TUGAS TUTORIAL-1
Pertanyaan:
a. Mengapa Mahkamah Konstitusi sangat diperlukan dalam sebuah negara hukum yang
demokratis?
Jawaban:
Menyaksikan situasi bangsa kita hari ini, barangkali tidak ada kata lain selain kata
memprihatinkan. Persoalan-persoalan pelik yang melanda bangsa ini silih berganti
datang. Belum usai persoalan yang satu sudah disusul oleh persoalan berikutnya yang tak
kalah pelik, dan begitu seterusnya.Yang sangat jelas, problem serius melanda bidang
penegakan hukum di mana hukum yang dibuat dan ditegakkan, seolah kehilangan nyawa.
Hukum dapat dengan mudah dirasuki oleh kepentingan sesaat yang justru bertentangan
dengan tujuan hukum itu sendiri. Begitu pula di ranah politik, yang hanya menyuguhkan
panggung perebutan kekuasaan yang minim etika.Tata kelola perekonomian, seperti
pemanfaatan sumber daya alam, tenaga kerja, serta keuangan negara, pada umumnya
belum memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat. Politik identitas dan kepentingan mengalahkan visi kebersamaan sebagai bangsa
seiring rasa saling percaya di antara sesama warga bangsa yang memudar pelan-
pelan.Distrust itu telah menimbulkan disorientasi, tak ada pegangan bagi rakyat
mengenai hendak dibawa ke mana bangsa ini dijalankan. Pada gilirannya, disorientasi itu
pun berpeluang mencetak pembangkangan (disobedience), yang dalam skala kecil atau
besar, sama-sama membahayakan bagi integrasi bangsa dan negara.Segala cara telah
diupayakan guna memperbaiki sistem, baik hukum, sosial, politik, dan ekonomi, namun
hal ini tak juga menunjukkan hasil. Maka, banyak yang kemudian meyakini bahwa
problem sebenarnya bukanlah soal sistem belaka, melainkan terkait dengan soal etika
berbangsa dan bernegara yang meredup.Betapa pun sistem diubah dan diganti, tetap saja
problem tak kunjung tuntas teratasi selama kita belum mampu membenahi etika
berbangsa dan bernegara. Jadi, inti persoalannya sekarang ialah soal melemahnya etika
berbangsa dan bernegara. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan kondisi bangsa
ini haruslah memperhatikan fakta bahwa krisis ini bertalian erat dengan krisis etika dan
moralitas.Untuk itu, upaya menemukan solusi harus disertai upaya mengingat dan
memperkuat kembali prinsip-prinsip fundamen etis-moral dan karakter bangsa
berdasarkan falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam
konstitusi kita, UUD 1945. Buku Konstitusi Bernegara (Praksis Kenegaraan Bermartabat
dan Demokratis) karya Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. memberikan wawasan dan
pembahasan yang menarik mengenai pentingnya penyelenggaraan negara yang baik
dengan berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945 agar tercipta kehidupan berbangsa
yang bermartabat dan demokratis.
Tulisan dalam buku ini terdiri atas 5 (lima) bagian, yaitu:
(1) Aktualisasi dan Potret Konstitusi dalam Praksis Kenegaraan,
(2) Akuntabilitas Hukum dan Penyelenggaraan Good Governance,
(3) Wajah Demokrasi Pasca-Perubahan UUD 1945,
(4) Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Konstitusi, dan
(5) Kesadaran Berkonstitusi dalam Pembangunan Bangsa.Dalam konsep negara hukum
demokratis, demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan hukum itu
sendiri ditentukan melalui cara-cara demokratis berdasarkan konstitusi.
Dengan demikian, aturan dasar penyelenggaraan negara harus disandarkan kembali
secara konsisten pada konstitusi.Tanpa kecuali, semua aturan hukum yang dibuat melalui
mekanisme demokrasi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam konstitusi. UUD 1945 yang terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal itu menjadi
acuan negara dan masyarakat. Bagi negara, konstitusi adalah kontrak sosial antara
penguasa dan rakyat yang telah memberikan mandatnya untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara.Bagi masyarakat, konstitusi menjadi acuan dalam bertindak dan
bertingkah laku dalam setiap aktivitas berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Negara
Indonesia adalah negara hukum. Secara konstitusional hal ini ditegaskan dalam Pasal 1
ayat (3) UUD 1945. Bahkan, secara historis negara hukum (Rechtsstaat ) adalah negara
yang diidealkan oleh para pendiri bangsa. Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa
berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Upaya pembangunan hukum
hingga saat ini lebih banyak terkonsentrasi pada masalah substansi hukum dan struktur
hukum atau elemen kelembagaan (institusional) dan elemen kaidah aturan (instrumental).
Salah satu faktor yang ditengarai bila hukum tidak berjalan, kendalanya adalah budaya
hukum masyarakat. Dengan demikian, untuk menjalankan konstitusi juga diperlukan
adanya budaya berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi
diperlukan pemahaman terhadap norma-norma dasar yang menjadi muatan dasar
konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi masyarakat untuk selalu menjadikan
konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Namun, patut disadari upaya membangun kesadaran mengenai pentingnya konstitusi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentu tidak mudah. Karena yang menyusun
dan merumuskan teks UUD 1945 hanyalah segelintir elite tokoh-tokoh yang mengklaim
atau diklaim mewakili seluruh rakyat Indonesia melalui proses sistem permusyawaratan
dan perwakilan di lembaga MPR. Oleh sebab itu, upaya pemasyarakatan nilai-nilai dan
norma yang terkandung di dalam UUD 1945 itu sangat penting. Upaya pemasyarakatan
itu bukanlah pekerjaan ringan dan dapat dibebankan hanya kepada salah satu institusi
kenegaraan.
b. Bagaimana keterkaitan antara Mahkamah Konstitusi dengan implementasi checks and
balances di Indonesia?
Jawaban :
Sumber Referensi :
Indrati, Maria Farida dkk. 2016. Teori Perundang-Undangan. Tangerang: Universitas
Terbuka.
Subiyanto, A. E. (2016). Mendesain Kewenangan kekuasaan kehakiman setelah
Perubahan UUD 1945. Jurnal Konstitusi, 9(4), 661-680.
2. Judicial review yang dilakukan Mahkamah Konstitusi dapat dibagi dalam dua bagian,
yakni judicial review secara formil dan secara materil.
Pertanyaan:
a. Jelaskan perbedaan antara judicial review materil dan formil tersebut.
Jawaban :
b. Salah satu UU yang kontroversial pada masa pandemi ini adalah Undang-undang Nomor
7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi. Salah satu alasan utamanya adalah minimnya partisipasi
publik dalam pembentukan akibat karena ruang gerak yang terbatas di masa pandemi.
Jika UU ini mau diuji ke MK dengan alasan minim partisipasi publik, tentukan apakah
lebih baik menggunakan hak uji materil atau formil! Jangan lupa alasannya!
Jawaban :
Jika Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ingin diuji ke Mahkamah
Konstitusi (MK) dengan alasan minim partisipasi publik, perlu dipertimbangkan apakah
lebih baik menggunakan hak uji materiil atau formil.
1. Uji Materiil: Uji materiil bertujuan untuk menilai substansi atau materi dari suatu UU
apakah sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam konstitusi atau tidak. Dalam
kasus Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, uji materiil akan menilai
apakah isi dari UU tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi, seperti hak
asasi manusia, pembagian kekuasaan, atau prinsip demokrasi.
2. Uji Formil: Uji formil, di sisi lain, menilai apakah proses pembentukan suatu UU telah
mengikuti prosedur yang diatur dalam konstitusi atau tidak. Dalam konteks pembahasan
ini, jika alasan minimnya partisipasi publik dalam pembentukan UU tersebut dijadikan
dasar, uji formil akan menilai apakah proses tersebut telah sesuai dengan prosedur yang
diatur dalam konstitusi, seperti tahapan penyusunan, keterbukaan, dan partisipasi publik.
Dalam kasus ini, jika alasan utama untuk menguji UU tersebut adalah minimnya
partisipasi publik dalam proses pembentukannya karena ruang gerak yang terbatas di
masa pandemi, maka lebih tepat menggunakan hak uji formil. Alasannya adalah sebagai
berikut:
Dengan demikian, dalam konteks ini, hak uji formil akan lebih tepat untuk menilai
apakah pembentukan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 telah sesuai dengan prosedur
yang diatur dalam konstitusi Indonesia, terutama terkait dengan partisipasi publik yang
minim akibat pandemi.
Sumber Referensi :
Indrati, Maria Farida dkk. 2016. Teori Perundang-Undangan. Tangerang: Universitas
Terbuka.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/bedanya-ijudicial-review-i-dengan-hak-uji-
materiil-cl4257/ diakses pada tanggal 04/05/2024
https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/viewFile/74/pdf diakses pada
tanggal 04/05/2024
https://core.ac.uk/download/pdf/229022534.pdf diakses pada tanggal 04/05/2024