Untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Sejarah Ekonomi Islam
Dosen pengampu : Ir. Iwan Agustiawan Fuad, Msi
Dibuat oleh :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi agung Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, sehingga
makalah “membangun pariwisata syariah bagi masyarakat desa” dapat diselesaikan. Makalah
ini disusun guna memenuhi tugas akhir mata kuliah sejarah ekonomi islam. Penulis berharap
makalah tentang membangun pariwisata syariah bagi masyarakat desa dapat menjadi
referensi bagi masyarakat agar memahami konsep pariwisata Syariah di desa.
Penulis menyadari makalah bertema pariwisata syariah ini masih perlu banyak
penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan. Penulis terbuka terhadap kritik dan saran
pembaca agar makalah ini dapat lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini, baik terkait penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Penulis
DAFTAR ISI
Perkembangan perbankan dan keuangan syariah di dunia turut mempengaruhi sektor bisnis
lainnya; salah satunya adalah bisnis pariwisata. Saat ini bisnis pariwisata berdasarkan syariah
telah berkembang dengan pesat. Pariwisata syariah memiliki potensi bisnis yang besar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Master Card & Crescent Rating tentang ‘‘Global
Muslim Travel Index 2015’, tersaji data bahwa di tahun 2014 terdapat 108 juta Muslim yang
telah melakukan perjalanan dengan menghabiskan biaya U$145 milyar. Angka ini
merepresentasikan sekitar 10% dari total ekonomi wisata global. Pada tahun 2020 para
wisatawan Muslim diprediksi akan meningkat menjadi 150 juta dengan biaya yang
dikeluarkan sebesar U$200 milyar. Ke depan, wisatawan Muslim akan terus meningkat dan
menjadi salah satu sektor pariwisata yang yang berkembang pesat di dunia.
Pembangunan pariwis ata merupakan salah satu pembangunan yang perlu dikembangkan
karena dari sektor ini dapat meningkatkan penerimaan devisa negara, menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan kerja, peningkatan
penghasilan, standar hidup serta menstimulasikan faktor-faktor produksi yang lainnya.
Tujuan pembangunan pariwisata di Indonesia tertuang dalam instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 9 tahun 1969, khususnya Bab II Pasal 3, yang menyebutkan ”Usaha-usaha
pengembangan pariwisata di Indonesia bersifat suatu pengembangan serta kesejahteraan
masyarakat dan Negara”. Berdasarkan instruksi Presiden tersebut, dikatakan bahwa tujuan
pembangunan pariwisata di Indonesia adalah untuk meningkatkan pendapatan devisa pada
khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan
serta lapangan kerja, dan mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri-
industri sampingan lainnya. Pembangunan pariwisata memunculkan berbagai kegiatan-
kegiatan ekonomi dalam suatu daerah pariwisata seperti hotel, penginapan, biro perjalanan,
restoran, industri kerajinan, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya.
1.3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Pariwisata Syariah
Secara sederhana ‘pariwisata syariah’ bisa didefinisikan sebagai ‘suatu kegiatan wisata yang
didukung dengan berbagai fasilitas serta layanan yang sesuai dengan prinsip Syariah’.
Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam terkait berbagai
kegiatan pariwisata berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Di
Indonesia lembaga dimaksud adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pariwisata syariah harus
terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama dengan menyediakan berbagai fasilitas
seperti makanan halal, hotel/tempat tinggal yang dilengkapi dengan berbagai perangkat
ibadah sholat dll.
Di Indonesia, aktivitas wisata diatur dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
UU ini mengatur tentang kepariwisataan secara umum. Menurut UU ini, pariwisata adalah
‘berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.” (Pasal 1 butir
3). Usaha pariwisata mencakup banyak sektor, antara lain jasa transportasi wisata, jasa
perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan
rekreasi; penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran, spa dan
lain-lain. (Pasal 14).
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia yang dikaruniai dengan sumber
daya alam yang indah, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi destinasi utama
pariwisata syariah dunia. Untuk mewujudkan hal tersebut, pada tahun 2013 Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bekerja sama dengan Majelis Ulama
Indonesia mengadakan Grand Launching Pariwisata Syariah. Tujuan diadakannya program
ini untuk menggaet wisatawan baik dalam maupun luar negeri dan untuk mendorong
perkembangan entitas bisnis syariah di lingkungan pariwisata syariah di Indonesia.
Pengembangan pariwisata syariah akan difokuskan pada empat jenis usaha, yaitu dalam
usaha perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan spa. Baru-baru ini
Kemenparekraf telah menetapkan tiga provinsi sebagai destinasi syariah. Tiga daerah tersebut
adalah Aceh, Sumatera Barat dan Nusa Tenggara barat. Berbagai produk dan fasilitas seperti
restoran halal dan akomodasinya telah disiapkan untuk menunjang kegiatan tersebut.
Terkait dengan regulasi pariwisata syariah, Pemerintah akan segera mengeluarkannya. Saat
ini baru regulasi perhotelan syariah yang sudah diterbitkan oleh Kemenparekraf, selebihnya,
terkait dengan restoran, biro dan spa akan dikeluarkan segera. Dalam membuat standar dan
regulasi pariwisata syariah, Kemnparekraf turut melibatkan berbagai instansi seperti DSN-
MUI, Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan akademisi. MUI, dalam Ijtima Ulama Komisi
Fatwa se-Indonesia V tahun 2015, medorong pemerintah untuk membentuk Undang-Undang
Pariwisata Syariah sebagai dasar hukum pengaturan dan pengembangan pariwisata di Tanah
Air. Menurut MUI, penerbitan aturan ini diperlukan agar perkembangan wisata di Tanah Air
tetap menjaga niai-nilai dan ajaran agama. Agar pariwisata syariah di Indonesia berkembang
dengan cepat dan bisa bersaing dengan negara lain, Pemerintah Indonesia harus memberikan
dukungan penuh. Dukungan ini tidak hanya bersifat konstan, tapi mesti berkelanjutan.
Meskipun peraturan pariwisata syariah bagus, tanpa dukungan penuh pemerintah, maka akan
membuat bisnis pariwisata syariah akan tetap menjadi tidak berkembang
2.3 Syarat membangun pariwisata syariah
ين ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم َكانُوا أَ َش}} َّد ِم ْنهُ ْم َ ان َعاقِبَةُ الَّ ِذ
َ ْف َكَ ض فَيَ ْنظُرُوا َكي ِ ْأَ َولَ ْم يَ ِسيرُوا فِي اأْل َر
ت فَ َم}}ا ِ ُس }لُهُ ْم بِ ْالبَيِّنَ}}ا
ُ ض َو َع َمرُوهَا أَ ْكثَ َر ِم َّما َع َمرُوهَا َو َج}}ا َء ْتهُ ْم ر َ ْقُ َّوةً َوأَثَارُوا اأْل َر
.ون ْ َظلِ َمهُ ْم َولَ ِك ْن َكانُوا أَ ْنفُ َسهُ ْم ي
َ ظلِ ُم ْ َان هللاُ لِي
َ َك
"Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan
bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah
lebihkuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya
lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka
rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak
berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri
sendiri."
َُنش} ُئ النَّ ْش}أَةَ اآْل ِخ} َرةَ إِ َّن هللا َ ْف بَ َدأَ ْال َخ ْل
ِ ق ثُ َّم هللاُ ي ِ ْقُلْ ِسيرُوا فِي اأْل َر
َ ض فَانظُرُوا َكي
.ٌَعلَى ُكلِّ َش ْي ٍء قَ ِدير
Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah
menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali
lagi.Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
3. Kaidah fikih:
.احةُ إِالَّ أَ ْن يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل َعلَى التَّحْ ِري ِْم ِ َ األَصْ ُل فِي ْال ُم َعا َمال.أ
َ َت اَإْل ِ ب
“Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”
a) Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan mengunjungi tempat teftentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara;
b) Wisata Syariah adalah wisata yang sesuai dengan prinsip syariah;
c) Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas sefta
layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah;
d) Pariwisata Syariah adalah pariwisata yang sesuai dengan prinsip syariah;
e) Destinasi Wisata Syariah adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih
wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas ibadah dan
umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi
terwu.iudnya kepariwisataan yang sesuai dengan prinsip syariah;
f) Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata;
g) Biro Perjalanan Wisata Syariah (BPWS) adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang
mengatur, dan rnenyediakan pelayanan bagi seseorang atau sekelompok orang, untuk
melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata yang sesuai dengan prinsip syariah;
h) Pemandu Wisata adalah orang yang memandu dalam pariwisata syariah;
i) Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan usaha
pariwisata;
j) Usaha Hotel Syariah adalah penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam suatu
bangunan yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan
dan atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan memperoleh keuntungan yang
dijalankan sesuai prinsip syariah;
k) Kriteria Usaha Hotel Syariah adalah rumusan kualifikasi dan klasifikasi yang mencakup
aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan;
l) Terapis adalah pihak yang melakukan spa, sauna, dan massage;
m) Akad ijarah adalah akad penrindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu dengan pembayaran atau upah;
n) Akad wakalah bil ujrah adalah akad pemberian kuasa yang disertai dengan ujrah dari hotel
syariah kepada BPWS untuk melakukan pernasaran.
o) Akad ju'alah adalah janji atau komitmen (iltizam) perusahaan untuk memberikan imbalan
(reward/'iwadh/ju'l) tertentu kepada pekerja ('amil) atas pencapaian hasil (prestasi/natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan (obyek akad ju'alah).
3. Ketentuan hukum
Penyelenggaraan pariwisata berdasarkan prinsip syariah boleh dilakukan dengan syarat
mengikuti ketentuan yang terdapat dalam fatwa ini.
a. Wisatawan;
b. Biro Perjalanan Wisata Syariah (BPWS);
c. Pengusaha Pariwisata:
d. Hotel syariah;
e. Pemandu Wisata:
f. Terapis
A. Hotel syariah tidak boleh menyediakan fasilitas akses pornografi dan tirrdakan asusila;
B. Hotel syariah tidak boleh menyediakan fasilitas hiburan yang mengarah pada kemusyrikan,
maksiat, pornografi dan tindak asusila:
C. Makanan dan minuman yang disediakan hotel syariah wajib telah mendapat sertifikat halal
dari MUI;
D. Menyediakan fasilitas, peralatan dan sarana yang memadai untuk pelaksanaan ibadah,
termasuk fasilitas bersuci;
E. Pengelola dan karyawan/karyawati hotel wajib rnengenakan pakaian yang sesuai dengan
syariah;
F. Hotel syariah wajib meniiliki pedoman danlatau panduan mengenai prosedur pelayanan hotel
guna menjamin terselenggaranya pelayanan hotel yang sesuai dengan prinsip syariah;
G. Hotel syariah wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalarn melakukan
pelayanan.
a) Berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariah dengan menghindarkan diri dari syirik,
maksiat, munkar, dan kerusakan (fasad)
b) Merrjaga kewajiban ibadah selama berwisata;
c) Menjaga akhlak mulia;
d) Menghindari destinasi wisata yang bertentangan dengan prinsip
8. Ketentuan Destinasi Wisata
9. Ketentuan Spa, Sauna dan Mussage Spa. sauna, dan massage yang dilakukan wajib
memenuhi ketentuan berikut:
a) Menggunakan bahan yang halal dan tidak najis yang terjamin kehalalannya dengan Seftifikat
Halal MUI;
b) Terhindar dari pornoaksi dan pornografi;
c) Terjaganya kehormatan wisatawan;
d) Terapis laki-laki hanya boleh rnelakukan spa, sauna, dan massage kepada wisatawan laki-
laki; dan terapis wanita hanya boleh melakukan spa, sauna, dan massage kepada wisatawan
wanita;
e) Tersedia sarana yang memudahkan untuk melakukan ibadah.
10. Ketentuan terkait Biro Perjalanan Wisata Syariah Biro Perialarran Wisata Syariah
wajib memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:
11. Ketentuan terkait Pemandu Wisata Syariah Pemandu Wisata Syariah wajib memenuh
ketentuan-ketentuan berikut:
a) Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalarn menjalankan tugas; terutama
yang berkaitan dengan fikih pariwisata;
b) Berakhlak mulia, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab;
c) Memiliki kornpetensi kerja sesuai standar profesi yang berlaku yang dibuktikan dengan
sertifikat;
d) Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai dan prinsip-prinsip Syariah
1. Pelaksanaan fatwa ini diatur lebih lanjut dalam Pedoman Implementasi Fatwa;
2. Apabila terjadi perselisihan di antara para pihak dalam penyelenggaraan pariwisata
berdasarkan prinsip syariah, maka penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga penyelesaian
sengketa berdasarkan syariah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah;
3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan akan diubah serta disempurnakan
sebagaimana mestinya jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan.
2.4 Hubungannya antara pariwisata syariah dengan budaya dan perilaku masyarakat.
paradigmaa baru dalam bidang pariwisata yang dulunya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui peluang kerja di semua lini ternyata terbukti dapat menyebabkan
malapetaka terhadap kehidupan sosial, budaya dan lingkungan. Masalah-masalah sosial
banyak ditemui di masyarakat setelah mengembangkan kepariwisataan. Pengembangan
pariwisata berdampak pada perubahan tata nilai hidup manusia. Yang pertama adalah sifat
individualisme, yaitu sifat yang mementingkan diri sendiri. Hal ini sangat bertentangan
dengan budaya Indonesia yang lebih mengutamakan kebersamaan. Sifat individualisme
mengingkari kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Yang kedua adalah hedonisme, yaitu
gemar hura-hura. Kehidupan hanya digambarkan sebagai kesenangan belaka dan tidak ada
kerja keras. Ketiga sekularisme, yaitu sikap yang memisahkan antara agama dan urusan
dunia. Agama hanya dipandang sebagai proses ritual yang kadang-kadang bertentangan
dengan kesenangan dunia. Dan yang terakhir adalah konsumerisme, yaitu sifat menghambur-
hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak perlu yang ditentukan oleh gaya bukan fungsinya
(Sutardi, 2007).
Desa wisata dalam hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan
masyarakat sebagai baik dari lahirnya desa wisata. Namun keterbatasan sumber
daya manusia yang berkompeten dan minimnya modal usaha menjadi catatan
tersendiri mengapa desa wisata harus melibatkan berbagai aspek. bukan hanya
keindahan desa saja sebagai aspek yang bisa dijual tetapi juga kemampuan
masyarakat dalam membangun usahanya menjadi aspek yang tidak kalah
pentingnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Secara sederhana ‘pariwisata syariah’ bisa didefinisikan sebagai ‘suatu kegiatan wisata yang
didukung dengan berbagai fasilitas serta layanan yang sesuai dengan prinsip Syariah’.
Adapun yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam terkait berbagai
kegiatan pariwisata berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Di
Indonesia lembaga dimaksud adalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa pariwisata syariah harus
terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama dengan menyediakan berbagai fasilitas
seperti makanan halal, hotel/tempat tinggal yang dilengkapi dengan berbagai perangkat
ibadah sholat dll.
paradigmaa baru dalam bidang pariwisata yang dulunya dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui peluang kerja di semua lini ternyata terbukti dapat menyebabkan
malapetaka terhadap kehidupan sosial, budaya dan lingkungan. Masalah-masalah sosial
banyak ditemui di masyarakat setelah mengembangkan kepariwisataan. Pengembangan
pariwisata berdampak pada perubahan tata nilai hidup manusia. Yang pertama adalah sifat
individualisme, yaitu sifat yang mementingkan diri sendiri. Hal ini sangat bertentangan
dengan budaya Indonesia yang lebih mengutamakan kebersamaan