Anda di halaman 1dari 10

PROPOSAL BISNIS PARIWISATA ALTERNATIF

WANA WISATA HUTAN PINUS GLAGALINGGAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS INDIVIDU


BISNIS PARIWISATA ALTERNATIF

Prof. Dr. I Putu Gde Sukaatmadja, SE., M.P.

Oleh :
Meliya Hady 2380611032

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pariwisata telah tumbuh menjadi salah satu industri terbesar di
dunia dan merupakan salah satu sektor ekonomi yang tumbuh paling cepat di
dunia. Bisnis pariwisata dapat menjadi strategi pembangunan ekonomi suatu
negara. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan jumlah wisatawan dan
pendapatan suatu negara, bisnis pariwisata massal (mass tourism) sering kali
menjadi pilihannya. Namun tidak dipungkiri pariwisata massal memberikan
dampak negatif yang cukup merugikan khususnya dalam hal kelestarian
lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang dapat memecahkan masalah
yang ditimbulkan dari pariwisata massal, salah satunya dengan diversifikasi produk
pariwisata (termasuk ke bentuk pariwisata alternatif). Di seluruh dunia, ada
kecenderungan permintaan untuk beralih dari pariwisata massal ke bentuk-bentuk
pariwisata alternatif (Poon, 1993). Terjadi perubahan pandangan wisatawan,
khususnya pada para wisatawan yang sudah matang, berpengalaman dan
berpendidikan (mature market) mengenai pentingnya pariwisata yang berbasis
pada konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal (Rizkianto dan
Topowijono, 2018).
Pariwisata alternatif merupakan suatu bentuk kegiatan kepariwisataan yang
tidak merusak lingkungan, berpihak pada ekologis, dan menghindari dampak
negatif dari pembangunan pariwisata berskala besar, yang dijalankan pada suatu
area yang tidak terlalu cepat pembangunannya (Koslowski dan Travis, 1985).
Banyak bentuk pariwisata alternatif baru yang diciptakan untuk melestarikan atau
meningkatkan kondisi lingkungan lokal (ekowisata), budaya (wisata warisan,
wisata religi), dan sosial ekonomi (pariwisata pro masyarakat miskin, pariwisata
berbasis komunitas) (Conway dan Timms2010; Dernoi1988).
Saat ini perkembangan pariwisata alternatif semakin pesat. Banyak negara-
negara dunia yang mengembangkan wisata alternatifnya dengan mengembangkan
kelokalan yang ada di daerahnya. Hal tersebut juga terjadi di Indonesia, dimana
saat ini banyak daerah di Indonesia membangun wisata alternative sebagai

1
destinasi wisata yang menawarkan pengalaman tersendiri bagi wisatawan yang
berkunjung.
Di Bali sendiri telah banyak pariwisata alternatif yang dikembangkan oleh
kelompok masyarakat dan telah menjadi alternative bagi wisatawan yang
berkunjung ke Bali, dengan menonjolkan panorama alam dan ontentisitas setempat.
Salah satu pariwisata alternatif yang juga akan dikembangkan di Bali adalah Wana
Wisata Hutan Pinus Glagalinggah Lestari yang terletak di Hutan Pinus
Glagalinggah, Desa Kintamani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Wana
wisata yang dibangun mengusung konsep The Cultural Forest, yaitu pariwisata
yang mengedepankan kelestarian hutan dan budaya lokal setempat.

Tujuan

1. Menyediakan destinasi wisata alternatif bagi wisatawan yang berkunjung ke


Bali.
2. Mengembangkan perekonomian lokal dan daerah melalui sektor pariwisata.
3. Meningkatkan nilai sumber daya lokal untuk kesejahteraan masyarakat
setempat melalui pembangunan pariwisata.
4. Melestarikan lingkungan hidup melalui pembangunan pariwisata.

METODE
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan proposal bisnis ini adalah
metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan sebuah metode dalam suatu
penelitian yang bertujuan memahami fenomena atau kondisi yang dialami oleh
subjek penelitian seperti persepsi, tindakan, serta motivasi melalui pendeskripsian
dalam bentuk kata-kata (Meleong, 1989). Teknik pengumpulan data dilakukan
melalui observasi dan wawancara mendalam untuk mendapatkan data primer.
Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung oleh peneliti
dari sumber pertamanya (Suryabrata, 1987). Data primer diperoleh melalui
wawancara mendalam kepada Bandesa Desa Adat Glagalinggah, Ketua dan
anggota Kelompok Tani Hutan Glagalinggah Lestari serta UPTD Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) Bali Timur Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup
Provinsi Bali. Wawancara mendalam ini untuk menggali keterangan, pemikiran

2
dan pengalaman-pengalaman masyarakat maupun dinas terkait dalam hal
keikutsertaannya mengembangkan Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah.
Kombinasi hasil pengamatan langsung dan wawancara mendalam dalam
penelitian kualitatif akan menghasilkan data komprehensif dan bermakna.
Data sekunder yang berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi
diperoleh dari sumber yang tidak langsung (Azhar, 2003). Data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari arsip data Desa Adat Glagalinggah
Lestari, data Desa Kintamani, data UPTD KPH Bali Timur Dinas Kehutanan dan
Lingkungan Hidup Provinsi Bali, jurnal, serta beberapa dokumen yang ada pada
penelitian sebelumnya melalui studi literatur. Data primer dan sekunder yang
sudah dikumpulkan, diolah, dan dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan
model analisis SWOT untuk mengkaji faktor internal dan faktor eksternal.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Identifikasi Potensi Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah
Hutan Pinus Glagalinggah terletak di Hulu Bali, tepatnya di Dusun Glagalinggah,
Desa Kintamani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Hutan Lindung ini
berada di bawah pengelolaan UPTD KPH Bali Timur Dinas Kehutanan dan
Lingkungan Hidup Provinsi Bali. Pada tahun 2018 Kelompok Tani Hutan (KTH)
yang beranggotakan masyarakat Desa Adat Glagalinggah mengajukan pengelolaan
hutan melalui Perhutanan Sosial dengan skema Kemitraan Kehutanan kepada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal tersebut mendasari terbitnya
SK 3634/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/5/2018 tentang Pengakuan dan
Perlindungan Kemitraan Kehutanan antara KTH Glagalinggah Lestari dengan
KPH Bali Timur di Desa Kintamani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli.
Berdasarkan SK tersebut KTH Glagalinggah Lestari mendapatkan hak pengelolaan
hutan seluas 51 ha.
Desa Adat Glagalinggah merupakah salah satu Desa Adat di Desa
Kintamani yang terdiri dari satu dusun yaitu Dusun Glagalinggah. Berdasarkan
data statistik desa menunjukkan bahwa jumlah penduduk Dusun Glagalinggah
sebanyak 865 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 235 KK. Berdasarkan

3
jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki Dusun Glagalinggah sebanyak 452 jiwa
dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 413 jiwa.
Mata pencaharian penduduk Dusun Glagalinggah beragam ada yang
sebagai petani, buruh tani, peternak, pedagang, wiraswasta dan pegawai negeri
sipil. Penduduk yang bekerja sebagai petani dan peternak sebanyak 376 orang,
pedagang sebanyak 22 orang, pegawai negeri sipil sebanyak 22 orang, perajin
anyaman bambu sebanyak 13 orang, perajin perak 2 orang, dan sisanya buruh
serabutan sebanyak 50 orang. Dari data di atas dapat diketahui bahwa sebagian
besar mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani dan peternak.
Dari segi kepemilikan lahan, hanya sekitar ± 50% dari warga masyararakat
Desa Adat Glagalinggah yang memiliki lahan pribadi. Mereka memiliki lahan
sekitar 20-50 are per KK. Sisanya 50% KK tidak memiliki lahan atau hanya
memiliki pekarangan di depan rumah saja. Mereka yang tidak memiliki lahan
sampai saat ini bekerja sebagai buruh bangunan. Oleh karena itu, setelah
mendapatkan izin pengelolaan hutan, masyarakat ingin merintis sebuah bisnis
pariwisata alternative berupa wisata alam. Potensi wisata alam yang diharapkan
menjadi rintisan destinasi pariwisata unggulan di Desa Adat Glagalinggah ini
adalah Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah. Pembangunan wana wisata ini
harapkan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di Desa Adat
Glagalinggah Lestari.
Berada di Hulu Bali dengan ketinggian tempat 1.200 m dpl merupakan
daerah dataran tinggi (pegunungan), daerah ini memiliki peran sangat besar
sebagai daerah tangkapan air (recharge area) di Pulau Bali. Oleh karena itu
pengelolaan Glagalinggah harus dilakukan secara utuh, holistik, dan terpadu
dengan keterlibatan para pihak, khususnya masyarakat. Sejalan dengan tujuan
Program Perhutanan Sosial yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan menjaga kelestarian hutan maka pengelolaan hutan di Glagalinggah diarahkan
untuk wana wisata yang berbasis pelestarian hutan dan budaya. Potensi berupa
keindahan bentang alam, jajaran tegakan pinus yang sangat indah, udara yang
sejuk serta budaya setempat menjadi daya tarik tersendiri yang dapat dijual kepada
wisatawan. Pembanguan obyek wisata ini dapat menjadi destinasi wisata

4
alternative wisatawan yang berkunjung ke Bali khususnya bagi wisatawan yang
tertarik pada bentuk-bentuk pariwisata alternatif, yaitu wisatawan yang dianggap
lebih berpendidikan, lebih tertarik pada budaya lokal, lebih kaya, lebih bersedia
mengeluarkan uang untuk komunitas lokal, dan lebih bertanggung jawab.

Strategi Pengembangan Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah


Berkaitan dengan pengembangan Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah
terdapat faktor-faktor yang menjadi pendorong dan penghambat dalam
pengembangannya sebagai destinasi wisata berbasis pelestarian hutan dan budaya.
Berdasarkan analisis SWOT faktor internal dan eksternal yang berpengaruh
terhadap pengembangan Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah adalah sebagai
berikut:

 Faktor Internal:
a. Strength
1. Potensi berupa keindahan bentang alam, jajaran tegakan pinus yang
sangat indah serta udara yang sejuk
2. Budaya setempat yang otentik menjadi daya tarik tersendiri yang dapat
dijual kepada wisatawan
3. Terdapat lokasi camping ground untuk berkemah di dalam kawasan
hutan.
b. Weaknesses
1. Infrastruktur jalan yang belum ditata dengan baik
2. Informasi dan tata kelola destinasi belum lengkap dan jelas
3. Sarana dan prasarana di lokasi wisata yang belum memadai.
 Faktor Eksternal:
a. Opportunities
1. Satu satunya daya tarik wisata alam berupa Hutan Pinus di Kintamani
yang sangat cocok untuk dikembangkan sebagai destinasi wana wisata
sebagai lokasi healing maupun fotografi

5
2. Pemberdayaan masyarakat sekitar melalui pengembangan wana wisata,
usaha hulu kopi rakyat dan usaha hilir kedai kopi untuk memenuhi
kebutuhan wisatawan
3. Daya tarik wisata edukasi berupa adopsi pohon, sebagai sarana
mengajak masyarakat umum untuk terlibat dalam kelestarian
lingkungan.
b. Threat
1. Perilaku wisatawan yang tidak ramah lingkungan akan menganggu
kelestarian lingkungan destinasi.
2. Konflik pemangku kepentingan dalam pengelolaan destinasi Wana
Wisata Hutan Pinus Glagalinggah.
3. Pengelolaan sampah dalam kawasan hutan perlu menjadi perhatian
khusus.

Berdasarkan identifikasi faktor yang melibatkan aspek SWOT di atas menunjukkan


bahwa strategi yang dilakukan untuk pengembangan Wana Wisata Hutan Pinus
Glagalinggah adalah
Strength - Opportunity:
Optimalisasi Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah menjadi lokasi wisata yang
mengedepankan eco-edu yaitu memperhatikan lingkungan dan edukasi kepada
masyarakat. Serta memberikan manfaat bagi penduduk lokal secara ekonomi yang
berupa alternative penghasilan baru terkait tiket wisata serta penyediaan produk
makanan dan kopi lokal melalui kedai kopi.
Weaknesses - Opportunity:
Penataan infrastruktur di lokasi dapat dilakukan melalui kerjasama, koordinasi dan
kolaborasi multi stakeholder, baik dengan pemerintah setempat, swasta, dan
lembaga non pemerintah. Peningkatan sarana jalan serta petunjuk yang jelas dan
informatif akan memudahkan wisatawan untuk mengunjungi destinasi wisata ini.
Strenght - Threat:
Untuk menghindari kerusakan destinasi Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah
perlu dilakukan koordinasi dan perumusan pedoman tata kelola destinasi dengan
mempertimbangkan daya dukung dan daya tamping lokasi wana wisata.

6
Weaknesses - Threat:
Apabila kelemahan dan ancaman tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
potensi wana wisata ini berkembang ke arah yang akan merusak lingkungan dan
selanjutnya potensi wana wisata ini tidak akan dikunjungi lagi oleh wisatawan.
Diperlukan upaya untuk membangun kesadaran SDM pengelola dan wisatawan
akan pentingnya pariwisata yang berkelanjutan.
Berdasarkan identifikasi atribut pariwisata secara faktual, strategi
pengembangan yang tepat adalah Strength to Opportunity, yaitu strategi yang
dilakukan melalui pemanfaatan hutan pinus Glagalinggah sebagai destinasi
pariwisata berbasis pelestarian hutan dan budaya melalui kegiatan promosi berupa
mengadakan atraksi tari-tarian lokal di lokasi Amphitheater untuk menarik
wisatawan berkunjung. Atraksi tari-tarian dapat dilakukan setiap akhir pekan untuk
menarik animo wisatawan.
Selain pemanfaatan Strenght - Opportunity diperlukan juga strategi peningkatan
kualitas aksesibilitas, amenitas, dan layanan dukungan pariwisata lainnya di
kawasan Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah, yaitu:

1. Aksesibilitas
Peningkatan kualitas aksesibilitas menuju destinasi wisata menjadi prioritas
dalam memberikan kemudahan dan kenyamanan wisatawan. Jalan di dalam
kawasan hutan pinus perlu diperbaiki dengan menggunakan konsep dan
kualitas jalan yang tidak merusak lingkungan. Selain itu fasilitas parkir harus
disiapkan dengan baik.
2. Amenitas
Destinasi Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah belum memiliki fasilitas
akomodasi untuk melayani kebutuhan wisatawan yang berkunjung. Konsep
Homestay cocok untuk diterapkan dalam pengembangan destinasi yang
berkelanjutan. Pelibatan masyarakat setempat dalam menyediakan fasilitas
akomodasi bagi wisatawan diharapkan dapat memberikan dampak ekonomi
yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya kelompok Tani
Hutan Glagalinggah Lestari sebagai kelompok masyarakat yang mengelola
kawasan hutan ini. Fasilitas lain yang dapat menjadi potensi peningkatan

7
ekonomi masyarakat sekitar adalah menyediakan kedai kopi sekaligus warung
makan dan showcase untuk memajang produk-produk yang dihasilkan oleh
masyarakat lokal baik yang berbentuk produk makanan maupun kerajinan.
Salah satu produk khas dari destinasi Wana Wisata Hutan Pinus Glagalinggah
adalah kopi yang dihasilkan dari lahan milik anggota kelompok tani hutan
tersebut.
Aspek promosi menjadi salah satu unsur penting dalam pengembangan Wana
Wisata Hutan Pinus Glagalinggah. Promosi dapat dilakukan melalui offline
maupun online. Penggunaan platform media online menjadi kebutuhan dan
tuntutan baru dalam pengembangan destinasi pariwisata.

IMPLIKASI DAN SARAN


Implikasi
Perspektif yang berorientasi pasar merupakan suatu pandangan, perspektif atau
budaya yang terlihat dari proses dan aktivitas perusahaan dalam menciptakan nilai
tertinggi bagi kebutuhan dan keinginan pelanggan sebagai inti dari proses
pemasaran, yaitu fokus pada kepuasan konsumen . Perspektif yang berorientasi
pasar menentukan keberhasilan strategi korporasi, bisnis, dan pemasaran.
Saran
Perspektif yang berorientasi pasar merupakan suatu pandangan, perspektif atau
budaya yang terlihat dari proses dan aktivitas perusahaan dalam menciptakan nilai
tertinggi bagi kebutuhan dan keinginan pelanggan sebagai inti dari proses

DAFTAR PUSTAKA

Istvan, Egresi. 2016. Alternative Tourism in Turkey, Role, Potential Development


and Sustainibility. Springer. Jerman.
Kurniawan, Kunkun, Reiza D Dienaputra, Cecep Ucu Rahman. 2021.
“Pengembangan Ekowisata Situ Cimeuhmal Berbasis Masyarakat di Desa
Banjaran Wetan Kabupaten Bandung”. Jurnal Pariwisata Terapan. Vol.5.
No.2.
Parida, Ida. 2021, “Strategi Pengembangan Wisata Alam Di Wana Wisata Curug
Citambur KPH Cianjur”, Jurnal Wanamukti. Vol. 24. No.1.

8
Walid Masruri, N, Deki Fermansyah, Arya Arismaya Metananda, Nur Suhada,
Muhammad Haidar Daulay. 2023. “Pengembangan Pengelolaan Wisata
Berbasis Masyarakat Pasca Pandemi Covid-19 di Objek Wanawisata
Pinusssari, RPH Mangunan, KPH Yogyakarta, Journal of Tropical Upland
Resources. Vol.5. No.1.

Anda mungkin juga menyukai