Anda di halaman 1dari 26

Case : TIGA PILAR SEJAHTERA

ETIKA DAN TATA KELOLA


G23 Group 2:
Irham Suharja (NPM 2306300552)
Rinaldi Wilopo (NPM 2306189635)
Agung Wahyu (NPM 2306299765)
Putri Kartika (NPM 2306300930)
Irena Shafira (NPM 2306189300)
Ferlita Aprillia (NPM 2306300312)
01 BACKGROUND

2
Background
● PT Tiga Pilar Sejahtera adalah perusahaan yang
bergerak dibidang industri makanan dan minuman
dengan produk-produk yang dikenal masyarakat
seperti Taro, Bihunku, Gulas, dan lainnya
● PT Tiga Pilar Sejahtera merupakan group dari PT
FKS Food Sejahtera Tbk dan FKS Food &
Ingredients
PROBLEM
02
IDENTIFICATION
4
Problem Identification

Jelaskan kronologis kasus Tiga Pilar Sejahtera yang terkait dengan: a. Transaksi dengan pihak berelasi, b. penyajian
01 kembali laporan keuangan auditan tahun 2017, c. penyelenggaraan RUPS tahun 2018 yang berakhir dengan pergantian
anggota Direksi Tiga Pilar?

Berdasarkan kronologis, sampaikan kajian atas a. prinsip dan sub-prinsip tata kelola menurut G20/OECD yang dilanggar

02 pimpinan Tiga Pilar Sejahtera (Dewan Komisaris dan Direksi), b. prinsip dan sub-prinsip tata kelola menurut G20/OECD
yang telah dilaksanakan di pimpinan Tiga Pilar. Kemudian apa akar permasalahan yang menyebabkan kinerja Tiga Pilar
memburuk pada tahun 2017?

03 Berdasarkan tugas dan tanggung jawab Direksi menurut UU Perseroan Terbatas dan aturan OJK, sampaikan evaluasi
pelaksanaan tugas Direksi Tiga Pilar Sejahtera?

04 Berdasarkan tugas Dewan Komisaris menurut aturan OJK dan prinsip 6 G20/OECD Corporate Governance, sampaikan
evaluasi pelaksanaan tugas Dewan Komisaris Tiga Pilar Sejahtera?
03 ANALYSIS

6
Q1. Kronologi

● PT Indo Beras Unggul (IBU) sebagai anak perusahaan Tiga Pilar Sejahtera → tuduhan mengepul beras petani
yang menikmati subsidi pemerintah untuk diproses dan dikemas ulang menjadi beras premium. Kemudian
dilakukan penggerebekan langsung gudang PT IBU oleh Mentan Andi Amran Sulaiman pada 20 Juli 2017.

● TPS Food bermasalah:


TPS Food→ gagal bayar atas sukuk ijarah I tahun 2013 dengan pokok senilai Rp 300 miliar dan jatuh tempo
pada 5 April 2018 dan obligasi I tahun yang sama dengan nilai emisi Rp 600 miliar, jatuh temponya pada 5
April 2018.

● Hasil Investigasi Berbasis Fakta PT Ernst & Young Indonesia (EY) kepada manajemen baru AISA
tertanggal 12 Maret 2019, dugaan penggelembungan → akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap
Grup AISA
Q2. Prinsip dan Sub-prinsip tata kelola

A. Prinsip dan Sub-prinsip tata kelola G20/OECD yang dilanggar pimpinan Tiga Pilar Sejahtera

Mengacu kepada G20/ OECD (2023) pimpinan Tiga Pilar melanggar prinsip :
● Prinsip ke V: The Responsibility of The Board pada sub prinsip D poin ke 8 yakni pada butir Memastikan
integritas sistem akuntansi dan pelaporan perusahaan untuk pengungkapan, termasuk audit eksternal yang
independen, dan bahwa sistem kontrol yang tepat tersedia, sesuai sesuai dengan hukum dan standar yang
relevan. Hal tersebut karena PT TPS terlibat kecurangan penjualan beras dan terdapat dugaan overstatement
sebesar Rp 4 triliun pada akun piutang usaha, persediaan, dan aset tetap Grup TPSF dan sebesar Rp 662
miliar pada Penjualan serta Rp 329 miliar pada EBITDA Entitas Food.
● Prinsip ke V: The Responsibility of The Board pada sub prinsip D poin ke 9 yakni Mengawasi proses
pengungkapan informasi dan komunikasi. Dimana ada indikasi pelanggaran Keterbukaan Informasi, seperti
Inkonsistensi pernyataan tentang Berita Simpang Siur ke Bursa Efek Indonesia (BEI) yang menunjukkan
bahwa per 31 Desember 2017 kepemilikan saham Pendiri sebesar 22.01% atau 708,41 juta lembar, tetapi
saham pendiri per 30 Juni 2018 hanya tinggal 5.28% atau 169,85 juta lembar.
Q2. Prinsip dan Sub-prinsip tata kelola

B. prinsip dan sub-prinsip tata kelola menurut G20/OECD yang telah dilaksanakan di pimpinan Tiga Pilar

Mengacu kepada G20/ OECD (2023) pimpinan Tiga Pilar telah memenuhi prinsip :
● Prinsip ke V: The Responsibility of The Board pada sub prinsip D poin ke 3, yakni pada butir Memantau
efektivitas praktik tata kelola perusahaan dan membuat perubahan sesuai kebutuhan, serta pada sub prinsip
D poin ke 4, Memilih, mengawasi dan memantau kinerja para eksekutif kunci, dan, jika bila perlu, mengganti
mereka dan mengawasi perencanaan suksesi. Dalam hal ini dilakukan RUPS dalam rangka pergantian direksi
akibat adanya kasus kecurangan penjualan beras dan penyajian laporan keuangan yang tidak tepat serta
transaksi kepada pihak berelasi.

● Selain itu, seluruh dewan komisaris AISA satu suara untuk menolak menandatangani laporan tahunan AISA
tahun buku 2017, Dengan tidak ditandatanganinya laporan tahunan oleh dewan komisaris tersebut yang
berujung pada ditolaknya Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan AISA Tahun Buku 2017 pada RUPST,
menandakan bahwa dewan komisaris sudah menjalankan tugasnya sebagai organ pengawas perusahaan,
dimana ketika diketahui terdapat ketidakjelasan atau dugaan ketidakandalan laporan keuangan maka dewan
komisaris harus mengungkapkan hal tersebut kepada para Pemegang Saham dan para stakeholders
Q2. Akar permasalahan kinerja yang memburuk

C. Akar permasalahan kinerja Tiga Pilar Sejahtera memburuk pada tahun 2017

● Gudang beras milik PT Indo Beras Unggul (IBU) dan PT Sukses Abadi Karya Inti (SAKTI) yang merupakan
anak perusahaan Tiga Pilar Sejahtera Food digunakan untuk kasus pemalsuan beras subsidi yang dioplos
menjadi beras premium. Kemudian gudang tersebut dilakukan penggerebekan langsung oleh Mentan pada
tanggal 20 Juli 2017. Akibat kasus ini, manajemen memutuskan untuk menghentikan bisnis beras.
● Keputusan penghentian bisnis beras tersebut membuat kinerja perseroan memburuk. Dalam laporan
keuangan TPS Food per 31 Desember 2017 yang dikeluarkan pada 29 Juni 2018 disebutkan pendapatan
perseroan menurun hingga 24,8% dari tahun sebelumnya.
● Buruknya kinerja sejalan dengan harga saham yang terus merosot, bahkan PT Tiga Pilar Corpora selaku
pemilik saham utama terus melepas portofolio kepemilikan di dalam TPS Food.
Q3. Evaluasi Pelaksanaan Direksi

Evaluasi tugas dan tanggung jawab Direksi menurut UU Perseroan Terbatas

Pasal 66 ayat (3) UU PT


Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.

Berdasarkan pasal tersebut, laporan keuangan harus disusun berdasarkan standar keuangan. Standar keuangan sendiri yakni
PSAK mengatur melalui PSAK 72 bahwa perusahaan dapat mengakui pendapatan ketika (atau selama) perusahaan memenuhi
kewajiban pelaksanaan dengan mengalihkan aset yang dijanjikan kepada pelanggan, di mana pengalihan aset terjadi ketika
(atau selama) pelanggan memperoleh pengendalian atas aset tersebut. Direksi TSP food yang melaporkan overstatement pada
akun piutang usaha, persediaan, aset tetap dan akun penjualan sudah jelas melanggar PSAK, karena pembukuan
penjualannya tidak berdasarkan kejadian pengalihan aset, melainkan penjualan fiktif yang tidak pernah ada.

Pasal 69 Ayat (3) UU PT


Dalam hal laporan keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.

Pasal 92 Ayat (1) dan (2) UU PT


1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan.
2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang
dipanda
Q3. Evaluasi Pelaksanaan Direksi

Pasal 97 Ayat (1), (2), dan (3) UU PT


1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).
2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab.
3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Sesuai dengan Pasal 100 Ayat (1) UU PT, direksi berkewajiban menjalankan dan melaksanakan beberapa tugas selama
jabatannya, yaitu:
a. membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS, dan
b. risalah rapat Direksi;
c. membuat laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang tentang Dokumen Perusahaan; dan
d. memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
dan dokumen Perseroan lainnya.
Q3. Evaluasi Pelaksanaan Direksi

Pasal 101 Ayat (1) dan (2) UU PT


1) Anggota Direksi wajib melaporkan kepada Perseroan mengenai saham yang dimiliki anggota Direksi yang bersangkutan
dan/atau keluarganya dalam Perseroan dan Perseroan lain untuk selanjutnya dicatat dalam daftar khusus.
2) Anggota Direksi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menimbulkan kerugian
bagi Perseroan, bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan tersebut.

Direksi TPS food, yakni Joko Mogoginta, sudah jelas salah karena tidak transparan dalam mengungkapkan kepemilikannya
pada perusahaan yang bertransaksi dengan TPS food, yaitu PT JOM Prawarsa kepada pemegang saham baik melalui
pelaporan keuangan maupun RUPS.

Pasal 102 Ayat (1) UU PT


Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk:
a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau
b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan;
yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik
yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.

Selama direksi dipimpin oleh Joko Mogoginta menjabat, terdapat dugaan aliran dana sebesar Rp 1,78 triliun antara lain
pencairan pinjaman Grup Tiga Pilar dari beberapa bank, pencairan deposito, transfer dana melalui rekening bank serta
pembiayaan beban pihak terafiliasi yang dilakukan Tiga Pilar. Pinjaman itu sendiri tidak dilaporkan maupun tidak dilakukan
RUPS sebelumnya, sehingga artinya kegiatan pinjaman yang dilakukan direksi tersebut tidak memperoleh persetujuan RUPS.
Atas pinjaman di luar RUPS tersebut, direksi TPS food melanggar Pasal 102.
Q3. Evaluasi Pelaksanaan Direksi

Pasal 12 Ayat (3) Peraturan OJK No. 33 Tahun 2014


Setiap anggota Direksi wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan itikad
baik, penuh tanggung jawab, dan kehati hatian.

Dengan terkuaknya penggembungan laporan keuangan dan pinjaman tanpa RUPS yang telah dibahas sebelumnya, Direksi
lama TPS food juga dapat dikenai pasal 12 ayat (3) POJK No. 33 Tahun 2014 karena terbukti tidak menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya dengan itikad baik, penuh tanggung jawab, dan kehati-hatian.

Pasal 1 Ayat (3) Peraturan OJK No.42 Tahun 2020


Transaksi Afiliasi adalah setiap aktivitas dan/atau transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terbuka atau perusahaan terkendali
dengan Afiliasi dari perusahaan terbuka atau Afiliasi dari anggota direksi, anggota dewan komisaris, pemegang saham utama,
atau Pengendali, termasuk setiap aktivitas dan/atau transaksi yang dilakukan oleh perusahaan terbuka atau perusahaan
terkendali untuk kepentingan Afiliasi dari perusahaan terbuka atau Afiliasi dari anggota direksi, anggota dewan komisaris,
pemegang saham utama, atau Pengendali.

Pasal 2 Peraturan OJK No.42 Tahun 2020


Perusahaan Terbuka yang melakukan Transaksi Afiliasi dalam:
a. 1 (satu) kali transaksi; atau
b. suatu rangkaian transaksi untuk suatu tujuan atau kegiatan tertentu, wajib memenuhi ketentuan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan ini.
Q3. Evaluasi Pelaksanaan Direksi

Pasal 3 Ayat (1) dan (2) Peraturan OJK No.42 Tahun 2020
1) Perusahaan Terbuka yang melakukan Transaksi Afiliasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib memiliki prosedur
yang memadai untuk memastikan bahwa Transaksi Afiliasi dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang berlaku
umum.
2) Perusahaan Terbuka wajib menyimpan dokumen terkait pelaksanaan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam jangka waktu penyimpanan dokumen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4 Ayat (1) huruf a dan b Peraturan OJK No.42 Tahun 2020
Perusahaan Terbuka yang melakukan Transaksi Afiliasi wajib:
a. menggunakan Penilai untuk menentukan nilai wajar dari objek Transaksi Afiliasi dan/atau kewajaran transaksi dimaksud;
b. mengumumkan keterbukaan informasi atas setiap Transaksi Afiliasi kepada masyarakat;

Pada Laporan Tahunan Tahun 2017 dilaporkan 6 distributor merupakan perusahaan pihak ketiga, bukan perusahaan terafiliasi
sehingga transaksi tersebut harus melalui prosedur transaksi afiliasi dan keterbukaan informasi.
Q4. Evaluasi Pelaksanaan Dewan Komisaris
Tugas dan wewenang dewan komisaris sesuai dengan peraturan OJK Nomor 33 /POJK.04/2014 Tentang Direksi
dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik pada pasal 28 adalah sebagi berikut:
(1) Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas pengawasan terhadap
kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Emiten atau Perusahaan Publik
maupun usaha Emiten atau Perusahaan Publik, dan memberi nasihat kepada Direksi.
(2) Dalam kondisi tertentu, Dewan Komisaris wajib menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya sesuai
dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
(3) Anggota Dewan Komisaris wajib melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan itikad baik, penuh tanggung jawab, dan kehati-hatian.
(4) Dalam rangka mendukung efektivitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Dewan Komisaris wajib membentuk Komite Audit dan dapat membentuk komite lainnya.
(5) Dewan Komisaris wajib melakukan evaluasi terhadap kinerja komite yang membantu pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud pada ayat setiap akhir tahun buku.
Q4. Evaluasi Pelaksanaan Dewan Komisaris (Cont.)
Tugas dan wewenang dewan sesuai dengan G20/OECD ke VI.D adalah sebagai berikut:

1. Menelaah dan mengarahkan strategi perusahaan, rencana kerja utama, kebijakan dan prosedur manajemen risiko,
anggaran tahunan dan rencana bisnis; menetapkan sasaran kinerja; monitoring pelaksanaan dan kinerja perusahaan;
serta mengawasi belanja modal yang besar, akuisisi dan divestasi.
2. Memantau efektivitas praktik tata kelola korporat dan membuat perubahan yang diperlukan
3. Memilih, menentukan kompensasi, memantau, dan bila perlu mengganti eksekutif kunci dan mengawasi perencanaan
penggantinya (suksesi).
4. Menyelaraskan remunerasi anggota dewan dan manajemen kunci dengan kepentingan jangka panjang perusahaan
dan pemegang saham.
5. Memastikan proses nominasi dan pemilihan anggota dewan dilakukan secara formal dan transparan.
6. Memonitor dan mengelola potensi benturan kepentingan antara manajemen, anggota dewan dan pemegang saham,
termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan penyalahgunaan transaksi dengan pihak berelasi.
7. Memastikan integritas dari sistem pelaporan akuntansi dan keuangan perusahaan, termasuk audit independen dan
sistem pengendalian yang tepat, khususnya sistem manajemen risiko, keuangan dan pengendalian operasional, serta
kepatuhan terhadap hukum dan standar yang relevan.
8. Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi.
Q4. Evaluasi Pelaksanaan Dewan Komisaris (Cont.)
Tugas dan wewenang Dewan Komisaris berdasarkan Undang-undang PT Nomor 40 Tahun 2007:

● Menurut pasal 108 UU PT, dewan komisaris sebagai organ perusahaan, bertugas dan bertanggungjawab secara
kolektif untuk melakukan pengawasan atas kebijakan dan jalannya pengurusan dan memberikan nasihat kepada
direksi untuk kepentingan perseroan.
● Jika diatur di anggaran dasar perusahaan, dewan komisaris dapat diberikan wewenang untuk memberikan
persetujuan dalam melakukan perbuatan hukum tertentu (Pasal 117 UU PT).
● Setiap anggota dewan komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan
tugas pengawasan dan pemberikan nasehat kepada direksi untuk kepentingan perseroan.
● Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya (pasal 114 UU PT 2007), namun tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian perusahaan apabila dapat membuktikan:
a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan.
b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan direksi
yang mengakibatkan kerugian; dan
c. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Q4. Evaluasi Pelaksanaan Dewan Komisaris (Cont.)
Pada case PT Tiga Pilar Sejahtera ( kode emiten AISA), tindakan dewan komisaris atas kasus laporan keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera
yang diduga melakukan manipulasi laporan keuangan adalah sebagai berikut:
• Seluruh dewan komisaris AISA satu suara untuk menolak menandatangani laporan tahunan AISA tahun buku 2017. Alasannya, dewan
komisaris tidak mendapat penjelasan yang memadai atas penjelasan sejumlah transaksi yang terjadi di tahun buku 2017. Karena tidak
ada penjelasan yang baik, dewan komisaris tidak dapat memeriksa kebenaran data terkait bisnis Perusahaan, hal ini menandakan
bahwa dewan komisaris sudah menjalankan tugasnya sebagai organ pengawas perusahaan, dimana ketika diketahui terdapat
ketidakjelasan atau dugaan ketidakandalan laporan keuangan maka dewan komisaris harus mengungkapkan hal tersebut kepada para
Pemegang Saham dan para stakeholders. hal ini sesuai dengan Prinsip 6 G20/OECD dan POJK no 33 Tahun 2014.
• Pasca polemik yang terjadi pada RUPST di Bulan Juli 2018 bahwa pemegang saham mendesak untuk melakukan pergantian Joko
Mogoginta dan Jajaran Direksi yang berakhir pada acara RUPS berjalan tidak kondusif. Menurut POJK no 33 Tahun 2014 pasal 28 ayat
2 yang menyebutkan bahwa “Dalam kondisi tertentu, Dewan Komisaris wajib menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya
sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar”. Dasar aturan ini yang
digunakan oleh para Dewan Komisaris AISA tetap melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dan menunjuk
jajaran direksi baru dan jajaran komisaris.
04 CONCLUSION &
RECOMMENDATION
Conclusion
● Peraturan di Indonesia yang mengatur tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris adalah UU No. 40
Tahun 2007 dan POJK NOMOR 33 /POJK.04/2014

● Menurut POJK NOMOR 33 /POJK.04/2014, tugas Direksi dan Dewan Komisaris adalah sebagai berikut:
- Direksi bertugas menjalankan dan bertanggung jawab atas pengurusan Emiten atau Perusahaan Publik untuk
kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik sesuai dengan maksud dan tujuan Emiten atau Perusahaan Publik
yang ditetapkan dalam anggaran dasar.
- Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan dan bertanggung jawab atas pengawasan terhadap kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Emiten atau Perusahaan Publik maupun usaha
Emiten atau Perusahaan Publik, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Conclusion
● Pada kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk, terdapat pelanggaran tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris sebagai berikut:
- Manipulasi Laporan Keuangan Tahun 2017
- Kegagalan dalam mengungkapkan transaksi dengan Pihak Berelasi secara memadai kepada Stakeholder

● Dalam menghadapi pelanggaran tersebut, Dewan Komisaris PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk:
- Menolak menandatangani Laporan Tahunan AISA 2017 sebagai tanda sudah menjalankan tugasnya sebagai organ
pengawas perusahaan, dimana ketika diketahui terdapat ketidakjelasan atau dugaan ketidakandalan laporan
keuangan maka dewan komisaris harus mengungkapkan hal tersebut kepada para Pemegang Saham dan para
stakeholders.
- Melaksanakan RUPST di bulan Juli 2018 untuk melakukan pergantian Joko Mogoginta dan Jajaran Direksi.
Recommendation
Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik, Direksi dan Dewan Komisaris harus:

1. Memiliki standar etika yang baik, menghindari conflict of interest dan menerapkan prinsip
accountability dan transparency.

2. Mampu mengidentifikasi risiko dan mengembangkan strategi mitigasi sebelum risiko tersebut terjadi.

3. Menjaga komunikasi yang baik tidak hanya dengan satu sama lain namun juga pada stakeholder.

4. Memastikan perusahaan tetap patuh pada hukum dan regulasi yang berlaku

5. Memastikan fungsi komite (komite audit, komite CG, dll) terlaksana dengan baik
05 LESSON LEARNED
Lesson Learned
1. Fungsi pengawasan oleh Dewan Komisaris terhadap Direksi sangat penting guna memastikan
pengelolaan perusahaan ditujukan untuk kepentingan terbaik perusahaan, bukan untuk kepentingan
kelompok tertentu
2. Dewan harus mampu menerapkan prinsip duty of care dan duty of loyalty, serta harus memperlakukan
seluruh pemegang saham secara adil.
3. Kegagalan Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab akan
menimbulkan banyak kerugian bagi perusahaan, shareholder dan stakeholder. Pada kasus PT Tiga
Pilar Sejahtera Food Tbk, kerugian yang dialami adalah risiko reputasi, risiko kepatuhan, risiko hukum,
penurunan harga saham perusahaan dan hampir delisted dari Bursa Efek Indonesia.
MM FEB UI

THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai