Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis

Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261


ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

Konsep Pariwisata Halal Berbasis Ekonomi Kreatif


Dengan Sharia Regulation dalam Meningkatan Pendapatan dan Kesejahteraan
Masyarakat di Sumatera Utara

Salman Nasution
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
salmannasution@umsu.ac.id

http://dx.doi.org/10.30596%2Fjrab.v21i2.8431

Abstract:. During a period of 5 (five) years, Malaysia is a country with a majority


Muslim population visiting North Sumatra as a tourist destination, namely 15,243
people in 2018. Countries with a non-Muslim majority population also open up halal
tourism business opportunities which are intended to accept Muslim tourists to the
country by providing the facilities needed according to Islamic law. In the context of
halal tourism in North Sumatra, it is important to have sharia regulation. This study
uses the concept of the Qur'an, library methods, and studies of central and local
government policies. The results of this study conclude that if halal tourism is based on
a creative economy with the concept of Sharia Regulation applied by the government
and society, it will positively increase the income and welfare of the people of North
Sumatra.

Keywords : Halal Tourism, Creative Economy, Income

Cara Sitasi : Nasution, s. (2021). Konsep Pariw isata Halal Berbasis Ekonomi Kreatif Dengan Sharia Regulation dalam Meningkatan
Pendapatan dan Kesejahteraan Masy arakat di Sumatera Utara. Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, vol.21.(2), hal 250- 261 https://
http://dx .doi.org/10.30596%2Fjrab.v 21i2.8431

PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan populasi penduduk
berjumlah 237.641.326 dan 87,18% diantaranya adalah beragama Islam juga populasi
agama Islam terbesar di dunia. Negara yang berdiri pada tanggal 17 Agustus 1945
memiliki lebih dari 17.500 pulau, 300 suku, ratusan bahasa dan dialeknya, maka dari
itu Indonesia disebut sebagai negara multikulturalisme yaitu negara yang mengakui
keragamanan budaya dari suku-suku bangsa dan memiliki dasar dari kehidupan
bersama dan beragam. Pemerintah Indonesia mengakui 6 (enam) agama diantaranya
Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu Chu, begitu juga kepercayaan
atau keyakinan yang lahir dari suku atau budaya itu sendiri serta memberikan
kebebasan menjalankan ibadahnya masing-masing. Pemeluk Islam juga terbesar di
Sumatera Utara dengan persentase 63,91% dari total penduduk 14.262.147 jiwa, maka
dari itu segala terkait dengan perintah dan larangan ajaran Islam menjadi model
kehidupan masyarakat di Sumatera Utara.
Dalam Islam, ada beberapa perintah yang wajib dilakukan oleh umat Islam
khususnya dalam konsumsi yang halal dan baik, seperti dalam Al Quran surah Al
Maidah ayat 88, yaitu:

250
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

Artinya “Dan makanlah yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepada mu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadaNya”.

Ayat di atas menjadi rujukan dan anjuran bagi umat Islam untuk berkonsumi
secara materil dan non materil yang halal dan baik. Konsumsi yang halal yaitu sesuatu
yang diperbolehkan oleh syariat Islam dan baik adalah sesuatu yang berkualitas dan
bermanfaat jika dikonsumsi. Maka cukup jelas, ajaran Islam menganjurkan kehalalan
produk dan baik untuk dikonsumsi. Pada dasarnya, ajaran Islam banyak memberikan
masukan-masukan kepada umat Islam untuk lebih berhati-hati terhadap apa yang
dikonsuminya termasuk yang telah diharamkan oleh Allah SWT.. Maka dari itu,
pemerintah pusat dan daerah harus menyadari bahwa mengubah pariwisata umum
kepada pariwisata halal merupakan kepentingan dan keuntungan bagi daerah setempat
terkhusus pendapatan asli daerahnya. Berikut PAD Sumatera Utara dan pendapatan
dari sektor pariwisata.
Grafik 1. PAD Sumatera Utara tahun 2011-2015
(Dalam Miliar Rupiah)

90000
80000
70000
60000
50000
PAD Sumut
40000
PAD Sektor Pariwisata
30000
20000
10000
0
2011 2012 2013 2014 2015

Data di atas mencerminkan jumlah PAD mengalami peningkatan yang minim


pada sektor pariwisata, tentunya mempengaruhi pendapatan dan kesejahteraan daerah
yang memiliki tempat-tempat wisatanya. Namun sayang, dalam penelitian tentang
persepsi wisatawan terkait dengan kualitas objek dan daya tarik wisata di Sumatera
Utara menggambarkan kurang ketertarikan wisatawan untuk kembali datang ke
Sumatera Utara lagi. Kualitas transpotasi, menurunnya daya tarik akomodasi, jalan
raya menjadi kendala yang sering dialami wisatawan. Sumatera Utara memiliki sejuta
pesona alam yang sangat indah diantaranya Brastagi, Tangkahan, Danau Toba, Taman
Nasional Gunung Leuser dan lainnya yang layak dikunjungi. Dilihat dari berbagai
aspeknya, maka dari itu propinsi ini telah layak mengembangkan pariwisata dengan
konsep halal. Tidak ada bedanya dengan pariwisata pada umumnya, pariwisata halal

251
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

dikenal sebagai konsep menarik wisatawan nasional dan internasional ke Sumatera


Utara terkhusus beragama Islam. Tidak ada bedanya dengan parisiwata/wisata pada
umumnya yaitu serangkaian kegiatan, layanan, dan manfaat yang memberikan
pengalaman tertentu kepada para wisatawan. Wisata halal adalah suatu industri
pariwisata yang menyediakan fasilitas yang khusus bagi wisawatan yang beragama
Islam seperti ketersediaan Masjid serta penyediaan layanan lainnya yang merujuk pada
ajaran Islam. Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat berperan aktif dalam
penyediaan makanan dan minuman yang dilarang oleh Islam.
Sumatera Utara harus merancang pariwisata halal sebagai wilayah yang potensial
dalam penerapannya. Konsep wisata halal merupakan aktualisasi dari ajaran-ajaran
Islam yang mengetahui kehalalan dan keharaman suatu produk, maka dari itu
sertifikasi halal menjadi hal yang terpenting bagi wisatawan muslim. Dalam laporan
Thomson Reuters Global Islamic Economy 2018, pariwisata umat Islam adalah kedua
terbesar di dunia. Ada 6 (enam) sektor konsumsi umat Islam terbesar diantaranya
makanan, pariwisata, pakaian, farmasi, media/rekreasi, dan kosmetik sebesar US $ 2
triliun atau 11,9% dari konsumsi masyarakat di dunia. Jika konsep pariwisata halal
direalisasi di Sumatera Utara akan berdampak terhadap pengurangan dan
meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara.
Minimnya jumlah sektor pariwisata indikasi kurang adanya dukungan regulasi
dari pemerintah pusat dan daerah dalam peningkatan dan pengembangan kualitas
pariwisata daerahnya. Banyaknya permasalahan pusat dan daerah membuat
pemerintah kurang fokus dalam mengembangkan pariwisata sebagai leading sector
yang berperan menggerakan sektor lainnya. Pentingnya ekonomi kreatif dalam
pariwisata memformulasikan wisata halal sebagai temuan dalam peningkatan
pendapatan masyarakat. Halal yang dimaksud adalah pengembangan pariwisata yang
mengutamakan fasilitas khusus bagi wisatawan yang beragama Islam yang saat ini
masih mendominasi. Program mengenai pengembangan pariwisata halal tidak terlepas
dari konsep ekonomi kreatif yaitu daya dukung dalam wisata halal yang nantinya bisa
menjadi paket pengembangan dengan prospek yang menjanjikan. Karena
pengembangan wisata halal menunjukan adanya hubungan saling terkait antar
berbagai industri. Dengan adanya hubungan yang simultan ini yang memberikan
kontribusi terhadap perkembangan ekonomi syariah di Sumatera Utara.
Adanya dorongan yang baru, baik menyangkut produk barang ataupun jasa
sehingga calon wisatawan melihat, mendatangi, mengetahui, merasakan, atau bahkan
ingin memilik bila sesuatu itu bisa diperdagangkan. Demikian juga dengan industri
kreatif, sesuatu yang inovatif terhadap sesuatu yang sudah ada ataupun mencontoh di
tempat lain, akan mendorong orang untuk mengetahui keberadaan sesuatu yang baru
tersebut. Dengan demikian, keberadaan industri kreatif secara langsung ataupun tidak
langsung merupakan obyek dan daya tarik wisata (destinasi wisata) yang dapat
mendorong orang untuk datang atau mengunjungi keberadaan industri kreatif tersebut.
Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat
individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan pekerjaan dengan
menghasilkan dan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
menurut laporan United Nations of Deuekpment Programs (UNDP), kreatifitas adalah
sebuah sifat atau proses dimana ide-ide original digeneralisasikan. Kreati6tas bisa

252
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

dijelaskan berdasarkan pada hubungan dengan subyek yang mengikutinya,


sebagimana halnya dengan ekonomi kreatif dalam konteks pariwisata halal. Ditarik
sebuah kesimpulan bahwa ekonomi kreatif adalah sebuah bentuk pengembangan
kreatifitas dalam menciptakan inovasi terhadap suatu produk. Sumatera Utara
merupakan sebuah provinsi yang memiliki berbagai jenis produk khas yang menjadi
ciri khas dari daerah yang layak diperjualbelikan di wilayah-wilayah yang tersedia
parisiwata halal. Dengan adanya konsep ekonomi kreatif yang dipadukan dengan
produk-produk khas Sumatera Utara mampu menambah nilai jual yang ditawarkan
oleh UMKM. Perkembangan UMKM di Sumatera Utara itu terus menunjukkan
pertumbuhan yang cukup signifikan. Tingginya tingkat pertumbuhan UMKM tersebut
dinilai dari semakin gencarnya pemerintah mendorong masyarakat untuk menjadi
entrepreneur yang juga sekaligus mampu membuka lapangan pekerjaan baru. UMKM
adalah salah satu sumber pertumbuhan ekonomi suatu negara. Menurut data dari Bank
Indonesia wilayah Medan, ada 2,8 juta UMKM yang terdaftar di dinas Koperasi.
Pada prinsipnya, industri wisata halal dan ekonomi kreatif membutuhkan dua
macam hukum, yakni Syariah dan perundangan nasional. Tentunya peran kedua
hukum sangat berperan aktif agar pengembangan industri wisata halal di Indonesia
dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan melalui pelaksanaan program-
program.

Gambar 1. Hubungan Pariwisata Halal dan Ekonomi Kreatif dengan Syariah


Regulation dan Undang-undang

Pariwisata Halal Ekonomi Kreatif

(Objek) (Masyarakat dan investor)

Syariah Regulation, MUI dan Pemerintah UU Nasional, Propinsi dan Daerah

Aktivitas wisata halal berdasarkan pada Undang-Undang No. 10 Tahun 2009


tentang Kepariwisataan tidak mengatur tentang kepariwisataan halal. Usaha pariwisata
mencakup banyak sektor, antara lain jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata,
jasa makanan dan minuman, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi;
penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, spa dan
lain-lain. Meskipun dalam undang-undang tersebut disebutkan secara eksplisit, kalimat
dalam pasal 1 ayat 3 yaitu “berbagai macam kegiatan wisata” mengindikasikan
dibolehkannya melakukan kegiatan pariwisata berdasarkan kepada prinsip-prinsip
syariah. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-MUI/X/2016 merupakan fatwa yang
mengatur mengenai Penyelenggaraan Parawisata Halal di Indonesia. Fatwa ini pula
merupakan satu-satunya aturan mengenai parawisata halal di Indonesia pasca
dicabutnya peraturan mengenai Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah
Nomor 2 Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
melalui terbitnya Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2016. Walaupun kekuatan fatwa
di bawah peraturan pemerintah, namun dengan adanya fatwa ini diharapkan akan
mendorong sektor parawisata halal di Indonesia. Dengan ada payung hukum yang

253
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

jelas terkait pariwisata halal dan ekonomi kreatif, maka ada penguat untuk benar-benar
menerapkannya tanpa ada kejanggalan hukum. Regulasi syariah yang benar-benar
secara spesifik dan legal dinyatakan dalam bentuk peraturan yang diresmikan secara
nasional oleh pemerintah, sehingga menjadi acuan bagi pengembangan tempat-tempat
wisata di Indonesia. Ketika pariwisata halal dan ekonomi kreatif sudah memiliki
payung hukum yang sah, maka proses pengembangan konsep tersebut akan jauh lebih
mudah. Pasalnya, jika wisata halal dan ekonomi kreatif terus digencarkan dan
dikembang di suatu wilayah maka secara otomatis terlihat dampak peningkatan dari
sisi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tentunya adanya perekrutan tenaga
kerja.

Grafik 2. Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Sumatera Utara


Periode Agustus Tiap Tahun

5,9
5,85
5,8
5,75
5,7
5,65
Persentase
5,6
5,55
5,5
5,45
5,4
2016 2017 2018

Grafik di atas menginformasikan bahwa jumlah pengangguran mengalami


penurunan, namunpun demikian masih ada pekerjaan informal atau part time, yaitu
pekerja/ tenaga kerja yang tidak memiliki gaji yang tetap, uang pensiun dan lainnya.
Saat ini jumlah pekerja informal sebanyak 3,82 juta orang dari jumlah tenaga kerja
Sumatera Utara 7,4 juta orang. selanjutnya tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar
35,53% dan sangat sedikit yang bekerja pada sektor pariwisata. Salah satu sumber
pendapatan daerah merupakan dari sektor pariwisata. Semakin meningkatnya
kunjungan wisatawan ke daerah tersebut akan berpengaruh positif terhadap
pendapatan masyarakat, karena semakin tingginya permintaan barang dan jasa
sehingga tercipta lapangan kerja untuk masyarakat. Meningkatnya pendapatan akan
berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Ukuran pendapatan diukur untuk
melihat tingkat kesejahteraan rumah tangga menggunakan pendapatan yang diperoleh
dari bekerja. Kesejahteraan merupakan salah satu aspek untuk mengukur keberhasilan
pembangunan suatu wilayah, menjaga dan membina terjadinya stabilitas sosial dan
ekonomi. Kondisi tersebut untuk meminimalkan terjadinya kesenjangan sosial dalam
masyarakat. Pembangunan ekonomi pada wilayah itu sendiri merupakan upaya untuk
menaikkan kualitas hidup suatu bangsa yang sering kali diukur dengan tinggi

254
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

rendahnya pendapatan, Strategi pembangunan suatu wilayah dilakukan untuk


menaikkan pendapatan nasional dan meningkatkan produktifitas. Penyelenggaraan
kesejahteraan dalam masyarakat tersebut merupakan salah satu tujuan dari program
pemerintah, kesejahteraan sendiri diukur dari kebutuhan keluarga yang terpenuhi, hal
tersebut juga tidak terlepas dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh dalam
keluarga.

METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah menganalisis
informasi yang terkumpul yaitu beberapa sumber data primer seperti data dari BPS
Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Sumatera Utara dan Dinas Pariwisata negara -negara
yang menggunakan konsep pariwisata halal, selain itu juga konsep wisata halal dalam
perspektif Islam menjadi penentu tempat wisata yang dikunjungi. Hasil data dari
beberapa organisasi dan dinas terkait dengan pariwisata dibahas dan dianalisa secara
komprehensif serta perbandingan kebijakan pemerintah luar negeri dan dalam negeri
dengan penerapan konsep pariwisata halal di Sumatera Utara. Sesuai dengan sumber
data serta maksud dan tujuan penyusunan karya ilmiah ini, maka dalam pengumpulan
data penulis menggunakan beberapa metode sebagai studi kepustakaan, studi regulasi
pemerintah yaitu suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menggunakan informasi dari buku-buku, jurnal, data terkait dari kepariwisataan serta
media lain yang berhubungan dengan karya tulisan ini.

PEMBAHASAN
Globalisasi revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan yang besar bagi
hidup dan kehidupan masyarakat yang ditandai dengan semakin berkembangnya
kreatifitas dan inovasi dalam memanfaatkan teknologi yang menguasai segala sendi
kehidupan termasuk perekonomian. Memanfaatkan teknologi dalam pengembangan
ekonomi kreatif dengan sektor pariwisata (halal) merupakan sebuah model ekonomi
yang sangat potensial untuk dikembangkan di Sumatera Utara.
Pariwisata halal mirip dengan perjalanan yang dianjurkan oleh Allah SWT.
dalam beberapa ayat dalam Al Quran seperti dalam surah Yusuf ayat 109 yaitu:

Maksud ayat tersebut menyatakan bahwa setiap muslim hendaknya melakukan


perjalanan (pelajaran, mencari ilmu, belajar sejarah) ke penjuru dunia. Anjuran bahkan
berdekatan dengan hukum wajib, sehingga perjalanan dengan tujuan spritual, fisik,
dan sosial. Maka sangat jelas, bahwa adanya hubungan antara perjalanan yang
diperintahkan oleh Allah SWT. dengan kunjungan kenegara lainnya dalam konteks
pariwisata halal.

255
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

Dalam undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang pariwisata yaitu berbagai


macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas dan layanan yang disediakan
oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Menurut Sofyan
definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada
nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization
(WTO), wisata syariah sangat mengedepankan produk-produk halal dan aman untuk
dikonsumsi turis muslim. Namun, bukan berarti turis nonmuslim tidak bisa menikmati
wisata halal dan kearifan lokal. Dalam konteks regulasi, pemerintah kurang bahkan
tidak sama sekali mendukung pariwisata halal sebagaimana dibuktikan dengan
regulasi yang pernah ada sebelumnya, yaitu pemerintah pernah menerbitkan Peraturan
Menteri 2/2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah yaitu
menyebutkan kriteria hotel berbasis syariah, namun pada 2016 Permen itu dicabut
melalui Permen 11/2016. Tidak hanya itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya pernah
mengeluarkan Peraturan Menteri 1/2016 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha
Pariwisata yang menyebutkan aturan sertifikasi usaha pariwisata halal. Kemudian
pasal tersebut dicabut. Wacana pengembangan wisata halal di Sumatera Utara akhir-
akhir ini menjadi polemik bagi masyarakat. Pasalnya, wisata halal dianggap akan
merubah adat kebudayaan masyarakat Sumatera Utara bahkan sebagai bentuk
islamisasi atau mengubah agama yang akan menggangu mereka. Artinya, konsep
perencanaan pengembangan wisata halal tidak dipahami masyarakat sehingga menebar
kontroversi dan menolak konsep tersebut disaat beberapa negara non Muslim sedang
menjalankan konsep wisata halal.
Jika di Indonesia tarik ulur terkait payung hukum tentang pariwista halal, maka
negara dengan mayoritas berpenduduk agama Islam akan tertinggal. Pariwisata halal
sangat jelas dari maksud dan tujuan jika diterapkan disetiap wilayah termasuk wilayah
yang mayoritas berpenduduk non Muslim. Saat ini, proyek pariwisata halal sudah
diterapkan di Jepang dengan mayoritas penduduk beragama Shinto. Pemerintah
Jepang menyediakan layanan atau fasilitas untuk wisatawan Muslim disaat tumbuhnya
bisnis pariwisata halal di negara Samurai tersebut. Padahal, letak geografis Jepang
jauh dari negara-negara Islam dan penganut agama Islam pun sangat sedikit. Negara
lainnya adalah Korea Selatan, dalam sensus penduduk di Korea Selatan, bahwa
mayoritas warga negara tersebut tidak memiliki agama yaitu sebesar 56,9%. Dalam
hubungannya pada pariwisata halal, pemerintah Korea Selatan telah menyediakan
aplikasi dan fitur dengan nama “Halal Korea” antara lain lokasi Masjid terdekat,
Qibla, perjalanan, Community, Scans, rumah makan, dan pasar. Pada tahun 2017 yang
lalu, pemerintah menargetkan kunjungan wisatawan muslim sebanyak 1.2 juta
kunjungan ditambah dukungan lainnya yaitu 150 perusahaan telah mensertifikasikan
produknya dalam label halal.
Selain Jepang dan Korea Selatan, negara non Muslim yang mengaplikasikan
konsep wisata halal lainnya adalah Thailand dan China. Negara-negara tersebut
memanfaatkan wisatawan muslim untuk berkunjung di negara mereka dengan motif
memperoleh keuntungan disaat yang sama banyak umat Islam berkunjung di negara-
negara yang menawarkan layanan halal dengan kebahagiaan dan ketenangan.

Tabel. Negara Non Muslim Yang Menggunakan Konsep Parisiwata Halal

256
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

Dana yang
Proyeksi
Dana yang dikeluarkan
Negara Jumlah Wisatawan Jumlah
dikeluarkan Wisatawan
Muslim 2015 Wisatawan
Wisatawan Muslim
Muslim 2020
2020
Thailand 2,6 juta 4.1 juta US$ 8.94 miliar US$11.74
miliar
Jepang Lebih 700 ribu 1 juta Jepang ingin merebut pangsa pasar
wisata Muslim yang diperkirakan
mencapai 320 miliar dolar AS
pada 2024 mendatang.
Korea Tingkat 1.3 juta Keuntungan diperkirakan sebesar
Selatan pertumbuhannya 40 milliar dollar (produksi) dan 20
32.7 persen miliar dolar (nilai tambah).
China No Data No Data No Data

Dari tabel tersebut, sangat jelas bahwa pariwisata menjadi sektor keunggulan
keuntungan bagi negara termasuk negara mayoritas non Muslim. Kepastian
keuntungan tentunya diperoleh dari sektor pariwisata halal dengan menambah
pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan. Jika dihubungkan dengan Sumatera
Utara, bahwa konsep pariwsisata halal tidak bertentangan dengan budaya, negara dan
ideologi apapun. Maka dari itu, konsep pariswisata halal yang akan dikembangkan di
Sumatera Utara memerlukan sebuah komitmen bersama pada semua stakeholders
untuk kemudian diterjemahkan kedalam program-program nasional. Artinya, disini
dibutuhkan sebuah kerja keras pemerintah untuk memperhatikan dan membantu
pengembangan perekonomian syariah dalam aspek riil. Gelombang muslim milenial
dalam upaya pengembangan ekonomi syariah saat ini sangat diperlukan karena
memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi syariah itu sendiri. Pada
prinsipnya, industri wisata halal membutuhkan dua macam hukum, yakni syariah dan
perundangan-undangan nasional. Tentunya peran kedua hukum ini tidak mungkin
dihindari, agar pengembangan industri wisata halal di Indonesia dapat berkembang
sesuai karakter dan aman secara yuridis dalam pelaksanaan program-programnya.
Menetapkan hukum yang terkait dengan industri wisata halal, tujuan utamanya adalah
untuk mendapatkan kepastian hukum bagi masyarakat luas, terutama wisatawan
Muslim yang saat ini semakin banyak populasinya dan semakin tinggi apresiasinya
terhadap wisata yang berbasis syariah. Adanya kepastian hukum, baik secara syar’i
maupun perundangan berkecendrungan akan menjadi pertimbangan krusial bagi para
calon wisatawan Muslim, apakah destinasi wilsata halal menjadi pilihan atau tidak.
Kepastiah hukum inilah sejatinya yang perlu mendapatkan perhatian dari pengelola
(pemangku kepentingan) wisata halal, sehingga masyarakat nantinya benar-benar
mengapresiasi destinasi wisata halal yang dikembangkan. Untuk itu, masyarakat perlu
dibangun mindset-nya, dan yang tidak kalah pentingnya lagi adalah mereka perlu
diberi bukti dalam praktik bahwa apa yang ada di lapangan adalah sesuai dengan
ketentuan syariah sebagai bagian kepatuhan kepada Tuhan.

257
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

Menurut Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia pasal 1


No. 2 Tahun 2014 tentang pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah, yaitu
prinsip-prinsip hukum Islam yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis
Ulama Indonesia. Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No.108/DSN-MUI/X/2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah dalam
ketentuan umum poin menyebutkan bahwa “Destinasi Wisata Halal adalah kawasan
geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administrative yang didalamnya
terdapat daya tarik wisata, fasilitas ibadah dan umum, fasilitas pariwisata, aksebilitas,
serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan yang
sesuai dengan prinsip syariah”. Dalam membangun industri pariwisata halal,
hendaknya menggunakan konsep terpadu, tidak parsialistis antar dalam satu kawasan.
Pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata memerlukan sinergi
antar stakeholder diantaranya pemerintah, cendekiawan, dan sektor swasta (bisnis).
Model pengembangan ekonomi kreatif sebagai penggerak sektor wisata dapat
diadaptasi dari model-model kota kreatif. Kota kreatif bertumpu pada kualitas sumber
daya manusia untuk membentuk (bisa dalam bentuk design atau redesign) ruang-ruang
kreatif.
Berawal dari membuka sebuah wisata halal, diyakini bahwa pemuda milenial
nantinya juga akan berkontribusi dalam eksistensi pariwisata berbasis halal. Peluang
bisnis halal sedang terbuka besar dan lebar yang diyakini akan membawa sebuah
prospek yang cerah, diantaranya adalah sektor Islamic financial, halal travel, halal
fashion dan hotel. Segala peluang yang berbasis halal mampu bersaing dengan era
global sekarang. Negara kita memang bukanlah negara muslim, namun mayoritasnya
adalah muslim yaitu adanya tuntunan untuk melaksanakan perintah Allah SWT. dan
menjahui segala larangannya dengan menggunakan tuntunan yang berlandaskan
kepada Al Quran dan As Sunnah. Pada tahun 2019 ini, pengangguran di Sumatera
Utara naik sekitar 11.000 orang dari 403.000 menjadi 414.000 orang. Dari data tingkat
pengangguran dan berkaca pada konsep wisata halal, maka pengangguran bisa
diminimalisir melalui membuka peluang usaha dalam mendukung proyek wisata halal.
Jika usaha yang dijalankan ditengah perkembangan wisata halal di Sumatera Utara
meningkat, secara otomatis akan ada peningkatan dari pendapatan dan tingkat
kesejahteraan masyarakat Sumatera Utara itu sendiri. Wisata halal dikembangkan di
suatu daerah harus disepakati antar stakeholders dengan mendukung dan
mengembangkan produk-produk home industri (UMKM) dari daerah tersebut yang
nantinya juga berdampak terhadap pengembangan jumlah pendapatan dan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Pariwisata merupakan satu diantara kunci pembangunan
kesejahteraan dan peningkatan pendapatan suatu negara. Sektor pariwisata di
Indonesia merupakan salah satu sektor ekonomi jasa yang memiliki prospek cerah,
namun hal yang diangankan belum memperlihatkan jati diri sesuai dengan harapan
prospek pembangunan di Indonesia. Globalisasi revolusi industri 4.0 telah membawa
perubahan yang mendasar disetiap tatanan kehidupan global, yang ditandai dengan
semakin berkembangnya kreatifitas dan inovasi dalam memanfaatkan teknologi
informasi yang menguasai segala sendi kehidupan termasuk perekonomian. Sinergi
antara ekonomi kreatif dengan sektor wisata merupakan sebuah model pengembangan

258
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

ekonomi yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia, terlebih wisata


halal.
Diagram. Hubungan Pariwisata Halal terhadap Kesejahteraan
Shariah Regulation

Pemanfaatan Industri 4.0


Pariwisata Halal Ekonomi Kreatif

Pendapatan

Kesejahteraan

Secara langsung ataupun tidak langsung, pengembangan konsep antara wisata


halal dengan ekonomi kreatif akan mensinkronkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki kontribusi yang positif
dalam meningkatkan perekonomian suatu daerah ataupun negara. eWisata halal
merupakan implementasi perwujudan dari nuansa religiusitas yang tercakup di dalam
aspek mu’amalah, aspek kehidupan sosial budaya dan sosial ekonomi yang
berlandaskan prinsip-prinsip syariah. Praktik wisata dalam perspektif syariah
senantiasa dilandaskan terwujudnya kebaikan (maslahah) bagi masyarakat baik
maslahat di dunia maupun di akhirat (fi ad-daraini) secara agregat serta simultan.
Karena itu, untuk mewujudkan Indonesia sebagai kiblat wisata halal dunia, maka
strategi pengembangannya diarahkan pada pemenuhan indeks daya saing pariwisata
sebagai indikator-indikator utamanya, antara lain melakukan pembenahan
infrastruktur, promosi, penyiapan sumber daya manusia, khususnya peningkatan
kapasitas pelaku usaha pariwisata.

KESIMPULAN
Wisata halal atau halal tourism merupakan konsep yang sudah mulai
berkembang dan menjadi persaingan bisnis hampir disetiap daerah dan negara tidak
terkecuali negara yang mayoritas beragama non muslim. Walaupun dalam penggunaan
terminologi “halal” atau istilah Arab dalam wisata, sehingga saat ini menjadi
perdebatan dibeberapa kalangan terkhusus di Sumatera Utara. Konsep pariwisata halal
tidak ada bedanya dengan pariwisata pada umumnya, tinggal penyediaan fasilitas bagi
wisatawan asal muslim karena perintah dalam menjalan perintah Allah SWT. dan
menjauhi segala larangannya menjadi ibadah sehari-hari seperti pelaksanaan sholat 5

259
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

waktu yaitu ketersediaan fasilitas Masjid termasuk tempat wudhu, makanan yang
halal, tersedianya Al-Qur’an dan peralatan ibadah (shalat) di kamar, petunjuk kiblat
dan pakaian staf yang sopan merupakan syarat-syarat layanan dalam pariwisata halal.
Konsep ekonomi kreatif menjadi nilai tambah bagi perekonomian masyarakat
karena mampu meningkatkan hasil kerja dan kinerja yang diproduksi di wilayah
wisata tersebut. Konsep wisata halal merupakan suatu proyek bisnis yang dianggap
mampu memberikan pendapatan masyarakat sebagai satu diantar indikator
kesejahteraan.. Adanya peningkatan wisatawan muslim dari tahun ke tahun merupakan
peluang dan tantangan bagi sektor pariwisata untuk mengembangkan wisata halal.
Banyak negara-negara (baik mayoritas muslim maupun non-muslim) berupaya
mengembangkan wisata halal. Namun, dilihat dari konsep dan prinsip wisata halal
yang ada, negara-negara tersebut umumnya hanya mencoba menciptakan suasana yang
ramah muslim. Pengembangan wisata halal perlu untuk dilakukan, salah satunya
dengan melakukan berbagai penelitian atau kajian. Hingga kini, penelitian terkait
wisata halal masih terbatas, terutama di Indonesia. Salah satu penelitian yang mungkin
dapat dilakukan yakni terkait persepsi wisatawan non-muslim terhadap wisata halal.

REFERENSI
Lasabuda, Ridwan. Pembangunan Wilayah Pesisir Dan Lautan Dalam Perspektif
Negara Kepulauan Republik Indonesia, Jurnal Ilmiah Platax vol. I-2, Januari
2013 atau https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax ISSN: 2302-3589
Organisasi Pariwasata Nasional Jepang (Japan National Tourism Organisation/JNTO)
2015.
Amin, Fahadil Al Hasan, Penyelenggaraan Parawisata Halal di Indonesia (Analisis
Fatwa DSN-MUI tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan
Prinsip Syariah), Jurnal Al Aham, Vol 2, No.1, 2017.
Awalia, Hafizah. Komodifikasi Pariwisata Halal NTB dalam Promosi Destinasi
Wisata Islami di Indonesia, JURNAL STUDI KOMUNIKASI Volume 1 Ed 1,
March 2017.
Bank Indonesia 2019.
BPS Sumatera Utara 2017. Statistik Indonesia 2017. Badan Pusat Statistik: Jakarta.
BPS Sumatera Utara 2018. Statistik Indonesia 2018. Badan Pusat Statistik: Jakarta.
Farahani, Zamani dan Henderson, JC. Islamic Tourism and Managing Tourism
Development in Islamic Societies: The Cases of Iran and Saudi Arabia,
International Journal of Tourism Research, 2010.
Fatmawti, Rini. Karakteristik Wisata Syariah dalam Pelaksanaan Produk Layanan
Jasa Paket Wisata Tour Halal di PT.Rabbani Semesta Utama To ur and Travel
Kota Bandung, Jurnal Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah, Vol.4,
No.1,Tahun 2018.
Korean Tourism Organisation 2015.
Kuoni. Far East. A World of Difference. Kuoni Travel & JPM Publications, 1999.
Kusmana, Cecep dan Agus Hikmat. Keanekaragaman Hayati Flora di Indonesia,
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Vol. 5 No. 2 Desember
2015 e-ISSN: 2460-5824.

260
Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis
Vol 21 No 2 Tahun 2021 hal 250-261
ISSN 1693-7597 (Print), 2623-2650 (online)
Available online: http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/akuntan

L. Gross Max (2016). A Muslim archipelago: Islam and Politics in Southeast


Asia. Washington, D.C.: National Defense Intelligence College. ISBN 978-1-
932946-19-2.
M. Sutanto, M. Gelombang Ekonomi Ke Empat, Gelombang Ide dan Gagasan. Jurnal
Komunikator, Vol. 6 No.1 Mei 2014.
Medic dan Middleton. Product formulation in tourism. Tourism and Marketing 1973.
Nasution, Sholahuddin, M. Arif Nasution dan Janianton Damanik. Persepsi
Wisatawan Mancanegara Terhadap Kualitas Objek Dan Daya Tarik Wisata
(ODTW) Sumatera Utara, Jurnal Studi Pembangunan, Volumi 1, Nomor 1 2005.
Nur, Demeiati Kusumaningrum dkk.. Trend Pariwisata Halal Korea Selatan, Seminar
Nasional dan Gelar Produk, SENASPRO Universitas Muhammadiyah Malang
pada tanggal 17-18 Oktober 2017.
S, Chookaew and friends. Increasing Halal Tourism Potential at Andaman Gulf in
Thailand for Muslim Country. Journal of Economics, Business and
Management, 2015. h. 740 dan Kurniawan Gilang Widagdyo. Analisis Pasar
Pariwisata Halal Indonesia, The Journal of Tauhidinomics Vol. 1 No. 1, 2015.
Sensus Penduduk 2010, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara
Sofyan, Riyanto. Prospek Bisnis Pariwisata Syariah, Jakarta: Republika, 2012.
South Korea National Statistic Office’s 19th Population and Housing Census, 2015.
UN World Tourism Organization 2015.
UU No.10 Tahun 2009, Tentang Kepariwisataan.
UUD 1945 pasal 29 ayat 2.
Wahidati, Lufi dan Eska Nia Sarinastiti. Perkembangan Wisata Halal Di Jepang,
Jurnal Gama Societa, Vol. 1 No. 1, Januari 2018.
Yousafa, Salman dan Fan Xiucheng. Halal culinary and tourism marketing strategies
on government websites: A preliminary analysis, Tourism Management 68,
2018.

261

Anda mungkin juga menyukai