Lembaga-lembaga Negara bersengketa di sebabkan oleh pertama sistem
ketatanegaraan yang diadopsikan dalam ketentuan UUD 1945 sesudah perubahan I, II II dan IV, Mekanisme hubungan antarlembaga negara bersifat horizontal, tidak lagi vertikal. Jika sebelumnya kita mengenal adanya lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara, maka sekarang tidak ada lagi lembaga tertinggi negara. MPR bukan lagi lembaga yang paling tinggi kedudukannya dalam bangunan struktur sistem ketatanegaraan kita, melainkan sederajat satu sama lain dengan lembaga-lembaga konstitusional lainnya, seperti Presiden, DPR, DPD, MK, MA dan BPK. Checks and balances merupakan prinsip hubungan antar lembaga, dimana lembaga-lembaga tersebut diakui sederajat tetapi saling mengendalikan, sehingga dalam melaksanakan kewenangan UUD terdapat perselisihan dalam menafsirkannya, mekanisme penyelesaian sengketa tersebut dilakukan melalui proses peradilan tata negara yaitu dengan nama Mahkamah Konstitusi. Sebab yang kedua adalah norma-norma yang menentukan kewenangan- kewenangan subyek kelembagaan yang diatur dalam UUD 1945 tidak hanya terkait dengan subyek-subyek ketatanegaraan yang biasa dikenal sebagai lembaga negara, melainkan terkait pula dengan subyek-subyek kelembagaan yang lebih luas. Subyek yang di maksud misalnya TNI (tentara Nasional Indonesia), Kepolisian Negara, Pemerintah Daerah, dan sebagainya. Jika lembaga tersebut menghadapi hambatan dalam melaksanakan kewenangan konstitusionalnya masing-masing, maka lembaga tersebut dapat mengajukan persoalannya untuk diselesaikan di Mahkamah Konstitusi melalui perkara sengketa kewenangan konstitusional antarlembaga negara. Oleh karena kedua alasan itu, maka buku ini memberikan informasi dan pengertian mengenai seluk beluk prosedur beracara di Mahkamah konstitusi berkenaan dengan perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara.