Anda di halaman 1dari 6

LEMBAR SOAL

TUGAS TUTORIAL-1

NAMA : RIMA WAHYU RAMADHAN


NIM : 042238218

1. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dibentuk setelah perubahan UUD 1945.


Kendati demikian, sesungguhnya gagasan untuk membentuk Mahkamah Konstitusi
sudah ada sejak pembahasan Rancangan UUD 1945 di BPUPKI. Pada saat itu, M Yamin
mengatakan bahwa sebaiknya dibentuk lembaga konstitusional yang berfungsi menguji
setiap Undang-Undang. Namun, gagasan itu tidak disetujui Soepomo dengan alasan
bahwa sebagai negara yang baru merdeka, Republik Indonesia belum memiliki ahli-ahli
hukum yang cakap untuk melaksanakan kewenangan pengujian UU tersebut.

Pertanyaan:
a. Mengapa Mahkamah Konstitusi sangat diperlukan dalam sebuah negara hukum yang
demokratis?

Jawaban:
Menyaksikan situasi bangsa kita hari ini, barangkali tidak ada kata lain selain kata
memprihatinkan. Persoalan-persoalan pelik yang melanda bangsa ini silih berganti
datang. Belum usai persoalan yang satu sudah disusul oleh persoalan berikutnya yang tak
kalah pelik, dan begitu seterusnya.Yang sangat jelas, problem serius melanda bidang
penegakan hukum di mana hukum yang dibuat dan ditegakkan, seolah kehilangan nyawa.
Hukum dapat dengan mudah dirasuki oleh kepentingan sesaat yang justru bertentangan
dengan tujuan hukum itu sendiri. Begitu pula di ranah politik, yang hanya menyuguhkan
panggung perebutan kekuasaan yang minim etika.Tata kelola perekonomian, seperti
pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, serta keuangan negara, pada umumnya
belum memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Politik identitas dan kepentingan mengalahkan visi kebersamaan sebagai bangsa
seiring rasa saling percaya di antara sesama warga bangsa yang memudar pelan-
pelan.Distrust itu telah menimbulkan disorientasi, tak ada pegangan bagi rakyat
mengenai hendak dibawa ke mana bangsa ini dijalankan. Pada gilirannya, disorientasi itu
pun berpeluang mencetak pembangkangan (disobedience), yang dalam skala kecil atau
besar, sama-sama membahayakan bagi integrasi bangsa dan negara.Segala cara telah
diupayakan guna memperbaiki sistem, baik hukum, sosial, politik, dan ekonomi, namun
hal ini tak juga menunjukkan hasil. Maka, banyak yang kemudian meyakini bahwa
problem sebenarnya bukanlah soal sistem belaka, melainkan terkait dengan soal etika
berbangsa dan bernegara yang meredup.Betapa pun sistem diubah dan diganti, tetap saja
problem tak kunjung tuntas teratasi selama kita belum mampu membenahi etika
berbangsa dan bernegara. Jadi, inti persoalannya sekarang ialah soal melemahnya etika
berbangsa dan bernegara. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan kondisi bangsa
ini haruslah memperhatikan fakta bahwa krisis ini bertalian erat dengan krisis etika dan
moralitas.Untuk itu, upaya menemukan solusi harus disertai upaya mengingat dan
memperkuat kembali prinsip-prinsip fundamen etis-moral dan karakter bangsa
berdasarkan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam
konstitusi kita, UUD 1945. Buku Konstitusi Bernegara (Praksis Kenegaraan Bermartabat
dan Demokratis) karya Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. memberikan wawasan dan
pembahasan yang menarik mengenai pentingnya penyelenggaraan negara yang baik
dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 agar tercipta kehidupan berbangsa
yang bermartabat dan demokratis.
Tulisan dalam buku ini terdiri atas 5 (lima) bagian, yaitu:
(1) Aktualisasi dan Potret Konstitusi dalam Praksis Kenegaraan,
(2) Akuntabilitas Hukum dan Penyelenggaraan Good Governance,
(3) Wajah Demokrasi Pasca-Perubahan UUD 1945,
(4) Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Konstitusi, dan
(5) Kesadaran Berkonstitusi dalam Pembangunan Bangsa.Dalam konsep negara hukum
demokratis, demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan hukum itu
sendiri ditentukan melalui cara-cara demokratis berdasarkan konstitusi.
Dengan demikian, aturan dasar penyelenggaraan negara harus disandarkan kembali
secara konsisten pada konstitusi.Tanpa kecuali, semua aturan hukum yang dibuat melalui
mekanisme demokrasi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam konstitusi. UUD 1945 yang terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal itu menjadi
acuan negara dan masyarakat. Bagi negara, konstitusi adalah kontrak sosial antara
penguasa dan rakyat yang telah memberikan mandatnya untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara.Bagi masyarakat, konstitusi menjadi acuan dalam bertindak dan
bertingkah laku dalam setiap aktivitas berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Negara
Indonesia adalah negara hukum. Secara konstitusional hal ini ditegaskan dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945. Bahkan, secara historis negara hukum (Rechtsstaat ) adalah negara
yang diidealkan oleh para pendiri bangsa. Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Upaya pembangunan hukum
hingga saat ini lebih banyak terkonsentrasi pada masalah substansi hukum dan struktur
hukum atau elemen kelembagaan (institusional) dan elemen kaidah aturan (instrumental).
Salah satu faktor yang ditengarai bila hukum tidak berjalan, kendalanya adalah budaya
hukum masyarakat. Dengan demikian, untuk menjalankan konstitusi juga diperlukan
adanya budaya berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi
diperlukan pemahaman terhadap norma-norma dasar yang menjadi muatan dasar
konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi masyarakat untuk selalu menjadikan
konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Namun, patut disadari upaya membangun kesadaran mengenai pentingnya konstitusi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu tidak mudah. Karena yang menyusun
dan merumuskan teks UUD 1945 hanyalah segelintir elite tokoh-tokoh yang mengklaim
atau diklaim mewakili seluruh rakyat Indonesia melalui proses sistem permusyawaratan
dan perwakilan di lembaga MPR. Oleh sebab itu, upaya pemasyarakatan nilai-nilai dan
norma yang terkandung di dalam UUD 1945 itu sangat penting. Upaya pemasyarakatan
itu bukanlah pekerjaan ringan dan dapat dibebankan hanya kepada salah satu institusi
kenegaraan.
b. Bagaimana keterkaitan antara Mahkamah Konstitusi dengan implementasi checks and
balances di Indonesia?

Jawaban :

Keinginan mewujudkan pemerintahan yang demokratis dengan mekanismechecks and


balances, setara dan seimbang antara cabang-cabang kekuasaan negara, terwujudnya
supremasi hukum dan keadilan, serta menjamin, melindungi, dan terpenuhinya hak asasi
manusia, telah tertata dengan cukup baik dalam UUD 1945 hasil amandemen yang
dilakukan sejak 1999-2002. Mekanismechecks and balancesbertujuan mewujudkan
pemerintahan yang demokratis.Checks and balancesadalah saling mengontrol, menjaga
keseimbangan antara lembaga-lembaga negara atau yang biasa kita sebut dengan cabang-
cabang kekuasaan negara,” ujar Hakim Konstitusi H.M. Akil Mochtar kepada para
mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Yos Sudarso Surabaya, Jumat (30/11)
siang di Mahkamah Konstitusi (MK). amandemen UUD 1945 tidak terlepas dari
kelemahan UUD 1945 sebelum amandemen, karena dinilai tidak mampu menyelesaikan
persoalan-persoalan yang muncul dalam praktik ketatanegaraan. Hal itu disebabkan
penerapan sistem pembagian kekuasaan (distribution of power) tidak dilakukan secara
benar.alasan digunakan mekanisme checks and balancespada sistem pemerintahan yang
demokratis mekanisme.
Mahkamah Konstitusi memiliki peran yang penting dalam implementasi checks and
balances di Indonesia. Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi berfungsi sebagai
lembaga yang bertugas mengawasi dan menegakkan prinsip-prinsip konstitusi untuk
memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan oleh cabang-cabang pemerintahan.
Dengan kata lain, Mahkamah Konstitusi bertindak sebagai pengawal untuk memastikan
bahwa setiap tindakan atau kebijakan dari cabang eksekutif, legislatif, atau lembaga
lainnya sesuai dengan ketentuan konstitusi.
Hakim Konstitusi H.M. Akil Mochtar menegaskan pentingnya checks and balances
dalam menjaga keseimbangan antara lembaga-lembaga negara. Hal ini menunjukkan
bahwa Mahkamah Konstitusi diakui sebagai salah satu elemen penting dalam sistem
checks and balances di Indonesia. Amandemen UUD 1945 yang dilakukan sejak tahun
1999-2002 juga merupakan bukti nyata dari upaya untuk memperbaiki kelemahan dalam
sistem konstitusi sebelumnya. Melalui amandemen tersebut, berbagai perubahan
signifikan telah dilakukan untuk memperkuat mekanisme checks and balances dan
meningkatkan supremasi hukum serta perlindungan hak asasi manusia.
Jadi, secara keseluruhan, Mahkamah Konstitusi memainkan peran krusial dalam
memastikan implementasi checks and balances di Indonesia dengan mengawasi kegiatan
cabang-cabang kekuasaan negara dan menegakkan prinsip-prinsip konstitusi untuk
menjaga keseimbangan antara kekuatan-kekuatan tersebut.

Sumber Referensi :
Indrati, Maria Farida dkk. 2016. Teori Perundang-Undangan. Tangerang: Universitas
Terbuka.
Subiyanto, A. E. (2016). Mendesain Kewenangan kekuasaan kehakiman setelah
Perubahan UUD 1945. Jurnal Konstitusi, 9(4), 661-680.

https://www.mkri.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=1&menu=2 diakses pada


tanggal 04/05/2024
https://komisiyudisial.go.id/frontend/publication_download/61 diakses pada tanggal
04/05/2024
https://mpr.go.id/img/jurnal/file/020222_2020%20_%20Condraft%20Final%20UI%20(
Tim%20A)%20-%20Evaluasi%20thdp%20UUD%20NRI%20Tahun%201945.pdf
diakses pada tanggal 04/05/2024
https://repository.uir.ac.id/1984/1/konstitusi%20dan%20kelembagaan%20negara%20y
usri.pdf diakses pada tanggal 04/05/2024

2. Judicial review yang dilakukan Mahkamah Konstitusi dapat dibagi dalam dua bagian,
yakni judicial review secara formil dan secara materil.

Pertanyaan:
a. Jelaskan perbedaan antara judicial review materil dan formil tersebut.

Jawaban :

Judicial review adalah proses di mana Mahkamah Konstitusi meninjau keberlakuan


suatu undang-undang atau peraturan pemerintah untuk memastikan kesesuaiannya
dengan konstitusi. Pengujian formil adalah pengujian proses pembentukan UU/Perpu
terhadap UUD 1945, sedangkan Pengujian materiil adalah pengujian materi/isi norma
UU/Perpu terhadap UUD 1945. Perbedaan antara judicial review secara materil dan
formil adalah sebagai berikut:

1. Judicial Review Secara Formil:


• Fokus pada prosedur pembentukan undang-undang atau peraturan pemerintah.
• Meninjau apakah proses pembentukan undang-undang atau peraturan pemerintah
telah mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam konstitusi atau hukum yang
berlaku.
• Peninjauan terhadap aspek formil seperti kepatuhan terhadap prosedur legislasi,
pembagian kekuasaan antara badan legislatif dan eksekutif, serta hak-hak
prosedural individu yang mungkin telah dilanggar selama proses pembentukan
undang-undang atau peraturan.

2. Judicial Review Secara Materil:


• Fokus pada substansi atau isi dari undang-undang atau peraturan pemerintah.
• Meninjau apakah isi undang-undang atau peraturan pemerintah tersebut sesuai
dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang diakui dalam konstitusi.
• Peninjauan terhadap aspek materil seperti kesesuaian dengan hak-hak fundamental,
prinsip-prinsip konstitusional, atau nilai-nilai yang diakui oleh konstitusi seperti
keadilan, kesetaraan, dan kebebasan.
Dengan demikian, sementara judicial review secara formil memeriksa prosedur
pembentukan undang-undang atau peraturan pemerintah, judicial review secara materil
memeriksa substansi atau isi dari undang-undang atau peraturan tersebut untuk
memastikan kesesuaiannya dengan konstitusi.

b. Salah satu UU yang kontroversial pada masa pandemi ini adalah Undang-undang Nomor
7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi. Salah satu alasan utamanya adalah minimnya partisipasi
publik dalam pembentukan akibat karena ruang gerak yang terbatas di masa pandemi.
Jika UU ini mau diuji ke MK dengan alasan minim partisipasi publik, tentukan apakah
lebih baik menggunakan hak uji materil atau formil! Jangan lupa alasannya!

Jawaban :

Jika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ingin diuji ke Mahkamah
Konstitusi (MK) dengan alasan minim partisipasi publik, perlu dipertimbangkan apakah
lebih baik menggunakan hak uji materiil atau formil.

1. Uji Materiil: Uji materiil bertujuan untuk menilai substansi atau materi dari suatu UU
apakah sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi atau tidak. Dalam
kasus Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, uji materiil akan menilai
apakah isi dari UU tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi, seperti hak
asasi manusia, pembagian kekuasaan, atau prinsip demokrasi.

2. Uji Formil: Uji formil, di sisi lain, menilai apakah proses pembentukan suatu UU telah
mengikuti prosedur yang diatur dalam konstitusi atau tidak. Dalam konteks pembahasan
ini, jika alasan minimnya partisipasi publik dalam pembentukan UU tersebut dijadikan
dasar, uji formil akan menilai apakah proses tersebut telah sesuai dengan prosedur yang
diatur dalam konstitusi, seperti tahapan penyusunan, keterbukaan, dan partisipasi publik.

Dalam kasus ini, jika alasan utama untuk menguji UU tersebut adalah minimnya
partisipasi publik dalam proses pembentukannya karena ruang gerak yang terbatas di
masa pandemi, maka lebih tepat menggunakan hak uji formil. Alasannya adalah sebagai
berikut:

1. Kaitannya dengan Konstitusi: Penilaian terhadap proses pembentukan UU (uji formil)


erat kaitannya dengan aspek-aspek prosedural dalam konstitusi. Jika ada pelanggaran
terhadap prosedur yang diatur dalam konstitusi, ini bisa dianggap sebagai penyimpangan
dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi.

2. Perlindungan Terhadap Partisipasi Publik: Uji formil memungkinkan MK untuk


menilai apakah partisipasi publik telah diakomodasi sesuai dengan yang diharapkan
dalam proses pembentukan UU. Dalam konteks ini, jika partisipasi publik minim karena
ruang gerak yang terbatas selama pandemi, MK dapat mengevaluasi apakah pemerintah
telah melakukan upaya yang memadai untuk memfasilitasi partisipasi publik dalam
kondisi yang tidak biasa tersebut.
3. Koreksi Prosedural: Jika MK menemukan pelanggaran prosedural dalam pembentukan
UU, hal ini dapat menyebabkan perbaikan atau koreksi prosedural di masa depan, yang
pada gilirannya dapat memperkuat proses demokratis dan keberlanjutan negara hukum.

Dengan demikian, dalam konteks ini, hak uji formil akan lebih tepat untuk menilai
apakah pembentukan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 telah sesuai dengan prosedur
yang diatur dalam konstitusi Indonesia, terutama terkait dengan partisipasi publik yang
minim akibat pandemi.

Sumber Referensi :
Indrati, Maria Farida dkk. 2016. Teori Perundang-Undangan. Tangerang: Universitas
Terbuka.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/bedanya-ijudicial-review-i-dengan-hak-uji-
materiil-cl4257/ diakses pada tanggal 04/05/2024
https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/74/pdf diakses pada
tanggal 04/05/2024
https://core.ac.uk/download/pdf/229022534.pdf diakses pada tanggal 04/05/2024

Anda mungkin juga menyukai