Anda di halaman 1dari 15

PUBLIKASI ILMIAH

Untuk Memperoleh Angka Kredit dalam Jabatan Fungsional Guru


A. Pendahuluan
Istilah “Publikasi Ilmiah” atau disingkat “PI”, penggunaan suku katanya seringkali disandingkan
dengan “KI” atau “Karya Inovatif”, sehingga menjadi satu paket dengan sebutan “PIKI”, yaitu
kependekan dari “Publikasi ilmiah dan Karya Inovatif. Popularitas Publikasi Ilmiah saat ini tidak lepas
dari latar belakang turunnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi (Permen PAN dan RB) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, serta disusul dengan Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya sebagai payung hukum dilaksanakannya
kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), yang didalamnya terdapat unsur Publikasi
Ilmiah.
Tujuan dilaksanakannya PKB dimaksudkan dalam upaya mewujudkan guru yang profesional,
bermatabat dan sejahtera, sehingga guru dapat berpartisifasi aktif untuk membentuk insan Indonesia yang
bertakwa kepada Tuhan YME, unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki jiwa estetis, etis,
berbudi pekerti luhur, dan berkepribadian. Menjadi guru profesional sebagaimana tujuan PKB, tidak
sesederhana seperti yang kita bayangkan, akan tetapi dilalui dengan berbagai tahapan penting yang
berujung pada pengumpulan poin angka kredit sebanyak-banyak hingga sampai pada kriteria tertentu
yang dipersyaratkan dalam jenjang pangkat jabatan fungsional guru. Dengan demikian guru diharapkan
akan termotivasi untuk mencapai pangkat puncak PNS Pembina Utama, golongan/ruang IV/e. Dalam
terminologinya kata profesional sendiri (Satori, 2012) dapat dimaknai dalam dua hal sekaligus: Pertama,
orang yang menyandang suatu profesi, misalnya “Dia seorang profesional”. Kedua penampilan seseorang
dalam melakukan pekerjaaannya yang sesuai dengan profesinya. Dalam kegiatan sehari-hari seorang
profesional melakukan pekerjaan sesuai dengan ilmu yang telah dimilikinya, jadi tidak asal tahu saja.
Sementara konsep profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya
memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang
tinggi. Keahliannya diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus diperuntukkan untuk itu, dengan
kurikulum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian seorang guru yang profesional, yaitu
guru memiliki kompetensi dalam ilmu pengetahuan, sehingga mendorong guru untuk senantiasa berusaha
melakukan berbagai penemuan khususnya berkaitan dengan permasalahan pendidikan, selanjutnya hasil
dari penemuan tersebut menjadi solusi terbaik bagi diri sendiri secara individu maupun kelembagaan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini dalam pelaksanaan PKB khususnya pada unsur publikasi
ilmiah seringkali diidentikkan hanya dengan membuat PTK atau jurnal semata, padahal banyak unsur
penting lainnya yang terdapat dalam publikasi ilmiah, seperti: Karya tulis berupa laporan hasil penelitian
pada bidang pendidikan di sekolah, dan diterbitkan/dipublikasikan dalam majalah/jurnal ilmiah, artikel
ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan, atau berupa publikasi
buku teks pelajaran, buku pengayaan, serta pedoman guru.
Dari kegiatan Publikasi Ilmiah inilah setidaknya dapat mendorong sekaligus membekali para guru
untuk memiliki kemampuan dalam memahami tekhnik-tekhnik penelitian ilmiah itu dengan tepat,
minimal mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan upaya meningkatkan kualitas praktek pembelajaran
didalam kelas. Oleh karenanya menjadi sangat penting seorang guru memiliki kompetensi yang memadai
dalam prinsip-prinsip dasar dan cara-cara melaksanakan penelitian ilmiah pendidikan, antara lain: (1)
memahami dasar-dasar penggunaan metode ilmiah dalam penelitian pendidikan; (2) memahami teknik
dan prosedur penelitian pendidikan terutama sebagai konsumen hasil-hasil penelitian pendidikan; (3)
mampu menafsirkan hasil-hasil penelitian untuk perbaikan pengajaran; dan (4) dapat menyelenggarakan
penelitian sederhana untuk keperluan pembelajaran. Penelitian sederhana yang dimaksud tersebut,
mencakup pengamatan kelas pada waktu mengajar, mengidentifikasi faktor-faktor khusus yang
mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar dan mempengaharuhi hasil belajar, menganalisis alat
penilaian untuk mengembangkannya secara lebih efektif.
Namun apa yang menjadi harapan para guru dapat mengembangkan kemampuan menulis
Publikasi Ilmiah bukan perkara yang mudah, ibarat kata tidak segampang membalikkan telapak tangan.
Membangun budaya guru yang melek menulis dalam menuangkan ide gagasan dalam penelitian
pendidikan tidaklah mudah, meskipun dipayungi hukum sebagaimana diamanatkan dalam UU Sisdiknas
Tahun 2003, dan UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 mengenai profesional guru, termasuk
tuntutan dalam membuat karya tulis ilmiah (KTI). Faktanya menunjukkan, bahwa berdasarkan data
Depdiknas tahun 2009, sebanyak 569.611 guru dari 2,7 juta guru yang ada di Indonesia pangkatnya
mandeg di golongan IV/a. Alasannya karena kredit poin dari unsur pengembangan keprofesian
berkelanjutan (PKB), terutama menulis KTI tidak terpenuhi (Suhardiman, 2015) . Sebagai catatan bahwa
pada waktu itu untuk golongan IV/b ke atas masih dikelola oleh pusat (Kementerian). Lebih lanjut dari
data hasil survey yang dilakukan Ikatan Alumni Pascasarjana Universitas Padjadjaran dan Badan
Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Pendidikan Indonesia kepada para guru di Kota Bandung,
Kabupaten Bandung, Kabupaten Subang, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Majalengka
yang dilakukan pada periode bulan April sampai dengan Mei 2008, menunjukkan bahwa penguasaan
guru-guru terhadap karya tulis ilmiah PTK (Penelitian Tindakan Kelas), rata-rata kurang dari 10%
(Undang, 2009)

Dengan demikian ini menjadi sebuah tantangan bersama, kiranya penting untuk
menumbuhkembangkan budaya menulis dikalangan guru, mengingat menulis seolah menjadi tradisi yang
hilang pada jati diri guru, padahal profesi keseharian guru berkecimpung di sekolah yang merupakan
wahana laboratorium dengan seabreg problematik pendidikan yang sangat potensial untuk dijadikan
sebagai bahan kajian penelitian. Tentu kondisi demikian tidak bisa dibiarkan untuk kurun waktu yang
terus-menerus. Saatnya guru dituntut menjadi lebih profesional melalui kegiatan publikasi ilmiah,
sehingga dapat memberi manfaat tidak saja secara teoritis keilmuan, namun juga secara tujuan praktis
guna mendapatkan poin angka kredit yang berguna dalam meniti jenjang karir jabatan fungsional guru.

B. Publikasi Ilmiah (PI)


Berdasarkan Permen PAN & RB Nomor 16 Tahun 2009, bahwa untuk memperoleh besaran angka
kredit didapat dari unsur pendidikan, pembelajaran, unsur penunjang, dan kegiatan PKB. Secara garis
besar yang terdapat dalam publikasi ilmiah yang merupakan bagian dari PKB, terdiri dari tiga kelompok
kegiatan, yakni: (1) Presentasi pada forum ilmiah; (2) publikasi hasil penelitian atau gagasan inovatif
pada bidang pendidikan formal; dan (3) publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan dan/atau pedoman
guru.
Lebih rincinya uraian Publikasi Ilmiah sebagaimana dikutip dari buku Pembinaan dan Pengembangan
Profesi guru Jilid 4 tentang pedoman kegiatan PKB dari kementerian Pendidikan Nasional, Dirjen
PMPTK (Perpu, 2003) sebagai berikut: Pertama, presentasi pada forum ilmiah, berkaitan dengan guru
yang diundang dalam pertemuan ilmiah. Tidak jarang guru diminta menjadi pemeteri yang memberi
presentasi baik sebagai pemrasaran atau pembahas dalam forum ilmiah tersebut. Dengan demikian guru
membuat prasaran ilmiah. Prasaran ilmiah adalah tulisan ilmiah berupa makalah yang berisi ringkasan
laporan hasil penelitian, gagasan ulasan, atau tinjauan ilmiah. Dalam rangka prasaran ilmiah mendapatkan
angka kredit sebagaimana dalam kegiatan PKB, maka isi dari makalah haruslah mengenai permasalahan
pada bidang pendidikan formal pada sekolah sesuai dengan tugas guru yang bersangkutan. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 1, berikut di bawah ini:

Tabel 1
Presentasi pada forum ilmiah

2.1. Satuan Hasil Angka Kredit

a. Pemrasaran/ Nara sumber pada seminar Surat keterangan dan makalah 0,2
atau lokakarya ilmiah
b. Pemrasaran/ nara sumber pada koloqium Surat keterangan dan makalah 0,2
atau diskusi ilmiah

Kedua, publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal,
merupakan karya tulis ilmiah guru yang dapat dipublikasikan semisal laporan penelitian contohnya
laporan Penelitian Tindakan kelas (PTK) atau berupa tinjauan/gagasan ilmiah yang ditulis berdasarkan
pada pengalaman dan sesuai dengan tugas pokok serta fungsi guru. Publikasi ilmiah guru tersebut
meliputi empat kelompok, yakni: (a) Laporan hasil penelitian; (b) Tinjauan Ilmiah; (c) Tulisan ilmiah
popular; dan (d) artikel ilmiah. Uraiannya sebagai berikut, yaitu: 1) laporan hasil penelitian, merupakan
karya tulis ilmiah berisi laporan hasil penelitian yang dilkukan guru pada bidang pendidikan yang telah
dilaksanakan guru di sekolah/madrasahnya dan sesuai dengan tupoksinya, antara lain dapat berupa
laporan PTK. Bentuk laporan hasil penelitan dapat dibedakan berdasarkan pada jenis publikasinya, yaitu
berupa:
1. Laporan hasil penelitian yang diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk buku ber-ISBN dan telah
mendapatkan pengakuan BSNP;
2. Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/dipublikasikan dalam
majalah ilmiah/jurnal ilmiah diedarkan secara nasional dan terakreditasi;
3. Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/dipublikasikan dalam
majalah/jurnal ilmiah tingkat provinsi;
4. Laporan hasil penelitian yang disusun menjadi artikel ilmiah diterbitkan/dipublikasikan dalam
majalah/jurnal hasil penelitian yang diseminarkan di sekolah tingkat kabupaten/kota; dan
5. Laporan hasil peneltikan yang diseminarkan di sekolah/madrasahnya dan disimpan di perpustakaan.
2) Tinjauan ilmiah berupa makalah yang disimpan di perpustakaan, dengan nilai angka kreditnya 2; 3)
Tulisan ilmiah popular adalah tulisan yang dipublikasikan di media massa seperti; Koran, majalah, atau
sejenisnya. Untuk hasil angka kreditnya untuk tulisan imiah popular dibidang pendidikan formal dan
pembelajaran pada satuan pendidikan dan dimuat di media massa tingkat nasional, angka kreditnya 2,
sedangkan bila dimuat di media massa tingkat provinsi, angka kreditnya 1,5; 4) Artikel ilmiah dalam
bidang pendidikan adalah tulisan yang berisi gagasan atau tinjauan ilmiah dalam bidang pendidikan
formal dan pembelajaran di satuan pendidikan yang dimuat di jurnal ilmiah. Jumlah angka kredit artikel
ilmiah dalam bidang pendidikan formal dan pembelajaran pada satuan pendidikan dimuat di jurnal tingkat
nasional terakreditasi, angka kreditnya 2, sedangkan dimuat di jurnal tingkat nasional tidak terakreditasi
atau tingkat provinsi terakreditasi angka kreditnya 1,5. Serta dimuat di jurnal tingkat provinsi tidak
terakreditasi atau tingkat lokal (kabupaten/kota/sekolah/madrasah) angka kreditnya 1. Lebih jelas
mengenai publikasi ilmiah hasil penelitian atau gagasan inovatif dapat dilihat pada table 2, berikut di
bawah ini:
Tabel 2
Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian atau Gagasan Inovatif

Angka
2.2 Macam Publikasi Satuan Hasil
kredit

Buku ber ISBN diedarkan


a. secara nasional atau telah Buku 4
lulus BNSP
Dimuat dalam
b. KTI dalam
majalah/jurnal ilmiah tingkat 3
majalah/Jurnal ilmiah
KTI laporan hasil nasional terakreditasi
penelitian Dimuat dalam
c. KTI dalam
majalah/jurnal ilmiah tingkat 2
majalah/Jurnal ilmiah
provinsi
Dimuat dalam KTI dalam
d. majalah/jurnal ilmiah tingkat majalah/Jurnal ilmiah 1
kabupaten / kota
Laporan Hasil Penelitian
e. KTI laporan hasil yang telah diseminarkan di
Laporan 4
penelitian sekolahnya, dan disimpan di
perpustakaan
f. Makalah tinjauan Makalah yang disimpan di
Makalah 2
ilmiah perpustakaan
Dimuat di media masa Tulisan Ilmiah
tingkat nasional (koran Populer di media 2
g. nasional) masa
Tulisan Ilmiah Populer
Dimuat di media masa Tulisan Ilmiah
tingkat propinsi (koran Populer di media 1,5
daerah) masa
Dimuat dalam majalah/ Artikel ilmiah di
jurnal ilmiah tingkat majalah/ jurnal 2
nasional
Dimuat dalam Artikel ilmiah di
h. majalah/jurnal ilmiah tingkat majalah/ jurnal
Artikel Ilmiah 1,5
provinsi
Dimuat dalam Artikel ilmiah di
majalah/jurnal ilmiah tingkat majalah/ jurnal 1
kabupaten / kota

Ketiga, Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan / atau pedomana guru, meliputi: (a) buku
pelajaran, dapat ditulis oleh guru baik secara individu maupun secara berkelompok. Besaran angka
kreditnya berdasarka jenis buku pelajaran yang lolos penilaian oleh BSNP angka kreditnya 6. Buku
pelajaran yang dicetak oleh penerbit dan ber ISBN, angka kreditnya 3. Buku pelajaran yang dicetak oleh
penerbit tetapi belum ber-ISBN, angka kreditnya 1; (b) Modul/diktat pembelajaran per semester baik
berupa modul maupun diktat. Besaran angka kredi jenis modul dan diktat yang digunakan di tingkat
provinsi, angka kreditnya 1,5, yang digunakan di tingkat kota/kabupaten angka kreditnya 1, dan yang
digunakan di sekolah/madrasah angka kreditnya 0,5; (c) buku dalam bidang pendidikan, yang berisi
pengetahuan yang terkait dengan bidang pendidikan, serta tidak hanya pada siswa pada jenjang
pendidikan tertentu. Besaran angka kreditnya jenis buku dalam bidang pendidikan yang dicetak oleh
penerbit dan ber ISBN, angka kreditnya 3, dan bila buku dicetak oleh penerbit tetapi belum ber-ISBN,
angka kreditnya 1,5; (d) karya terjemahan berupa tulisan yang dihasilkan dari penerjemahan buku
pelajaran dari bahasa asing atau bahasa daerah ke bahasa Indonesia atau sebaliknya. Besaran angka
kreditnya jenis karya terjemahan 1 angka kredit; dan (e) Buku pedoman guru berisi rencana kerja tahunan
guru dalam upaya meningkatkan/memperbaiki kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi proses
pembelajaran. Besaran angka kreditnya untuk jenis buku pedoman guru yaitu 1,5 angka kreditnya. Lebih
jelas mengenai Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/atau pedoman guru dapat dilihat pada
tabel 3, berikut di bawah ini:
Tabel 3
Publikasi Buku Teks Pelajaran, Buku Pengayaan, dan/atau Pedoman Guru

Angka
2.3 Macam Publikasi Satuan Hasil
kredit

1. Buku pelajaran yang lolos Buku


penilaian BSNP 6
2. Buku pelajaran yang Buku
Buku teks pelajaran, dicetak oleh penerbit ber 3
A buku pengkayaan, ISBN
3. Buku pelajaran yang Buku
dicetak oleh penerbit , tetapi 1
BELUM ber ISBN
b. 1. Digunakan di tingkat Modul / Diktat
propinsi dengan pengesahan
dari Dinas Pendidikan 1,5
Propinsi
Modul / Diktat 2. Digunakan di tingkat Modul / Diktat
pembelajaran per kota/kabupaten dengan
semester pengesahan dari Dinas 1
Pendidikan Kota/
Kabupateni
3. Digunakan di tingkat Modul / Diktat 0,5
sekolah/madrasah setempat
1. Buku dalam bidang Buku
pendidikan dicetak oleh 3
penerbit ber ISBN
Buku dalam bidang
C pendidikan 2. Buku dalam bidang Buku
pendidikan dicetak oleh
penerbit tetapi BELUM ber 1,5
ISBN
Karya hasil terjemahan yang Karya terjemahan
D Karya terjemahan dinyatakan oleh kepala 1
sekolah / madrasah
E Buku Pedoman Guru Buku pedoman guru Buku 1

C. Dilema Guru dalam Membuat Laporan Publikasi Ilmiah


Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa hal ikhwal yang berkaitan dengan Publikasi Ilmiah sangat erat
sekali dengan bagaimana kemampuan, kemahiran, dan kepiawaian guru dalam menyampaikan ide
gagasan ke dalam sebuah wacana karya tulis, sehingga dapat diterima oleh pembaca. Menjadi
pertanyaannya adalah, sudah berapa kali Anda sebagai guru telah membuat karya tulis ilmiah dan
dipublikasikan? Berdasarkan hasil empirik jawaban guru sangat bervariasi, seolah mencerminkan
kegalauan hati guru selama ini, seperti ungkapan; “Minta ampun, kalau saya sudah disuruh membuat
karya tulis!”. “Saya bingung harus bagaimana memulai sebuah tulisan ilmiah itu?”. Banyak ide, tapi
bagaimana menuangkannya kedalam tulisan, nggak kebayang!”. “Saya kesulitan untuk menangkap ide
dalam mencari masalah, sebagai bahan dalam mengawali tulisan?”, “Ketimbang saya disuruh membuat
karya tulis, lebih baik saya bicara panjang lebar saja sampai rinci hingga orang mengerti apa yang saya
sampaikan!”, dan sederet kalimat-kalimat lain yang meluncur pada diri guru yang intinya mengeluhkan
tentang sulitnya dalam membuat karya tulis ilmiah. Artinya secara umumnya guru-guru kesulitan dalam
menuangkan ide gagasan kedalam bentuk publikasi ilmiah.
Kondisi demikian barangkali bisa dimaklumi, mungkin bagi sebagian orang menulis itu mudah,
akan tetapi pada sebagian orang lainnya menulis itu menjadi hantu yang menakutkan. Mestinya keluhan
kalimat-kalimat tadi di atas harus sesegera mungkin dikubur dalam-dalam, bukan lagi digali kembali
demi mencari kenyamanan diri, jauh dari sifat untuk mencoba mandiri membuat karya tulis. Toh
sederhananya menulis itu hanya menuangkan kata-kata yang biasa kita ucapkan!. Menulis pada dasarnya
bukan hanya sekadar menuangkan bahasa ujaran kedalam sebuah tulisan, tapi merupakan mekanisme
curahan ide, gagasan atau ilmu yang dituliskan dengan struktur yang benar berkoheren dengan baik
antarparagraf dan bebas dari kesalahan-kesalahan mekanik seperti ejaan dan tanda baca (Alwasilah,
2007). Menulis adalah sebuah kemampuan, kemahiran, dan kepiawaian seseorang dalam menyampaikan
gagasannya ke dalam sebuah wacana agar dapat diterima oleh pembaca yang heterogen baik secara
intelektual maupun sosial. Ditambahkan pula bakat bukanlah syarat mutlak untuk menjadi seorang
penulis. Keterampilan menulis diawali oleh minat kreativitas, sebilangan latihan dan penalaran yang
tajam akan fenomena permasalahan pendidikan yang ada, dan tak kalah pentingnya adalah kebiasaan
membaca berbagai bacaan sebagai acuan referensi tulisan.
Jika berkaca pada makna tujuan lahirnya Permen PAN & RB No.16 Tahun 2009, terkandung
maksud yang menuntut kinerja guru secara profesional. Seolah menggiring kepada guru untuk wajib
memiliki kompetensi dalam membuat karya publikasi Ilmiah, padahal permasalahannya justru berbalik,
guru terjebak dalam pusaran kelemahan membuat karya tulis ilmiah. Hal itu dapat dimungkinkan karena
faktor pendidikan yang selama ini diterima oleh guru pada saat dibangku sekolah/kuliah, acapkali
mengajarkan pembelajaran yang diterima dari guru/dosen lebih pada menjejalkan teori, karena jauh lebih
mudah ketimbang memberikan latihan-latihan menulis. Padahal kalau dicermati secara seksama teori itu
sebenarnya bisa diajarkan secara induktif, yaitu dengan menemukan sendiri teori itu dari proses latihan.
Sejumlah kesalahahan dalam pembelajaran keterampilan menulis yang ditemukan di sekolah yang kelak
produknya adalah para guru, bila dirangkum dari pendapat (Alwasilah, 2007) diantaranya sebagai berikut:
1. Siswa lebih banyak diajari tata bahasa atau teori menulis dan sedikit sekali berlatih menulis;
2. Guru atau dosen sendiri tidak biasa terlatih menulis, sehingga ia tidak memiliki pangalaman
eksistensial dalam menulis. Bagaimana siswa mau menulis kalau gurunya juga tak memiliki
keterampilan menulis atau tak terbiasa menulis;
3. Siswa tidak memiliki keberanian untuk menulis karena takut berbuat salah dan ditertawakan oleh
rekan lainnya; dan
4. Siswa tidak mengetahui benar salahnya karena tidak ada yang memberi tahu/tidak diperiksa oleh guru
dalam membuat tulisan/karangan.
Akibatnya berbagai kesulitan dihadapi guru dalam menulis KTI, sehingga berdampak pada:
a. Munculnya rasa tidak percaya diri pada guru dalam memulai menulis karya tulis ilmiah;
b. Keraguan pada diri guru karena merasa terbatas dalam wawasan pengetahuan, format sistematika
penulisan, dan teknik-teknik menulis lazimnya ketentuan dalam karya tulis ilmiah; dan
c. Munculnya rasa malas/keengganan, sehingga menempuh jalan pintas dengan cara “ngengken” yang
dikerjakan oleh orang lain dalam membuat KTI.
Berkaitan dengan masalah tersebut kita tidak perlu untuk mencari penyebab yang dapat dijadikan
kambing hitam atas segala permasalahan tersebut, akan tetapi yang perlu diperbuat sekarang ini adalah
bagaimana memberikan gairah motivasi menulis para guru sehingga kelak menjadikan guru mampu
menulis atau menjadi guru yang melek menulis.

D. Membangun Budaya Menulis Seorang Guru


Tugas guru tidak semata hanya mengerjakan tupoksi dalam rutinitas keseharian mengajar di
kelas, ataupun menjalankan tugas tambahan lain di sekolah semacam kepala sekolah, wakil kepala
sekolah/ pembantu kepala sekolah, kepala laboratorium, kepala perpustakaan, wali kelas, piket,
membimbing ekstrakurikuler, dan sebagainya, melainkan tugas guru sekarang menuntut kinerja
profesional, dalam artian menuntut guru lebih kreatif dan inovatif lagi dalam berbagai hal termasuk
kemampuan dalam membuat karya tulis ilmiah, misalnya PTK yang khusus mendalami pengalaman guru
dalam permasalahan di dalam kelas, dimana aktivitas di kelas sekaligus wahana laboratorium kajian
penelitian dalam rangka upaya perbaikan kualitas praktek pembelajaran.
Jadi, bangunlah budaya menulis sebagai sesuatu yang melekat pada jati diri guru. Untuk
mencapai hal itu tentu harus diawali oleh diri kita sendiri, dan memulai mencoba mengkaji dari
permasalahan kecil yang ada di dalam kelas terlebih dahulu, dengan tidak menunda waktu untuk
melakukan menulis mulai saat sekarang. Kiranya sebagai bahan masukan sekedar untuk menguatkan
motivasi kebiasaan menulis dikalangan guru, penting untuk diperhatikan hal-hal berikut di bawah ini:
1. Menulis akademik khususnya KTI memerlukan komitmen yang tinggi dalam hal keilmuan, waktu,
tenaga, dan juga motivasi untuk berkarya tanpa melihat imbalan finansial;
2. Pentingnya membangun kesadaran menulis pada diri guru, selain bermanfaat secara akademis
keilmuan, juga bermanfaat bagi tujuan pragmatis berupa tambahan poin angka kredit kenaikan
jabatan fungsional guru;
3. Tanamkan pada diri kita bahwa kegiatan menulis harus ditumbuhkan dengan perasaan kecintaan,
kesenangan, dan kerinduan akan menulis;
4. Memulai menulis harus diawali dengan berlatih menyatakan perasaan sebelum menyatakan pikiran
(mengekspresi)
5. Titik beratnya bagi penulis awal, yaitu pada praktek menulis bukan pada sisi pendalaman teori,
karena pada akhirnya melakukan praktek menulis sekaligus dengan sendirinya pula akan terkuasainya
teori-teori menulisnya.

E. Motivasi Menulis

Menurut Mc Donald dalam (Hamalik, 2007) motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam
pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Motivasi
mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Lebih lanjut fungsi
motivasi menurut (Hamalik, 2007) yaitu:

1. Mendorong timbulnya kelakuan atas suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan
seperti kegiatan menulis;
2. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diharapkan; dan
3. Sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar-kecilnya motivasi akan menentukan
cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Tanpa adanya motivasi yang kuat, sulit untuk dapat mewujudkan hasil tulisan yang baik
sebagaimana yang diharapkan. Setidaknya dengan motivasi, secara sendirinya kita akan duduk dengan
manis di depan komputer, atau memegang pena yang langsung dapat digerakkan untuk menulis pada
secarik kertas, dengan target menghasilkan subuah karya tulis ilmiah yang dikehendaki. Intinya, pada saat
orang termotivasi untuk menulis, hasilnya akan membuahkan karya yang menakjubkan, yang memiliki
nilai greget serta penghayatan sebagai kekuatan inti tulisan. Karena sebuah tulisan akan menjadi hambar
jika tidak disertai dengan penghayatan, ketulusan, dan pengetahuan yang mendalam tentang objek yang
dituliskan. Kesungguhan dan rasa cinta terhadap ilmu menjadi modal penting dalam menulis,
sebagaimana para penulis profesional yang terbentuk dari rasa cinta, dan kesungguhan dalam menulis.

Banyak hal yang dapat dijadikan stimulus dalam mendorong membuat karya tulis ilmiah yang
baik bagi para guru, apakah itu berbentuk PTK, jurnal, ataupun materi bahan ajar, dll., Setidaknya dengan
kegiatan tulis menulis ilmiah dapat memberi banyak manfaat pada diri kita, seperti diuraikan di bawah
ini:
a. Menulis dapat dijadikan penyaluran emosi dan perasaan dalam mengungkapkan perasaan dan pikiran
secara tertulis, sekaligus dapat membentuk perubahan perubahan kimiawi dalam tubuh anda lebih
positif. Kebiasaan menulis akan sangat membantu para guru untuk membuat karya tulis ilmiah
dengan baik daripada mereka yang tidak memiliki kebiasaan menulis (Putra, 2007)
b. Guru dihargai dengan angka kredit bagi kenaikan jabatan fungsional ketika menyelesaikan karya
publikasi ilmiah, khususnya guru-guru yang menyandang status PNS, yang dijamin melalui Permen
PAN & RB No. 16 Tahun 2009 tentang jabatan guru dan angka kreditnya;
c. Dengan jurnal atupun artikel yang dipublikasikan, jelas ini memiliki manfaat sosial bagi penulis
seperti menjadi lebih dikenal secara publik, yang imbasnya kedepan bila ditekuni terus menerus akan
menjadi profesi yang dapat memberikan manfaat secara ekonomi baik berupa honorarium ataupun
royalty (bila karyanya dalam bentuk buku terus dicetak ulang); dan
d. Tulisan ilmiah yang dipublikasikan, setidaknya akan memberi manfaat berupa transfer ilmu dengan
sesama rekan guru lainnya, sehingga tidak sedikit orang dicerdaskan atau mendapatkan pencerahan
dari tulisan kita, bahkan tidak menutup kemungkinan tulisan kitapun dijadikan bahan rujukan penulis-
penulis berikutnya.
Dan tak kalah pentingnya pula dari kemampuan membuat KTI yaitu berupa manfaat intelektual,
sebab kegiatan tulis menulis akan melibatkan kemampuan intelektual berupa kegiatan membaca. Melalui
membaca dapat menjadikan mata dan pikiran seseorang menjadi terbuka lebar seolah masuk ke dalam
sebuah dunia yang luas. Membaca dapat dikatakan sebagai “jendela dunia”, karena melalui aktivitas
membaca seseorang dapat menyerap berbagai pengetahuan secara luas. Kaitannya dengan kegiatan
menulis, tidak akan menjadikan sesuatu yang berarti jika tidak ditunjang dengan kegiatan membaca,
maksudnya aktivitas menulis dan membaca merupakan satu kesatuan seolah satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Tidak satupun penulis di dunia ini yang tidak suka membaca, semua penulis suka membaca,
terutama membaca karya-karya atau tema yang berkaitan dengan topik yang ia minati dan sering dibaca.
Kegiatan membaca dapat dilakukan melalu berbagai media bacaan, mulai dari potongan-potongan dari
kliping koran/majalah, buku-buku sumber pengetahuan, bahkah seorang penulis dapat menjelajahi
internet untuk mencari tambahan referensi yang dapat memperkaya tulisannya, dengan catatan sumbernya
kredibel dan dapat dipercaya.
Penting untuk menguatkan kembali peran kekuatan motivasi dalam aktivitas menulis, setidaknya
ketika menghadapinya berbagai permasalahan termasuk sekalipun nantinya ada orang yang
mengomentari tulisan Anda dengan nada miring. Hal tersebut bisa disikapi dengan kekuatan motivasi,
dengan menjadikan kejadian tersebut sebagai suatu hikmah masukan yang bermanfaat bagi perbaikan
kualitas tulisan yang lebih baik kedepan. Jangan terlalu diindahkan!, prinsipnya Anda sudah lebih maju
dengan kemampuan menulis yang Anda dimiliki dibandingkan mereka yang hanya mengkritik hasil
tulisan Anda, sementara mereka sendiri tidak berbuat apa-apa dalam menghasilkan karya. Sekarang tugas
kita adalah bagaimana mencari solusi untuk mengatasi keengganan menulis? Jawabannya dengan cara
menempatkan peran motivasi sebagai kekuatan yang strategis dalam menumbuhkan kebiasaan menulis.
Menulis sekali lagi bukanlah masalah bakat, menulis hanya masalah kemauan. Saat anda sedang
melakukan aktvitas menulis, tenggelamkan saja diri Anda pada ide gagasan yang anda akan tuliskan.
Jangan terlalu memikirkan teori menulis, mulailah menulis dari apa saja yang terpikir dan terlintas pada
benak diri Anda terkait dengan masalah-maslah dalam publikasi ilmiah.

F. Hambatan dalam Proses Menulis


Sebagaimana telah disinggung di atas mengenai kejumudan-kejumudan dalam menulis, seperti
ungkapan: “Banyak ide tapi bagaimana menuangkannya kedalam tulisan, nggak kebayang!”dll. Oleh
karenanya menjadi sangat penting ketika membuat kalimat awal pada sebuah tulisan, karena bisa jadi
kalimat awal tersebut akan menjadi nyawa untuk terus melahirkan untaian kalimat-kalimat selanjutnya
sehingga terhimpun sebuah karya tulis ilmiah yang dikehendaki, disamping perlu ditunjang pula dengan
mempertahankan keruntutan bahasa agar tetap mudah dicerna dan logis pada isi tulisan.
Disadari bahwa banyak faktor yang menjadi penghambat sehingga terjadi kejumudan dalam
membangun budaya menulis publikasi ilmiah dikalangan guru, menurut (Putra, 2007) hal tersebut bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya sebagai berikut:
1. Demophobia adalah ketakutan khalayak banyak akan membaca pada tulisan yang telah dibuat oleh
diri kita. Akibatnya setiap akan melakukan kegiatan menulis, belum-belum sudah dihantui perasaan
takut sebelum menulis. Kalau hal ini terjadi, selamanya tidak akan pernah menghasilkan sebuah
tulisan. Ketakutan dan kekhawatiran yang menghantui pikiran akan mematahkan semangat Anda
untuk menulis. Buanglah jauh-jauh perasaan takut akan hal tersebut, yakinlah bahwa dalam membuat
tuliasan Andalah yang lebih tahu tentang hal ihwal yang anda tulis dibandingkan dengan mereka.
Bukankah dengan menulis, berarti Anda telah mendalami tema secara seksama;
2. Laliophobia berasal dari kata “lalio” (saya berkata), ialah ketakutan akan ketidakmampuan
mengungkapkan/menulis pikiran (hati) Anda dalam tulisan. Jika ketakutan ini menghinggapi Anda,
hal tersebut janganlah dibuat panik. Percaya diri saja, segala sesuatu bisa dilakukan karena Anda telah
biasa melakukannya. Sama dengan komunikasi lisan yang perlu latihan agar biasa tampil berbicara
didepan umum, komunikasi tulisan pun perlu latihan. Latihan dan kebiasaan baik akan mengantar
Anda terampil menuangkan gagasan menjadi tulisan;
3. Kategelophobia (ketakutan diejek/dicemooh). Mencemooh dan mengkritik lebih mudah dari pada
menulis buku! Belum tentu, si pengkritik sanggup melakukan apa yang anda lakukan. Sebenarnya
wajar saja jika dihantui kategelophobia, apalagi jika diri anda mengghendaki hasil pekerjaan yang
serba sempurna, yang terpenting adalah kesunggupan untuk memulai menulis, tidak ada satupun di
dunia ini yang sempurna. Kalaupun nantinya ada kekeliruan pada akhirnya dapat diperbaiki pada
tulisan selanjutnya atau cetakan buku berikutnya, dengan catatan kesalahan tersebut bukanlah hal
yang disengaja. Oleh karena itu, sebelum dipublikasikan, periksa batul bagian manakah yang
berpotensi menimbulkan cemoohan atau kritikan, lalu siapkan argumen untuk menjawabnya; dan
4. Money-phobia, sebagai hambatan utama jika uang menjadi prioritas segalanya. Sebenarnya sah-sah
saja untuk menetapkan uang diatas segalanya, namun jangan lupa bahwa kalau hanya uang yang
menjadi motivasi utama agaknya tidak banyak hal yang dapat dihasilkan. Hendaklah menempatkan
uang nantinya sebagai efek berguling saja (multipler effect), biarkan mengalir apa adanya karena pada
ujungnya akan bermuara pada apa yang kita inginkan berupa imabalan materi.
Juga tak kalah pentingnya yang menjadi faktor penghambat kejumudan guru dalam menulis
lainnya, yaitu: a) faktor kultur budaya karya tulis ilmiah dikalangan guru yang belum terbangun, berbeda
dengan kultur di perguruan tinggi dengan Tri Dharma-nya yang menuntut dosen melakukan penelitian; b)
faktor keterbatasan pengetahuan guru dalam menguasai teknik kemampuan menulis KTI; dan c)
Keterbatasan waktu karena berbagai rutinitas kesibukan keseharian guru di sekolah, sehingga kegiatan
membuat karya tulis ilmiah bagi penunjang karir jabatan fungsional guru seolah hanya menambah beban
pekerjaan semata akibatnya menimbulkan keenggan bahkan terburuknya lagi kegiatan membuat KTI
menjadi diabaikan.
Pada prinsipnya dalam memulai kegiatan menulis, hal pertama yang harus diperhatikan menurut
(Putra, 2007) adalah jangan menulis sesuatu yang tidak mungkin dikuasai ataupun menulis sesuatu yang
tidak ada dan sulit ditemukan referensinya. Jangan dulu memikirkan gaya menulis, jika perlu contek saja
gaya penulis yang anda sukai. Gaya menulis pribadi yang orisinal akan muncul dengan sendirinya seiring
dengan perjalanan kematangan kemampuan menulis. Gunakan prinsip ATM = Aman, Tiru, dan
Modifikasi gaya menulis dari penulis yang anda sukai.
Dengan bermodalkan latihan dan ketekunan, keterampilan apapun akan bisa dilakukan termasuk
membuat karya tulis ilmiah. Bukankah ada istilah pepatah yang mengatakan, “alah bisa karena biasa”
(sesuatu yang pada awalnya dirasakan sulit bila sudah biasa dikerjakan akan menjadi mudah). Hendaklah
niatkan yang mantap untuk tidak menyerah dalam mencoba menulis karya ilmiah, kuncinya semangat
tidak mudah menyerah.

G. Kesimpulan
Usaha profesionalisasi guru merupakan hal yang tidak perlu ditawar-tawar lagi karena uniknya
profesi guru. Berbagai upaya terobosan regulasi yang dilakukan oleh pemerintah termasuk terbitnya
Permen PAN & RB No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, yang
ditempuh dengan berbagai cara termasuk kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB).
Secara umum tujuan PKB, yaitu untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Sementara itu tujuan PKB secara Khusus, meliputi: (1)
Memfasiltasi guru untuk mencapai standar kompetensi profesi yang telah ditetapka; (2) Memfasilitasi
guru untuk terus memutakhirkan kompetensi yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi
tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya; (3) Memotivasi guru-guru untuk tetap memiliki
komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional; dan (4) Mengangkat
citra, harkat, martabat profesi guru, rasa hormat dan kebanggaan kepada penyandang profesi guru.
Melalui PKB termasuk didalam terdapat unsur Publikasi Ilmiah, pada hakekat terdiri dari
kegiatan: 1) Presentasi pada forum ilmiah; 2) Publikasi ilmiah hasil Penelitian atau gagasan inovatif, dan
3) Publikasi buku pelajaran atau buku pedoman guru. Lebih lanjut kaitannya Publikasi ilmiah dari hasil
penelitian atau gagasan inovatif, terdiri dari empat unsur utama, meliputi: 1) Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Laporan hasil penelitian; 2) KTI: Tinjauan Ilmiah; 3) Tulisan ilmiah popular; dan 4) Artikel ilmiah. Pada
akhirnya apapun yang dilakukan dalam kegiatan publikasi ilmiah tersebut, dihadiahi dengan poin angka
kredit sebagai wujud penghargaan profesional guru dalam jabatan fungsionalnya, yang rincian kegiatan
serta angka kreditnya secara jelas diuraikan dalam Permen PAN & RB No. 16 Tahun 2009, serta
diberlakukan secara efektif sejak tanggal 1 Januari 2013.
Supaya dapat meminimalisasi kesalahan dalam membuat karya Publikasi Ilmiah yang berujung
pada penolakan oleh tim penilai nantinya. Ada baiknya jika bapak/ibu guru dalam menyusun publiksi
ilmiah yang ideal, berpedoman pada kriteria persyaratan publikasi ilmiah yang “APIK” (Asli, Perlu,
Ilmiah, dan Konsisten). Kriteria mengenai “APIK” tersebut secara lengkap ketentuannya dapat dilihat
pada bagian tulisan lain pada buku ini (lihat, “Apa dan Mengapa PTK?; Telaah Permen PAN & RB No.
16 Tahun 2009, Tentang Jabataan Fungsional Guru Dan Angka Kreditnya).
DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, C. A. (2007). Pokoknya Menulis. Bandung: PT Kiblat Buku Utama.

Hamalik, O. (2007). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo.

Perpu. (2003). Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional.
Bandung: Fokusmedia.

Putra, R. M. (2007). How to Write Your Own Text Book; Cara Cepat dan Asyik Membauat buku
Ajar yang Powerful! Bandung: Penerbit Qolbu.

Satori, D. (2012). Profesi Keguruan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.

Suhardiman, B. (2015). Membangun Guru yang Melek Menulis. Garut: Siliwangi Press.

Undang, G. (2009). Teknik Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Penerbit Sayagatama.

Anda mungkin juga menyukai