Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era globalisasi telah mengubah pola pikir masyarakat menjadi kritis terhadap pemerintah, dimana
masyarakat telah sadar akan hak yang diperolehnya. Salah satu haknya yaitu mendapat pelayanan,
karena dalam kehidupan masyarakat tak lepas dari sebuah pelayanan maka masyarakat
menginginkan pelayanan yang cepat, murah serta mudah dijangkau. Dengan keinginan masyarakat
tersebut pelayan publik di tuntut untuk menciptakan pelayanan yang efektif dan efisien. Namun
faktanya masih sering kita temukan keluhan dari masyarakat melalui media cetak maupun
elektronik mengenai pelayanan publik oleh pemerintah, sehingga memperlihatkan kondisi
pelayanan yang belum sesuai harapan masyarakat.

Terciptanya pelayanan yang efektif dan efisien akan meningkatkan kualitas pelayanan bagi
masyarakat, dimana perbaikan pelayanan sangat dibutuhkan di instansi pemerintah mengingat
perannya sebagai pelayan publik sangat penting. Dewasa ini, inovasi disektor publik dalam rangka
memperbaiki pelayanan secara perlahan sudah mulai diterapkan meskipun masih sedikit instansi
yang menerapkannya. Alasan sektor publik untuk berinovasi lebih karena tuntutan akuntabilitas,
transparansi dan berbagai prinsip good governance yang menggiring organisasi publik berkinerja
lebih tinggi (Suwarno, 2008:23). Beberapa alasan tersebut yang mengharuskan aparatur
pemerintah untuk meningkatkan kinerjanya. Namun faktanya tidak semua instansi pemerintah
yang aparaturnya sadar akan perbaikan pelayanan, salah satu kota yang telah mengusung sebuah
inovasi dalam penyelenggaraan publik adalah Kota Surabaya.

Kota Surabaya mempunyai potensi besar diberbagai sektor dengan aparatur pemerintah sadar akan
perbaikan pelayanan dalam rangka mewujudkan peningkatan pelayanan publik. Potensi yang
dimiliki mampu menarik masyarakat untuk singgah baik untuk tinggal maupun sekedar menikmati
pariwisatanya. Dengan demikian sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat
menjual, dimana dengan mengoptimalkan aset daerah akan memberikan kontribusi bagi
pendapatan daerah. Seperti yang diungkapkan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini: “Kita
tidak punya potensi alam, tapi kita memiliki diferensiasi. Itulah yang harus kita tingkatkan untuk
mengembangkan pariwisata di Surabaya. Surabaya selama ini cukup dikenal wisatawan domestik

1
maupun manca negara kendati Surabaya tidak punya menawarkan potensi wisata alam kecuali
Pantai Kenjeran yang rencananya segera di kembangkan menjadi “Kenjeran Park” yang mencakup
areal sekitar 150 hektare.”

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang aktif berperan dalam mengembangkan sektor pariwisata
mengupayakan berbagai cara untuk mempromosikan wisata Kota Surabaya. Upaya yang
dilakukan diantaranya dengan promosi serta perbaikan sarana dan prasarana dan mengadakan
festival berupa kesenian maupun kuliner. Penyediaaan Tourism Information Center (TIC) juga
dilakukan oleh pihak dinas dimana tempat ini dijadikan sumber informasi bagi wisatawan. Salah
satu bukti Kota Surabaya mempunyai potensi di bidang pariwisata dengan diraihnya penghargaan
international “The 2013 Asian Townscape Sector Award” atas Taman Bungkul sebagai taman
terbaik se-Asia pada tahun 2001 (regional.kompasiana.com). Kota Surabaya dengan luas wilayah
333.063 km2 ini, tempat wisatanya tidak dalam satu wilayah namun lebih cenderung tersebar di
beberapa wilayah, dari segi jarak otomatis membutuhkan transportasi. Dalam hal ini transportasi
yang tersedia masih sekedar transportasi umum, belum ada transportasi khusus kepariwisataan
yang disediakan untuk para wisatawan.

Pariwisata mempunyai peran yang cukup strategis dalam pembangunan perekonomian terutama

dalam meningkatkan devisa negara, pendapatan asli daerah (PAD) dan masyarakat, memberikan

peluang dan kesempatan bekerja hingga akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dapat

disimpulkan jika sektor pariwisata mampu untuk mendongkrak laju perkembangan ekonomi suatu

daerah melalui usaha-usaha yang termasuk dalam industri pariwisata.

2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan pokok yaitu
“Bagaimana Reformasi Kebijakan Pelayanan Public Surabaya Tourist Information Center Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya”

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan upaya perubahan system
informasi maupun sarana dalam pengembangan pelayanan public Surabaya Tourist Information
Center pada bidang pariwisata.

3
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

Seperti yang diamanatkan Pancasila dan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945, bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni, dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia
merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat.
Penyelenggaraan pariwisata di Indonesia diatur pada pembukaan UU no.10 tahun 2009 tentang
penyelengaraan pariwisata yang menyatakan pariwisata diklasifikasikan sebagai pembangunan,
karena dampak yang diberikan terhadap perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan.
Kedatangan wisatawan mancanegara (foreign tourists) pada suatu daerah tujuan wisata (DTW)
telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk setempat.
Perkembangan pariwisata sebagai sebuah industri dan salah satu sumber devisa alternative
nasional hingga daerah tidak lepas dari begitu beragamnya obyek-obyek wisata yang dimiliki oleh
Indonesia. Tercatat Indonesia memiliki 17.480 pulau, serta garis pantai terpanjang keempat di
dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Rusia dengan panjang 95.181 km serta Indonesia
juga memiliki 129 gunung, dengan jumlah gunung paling kaya di dunia atau 16% dari populasi
gunung api di dunia berada di Indonesia. Dari segi keragaman budaya Indonesia terdapat 1.128
suku dan 719 bahasa daerah. Pariwisata sendiri ikut andil dalam menyumbang devisa bagi
Indonesia, tercatat pada periode 2007-2011 pariwisata selalu masuk 5 besar sektor yang
menyumbang devisa terbesar di Indonesia di bawah migas yang selama ini menjadi sektor andalan
Indonesia.
Perlahan tapi pasti pariwisata yang mengalami progresitas dari tahun ke tahun ternyata masih
meninggalkan beberapa permasalahan. Menurut laporan Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata
2013” atau “The Travel & Tourism Competitiveness Report 2013” posisi Indonesia yang terpaut
di peringkat 70 tertinggal jauh dengan sesama negara ASEAN lain. Malaysia berada pada posisi
38, Singapore peringkat 10, Thailand pada peringkat 9 yang seluruhnya pada regional Asia Pasifik.
Lemahnya daya saing perjalanan dan pariwisata di Indonesia tidak lepas dari Infrastruktur yang
masih sangat minim serta faktor SDM yang mayoritas masih belum terlatih dan terbatas. Untuk
menguatkan pariwisata nasional, pemerintah mulai mengalakkan agenda kepariwisataan di daerah-

4
daerah. Hal ini dikarenakan kondisi pariwisata nasional tidak lepas dari kondisi kepariwisataan di
daerah.
Berbagai daerah di Indonesia menyimpan potensi wisata yang sangat beragam. Diantara daerah
yang menyimpan potensi wisata Jawa Timur merupakan salah satu daerah yang memiliki beragam
potensi wisata. Jumlah PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Jatim dari pariwisata pada tahun
2011 sebesar 7,52% dari Rp 884 Triliun 502 Miliar dan pada tahun 2012 meningkat 7,54%
menjadi Rp 1.001 Triliun 721 Miliar. Selain itu kunjungan wisman yang terjadi di bandara Juanda
pada tahun 2011 sebanyak 224.309 orang, pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 240
ribu 155 orang dengan prosentase kenaikan 7,6 %. Kondisi pariwisata di Jawa Timur yang sedang
mengalami peningkatan tidak lepas dari daerah-daerah di dalamnya yang sedang membangun
sektor pariwisata. Salah satunya adalah kota Surabaya yang merupakan salah satu pusat bisnis,
perdagangan, dan pendidikan di Indonesia bagian timur. Selain menjadi pusat beberapa sektor di
Indonesia bagian timur. Surabaya juga dianugrahi potensi wisata yang berlimpah, tercatat kurang
lebih 40 obyek wisata yang berada di kota Surabaya yang terdiri dari wisata alam, religi, hingga
belanja. Menurut I Gde Pitana (2009:113), Proses pengembangan pariwisata sendiri diperlukan
pemahaman dari pemerintah selaku regulator maupun dari segi pengusaha selaku pelaku bisnis.
Pemerintah tentu harus memperhatikan dan memastikan bahwa pembangungan industri pariwisata
itu akan mampu memberikan keuntungan sekaligus menekan biaya sosial, ekonomi, serta dampak
lingkungan sekecil mungkin. Di sisi lain, pelaku usaha juga harus menyesuaikan sesuai dengan
kebijakan dari pemerintah. Pemerintah sebagai regulator berkewajiban mengatur agar pariwisata
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan menjadi salah satu sumber pendapatan daerah.

Faktanya meskipun Surabaya memiliki beberapa potensi wisata ternyata hal itu tidak didukung
dengan fasilitas yang memadai. Permasalahan yang terjadi pada pariwisata di Surabaya juga diakui
oleh Irpan Harianja, SH, MH (Ketua Forum Komunikasi Pengelola Obyek Wisata Surabaya):
“Kurangnya support dan kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Kota kepada dunia
pariwisata di Surabaya, menjadi kendala besar dalam mengembangkan kurang lebih 40 obyek
wisata di Kota Pahlawan ini. Akibatnya, obyek-obyek wisata yang seharusnya sudah tertata apik
dan bisa dinikmati wisatawan lokal maupun mancanegara menjadi stagnan, bahkan terjadi
kemunduran”
Pernyataan di atas menyatakan bahwa salah satu hal satu hal yang menghambat pariwisata di
Surabaya adalah kurangnya support dari Pemkot Surabaya juga dipertegas pendapat dari Eddi,

5
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) kota Surabaya: “Kita mengakui memang rambu-rambu
penunjuk arah tempat wisata di Surabaya masih minim. Karenanya, dalam waktu dekat ini, kita
akan pasang itu di beberapa tempat. Kita akan pasang mulai di terminal, stasiun. Harapannya,
warga luar kota yang datang ke Surabaya, bisa mendapatkan kemudahan jika ingin berkunjung ke
tempat-tempat wisata”
Melihat permasalahan tersebut Pemkot Surabaya tidak tinggal diam, pada tahun 2006 lalu mantan
wakil walikota Surabaya bpk. Arief Afandi telah berinovasi terlebih dahulu dengan melaunching
slogan “Sparkling Surabaya” yang berfungsi sebagai branding kota Surabaya menjadi kota wisata
dengan surat penetapan Wakil Walikota Surabaya Nomor: 510/2486/436.5.12/2006 tanggal 14 Juli
2006 perihal memasyarakatkan Sparkling Surabaya, sebagai logo dan slogan Kota Surabaya.
Meskipun Pemkot Surabaya telah memiliki program terkait kepariwisataan di kota Surabaya tidak
serta merta mampu memecahkan permasalahan yang terjadi. Yusak anshori, ketua DEPARI
(Dewan Pariwisata Indonesia) Jatim dan mantan executive Director STPB (Surabaya Tourism
Promotion Board) menjelaskan:
“Bahwa salah satu hambatan promosi pariwisata Surabaya adalah banyaknya warga Surabaya yang
tidak mengetahui “fasilitas pariwisata” di kota Pahlawan ini” Minimnya informasi kepariwisataan
yang diterima oleh masyarakat merupakan salah satu permasalahan di sektor pariwisata.
Ketersediaan akses-akses untuk memfasilitasi masyarakat/wisatawan dalam mencari informasi
seputar pariwisata, mutlak harus tersedia selain untuk memberi pelayanan informasi juga bertujuan
mempromosikan obyek wisata.
Sesuai dengan UU no 10 tahun 2009 pasal 20A yang menyatakan setiap wisatawan berhak
mendapatkan informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata dan perda kota Surabaya no. 23
tahun 2012 pasal 2F menyatakan salah satu kewenangan pemerintah daerah dalam membangun
industri pariwisata adalah memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk
pariwisata yang berada di daerah. Untuk itulah Disbudparta kota Surabaya memiliki program
Tourism Information Center (TIC) yang berfungsi memfasilitasi para wisatawan yang mencari
informasi seputar kepariwisataan di kota Surabaya. Dengan adanya program ini mempermudah
akses wisatawan untuk mendapat informasi kepariwisataan di kota Surabaya, sehingga wisatawan
tidak mengalami kesulitan untuk menemukan fasilitas yang khusus memberikan informasi seputar
kepariwisataan di kota Surabaya. Meskipun berfungsi sebagai penyedia informasi kepariwisataan

6
ternyata masih mengalami kendala pada sosialisasinya. Dibuktikan dengan salah satu visitor TIC
saudara M. Zulfikar:
“Sebelumnya saya tidak tahu tentang keberadaan dari program ini, jika tidak lewat depan Balai
Pemuda mana mungkin saya tahu keberadaan fasilitas ini” (Wawancara pada tanggal 25 Oktober
2013). Hal senada juga diutarakan oleh saudari Hilarizky: “Mungkin jika tidak langsung
mendatangi tempat ini (TIC), orang-orang tidak akan pernah tahu begitu berfungsinya program
ini” (Wawancara pada tanggal 25 Oktober 2013). Oleh sebab itu penelitian ini ditujukan untuk
mendeskripsikan segala aspek dalam proses pelaksanaannya. Selain itu akan menjelaskan pula
faktor-faktor yang menghambat dari implementasi program ini dari beberapa perspektif. Dalam
penelitian ini mengacu pada teori implementasi dari Elmore, Michael Lipsky, Benny Hjern &
David O’Porter yang berkarakter Bottom-up dan hambatan implementasi mengacu pada teori
William N. Dunn. Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling, dimana
informan yang dipilih merupakan pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami tentang
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kota Surabaya.
Kemudian berkembang dengan menggunakan teknik snowball dimana pemilihan informan
lanjutan dalam rangka penggalian data untuk mendapatkan variasi dan kedalaman informasi
diperoleh atas rujukan atau rekomendasi key informan.

7
BAB III
SITUASI KONDISI SAAT INI

Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia memiliki objek wisata dan potensi wisata yang
tidak kalah dengan daerah-daerah lainnya. Untuk menyediakan informasi mengenai pariwisata
dikota Surabaya maka dibentuklah Surabaya Tourist Information Center (STIC). Pengertian
informasi menurut Raymond Meleod, informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang
memeiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputuan saat ini atau
mendatang. Sesuai dengan UU No 10 Tahun 2009, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah. Sehingga sangat tepat bila dibentuknya STIC.
Surabaya Tourist Information Center memiliki peran yang sangat penting bagi kelangsungan
kegiatan pariwisata di Kota Surabaya. Mereka menjadi penghubung untuk menyalurkan akses-
akses informasi penting tentang pariwisata di Kota Surabaya. Kota Surabaya memiliki tidak
kurang 40 obyek wisata yang dapat dikunjungi belum kampung-kampung yang kini telah diubah
menjadi kota wisata. Agar para wisatawan dapat menjelajahi Kota Surabaya dengan puas maka
dibutuhkan akses terhadap infomasi atas keinginan dari wisatawan. Sebab menurut Medik (dalam
Ariyanto, 2005) ada 4 aspek yang harus diperhatikan dalam menawarkan pariwisata, yaitu
attraction, accesable, amenities, dan ancillary. Dengan memperthatikan keempat aspek tersebut
infomasi tentang obyek-obyek pariwisata akan semakin bagus dimata wisatawan.
Dalam hal ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surbayasebagai instansi pemerintah yang
mengurusi bidang pariwisata dan membawahi STIC harus dapat memberikan pelayanan
penyediaan informasi pariwisata yang baik. Pelayanan yang baik bergerak searah dengan
perkembangan jumlah wisatawan yang datang. Perkembangan jumlah wisatawan dapat
menimbulkan manfaat bagi beberapa sektor seperti membuka lapangan pekerjaan, menambah
penerimaan daerah, dll. Teknologi informasi yang berkembang dengan cepat mengakibatkan
informasi tentang pariwisata menjadi sangat penting. Majunya teknologi, informasi masih lebih
mudah untuk diperoleh oleh setiap orang. Begitu pula informasi tentang pariwisata, apabila
terdapat suatu hal unik yang menjadi viral seketika pula tempat itu menjadi hits dan terkenal.
Pergeseran dari pola wisatawan yang dahulu dilakukan secara berkelompok atau melalui agen
perjalanan menjadi solo trveler dapat menjadi salah satu penyebabnya. Ditambah pula efek dari

8
semakin berkembangnya media sosial membuat para wisatawan dapat secara langsung mencari
informasi dari tempat tujuan wisata yang ingin dituju. Walaupun demikian STIC tetap menjadi
salah satu sumber tempat informasi pariwisata di Kota Surabaya.
Namun seiring majunya teknologi, informasi mengenai objek wisata dapat disediakan oleh
berbagai pihak. Dilihat dari tabel jumlah pengunjung yang datang ke Surabaya Tourist Information
Center mengalami penurunan. Oleh karna itu pada penulisan kali ini ingin mengetahui mengenai
seberapa optimalkah STIC memberikan penyediaan informasi bagi wisatawan dan mendorong
promosi pariwisata dikota Surabaya. Sesuai dengan peraturan Walikota Surabaya No 65 Tahun
2016 bagian kelima tentang promosi pariwisata dimana pasal 14 ayat d Seksi Sarana Promosi
Pariwisata bertugas menyiapkan bahan penyelenggaraan promosi skala kota dan ayat g tentang
menyiapkan bahan informasi pariwisata provinsi dan pembentukan pusat pelayanan informasi
pariwisata skala kota.

A. Faktor Internal dan Eksternal


 Hambatan Fisik
Secara umum fasilitas di TIC telah mengalami progress dalam beberapa tahun terakhir.
Diantaranya adanya penambahan fasilitas seperti koneksi wifi, pendingin ruangan, dll. Di samping
penambahan beberapa fasilitas yang ada masih nampak dari sarana yang sampai saat ini belum
tertangani, yaitu fasilitas berupa rambu informasi tentang keberadaan TIC di beberapa tempat-
tempat umum di Surabaya. Hal lain erkait hambatan secara fisik adalah flayer yang berisi seputar
informasi obyek-obyek pariwisata di kota Surabaya masih sangat kurang. Fasilitas berupa flayer
yang ada saat ini dirasa masih kurang representatif dari objek-objek wisata di kota Surabaya,
contoh flayer yang berisikan taman-taman kota di Surabaya sampai saat ini belum tersedia di TIC.
 Hambatan Hukum
Sebagai satu-satunya layanan yang memberikan informasi pariwisata di kota Surabaya, membuat
TIC mampu diterima oleh masyarakat kota Surabaya terutama wisatawan yang berkunjung ke
Surabaya. Keberadaan TIC dirasakan sangat membantu sekali kepada para wisatawan yang baru
pertama kali ke Surabaya, bahkan tidak jarang pula masyarakat Surabaya sendiri merasa sangat
terbantu karena masih banyak objek-objek wisata di kota Surabaya yang belum diketahui oleh
publik kota Surabaya.

9
 Hambatan Organisasional
Ketidak tersediaan SOP yang mendasari pelayanan officer kepada para publik terkadang sangat
menghambat peran para officer. Officer sering mengalami overlap (berlebihan/di luar batas) dalam
memberikan pelayanan kepada para publik. Bahkan dinas pariwisata kota Surabaya masih belum
memikirkan seberapa penting fungsi dari SOP karena sejak pertama kali beroprasional hingga
sekarang tidak ada upaya dari dinas pariwisata kota Surabaya untuk membuat SOP untuk TIC.
 Hambatan Politik
Berhasil tidaknya suatu kebijakan juga dipengaruhi oleh sikap para implementor. Sikap para
implementor akan sangat mempengaruhi dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan
(organisasi), tata kerja lembaga pemerintahan yang baik akan tercipta dengan sikap
profesionalisme dan responsivitas aparatur terhadap perubahan-perubahan secara organisasional.
Secara umum perubahan organisasi di TIC berawal dari sebuah inovasi. Beberapa inovasi seperti
adanya souvenir yang dijual di TIC hingga adanya papan informasi pariwisata merupakan sedikit
inovasi yang dilakukan oleh dinas pariwisata. Selain itu inovasi yang ada saat ini tidak semua
berasal dari dinas pariwisata, secara teknis inovasi seperti tracking list objek wisata kota Surabaya
dan objek wisata religi gereja yang sebelumnya belum ada ternyata sudah disusun sendiri oleh para
officer di TIC, dan juga akun media sosial yang dimiliki TIC hanya dioperasikan oleh para officer.
Sayangnya beberapa inovasi tersebut masih kurang mampu mensosialisasikan TIC. Salah satu
yang menjadi kritikan adalah promosi pada media sosial. Meskipun sudah mempunyai akun pada
media sosial, sangat disayangkan akun tersebut kurang dimanfaatkan karena sangat jarang sekali
meg-update seputar pariwisata. Lambatnya respon dinas pariwisata terhadap kritikan dari
masyarakat terkait sosialisasi TIC membuat inovasi-inovasi yang ada terkesan kurang maksimal.
Inovasi-inovasi yang ada di TIC seakan kurang maksimal karena masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui keberadaan TIC.
 Hambatan Distributive
Penditribusian kewenangan dari pihak dinas pariwisata kepada pihak-pihak officer berjalan lancar
dan tidak mengalami hambatan yang berarti. Officer hanya diberi kewenangan memberikan
pelayanan dan menginformasikan sejumlah event wisata kepada wisatawan. Terkadang yang
menjadi hambatan adalah ketika para officer bekerja di luar kewenangan mereka, seperti contoh
distribusi flayer ataupun brosur-brosur untuk TIC yang terkadang para officer harus mengambil

10
sendiri ke dinas pariwisata kota Surabaya di tengah keterbatasan jumlah officer dan jam kerja
officer yang panjang.
 Hambatan Anggaran
Dari analisis data, beberapa waktu yang lalu TIC tidak mendapatkan anggaran yang pasti dari dinas
pariwisata. Kelengkapan alat-alat inventaris seperti kertas, bolpoin, dsb merupakan dari para
officer. Tidak pastinya anggaran setiap bulan yang dianggarkan kepada TIC sering kali membatasi
officer berinovasi untuk TIC. Bahkan terkadang anggaran-anggaran yang dipergunakan untuk
melunasi tagihan-tagihan bulanan seperti PLN dan Telkom sering terlambat.

BAB IV
KONDISI DAN UPAYA

Berdasar hasil analisis implementasi program TIC (Tourism Information Center) yang
menggunakan model Richard Elmore, Michael Lipsky, Benny Hjern & David O’Porter. Terdapat
beberapa aspek yang berpengaruh dalam pelaksanaannya.

B. Jaringan Aktor yang Terlibat.


Menurut Thomas R. Dye (2012:39), di dalam sebuah kebijakan terdapat 3 sub sistem yang saling
berinteraksi dalam satu kesatuan sistem tindakan. Salah satunya sub sistem stakeholder (pelaku
kebijakan) berinteraksi dengan lingkungan kebijakan (policy environment) dan dengan kebijakan
publik (public policy). Interaksi berlangsung secara timbal balik dalam pengertian para stakeholder
yang berperan terhadap lingkungannya dan sebaliknya lingkungan memiliki peran terhadap para
pelaku kebijakan. Dalam program TIC stakeholder yang terlibat diklasifikasikan menjadi 2 luar
dan dalam pemerintahan. Dari dalam pemerintahan terdapat Pemerintah kota Surabaya, Pelaksana
pemerintahan di daerah kota Surabaya; BAPPEMAS, Penyedia souvenir-souvenir yang berada di
TIC; Disbudparta kota Surabaya, institusi pemerintahan yang membawahi program TIC. Luar
pemerintahan terdapat House of Sampoerna, ASITAHPI, Suara Surabaya, tabloid-tabloid
pariwisata. Media lokal Surabaya, Pusat perbelanjaan di Surabaya.

11
C. Kebijakan Publik Yang Mendorong Masyarakat Untuk Mengerjakan Sendiri Atau Masih
Melibatkan Pemerintah Daerah.
Secara teknis program layanan TIC masih melibatkan pemerintah daerah (dinas pariwisata kota
Surabaya) dan tidak adanya unsur masyarakat (non participation) pada program TIC. TIC
merupakan sebuah program layanan di bawah sie promosi dan pemasaran Dinas pariwisata kota
Surabaya yang membawahi secara langsung para officer TIC yang saat ini status kepegawaian
mereka (officer) adalah honorer (outsourching). Masyarakat hanya diposisikan sebagai penerima
layanan (target groups) sehingga partisipasi masyarakat dalam implementasi program TIC tidak
ditemukan sama sekali.

D. Prakarsa Masyarakat Secara Langsung Atau Melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dalam setiap kebijakan pemerintah diharapkan selalu ada partisipasi masyarakat. Partisipasi
masyarakat merupakan salah satu indikator berjalannya demokrasi di daerah, karena dengan
tingginya partisipasi masyarakat secara tidak langsung pemerintah mampu mengcover aspirasi
seluruh aspirasi masyarakat. Partisipasi itu direpresentasikan memberikan hak kepada masyarakat
dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan kebijakan. Hal yang sedikit kontra dengan
awal mula keberadaan TIC. TIC sendiri tidak lepas dari sebuah organisasi yang bernama STPB
(Surabaya Tourism Promotion Board), organisasi ini berdiri dengan landasan SK Walikota
Surabaya No. 188.45/30/436.1.2/2006. Sumber dari dinas pariwisata kota Surabaya
mengungkapkan TIC merupakan program yang dibawahi oleh STPB. STPB sendiri merupakan
suatu wadah bagi para pemerhati pariwisata di kota Surabaya yang dipimpin oleh excecutve
director yang dijabat oleh bpk.Yusak Anshori. Kepala sie promosi dan pemasaran dinas pariwisata
kota Surabaya memposisikan STPB sebagai salah satu stakeholder yang berperan terhadap
berdirinya TIC. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, kontribusi STPB terhadap TIC tidak
terlihat lagi. Posisi tersebut langsung diambil alih oleh pihak Dinas pariwisata kota Surabaya.
Mulai dari sisi rekrutmen calon officer hingga teknis operasional TIC tidak ada peran dari STPB
sama sekali. Menurut informan pihak yang berpengaruh adalah ASITAHPI (Asosiasi Pramuwisata
dan Himpunan Pariwisata Indonesia). Karena sangat membantu memberi masukan-masukan dan
promosi kepariwisataan di kota Surabaya.

12
E. Upaya Optimalisasi Surabaya Tourist information Center
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya adalah wakil pemerintah dalam urusan
pariwisata. Pada saat ini pariwisata menjadi sasaran pemerintah dalam memperoleh devisa. Seiring
berkembangnya jaman, tren pariwisata juga ikut bergeser. Wisata saat ini tidak hanya sekedar
mengunjungi objek wisata semata, saat ini wisata juga meliputi wisata belanja, wisata religi, wisata
budaya dan lainlain. Tren yang lain adalah munculnya istilah solo treveler, dimana wisatawan
melakukan wisata sendirian tridak dengan kelompok.
Solo traveler memuncaki pilihan orang-orang dalam berwisata. Pilihan dapat muncul karena
perkembangan teknologi yang semakin canggih. Arus informasi bergerak dengan cepat,
pertukaran informasi saat ini hanya dalam hitungan detik. Karena itu dipariwisata, informasi
mengenai pariwisata menjadi penting. Untuk mengakomodasi informasi pariwisata suatu daerah
dibentuklah STIC (Surabaya Tourist Information Center). Surabaya sebagai kota yang memiliki
objek pariwisata guna mengakomodasi para wisatawan.
Penggunaan sosial media disamping tetap diberikannya layanan dikantor menandakan bahwa
STIC sebagai penyedia informasi pariwisata Kota Surabaya telah memberi layanan dengan baik.
Selain itu STIC juga menoptimalkan kinerja yang dilakukan oleh para staf-staf Surabaya Tourist
Information Center. Pengembangan pariwisata adalah salah satu cara mengoptimalkan pariwisata.
Pengembangan pariwisata dikota Surabaya sudah berjalan dengan baik namun masih ada sedikit
kekurangan pada beberapa hal. Pada penulisan ini diketahui dinas kebudayaan dan pariwisata
sudah melakukan upaya untuk mengembangkan pariwisata yang ada di Surabaya. Pengembangan
pariwisata dimaksudkan agar daya tarik wisata dapat dikenal oleh masyarakat luas. Dan tetap
menjaga keasliannya serta menghindarkan dari kerusakan yang terjadi.
Mengutip pemikiran dari Joko Widodo, dalam menakar suatu kualitas kebijakan publik hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah:
 Mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan.
 Mendapat pelayanan yang wajar.
 Mendapat pelayanan yang sama tanpa pilih kasih.
 Mendapat perlakuan yang jujur dan transparan.
Informan penelitian yang seluruhnya publik TIC merespon pelayanan mereka dengan tanggapan
yang sangat memuaskan. Publik selaku target group sangat puas dengan pelayanan yang diberikan
para officer TIC. Seluruh informasi kepariwisataan dari lokal hingga nasional mampu didapatkan

13
di TIC. Faktor lain juga adanya kerjasama antara pihak TIC dengan para travel agent yang
beberapa tanpa melalui dinas pariwisata secara langsung semakin mempermudah wisatawan dalam
mencari tempat menginap, transportasi, ataupun agenda tempat-tempat hiburan di kota Surabaya.

BAB V
PENUTUP
1.4 Kesimpulan
Keseluruhan Implementasi program TIC dilaksanakan oleh Disbudparta kota Surabaya.
Masyarakat tidak berperan dalam pelaksanaannya. Memiliki pelayanan yang ramah dari para
officer, orientasi pelaksana (officer) yang serius memberikan pelayanan kepada publik membuat
program ini benar-benar diterima oleh masyarakat sehingga sudah sesuai dengan harapan
masyarakat. Organisasi yang paling berprakarsa adalah ASITAHPI karena selama ini memberikan
masukan dan mengikutkan pihak dari TIC untuk berpartisipasi dalam forum kepariwisataan lokal.
Beberapa faktor penghambat dari implementasi program TIC, dapat disimpulkan bahwa faktor
hambatan fisik, hambatan organisasional, dan hambatan anggaran adalah factor yang paling
menghambat diantara faktor-faktor yang lain.

1.5 Saran
Disarankan untuk mengupayakan lebih dalam pengoperasian Surabaya Tourist Information Center
agar lebih efektif dan efisien dalam pelayanan public Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Surabaya dengan memanfaatkan teknologi informasi yang lebih maju sesuai dengan tren
pariwisata masa kini.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.unair.ac.id/29925/1/1.%20HALAMAN%20DEPAN.pdf

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/11485-14975-1-PB.pdf

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmpe3a55d533cfull.docx

http://repository.unair.ac.id/67806/3/Sec.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai