Anda di halaman 1dari 8

Karakteristik Manusia Komunikan

Joselyn / 23.M1.0012

Tamariska Prita N. / 23.M1.0039

Clara Nimas Pinasti N. / 23.M1.0010

Psikologi Komunikasi

Dosen Pengampu :

Samantha Elisabeth C., S.I.Kom., M.I.Kom., CPS.


I. Konsep Psikologi Tentang Manusia
Konsepsi Manusia dalam Psikoanalisis

Teori ini dikembangkan oleh Sigmund Freud, menggali lapisan-lapisan bawah sadar
pikiran manusia dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perilaku dan persepsi mereka
terhadap dunia di sekitar mereka. Dalam teori nya, Freud mengembangkan tiga komponen
utama, Id, Ego, Superego sebagai gambaran kepribadian kompleks manusia. Setiap bagian
ini memiliki fungsi dan kepentingan sendiri dalam membentuk perilaku manusia.

1. Id: Tabiat Bawah Sadar

Id, bagian terdalam dari kepribadian, beroperasi di bawah tingkat kesadaran dan
dipengaruhi oleh dorongan-dorongan primitif dan naluri biologis. Id bekerja berdasarkan
prinsip kesenangan, di mana tujuan utamanya adalah untuk memuaskan kebutuhan dan
keinginan tanpa penundaan juga tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang.

Seseorang pria pergi ke sebuah swalayan dengan alasan untuk membeli minuman tetapi
tujuan sebenarnya adalah untuk melihat pegawai seksi yang berada di swalayan tersebut.

2. Ego: Pusat Kepemimpinan yang Realistis

Ego, yang berkembang dalam masa kanak-kanak awal, adalah bagian dari kepribadian
yang berhubungan dengan realitas dan bertindak sebagai jembatan antara Id dan
Superego. Ego beroperasi berdasarkan prinsip realitas, yang mempertimbangkan
konsekuensi dan batasan-batasan dari tindakan yang dilakukan oleh Id. Ego bertanggung
jawab untuk menemukan solusi yang paling realistis dan efektif untuk memenuhi
kebutuhan manusia tanpa menyalahi norma sosial atau moral.

Contohnya, seorang kepala rumah tangga ingin membeli susu untuk anaknya, tapi pada
saat ingin berbelanja Ia tergiur dengan promo yang Ia lihat “Beli Dua Gratis Satu Baju
Futsal” tetapi Bapak tersebut menggunakan Ego nya untuk hanya membeli susu anak
karena susu anak merupakan hal yang lebih penting saat ini.

3. Superego: Internalisasi Norma-Norma Moral


Superego, yang berkembang pada masa kanak-kanak lebih lanjut, mewakili internalisasi
nilai moral dan norma-norma sosial dari lingkungan. Ini bertindak sebagai 'polisi
internal', mengevaluasi perilaku manusia berdasarkan standar moral dan memberikan
perasaan bersalah atau puas kepada individu sesuai dengan perilaku mereka. Superego
terdiri dari ideal-ideal yang diinternalisasi dari orang tua, masyarakat, dan budaya, dan
berfungsi untuk menekan dorongan primitif dari Id.

Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme

Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang menekankan pengamatan perilaku yang
dapat diamati secara langsung dan pengaruh lingkungan eksternal dalam membentuk perilaku
manusia. Menurut perspektif behavioris, perilaku manusia, kecuali insting, merupakan hasil
belajar dari pengalaman dengan lingkungan. Behavioris menganggap bahwa segala bentuk
perilaku, baik yang dianggap baik maupun buruk adalah hasil dari proses pembelajaran. Ini
berarti bahwa perilaku dapat diubah melalui manipulasi lingkungan.

Polisi memberi sanksi kepada pengendara yang melanggar lampu lalu lintas, berkendara
diatas trotoar, tidak memakai helm ini merupakan contoh konsep behaviorisme dimana
pengendara akan lebih hati-hati dan patuh pada peraturan jika tidak ingin diberi sanksi lagi.

Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif adalah cabang ilmu psikologi yang meneliti proses mental seperti
persepsi, pemikiran, dan ingatan serta bagaimana proses-proses ini memengaruhi perilaku
manusia. Konsep Gestalt yang menekankan bahwa manusia cenderung melihat dan
memahami dunia dalam bentuk keseluruhan atau pola-pola, bukan sekadar sebagai rangkaian
stimulus individu. Ini berarti manusia tidak hanya merespons setiap stimulus secara terpisah,
tetapi juga aktif dalam memberikan makna terhadap stimulus tersebut berdasarkan
konteksnya.

Kurt Lewin memperkenalkan konsep medan psikologis. Lewin menganggap perilaku


manusia dipengaruhi oleh interaksi antara individu dan lingkungannya, yang dia gambarkan
sebagai medan psikologis. Konsep ini menekankan pentingnya memahami konteks dalam
memahami perilaku manusia.
Teori disonansi kognitif yang dikembangkan oleh Leon Festinger menyatakan bahwa
ketidakcocokan antara keyakinan atau pemikiran yang bertentangan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan psikologis yang disebut disonansi. Contohnya anak yang mendapat nilai
jelek pada nilai tugasnya, tetapi tidak belajar lebih giat dan meremehkan nilai jeleknya.

II. Faktor-Faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia


I. Emosi. Emosi yang dimaksud merupakan suatu yang dapat membangkitkan energi,
membawa pesan dan membawa informasi. Dalam hal intensitas emosi terbagi menjadi emosi
yang ringan, berat dan disintegratif. Saat kita sedang dimarahi atasan karena terlambat,
suasana hati menjadi sedikit emosi yang mungkin membuat kerja jadi tidak fokus.

II. Kepercayaan. Kepercayaan merupakan suatu keyakinan yang menunjukkan bahwa


sesuatu itu yang berkaitan dengan segala hal yang benar ataupun hal yang salah atas dasar
adanya bukti, sugesti otoritas, pengalaman ataupun intuisi. Kepercayaan dapat menimbulkan
penafsiran masyarakat terhadap perilaku dan pengambilan keputusan. Contohnya, makanan
yang jatuh tetapi tetap dikonsumsi dengan alasan “belum lima detik” padahal bakteri menempel
secara instan ketika makanan sudah jatuh. Menurut Solome E. Asch (1959: 565-567),
kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan, dan kepentingan. Pengetahuan tersebut
timbul dari faktor personal dan faktor environmental.

III. Kebiasaan, merupakan perilaku manusia yang menetap dan secara otomatis dilakukan.
Pelajar memiliki kebiasaan untuk mengerjakan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu.
Karena anak tersebut ingin melatih diri untuk menjadi pribadi yang lebih disiplin dan
bertanggung jawab.

IV. Kemauan, dilakukan dengan adanya tindakan. Tindakan itu juga merupakan konsepsi
tentang manusia, yang benar dapat dibuktikan / tampak secara nyata terjadi interaksi antara
keduanya.

V. Faktor Biologis, faktor ini selalu terlibat dalam seluruh kegiatan manusia dan berpadu
pula dengan faktor sosiopsikologis. Warisan biologis manusia ditentukan dengan adanya DNA
yang diwariskan oleh orang tuanya. Orang percaya bahwa terdapat perilaku yang memang
merupakan bawaan manusia bukan disebabkan oleh pengaruh lingkungan atau perilaku yang
juga disebut “insting”. Desiderato, Howieson dan Jakcon (1976: 36), menamainya species
characteristic behavior. Contohnya, orang tua yang merawat anaknya dan memberi makan agar
anak tetap sehat.

VI. Faktor-Faktor Situasional yang Mempengaruhi Perilaku Manusia

a. Aspek objektif dari lingkungan


Faktor ekologis meliputi:

1. Faktor geografis

2. Faktor iklim dan meteorology

Lingkungan atau keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku. Petani
yang beraktifitas dari waktu matahari terbit dengan tujuan menghindari panasnya
matahari.

3. Faktor desain dan arsitektural

Rancangan arsitek suatu tempat dapat mempengaruhi pola komunikasi diantara


orang-orang. Contoh: ruang kerja dengan desain sosiopetal akan membuat para
pekerja lebih akrab, karena terjadi komunikasi yang lebih intens.

4. Faktor temporal
Faktor ini berpengaruh terhadap bioritme kegiatan manusia yang diatur berdasarkan
waktu, seperti beribadah, bersekolah, bekerja. Contoh: umat muslim yang melakukan
shalat lima waktu sesuai waktu yang telah ditentukan.
5. Faktor suasana perilaku

Suasana dimana efek lingkungan sangat berpengaruh pada individu tersebut,


contohnya, seseorang bebas bertingkah laku ketika mereka berada di pesta teman
akrabnya tetapi perilaku mereka akan berbeda ketika berada di tempat ibadah.

6. Faktor teknologi
Adanya teknologi lebih cepat merubah perilaku manusia saat ini. Contohnya,
penggemar yang melihat artis K-Pop dari media sosial dengan dandanannya membuat
penggemarnya mulai berpakaian mengikuti artis K-Pop tersebut.

7. Faktor sosial

Faktor ini meliputi sistem peranan, struktur kelompok, karakteristik populasi dan
struktur organisasi. Singkatnya, faktor ini bekerja untuk menata perilaku masyarakat.
Dalam sebuah organisasi peranan antara ketua dan anggota akan mempengaruhi cara
berkomunikasinya.

b. Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita

1. Iklim organisasi dan kelompok

2. Ethos dan iklim institusional serta kultural

Dalam organisasi, iklim psikososial memperlihatkan persepsi orang tentang keakraban,


keketatan, pengawasan, kemajuan organisasi. Hal ini bisa mempengaruhi hubungan
komunikasi di dalam organisasi tersebut.

Kebudayaan yang dominan atau ethos juga mempengaruhi cara orang untuk berperilaku.
Ruth Benedict (1970), membedakan antara masyarakat yang bersinergi tinggi dan yang
bersinergi rendah. Masyarakat yang bersinergi tinggi akan cenderung menunjukkan sifat
rendah hati, tidak ingin menang sendiri karena ia belajar sejak kecil bahwa ganjaran yang
diterimanya terpaut dengan ganjaran kolektif. Sebaliknya, masyarakat bersinergi rendah
menurut Margareth Mead (1928), menyampaikan bahwa nilai-nilai semasa kecil yang
diserap mempengaruhi perilakunya.

c. Stimulus yang mendorong dan memperteguh perilaku

1. Orang lain

2. Situasi pendorong pelaku

Fredericsen Price dan Bouffard (1972), meneliti terdapat tiga jenis situasi yaitu:
- Situasi untuk menyesuaikan perilaku (behavioral appropriateness), saat sedang berada di
taman kita bisa bebas bermain tapi kita tidak bisa berperilaku sama jika sedang berada di
dalam gereja.
- Situasi permisif, dimana situasi ini memungkinkan orang untuk berperilaku tanpa merasa
malu dan tidak mempunyai aturan. Contohnya, balap liar yang dilakukan oleh sekelompok
orang pada saat malam hari
- Situasi restriktif, situasi dimana menghambat seseorang untuk berperilaku seenaknya.
Ketika sedang bekerja disebuah perusahaan para pekerja pasti akan mempatuhi aturan untuk
tidak berisik.
Daftar Pustaka

Rakhmat, Jalaluddin. 2021. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Bandung:


Simbiosa Rekatama Media.

Anda mungkin juga menyukai