Anda di halaman 1dari 10

RANGKUMAN BASED ON KISI2 FIKIH

^^
1. Mengetahui hal hal yang harus dilakukan terhadap jenazah yang baru saja meninggal dunia

a. Apabila mata masih terbuka, pejamkan matanya dengan mengurut pelupuk mata pelan-pelan.
b. Apabila mulut masih terbuka, katupkan dengan ditali (selendang) agar tidak kembali terbuka.
c. Tutuplah seluruh tubuh jenazah dengan kain sebagai penghormatan.

2. Mengetahui tatacara mengkafani jenazah


Sebelum mayat selesai dimandikan, siapkan dulu 5 (lima) lembar kain kafan bersih dan berwarna
putih, yang terdiri dari baju kurung, surban, dan 3 (tiga) lembar kain lebar yang digunakan untuk menutupi
seluruh tubuh (untuk mayat lai-laki). Atau 5 (lima) lembar kain kafan yang terdiri dari baju kurung,
kerudung, dan sarung serta 2 (dua) kain yang lebar (untuk mayat perempuan). Dan bisa juga 3 (tiga) lembar
kain yang berupa lembaran kain lebar yang sekiranya dapat digunakan untuk menutupi seluruh tubuh mayat.
Sebelumnya, masing-masing kain kafan tersebut telah diberi wewangian. Selain itu juga siapkan kapas yang
telah diberi wewangian secukupnya.
1) Pertama-tama, letakkan lembaran-lembaran kain lebar yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh,
kemudian baju kurung, lalu surban (untuk mayat laki-laki) atau sarung, lalu baju kurung, dan kerudung
(untuk mayat perempuan).
2) Letakkan mayat yang telah selesai dimandikan dan ditaburi wewangian, dengan posisi terlentang di
atasnya, dan posisi tangan disedekapkan.
3) Letakkan kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh yang berlubang. Meliputi kedua mata,
kedua lubang hidung,kedua telinga, mulut, 2 (dua) lubang kemaluan, tambahkan pula pada anggota-
anggota sujud, yaitu kening, kedua telapak tangan, kedua lutut, kedua telapak kaki, serta anggota tubuh
yang terluka.
4) Mengikat pantat dengan sehelai kain yang kedua ujungnya dibelah dua. Cara mengikatnya yaitu,
letakkan ujung yang telah dibagi dua tersebut, dimulai arah depan kelamin lalu masukkan ke daerah
diantara kedua paha sampai menutupi bawah pantat. Selanjutnya kedua ujung bagian belakang
diikatkan di atas pusar dan dua ujung bagian depan diikatkan pada ikatan tersebut.
5) Lalu mayat dibungkus dengan lapisan pertama dimulai dari sisi kiri dilipat ke kanan, kemudian sisi kanan
dilipat ke kiri. Sedangkan untuk lapis kedua dan ketiga sebagaimana lapis pertama. Bisa pula lipatan
pertama, kedua, dan ketiga diselang-seling. Hal di atas tersebut dilakukan setelah pemakaian 3 baju
kurung dan surban (laki-laki) atau sarung, kerudung, dan baju kurung (perempuan).
6) Setelah mayat dibungkus, sebaiknya diikat dengan beberapa ikatan agar kafan tidak mudah terbuka saat
dibawa ke pemakaman. Sedangkan untuk mayat perempuan, ditambah ikatan di bagian dada. Hal ini
berlaku bagi mayat yang tidak sedang ihrom. Jika mayat berstatus muhrim, maka tidak boleh diikat
bagian kepalanya, dan dibiarkan terbuka. Hukum ini berlaku bagi laki-laki, sedangkan untuk perempuan
hanya bagian wajahnya saja yang dibiarkan terbuka.

3. Memahami tatacara melaksanakan shalat jenazah


a) Niat.
b) Berdiri bagi yang mampu
c) takbirotul ihrom.
d) Membaca surat al-Fatihah atau penggantinya jika tidak mampu.
e) Membaca sholawat pada Nabi Muhammad Saw. setelah takbir kedua.
f) Mendoakan mayat setelah takbir ketiga.
g) Melakukan takbir keempat dan disunahkan membaca doa (untuk kita)
h) Membaca salam
4. Disajikan kasus kematian,memahami hukum mengurus jenazah
Keseluruhan penyelenggaraan jenazah difardlukan (kifayah) kepada umat Islam.

5. Disajikan kasus,memahami adab dalam berta’ziyah


Berikut, 6 adab yang harus diperhatikan saat bertakziah:
 Ikhlas untuk mengharapkan ridho Allah Swt
 Berpakaian sopan dan menutup aurat
 Berperilaku sopan dan bertutur kata yang baik
 Memberikan bantuan kepada keluarga yang ditinggalkan
 Membantu mengurus jenazah, sebagaimana yang dianjurkan dalam Islam.
 Membaca doa

6. Memahami kedudukan jual beli dalam hukum Islam


Hukum jual beli ada lima:
1) Wajib
Seperti menjual makanan kepada orang yang akan mati jika tidak makan.
2) Sunnah
Seperti menjual sesuatu yang bermanfaat jika dibarengi niat yang baik.
3) Makruh
Seperti menjual setelah azan pertama shalat jumat, menjual kain kafan karena ia
akan selalu berharap ada kematian.
4) Mubah
Seperti menjual peralatan rumah jika tidak dibarengi niat yang baik.
5) Haram
Seperti menjual setelah azan kedua shalat jumat, menjual pedang kepada pembunuh, menjual anggur
kepada orang yang diyakini akan menjadikannya khamr. Namun praktik-praktik ini tetap sah secara
hukum waḍ’ī.

7. Disajikan kasus,menganalisis jual beli yang dilarang dalam Islam


JUAL BELI YANG DILARANG
1) Iḥtikār (Menimbun)
2) Najsy adalah menawar barang dengan cara meninggikan harga bukan karena ingin membeli tapi untuk
menipu orang lain
3) Saum ‘Alā As-Saum Yaitu menawar atas tawaran orang lain.
4) Mengandung Unsur Membantu Kemaksiatan
5) Memisahkan Antara Ibu dan Anak Termasuk transaksi jual beli yang dilarang adalah memisahkan antara
budak perempuan dan anaknya yang belum tamyīz (anak kecil yang belum bisa mandi, makan dan
minum sendiri) dengan cara dijual atau diberikan kepada orang lain. Menurut Imam Al-Gazali, hal ini juga
berlaku kepada selain budak perempuan, yakni perempuan merdeka.

8. Memahami konsep khiyar


Khiyār adalah hak memilih pelaku transaksi untuk memilih antara melanjutkan atau mengurungkan
transaksi.

9. Disajikan kasus,memahami rukun jual beli


 Orang yang Berakad (Penjual dan Pembeli)
 Sighat / Ijab Qabul
 Ada Barang yang Dibeli
 Ada Nilai Tukar Pengganti Barang

10. Disajikan kasus,menganalisis praktik jual beli yang ada unsur penipuan
Najsy adalah menawar barang dengan cara meninggikan harga bukan karena ingin membeli tapi untuk
menipu orang lain.

11. Memahami tujuan pernikahan


Tujuan pernikahan menurut Pasal 3 KHI bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

12. Disajikan kasus,menentukan wali nikah


1) Ayah
2) Kakek dari pihak bapak terus ke atas
3) Saudara laki-laki kandung
4) Saudara laki-laki sebapak
5) Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
6) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
7) Paman (saudara bapak) sekandung
8) Paman (saudara bapak) sebapak
9) Anak laki-laki dari paman sekandung
10) Anak laki-laki dari paman sebapak
11) Hakim

13. Memahami bentuk bentuk pernikahan yang terlarang


1. Nikah Mut’ah = ialah nikah yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan bersenang-senang untuk
sementara waktu.
2. Nikah syigar (tanpa mahar) = seorang perempuan yang dinikahkan walinya dengan laki-laki lain tanpa
mahar, dengan perjanjian bahwa laki-laki itu akan menikahkan wali perempuan tersebut dengan wanita
yang berada di bawah perwaliannya.
3. Nikah tahlil. Gambaran nikah tahlil adalah seorang suami yang mentalak istrinya yang sudah ia jima',
agar bisa dinikahi lagi oleh suami pertamanya yang pernah menjatuhkan thalaq tiga (thalaq bain)
kepadanya.
4. Nikah beda Agama

14. Disajikan kasus,menentukan rukun nikah


a. Calon suami,
b. Calon istri,
c. Wali,
d. Dua orang saksi,
e. Ijab qabul,

15. Disajikan kasus,menentukan praktik pernikahan yang sah


Selama rukun, kewajiban masing2 pengantin, dan syarat sahnya terpenuhi, serta bukan termasuk jenis
pernikahan yang dilarang agama, maka InsyaAllah happy ending uwu

16. Memahami kedudukan talaq dalam hukum Islam


Berdasar hadis di atas hukum talak adalah makruh. Akan tetapi hukum tersebut dapat berubah
dalam kondisi-kondisi tertentu. Berikut penjelasan ringkasnya:
a. Hukum talak menjadi wajib, bila suami istri sering bertengkar dan tidak dapat didamaikan yang
mengakibatkan rusaknya kehidupan rumah tangga.
b. Hukum talak menjadi haram, jika dengan terjadinya talak antara suami istri akan mendatangkan
madharat yang lebih besar bagi kedua belah pihak (suami istri).

17. Memahami sebab terjadinya khulu’


Khuluk adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan mengembalikan mahar kepada
suaminya. Khuluk disebut juga dengan talak tebus.

18. Disajikan kasus,menganalisis kasus fasakh


Secara bahasa fasakh berarti rusak atau putus. Adapun dalam pembahasan fikih fasakh adalah
pemisahan pernikahan yang dilakukan hakim dikarenakan alasan tertentu atau diajukan salah satu pihak dari
suami istri yang bersangkutan. Adapun sebab-sebab fasakh adalah ;
1. Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, misalnya seseorang yang menikahi seorang
perempuana yang ternyata adalah saudara perempuannya.
2. Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi tercapainya tujuan
pernikahan, sebagaimana beberapa hal berikut:
a. Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri
b. Hilangnya suami dalam tempo waktu yang cukup lama
c. Dipenjarakannya suami, dihukum mati beberapa hal lainnya.

19. Disajikan kasus,menganalisis pelanggaran dalam talaq


A. Ditinjau dari segi keadaan istri
1) Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang pernah dicampuri ketika istri:
 Dalam keadaan suci dan saat itu ia belum dicampuri
 Ketika hamil dan jelas kehamilannya
2) Talak bid’ah yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri ketika istri:
 Dalam keadaan haid
 Dalam keadaan suci yang pada waktu itu ia sudah dicampuri suami. Talak ini hukumnya haram

B. Ditinjau dari segi boleh atau tidaknya rujuk

1) Talak raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri dimana istri boleh dirujuk kembali sebelum
masa iddah berakhir.
2) Talak bain, yaitu talak yang menghalangi suami untuk rujuk kembali kepada istrinya. Talak bain ini
terbagi menjadi dua:
 Talak bain kubra, yaitu Talak tiga
 Talak bain sugra = Talak yang menyebabkan istri tidak boleh dirujuk, akan tetapi ia boleh dinikahi
kembali dengan akad dan mas kawin baru, dan tidak harus dinikahi terlebih dahulu oleh laki-laki lain,
seperti talak dua yang telah habis masa iddahnya.

20. Disajikan kasus, menganalisis hukum ruju’


Asal hukum rujuk adalah mubah atau jaiz, yang berarti dibolehkan. Namun, hukum rujuk
dapat berkembang tergantung pada situasi suami-istri tersebut. Hukum rujuk menjadi wajib, khusus
untuk laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu dan jika pernyataan talaknya jatuh sebelum dirinya
menyelesaikan hak-hak istrinya.

21. Memahami sumber hukum Islam yang disepakati ulama’


a. Al-Qur’an
b. Hadis
c. Ijma’ = kesepakatan dari para mujtahid umat Islam pada satu masa tentang hukum syara’ setelah
wafatnya Nabi Saw.
d. Qiyas = Menghubungkan sesuatu yang tidak dijelaskan oleh nash hukumnya dengan sesuatu yang telah
dijelaskan di dalam nash, karena antara keduanya terdapat persamaan ‘illat hukum.

22. Disajikan kasus,menunjukkan qiyas sebagai sumber hukum Islam


Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. AnNisa’ [4]:59)

23. Memahami fungsi hadis terhadap Al qur’an dalam konteks hukum Islam
1) Bayanut taqrir: menetapkan dan menguatkan atau menggarisbawahi suatu hukum yang ada dalam al-
Qur’an, sehingga hukum hukum itu mempunyai dua sumber, yaitu ayat yang menetapkannya dan hadis
yang menguatkannya.
2) 2) Bayanut tafsir: menjelaskan atau memberi keterangan menafsirkan dan merinci redaksi al-Qur’an
yang bersifat global (umum).
3) 3) Bayanut tasyri’: menetapkan hukum yang tidak dijelaskan oleh al-Qur’an. Contoh pada masalah zakat,
al-Qur’an tidak secara jelas menyebutkan berapa yang harus dikeluarkan seorang muslim dalam
mengeluarkan zakat fitrah.

24. Disajikan kasus,menunjukkan contoh ‘urf sebagai sumber hukum Islam


Dilihat dari segi wujudnya, maka ‘urf dapat dibedakan kepada dua macam, yaitu:
a) ‘Urf shahih (baik), yang telah diterima oleh masyarakat secara luas, dibenarkan oleh pertimbangan akal
sehat membawa kebaikan dan kemaslahatan, menolak kerusakan, dan tidak menyalahi ketentuan nash al-
Qur’an dan as-Sunnah. Sebagai contoh ada tradisi di masyarakat bahwa dalam masa pertunangan calon
mempelai laki-laki memberi hadiah kepada pihak perempuan, dan hadiah ini bukan merupakan bagian dari
maskawin.
b) ‘Urf fasid, yaitu adat istiadat yang tidak baik, yang bertentangan dengan nash al-Qur’an dan as-Sunnah
serta kaidah-kaidah agama, bertentangan dengan akal sehat, mendatangkan madharat dan menghilangkan
kemaslahatan.

25. Disajikan kasus,menganalisis maslahah mursalah sebagai sumber hukum Islam


Secara istilah, Imam Ghozali menjelaskan bahwa pada dasarnya, maslahah adalah mengambil
manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.Berikut adalah
beberapa contoh maslahah mursalah
 Tuntunan beribadah di masa pandemi seperti tidak melakukan sholat Jumat dan sholat tarawih
berjamaah di masjid, menutup masjid untuk sementara, dan sholat menggunakan masker.
 Pencatatan perkawinan dalam surat yang resmi menjadi maslahat untuk sahnya gugatan dalam
perkawinan, nafkah, pembagian harta bersama, waris dan lainnya.

26. Menganalisis hukum berijtihad


Secara umum hukum ijtihad itu wajib bagi seorang yang sudah mencapai tingkat faqih atau mujtahid. Jika
belum mencapai kedudukan faqih maka dianjurkan bermazhab. Bertaqlid kepada orang lain tidak
diperbolehkan bagi seseorang yang sudah mencapai derajat mujtahid.

27. Memahami tujuan berijtihad


ijtihad sebagai sumber hukum Islam adalah untuk mendapatkan sebuah solusi hukum jika ada suatu masalah
yang harus di tetapkan hukumnya, akan tetapi tidak di temukan baik di Al-Quran atau hadits
28. Memahami macam macam mujtahid
a. Mujtahid mutlak atau mujtahid mustaqil , yaitu seorang mujtahid yang mempunyai pengetahuan
lengkap untuk beristinbath dengan al-Qur’an dan alHadis dengan menggunakan kaidah mereka sendiri dan
diakui kekuatannya oleh orang-orang alim.
b. Mujtahid muntasib atau mujtahid ghairu mutlak, yaitu orang yang mempunyai kriteria seperti
mujtahid mutlak, dia tidak menciptakan sendiri kaidah-kaidahnya, tetapi mengikuti metode salah satu imam
mazhab. Mujtahid ini dapat juga disebut sebagai mutlaq muntasib, tidak mustaqil, tetapi juga tidak terikat,
dan tidak dikategorikan taqlid kepada imamnya.
c. Mujtahid fil mazhab atau mujtahid takhrij, yaitu mujtahid yang terikat oleh mazhab imamnya.
Memang dia diberi kebebasan dan menentukan berbagai landasannya bedasarkan dalil, tetapi tidak boleh
keluar dari kaidah-kaidah yang telah di pakai imamnya.
d. Mujtahid Tarjih, yaitu mujtahid yang belum sampai derajatnya pada mujtahid takhrij, tetapi
menurut Imam Nawawi dalam kitab majmu’, mujtahid ini sangat faqih, hafal kaidah-kaidah imamnya,
mengetahui dalil-dalilnya,dan cara memutuskan hukumnya, dan dia tau bagaimana cara mencari dalil yang
lebih kuat,dan lain-lain. Akan tetapi, kalau dibandingkan dengan tingkat mujtahid di atas, dalam mengetahui
kaidah-kaidah imamnya, ia tergolong masih kurang.
e. Mujtahid Fatwa, yaitu orang yang hafal dan paham terhadap kaidah-kaidah imam mazhab,
mampu menguasai permasalahan yang sudah jelas atau yang sulit, dia masih lemah dalam menetapkan
suatu putusan berdasarkan dalil serta lemah dalam menetapkan qiyas. Menurut Imam Nawawi. “Tingkatan
ini dalam fatwanya sangat bergantungan kepada fatwa-fatwa yang telah disusun oleh imam mazhab, serta
berbagai cabang yang ada dalam mazhab tersebut”.

29. Memahami konsep ittiba’


Secara bahasa, ittiba artinya mengikuti. Sedangkan secara istilah, ittiba adalah sikap mengikuti
pendapat seseorang ulama, fuqaha', dan sejenisnya dengan mengetahui dan memahami dalil atau hujah
suatu perkara yang digunakan oleh mereka.
Ittiba juga diartikan sebagai upaya mengikuti semua yang diperintahkan dan dibenarkan Rasulullah
SAW serta menjauhi segala yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.

30. Memahami kriteria menjadi seorang mujtahid


Syarat-syarat menjadi mujtahid (orang yang melakukan ijtihad)
a. Bahwa dia Islam dan merdeka
b. Bahwa dia telah baligh dan berakal serta mempunyai intelegensi yang tinggi.
c. Mengetahui dalil naqliyah dan kehujjahannya.
d. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan bahasa yaitu nahwu, shorof,
balaghah, dan lain-lain serta problematikanya. Hal ini antara lain karena al-Qur’an dan as-Sunnah ditulis
dengan bahasa Arab.
e. Mengetahui ayat-ayat dan hadis-hadis yang berhubungan dengan hukum, meskipun dia tidak
menghafalkannya.
f. Mengetahui ilmu Ushul Fikih, karena ilmu inilah yang menjadi dasar dan tiang pokok bagi orang yang
melakukan ijtihad.
g. Mengetahui nasikh dan mansukh, supaya dia jangan sampai berpegang pada nash yang telah dinasakh.
h. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ijma’ ulama, ijtihadnya tidak bertentangan
dengan ijma’. Kitab yang dapat dijadikan rujukan diantaranya Maratib al-Ijma’.
i. Mengetahui sebab turun (asbabun nuzul) suatu ayat dan sebab turunnya (asbabul wurud) suatu hadis,
begitu juga syarat-syarat hadis mutawatir dan hadis ahad.
j. Mengetahui mana hadis shohih dan hadis dha’if serta keadaan perawinya.
31. Memahami ruang lingkup pembahasan hukum syara’

Pembahasan tentang hukum syara’ ini meliputi unsur-unsur pencipta hukum (al-hakim), hakikat
hukum syara’ (al-hukmu), obyek atau peristiwa hukum (mahkum fih), subyek hukum (mahkum ‘alaih).

A. ALHAKIM
 pertama mengatakan, bahwa pembuat atau pencipta hukum syara’ itu adalah Allah semata.
Pembuat hukum hanya Allah saja, sedangkan Rasul sebagai penyampai dan penggali hukum-hukum
syara’ yang diciptakan oleh Allah Swt
 pendapat kedua mengatakan bahwa di samping Allah Swt. sebagai pembuat hukum, Rasul dan
mujtahid juga mempunyai peran sebagai penyampai hukum-hukum Allah serta melahirkan hukum-
hukum syara’ yang tidak dijelaskan oleh Allah secara tekstual dalam wahyu-Nya.
 sekalipun Rasul dan para mujtahid memiliki peran yang cukup besar dalam menetapkan hukum,
tetapi pada hakikatnya pencipta hukum itu (al-Hakim) hanya Allah Swt. semata.

B. ALHUKMU
 Hukum menurut bahasa adalah menetapkan sesuatu terhadap sesuatu.
 Memahami hukum-hukum syara’ adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Hal ini karena hukum-hukum
syara’ memuat aturan-aturan yang berkaitan dengan perbuatan dan tingkah laku manusia dalam
kehidupan praktis mereka, baik berkaitan dengan berbagai perintah maupun larangan-larangan yang
tidak boleh dilanggar. Hukum ada dua macam : a. Hukum taklifi b. Hukum wadh’i

C. MAHKUM FIH
 Dalam pandangan Muhammad Zahrah, bahwa esensi mahkum fih itu adalah berkenan dengan objek
hukum yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf
 mahkum fih (perbuatan hukum) itu akan dapat dilihat realisasinya dalam lima kategori ketentuan
hukum syara’ yaitu wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.

D. MAHKUM ‘alaih
Yang dimaksud dengan mahkum ‘alaih, seperti dijelaskan oleh Abdul Akrim Zaidan adalah
perbuatan orang mukallaf yang berkaitan dengan hukum syara’. Dalam pandangan Muhammad
Zahrah, bahwa esensi mahkum fih itu adalah berkenan dengan objek hukum yang berkaitan dengan
perbuatan mukallaf, baik kaitannya dengan tuntutan untuk berbuat (perintah), tuntutan untuk
meninggalkan (larangan), maupun pilihan.

32. Menganalisis macam macam hukum taklifi


hukum taklifi = titah Allah yang berhubungan dengan tuntutan dan pilihan berbuat.
Dinamakan dengan hukum taklifi karena tuntutan di sini langsung berkenaan dengan perbuatan
mukallaf yang melaksanakannya.macam2 nya :
a. Al-Ijab (wajib)
b. An-Nadb (sunah)
c. At-Tahrim (haram)
d. Al-Karahah (makruh)
e. Al-Ibahah (mubah)

33. Menganalisis contoh hukum wad’i


Hukum wadh’iy yaitu titah Allah yang tidak langsung dengan perbuatan mukallaf tetapi berisi
ketentuan yang herkaitan dengan perbuatan mukallaf. Seperti tergelincir matahari menjadi sebab masuknya
waktu shalat zuhur.
34. Memahami awarud al ahliyah
Awaridl ahliyah adalah gangguan/halangan yang menimpa ahliyah (yang dimaksud manusia) baik
gangguan itu menimpa ahliyahul wujud (orang yang berhak dan berkewajiban) maupun yang menimpa
ahliyatul ada’ (kepantasan seseorang untuk diperhitumgkan oleh syara’).Awaridl ahliyah tersebut dapat pula
dibagi kepada dua bagian:
1) Awaridl al-Samawiyah.
Awaridl al-samawiyah maksudnya adalah halangan yang datangnya dari Allah. Bukan
disebabkan perbuatan manusia, seperti gila, dungu, perbudakan, mardh maut (sakit yang
berkelanjutan dengan kematian) dan lupa.
2) Awaridl al-Mukhtasabah.
Awaridl al-mukhtasabah adalah halangan yang disebabkan perbuatan manusia, seperti
terpaksa, tersalah, berada di bawah pengampunan dan bodoh.

35. Menunjukkan contoh dalil terkait dengan hukum taklifi


a. Al-Ijab (wajib)
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orangorang yang ruku'.(QS. Al-Baqarah
[2]:43)
b. An-Nadb (sunah)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. (QS. AlBaqarah [2]:282)
c. At-Tahrim (haram)
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu
jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’ [17]:32)
d. Al-Karahah (makruh)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika
diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu. (QS. Al-Maidah [5]:101)
e. Al-Ibahah (mubah)
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu
menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. (QS. Al-Baqarah [2]:235)

36. Memahami qawaidul khamsah


Kaidah-kaidah yang dibentuk para ulama’ pada dasarnya berpangkal dan menginduk kepada lima
kaidah pokok. Kelima kaidah pokok inilah yang melahirkan bermacam- macam kaidah yang bersifat cabang.
Sebagian ulama’ menyebut kelima kaidah pokok tersebut dengan istilah al qawa’id al-khams (kaidah-kaidah
yang lima).

37. Menunjukkan dalil terkait qawaidul khamsah


a. Segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya,
Sahnya perbuatan tergantung pada niatnya. (HR. Bukhari)

b. Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan.


 Ketika salah satu diantara kalian ragu dalam shalat, dan tidak tahu apakah sudah tiga satu empat
rakaat, maka buanglah keraguan, dan tetapkan rakaat yang diyakini. (HR. Muslim)
 Ketika salah satu diantara kalian menemukan sesuatu di perutnya, lalu sangsi (ragu) apakah keluar
sesuatu atau tidak ? Maka jangan keluar dari masjid sampai mendengarkan suara atau menemukan
bau (kentut) . (HR. Muslim )

c. Kesulitan itu menarik pada kemudahan


 Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al-Hajj
[22]:78)
 Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (QS. Al-Baqarah
[2]:185)
 Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (QS. An-
Nisa’ [4]:28)

d. Bahaya harus dicegah


Tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.
(HR. Malik, Ibnu Majjah, Hakim, Baihaqi dan Daruquthni)

e. Kebiasaan dapat dijadikan suatu hukum


 Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali. (QS. An-Nisa’ [4] : 115)
 Apa yang dilihat (dianggap) baik oleh seorang muslim, maka menurut Allah Swt. adalah baik.
(HR.Ahmad)

38. Memahami kaidah baqa’ ma kana ‘ala ma kana


Kaedah ini bermaksud: Sesuatu perkara akan kekal sebagaimana asalnya, sehingga datang dalil yang
mengubah. Sebagai contoh, orang yang hilang akan dihukumkan masih hidup sehingga datang dalil yang
menunjukkan dia telah meninggal dunia kerana asalnya dia masih hidup. Oleh itu, hartanya tidak boleh
diwariskan dan hartanya yang layak diwarisi daripada orang lain hendaklah ditangguhkan hingga ternyata dia
masih hidup atau telah meninggal dunia kerana syarat pewarisan harta ialah waris mesti hidup ketika
kematian pewaris.

39. Memahami rukhshah terkait dengan kaidah al masyaqqatu tajlibu at taisir


Sebab-sebab rukhsah ada tujuh yaitu:
1) Safar (bepergian).
2) Sakit.
3) Ikrah (keterpaksaan). Menurut Imam ar-Rafi’i, orang yang dipaksa membunuh dengan ancaman akan
dibunuh atau dengan sesuatu yang dapat menyebabkannya terbunuh, tidak dapat dianggap terpaksa.
4) Nisyan (lupa) adalah ketidakmampuan menghadirkan sesuatu dalam hati ketika dibutuhkan. Dengan
sebab lupa, dosa bisa dihindarkan.
5) Jahl (ketidaktahuan). Orang yang tidak mengerti hukum syar’i karena keterbatasan akal,
6) ‘Usr (kesulitan). Maksudnya kesulitan terhindar dari najis, contohnya kotoran burung di masjid. Begitu
pula debu jalanan yang umumnya tercampur dengan kotoran hewan.
7) Naqshu (sifat kurang). Contoh tidak wajib mengerjakan shalat jum’at bagi wanita, budak dan anakana

40. Memahami kaidah fikih al umuru bimaqaashidiha (Segala Sesuatu Itu Tergantung Pada Tujuannya)
Dalil Hadis = Sahnya perbuatan tergantung pada niatnya. (HR. Bukhari)
PENJELASAN:
 Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Dawud dan lainnya sepakat bahwa hadis tentang
niat tersebut merupakan sepertiga ilmu. Imam al-Baihaqi mengilustrasikan hadis tersebut bahwa
perbuatan manusia tidak lepas dari tiga hal yaitu: hati, lisan dan anggota badan.
 Ulama membahas niat dari tujuh bagian yaitu hakikat, hukum, tempat, waktu, tata cara, syarat dan
tujuan niat. Maksud niat adalah untuk membedakan ibadah dari adat yang serupa dengannya.
Begitu juga fungsi niat untuk membedakan antara satu bentuk ibadah dengan ibadah lainnya.

GOODLUCK ^^

Anda mungkin juga menyukai