Anda di halaman 1dari 36

Training Module

SCORA CIMSA Indonesia


Sex Education and Reproductive Health

I. Penyusun
a. Della Nanda Shafa Nabilah
b. Jessica Devinia
c. Nuruz Zahwa Arrosyidah

II. Learning Objectives


a. Sex Education
1. Pengertian Sex Education
2. Pentingnya Sex Education
3. Kontrasepsi (Pengertian, jenis, kegunaan, efektivitas)
4. Masturbasi
5. Fertilitas dan Infertilitas
6. Tips and Tricks Memberikan Sex Education
b. Reproductive Health
1. Overview Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi di Indonesia serta
Hubungannya dengan Edukasi Seks
2. Dasar-Dasar Kesehatan Reproduksi
3. Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi
4. Peran Peer Educator dalam Menghadapi Sexual and Reproductive Health
Issues
III. Konten
a. Sex Education
1. Pengertian Sex Education
Pada dasarnya ada dua kata kunci yang harus kita pahami terlebih
dahulu. Pertama, kata pendidikan dan kedua kata seks itu sendiri. Dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
(sisdiknas) juga dijelaskan tentang pengertian pendidikan pada pasal (1)
“bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.”
Sedangkan menurut BKKBN (2008: 10) seks berarti jenis kelamin, yaitu
suatu sifat atau ciri yang membedakan laki-laki dan perempuan, sedangkan
seksual berarti yang ada hubungannya dengan seks atau yang muncul dari seks.
Pendidikan Seks adalah suatu pengetahuan mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan jenis kelamin. Ini mencakup mulai dari
pertumbuhan jenis kelamin, bagaimana fungsi kelamin sebagai alat reproduksi,
bagaimana perkembangan alat kelamin itu pada wanita dan pada laki-laki,
menstruasi, mimpi basah, dan sebagainya, sampai kepada timbulnya birahi
karena adanya perubahan pada hormon-hormon. Termasuk nantinya masalah
perkawinan, kehamilan dan sebagainya.

2. Pentingnya Sex Education


Pendidikan seks anak dan remaja merupakan tanggung jawab orang tua.
Dalam upaya menghindari perilaku seks bebas yang berisiko, peran orang tua
dalam masa tumbuh kembang anak sangatlah penting. Disamping itu, para
orang tua dalam menyikapi perubahan zaman ini secara khusus zaman era
informasi ini, orang tua harus menempatkan diri menjadi sahabat bagi para anak
dan remaja. Hubungan orang tua dengan remaja terjalin dengan baik dan dapat
menyelesaikan masalah remaja dengan baik dan tuntas, diperlukan komunikasi
yang baik dan efektif. Berikut adalah manfaat dari mengajarkan pendidikan seks:

● Mempelajari organ reproduksi


● Mencegah adanya bentuk kekerasan seksual dan pemerkosaan
● Mencegah pernikahan usia muda
● Mencegah perilaku seks yang tidak aman
● Mencegah penyerapan informasi yang tidak aman dan akurat
● Memenuhi kebutuhan akan pendidikan seksualitas yang berkualitas, yang
dapat memungkinkan kaum muda untuk menangani seksualitas mereka
dengan cara yang aman dan memuaskan
● Mengurangi kekhawatiran tentang IMS, aborsi, infertilitas dan pelecehan
seksual terhadap anak-anak dan remaja
● Mengubah sikap terhadap seksualitas dan perilaku seksual di kalangan
anak muda.
● Sebagai sumber informasi tambahan (pendidikan informal), karena
rumitnya pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan ketika
membahas topik-topik seperti kontrasepsi, IMS, perkembangan emosi
dan komunikasi.
Melihat situasi dan kondisi sosial masyarakat saat ini yang diperhadapkan
dengan krisis moral secara khusus kalangan kaum muda remaja, maka
pendidikan seks sudah seharusnya diberikan kepada anak-anak dan remaja, baik
melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah
perilaku seks yang salah, misalnya seks pranikah, seks bebas, dan sebagainya.

3. Kontrasepsi (Pengertian, jenis, kegunaan, efektivitas)


3.1 Pengertian
Kontrasepsi adalah tindakan mencegah kehamilan berupa perangkat,
obat, prosedur, atau perilaku. Kontrasepsi memungkinkan seorang wanita
mengontrol kesehatan reproduksinya dan memberi wanita kemampuan
berperan aktif dalam program keluarga berencana (Bansode et al. 2021).
3.2 Jenis
Kontrasepsi Hormonal merupakan jenis kontrasepsi kombinasi
hormon untuk mencegah proses ovulasi, sehingga dapat mencegah sel telur
untuk dibuahi.

No. Tipe Kontrasepsi Deskripsi


Hormonal

1. Pil KB Mengandung estrogen dan progesteron yang


dikonsumsi selama 21 atau 22 hari per siklus.

2. Skin Patch Dapat melepaskan kombinasi estrogen dan


progesteron yang digunakan dengan cara
ditempelkan pada tubuh dan diganti setiap satu
minggu sekali dalam tiga minggu pertama siklus
menstruasi.

3. Cincin Vagina Mengandung kombinasi hormon yang masuk ke


aliran darah melalui dinding vagina yang
digunakan dengan memasukkan ke dalam vagina
dan dikeluarkan lagi setelah 21 hari
menggunakan jari.

4. IUD atau IUS Mengandung hormon levonorgestrel yang dapat


mencegah implantasi sel telur yang telah dibuahi
dengan memasukkan ke dalam rahim oleh
dokter atau perawat dan dapat bertahan hingga
lima tahun.

Kontrasepsi Non-Hormonal merupakan salah satu kontrasepsi yang


memiliki efek samping minimal atau tidak sama sekali, namun pada
beberapa kasus dijelaskan bahwa keefektifannya bergantung pada
penggunaan yang tepat atau tidak, sehingga kurang diandalkan daripada
kontrasepsi hormonal.

No. Tipe Kontrasepsi Deskripsi


Non-Hormonal

1. Kondom (Pria) Dapat mencegah kehamilan yang tidak


diinginkan dan penularan penyakit seksual jika
penggunaannya tepat, seperti memakai ukuran
yang sesuai dan menghindari penggunaan
bersama pelumas karena dapat melemahkan dan
merusaknya.

2. Kondom Salah satu kondom “internal” yang digunakan


(Wanita) bersama dengan pelumas dan ditempatkan ke
dalam vagina.

3. Copper Coils / Tembaga (Copper) dimasukkan ke dalam rahim


Chain oleh dokter atau perawat yang berfungsi untuk
menghambat sel telur dibuahi dan mengurangi
mobilitas sperma, meskipun menjadi salah satu
kontrasepsi yang handal namun memiliki
kemungkinan efek samping berupa infeksi pada
pelvis.

4. Diafragma Soft silicone cups yang fleksibel dengan


penggunaan sebelum dimasukkan ke dalam
vagina direkomendasikan untuk mengoleskan gel
spermisida (zat pembunuh sperma).

(InformedHealth.org, 2021).
3.3 Kegunaan
Pada penggunaan yang tepat, kontrasepsi dapat bermanfaat untuk
mengurangi angka kehamilan yang tidak diinginkan sehingga mencegah
terjadinya aborsi dan memfasilitasi program keluarga berencana. Selain itu,
penggunaan kondom (pria) yang benar dan konsisten dapat mengurangi
risiko penularan HIV dan penyakit menular seksual lainnya, seperti
chlamydia, gonococcus, dan trichomoniasis (Bansode et al. 2021).

3.4 Efektivitas
Secara keseluruhan, semakin lama seseorang menggunakan metode
kontrasepsi, semakin kecil kemungkinan untuk gagal. Oleh karena itu,
kegagalan pada tahun kedua akan lebih rendah daripada tahun pertama.
Walaupun demikian, selalu ada risiko pada setiap penggunaan kontrasepsi
karena mengingat tidak ada yang bisa memprediksi apakah seseorang telah
menggunakan kontrasepsi secara sempurna. Pada metode kontrasepsi
dengan penggunaan lama dan memerlukan kunjungan ke dokter seperti
IUD dan implan memiliki perbedaan kecil antara penggunaan secara
sempurna dan penggunaan yang biasa sehingga dapat menjadi metode
kontrasepsi yang paling efektif (Horvath et al. 2018).

4. Masturbasi
4.1 Pengertian
Mastrubasi adalah proses untuk memperoleh kepuasan secara seksual
tanpa berhubungan kelamin untuk mencapai “orgasme”. Masturbasi dapat
dilakukan dengan tangan, jari, mainan seks dll.
Orgasme adalah perasaan “enak” atau lega yang intens pada alat
kelamin yang diikuti dengan ejakulasi cairan ejakulasi. Tahap ini merupakan
puncak gairah seksual seseorang. semua otot yang berkontraksi selama
gairah seksual akan mengalami relaksasi saat orgasme tercapai.
4.2 Mekanisme
Masturbasi sendiri merupakan respon tubuh seseorang terhadap
aktivitas seksual yang dipengaruhi oleh lingkungan dan faktor psikologi.
Hormon seks akan memicu gairah seksual, sehingga nantinya akan
menyebabkan perubahan lingkungan tubuh kita seperti peningkatan detak
jantung, peningkatan tekanan darah dan laju pernapasan. Jadi, selama
masturbasi efek ini akan terlihat di tubuh kita.
Respons seksual dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu:
1. Desire phase
2. Excitement phase
3. Orgasm
4. Resolution

4.3 Dampak
● Dampak positif
- Membantu menghilangkan stress
- Membantu dalam meningkatkan kualitas tidur pada sebagian
orang
- Membantu meredakan kram menstruasi pada wanita
- Membantu dalam meningkatkan konsentrasi
- Meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi risiko
penyakit jantung

● Dampak Negatif
- Masturbasi yang bersifat mutual (dilakukan dengan orang lain)
memiliki risiko dalam penularan STD (sexual transmitted
disease) yang penularannya dilakukan dari kulit ke kulit,
contohnya, herpes
- Dapat menyebabkan ejakulasi prematur
- Dapat menyebabkan kelelahan
- Dapat menyebabkan menurunnya sensitivitas seksual
4.4 Fakta dan Mitos
● Masturbasi bisa menyebabkan kebutaan (Mitos)
Fakta : Masturbasi tidak menyebabkan kebutaan
● Masturbasi hanya dilakukan oleh laki-laki (Mitos)
Fakta : laki-laki maupun perempuan bisa melakukan masturbasi,
penelitian mengatakan bahwa 48% wanita di rentang umur 14-17
tahun telah melakukan masturbasi.
● Masturbasi membuat alat kelamin menjadi lebih kecil atau menyusut
(Mitos)
Fakta : Masturbasi tidak menyebabkan kondisi ini. Namun, selama
masturbasi terjadi sedikit gesekan pada kulit lembut organ genital
dapat terjadi dan untuk menghindarinya dapat digunakan pelumas.
● Mastrubasi menyebabkan ganguan ereksi (Erectyle Dysfunction)
(Mitos)
Fakta : Masturbasi itu alami dan tidak dipengaruhi kualitas atau
frekuensi ereksi. Seseorang mungkin tidak bisa ereksi segera setelah
masturbasi karena ada periode refrakter (refractory period) pada pria
dan tidak sama dengan gangguan ereksi . Masa refrakter pria adalah
masa pemulihan sebelum pria bisa ereksi lagi setelah ejakulasi.

5. Fertilitas dan Infertilitas


5.1 Pengertian
Fertilitas atau kesuburan adalah kemampuan setiap orang baik
laki-laki maupun wanita untuk dapat menghasilkan keturunan. Fertilitas pada
wanita seperti yang sudah diketahui akan menurun seiring berjalannya usia.
Hal ini dikarenakan anak perempuan memiliki sekitar 5 juta folikel primordial
saat lahir, yang nantinya menurun menjadi sekitar 500.000 saat menarche.
Atresia/apoptosis folikel berlanjut pada setiap siklus menstruasi berikutnya,
dengan jumlah menurun menjadi sekitar 25.000 pada usia 37 dan 1000
menjelang menopause.
Infertilitas penyakit pada sistem reproduksi pria atau wanita yang
didefinisikan oleh ketidakmampuan untuk hamil setelah periode 12 bulan
atau lebih dari aktivitas seksual tanpa kondom.
5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas
1. Ovulation Factor
Berkaitan dengan siklus menstruasi yang dialami pada wanita setiap
bulannya. Siklus menstruasi yang reguler merupakan tanda bahwa
wanita mengalami fase ovulasi (keluarnya sel telur dari ovarium). Jika
seorang wanita memiliki siklus menstruasi yang ireguler, bukan berarti
dia tidak mengalami ovulasi, tetapi ovulasinya bersifat jarang (tidak
rutin). Dengan memonitor siklus ini, wanita bisa merencanakan
kehamilan dengan lebih mudah dan cepat.
2. Tube factor
Jika seorang wanita ingin hamil, maka ia harus memiliki tuba fallopi
(fallopian tube) yang terbuka dan berfungsi dengan baik. Faktor tuba
menyumbang sekitar 35 persen dari semua masalah infertilitas. X-ray
khusus yang disebut hysterosalpingogram (HSG) dapat digunakan
untuk mengevaluasi saluran tuba dan rahim.
3. Male Factor
Sekitar 40% pasangan infertil, laki-laki lah yang bertanggung jawab
sepenuhnya, atau ikut berkontribusi terhadap masalah infertilitas.
Oleh karena itu, analisis air mani (semen analysis) penting dalam
evaluasi awal. Jika menunjukkan kelainan, maka harus segera dirujuk
kepada ahli urologi yang berspesialisasi dalam infertilitas pria.
4. Age Factor
Fertilitas pada wanita mulai mengalami penurunan pada pertengahan
usia 30 tahun dan akan menurun lebih cepat di akhir usia 30 tahun.
Hal ini terjadi karena sel telur dalam ovarium semakin lama semakin
sedikit diikuti dengan kualitas sel telur yang menurun.
5. Uterine Factor
Tes HSG, yang digunakan untuk memeriksa saluran tuba, juga dapat
mengungkapkan kelainan di dalam rongga rahim. kelainan ini dapat
mengganggu kemampuan embrio untuk menempel. Ada beberapa
kelainan rahim yang dapat diidentifikasi, contohnya uterine scar
tissue, polip, fibroid atau bentuk rongga rahim tidak normal.
Pembedahan (histeroskopi) mungkin diperlukan untuk mengevaluasi
lebih lanjut dan mungkin memperbaiki masalah struktural rahim.
6. Peritoneal Factor Infertility
Peritoneum merupakan suatu lapisan yang melapisi bagian dalam
perut. Salah satu kelainan yang dapat dialami adalah endometriosis
yang merupakan suatu kondisi dimana jaringan yang biasanya
melapisi rahim mulai tumbuh di luar rahim.
7. Unexplained Infertility
Pada sekitar 10% dari pasangan yang mencoba untuk memiliki
keturunan melakukan tes dan semua tes menunjukan hasil normal dan
tidak ada penyebab infertilitas yang jelas. Dalam kasus ini, infertilitas
tersebut tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

5.3 Penyebab Infertilitas


Infertilitas tidak selalu menjadi masalah wanita. Baik pria
maupun wanita dapat mengalami infertilitas. Banyak pasangan
berjuang dengan infertilitas mencari bantuan untuk dapat memiliki
keturunan. Namun, tidak jarang bahwa infertilitas dianggap hanya
sebagai masalah wanita. Sekitar 35% pasangan dengan infertilitas,
faktor pria diidentifikasi bersama dengan faktor wanita. Pada sekitar
8% pasangan dengan infertilitas, faktor pria adalah satu-satunya
penyebab yang dapat diidentifikasi.

Penyebab Infertilitas Pada Wanita


1. Gangguan Fungsi Ovarium
Gangguan pada fungsi ovarium bisa mengakibatkan wanita untuk
tidak melakukan ovulasi atau bisa disebut sebagai anovulation. Ada
beberapa penyebab terjadinya anovulation pada wanita
● Polycystic Ovary Syndrome (POS)
PCOS merupakan suatu kondisi yang menyebabkan wanita
tidak mengalami ovulasi, atau memiliki siklus ovulasi yang tidak
teratur. Beberapa wanita dengan PCOS memiliki peningkatan
kadar testosteron, yang dapat menyebabkan jerawat dan
pertumbuhan rambut berlebih. PCOS adalah penyebab paling
umum dari infertilitas wanita.

● Diminished Ovarian Reserve (DOR)


DOR merupakan kondisi dimana terdapat lebih sedikit telur
yang tersisa di ovarium daripada yang diharapkan untuk usia
tertentu. Hal ini dapat terjadi karena bawaan dari lahir
(congenital), medis, bedah, atau karena hal-hal yang tidak
dapat dijelaskan. Wanita dengan cadangan ovarium yang
berkurang mungkin dapat hamil secara alami tetapi akan
menghasilkan lebih sedikit sel telur sebagai respons terhadap
perawatan kesuburan.

● Premature Ovarian Insufficiency (POI)


POI merupakan kondisi yang biasanya dikenal sebagai
menopause dini, hal ini bisa terjadi ketika ovarium seorang
wanita gagal untuk melakukan ovulasi sebelum dia berusia 40
tahun. selain itu, kemoterapi atau terapi radiasi panggul, dan
kondisi medis tertentu dapat menyebabkan POI, penyebabnya
seringkali tidak dapat dijelaskan. Namun, sekitar 5% hingga
10% wanita dengan POI hamil secara alami dan memiliki
kehamilan normal.
● Menopause
Menopause merupakan penurunan fungsi ovarium yang
menurun sesuai dengan usia, biasanya terjadi di usia sekitar 50
tahun. Seorang wanita sudah dikatakan mengalami
menopause ketika ia tidak mengalami menstruasi setidaknya
selama satu tahun.

2. Obstruksi Tuba Fallopi


Tuba falopi bisa mengalami kerusakan atau obstruksi bisa membuat
sperma tidak bisa mencapai sel telur. Beberapa kondisi yang bisa
menyebabkan obstruksi pada tuba fallopi antara lain
● Pelvic Inflammatory Disease
Kondisi ini merupakan peradangan pada rahim dan saluran
tuba karena chlamydia, gonore atau infeksi menular seksual
lainnya.

● Riwayat Operasi
Riwayat Operasi di perut atau panggul, contohnya operasi
untuk kehamilan ektopik, dimana sel telur yang telah dibuahi
berimplantasi dan berkembang di tempat lain selain rahim,
yang biasanya terjadi di tuba fallopi.
3. Penyakit Uterus dan Rahim
● Benign polyps atau tumor jinak (fibroid atau mioma) sering
terjadi di rahim. Dalam beberapa kasus dapat memblokir
saluran tuba atau mengganggu implantasi dan mempengaruhi
kesuburan.
● Kelainan pada rahim yang ada sejak lahir (congenital), seperti
bentuk rahim yang tidak biasa sehingga dapat menyebabkan
wanita tidak bisa hamil.
● Stenosis serviks merupakan penyempitan yang terjadi pada
serviks yang disebabkan oleh kelainan bawaan atau kerusakan
pada serviks.
● Terkadang serviks tidak dapat menghasilkan jenis lendir yang
baik untuk sperma dalam melakukan perjalanan melalui serviks
ke dalam rahim.

Penyebab Infertilitas Pada Pria


Infertilitas pada pria dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan bisa
dievaluasi dengan analisis air mani (semen). Hal yang dinilai dalam adalah
jumlah sperma (konsentrasi), motilitas (gerakan), dan morfologi (bentuk).
Hasil analisis yang sedikit tidak normal tidak berarti bahwa seorang pria
infertil. Sebaliknya, analisis air mani atau semen ini membantu dalam
menentukan apakah dan bagaimana faktor pria berkontribusi terhadap
infertilitas. Beberapa penyebab yang memicu infertilitas pada pria antara
lain,
1. Gangguan Fungsi Testis dan Ejakulasi
● Varicoceles
Suatu kondisi dimana pembuluh darah pada testis pria
melebar dan menyebabkannya terlalu panas. Suhu yang terlalu
panas dapat mempengaruhi jumlah atau bentuk sperma.
● Trauma Pada Testis
Kondisi ini dapat mempengaruhi produksi sperma serta
mengakibatkan jumlah sperma yang lebih rendah daripada
biasanya.

● Kebiasaan Tidak Sehat


Kebiasaan seperti konsumsi alkohol berlebih, merokok,
penggunaan steroid anabolik, dan penggunaan narkoba dapat
memicu infertilitas pada pria.

● Perawatan Kanker
Perawatan yang melibatkan penggunaan beberapa jenis
kemoterapi, radiasi, atau operasi dengan tujuan untuk
mengangkat satu atau kedua testis.

● Kondisi Medis
Kondisi medis, seperti diabetes, cystic fibrosis, beberapa jenis
gangguan autoimun, dan jenis infeksi tertentu dapat
menyebabkan efek negatif pada testis.

2. Gangguan Hormonal
Kelainan fungsi hipotalamus atau kelenjar pituitari yang
bertugas untuk menghasilkan hormon yang berfungsi untuk
mempertahankan fungsi testis normal. Produksi hormon prolaktin
yang terlalu banyak, hormon yang dibuat oleh kelenjar pituitari dapat
menyebabkan jumlah sperma rendah atau tidak ada sama sekali.
Kondisi ini mungkin termasuk tumor hipofisis jinak dan ganas (kanker),
hiperplasia adrenal kongenital, paparan terlalu banyak estrogen,
paparan terlalu banyak testosteron, sindrom Cushing, dan
penggunaan obat glukokortikoid.
3. Kelainan genetik
Kondisi genetik seperti sindrom Klinefelter, mikrodelesi
kromosom Y, distrofi miotonik, dan kelainan genetik lain dapat
menyebabkan produksi sperma terhambat sehingga menghasilkan
jumlah yang sedikit atau tidak memproduksi sperma sama sekali.

5.4 Faktor Risiko Yang Dapat Memicu Infertilitas


1. Faktor Usia
1 dari 6 pasangan dimana terdapat wanita yang berusia lebih dari 35
tahun memiliki masalah fertilitas/kesuburan. Seiring bertambahnya
usia, fertilitas wanita juga menurun. Hal ini dikarenakan wanita yang
lebih tua memiliki lebih sedikit sel telur yang tersisa, sel telur yang
kurang sehat, dan wanita tersebut cenderung memiliki kondisi
kesehatan yang dapat menyebabkan masalah fertilitas. Pertambahan
usia juga dapat meningkatkan kemungkinan bagi wanita untuk
mengalami keguguran (miscarriage) dan memiliki anak dengan
kelainan genetik. Selain itu, pasangan dimana terdapat pria yang
berusia 40 tahun atau lebih cenderung memiliki kesulitan untuk hamil.

2. Merokok
Selain merusak serviks dan tuba fallopi, merokok juga dapat
meningkatkan risiko untuk mengalami keguguran dan kehamilan
ektopik. Merokok juga dapat membuat ovarium untuk mengeluarkan
sel telur terlalu cepat (premature release of ovum).

3. Konsumsi Alkohol yang berlebih


Konsumsi alkohol yang berlebih dapat menyebabkan penurunan
kadar testosteron, yang akan menyebabkan disfungsi ereksi dan
menurunkan produksi sperma. Penyakit hati yang disebabkan oleh
minum berlebihan juga dapat menyebabkan infertilitas.
4. Berat Badan
Berat badan berlebih (obesitas) atau kekurangan berat badan secara
signifikan dapat mempengaruhi ovulasi. Wanita yang memiliki indeks
massa tubuh (BMI) yang sehat dapat meningkatkan frekuensi ovulasi
dan kemungkinan kehamilan. Obesitas juga dapat mengganggu
fertilitas pada sperma itu sendiri dan menyebabkan perubahan
hormon yang mengurangi kesuburan pria.

6. Tips and Tricks memberikan Sex Education


a. Break The Ice
Sex education adalah suatu hal yang tidak selalu mudah untuk
dibicarakan. Namun, akan lebih baik jika pendidikan seks dibuat
sebagai percakapan yang berkelanjutan.

b. Pahami Target Audiens Yang Dituju


Educator diharapkan mengetahui tentang berapa usia dan tingkat
kedewasaan yang dapat diharapkan. Jika target audien yang dituju di
sisi yang lebih muda, bisa dikatakan bahwa ini merupakan mereka
dengan pendidikan seksual yang aman. Jika berhadapan dengan
audiens yang lebih tua, seperti mereka di sekolah menengah, mereka
mungkin sudah pernah menjalani sex education sebelumnya . Selain
itu, educator juga harus bisa memahami latar belakang agama dan
budaya mereka.

c. Buatlah Safe Space


Berbicara mengenai seks dapat terlihat sebagai pembicaraan yang
tabu, sehingga dengan menciptakan safe space ini diharapkan dapat
membantu menggerakkan mereka melalui titik-titik sulit. Educator
harus bisa menunjukkan kepada audiensnya bahwa memiliki
pertanyaan tentang cara kerja organ reproduksi mereka adalah hal
yang normal. Selain itu, Ingatlah bahwa seorang educator juga
memiliki tanggung jawab untuk berterus terang tentang hal-hal
tertentu, contohnya mengenai faktor risiko dan penyakit.

d. Berikan Contoh Yang Mudah Untuk Dipahami


Meskipun seorang educator harus terbuka tentang fakta, cobalah
untuk menjelaskan sejelas mungkin. Jangan hanya menayangkan
tayangan slide dan statistik. Beri tahu mereka apa yang bisa terjadi
pada mereka jika mereka tidak hati-hati. Namun, lakukanlah dengan
cara yang membuat mereka siap untuk bertanggung jawab, bukan
takut.

b. Reproductive Health
1. Overview Hak kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia serta
hubungannya dengan edukasi seks
Hak– Hak Kesehatan Reproduksi menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan
reproduksi dapat dijabarkan secara praktis, antara lain:
a. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan
reproduksi yang terbaik. Ini berarti penyedia pelayanan harus
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dengan
memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan
keamanan klien.
b. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai
individu) berhak memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang
seksualitas, reproduksi dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat
dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan dan/atau
mengatasi masalah kesehatan reproduksi.
c. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang,
efektif, terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan
dan tidak melawan hukum.
d. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang
dibutuhkannya, yang memungkinkannya sehat dan selamat dalam
menjalani kehamilan dan persalinan, serta memperoleh bayi yang sehat.
e. Setiap anggota pasangan suami-istri berhak memiliki hubungan yang
didasari penghargaan.
f. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan
kondisi yang diinginkan bersama tanpa unsur paksaan, ancaman, dan
kekerasan.
g. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi
yang tepat dan benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku
sehat dalam menjalani kehidupan seksual yang bertanggung jawab.
h. Tiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan
mudah, lengkap, dan akurat mengenai penyakit menular seksual,
termasuk HIV/AIDS.
i. Pemerintah, lembaga donor dan masyarakat harus mengambil langkah
yang tepat untuk menjamin semua pasangan dan individu yang
menginginkan pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksualnya terpenuhi.
j. Hukum dan kebijakan harus dibuat dan dijalankan untuk mencegah
diskriminasi, pemaksaan dan kekerasan yang berhubungan dengan
seksualitas dan masalah reproduksi
k. Perempuan dan laki-laki harus bekerja sama untuk mengetahui haknya,
mendorong agar pemerintah dapat melindungi hak-hak ini serta
membangun dukungan atas hak tersebut melalui pendidikan dan
advokasi.
l. Konsep-konsep kesehatan reproduksi dan uraian hak-hak perempuan ini
diambil dari hasil kerja International Women’s Health Advocates
Worldwide.
2. Dasar-Dasar Kesehatan Reproduksi
2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan
sosial secara utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan
dalam suatu yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya
(WHO).
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan
kesejahteraan sosial dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau
kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan
fungsi serta proses (ICPD, 1994).

2.2 Tujuan Kesehatan Reproduksi


a. Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif
kepada perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak
reproduksi perempuan sehingga dapat meningkatkan kemandirian
perempuan dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya yang
pada akhirnya dapat membawa pada peningkatan kualitas
kehidupannya.
b. Tujuan Khusus
- Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan
fungsi reproduksinya.
- Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam
menentukan kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
- Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap
akibat dari perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan
dan kesejahteraan pasangan dan anak-anaknya.
Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992,
bab II pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi
masyarakat”, dalam Bab III Pasal 4 “Setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal.

2.3 Sasaran Kesehatan Reproduksi


a. Sasaran Utama
- Laki-laki dan perempuan usia subur, remaja putra dan putri yang
belum menikah.
- Kelompok resiko: pekerja seks, masyarakat yang termasuk
keluarga prasejahtera.
- Komponen kesehatan reproduksi remaja: seksualitas,
beresiko/menderita HIV/AIDS, beresiko dan pengguna NAPZA.
b. Sasaran Antara
- Petugas kesehatan: Dokter Ahli, Dokter Umum, Bidan, Perawat
- Pemberi Layanan Berbasis Masyarakat: Kader Kesehatan, Dukun,
Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, LSM

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi


a. Faktor Demografis - Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, usia pertama melakukan
hubungan seksual, usia pertama menikah, usia pertama hamil.
Sedangkan faktor demografi yang dapat mempengaruhi Kesehatan
Reproduksi adalah akses terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja
tidak sekolah , lokasi/tempat tinggal yang terpencil.

b. Faktor Budaya dan Lingkungan


Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek
tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi,
kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi
reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling
berlawanan satu dengan yang lain, pandangan agama, status
perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat tinggal dan
cara bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak dan
tanggung jawab reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen
politik.

c. Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman
sebaya (“peer pressure“), tindak kekerasan di rumah/ lingkungan
terdekat dan dampak adanya keretakan orang tua dan remaja, depresi
karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita
terhadap pria yang membeli kebebasan secara materi.

d. Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaan organ reproduksi
atau cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit
menular seksual, keadaan gizi buruk kronis, anemia, radang panggul
atau adanya keganasan pada alat reproduksi. Dari semua faktor yang
mempengaruhi kesehatan reproduksi diatas dapat memberikan dampak
buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh karena itu perlu adanya
penanganan yang baik, dengan harapan semua perempuan
mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikan kehidupan
reproduksi menjadi lebih berkualitas.

2.5 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan
manusia sejak lahir sampai mati (life cycle approach) agar diperoleh sasaran
yang pasti dan komponen pelayanan yang jelas serta dilaksanakan secara
terpadu dan berkualitas dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan
dan bertumpu pada program pelayanan yang tersedia.
a. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, Pelayanan
ANC, persalinan, nifas dan BBL yang aman.

b. Bayi dan Anak


Pemberian ASI eksklusif dan penyapihan yang layak, pemberian
makanan dengan gizi seimbang, Imunisasi, Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) dan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Pencegahan
dan penanggulangan kekerasan pada anak, Pendidikan dan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang sama pada anak
laki-laki dan anak perempuan.

c. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi yang
adequate, Pencegahan kekerasan sosial, Mencegah ketergantungan
NAPZA, Perkawinan usia yang wajar, Pendidikan dan peningkatan
keterampilan, Peningkatan penghargaan diri,. Peningkatan pertahanan
terhadap godaan dan ancaman.

d. Usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman,
Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan,
Pencegahan terhadap PMS atau HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah
aborsi, Deteksi dini kanker payudara dan leher rahim, Pencegahan dan
manajemen infertilitas.

e. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian terhadap
kemungkinan penyakit utama degeneratif termasuk rabun, gangguan
metabolisme tubuh, gangguan mobilitas dan osteoporosis, Deteksi dini
kanker rahim dan kanker prostat.

2.6 Masalah Kesehatan Reproduksi


Beberapa masalah dapat terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan
perempuan, dibawah ini diuraikan masalah yang mungkin terjadi pada
setiap siklus kehidupan.
a. Masalah reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian
perempuan yang berkaitan dengan kehamilan. Termasuk didalamnya
juga masalah gizi dan anemia di kalangan perempuan, penyebab serta
komplikasi dari kehamilan, masalah kemandulan dan ketidaksuburan;
Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi.

b. Masalah gender dan seksualitas


Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah
peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan
pendidikan seksualitas. Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah
seksualitas, bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang
perilaku seks, homoseks, poligami, dan perceraian. Seksualitas
dikalangan remaja.Status dan peran perempuan. Perlindungan terhadap
perempuan pekerja.

c. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan


Kecenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada
perempuan, perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial
mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai
tindak kekerasan terhadap perempuan. Sikap masyarakat mengenai
kekerasan perkosaan terhadap pelacur. Berbagai langkah untuk
mengatasi masalah- masalah tersebut.
d. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual
Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan
gonorrhea. Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti
chlamydia, dan herpes. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency
Virus/Acquired immunodeficiency Syndrome); Dampak sosial dan
ekonomi dari penyakit menular seksual. Kebijakan dan program
pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut (termasuk penyediaan
pelayanan kesehatan bagi pelacur/Penjaja Seks Komersial). Sikap
masyarakat terhadap penyakit menular seksual.

e. Masalah Pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran. Faktor-faktor
yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.
Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri
maupun bagi konsumennya dan keluarganya.

f. Masalah Sekitar Teknologi


Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi
tabung). Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal
screening). Penapisan genetik (genetic screening). Keterjangkauan dan
kesamaan kesempatan. Etika dan hukum yang berkaitan dengan
masalah teknologi reproduksi ini.
3. Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi
3.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Gambar 1. Organ Reproduksi Wanita Interna, Sisi Anterior


(WebMD.com, 2000)

No. Organ Reproduksi Deskripsi


Wanita Interna

1. Ovarium Tempat gametogenesis, dan sekresi hormon


seks. Bagian korteks terluar merupakan
tempat perkembangan folikel, sedangkan
medula bagian dalam masing-masing berisi
pembuluh darah dan jaringan ikat.

2. Tuba Fallopi Menyediakan jalan bagi oosit dari ovarium


ke uterus dan memiliki fimbriae yang
membantu menangkap oosit.

3. Uterus Memiliki tiga lapis dinding : endometrium,


miometrium, dan serosa.
4. Vagina Struktur tubular fibromuskular yang fleksibel
membentang dari vestibula ke serviks.

5. Serviks Saluran antara rongga rahim (uterus) dan


vagina

(Rosener et al. 2020).

Gambar 2. Organ Reproduksi Wanita Eksterna (Netter, 2019).

No. Organ Reproduksi Deskripsi


Wanita Eksterna

1. Mons Pubis Tempat perkembangan rambut saat


memasuki masa pubertas.
2. Labia Terdiri atas labia mayora dan labia minora
dengan ukuran bervariasi tergantung pada
kandungan adiposa.

3. Hymen (Selaput Selaput tipis yang ditemukan di pintu masuk


dara) ke lubang vagina, seringkali berlubang
sebelum menstruasi.

4. Klitoris Struktur ereksi dan sangat sensitif.

5. Vestibula Tempat ditemukannya meatus uretra (kemih),


kira-kira 1 cm di depan lubang vagina.

6. Uretra Menghubungkan kandung kemih ke


eksternal.

7. Kelenjar Skene Mengeluarkan pelumasan pada pembukaan


uretra.

8. Kelenjar Bartholin Mensekresikan pelumasan ke vagina.

(Aurora, 2018).
3.2 Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Pria

Gambar 3. Organ Reproduksi Pria, Potongan Sagital


(WebMD.com, 2000).

No. Organ Deskripsi


Reproduksi Pria

1. Skrotum Kantong fibromuskuler yang berisi testis,


epididimis, dan bagian dari spermatic cord
(Zachary, 2013).

2. Testis Terdapat sel leydig yang berfungsi


menghasilkan hormon steroid, seperti
testosteron dan sel sertoli yang berperan
dalam spermatogenesis melalui rangsangan
FSH (Gurung, 2021).

3. Epididimis Tempat pematangan sperma yang imotil


(Gurung, 2021).

4. Duktus (Vas) Organ lanjutan dari epididimis yang berfungsi


Deferens menyalurkan sperma ke saluran ejakulasi
(Zachary, 2013).

5. Saluran Ejakulasi Berasal dari penyatuan vesikula seminalis dan


ampula vas deferens (Zachary, 2013).

6. Vesikula Menghasilkan fruktosa sebagai energi untuk


Seminalis motilitas sperma yang dilepaskan dalam cairan
dan membentuk air mani (Gurung, 2021).

7. Kelenjar Melepaskan cairan kental yang melumasi


Bulbouretralis/ lubang uretra dan membersihkan uretra dari
Cowper residu urin (Gurung, 2021).

8. Prostat Mengeluarkan cairan alkali yang membantu


mengentalkan air mani sehingga sperma dapat
tetap berada dalam sistem reproduksi wanita
dengan baik (Gurung, 2021).

9. Penis Mengandung corpora cavernosa dan corpus


spongiosum sebagai tempat aliran darah untuk
memperbesar dan ereksi penis (Gurung, 2021).

10. Uretra Organ yang membentang dari bladder


(kandung kemih) hingga ke ujung penis dan
memiliki fungsi sebagai saluran untuk urin dan
air mani (Zachary, 2013).
4. Peran Peer Educator dalam menghadapi sexual and reproductive health
issues
Di negara berkembang, masalah kesehatan seksual dan reproduksi
merupakan penyebab utama kesehatan yang buruk dan kematian bagi
wanita dan anak usia subur. Beberapa masalah tersebut diantaranya adalah
hambatan informasi dan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi,
kehamilan yang tak diinginkan, aborsi yang tidak aman, infeksi menular
seksual (IMS) yang mengarah kepada komplikasi terkait kehamilan,
kekerasan berbasis gender dan lainnya (UNFPA, 2016).
Peran Peer Educator dalam menghadapi isu atau permasalah
tersebut dapat dilakukan melalui Peer Education dengan pemberian
informasi dan pemahaman mengenai perubahan fisik pada masa pubertas,
perilaku seksual yang sehat, dan kesehatan reproduksi sehingga dapat
mengarah kepada tingkat kesadaran dan sikap positif terhadap isu yang
ada. Selain itu, sangat penting untuk Peer Educator melakukan komunikasi
dan pendekatan bahwa pengetahuan dan sikap positif saja tidak akan cukup
untuk mengurangi hubungan seksual yang berisiko karena hal tersebut
sejatinya bergantung pada komitmen dari masing-masing individu (Hatami
et al. 2015).
IV. Soal-soal
1. Sex Education (pendidikan seks) adalah suatu pengetahuan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Apa saja yang tidak dibahas
dalam sex education?
a. Pertumbuhan jenis kelamin
b. Fungsi kelamin sebagai alat reproduksi
c. Cara berhubungan seksual
d. Menstruasi dan mimpi basah
e. Perkawinan dan pernikahan
2. Pendidikan seks sangat penting bagi anak dan remaja, yang bukan termasuk
manfaat dari mengajarkan pendidikan seks adalah
a. Mempelajari organ reproduksi
b. Mencegah adanya bentuk kekerasan seksual dan pemerkosaan
c. Mencegah pernikahan usia muda
d. Mengajarkan perilaku seks yang tidak aman
3. Berikut adalah beberapa jenis kontrasepsi hormonal, KECUALI...
a. Skin Patch
b. Kondom
c. IUD
d. Pil KB
4. Berikut ini merupakan dampak positif dari masturbasi, KECUALI…
a. Membantu dalam menghilangkan stress
b. Membantu meningkatkan konsentrasi
c. Membantu meredakan kram menstruasi pada wanita
d. Menurunkan sensitivitas seksual
5. Berikut ini merupakan penyebab infertilitas pada wanita, KECUALI..
a. Polycystic Ovary Syndromes
b. Diminished Ovarian Reserve
c. Premature Ovarian Insufficiency
d. Varicoceles
6. Berikut ini yang seharusnya dilakukan seorang educator adalah...
a. Mengkritik audiens
b. Menciptakan safe space
c. Memaksakan pendapat
d. Menjelaskan materi dengan gegabah
7. Berikut adalah organ-organ reproduksi wanita interna, KECUALI…
a. Ovarium
b. Tuba Fallopi
c. Klitoris
d. Uterus
8. Organ reproduksi pria yang berfungsi menghasilkan hormon testosteron adalah…
a. Testis
b. Penis
c. Epididimis
d. Skrotum
9. Setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang
terstandar. Yang dimaksud dengan pernyataan tersebut adalah...
a. Mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi secara gratis
b. Mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas
c. Mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif
d. Mendapatkan pelayanan persalinan yang aman
10. Berikut adalah peran peer educator dalam menghadapi isu kesehatan seksual dan
reproduksi..
a. Menyarankan untuk menghindari bertemu teman lawan jenis karena
merupakan pemicu tindakan berisiko
b. Melarang dengan keras bahwa tidak boleh melakukan hubungan seksual di
luar nikah
c. Menghindari topik pembicaraan kesehatan seksual dan reproduksi pada
remaja
d. Memberikan pemahaman mengenai perilaku seksual yang sehat
V. Referensi
a. Bansode OM, Sarao MS, Cooper DB. Contraception. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2021 [cited 19 September 2021]
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536949/
b. InformedHealth.org [Internet]. Contraception: Overview. Cologne, Germany:
Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). 2006 [Updated 2017
June 29] [cited 19 September 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279452/
c. Horvath S, Schreiber CA, Sonalkar S. Contraception. Endotext [Internet]. South
Dartmouth (MA): MDText.com, Inc. 2000 [Updated 2018 Jan 17] [cited 19
September 2021]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279148/

d. UNFPA. Sexual and Reproductive Health. 2016 [cited 24 September 2021].


Available from :
https://www.unfpa.org/sexual-reproductive-health#summery105858

e. Hatami M, Kazemi A, Mehrabi T. Effect of Peer Education in School on Sexual


Health Knowledge and Attitude in Girl Adolescents. Journal of Education and
Health Promotion. 2015 [cited 19 September 2021] ; 4:78. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4944604/
f. Gurung P, Yetiskul E, Jialal I. Physiology, Male Reproductive System. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2021 [cited 24 September
2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538429/
g. Zachary WA. Male Reproductive Organ Anatomy. Medscape [Internet]. 2013 [cited
24 September 2021]. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/1899075-overview#a1
h. Rosner J, Samardzic T, Sarao MS. Physiology, Female Reproduction. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. 2020 [cited 19 September
2021]. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537132/
i. Aurora MM. Female Reproductive Organ Anatomy. Medscape [Internet]. 2018
[cited 24 September 2021]. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/1898919-overview
j. Netter FH, Scott J. Atlas d'anatomie humaine. Elsevier Health Sciences; 2019.
k. Das, D. S., & Nandy, A. (2019). Masturbation, It’s Facts & Myths. International
Journal of Trend in Scientific Research and Development, Volume-3(Issue-5).
Retrieved from
https://www.ijtsrd.com/biological-science/biological-system/25273/masturbation-it
s-facts-and-myths/arpan-nandy
l. Jones, H., & Wosnitzer, M. (2021). Does Masturbating Cause Erectile Dysfunction?
Retrieved September 30, 2021, from Verywell Health website:
https://www.verywellhealth.com/does-masturbation-really-cause-erectile-dysfunctio
n-ed-5197250
m. George, K., & Kamath, M. (2010). Fertility and age. Journal of Human Reproductive
Sciences, 3(3), 121. https://doi.org/10.4103/0974-1208.74152
n. OHSU. (n.d.). Fertility Factors | Center for Women’s Health | OHSU. Retrieved
September 30, 2021, from www.ohsu.edu website:
https://www.ohsu.edu/womens-health/fertility-factors
o. Centers for Disease Control and Prevention. (2019). Infertility. Retrieved from
Centers for Disease Control and Prevention website:
https://www.cdc.gov/reproductivehealth/infertility/index.htm
p. Mayo Clinic. (2018). Female infertility - Symptoms and causes. Retrieved from Mayo
Clinic website:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/female-infertility/symptoms-causes
/syc-20354308
q. Mayo Clinic. (2018b). Male infertility - Symptoms and causes. Retrieved from Mayo
Clinic website:
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/male-infertility/symptoms-causes/s
yc-20374773
r. Mayo Clinic. (2017). Have you had “the talk” with your teen?. Retrieved from Mayo
Clinic website:
https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/sexual-health/in-depth/sex-education/
art-20044034
s. Ulearning blog. (2017, November 10). 5 Teaching Tips For Safe Sex Education |
ULearning. Retrieved September 30, 2021, from
https://ulearning.com/2830/5-teaching-tips-for-safe-sex-education/
t. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional. 8 Juli 2003. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
4301. Jakarta.
u. BKKBN. 2008. Remaja dan SPN (Seks Pranikah).
v. Marbun, S. M., & Stevanus, K. 2019. Pendidikan Seks Pada Remaja. FIDEI: Jurnal
Teologi Sistematika dan Praktika, 2(2), 325-343.
w. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Kesehatan Reproduksi dan
Keluarga Berencana. Cetakan 1. Pusdik SDM Kesehatan. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai