Abstrak
Pendahuluan
Metodologi penelitian
Hasil analisa
085881615550
berbagai bentuk kejahatan dengan sanksi tertentu, dan bukti terjadinya kejahatan serta cara pembuktiannya.
Undang-undang dua puluh ini secara pokoknya disusun oleh kedua ahli hukum Minangkabau yaitu Datuk
Undang- undang yang dua belas ini terbagi dua pula, yaitu:
a. Undang-Undang enam yang dahulu (cemo) disebut hukum” karinah” yang berarti pembuktian kejahatan
b. Undang-Undang yang enam kemudian (tuduh) disebut hukum “ bainah” yang berarti pembuktian kejahatan
berdasarkan keterangan.
Dalam undang-undang ini tidak disebutkan ancaman hukuman badan, karena ancaman hukuman terhadap pribadi
yang melakukan pelanggaran hukum, tidak sesuai dengan sistem masyarakat komunal yang berasaskan kolektivisme.
Hukuman menurut adat bukanlah hukuman badan melainkan hukuman “jiwa”. Hina adalah hukuman yang tidak
tertahankan oleh jiwa orang Minang, seperti kata pepatah adat “nan sakik kato nan malu tampak” orang Minang
tidak tahan kena ”kato” malah tasingguang labiah bak konai. Adapun yang berhak menjatukan hukuman terhadap
seseorang secara berurutan adalah kaum, kampung, dan sukunya sendiri karena orang itu anggotanya, Apabila
kejahatan seseorang dilakukan di dalam kaumnya, orang lain tidak berhak mencampurinya meskipun kejahatan
bersifat berat. Tetapi kaumnya tidak berhak menjatuhkan hukuman “mengeluarkan” orang itu dari dalam adat
negerinya melainkan mereka boleh” mengucilkan” tidak membawa sehilir semudik ringan tidak sejinjing berat tidak
Kaum, kampung atau suku bertanggung jawab terhadap tingkah laku anggota kaumnya. Oleh karena itu, kalau
seseorang melakukan kejahatan terhadap orang lain yang tidak anggota kaumnya yang patut dihukum kaum
kampung atau sukunya, sedangkan terhadap pelaku itu sendiri kaum kampung atau sukunya lah yang menghukum.
Dalam adat disebutkan “ba abu bajontiek kumua basosa” kesalahan yang kecil boleh habis dengan maaf dan
bermaaf-maafan. Pelaku kejahatan yang tidak bisa diampuni lagi karena membangkang atau sudah berulangkali
Kerapatan Penghulu sebagai pengadilan adat jika perlu, berwenang “membuang” anak kemenakan yang terbukti
bersalah menurut hukum adat. Membuang artinya menyingkirkan dari masyarakat adat atau tidak dibawa sehilir
semudik. “Jenjang dinaikkan” artinya tibo dikarajo baiek indak bahimbauan, tibo dikarajo buruak indak
bahambauan, buruk atau baik yang terjadi, baik di kampung, suku atau di nagari tidak lagi diberitahukan. Proses
membuang ini bertingkat mulai dibuang dari kampung, suku dan jika perlu dibuang dari nagari.
Undang-undang nan salapan terdiri dari delapan pasal yang mencantumkan jenis kejahatan. Setiap pasal
mengandung dua macam kejahatan yang sifatnya sama tapi kadarnya berbeda.
Penjelasan:
1. Tikam bunuah, tikam artinya perbuatan yang melukai orang atau binatang, tetapi tidak menyebabkan orang
atau binatang itu meninggal, dibuktikan dengan darah meleleh, bekas ditusuk dengan benda
tajam. Bunuah artinya perbuatan yang menghilangkan nyawa orang atau binatang dengan sengaja serta
2. Upeh racun, upeh artinya perbuatan yang menyebabkan seseorang menderita sakit setelah menelan
makanan atau minuman yang telah diberi ramuan berbisa atau racun. Racun artinya perbuatan yang
menyebabkan seseorang meninggal akibat menelan makanan atau minuman yang telah diberi ramuan
3. Samun saka, samun artinya perbuatan merampok milik orang dengan kekerasan atau aniaya yang
menyebabkan orang itu meninggal. Saka artinya perbuatan menyakiti seseorang karena untuk mengambil
harta milik orang tersebut. Pasal ini mempunyai sampiran yaitu rabuik rampeh. Rabuik artinya perbuatan
mengambil milik orang secara paksa /tidak berhak dengan melakukan ancaman.
4. Siai baka, siai artinya perbuatan membuat api yang mengakibatkan milik orang lain sampai terbakar,
dibuktikan dengan puntung suluh. Baka artinya perbuatan membakar barang orang lain, dibuktikan dengan
5. Maliang curi, maliang artinya perbuatan mengambil milik orang dengan melakukan perusakan atas tempat
penyimpanannya, dilakukan pada malam hari. Curi artinya perbuatan mengambil milik orang lain secara
6. Dago dagi. Dago artinya perbuatan menyalahi perintah atasan dengan tidak ada alasan yang tepat (salah
kemenakan kepada mamak). Dagi artinya perbuatan membuat huru-hara di dalam nagari (salah mamak
kepada kemenakan).
perbuatan pemalsuan yang dapat merugikan orang lain (menukar nama atau rupa sesuatu). Pasal ini
dapat merugikan orang lain sedangkan umbai artinya perbuatan membujuk seseorang agar sama-sama
melakukan kejahatan.
8. Sumbang salah, sumbang artinya perbuatan yang menggauli perempuan yang tidak boleh dinikahi,
perbuatan atau pergaulan yang salah di pandang mata. Salah artinya perzinahan dengan istri orang,
Undang-undang enam dahulu dikatakan “tuduah”, prasangka yang berkeadaan, atau suatu kesalahan yang telah
dilakukan. Tuduhan yang demikian telah boleh dikatakan dakwa. Di tiap-tiap pasal dari undang-undang ini
1. Tatumbang- taciak;
2. Tatando – tabeti;
3. Tacancang tarageh;
4. Ta ikek- takabek;
5. Talala- takaja;
6. Tahambek –tapukua;
Penjelasan:
1. Tatumbang- taciak : Yang dimaksud dengan tatumbang ialah tersangka tidak dapat menangkis tuduhan yang
3. Tacancang –Tarageh : Tacancang ialah ditemukan bekas, akibat atau milik terdakwa ditempat kejadian
perkara. Tarageh ialah pada diri terdakwa terdapat bukti-bukti bahwa korban memberikan perlawanan;
Undang-undang yang enam kemudian dikatakan “Cemo” yaitu syak atau kecurigaan, yang belum tentu seseorang
bersalah.
4. Bajua bamurah-murah;
5. Bajalan bagoge-goge;
Penjelasan:
1. Baurie bak sipasin bajojak bak bakiak, maksudnya ditemukan jejak seseorang atau tanda-tanda di tanah
2. Onggang lalu atah jatuah, maksudnya di tempat kejadian seseorang terlihat disana;
3. Condong mato urang banyak, menjadi perhatian orang banyak karena hidupnya berubah seketika sedang
4. Bajua bamurah-murah, maksudnya didapati seseorang menjual barang dengan harga yang sangat murah;
6. Dibao pikek dibao langau, didapati seseorang sedang hilir mudik tanpa tujuan yang jelas sehingga
menimbulkan kecurigaan.
C. UNDANG-UNDANG URANG DALAM NAGARI
Yang dimaksud undang-undang urang dalam nagari adalah undang-undang yang mengatur hubungan antara
sesama anak nagari atau peraturan yang harus dipatuhi oleh anak nagari undang-undang ini berbunyi :
7. Gawa maubah ,
8. Cabua dibuang,
9. Adil di pakai,
Penjelasan:
1. Salah cancang mambari pampeh, kalau kita merusak atau menghilangkan barang orang, kita harus
memperbaikinya atau menggantinya dengan barang yang serupa, kalau barang itu sulit didapatkan harus di
2. Salah bunua mambari diyat, si pembunuh wajib memberi diyat, yakni membayar denda pengganti jiwa
kepada si waris terbunuh menurut kehendak si waris atau kalau melukai orang luko di ubek bongkak di
diang;
3. Salah makan meludahkan, kalau kita termakan makanan haram harus meludahkan kembali, juga berarti
kita menyesali diri atas perbuatan itu, tidak akan berbuat hal yang sama lagi dan bertobat kepada tuhan;
4. Sala tarik mangumbali, kalau kita sudah terlanjur mengambil harta orang lain harus segera
5. Sudah jelas;
6. Sudah jelas;
7. Gawa maubah, kalau terjadi gawa atau kesalahan, kekeliruan atau keteledoran dalam melakukan sesuatu
9. Sudah jelas;
10. Babatulan babayaran, umpamanya dalam pelaksanaan ganti rugi atas tanaman kalau sudah sesuai
11. Basalahan bapatutan, umpamanya dalam ganti rugi tadi belum sesuai mengenai pemilikan harga yang akan
diganti rugi, harus dipatut (dinilai, dihitung) kembali kalau perlu memakai orang ketiga
mendakwa dan terdakwa sama-sama tidak mempunyai saksi, berarti perkara itu gaib, untuk
13. Barabuik pulang ka tangan, kalau ada beberapa anggota kaum berebut tanah warisan umpamanya, harus
diserahkan menyelesaikannya kepada Kerapatan kaum, kalau tidak selesai juga dinaikkan ke Kerapatan
14. Suarang diagih, artinya harta seorang (pribadi) terserah kepada pemiliknya untuk memberikan (maagih)
15. Sakutu dibalah, hak harta perserikatan atau pencaharian dua suami istri kalau terjadi perceraian harta itu
18. Piutang jauh bahambatan, untuk Menerima piutang dari orang yang sudah jauh dari kita dapat diupayakan
dengan cara mengaitkannya dengan orang yang dekat atau yang menguasai orang yang berutang,
umpamanya si A berutang, ia telah merantau kita dapat minta pertolongan kepada teman, saudara atau
atasan si A;
19. Piutang dakek batarikan, umpamanya si B berutang, ia enggan membayarnya, dapat kita menerimanya
atau menariknya waktu ia sedang panen atau sedang menerima uang atau menerima gaji;
20. dan 21. Salang mangumbali dan japuik maantaan, berarti kalau kita menjemput barang orang lain, harus
kita mengembalikan, kalau kita yang menjemput waktu meminjam itu wajib kita menghantarkan kembali
Catatan :
1. Selain dari yang 21 ini banyak lagi isi undang-undang orang dalam nagari yang berkembang dalam
masyarakat adat, umpamanya kato tadorong ameh padonyo, kaki tataruang inai padonya
2. Undang-undang ini dipergunakan sebagai pedoman bagi masyarakat adat untuk bertingkah laku dan
pedoman mencari perdamaian bagi yang bersengketa dan oleh hakim perdamaian.
D. HUKUM ADAT
Setiap undang-undang dan peraturan tentu sangat diperlukan adanya sanksi hukum untuk menjaga undang-undang
itu agar ditaati oleh semua pihak, tidak terkecuali adat Minangkabau yang mengurus dan menjaga seluruh
masyarakat hukum adat, tentu sangat diperlukan peraturan dan undang-undang yang sifatnya dapat memaksa dan
mengawasi masyarakat hukum adat, hukum dan sanksi adat Minangkabau tidak merupakan hukuman badan tapi
2. Memberi pendidikan moral baik pada terhukum maupun untuk masyarakat banyak,
Setiap pelanggaran tentu akan mendapat ganjaran sanksi hukuman baik yang dijatuhkan pengadilan adat ataupun
yang dijatuhkan mamak kaum maupun yang dijatuhkan masyarakat. Hukuman Terkurung Diluar. Ada yang
dijatuhkan masyarakat misalnya seseorang sering berlaku tidak senonoh atau orang yang pernah berbuat salah tapi
tidak tobat akan kesalahannya orang itu akan dikucilkan dari pergaulan yang dijatuhkan mamak kepala kaum,
seorang anak kemenakan tidak menuruti apa yang diperintahkan adat akhirnya dia dihukum, rumahnya tidak
dinaiki niniak mamak waktu kematian atau apa saja sebelum dia mengaku salah secara adat.
Untuk menjatuhkan sanksi tentu diperlukan peradilan adat. Peradilan adat dilaksanakan di dalam kaum di dalam
kampung, di dalam suku dan di kerapatan adat nagari. Sebelum dilaksanakan sidang kerapatan suku terlebih dahulu
diselesaikan di dalam kaum kalau di dalam kaum tidak selesai baru diangkat ke dalam kampung, di dalam kampung
akan didamaikan oleh Pangulu andiko biasanya masalah selesai sampai disini. Kalau terjadi pertengkaran antara dua
kaum perkaranya akan diselesaikan oleh Pangulu andiko. Kalau tidak selesai akan diteruskan ke kerapatan suku, di
kerapatan suku sidang akan di pimpin oleh monti. Biasanya permasalahan akan diselesaikan sampai disini kalau
masalahnya masalah pusako harta warisan inilah yang sering tidak bisa diselesaikan di dalam suku dan barulah
masalahnya di angkat ke kerapatan adat di dalam kerapatan adat. Perkara akan disidangkan oleh bidang perdamaian
adat, kedua anggota kaum yang berselisih paham, akan dipanggil satu persatu untuk dimintai keterangan dan setelah
itu barulah kedua belah pihak akan dihadapkan dalam sidang Kerapatan adat, kalau salah satu pihak tidak puas dan
ingin melanjutkan perkaranya ke pengadilan Negeri Kerapatan adat akan mengirim berkasnya ke Pengadilan Negeri
dan memberi rekomendasi. Tapi ada baiknya sebelum di kirim perkara ini ke pengadilan negeri terlebih dahulu di
minta penyelesaian dari LKAAM kota dan propinsi kalau pihak-pihak yang bersengketa masih belum puas baru
teruskan ke Pengadilan Negri dengan melampirkan usaha perdamaian pada tiap tingkat pengadilan adat
Untuk menjatuhkan hukum tentu harus ada bukti, di dalam adat disebutkan batando babeti bukti kecurigaan
seperti pulang pagi babasa, basa bajalan bagoge-goge, bajojak bak sipasin.Kalau terjadi larang pantang di dalam
kaum oleh anak kemenakan hukum akan dijatuhkan oleh mamak kaum seperti membuat onar dalam kaum,
berkelahi, mengambil paksa harta kemenakan dan terbukti hukumnya mungkin didenda satu ekor kambing atau
ayam atau kalau berdamai luko diubek bongkak didiang, mungkin juga terkelamai.
Kalau membuat onar di dalam kaum hukum akan dijatukan oleh mamak kaum. Kalau membuat onar didalam
kampung hukum akan dijatukahkan oleh kesepakatan mamak-mamak kaum dalam kampung itu, kalau membuat
onar dalam suku hukum akan dijatukan oleh orang ompek jinih. kalau membuat onar dalam nagari hukum akan
dijatuhkan oleh Kerapatan adat nagari yang di sidangkan oleh bahagian perdamain adat. Kalau sengketa harta
pusako untuk mengajukannya kekerapatan adat Pangulu pucuak yang bersangkutan membuat surat keterangan
bahwa perkara itu telah pernah di selesaikan di dalam suku Penghulu pucuak dalm mengajukaersoalan menerangkan
tentang persolan yang terjadi dan menerangkan mengnai cara penyelesaian juga hasil yang di capai
Sarta untuk mengjukan persoalan ini ke Kerapan Adat yaitu membayar uang sidang sebesar Rp 250.000, ditambah
satu buah keris. Orang yang boleh menyidang perkara, adalah orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan kedua
belah pihak baik di dalam kampung, di dalam suku atau di dalam nagari artinya tidak kemanakan kandung tidak
saudara kandung.
1. HUKUM BUANG PULUI
Orang yang dibuang ini dibuang dari nagari tidak boleh lagi kembali. Dia diantarkan kebatas nagari lengkap dengan
kain dan harta yang dapat dibawanya serta diberi satu helai kain kafan. Hukum ini biasanya dijatuhkan kepada orang
yang menzinai anak kecil atau anak tirinya atau keponakannya atau istri orang.
meminta maaf di nagari kepada ninak mamak di nagari dengan menyembelih kerbau, sapi atau kambing. Hukum ini
biasanya dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran adat, orang yang membuat onar di dalam
kampungnya, orang ini boleh juga dibuang dari kampungnya, dia boleh tinggal dalam nagari tapi tidak lagi tinggal
dalam kampung aslinya dan dia tidak lagi berhak pada harta pusaka kaum.
3. HUKUM DENDA
Hukuman ini dijatukan kepada orang yang telah melanggar pantang adat seperti mengawini orang satu kampung,
mengawini orang di luar nagari Silungkang, menganiaya orang, berkelahi, merusak harta orang dan membuat malu
kaum, dll. Contoh : terjadi perkelahian antara orang- orang yang berasal dari satu kaum dan terdapat luka sedikit
memar atau bengkak dan kewajiban mamak kepala kaum yang menyelesaikannya dengan persetujuan kedua belah
pihak, seandainya bisa diselesaikan si pelaku akan didenda luko di ubek bongkak di diang. Kalau terjadi pada orang
yang berlainan kampung akan diselesaikan oleh Penghulu pucuak dengan seizin kedua belah pihak begitu pula kalau
kejadiannya oleh dua orang yang berlainan suku. Perdamaian akan di lakukan oleh penghulu pucuak kedua belah
pihak
Cara penyelesaiannya:
1. Setelah terdengar berita anak si A terluka oleh anak si B keluarga pihak si B segera datang ke rumah pihak si
A untuk mengadakan perundingan setelah di dapat kesepakatan pihak B menyerahkan sebuah keris “Bahwa
Ketika anak A sudah sembuh keluarga pihak B datang berkunjung kerumah pihak A dengan membawa nasi dan
kelamai untuk mengadakan jamuan terhadap keluarga dalam rangka penyelesaian/menghabiskan sengketa
c. Pada akhirnya upacara penyelesaian sengketa perkelahian itu dihabisi dengan bermaaf-maafan.
Catatan : Cara penyampaian dalam pertemuan itu ”kok adat lah disi limbaga lah dituang, kaki tataruang inai
4. HUKUM TAKURUANG DILUA
Hukuman ini biasanya dijatuhkan oleh masyarakat lantaran orang yang dihukum tidak dapat mentaati nilai-nilai
adat yang berlaku di tengah masyarakat, umpamanya tidak saraso jo samalu tidak memenuhi kewajiban bersama
misal ketika orang kematian dia tidak datang. Kalau yang melanggar ini seorang pemangku adat maka akan
diturunkan dari jabatannya oleh kemenakannya atau oleh mamak kaum, disamping hukuman yang lainnya.
Perlu juga diketahui kalau perkara disidangkan oleh mamak-mamak kaum, orang di luar kaum tidak berhak
mencampuri perkara itu, begitu juga kalau terjadi masalah dalam suatu kampung orang lain di luar kampung itu
tidak berhak mencampurinya begitu seterusnya. Keputusan yang di jatukan oleh kaumatau kampung harus di
Dalam suatu lembaga masyarakat yang sifatnya mengatur sangat diperlukan adanya sanksi karena tidak semua
anggota masyarakat dapat mematuhi tatanan aturan yang telah dibuat ada saja yang ingin berbuat lain dari pada
yang telah digariskan begitu juga dengan lembaga adat kita maka untuk itu nenek moyang kita telah menyusun
sanksi bagi anak cucunya yang menyalahi peraturan tatanan kehidupan bermasyarakat yang disusun sedemikian
rupa, tujuannya tentu agar semua anggota masarakat dapat hidup rukun dan damai.
Akan tetapi sejak empat puluh tahun yang lalu sanksi adat ini boleh dikatakan tidak lagi dilaksanakan ini disebabkan
tidak ada undang –undang yang melindungi pelaksanakan sanksi adat ini, seperti sanksi buang dianggap melanggar
HAM Akibatnya niniak mamak takut untuk memberikan sanksi pada anak kemenakan, akibat lebih jauh ninik
mamak merasa tidak punya kekuatan untuk mengatur anak kemenakan dan kemenakan mulai tidak mempercayai
niniak mamak lagi, karena bagi kemenakan yang di jahili oleh orang lain atau mendapat perlakuan tidak baik, merasa
E. ADAT MANATIANG KASALAHAN
Adat ini adalah realisasi dari undang-undang nan duo puluah apabila seseorang telah terbukti bersalah melanggar
tobang siang (ayam putih terbang siang) dan ia sudah jatuh kepada salah batimbang utang babayie (di sidangkan)
artinya dia harus menating (mengangkat dan mengaku) kesalahan atau membayar hutang kepada adat yakni harus
menjamu masyarakat adatnya. kalau tidak dia akan ditinggalkan oleh masyarakat adatnya. Kalau kesalahannya besar
yang disebut mangorek nun panjang mamoca nan bulek (memotong yang panjang memecah yang bulat). Misalnya
berzinah dengan orang yang tidak boleh dikawininya menurut adat dan agama si pelanggar harus menjamu
masyarakat adat dalam nagari dengan memotong sapi atau kerbau, tetapi kalau ia berzina dengan orang boleh
dikawininya dalam adat disebut adat babuek cabua si pelanggar ( berbuat kacau) harus menjamu masyarakat
sukunya dengan memotong kambing. Jamuan ini tujuan adalah sarana si pelanggar untuk minta maaf kepada
masyarakat adat seperti dikatakan oleh adat salah kepada Allah tobat, salah kepada manusia minta maaf.
1. melihat undangan apakah semuanya sudah hadir bagi yang tidak hadir apa sudah manyabola, (berpesan )
4. Ninik mamak memperkatakan tentang kesalahan dan utang yang akan dibayar oleh si pelanggar, ninik
5. Niniak mamak nagari menyetujui tentang nama kesalahan dan hukum yang diberikan ninik mamak si pokok
6. Alim ulama, pucuk adat, pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan Kepala Desa merestui keputusan
7. Yang bersalah (yang laki-laki) minta maaf dengan bersalaman kepada hadirin, sedang yang perempuan
minta maaf dengan lisan saja dan bersalaman kepada ninik mamak sukunya saja,
9. Makan bersama,
10. Undangan minta izin pulang dan undangan turun serta bersalaman.
Selain berlaku hukum negara di Silungkang dahulunya juga berlaku hukum adat. macam hukum di Silungkang.
1. Hukum buang.
a. Dibuang sepanjang adat.
b. Buang tingkarang.
c. Buang pului
d. Di buang dari kampuang.
e. Di buang dari nagari.
2. Denda.
a. Denda satu ekor sapi
b. Denda satu ekor kambing
c. Denda satu ekor ayam.
3. Takuruang diluah.
a. Tidak dibawa selihir semudik
b. Tidak dapat menyelenggarakan kegiatan adat.
c. Indak dinaiaki rumah gadangnyo oleh niniak mamak.
Semua sangsi hukum ini sesuai dengan tingkat kesalahan, dan jenis kesalahan yang dilanggarnya sesuai dengan kata
adat.
Sangsi hukum ini adakalanya dijatuhkan pada satu pihak saja, ada juga yang kedua belah pihak, tetapi ada juga pihak
Hukum ini di jatuhkan kepada seseorang yang berbuat keengkaran misalnya apabila ada orang kematian dia tidak
pernah datang atau ada sesuatu kepusan musyawarah untuk beriyur dia tidak mau membayar maka di jatuhkan
hukuman ini, bentuk hukuman ini apa saja yang terjadi pada keluarganya niniak mamak tidak akan datang kerumah
itu kematian atau perhelatan semuanya tidal akn di urus sampai dia mengaku salah dan minta maaf kepada niniak
https://munirtaher.wordpress.com/2013/01/29/undang-undang-nan-dua-puluh-dan-hukum-adat-di-
silungkang/#:~:text=UNDANG%2DUNDANG%20NAN%20DUA%20PULUH%20DAN%20HUKUM%20ADAT
%20DI%20SILUNGKANG,-UNDANG%2DUNDANG%20NAN&text=Undang%2Dundang%20yang%20dua
%20puluh,terjadinya%20kejahatan%20serta%20cara%20pembuktiannya.