Tulisan yang seharusnya kemarin minggu di publish ini merupakan rangkuman dari buku “Hukum Adat
dan Sikap Hidup Orang Kei” karya bapak Yong Ohoitimur, Msc ini. Ketika saya tahun lalu berada di Kei,
salah satu tertua marga di desa saya tinggal meminjamkan pada saya buku ini dan saya pun kemudian
memfotokopi buku tersebut dan kemudian fotokopian buku tersebut saya bawa pulang ke Jogja.
Sekarang saya akan memberikan rangkuman dari bab 1 buku tersebut.
Larvul Ngabal
Bagi orang Kei, mereka mengidentifikasikan diri mereka dengan hukum Larvul Ngabal. Secara etimologis
istilah “Larvul” berarti “darah merah”, sedangkan “Ngabal” secara umum diartikan “tombak bali”.
Menurut tradisi lisan orang Kei, darah (=darah kerbau) dan tombak merupakan materai penerimaan
hukum adat. Hukum Larvul Ngabal sendiri merupakan jawaban dari penolakan terhadap kekacauan
sosial dan kesewenang-wenangan kekuasaan.
Dalam hukum adat Larvul Ngabal terdiri dari 7 pasal dibawah ini, yaitu:
6. Moryain fo mahiling: tempat tidur orang berumah tangga murni, tak bernoda, agung
7. Hirai ni fo i ni, it did foi did: milik orang tetap miliknya dan milik kita tetap milik kita
Pasal 1 sampai 4 disebut hukum Navnev, yaitu hukum tentang kehidupan manusia. Pasal 5-6 disebut
hukum Hanilit, yaitu hukum tentang kesusilaan/moral. Dan pasal 7 disebut hukum Hawear Balwirin,
tentang keadilan sosial. Pasal-pasal tersebut masing-masing memiliki bermacam-macam pengertian.
a. Pemimpin masyarakat harus dihormati karena dia adalah kepala yang bersatu dengan masyarakat
sebagai tubuh. Ia berfungsi melindungi dan mengawasi masyarakatnya.
b. Dalam keluarga orang tua adalah “kepala” yang mengatur, melindungi, dan memelihara kehidupan
seluruh keluarga.
a. Hidup dan kehidupan bersifat luhur serta suci, karena itu harus dihormati. Pasal ini menghargai
perikemanusiaan.
b. Leher juga dipakai sebagai simbol kebenaran yang harus ditegakkan. Dan kebenaran itu tak lain dari
hukum adat sendiri.
b. Kesalahan orang lain harus dipulihkan atau ditutupi kembali. Pemulihan ini biasanya dilakukan dengan
membayar denda adat.
a. Tubuh manusia tidak boleh dilukai sampai mengalirkan darah. Hal tersebut berarti dilarang
penganiayaan dan kekejaman yang menumpahkan darah manusia.
b. Penumpahan darah bisa berarti pembunuhan terhadap manusia. Karena itu arti yang paling tegas dari
pasal ini ialah “jangan membunuh”.
a. Kamar orang lain, khususnya kamar tidur yang dibatasi oleh batas kamar, harus dihormati dan tidak
boleh dimasuki oleh orang-orang lain yang tidak berhak.
b. Secara simbolis, pasal 5 ini dapat mengingatkan batasan-batasan pergaulan dengan kaum
perempuan. Sehingga pasal ini menekankan adanya sopan santun dan aturan-aturan pergaulan antara
laki-laki dengan perempuan.
a. Tempat tidur, terutama orang yang sudah kawin, harus dihormati sebagai sesuatu yang pribadi,
disucikan, dan diagungkan. Seorang laki-laki tidak diperkenankan masuk dan tidur di tempat tidur
perempuan yang bukan isterinya.
b. Moryain melambangkan perkawinan. Dalam arti itu, setiap perkawinan harus diluhurkan dan tak
boleh dinodai.
c. Moryain juga melambangkan kaum perempuan. Maka , seperti telah disinggung oleh pasal 5, di pasal
6 pun martabat dan keluhuran perempuan dijunjung tinggi. Seorang perempuan, baik yang sudah kawin
maupun yang masih bujang, tak boleh diperlakukan secara tak sopan. Perempuan selalu harus dilindungi
secara terhormat.
Pasal terakhir dari hukum larvul ngabal ini secara jelas menyatakan keadilan sosial terhadap sesama.
Hak milik (dalam arti seluas-luasnya) dari orang lain harus dihargai dan dihormati jadi tak boleh
diganggu. Hal tersebut berarti “jangan mencuri”. Apa yang menjadi milik bersama, harus pula dibagikan
secara merata. Pasal ini menentang sikap ham sar Lakes, yaitu membagi dengan mengutamakan diri/
kelompok sendiri.
Sasa Sor Fit berarti kesalahan berlapis tujuh, atau kesalahan yang terdiri dari tujuh bagian. Dengan istilah
tersebut dimaksudkan suatu daftar yang memuat lapisan-lapisan kesalahan yang dilarang karena
bertentangan dengan hukum Larvul Ngabal.
5. Tev ahai fan, sung tavat: melempar, menikam, memanah, menusuk dengan benda tajam
3. Ngis kafir, temar u mur: memberi cubitan sebagai tanda, menyenggol dengan busur sebagai isyarat
5. Val ngutun tenan ne siran baraun: membalik pengalas atas dan bawah (menanggalkan pakaian =
bersetubuh)
2. It bor: mencuri
5. It liik ken hira ni afa, tefeen it na il: menemukan barang miliki orang lain tapi tidak mau
mengembalikannya
Dari pendeskrispian di atas dapat kita lihat bahwa hukum Larvul Ngabal beserta Sasa Sor Fit
mengandung nilai-nilai moral yang luhur dan tinggi. Dan oleh sebab itu hukumnya wajib lah bagi orang
untuk mengenal hukum adat Larvul Ngabal beserta Sasa Sor Fit dimanapun.
Tulisan yang harusnya hari minggu ini di publish sudah selesai dan sekarang saatnya saya menulis tulisan
buat hari senin 6 Januari 2014 yang akan menjelaskan sikap hidup orang Kei. Dimana dapat dikatakan
tulisan hari senin juga merupakan rangkuman dari buku yang sama.