DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... v
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Definisi Protein.............................................................................................. 3
2.2 Bahan Yang Digunakan................................................................................. 3
2.2.1 BSA (Bovine Serum Albumin) ............................................................... 3
2.2.2 Kacang Tanah ......................................................................................... 4
2.2.3 Kacang Kedela ........................................................................................ 5
2.2.4 Aquades .................................................................................................. 6
2.2.5 Biuret ...................................................................................................... 7
2.3 Metode Biuret ................................................................................................ 7
2.4 Pengaruh Konsentrasi Bahan Terhadap Kadar Protein ................................. 8
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengukuran Kadar Protein .............................. 8
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM ................................................................ 9
3.1 Alat dan Bahan .............................................................................................. 9
3.1.1 Alat.......................................................................................................... 9
3.1.2 Bahan ...................................................................................................... 9
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan ............................................................. 10
3.2.1 Skema Kerja .......................................................................................... 10
3.2.2 Fungsi Perlakuan................................................................................... 12
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN .................................. 14
4.1 Hasil Pengamatan ........................................................................................ 14
4.1.1 Absorbansi BSA ................................................................................... 14
4.1.2 Absorbansi Kacang Tanah .................................................................... 14
4.1.3 Absorbansi Kacang Kedelai.................................................................. 14
4.2 Hasil Perhitungan ........................................................................................ 15
4.2.1 Konsentrasi BSA................................................................................... 15
i
ii
ii
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2. 1 Syarat Mutu Kacang Tanah (01-3921-1995) ..................................... 5
Tabel 2.2. 2 Syarat Mutu Kacang Kedelai (SNI 01-3922-1995)........................... 6
Tabel 4.1. 1 Absorbansi BSA ............................................................................... 14
Tabel 4.1. 2 Absorbansi Kacang Tanah................................................................ 14
Tabel 4.1. 3 Absorbansi Kacang Kedelai ............................................................. 14
Tabel 4.2. 1 Konsentrasi BSA .............................................................................. 15
Tabel 4.2. 2 Kadar Protein Kacang Tanah ........................................................... 15
Tabel 4.2. 3 Kadar Protein Kacang Kedelai ......................................................... 15
iii
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5. 1 Larutan Kurva Standar BSA .................................................................. 16
Grafik 5. 2 Kurva Standar BSA .................................................................................... 17
iv
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran. 1 Dokumentasi BSA .......................................................................... 25
Lampiran. 2 Dokumentasi Sampel Kacang Tanah .............................................. 25
Lampiran. 3 Dokumentasi Sampel Kacang Kedelai ........................................... 26
v
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum pengetahuan bahan agroindustri acara analisi proteiin
adalah sebagai berikut:
1. Agar mahasiswa mengetahui cara mengukur kadar protein kacang tanah dan
kedelai dengan menggunakan metode biuret .
2. Agar mahasiswa mengetahui hubungan konsentrasi bahan dengan kadar
protein.
2
3
3
4
disulfida yaitu terdapat 17 ikatan (Zulfatur, 2017). BSA termasuk dalam kelompok
protein globular dengan berat molekul 66000 Da. Bovine Serum Albumin (BSA)
merupakan salah satu protein yang mempunyai kandungan protein yang berlimpah
dalam plasma dengan konsentrasi 5g/500 ml, di samping itu, BSA mempunyai
komposisi asam amino sebayak 20 macam (Suryanatha, 2019).
Dalam praktikum kali ini, bahan BSA telah digantikan dengan putih telur,
yang merupakan alternatif yang lebih ekonomis dan mudah diperoleh. Telur, yang
kaya akan protein dan mengandung semua asam amino esensial, sering dijadikan
acuan dalam menilai kualitas protein dari berbagai bahan makanan (Arlini, 2022).
Putih telur, juga dikenal sebagai albumen atau glair, adalah cairan putih yang
terdapat di dalam telur. Putih telur didominasi oleh protein sederhana, dengan
sekitar 11 jenis, sementara protein konjugasi lebih banyak ditemukan di kuning
telur.
2.2.2 Kacang Tanah
Kacang tanah merupakan tanaman polong yang berasal dari Amerika
Selatan. Kacang tanah dengan nama latin arachis hypogeae, adalah salah satu
tumbuhan yang tergolong dalam tumbuhan biji tertutup (Angiospermae). Kacang
tanah termasuk dalam ordo Fabales. Ordo Fabales, juga dikenal sebagai
leguminales, adalah kelompok besar tanaman berbunga yang menghasilkan polong-
polongan. Beberapa contoh tanaman lain dalam ordo Fabales termasuk kacang
polong, lentil, buncis, kedelai, dan alfalfa (Tampaty, 2019). tanaman kacang tanah
termasuk ke dalam tanaman leguminose dan berikut ini dalah taksonomi kacang
tanah diklasifikasikan kedalam: Kingdom, Plantae, Diviso: Tracheopyta, Kelas :
Magnoliophyta,Ordo Fabales, Famili: Fabaceae, Genus: Arachis, Spesies:
(Arachis hypogaea L.).
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan sumber protein nabati yang
penting, terutama di negara berkembang. Protein kacang tanah memiliki kandungan
asam amino esensial yang lengkap dan seimbang, menjadikannya alternatif protein
hewani yang baik. Kandungan yang terdapat didalam kacang tanah adalah berupa
protein 25 - 30%, karbohidrat 12%, lemah 40 - 50%, dan vitamin B1 sehingga
memposisikan kacang tanah setelah kedelai dalam hal mencukupi gizi. Namun,
4
5
5
6
meliputi kalium (K), zinc (Zn), dan fosfor (P). Kedelai juga kaya akan antioksidan
dan isoflavon yang bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan gizi yang lengkap dalam
kedelai menjadikannya bahan pangan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan.
Kedelai dapat membantu mencegah berbagai penyakit, seperti osteoporosis,
penyakit jantung, dan kanker (Taringan, 2024).
Tabel 2.2. 2 Syarat Mutu Kacang Kedelai (SNI 01-3922-1995)
Persyaratan
Kreteria Uji Satuan
I II II IV
Kadar air % Maks 13 Maks 14 Maks 14 Maks 16
Butir belah % Maks 1 Maks 2 Maks 3 Maks 5
Butir rusak % Maks 1 Maks 2 Maks 3 Maks 5
Butir warna % Maks 1 Maks 3 Maks 5 Maks 10
Kotoran % Maks 0 Maks 1 Maks 2 Maks 3
Butir keriput % Maks 0 Maks 1 Maks 3 Maks 5
Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 1995
2.2.4 Aquades
Aquades, atau H2O, merupakan air hasil kondensasi yang diperoleh dari
proses distilasi (penyulingan). Distilasi adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan kemudahan menguap (volatilitas) suatu zat, atau teknik
pemisahan kimia yang memanfaatkan perbedaan titik didih untuk memperoleh
senyawa murninya. Pada umumnya, distilasi digunakan untuk memisahkan
senyawa-senyawa dalam satu fase, yaitu fase cair-cair. Senyawa-senyawa dalam
campuran akan menguap pada saat mencapai titik didih masing-masing. Dalam
konteks ini, distilasi digunakan untuk memurnikan air mineral (Wahyudi et al,
2017).
Aquades merupakan pelarut yang jauh lebih unggul dibandingkan hampir
semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa yang mudah larut dalam aquades
mencakup berbagai senyawa organik netral yang memiliki gugus fungsional polar,
seperti gula, alkohol, aldehida, keton. Kelarutan ini disebabkan oleh kecenderungan
molekul aquades untuk membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil pada
gula dan alkohol, atau gugus karbonil pada aldehida dan keton. Aquades adalah air
hasil penyulingan yang bebas dari zat pengotor, sehingga bersifat murni dalam
laboratorium. Aquades berwarna bening, tidak berbau, dan tidak memiliki rasa.
6
7
2.2.5 Biuret
Biuret terbentuk oleh kombinasi dua molekul urea dengan melepaskan satu
molekul amonia. Struktur biuret mirip dengan urea. Reaksinya terjadi pada tekanan
rendah dan waktu pemanasan yang cukup lama. Identifikasi keberadaan biuret
pertama kali dilakukan oleh Wiedmannpada tahun 1848, setelah memanaskan urea
nitratpada pada 150oC -170oC. Ketika urea dipanaskan di atas titik leburnya, maka
akan terjadi laju reaksiyang tidak diinginkan sehingga memicu pertumbuhanzat
yang berbeda, termasuk biuret dan turunan urea lainnnya (Septiani dkk., 2020).
Uji buiret digunakan untuk menganalisis kadar protein dalam suatu sampel.
Protein tersusun atas ikatan peptida. Semakin panjang rantai peptida atau semakin
tinggi kadar protein dalam sampel, semakin intensif warna ungu yang dihasilkan
dari reaksi dengan larutan biret. Uji biuret bersifat umum untuk protein dan
memberikan hasil positif untuk semua senyawa yang mengandung dua atau lebih
ikatan peptida (Monika, 2021).
7
8
8
9
9
10
Kurva standart
10
11
b. Preparasi Sampel
Kacang tanah
dan kacang kedelai
11
12
12
13
b) Preparasi Sampel
13
14
Volume Absorbansi
(ml)
0,2 0,316
0,4 0,550
0,6 0,684
0,8 1,069
1 1,189
14
15
15
16
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 BSA
Pada tahap pembuatan kurva standar BSA disiapkan tujuh tabung reaksi,
tabung pertama diisi larutan blanko sedangkan pada tabung yang lain diisi larutan
BSA dengan konsentrasi yang telah ditentukan, kemudian diukur dengan panjang
gelombang 520 nm. Tujuan pembuatan kurva standar yaitu untuk memperoleh
suatu persamaan regresi linear yang digunakan untuk menghitung dan menetapkan
kadar zat analit. Masing-masing serapan larutan dengan berbagai konsentrasi
diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara serapan dengan
konsentrasi.
16
17
berdasarkan warna spektrum cahaya tampak dan warna komplementer dari senyawa
kompleks Cu2+ (Azhar dkk., 2019).
Grafik 5. 2 Kurva Standar BSA
Dari grafik yang terdapat pada gambar 5.1, dapat diperoleh persamaan
regresi linear yang menghubungkan konsentrasi larutan standar dengan absorbansi.
Persamaan linear yang diperoleh adalah y = 1,0439x + 0,512, dengan R2 sebesar
0,6983. Di sini, y mengacu pada absorbansi, dan x merupakan konsentrasi,
sedangkan koefisien korelasi adalah 0,6983. Namun, berdasarkan hasil data yang
diperoleh, ternyata kurva standar protein yang diperoleh dari spektrofotometri UV-
Vis belum memenuhi syarat korelasi yang ditetapkan, yaitu 0,9 <R2 < 1. Oleh
karena itu, kurva tersebut belum dapat dijadikan sebagai kurva penentuan kadar
sampel kacang tanah dan kacang kedelai (Sinambela dkk., 2014).
Berdasarkan penentuan konsentrasi BSA pada larutan standar putih telur,
ditemukan bahwa konsentrasi BSA dihitung dengan membandingkan molalitas
akhir, yaitu 5 kali massa awal (0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml), dengan molalitas
(konsentrasi y) dikali dengan massa akhir, yaitu 10. Melalui perhitungan
menggunakan rumus V1 x M1 = V2 x M2, konsentrasi dari masing-masing volume
BSA secara berurutan adalah 0,05; 0,10; 0,20; 0,30; 0,40; 0,50. Setelah itu, larutan
dengan masing-masing volume BSA 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 ml diukur
menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis, dan nilai absorbansinya berturut-turut
adalah 0,413; 0,613; 0,903; 0,904; 0,919; dan 0,938.
Hasil data menunjukkan bahwa semakin besar volume BSA yang
digunakan, semakin tinggi pula jumlah molekul yang menyerap cahaya pada
17
18
18
19
mL, .Di sisi lain, sampel kelima, dengan volume protein kacang kedelai paling
besar, yaitu 1 mL, , hal ini disebabkan oleh nilai absorbansi yang tertinggi
dibandingkan dengan sampel lainnya.
Berdasarkan penentuan kadar protein pada sampel kacang kedelai
didapatkan bahwa, sampel kacang kedelai dengan volume 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; 1 ml
yang diukur menggunakan alat spektrofotometri UV-Vis memperoleh nilai
absorbansi secara berturut-turut 0,865; 1,324; 1,849; 1,816; 2,255. Hasil kadar
protein dari setiap sampel secara berturut-turut 16,90; 39,75; 64,04; 62,45; 83,49
mg. Absorbsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kontaminasi yang terjadi,
faktor suhu, dan variasi perlakuan yang berbeda. Ketika terjadi kontaminasi, dapat
memengaruhi hasil absorbsi secara signifikan (Nadea dkk., 2023). Menurut Saeroji
dkk., (2023) Variasi suhu juga dapat memengaruhi absorbsi, karena suhu yang
berbeda dapat mengubah karakteristik larutan. Selain itu, berbagai perlakuan yang
diberikan pada sampel juga dapat mempengaruhi absorbsi, menghasilkan
perubahan yang dapat diamati dalam intensitas absorbsi.
19
20
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan:
1. Pengukuran kadar protein memiliki tiga tahap, tahap pertama yaitu pembuatan
larutan biuret, tahap kedua yaitu pembuatan kurva standar BSA untuk
mendapatkan persamaan regresi linear, tahap ketiga yaitu mencari absorbansi
larutan sampel yang kemudian disubstitusikan ke persamaan regresi linear untuk
mendapatkan konsentrasi larutan sampel, selanjutnya konsentrasi larutan sampel
dikalikan dengan jumlah pelarut untuk mendapatkan kadar protein dari sampel.
2. Berdasarkan hasil pengujian metode biuret pada sampel kacang tanah (Arachis
hypogaea) dan kacang kedelai (Glycine max) positif mengandung protein,
ditandai dengan berubahnya warna biru menjadi ungu. Hubungan antara
konsentrasi dengan warna yang dihasilkan dari setiap sampel yaitu semakin
pekat warna suatu larutan semakin tinggi konsentrasi proteinnya.
6.2 Saran
Kandungan protein pada bahan sangat perlu diperhatikan karena dapat
mempengaruhi kualitas produk pangan. Praktikum merupakan salah satu metode
pembelajaran yang efektif dalam mempelajari kandungan protein bahan.
Pengamatan yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur untuk meminimalisir
kecelakaan dan keberhasilan sebuah pengamatan.
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Arlini, F. (2022). Skor dan indeks asam amino esensial udang windu, Penaeus
monodon yang mengonsumsi pellet mengandung multi-enzim dan
dipelihara pada kolam terpal resirkulasi plus faecal chamber (Doctoral
dissertation, Universitas Hasanuddin).
Amananti, W., Tivani, I., & Riyanta, A. B. (2017, May). Uji Kandungan Saponin
pada Daun, Tangkai Daun dan Biji Tanaman Turi (Sesbania grandiflora).
In Politeknik Tegal: Seminar Nasional 2nd IPTEK Terapan (SENIT).
DOI:(http://ejournal.poltektegal.ac.id/index.php/SENIT2017/article/view/
565).
Amalia, 2018. Kualitas telur dan pengetahuan masyarakat tentang penanganan telur
di tingkat rumah tangga. Indonesia Medicus Veterinus, 1(5), 607-620.
21
22
Khotimah, D. F., Faizah, U. N., & Sayekti, T. (2021, December). Protein sebagai
zat penyusun dalam tubuh manusia: tinjauan sumber protein menuju sel.
In PISCES: Proceeding of Integrative Science Education Seminar (Vol. 1,
No. 1, pp. 127-133).
Larasati, K., Patang, P., & Lahming, L. (2017). Analisis kandungan kadar serat dan
karakteristik sosis tempe dengan fortifikasi karagenan serta penggunaan
tepung terigu sebagai bahan pengikat. Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian, 3(1), 67-77.
Mualfah, D., Sandi, G. H., & Fuad, E. (2023). Sistem Monitoring pH dan
Kelembaban Tanah pada Tanaman Kacang Tanah Berbasis IoT. Jurnal
Aplikasi Teknologi Informasi dan Manajemen (JATIM), 4(2), 138-147
Monika, A. 2021. Uji Biuret Tes Biuret. Jurnal universitas syiah kuala.
Nadea, N. S. W. P., Indrayati, A., & Leviana, F. (2023). Potensi Ekstrak Kasar
Enzim dari Tempe Kedelai Hitam (Glycine soja (L.) Merr.) sebagai Obat
Fibrinolitik Alami dengan Metode Clot Lysis In Vitro: Potential of Crude
Enzymes from Black Soybean Tempeh (Glycine soja (L.) Merr.) as a
Natural Fibrinolytic Medicine with Clot Lysis In Vitro Method. Jurnal
Sains dan Kesehatan, 5(2), 115-125.
Sylvia, D., & Apriliana, V. (2021). Analisis Kandungan Protein yang Terdapat
dalam Daun Jambu Biji (Psidium Guajava L.) Menggunakan Metode Kjeldahl &
Spektrofotometri Uv-vis. Jurnal Farmagazine, 8(2), 64-72.
22
23
Saeroji, S., Slamet, A., & Kanetro, B. (2023, June). Pengaruh Variasi Rasio Labu
Kuning (Cucurbita moschata), Tapioka Dan Tempe Serta Suhu Pengeringan
Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Dan Tingkat Kesukaan Bubur Instan.
In Prosiding Seminar Nasional Mini Riset Mahasiswa (Vol. 2, No. 1, pp.
99-112).
Suryana, E. A., Martianto, D., & Baliwati, Y. F. (2019). Pola konsumsi dan
permintaan pangan sumber protein hewani di Provinsi nusa tenggara barat
dan nusa tenggara timur. Analisis Kebijakan Pertanian, 17(1), 1-12.
Tarigan, E. P. (2024). Respon Tanaman Kedelai (Glycine Max L.) Terhadap Tinggi
Muka Air Pada Budidaya Jenuh Air (Doctoral dissertation, Universitas
Jambi).
Wahyudi, T., R, Faruq, F., I., Kurniawan, I., Susandy. A.,S. (2017). RANCANGAN
ALAT DISTILASI UNTUK MENGHASILKAN KONDENSAT
DENGAN METODE DISTILASI SATU TINGKAT. Jurnal Chemurgy,
1(2).
23
24
Zulfatur, rohmaniah. 2017. Kajian Adsorpsi Serum Albumin Pada Selulosa Hasil
Hidrolisis. Skripsi. Jember. Universitas Jember.
24
25
LAMPIRAN
25
26
26
27
27