoid, kornu
superior, dan aspek lateral tulang rawan tiroid, ruang tiroid, batas anterior
81
Muscle tension dysphonia (MTD) adalah ketidaknyamanan
saat berbicara atau perubahan suara yang disebabkan oleh tegangnya otot-
otot di dalam dan di sekitar kotak suara Anda. Disfonia tegang otot adalah
salah satu penyebab suara serak yang paling umum dan mempengaruhi
kencang, kasar, atau lemah, tetapi dapat menyebabkan gejala lain seperti
lelah saat berbicara, perlu bekerja lebih keras untuk berbicara, atau merasa
primer dan sekunder. MTD primer adalah ketika pita suara normal tetapi
otot-otot kotak suara tidak bekerja secara normal. Hal ini dapat terjadi
tenggorokan. Hal ini juga dapat terjadi setelah suatu penyakit atau
bekerja lebih keras untuk mengatasi masalah ini. Otot-otot yang bekerja
melukai pita suara. Namun, jika suara terus digunakan sementara otot-otot
bekerja terlalu keras, pita suara dapat terluka. MTD sekunder terjadi ketika
ada masalah dengan pita suara. Misalnya, pita suara mungkin lebih lemah
atau mengalami cedera seperti calus. Otot-otot pita suara harus bekerja
lebih keras untuk mengatasi masalah ini untuk menghasilkan suara. Kerja
82
otot tambahan dapat membuat suara terdengar lebih buruk atau
abduksi, dan ketegangan pita suara. Otot ekstrinsik yang lebih besar (otot
suprahyoid dan infrahyoid) menjaga laring dalam posisi yang stabil dan
tulang rawan laring yang terganggu (hyoid, tiroid, krikoid, dan artenoid)
menjadi disfonik. Sangat mungkin bahwa pola MTD juga dapat terjadi
pada subjek yang sehat tanpa keluhan apa pun; namun, istilah MTD
(para) laring antara pasien dengan MTD dan subjek yang sehat. Studi ini
83
menggunakan superficial electromyography (sEMG) untuk mengukur
enam hingga delapan kali lipat dan/atau pergantian aktivitas EMG pada
otot perioral dan supralaringeal sebelum dan selama fonasi pada sebagian
84
neurotisme, kecemasan (sosial), reaktivitas stres, dan
85
MTD ini disebut sebagai MTD sekunder, yang merupakan
86
perubahan tersebut disebut sebagai pembengkokan pita
Gambar diambil dari Van Houtte et al., (2011). (Van Houtte et al., 2011)
87
penyalahgunaan vokal — yang terakhir terutama pada pengguna suara
organik atau hasil patologi organik dari MTD masih menjadi bahan
88
kegagalan diagnosis PMTD mengakibatkan keterlambatan
89
bersamaan dengan peningkatan penutupan dampak selama
2016)
90
laring intrinsik dan ekstrinsik hiperfungsional selama
91
Gambar 2.34 Gambaran videostrobocopy MTD primer saat istirahat.
Gambar 2.35 Gambaran videostroboscopy MTD primer dengan plica ventricularis selama inisiasi
suara.
92
Gambar 2.36 Gambaran videostroboscopy MTD primer dengan full approximation dari lipatan
ventrikel selama produksi vokal yang berkepanjangan.
93
pascamenopause karena penurunan kadar hormon yang
Gambar 2.37 Gambaran videostroboscopy MTD sekunder dengan edema Reinke, eritema lipatan
vokal, dan gangguan jalan napas selama inspirasi dalam.
94
Gambar 2.38 Gambaran videostroboscopy MTD sekunder dengan hiperfungsi lipatan vokal
ventrikel (panah) selama upaya fonasi.
Gambar 2.39 Gambaran videostroboscopy MTD sekunder 3 bulan pasca phonosurgery dan terapi
suara.
95
2.6.2.3. Diagnosis MTD
yang terlihat dan teraba di sekitar laring, yang dievaluasi dengan palpasi.
tiroid, dan lokasi nyeri tekan fokal harus dievaluasi selama istirahat dan
adduksi lipatan vokal tanpa adanya fonasi lipatan vokal yang sebenarnya.
Oleh karena itu, istilah-istilah ini membingungkan dan lebih tepat untuk
pola yang tegas. Meskipun tidak ada sistem klasifikasi yang diterima
krikoid posterior
96
o MTD 2 – kontraksi supraglotis di mana lipatan
yang ekstrem.
kelenturan pita suara, dan kontrol panjang dan ketegangan pita suara.
2.7.1. Anamnesis
berubah. Suara serak dapat berhubungan dengan gejala dan tanda disfungsi
97
di bagian mana saja dari alat phonatory. Elemen pertama evaluasi suara
adalah interpretasi dari deskripsi dan persepsi pasien tentang suara yang
(Sulica, 2013a)
o Kelelahan fonatori
Riwayat medis masa lalu dan status medis saat ini, kondisi medis
kronis
Obat-obatan
98
ucapan. Seringkali, kondisi kesehatan dan pengobatan penyerta lainnya
yang dianggap oleh dokter sebagai kelainan suara yang paling jelas.
2019)
99
disfonia hingga saat ini, keluhan terkait, dan riwayat sosial. (Stinnett et al.,
2018)
Onset disfonia
seperti perdarahan pita suara atau polip pita suara; banyak pasien
bernafas. Apakah ada pemicu stres baru dalam hidup mereka yang
100
yang telah ada selama beberapa bulan hingga bertahun-tahun dengan
Sifat disfonia
mengindikasikan adanya lesi pada tepi getar dari pita suara, sedangkan
saat yang sama) dapat mengindikasikan adanya lesi yang besar pada
101
yang kembali ke suara normal membantah adanya lesi pada pita suara
dan dispnea. Jika pasien batuk atau tersedak cairan, hal ini
dicurigai dalam situasi ini. Patologi laring lainnya, seperti gerakan pita
102
suara paradoks atau stenosis laring, juga dapat mempengaruhi
adalah stridor dan riwayat dispnea dengan stridor inhalasi harus segera
di leher, otalgia, atau hemoptisis. Jika ada, salah satu dari ini dapat
Riwayat sosial
Pemeriksaan Akustik
103
Ukuran obyektif fungsi vokal terkait dengan kenyaringan, nada,
o Amplitudo vocal
o Frekuensi vocal
terhubung
terhubung
104
Beberapa survei/kuesioner pasien telah dibuat dan divalidasi untuk
105
kenyaringan, prosodi, dan artikulasi dapat dinilai secara
106
Roughness (dirasakan ketidakteraturan dalam
sumber suara),
tertahan);
107
nada abnormal (terlalu tinggi, terlalu rendah, jeda nada, rentang
nada menurun)
jeda fonasi;
kenyaringan).
berlebihan.
108
Tanda dan gejala dapat terjadi secara terpisah atau kombinasi.
(evaluasi persepsi), inspeksi dan palpasi leher untuk massa atau lesi, dan,
gerak dan, jika sesuai, simetri struktur wajah, rongga mulut, kepala, leher,
dan sistem pernapasan. Ini harus mencakup evaluasi khusus anatomi laring
laring saat pasien terjaga dan cukup nyaman. Agar evaluasi suara menjadi
109
komprehensif, sangat penting untuk memahami deviasi fungsional dan
2019)
pemeriksaan cermin. Pasien dapat bersuara dengan cara yang lebih alami
fleksibel atau kaku sebagai standar penilaian saat ini. (Reghunathan &
Bryson, 2019)
110
2018). Di antara rekomendasinya adalah kinerja laringoskopi ketika
disfonia gagal sembuh dalam waktu 4 minggu atau terlepas dari durasinya
MRI) pada pasien dengan suara serak sebelum visualisasi laring. Durasi 4
disebabkan oleh patologi yang tidak mungkin sembuh secara spontan, dan
et al., 2016). Dalam sebuah studi survei, hingga 64% dokter perawatan
primer enggan untuk merujuk pasien dengan disfonia kronis (>6 minggu)
Mirror examination
111
Pemeriksaan cermin laring tradisional, meskipun memungkinkan
untuk resolusi optik yang memadai dari VFs, saat ini tidak disukai
fleksibel. Itu tetap menjadi alat yang berguna, dan terutama pada
situasi dengan sumber daya yang terbatas. (Born & Rameau, 2021)
menonjol di antara ibu jari dan jari tengah. Letakkan jari kelingking di
112
Gambar 2.40 Mirror laryngeal examination.
2023)
113
kabel tampak lebih pendek sekitar sepertiga dari panjang
di posterior.
yang menggantung.
menggantung.
beberapa kekurangan.
Laringoskopi direk
114
Laringoskopi direk memungkinkan visualisasi laring. Ini
dan resusitasi. Alat ini berguna di berbagai rumah sakit, mulai dari
unit gawat darurat hingga unit perawatan intensif dan ruang operasi.
2023)
115
Laringoskopi fiberoptik fleksibel transnasal, tersedia di
Bryson, 2019)
116
Gambar 2.41 Flexible transnasal laryngoscope.
2019)
gambar ke lensa mata melalui lensa 70˚ atau 90˚ dan glass
117
rod. Dengan demikian lebih unggul dalam evaluasi lesi
Stroboscopy
gambar diam di berbagai titik siklus glotal. Gambar ini tampak cair di
118
gambar yang disajikan lebih cepat dari 200 ms (5 gambar per detik)
2013a)
Gambar diambil dari Born dan Rameau (2021). (Born & Rameau, 2021)
bidang vertical
119
Penutupan glotis: pola penutupan glotis lengkap versus jenis
120
sejati di setiap lipatan vokal karena pengambilan gambar bingkai per
getaran pita suara periodik yang dapat dilihat pada patologi seperti
Laryngeal electromyography
121
terjadi setelah cedera RLN dengan persilangan serat adduksi dan
Pemeriksaan Aerodynamic
122
Aliran udara glotal umumnya dinilai selama fonasi berkelanjutan
dan diperkirakan dari laju aliran udara oral selama produksi vokal. Ini
bisa menjadi abnormal dengan penutupan glotis yang buruk dari cara
apa pun, seperti gangguan gerakan pita suara atau efek massa.
kisaran normal untuk orang dewasa muda yang sehat adalah 6,6
pelatihan standar, dan paling lama dari 3 uji coba harus dilaporkan.
yang rendah dan aliran udara hidung yang tinggi selama konsonan
123
2.7.4. Pemeriksaan Laboratorium
sedimentasi, dan protein C-reaktif. Tes yang lebih spesifik yang mungkin
2018)
124
suara yang tidak dapat dijelaskan (yaitu, onset tidak bertepatan dengan
jalur saraf laring berulang harus dicitrakan; proses ini dapat mencakup
paling inferior dari saraf dapat terlihat saat membungkus lengkungan aorta
125
2.8. Diagnosis Klinis Disfonia
disfonia. Ini paling sering berasal dari virus, meskipun peradangan laring
akut juga dapat terjadi sekunder akibat penyalahgunaan vokal atau paparan
penurunan getaran pita suara, yang menghasilkan kualitas suara yang keras
stroboskopik terdiri dari edema pita suara dan eritema, serta berkurangnya
2018)
126
Pengobatan laringitis akut terdiri dari penerapan teknik
Etiologi
2023)
127
ini biasanya terjadi sekitar tujuh hari setelah gejala dimulai. (Gupta &
Mahajan, 2023)
seperti campak, cacar air, dan batuk rejan juga berhubungan dengan
atau pada pasien yang menggunakan obat steroid inhalasi. (Gupta &
Mahajan, 2023)
sama ini umum pada laringitis akut pediatrik, meskipun penting untuk
Ini mungkin hadir dengan gejala vokal terisolasi, tetapi secara klasik
128
lingkungan, merokok, cedera inhalasi, atau gangguan
terjadi pada pelatih, penggemar, dan atlet setelah suatu acara. Hal ini
juga terlihat pada pemain vokal, terutama mereka yang intensitas atau
Mahajan, 2023)
tenggorokan. Gejala ini bisa akut atau kronis dan mungkin episodik.
dan 1/3 pasien GERD hanya akan mengalami gejala laring/suara. Ciri
2019)
jika pasien tidak minum air putih setelah penggunaan inhaler steroid
129
seperti yang diinstruksikan. Ada juga asma varian batuk yang dapat
2023)
pada pita suara yang dapat memicu gejala laring akut. (Gupta &
Mahajan, 2023)
mengiritasi laring dan dapat menyebabkan edema pita suara dan gejala
Epidemiologi
terlihat pada anak-anak berusia tiga tahun. Gejala suara terisolasi pada
yang akurat dari laringitis akut tetap sulit untuk dijelaskan karena
130
kondisi ini masih kurang dilaporkan, dengan banyak pasien yang tidak
Patofisiologi
waktu ini, itu bisa disebabkan oleh superinfeksi atau karena transisi ke
laring pada tahap awal. Ini dapat mencakup laring supraglotis, glotis,
meradang dan edema, tetapi juga sebagai akibat dari adaptasi sadar
131
jaringan. Kadang-kadang edema begitu nyata sehingga tidak mungkin
Diagnosis
diarahkan pada URI baru-baru ini atau penyakit lain, kontak sakit,
permulaan dan durasi gejala, serta jika pernah terjadi sebelumnya. Jika
2023)
memburuk selama dua atau tiga hari, meskipun dapat bertahan hingga
132
seminggu tanpa pengobatan. Ini dapat termasuk: (Gupta & Mahajan,
2023)
setelah berbicara
Batuk kering
demam
agen pencetus, meskipun hal ini lebih jarang. Lengket, lengket, sekresi
133
Dalam kasus penyalahgunaan atau penyalahgunaan vokal, beberapa
perubahan dapat dilihat pada pita suara. Edema Reinke adalah temuan
terlihat pada trauma vokal akut, atau mungkin terdapat nodul atau
Tatalaksana
134
- Menghindari iritasi: Merokok dan alkohol harus dihindari.
selama tiga minggu dan dapat diulang jika diperlukan. Ini harus
135
Mukolitik seperti guaifenesin dapat digunakan untuk
membersihkan sekresi.
memerlukan dosis yang lebih tinggi atau jadwal pemberian dosis dua
disebabkan oleh iritasi kimia seperti merokok, polusi udara, dan inhaler,
serta iritasi mekanis akibat batuk traumatis atau berbicara terlalu lama.
2015)
136
Perawatan tergantung pada penyebab peradangan. Langkah-langkah utama
suara dan strategi untuk mengurangi kliring tenggorokan dan batuk dapat
paling umum pada pasien yang datang dengan disfonia. Hal ini biasanya
137
Kelumpuhan pita suara unilateral mungkin sekunder akibat
disfungsi inti batang otak, saraf vagus, atau saraf laringeal rekuren.
Penyebab lain yang tidak biasa termasuk obat-obatan seperti alkaloid vinca
138
nyanyian. Videostroboskopi dapat menunjukkan lipatan vokal yang
saraf laring rekuren dan distribusi saraf laring superior. Studi pencitraan
Carroll, 2017)
yang disebabkan oleh perubahan pikun laring. Proses ini tidak hanya
dikaitkan dengan atrofi pita suara, tetapi juga degenerasi lapisan lamina
tahun, mempengaruhi pria dan wanita hampir sama. Gejala yang paling
umum adalah suara yang menipis dan tegang dengan proyeksi yang
139
Lesi jinak plika vokalis termasuk nodul, polip, kista, massa
dari penyebab lesi lipatan vokal jinak tidak diketahui, fonotrauma dari
faktor risiko utama. Proses ini menghasilkan tekanan geser selama getaran
atau bekas luka yang melibatkan lamina propria superfisial serta membran
Carroll, 2017)
yang memanjang dari epitel lipatan vokal; namun, basis fibrosa kadang-
140
gelombang mukosa yang signifikan pada stroboskopi. (Stinnett et al.,
2018)
Papillomatosis laring
terutama dalam kasus obstruksi jalan napas yang meningkat atau suara
141
Gambar 2.44 Papillomatosis laring.
2013)
142
Baru-baru ini, pengobatan tambahan telah ditambahkan pada
ini sejak tahun 2011. Efek samping yang serius termasuk potensi
143
Gambar 2.45 Recurrent respiratory papillomatosis, di sepanjang tepi medial plika vokalis yang
mengganggu produksi suara.
(Bohlender, 2013)
144
sering terlihat pada nodul pita suara dan edema Reinke. (Bohlender,
2013)
pasien ini juga berisiko lebih tinggi terkena kista dan nodul pita suara.
145
Meskipun temuan awalnya muncul sebagai masalah struktural
Edema Reinke
berusia antara 40-60 tahun. Etiologi pasti dari perubahan kronis jinak
ini tidak jelas tetapi bahan kimia yang dihirup (misalnya nikotin),
lebih dalam dan serak. Dengan edema masif, obstruksi jalan napas
146
Secara terapeutik, edema Reinke ditangani baik secara konservatif
Gambar 2.47 (a) edema Reinke; (b) Penebalan pita suara masif bilateral akibat edema Reinke.
(Bohlender, 2013)
147
Jika pembedahan dipertimbangkan, ahli bedah harus bertanya
(Bohlender, 2013)
(Bohlender, 2013)
148
berlaku di seluruh spektrum penyakit dan tidak hanya untuk edema
(Bohlender, 2013)
Gambar 2.48 Degenerasi polipoid pita suara bilateral, karakteristik edema Reinke.
149
kelenjar tipis. Obstruksi peradangan pada kelenjar mukosa di pita
kista retensi. Ini secara khas terlihat pada kelompok pekerjaan dengan
kepatuhannya pada lapisan yang lebih dalam dari lamina propria, kista
150
Gambar 2.49 Kista plika vokalis.
151
suara pasca operasi tidak akan bergetar secara normal. (Bohlender,
2013)
(Bohlender, 2013)
kista tidak perlu ditangani selama eksisi kista, karena begitu kista
152
beberapa kasus, meskipun terjadi perubahan kistik pada pita suara,
153
Nodul plika vokalis (misalnya singer’s node), secara tradisional
merupakan salah satu patologi lipatan vokal yang paling umum. Nodul
2013)
lesi. Ini berkisar dari lesi edematous yang diskrit dan tidak berbatas
penutupan glotis yang tidak lengkap (pola penutupan jam pasir klasik)
sering datang dengan daya tahan vokal yang buruk dan suara yang
154
Gambar 2.52 Nodul soft vocal folds.
tinggi secara tidak proporsional pada tepi bebas lipatan vokal yang
155
waktunya, ini menghasilkan remodeling jaringan dengan peningkatan
(misalnya nodul, polip, dan edema Reinke). Oleh karena itu, diagnosis
obyektif, hal ini tidak selalu diimbangi dengan perbaikan pada temuan
156
daripada ukuran nodul saja. Selain itu, juga harus diingat bahwa
bergetar akan menyebabkan suara yang buruk. Lesi yang hanya dapat
Lesi kontralateral
157
Tidak setiap lesi lipatan vokal kontralateral merupakan nodul.
jaringan adalah faktor pembeda. Getaran yang berubah dari pita suara
Bamboo nodules
158
mikro harus dicadangkan untuk kegagalan pengobatan, dan selalu
langka ini. Oleh karena itu, yang paling penting adalah ahli THT
2013)
kronis jinak yang timbul pada sepertiga tulang rawan VF. Mereka
159
bila cukup ekstrim, dapat merusak epitel processus vocalis. Trauma
(Bohlender, 2013)
160
hati-hati. Kami mencadangkan operasi hanya untuk mengecualikan
tingkat depresi yang dilaporkan lebih tinggi pada kelompok pasien ini,
2.8.5. Leukoplakia
161
ini sangat menantang karena keragaman patologi, derajat displasia,
dengan posisi lesi yang sering terjadi di sepanjang tepi getaran pita suara,
Epidemiologi
keratosis adalah 4,2 per 100.000, dengan predileksi laki-laki dari 10,2
162
leukoplakia dan karsinoma laring yang usia rata-ratanya adalah 10
hingga 15 tahun lebih tua. Sebagian besar lesi cenderung terjadi pada
tepi medial dan superior dari mid-true vocal fold dan komisura
anterior; lesi bersifat unilateral pada 78% hingga 84% kasus. Baik
Faktor Resiko
dan 2,55 untuk pasien >65 tahun dan usia 50 hingga 65 tahun, dan OR
datang lebih muda dan tanpa riwayat merokok. Saat ini tidak jelas
163
Gastroesophageal reflux juga dihipotesiskan menjadi faktor risiko
Penting untuk dicatat bahwa lesi leukoplakia pita suara jinak dan
di 3,7% dari mereka tanpa displasia pada biopsi awal, 10,1% dari
164
bahwa bahkan pasien dengan diagnosis patologi awal hiperkeratosis
165
Gambar 2.57 Mild to moderate squamous cell dysplasia.
prognostik dapat lebih jauh dibatasi oleh penilaian patologis yang sulit
166
Gambar 2.58 Squamous cell carcinoma in situ.
klinis dari neoplasma laring dan harus dikelola dengan cara yang sama
167
Gambar 2.59 Early invasive squamous cell carcinoma.
Diagnosis
168
Stroboskopi laring telah terbukti sangat membantu dalam
pada batas medial lipatan vokal, atau zona mencolok, lebih baik
analisis rinci dari tepi medial pita suara. (Park et al., 2021)
169
memiliki keuntungan tambahan dari penentuan lesi 3 dimensi “below
170
Gambar 2.60 Klasifikasi leukoplakia berdasarkan Narrow Band Imaging.
171
Pengembangan dan kemajuan teknik dalam biopsi di klinik telah
definisi tinggi distalchip, biopsy ini dapat hemat biaya dan berpotensi
pasien terjaga. Karena biopsi kurang dari sepertiga dari waktu dan
Tatalaksana
172
keganasan, (2) memberantas penyakit yang menunjukkan setidaknya
lebih penting pada pasien dengan keratosis jinak berulang. (Park et al.,
2021)
untuk “vocal cord stripping” sebuah istilah dan teknik yang tidak
173
Laser karbon dioksida (CO2) berperan dalam penanganan
membran basal pada saat eksisi microflap. Laser ini juga merupakan
yang lebih invasif. Namun, manfaat laser ini sebagai alat untuk
antara ujung serat dan jaringan target, untuk mencapai berbagai efek
174
lembut mengakibatkan pengelupasan epitel yang sakit. (Park et al.,
2021)
dan leher dan mungkin merupakan sumber morbiditas dan mortalitas yang
menyebabkan mereka ditemukan pada tahap yang sangat awal. Nyeri dan
yang lebih lanjut. Untuk kanker yang tidak dimulai pada pita suara, suara
serak terjadi hanya setelah kanker ini mencapai stadium lanjut atau telah
175
menyebar ke kelenjar getah bening dan terlihat adanya massa yang tumbuh
Etiologi
laring, terkait dengan sekitar 70% hingga 95% dari semua kasus.
pasien yang lebih muda. Berbeda dengan kanker kepala dan leher
- Usia lanjut
Epidemiologi
176
Kanker laring terdiri dari 13.150 kasus baru pada tahun 2017,
mewakili sekitar sepertiga dari semua kanker kepala dan leher, dengan
Sekitar 98% dari kanker laring muncul baik di daerah supraglotis atau
glotis, dengan kanker glotis menjadi tiga kali lebih umum daripada
tingkat kontrol lokal berkisar antara 90% hingga 95% untuk kanker
glotis T1, dan juga 80% hingga 90% untuk kanker supraglotis stadium
pelestarian laring, serta rehabilitasi bicara yang lebih baik pada pasien
Patofisiologi
177
karsinoma neuroendokrin. Karsinoma verrukosa dan sarcomatoid
Agarwal, 2023)
- Supraglotis
178
55% pasien memiliki bukti klinis metastasis nodal saat
- Glottis
hadir terbatas pada bagian anterior dari margin bebas atas salah
- Subglottis
179
krikoid (atau 10 mm di bawah apeks ventrikel). Mereka juga
Diagnosis
dari kanker glotis karena imobilitas atau fiksasi pita suara, dengan
hadir sebagai massa yang terfiksasi, keras, dan tidak nyeri di leher.
180
perluasan tumor langsung, dan kepenuhan yang kuat teraba tepat di
Pemeriksaan Penunjang
jarum halus (FNA) dari setiap penyakit nodul yang dicurigai. Untuk
semua kanker laring, baik yang dicurigai stadium awal atau akhir,
181
barium, yang dapat membedakan jaringan aerodigestif yang benar dari
CBC, jumlah trombosit, fungsi hati dan ginjal, golongan darah, fungsi
dipertimbangkan:
- Invasi ke kerongkongan
182
dikaitkan dengan aktivitas otot laring yang berlebihan dan kurang teratur
saluran pernapasan atas, penggunaan nada yang tidak tepat, refluks, atau
permintaan suara yang signifikan. Ini juga dapat hadir sebagai mekanisme
2.8.8. Presbyphonia
dengan proses penuaan. Presbyphonia sering terjadi pada orang tua dan
2017)
meningkat pesat, sebagian besar karena peningkatan harapan hidup saat ini
vokal diperkirakan antara 12% dan 35%. Studi Davids melaporkan 25%
pasien di atas usia 65 tahun yang datang dengan keluhan suara ditemukan
183
dengan disfonia. Kompleksitas presbyphonia melibatkan perubahan pada
beragam jaringan pita suara, otot, dan tulang rawan yang sebenarnya.
penilaian suara serak jika gejala tidak membaik atau sembuh dalam waktu
4 minggu atau jika diduga ada kondisi serius yang mendasarinya. Suara
184
kualitas hidup mereka, seperti keganasan. Gejala yang harus meningkatkan
bernapas atau stridor, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
Seperti yang telah dibahas, vocal hygiene meliputi peningkatan hidrasi dan
mengurangi suara serak, kecuali ada lesi lain yang ada. Seringkali, istirahat
mungkin sekunder akibat iritasi mekanis atau trauma. (Reiter et al., 2015;
185
penting untuk penatalaksanaan yang efektif pada lesi lipatan vokal jinak
dan gangguan suara fungsional. (Reiter et al., 2015; Stinnett et al., 2018)
gejala mulas dan mungkin mendapat manfaat dari percobaan 2 bulan dari
mengurangi iritasi pada area tulang rawan yang terbuka, dan fonotrauma
esensial. Agen ini termasuk anxiolytics dan beta-blocker, yang tidak akan
tidak ada peran yang jelas untuk steroid sistemik dalam mengobati suara
serak saat ini. (Born & Rameau, 2021; Stinnett et al., 2018)
186
Toksin botulinum digunakan dalam pengaturan disfonia
Namun, hal itu dapat memperburuk hipofonia pada pasien ini. (Born &
adalah salah satu prosedur bedah andalan dalam laringologi modern dan
laser atau teknik dingin, untuk menghilangkan lesi lipatan vokal dan untuk
memediasi tali pusat yang tidak dapat bergerak atau mengalami atrofi,
187
Seiring kemajuan teknologi dibuat dan inovasi terus unggul,
kantor. Ada banyak manfaat dari prosedur di kantor jika pasien dapat
yang lebih pendek, dan tidak ada persyaratan untuk pembatasan aktivitas
apa pun setelah prosedur selesai. (Born & Rameau, 2021; Stinnett et al.,
2018)
Lesi jinak pita suara yang tidak merespons terapi suara dapat
(SLP) yang lentur dan mengembalikan getaran pita suara. (Born &
intraoperatif yang optimal adalah kunci untuk menilai lesi pita suara
188
fungsi laring dan karena itu meningkatkan fonasi pada pasien dengan lesi
jinak pita suara. Pada pasien dengan dugaan atau diketahui keganasan, ada
dengan margin yang memadai, yang terakhir menjadi tujuan utama sambil
tetap mengingat sebelumnya. Teori ini juga berlaku untuk eksisi lesi
SD, ada beberapa pilihan untuk memperbaiki gejala dan kualitas hidup
Botulinum Toxin
189
dengan toksin botulinum A (Botox®) sebagai bentuk komersial yang
Gambar diambil dari Lin dan Sadoughi, (2020). (Lin & Sadoughi, 2020)
190
dihasilkan selama fonasi (Miller et al., 1987). Sebuah penelitian
lama dan lebih unggul dengan kehilangan suara pasca injeksi yang
yang bervariasi dan disfagia ringan hingga cairan yang encer. Selama
efek toksin menjadi stabil. Pada 3-6 bulan, efek toksin akan hilang,
waktu lebih lama untuk pulih meskipun aktivitas sinapsis saraf telah
191
Banyak literatur yang telah mengkonfirmasi perbaikan gejala
injeksi toksin botulinum. (Fulmer et al., 2011; Lin & Sadoughi, 2020)
192
Banyak praktisi lebih memilih metode injeksi perkutan
193
Anestesi lokal dapat disuntikkan ke area tepat di atas lekukan
Gambar 2.62 Teknik injeksi tiroarytenoid (disfonia spasmodik adduktor) dengan panduan EMG
melalui pendekatan krikotiroid.
Gambar diambil dari Lin dan Sadoughi, (2020). (Lin & Sadoughi, 2020)
194
o Injeksi otot posterior cricoarytenoid untuk SD abductor
posisi jarum dengan sinyal EMG. Jumlah injeksi yang lebih besar
lebih sulit dilakukan pada pasien yang lebih tua, karena tulang
Sadoughi, 2020)
195
Gambar 2.63 Teknik injeksi krikoid posterior (disfonia spasmodik abduktor) dengan panduan
EMG.
Gambar diambil dari Lin dan Sadoughi, (2020). (Lin & Sadoughi, 2020)
o Injeksi transoral/transnasal
196
yang lebih tinggi karena alat injeksi yang lebih panjang. (Lin &
Sadoughi, 2020)
Pembedahan
dari reseksi parsial otot vokalis dan lisis cabang adduktor yang
biasanya dengan bantuan laser CO2. (Lin & Sadoughi, 2020; Su et al.,
2010)
197
Gambar 2.64 Mioneurektomi pita suara kiri sebelum intervensi.
Perhatikan bekas luka pita suara kontralateral (kanan) yang sudah ada sebelumnya dari tahap
myoneurektomi sebelumnya.
Gambar diambil dari Lin dan Sadoughi, (2020). (Lin & Sadoughi, 2020)
Perhatikan defek otot tiroarytenoid kiri dan bekas luka pita suara kontralateral (kanan) yang sudah
ada sebelumnya dari tahap mioneurektomi sebelumnya.
Gambar diambil dari Lin dan Sadoughi, (2020). (Lin & Sadoughi, 2020)
198
Pengurangan jumlah otot yang berlebihan juga dapat
mengalami sesak napas atau aphonia, di mana selama itu serabut saraf
lebih baik pada 30% pasien yang dioperasi. (Chhetri et al., 2006)
Namun, prosedur ini memiliki hasil yang tidak konsisten dan manfaat
199
Terapi Eksperimental
Baru-baru ini, terapi lain telah diteliti untuk SD. Setelah sebuah
laryngeal rekuren. Hal ini pertama kali dijelaskan pada tahun 1989,
listrik implan untuk tujuan yang sama. Dalam sebuah studi uji coba,
200
Semua 5 pasien yang terdaftar mengalami perbaikan gejala, meskipun
dipelajari untuk SD. Stimulasi otak dalam pada pasien dengan tremor
201
signifikan. Pada beberapa pasien, penurunan aktivitas otot adduktor
meskipun ada respons yang baik terhadap suntikan awal. Pada pasien-
pasien ini, etiologi lain dari disfonia harus disingkirkan. Lebih lanjut,
mungkin terlibat. Dalam situasi seperti itu, otot-otot lain ini juga dapat
efek yang baik, baik secara perkutan melalui membran krikotiroid atau
202
kepentingan relatif dari berbagai faktor adalah langkah pertama menuju
203
penggunaan vokal adalah menghindari membentak, menjerit, dan
alkohol dan kafein, tidak merokok, serta pola makan dan tidur yang
2011)
204
pengobatan tidak langsung dan langsung (Mansuri et al., 2019).
205
dan kedalaman pijatan ditingkatkan sesuai dengan tingkat
2004)
206
ada RCT yang dilakukan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
2011)
Terapi medikamentosa
Pembedahan
ini bisa menjadi pilihan pengobatan yang tepat ketika lesi organik
207
dikombinasikan dengan terapi suara tidak langsung atau langsung.
Kerja sama yang erat dan pertukaran informasi yang efisien antara
ahli patologi bahasa wicara dan ahli THT sangat penting. Dokter
al., 2011)
208
BAB 3
KESIMPULAN
dengan baik serta terlibat dalam aktivitas sosial dan profesional. Dalam
artikel ini, kita telah menjelajahi penyebab, gejala, diagnosis, dan pilihan
Salah satu hal penting yang dapat kita ambil dari diskusi ini adalah
209
medis, pemeriksaan fisik, laringoskopi, dan analisis suara. Alat-alat ini
pita suara, atau memperbaiki kelumpuhan pada pita suara. Injeksi botox
juga dapat digunakan untuk sementara waktu merileksasi otot yang terlalu
210
Selain pengobatan khusus, modifikasi gaya hidup juga dapat
menjaga kebersihan vokal yang baik. Modifikasi gaya hidup ini dapat
para profesional kesehatan, termasuk ahli patologi wicara dan ahli THT,
dalam menghadapi tantangan dari kondisi ini dan mencapai hasil yang
211
untuk berkomunikasi dengan efektif dan terlibat sepenuhnya dalam
212
DAFTAR PUSTAKA
Bach, K. K., Belafsky, P. C., Wasylik, K., Postma, G. N., & Koufman, J. A.
https://doi.org/10.1001/archotol.131.11.961
Bainbridge, K. E., Roy, N., Losonczy, K. G., Hoffman, H. J., & Cohen, S. M.
(2017). Voice disorders and associated risk markers among young adults
Battistella, G., Termsarasab, P., Ramdhani, R. A., Fuertinger, S., & Simonyan, K.
https://doi.org/10.1093/cercor/bhv313
Bayan, S., Faquin, W. C., & Zeitels, S. M. (2019). Glottic Carcinoma in Young
25S-32S. https://doi.org/10.1177/0003489418818852
Benninger, M. S., Holy, C. E., Bryson, P. C., & Milstein, C. F. (2017). Prevalence
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2017.01.011
213
Berke, G. S., Verneil, A., Blackwell, K. E., Jackson, K. S., Gerratt, B. R., &
Verlag. https://doi.org/10.1055/b-002-98010
https://doi.org/10.1002/lary.24740
Bhattacharyya, S., Mandal, S., Banerjee, S., Mandal, G. K., Bhowmick, A. K., &
Murmu, N. (2015). Cannabis smoke can be a major risk factor for early-
1114. https://doi.org/10.1001/archotol.130.9.1114
Blitzer, A., Brin, M. F., Fahn, S., & Lovelace, R. E. (1988). LOCALIZED
214
Laryngoscope, 98(2), 193???197. https://doi.org/10.1288/00005537-
198802000-00015
Blitzer, A., Jahn, A. F., & Keidar, A. (1996). Semon’s Law Revisited: An
https://doi.org/10.1177/000348949610501002
https://doi.org/10.1055/s-0032-1333304
Born, H., & Rameau, A. (2021). Hoarseness. Medical Clinics of North America,
Bradley, J. P., Hapner, E., & Johns, M. M. (2014). What is the optimal treatment
https://doi.org/10.1002/lary.24642
Bruzzi, C., Salsi, D., Minghetti, D., Negri, M., Casolino, D., & Sessa, M. (2017).
https://doi.org/10.23750/abm.v88i1.5266
https://doi.org/10.3390/ijerph16193675
Campagnolo, A., Priston, J., Thoen, R., Medeiros, T., & Assunção, A. (2013).
215
International Archives of Otorhinolaryngology, 18(02), 184–191.
https://doi.org/10.1055/s-0033-1352504
Carding, P. N., Roulstone, S., Northstone, K., & Alspac Study Team. (2006). The
Carruthers, D. G. (2013). Diseases of the Ear, Nose, and Throat (2nd ed).
Chae, M., Jang, D. H., Kim, H. C., & Kwon, M. (2020). A Prospective
https://doi.org/10.1177/0003489420913592
Chhetri, D. K., Mendelsohn, A. H., Blumin, J. H., & Berke, G. S. (2006). Long-
https://doi.org/10.1097/01.MLG.0000201990.97955.E4
Childs, L., Rickert, S., Murry, T., Blitzer, A., & Sulica, L. (2011). Patient
2198. https://doi.org/10.1002/lary.22168
Cohen, S. M., Kim, J., Roy, N., Asche, C., & Courey, M. (2012). Prevalence and
https://doi.org/10.1002/lary.22426
216
Cohen, S. M., Lee, H., Roy, N., & Misono, S. (2017). Chronicity of Voice‐
https://doi.org/10.1177/0194599816688203
Creighton, F. X., Hapner, E., Klein, A., Rosen, A., Jinnah, H. A., & Johns, M. M.
Cyrus, C. B., Bielamowicz, S., Evans, F. J., & Ludlow, C. L. (2001). Adductor
https://doi.org/10.1067/mhn.2001.112572
Dailey, S. H., & Verma, S. P. (Eds.). (2013). Laryngeal Dissection and Surgery
002-79376
Daniilidou, P., Carding, P., Wilson, J., Drinnan, M., & Deary, V. (2007).
https://doi.org/10.1177/000348940711601002
Daraei, P., Villari, C. R., Rubin, A. D., Hillel, A. T., Hapner, E. R., Klein, A. M.,
217
Dauer, W. (1998). Current concepts on the clinical features, aetiology and
https://doi.org/10.1093/brain/121.4.547
3252-7
De Gusmão, C. M., Fuchs, T., Moses, A., Multhaupt‐Buell, T., Song, P. C.,
https://doi.org/10.1177/0194599816648293
Dedo, H. H., & Behlau, M. S. (1991). Recurrent Laryngeal Nerve Section for
https://doi.org/10.1177/000348949110000403
Dhingra, P. L., Dhingra, S., & Dhingra, D. (2018). Diseases of Ear, Nose and
Throat & Head and Neck Surgery (7th ed.). RELX India Pvt. Ltd.
Djarmati, A., Schneider, S. A., Lohmann, K., Winkler, S., Pawlack, H., Hagenah,
J., Brüggemann, N., Zittel, S., Fuchs, T., Raković, A., Schmidt, A.,
218
Jabusch, H.-C., Wilcox, R., Kostić, V. S., Siebner, H., Altenmüller, E.,
https://doi.org/10.1016/S1474-4422(09)70083-3
Duff, M. C., Proctor, A., & Yairi, E. (2004). Prevalence of voice disorders in
Engelhoven, A. E. R., Zraick, R. I., Bursac, Z., Tulunay-Ugur, O., & Hadden, K.
146.e16. https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2020.03.020
Fleischer, S., Pflug, C., & Hess, M. (2020). Dipping and rotating: Two maneuvers
1545–1549. https://doi.org/10.1007/s00405-020-05862-7
Flint, P. W., Francis, H. W., Haughey, B. H., Lesperance, M. M., Lund, V. J.,
219
Ford, C. N., Bless, D. M., & Lowery, J. D. (1990). Indirect laryngoscopic
https://doi.org/10.1177/019459989010300515
Fried, M. P., & Tan, M. (Eds.). (2015). Clinical Laryngology: The Essentials (p.
Fuchs, T., Gavarini, S., Saunders-Pullman, R., Raymond, D., Ehrlich, M. E.,
https://doi.org/10.1002/lary.21966
Gale, N., Blagus, R., El-Mofty, S. K., Helliwell, T., Prasad, M. L., Sandison, A.,
Volavšek, M., Wenig, B. M., Zidar, N., & Cardesa, A. (2014). Evaluation
https://doi.org/10.1111/his.12427
Gale, N., Zidar, N., Poljak, M., & Cardesa, A. (2014). Current Views and
https://doi.org/10.1007/s12105-014-0530-z
220
Ghisa, M., Della Coletta, M., Barbuscio, I., Marabotto, E., Barberio, B., Frazzoni,
M., De Bortoli, N., Zentilin, P., Tolone, S., Ottonello, A., Lorenzon, G.,
https://doi.org/10.1080/17474124.2019.1645593
Gooi, Z., Ishman, S. L., Bock, J. M., Blumin, J. H., & Akst, L. M. (2014).
685. https://doi.org/10.1177/0003489414532777
Gullane, P., & Novak, C. (2008). Glottic and Subglottic Stenosis: Evaluation and
Publishing. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534871/
Hari Kumar, K., Garg, A., Ajai Chandra, N., Singh, S., & Datta, R. (2016). Voice
Hintze, J. M., Ludlow, C. L., Bansberg, S. F., Adler, C. H., & Lott, D. G. (2017a).
https://doi.org/10.1177/0194599817728521
Hintze, J. M., Ludlow, C. L., Bansberg, S. F., Adler, C. H., & Lott, D. G. (2017b).
221
Pathophysiology. Otolaryngology–Head and Neck Surgery, 157(4), 558–
564. https://doi.org/10.1177/0194599817728465
Hoffman, H. T., Porter, K., Karnell, L. H., Cooper, J. S., Weber, R. S., Langer, C.
J., Ang, K.-K., Gay, G., Stewart, A., & Robinson, R. A. (2006). Laryngeal
https://doi.org/10.1097/01.mlg.0000236095.97947.26
https://doi.org/10.1016/s0892-1997(99)80010-1
Hseu, A., Ayele, N., Kawai, K., Woodnorth, G., & Nuss, R. (2018). Voice
https://doi.org/10.1177/0003489418776987
https://doi.org/10.1177/000348940811700114
222
Izdebski, K., Dedo, H. H., & Boles, L. (1984). Spastic dysphonia. American
0709(84)80015-0
Jabarin, B., Pitaro, J., Marom, T., & Muallem-Kalmovich, L. (2018). Dysplastic
20(10), 623–626.
Jani, R., Jaana, S., Laura, L., & Jos, V. (2008). Systematic review of the treatment
https://doi.org/10.1016/j.otohns.2008.01.014
Jaworek, A. J., Earasi, K., Lyons, K. M., Daggumati, S., Hu, A., & Sataloff, R. T.
(2018). Acute Infectious Laryngitis: A Case Series. Ear, Nose & Throat
John, A., Enderby, P., & Hughes, A. (2005). Comparing Outcomes of Voice
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2004.01.008
https://doi.org/10.5005/jp/books/13074_34
223
Karatayli-Ozgursoy, S., Pacheco-Lopez, P., Hillel, A. T., Best, S. R., Bishop, J.
https://doi.org/10.1001/jamaoto.2014.3736
Khateeb, Z., & Narasimhan, S. (2022). Vocal habits, dysphonia severity index,
https://doi.org/10.1055/s-2007-997603
1556. https://doi.org/10.1007/s00415-015-7751-2
Klein, A. M., Stong, B. C., Wise, J., DelGaudio, J. M., Hapner, E. R., & Johns, M.
https://doi.org/10.1016/j.otohns.2008.06.013
Klimza, H., Jackowska, J., Tokarski, M., Piersiala, K., & Wierzbicka, M. (2017).
e0180590. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0180590
224
Koroulakis, A., & Agarwal, M. (2023). Laryngeal Cancer. In StatPearls.
Kostev, K., Jacob, L., Kalder, M., Sesterhenn, A., & Seidel, D. (2018).
https://doi.org/10.3892/mco.2018.1592
Koufman, J. A., Rees, C. J., Halum, S. L., & Blalock, D. (2006). Treatment of
97–102. https://doi.org/10.1177/000348940611500203
Kunduk, M., Fink, D. S., & McWhorter, A. J. (2016). Primary Muscle Tension
https://doi.org/10.1007/s40136-016-0123-3
Kwok, M., & Eslick, G. D. (2019). The Impact of Vocal and Laryngeal
Lee, D.-H., Lee, S.-Y., Lee, M., Seok, J., Park, S. J., Jin, Y. J., Lee, D. Y., &
https://doi.org/10.1001/jamaoto.2019.3072
225
Lin, J., & Sadoughi, B. (2020). Spasmodic Dysphonia. In Advances in Oto-Rhino-
https://doi.org/10.1159/000456693
Lohmann, K., Wilcox, R. A., Winkler, S., Ramirez, A., Rakovic, A., Park, J.-S.,
Arns, B., Lohnau, T., Groen, J., Kasten, M., Brüggemann, N., Hagenah, J.,
https://doi.org/10.1002/ana.23829
Ludlow, C. L., Adler, C. H., Berke, G. S., Bielamowicz, S. A., Blitzer, A.,
Bressman, S. B., Hallett, M., Jinnah, H. A., Juergens, U., Martin, S. B.,
Perlmutter, J. S., Sapienza, C., Singleton, A., Tanner, C. M., & Woodson,
https://doi.org/10.1016/j.otohns.2008.05.624
MacKenzie, K., Millar, A., Wilson, J. A., Sellars, C., & Deary, I. J. (2001). Is
https://doi.org/10.1136/bmj.323.7314.658
226
Vocal Tract Discomfort in Muscle Tension Dysphonia. Iranian Journal of
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2009.05.002
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2015.09.017
716–724. https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2014.02.008
Mathieson, L., Hirani, S. P., Epstein, R., Baken, R. J., Wood, G., & Rubin, J. S.
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2007.10.002
Matta, Ri., Halan, Bk., & Sandhu, K. (2017). Postintubation recurrent laryngeal
https://doi.org/10.4103/jlv.JLV_5_16
Mazurek, H., Bręborowicz, A., Doniec, Z., Emeryk, A., Krenke, K., Kulus, M., &
227
Epidemiology, Pathogenesis and Clinical Picture. Advances in Respiratory
Miller, R. H., Woodson, G. E., & Jankovic, J. (1987). Botulinum Toxin Injection
https://doi.org/10.1001/archotol.1987.01860060029009
Misono, S., Peterson, C. B., Meredith, L., Banks, K., Bandyopadhyay, D., Yueh,
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2014.02.010
https://doi.org/10.1007/s00405-011-1684-x
Mor, N., Simonyan, K., & Blitzer, A. (2018). Central voice production and
https://doi.org/10.1002/lary.26655
Mosli, M., Alkhathlan, B., Abumohssin, A., Merdad, M., Alherabi, A., Marglani,
O., Jawa, H., Alkhatib, T., & Marzouki, H. Z. (2018). Prevalence and
228
Mourad, M., Jetmore, T., Jategaonkar, A. A., Moubayed, S., Moshier, E., &
https://doi.org/10.1016/j.joms.2017.05.008
https://doi.org/10.1002/1097-0142(19920501)69:9<2244::aid-
cncr2820690906>3.0.co;2-o
Naunheim, M. R., & Carroll, T. L. (2017). Benign vocal fold lesions: Update on
https://doi.org/10.1097/MOO.0000000000000408
Publishing. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK565881/
Nelson, R. C., Silva Merea, V., Tierney, W. S., Milstein, C., Benninger, M. S., &
229
Surgery, 22(6), 477–486.
https://doi.org/10.1097/MOO.0000000000000109
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2016.02.018
Park, J. C., Altman, K. W., Prasad, V. M. N., Broadhurst, M., & Akst, L. M.
https://doi.org/10.1177/0194599820965910
Parsel, S. M., Wu, E. L., Riley, C. A., & McCoul, E. D. (2019). Gastroesophageal
https://doi.org/10.1016/j.cgh.2018.10.028
Patel, A. B., Bansberg, S. F., Adler, C. H., Lott, D. G., & Crujido, L. (2015). The
Patel, R. R., Awan, S. N., Barkmeier-Kraemer, J., Courey, M., Deliyski, D.,
Eadie, T., Paul, D., Švec, J. G., & Hillman, R. (2018). Recommended
230
Language Pathology, 27(3), 887–905.
https://doi.org/10.1044/2018_AJSLP-17-0009
Payne, S., Tisch, S., Cole, I., Brake, H., Rough, J., & Darveniza, P. (2014). The
Pedersen, M., Jønsson, A. O., & Larsen, C. F. (2022). Genetics and voice
https://doi.org/10.1016/j.ijpam.2021.02.005
Peterson, K., Ginglen, J. G., Desai, N. M., & Guzman, N. (2023). Direct
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513224/
Pietruszewska, W., Morawska, J., Rosiak, O., Leduchowska, A., Klimza, H., &
https://doi.org/10.3390/cancers13133273
231
Pitman, M. J. (2014). Treatment of spasmodic dysphonia with a neuromodulating
https://doi.org/10.1002/lary.24749
https://doi.org/10.1001/jamaoto.2022.1944
https://doi.org/10.3171/2016.10.JNS161025
Reder, L. S., & Franco, R. A. (2015). Benign vocal fold lesions. In D. Costello &
G. Sandhu (Eds.), Practical Laryngology (1st ed., pp. 27–44). CRC Press.
https://doi.org/10.1201/b19781-4
https://doi.org/10.1016/j.otc.2019.03.002
Reiter, R., Hoffmann, T. K., Pickhard, A., & Brosch, S. (2015). Hoarseness—
237. https://doi.org/10.3238/arztebl.2015.0329
Rosen, C. A., Gartner-Schmidt, J., Hathaway, B., Simpson, C. B., Postma, G. N.,
232
midmembranous vocal fold lesions: BVFL Nomenclature Paradigm. The
Rosen, C. A., Lee, A. S., Osborne, J., Zullo, T., & Murry, T. (2004). Development
Roy, N., Barkmeier-Kraemer, J., Eadie, T., Sivasankar, M. P., Mehta, D., Paul,
Roy, N., Kim, J., Courey, M., & Cohen, S. M. (2016). Voice disorders in the
Roy, N., Mazin, A., & Awan, S. N. (2014). Automated acoustic analysis of task
https://doi.org/10.1002/lary.24362
Roy, N., Nissen, S. L., Dromey, C., & Sapir, S. (2009). Articulatory changes in
Roy, N., Weinrich, B., Gray, S. D., Tanner, K., Toledo, S. W., Dove, H., Corbin-
233
Outcomes Study. Journal of Speech, Language, and Hearing Research,
Rubin, J. S., Sataloff, R. T., & Korovin, G. S. (Eds.). (2014). Diagnosis and
Ruiz, R., Achlatis, S., Verma, A., Born, H., Kapadia, F., Fang, Y., Pitman, M.,
Sulica, L., Branski, R. C., & Amin, M. R. (2014). Risk factors for adult‐
2338–2344. https://doi.org/10.1002/lary.24730
Ruiz, R., Jeswani, S., Andrews, K., Rafii, B., Paul, B. C., Branski, R. C., & Amin,
Rumbach, A. F., Blitzer, A., Frucht, S. J., & Simonyan, K. (2017). An open-label
https://doi.org/10.1002/lary.26381
Ruotsalainen, J., Sellman, J., Lehto, L., Jauhiainen, M., & Verbeek, J. (2007).
https://doi.org/10.1002/14651858.CD006373
Rutt, A. L., & Sataloff, R. T. (2010). Vocal fold cyst. Ear, Nose, & Throat
234
Sadler, T. W. (2019). Langman’s medical embryology (Fourteenth edition).
Wolters Kluwer.
https://doi.org/10.1016/j.anl.2022.05.012
Sasaki, C. T., Young, N., Matsuzaki, H., & Paskhover, B. (2016). Development,
https://doi.org/10.1007/978-981-10-5586-7_23
Schweinfurth, J. M., Billante, M., & Courey, M. S. (2002). Risk Factors and
Sezen Goktas, S., Dogan, R., Yenigun, A., Calim, O. F., Ozturan, O., & Tugrul, S.
235
Laryngology, 276(2), 467–471. https://doi.org/10.1007/s00405-018-
05273-9
https://doi.org/10.1177/000348940311200403
Cengage Learning.
Simberg, S., Sala, E., Tuomainen, J., Sellman, J., & Rönnemaa, A.-M. (2006).
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2005.01.002
Singh, V., Meites, E., & Klein, A. (2018). Monitoring Public Health Impact of
33–44). Springer.
Smith, M. M., Abrol, A., & Gardner, G. M. (2016). Assessing delays in laryngeal
https://doi.org/10.1080/14015430600576097
236
Stachler, R. J., Francis, D. O., Schwartz, S. R., Damask, C. C., Digoy, G. P.,
(Charlie) W., Smith, L. J., Smith, M., Strode, S. W., Woo, P., & Nnacheta,
https://doi.org/10.1177/0194599817751030
Stemple, J. C., Roy, N., & Klaben, B. K. (2018). Clinical Voice Pathology:
https://doi.org/10.1016/j.mcna.2018.06.005
Su, C.-Y., Lai, C.-C., Wu, P.-Y., & Huang, H.-H. (2010). Transoral laser
https://doi.org/10.1002/lary.20714
https://doi.org/10.1007/s40136-013-0019-4
237
Sundberg, J., Lã, F. M. B., & Gill, B. P. (2016). Voice Source Variation Between
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2015.07.010
Taliercio, S., Cespedes, M., Born, H., Ruiz, R., Roof, S., Amin, M. R., & Branski,
https://doi.org/10.1001/jamaoto.2014.2826
https://doi.org/10.1044/vvd22.3.104
Tanner, K., Roy, N., Merrill, R. M., Sauder, C., Houtz, D. R., & Smith, M. E.
1092. https://doi.org/10.1002/lary.22471
Tateya, I., Omori, K., Kojima, H., Naito, Y., Hirano, S., Yamashita, M., & Ito, J.
https://doi.org/10.1016/j.anl.2014.08.012
Tawfik, G. M., Makram, O. M., Zayan, A. H., Ghozy, S., Eid, P. S., Mahmoud,
Kassem, M., Ho, Q. L. M., Eltanany, H. H., Ali, A. F., Hassan, O. G.,
238
Systematic Review and Network Meta-Analysis for 11,918 Patients.
https://doi.org/10.1044/2021_JSLHR-20-00597
Upile, T., Elmiyeh, B., Jerjes, W., Prasad, V., Kafas, P., Abiola, J., Youl, B.,
Epstein, R., Hopper, C., Sudhoff, H., & Rubin, J. (2009). Unilateral versus
https://doi.org/10.1186/1746-160X-5-20
Van Houtte, E., Van Lierde, K., & Claeys, S. (2011). Pathophysiology and
https://doi.org/10.1016/j.jvoice.2009.10.009
Van Hulst, A. M., Kroon, W., Van Der Linden, E. S., Nagtzaam, L., Ottenhof, S.
R., Wegner, I., Gunning, A. C., Grolman, W., & Braunius, W. (2016).
https://doi.org/10.1002/hed.24185
Van Lierde, K. M., De Ley, S., Clement, G., De Bodt, M., & Van Cauwenberge,
239
Wang, H.-W., Lu, C.-C., Chao, P.-Z., & Lee, F.-P. (2022). Causes of Vocal Fold
https://doi.org/10.1177/0145561320965212
Weller, M. D., Nankivell, P. C., McConkey, C., Paleri, V., & Mehanna, H. M.
4486.2010.02181.x
Wolraich, D., Vasile Marchis-Crisan, C., Redding, N., Khella, S. L., & Mirza, N.
Wu, A. P., & Sulica, L. (2015). Diagnosis of vocal fold paresis: Current opinion
https://doi.org/10.1002/lary.25004
199503001-00001
240
Zeitels, S. M. (2016). Glottic Cancer: A Metamorphosing Disease. Annals of
https://doi.org/10.1177/0003489415619177
241