Anda di halaman 1dari 14

Judul

Abstrak

Pendahuluan

Landasan teori/kajian pustaka

Metodologi penelitian

Hasil analisa

085881615550

UNDANG-UNDANG NAN DUA PULUH DAN


HUKUM ADAT DI SILUNGKANG
 Undang-undang yang dua puluh merupakan undang-undang yang mengatur persoalan hukum pidana, mengenai

berbagai bentuk kejahatan dengan sanksi tertentu, dan bukti terjadinya kejahatan serta cara pembuktiannya.

Undang-undang dua puluh ini secara pokoknya disusun oleh kedua ahli hukum Minangkabau yaitu Datuk

Ketumanggungan dan Datuk Perpati Nan Sabatang.

: Undang-undang ini terbagi dua bagian, yaitu

1. Undang nan salapan (cemo bakaadaan);

2. Undang-undang nan duo bale (tuduh nan bakatunggangan),

Undang- undang yang dua belas ini terbagi dua pula, yaitu:

a. Undang-Undang enam yang dahulu (cemo) disebut hukum” karinah” yang berarti pembuktian kejahatan

hanya didasarkan kepada suatu tanda yang mencurigakan;

b. Undang-Undang yang enam kemudian (tuduh) disebut hukum “ bainah” yang berarti pembuktian kejahatan

berdasarkan keterangan.

Dalam undang-undang ini tidak disebutkan ancaman hukuman badan, karena ancaman hukuman terhadap pribadi

yang melakukan pelanggaran hukum, tidak sesuai dengan sistem masyarakat komunal yang berasaskan kolektivisme.

Hukuman menurut adat bukanlah hukuman badan melainkan hukuman “jiwa”. Hina adalah hukuman yang tidak

tertahankan oleh jiwa orang Minang, seperti kata pepatah adat “nan sakik kato nan malu tampak” orang Minang

tidak tahan kena ”kato” malah tasingguang labiah bak konai. Adapun yang berhak menjatukan hukuman terhadap
seseorang secara berurutan adalah kaum, kampung, dan sukunya sendiri karena orang itu anggotanya, Apabila

kejahatan seseorang dilakukan di dalam kaumnya, orang lain tidak berhak mencampurinya meskipun kejahatan

bersifat berat. Tetapi kaumnya tidak berhak menjatuhkan hukuman “mengeluarkan” orang itu dari dalam adat

negerinya melainkan mereka boleh” mengucilkan” tidak membawa sehilir semudik ringan tidak sejinjing berat tidak

sepikul, pihak lain berkewajiban mendukung hukuman itu.

Kaum, kampung atau suku bertanggung jawab terhadap tingkah laku anggota kaumnya. Oleh karena itu, kalau

seseorang melakukan kejahatan terhadap orang lain yang tidak anggota kaumnya yang patut dihukum kaum

kampung atau sukunya, sedangkan terhadap pelaku itu sendiri kaum kampung atau sukunya lah yang menghukum.

Dalam adat disebutkan “ba abu bajontiek kumua basosa” kesalahan yang kecil boleh habis dengan maaf dan

bermaaf-maafan. Pelaku kejahatan yang tidak bisa diampuni lagi karena membangkang atau sudah berulangkali

dijatuhi hukuman terkurung diluar.

Kerapatan Penghulu sebagai pengadilan adat jika perlu, berwenang “membuang” anak kemenakan yang terbukti

bersalah menurut hukum adat. Membuang artinya menyingkirkan dari masyarakat adat atau tidak dibawa sehilir

semudik. “Jenjang dinaikkan” artinya tibo dikarajo baiek indak bahimbauan, tibo dikarajo buruak indak

bahambauan, buruk atau baik yang terjadi, baik di kampung, suku atau di nagari tidak lagi diberitahukan. Proses

membuang ini bertingkat mulai dibuang dari kampung, suku dan jika perlu dibuang dari nagari.

A. UNDANG-UNDANG  NAN SALAPAN : (CEMO NAN BAKAADAAN)

Undang-undang nan salapan terdiri dari delapan pasal yang mencantumkan jenis kejahatan. Setiap pasal

mengandung dua macam kejahatan yang sifatnya sama tapi kadarnya berbeda.

Urutan kedelapan pasal tersebut adalah :

1. Tikam bunuh – padang badarah;

2. Upeh racun – batabuang sayak;

3. Samun saka – tagak dibateh;

4. Siai baka – sabatang suluah;

5. Maliang curi – taluang dindiang;

6. Dago dagi – mambari malu;

7. Kicuah kicang – budi marangkak;


8. Sumbang salah – laku parangai;

Penjelasan:

1. Tikam bunuah, tikam artinya perbuatan yang melukai orang atau binatang, tetapi tidak menyebabkan orang

atau binatang itu meninggal, dibuktikan dengan darah meleleh, bekas ditusuk dengan benda

tajam. Bunuah artinya perbuatan yang menghilangkan nyawa orang atau binatang dengan sengaja serta

mempergunakan kekerasan, dibuktikan dengan mayat terbujur.

2. Upeh racun, upeh artinya perbuatan yang menyebabkan seseorang menderita sakit setelah menelan

makanan atau minuman yang telah diberi ramuan berbisa atau racun. Racun artinya perbuatan yang

menyebabkan seseorang meninggal akibat menelan makanan atau minuman yang telah diberi ramuan

berbisa atau beracun (tuba).

3. Samun saka, samun artinya perbuatan merampok milik orang dengan kekerasan atau aniaya yang

menyebabkan orang itu meninggal. Saka artinya perbuatan menyakiti seseorang karena untuk mengambil

harta milik orang tersebut. Pasal ini mempunyai sampiran yaitu rabuik rampeh. Rabuik artinya perbuatan

mengambil barang yang dipegang pemiliknya dan melarikannya sedangkan rampeh artinya perbuatan

mengambil milik orang secara paksa /tidak berhak dengan melakukan ancaman.

4. Siai baka, siai artinya perbuatan membuat api yang mengakibatkan milik orang lain sampai terbakar,

dibuktikan dengan puntung suluh. Baka artinya perbuatan membakar barang orang lain, dibuktikan dengan

membakar sampai hangus.

5. Maliang curi,  maliang artinya perbuatan mengambil milik orang dengan melakukan perusakan atas tempat

penyimpanannya, dilakukan pada malam hari. Curi artinya perbuatan mengambil milik orang lain secara

sambil lalu selagi pemiliknya lengah, dilakukan di siang hari.

6. Dago dagi. Dago artinya perbuatan menyalahi perintah atasan dengan tidak ada alasan yang tepat (salah

kemenakan kepada mamak). Dagi artinya perbuatan membuat huru-hara di dalam nagari (salah mamak

kepada kemenakan).

7. Kicuah kicang, kicuah artinya perbuatan penipuan yang mengakibatkan kerugian orang lain. Kicang artinya

perbuatan pemalsuan yang dapat merugikan orang lain (menukar nama atau rupa sesuatu). Pasal ini

mempunyai sampiran yaitu umbuak umbai, umbuak artinya perbuatan penyuapan pada seseorang yang

dapat merugikan orang lain sedangkan umbai artinya perbuatan membujuk seseorang agar sama-sama

melakukan kejahatan.
8. Sumbang salah, sumbang artinya perbuatan yang menggauli perempuan yang tidak boleh dinikahi,

perbuatan atau pergaulan yang salah di pandang mata. Salah artinya perzinahan dengan istri orang,

perbuatan yang melanggar susila.

B. UNDANG-UNDANG  NAN DUO BALE (TUDUH NAN BAKATUNGGANGAN)

1. UNDANG-UNDANG ENAM YANG DAHULU

Undang-undang enam dahulu dikatakan “tuduah”, prasangka yang berkeadaan, atau suatu kesalahan yang telah

dilakukan. Tuduhan yang demikian telah boleh dikatakan dakwa. Di tiap-tiap pasal dari undang-undang ini

mengandung dua macam alasan atau tuduhan.

Tuduh yang enam ialah:

1. Tatumbang- taciak;

2. Tatando – tabeti;

3. Tacancang tarageh;

4. Ta ikek- takabek;

5. Talala- takaja;

6. Tahambek –tapukua;

Penjelasan:

1. Tatumbang- taciak : Yang dimaksud dengan tatumbang ialah tersangka tidak dapat menangkis tuduhan yang

didakwakan kepadanya. Yang dimaksud taciak tersangka mengakui tuduhan yang didakwakan kepadanya;

2. Tatando –tabeti : Tatando ialah ditemukan milik terdakwa ditempat kejadian. Tabeti ialah ditemukan barang-

barang yang berasal dari tempat kejahatan pada terdakwa;

3. Tacancang –Tarageh : Tacancang ialah ditemukan bekas, akibat atau milik terdakwa ditempat kejadian

perkara. Tarageh ialah pada diri terdakwa terdapat bukti-bukti bahwa korban memberikan perlawanan;

4. Taikek- takabek : Taikek ialah terdakwa kepergok sedang melakukan kejahatan. Takabek ialah terdakwa kepergok

pada tempat kejadian;


5. Talala- takaja : Talala ialah terdakwa ditemukan di tempat persembunyiannya. Takaja ialah terdakwa dapat

ditangkap dalam pengejaran;

6. Tahambek- tapukua : Tahambek artinya terdakwa dapat ditangkap setelah pengepungan. Tapukua ialah terdakwa

dapat ditangkap setelah dipukul dan dikeroyok;

2. UNDANG-UNDANG YANG ENAM KEMUDIAN

Undang-undang yang enam kemudian dikatakan “Cemo” yaitu syak atau kecurigaan, yang belum tentu seseorang

bersalah.

Cemo yang enam ialah :

1. Ba urie bak sipasin bajojak bak bakiak;

2. Onggang lalu atah jatuah;

3. Condong mato urang banyak;

4. Bajua bamurah-murah;

5. Bajalan bagoge-goge;

6. Dibao pikek dibao langau.

 Penjelasan:

1. Baurie bak sipasin bajojak bak bakiak, maksudnya ditemukan jejak seseorang atau tanda-tanda di tanah

ternyata menujuk kearah tersangka;

2. Onggang lalu atah jatuah, maksudnya di tempat kejadian seseorang terlihat disana;

3. Condong mato urang banyak, menjadi perhatian orang banyak karena hidupnya berubah seketika sedang

usahanya tidak jelas;

4. Bajua bamurah-murah, maksudnya didapati seseorang menjual barang dengan harga yang sangat murah;

5. Bajalan bagogeh-gogeh, maksudnya berjalan tergesa-gesa seolah-olah sedang ketakutan;

6. Dibao pikek dibao langau, didapati seseorang sedang hilir mudik tanpa tujuan yang jelas sehingga

menimbulkan kecurigaan.
C. UNDANG-UNDANG URANG DALAM NAGARI

 Yang dimaksud undang-undang urang dalam nagari adalah undang-undang yang mengatur hubungan antara

sesama anak nagari atau peraturan yang harus dipatuhi oleh anak nagari undang-undang ini berbunyi :

1. Salah cancang mambari pampeh,

2. Salah bunuah mambari diyat,

3. Salah makan maludahkan,

4. Salah tarik mangumbali,

5. Salah kepada Allah minta tobat,

6. Salah kepada manusia minta maaf,

7. Gawa maubah ,

8. Cabua dibuang,

9. Adil di pakai,

10. Babatulan babayaran,

11. Basalahan bapatuhan,

12. Nan gaib bakalamullah,

13. Barabuik pulang katangah,

14. Suarang di agiah,

15. Sakutu di balah,

16. Hutang di bayia,

17. Piutang di tarimo,

18. Piutang jauh bahambatan,

19. Piutang dakek batarikan,


20. Salang mangumbali,

21. Manjapuik maantakan.

Penjelasan:

1. Salah cancang mambari pampeh, kalau kita merusak atau menghilangkan barang orang, kita harus

memperbaikinya atau menggantinya dengan barang yang serupa, kalau barang itu sulit didapatkan harus di

ganti dengan harganya;

2. Salah bunua mambari diyat, si pembunuh wajib memberi diyat, yakni membayar denda pengganti jiwa

kepada si waris terbunuh menurut kehendak si waris atau kalau melukai orang luko di ubek bongkak di

diang;

3. Salah makan meludahkan, kalau kita termakan makanan haram harus meludahkan kembali, juga berarti

kita menyesali diri atas perbuatan itu, tidak akan berbuat hal yang sama lagi dan bertobat kepada tuhan;

4. Sala tarik mangumbali, kalau kita sudah terlanjur mengambil harta orang lain harus segera

mengembalikan dan minta maaf pada pemiliknya;

5. Sudah jelas;

6. Sudah jelas;

7. Gawa maubah, kalau terjadi gawa atau kesalahan, kekeliruan atau keteledoran dalam melakukan sesuatu

pekerjaan cepat merubahnya dan menyadarinya yang demikian;

8. Cabuo dibuang, Cabuo melakukan perbuatan yang memalukan umpamanya melakukan perzinahan, harus

dibuang, mesti dijauhi;

9. Sudah jelas;

10. Babatulan babayaran, umpamanya dalam pelaksanaan ganti rugi atas tanaman kalau sudah sesuai

harganya harus dilaksanakan lekas pembayarannya;

11. Basalahan bapatutan, umpamanya dalam ganti rugi tadi belum sesuai mengenai pemilikan harga yang akan

diganti rugi, harus dipatut (dinilai, dihitung) kembali kalau perlu memakai orang ketiga

untuk  mematuiknya, supaya lebih adil;


12. Nan gaib bakalamullah, kalau terjadi perselisihan mengenai pemilikan sesuatu benda/harta sedang yang

mendakwa dan terdakwa sama-sama tidak mempunyai saksi, berarti perkara itu gaib, untuk

menyelesaikannya harus menurut kalam Allah yakni dengan bersumpah;

13. Barabuik pulang ka tangan, kalau ada beberapa anggota kaum berebut tanah warisan umpamanya, harus

diserahkan menyelesaikannya kepada Kerapatan kaum, kalau tidak selesai juga dinaikkan ke Kerapatan

suku dan seterusnya. Pulang ke tangan artinya disidangkan;

14. Suarang diagih, artinya harta seorang (pribadi) terserah kepada pemiliknya untuk memberikan (maagih)

kepada yang dikehendakinya;

15. Sakutu dibalah, hak harta perserikatan atau pencaharian dua suami istri kalau terjadi perceraian harta itu

harus dibagi (dibalah = dibagi dua)

16. Sudah jelas;

17. Sudah jelas;

18. Piutang jauh bahambatan, untuk Menerima piutang dari orang yang sudah jauh dari kita dapat diupayakan

dengan cara mengaitkannya dengan orang yang dekat atau yang menguasai orang yang berutang,

umpamanya si A berutang, ia telah merantau kita dapat minta pertolongan kepada teman, saudara atau

atasan si A;

19. Piutang dakek batarikan, umpamanya si B berutang, ia enggan membayarnya, dapat kita menerimanya

atau menariknya waktu ia sedang panen atau sedang menerima uang atau menerima gaji;

20. dan 21. Salang mangumbali dan japuik maantaan, berarti kalau kita menjemput barang orang lain, harus

kita mengembalikan, kalau kita yang menjemput waktu meminjam itu wajib kita menghantarkan kembali

dimana kita mengambil barang itu.

Catatan :

1. Selain dari yang 21 ini banyak lagi isi undang-undang orang dalam nagari yang berkembang dalam

masyarakat adat, umpamanya kato tadorong ameh padonyo, kaki tataruang inai padonya

2. Undang-undang ini dipergunakan sebagai pedoman bagi masyarakat adat untuk bertingkah laku dan

pedoman mencari perdamaian bagi yang bersengketa dan oleh hakim perdamaian.

D. HUKUM ADAT
Setiap undang-undang dan peraturan tentu sangat diperlukan adanya sanksi hukum untuk menjaga undang-undang

itu agar ditaati oleh semua pihak, tidak terkecuali adat Minangkabau yang mengurus dan menjaga seluruh

masyarakat hukum adat, tentu sangat diperlukan peraturan dan undang-undang yang sifatnya dapat memaksa dan

mengawasi masyarakat hukum adat, hukum dan sanksi adat Minangkabau tidak merupakan hukuman badan tapi

merupakan hukuman jiwa.

Falsafah hukum adat:

1. Tangan manconcang bahu mamiku,

2. Tapijak di bonang aghang itam tapak,

3. Siapo nan manggali lubang inyo nan manimbuni,

4. Luko diubek bongkak didiang,

5. kaki tataruang inai padonyo

6. Muluik tadorong ome padonyo.

Hukum adat bertujuan :

1. Menghukum pelanggaran yang dilakukan oleh terhukum,

2. Memberi pendidikan moral baik pada terhukum maupun untuk masyarakat banyak,

3. Menegakkan keadilan bagi seluruh masyarakat hukum adat.

Setiap pelanggaran tentu akan mendapat ganjaran sanksi hukuman baik yang dijatuhkan pengadilan adat ataupun

yang dijatuhkan mamak kaum maupun yang dijatuhkan masyarakat. Hukuman Terkurung Diluar. Ada yang

dijatuhkan masyarakat misalnya seseorang sering berlaku tidak senonoh atau orang yang pernah berbuat salah tapi

tidak tobat akan kesalahannya orang itu akan dikucilkan dari pergaulan yang dijatuhkan mamak kepala kaum,

seorang anak kemenakan tidak menuruti apa yang diperintahkan adat akhirnya dia dihukum, rumahnya tidak

dinaiki niniak mamak waktu kematian atau apa saja sebelum dia mengaku salah secara adat.

Untuk menjatuhkan sanksi tentu diperlukan peradilan adat. Peradilan adat dilaksanakan di dalam kaum di dalam

kampung, di dalam suku dan di kerapatan adat nagari. Sebelum dilaksanakan sidang kerapatan suku terlebih dahulu

diselesaikan di dalam kaum kalau di dalam kaum tidak selesai baru diangkat ke dalam kampung, di dalam kampung

akan didamaikan oleh Pangulu andiko biasanya masalah selesai sampai disini. Kalau terjadi pertengkaran antara dua

kaum perkaranya akan diselesaikan oleh Pangulu andiko. Kalau tidak selesai akan diteruskan ke kerapatan suku, di
kerapatan suku sidang akan di pimpin oleh monti. Biasanya permasalahan akan diselesaikan sampai disini kalau

masalahnya masalah pusako harta warisan inilah yang sering tidak bisa diselesaikan di dalam suku dan barulah

masalahnya di angkat ke kerapatan adat di dalam kerapatan adat. Perkara akan disidangkan oleh bidang perdamaian

adat, kedua anggota kaum yang berselisih paham, akan dipanggil satu persatu untuk dimintai keterangan dan setelah

itu barulah kedua belah pihak akan dihadapkan dalam sidang Kerapatan adat, kalau salah satu pihak tidak puas dan

ingin melanjutkan perkaranya ke pengadilan Negeri Kerapatan adat akan mengirim berkasnya ke Pengadilan Negeri

dan memberi rekomendasi. Tapi ada baiknya sebelum di kirim perkara ini ke pengadilan negeri terlebih dahulu di

minta penyelesaian dari LKAAM kota dan propinsi kalau pihak-pihak yang bersengketa masih belum puas baru

teruskan ke Pengadilan Negri dengan melampirkan usaha perdamaian pada tiap tingkat pengadilan adat

Untuk menjatuhkan hukum tentu harus ada bukti, di dalam adat disebutkan batando babeti bukti kecurigaan

seperti pulang pagi babasa, basa bajalan bagoge-goge, bajojak bak sipasin.Kalau terjadi larang pantang di dalam

kaum oleh anak kemenakan hukum akan dijatuhkan oleh mamak kaum seperti membuat onar dalam kaum,

berkelahi, mengambil paksa harta kemenakan dan terbukti hukumnya mungkin didenda satu ekor kambing atau

ayam atau kalau berdamai luko diubek bongkak didiang, mungkin juga terkelamai.

Kalau membuat onar di dalam kaum hukum akan dijatukan oleh mamak kaum. Kalau membuat onar didalam

kampung hukum akan dijatukahkan oleh kesepakatan mamak-mamak kaum dalam kampung itu, kalau membuat

onar dalam suku hukum akan dijatukan oleh orang ompek jinih. kalau membuat onar dalam nagari hukum akan

dijatuhkan oleh Kerapatan adat nagari yang di sidangkan oleh bahagian perdamain adat. Kalau sengketa harta

pusako untuk mengajukannya kekerapatan adat Pangulu pucuak yang bersangkutan membuat surat keterangan

bahwa perkara itu telah pernah di selesaikan di dalam suku Penghulu pucuak dalm mengajukaersoalan menerangkan

tentang persolan yang terjadi dan menerangkan mengnai cara penyelesaian juga hasil yang di capai

Sarta untuk mengjukan persoalan ini ke Kerapan Adat yaitu membayar uang sidang sebesar Rp 250.000, ditambah

satu buah keris. Orang yang boleh menyidang perkara, adalah orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan kedua

belah pihak baik di dalam kampung, di dalam suku atau di dalam nagari artinya tidak kemanakan kandung tidak

saudara kandung.

1. HUKUM BUANG PULUI

Orang yang dibuang ini dibuang dari nagari tidak boleh lagi kembali. Dia diantarkan kebatas nagari lengkap dengan

kain dan harta yang dapat dibawanya serta diberi satu helai kain kafan. Hukum ini biasanya dijatuhkan kepada orang

yang menzinai anak kecil atau anak tirinya atau keponakannya atau istri orang.

2. BUANG SEPANJANG ADAT (BUANG BIDAL)


Orang ini dibuang dari nagari menurut jangka waktu tertentu sehabis masa buangnya dia boleh kembali tapi harus

meminta maaf di nagari kepada ninak mamak di nagari dengan menyembelih kerbau, sapi atau kambing. Hukum ini

biasanya dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran adat, orang yang membuat onar di dalam

kampungnya, orang ini boleh juga dibuang dari kampungnya, dia boleh tinggal dalam nagari tapi tidak lagi tinggal

dalam kampung aslinya dan dia tidak lagi berhak pada harta pusaka kaum.

3. HUKUM DENDA

Hukuman ini dijatukan kepada orang yang telah melanggar pantang adat seperti mengawini orang satu kampung,

mengawini orang di luar nagari Silungkang, menganiaya orang, berkelahi, merusak harta orang dan membuat malu

kaum, dll. Contoh : terjadi perkelahian antara orang- orang yang berasal dari satu kaum dan terdapat luka sedikit

memar atau bengkak dan kewajiban mamak kepala kaum yang menyelesaikannya dengan persetujuan kedua belah

pihak, seandainya bisa diselesaikan si pelaku akan didenda luko di ubek bongkak di diang. Kalau terjadi pada orang

yang berlainan kampung akan diselesaikan oleh Penghulu pucuak dengan seizin kedua belah pihak begitu pula kalau

kejadiannya oleh dua orang yang berlainan suku. Perdamaian akan di lakukan oleh penghulu pucuak kedua belah

pihak

Cara penyelesaiannya:

1. Setelah terdengar berita anak si A terluka oleh anak si B keluarga pihak si B segera datang ke rumah pihak si

A untuk mengadakan perundingan setelah di dapat kesepakatan pihak B menyerahkan sebuah keris “Bahwa

telah ada perjanjian perdamaian” isi perjanjian biasanya :

a. Pihak si B menanggung segala biaya pengobatan anak si A,

b. Penyelenggaraan segala sesuatunya dilaksanakan setelah anak si A sembuh,

c. Pihak keluarga Si A harus menahan agar tidak terjadi lagi perkelahian,

2. Tingkat menjemput keris untuk mengadakan penyelesaian perdamaian.

Ketika anak A sudah sembuh keluarga pihak B datang berkunjung kerumah pihak A dengan membawa nasi dan

kelamai untuk mengadakan jamuan terhadap keluarga dalam rangka penyelesaian/menghabiskan sengketa

perkelahian. Rundingan untuk penyelesaian ini biasanya :

a. Menetapkan berapa ongkos berobat yang akan dibayar oleh pihak B,

b. Menetapkan yang akan diberikan sebagai ganti rugi pada pihak A,

c. Pada akhirnya upacara penyelesaian sengketa perkelahian itu dihabisi dengan bermaaf-maafan.
Catatan : Cara penyampaian dalam pertemuan itu ”kok adat lah disi limbaga lah dituang, kaki tataruang inai

padonyo lidah tataruang Ameh padonyo”.

4. HUKUM TAKURUANG DILUA

Hukuman ini biasanya dijatuhkan oleh masyarakat lantaran orang yang dihukum tidak dapat mentaati nilai-nilai

adat yang berlaku di tengah masyarakat, umpamanya tidak saraso jo samalu tidak memenuhi kewajiban bersama

misal ketika orang kematian dia tidak datang. Kalau yang melanggar ini seorang pemangku adat maka akan

diturunkan dari jabatannya oleh kemenakannya atau oleh mamak kaum, disamping hukuman yang lainnya.

Perlu juga diketahui kalau perkara disidangkan oleh mamak-mamak kaum, orang di luar kaum tidak berhak

mencampuri perkara itu, begitu juga kalau terjadi masalah dalam suatu kampung orang lain di luar kampung itu

tidak berhak mencampurinya begitu seterusnya. Keputusan yang di jatukan oleh kaumatau kampung harus di

sokokng bersama-sama oleh masyrakat nagari

Dalam suatu lembaga masyarakat yang sifatnya mengatur sangat diperlukan adanya sanksi karena tidak semua

anggota masyarakat dapat mematuhi tatanan aturan yang telah dibuat ada saja yang ingin berbuat lain dari pada

yang telah digariskan begitu juga dengan lembaga adat kita maka untuk itu nenek moyang kita telah menyusun

sanksi bagi anak cucunya yang menyalahi peraturan tatanan kehidupan bermasyarakat yang disusun sedemikian

rupa, tujuannya tentu agar semua anggota masarakat dapat hidup rukun dan damai.

Akan tetapi sejak empat puluh tahun yang lalu sanksi adat ini boleh dikatakan tidak lagi dilaksanakan ini disebabkan

tidak ada undang –undang yang melindungi pelaksanakan sanksi adat ini, seperti sanksi buang dianggap melanggar

HAM Akibatnya niniak mamak takut untuk memberikan sanksi pada anak kemenakan, akibat lebih jauh ninik

mamak merasa tidak punya kekuatan untuk mengatur anak kemenakan dan kemenakan mulai tidak mempercayai

niniak mamak lagi, karena bagi kemenakan yang di jahili oleh orang lain atau mendapat perlakuan tidak baik, merasa

tidak mendapat perlindungan dari niniak mamaknya.

E. ADAT MANATIANG KASALAHAN

Adat ini adalah realisasi dari undang-undang nan duo puluah apabila seseorang telah terbukti bersalah melanggar

undang-undang nan salapan dan dibuktikan dengan undang nan anam sebelumnya, maka ia disebut ayam putiah

tobang siang (ayam putih terbang siang) dan ia sudah jatuh kepada salah batimbang utang babayie (di sidangkan)

artinya dia harus menating (mengangkat dan mengaku) kesalahan atau membayar hutang kepada adat yakni harus

menjamu masyarakat adatnya. kalau tidak dia akan ditinggalkan oleh masyarakat adatnya. Kalau kesalahannya besar

yang disebut mangorek nun panjang mamoca nan bulek (memotong yang panjang memecah yang bulat). Misalnya

berzinah dengan orang yang tidak boleh dikawininya menurut adat dan agama si pelanggar harus menjamu

masyarakat adat dalam nagari dengan memotong sapi atau kerbau, tetapi kalau ia berzina dengan orang boleh
dikawininya dalam adat disebut adat babuek cabua si pelanggar ( berbuat kacau) harus menjamu masyarakat

sukunya dengan memotong kambing. Jamuan ini tujuan adalah sarana si pelanggar untuk minta maaf kepada

masyarakat adat seperti dikatakan oleh adat salah kepada Allah tobat, salah kepada manusia minta maaf.

Cara melaksanakan manatiang  kesalahan adalah sebagai berikut :

1. melihat undangan apakah semuanya sudah hadir bagi yang tidak hadir apa sudah manyabola, (berpesan )

2. Minta pituah pada Penghulu pucuak apakah acara sudah dapat di mulai,

3. Si pangka mengemukakan maksud dan tujuannya yakni anak kemenakannya

ingin manatiang kesalahan salah batimbang utang babayie minta dipertimbangkan oleh niniak mamak,

4. Ninik mamak memperkatakan tentang kesalahan dan utang yang akan dibayar oleh si pelanggar, ninik

mamak merestui tujuan si pangka,

5. Niniak mamak nagari menyetujui tentang nama kesalahan dan hukum yang diberikan ninik mamak si pokok

terhadap yang bersalah,

6. Alim ulama, pucuk adat, pengurus Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan Kepala Desa merestui keputusan

Ninik Mamak atas permintaan ninik mamak si pokok,

7. Yang bersalah (yang laki-laki) minta maaf dengan bersalaman kepada hadirin, sedang yang perempuan

minta maaf dengan lisan saja dan bersalaman kepada ninik mamak sukunya saja,

8. Berdoa untuk keselamatan,

9. Makan bersama,

10. Undangan minta izin pulang dan undangan turun serta bersalaman.

F. HUKUM, SANGSI & DENDA SECARA ADAT SILUNGKANG

Selain berlaku hukum negara di Silungkang dahulunya juga berlaku hukum adat. macam hukum di Silungkang.

1. Hukum buang.
a. Dibuang sepanjang adat.
b. Buang tingkarang.
c. Buang pului
d. Di buang dari kampuang.
e. Di buang dari nagari.
2. Denda.
a. Denda satu ekor sapi
b. Denda satu ekor kambing
c. Denda satu ekor ayam.
3. Takuruang diluah.
a. Tidak dibawa selihir semudik
b. Tidak dapat menyelenggarakan kegiatan adat.
c. Indak dinaiaki rumah gadangnyo oleh niniak mamak.

4. Luka diobati bengkak didiang.


a. Dibayar dengan uang.
b. Takalamai.
c. Bajujuangan nasi.

Semua sangsi hukum ini sesuai dengan tingkat kesalahan, dan jenis kesalahan yang dilanggarnya sesuai dengan kata

adat.

1. Kusuik bulu parua manyalasaikan.


2. Kusuik Obuak sikek manyalasaikan.
3. Kusuik bonang dicari ujuang jo pangkanyo.
4. Kusuik sarang tampuo api manyudahi.

Sangsi hukum ini adakalanya dijatuhkan pada satu pihak saja, ada juga yang kedua belah pihak, tetapi ada juga pihak

ketiga juga diberi hukuman.

G. HUKUM DI ANGKAT TANGGA RUMAHNYA

Hukum ini di jatuhkan kepada seseorang yang berbuat keengkaran misalnya apabila ada orang kematian dia tidak

pernah datang atau ada sesuatu kepusan musyawarah untuk beriyur dia tidak mau membayar maka di jatuhkan

hukuman ini, bentuk hukuman ini apa saja yang terjadi pada keluarganya niniak mamak tidak akan datang kerumah

itu kematian atau perhelatan semuanya tidal akn di urus sampai dia mengaku salah dan minta maaf kepada niniak

mamak dan berjanji akan merobah sifat jeleknya itu

Sumber : Monografi Silungkang

kiriman Ilham Syarifudin

https://munirtaher.wordpress.com/2013/01/29/undang-undang-nan-dua-puluh-dan-hukum-adat-di-
silungkang/#:~:text=UNDANG%2DUNDANG%20NAN%20DUA%20PULUH%20DAN%20HUKUM%20ADAT
%20DI%20SILUNGKANG,-UNDANG%2DUNDANG%20NAN&text=Undang%2Dundang%20yang%20dua
%20puluh,terjadinya%20kejahatan%20serta%20cara%20pembuktiannya.

Anda mungkin juga menyukai