Anda di halaman 1dari 10

PENGAKUAN PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM

ADAT DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2007


Agung Basuki Prasetyo, SH., MS.
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH Tembalang Semarang
Email: agungbasukiprasetyo@gmail.com

ABSTRAKSI

Sebagian besar masyarakat masih menganggap keturunan (anak) merupakan unsur yang
sangat esensial bagi suatu keluarga yang menghendaki tetap utuh. Begitu pentingnya
keturunan dalam keluarga, maka dapat berpotensi terjadinya poligami atau perceraian. Oleh
karena itu, pengangkatan anak merupakan sebuat alternatif yang dapat dilakukan, agar
tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal terwujud.
Pelaksanaan pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan atau hukum adat masih
dilakukan dalam tatanan kehidupan masyarakat adat, karena adat kebiasaan merupakan
ekspresi dari keyakinan yang begitu lama tertanam, secara turun temurun, sehingga
menimbulkan ketaatan terhadap hukum adat pada setiap warganya. Berkaitan dengan
pengakuan pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan Hukum Adat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, terdapat Pasal-Pasal yang yang tidak singkron terkait
dengan pengakuan pengangkatan anak yang dilakukan berdasarkan Hukum Adat. Yakni
dalam Pasal 1 angka 1 ditegaskan bahwa anak angkat yang diakui jika dilakukan
berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan. Namun dalam Pasal 8, ada pengakuan
terhadap cara pengangkatan anak secara adat kebiasaan. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat
(1), masih memuat ketentuan terkait dengan pengakuan lembaga pengangkatan anak yang
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan.

Kata kunci: Pengangkatan Anak, Hukum Adat

ABSTRACT
The majority of the public still considers the descendant (son) is a very essential element for a
family that wishes to remain intact. So the importance of the descendants in the family, it can
be potentially polygamous or occurrence of a divorce. Therefore, adoption is an alternative
that can be done, in order that the purpose of marriage is to form a happy and eternal family
come true.
The implementation of the adoption on the basis of custom or customary law still do in order
the life of indigenous peoples, since the custom is an expression of the belief that so long
embedded, hereditary, thus leading adherence to customary law on any of their citizens. With
regard to the recognition of adoption is done based on customary law in the Government
Regulation Number 54 of the year 2007, there are clauses that are not singkron associated
with recognition of the adoption is carried out on the basis of customary law . I.e. in article 1
point 1 asserted that the adopted child is recognized when it is done on the basis of a decision
or determination of the Court. However, in article 8, there is a recognition of how adoption in
customs. Next up in article 9 paragraph (1), still contains provisions related to the
recognition of the institution of adoption is done based on custom.
Key words: Adoption, customary law

372
Pengakuan Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Adat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007

A. PENDAHULUAN heterogenitas, dan kemajemukan itu


Indonesia sebagai negara yang sendiri.2
sedang berkembang akan mengalami suatu Pembangunan telah mendorong
proses transisi, di berbagai bidang. Salah serta menimbulkan perubahan, termasuk
satu diantaranya di bidang hukum. Sejarah dalam bidang hukum sangat diperlukan
Indonesia pernah dijajah oleh kolonial untuk menciptakan tatanan kehidupan
Belanda, yang secara politik hukum masyarakat yang lebih baik, yang dapat
menerapkan sistem hukumnya untuk dimulai dari kehidupan lingkungan
seluruh penduduk Indonesia asli agar masyarakat yang terkecil, yakni suatu
dipatuhi dalam kehidupan sehari-harinya keluarga yang harmonis. Keadaan yang
secara paksa. demikian ini tentunya sangat berarti bagi
Tidak dapat dipungkiri, bahwa keberhasilan pembangunan selanjutnya.
penduduk Indonesia asli mempunyai Bagi masyarakat umum, keluarga
sistem hukumnya sendiri, yang telah lama yang ideal terdiri dari seorang ayah,
dipatuhinya sebelum bangsa Belanda seorang ibu, dan anak atau beberapa anak,
menjajahnya. Yakni Hukum Adat, sebagai yang muaranya kea rah pembentukan
hukum yang tidak tertulis dalam bentuk “brayat atau keluarga inti”, serta “harta
perundangan-undangan negara namun bersama”. Sedangkan hubungan antara
sangat dipatuhi oleh warganya, serta anggota keluarganya, sangat komunikatif
mempunyai kekuatan pemaksa bagi atau hubungan yang sangat erat. Maka
seluruh warganya dalam berinteraksi antar sudah tentu akan tercipta suasana
warga, hingga menimbulkan ketertiban. kehidupan yang penuh ketentraman,
Berdasarkan hal di atas, maka dapat ketenangan serta kebahagiaan, sehingga
disampaikan bahwa salah satu aspek akan tercipta kehidupan dan masa depan
transisi di bidang hukum adalah, peralihan yang lebih baik dari sebelumnya.
dari sistem hukum adat ke sistem hukum Sehubungan dengan hal di atas,
kolonial yang sarat dengan bentuk telah di maka keluarga yang dimulai dengan proses
kodifikasi atai dikitabkan, dengan kata lain perkawinan, mempunyai tujuan yang tidak
adanya masa transisi dari sistem hukum sekedar terpenuhinya kebutuhan biologis
yang tidak tertulis menuju sistem hukum antara suami dan isteri. Oleh karena itu
yang tertulis. Namun tidak dapat tepat jika dinyatakan bahwa perkawinan
dipungkiri, bahwa hukum tidak tertulis merupakan ikatan lahir dan batin antara
akan tetap berfungsi, walapun secara seorang pria dengan seorang wanita dengan
politik hukum adanya upaya untuk tujuan membentuk keluarga yang bahagia
memaksa sistem hukum tertulis aga dapat dan kekal.
mengatur bagian terbesar dari kehidupan Sebagian besar masyarakat masih
masyarakat Indonesia.1 menganggap bahwa apabila di dalam suatu
Negara berkembang biasanya perkawinan telah ada keturunan (anak),
mewarisi tata hukum yang bersifat maka tujuan perkawinan dianggap telah
pluralistis dimana sistem hukum tradisional tercapai dan proses kelanjutan generasi
modern berlaku berdampingan dengan dapat berjalan. 3 Keturunan (anak)
sistem hukum modern. Pluralisme menurut merupakan unsur yang sangat esensial bagi
Cak Nur adalah sebuah paham yang suatu keluarga yang menghendaki tetap
menegaskan bahwa hanya ada satu fakta eksis. Oleh karena itu perkawinan sebagai
kemanusiaan, yakni keragaman,
2
Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis (Kritik
Atas Nalar Pluralisme Cak Nur), Galang Press,
Yogyakarta, 2002, halaman 77.
1
Soerojo Soekanto, Hukum Adat Indonesia, 3
Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko,
Rajawali Pers, cetakan ke 12, Jakarta, 2012,
Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1981,
Halaman 374.
halaman 275.

373
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 4 NO. 1 FEBRUARY 2019

langkah awal untuk membentuk keluarga keseragaman hukum bagi seluruh warga
tidak dapat dipandang lepas dari tujuan negara Indonesia, sehingga tidak lagi
memperoleh keturunan. terdapat berbagai ketentuan yang mengatur
Begitu pentingnya keturunan dalam masalah yang sama dalam suatu negara
keluarga, maka jika ketiadaan keturunan kesatuan ini. Masalah yang biasanya sulit
(anak) dalam sebuah keluarga, mengalami perubahan misalnya, bidang
kemungkinan dapat berpotensi bidang-bidang kehidupan sosial yang erat
menimbulkan suatu peristiwa hukum hubungannya dengan kepercayaan dan
seperti poligami maupun perceraian. lembaga-lembaga yang bersifat mendasar,
Sebagai upaya untuk mencegah serta berhubungan dengan tindakan-
terjadinya Poligami maupun perceraian tindakan yang merupakan ekspresi dari
dari suatu keluarga yang tidak mempunyai keyakinan-keyakinan.
keturunan, maka pengangkatan anak Hukum mengatur hubungan antara
merupakan sebuat alternatif yang dapat manusia dalam masyarakat, serta dapat
dilakukan. Sehingga tujuan perkawinan memaksa seseorang untuk mematuhi
untuk membentuk keluarga yang bahagia peraturan-peraturan tersebut. Hukum dapat
dan kekal atau dalam konsep masyarakat berada pada pola-pola tingkah laku yang
adat dikenal membentuk ”brayat” dan dapat diterima bersama. Berkaitan dalam
”harta gono gini” dapat terwujud. peranannya ini, maka hukum hanya
Lembaga pengangkatan anak telah mempertahankan apa yang telah menjadi
ada sejak dahulu dalam tatanan kehidupan kecenderungan yang tetap dan diterima
masyarakat adat. Namun tidak dapat dalam tatanan kehidupan masyarakat.
dipungkiri bahwa masyarakat yang terus Disamping itu, hukum masih dapat
menerus dalan keadaan tumbuh dan berjalan dengan fungsinya yang lain, yakni
berkembang tentunya akan berpengaruh dengan tujuan untuk mengadakan
juga pada perubahan kaidah hukumnya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
yang telah berlaku. Diberlakukannya Peraturan
Sejak tahun 2007, telah Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang
diundangkannya Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Pengangkatan Anak
Nomor 54 Tahun 2007 Tentang dimaksudkan sebagai sarana perubahan.
Pelaksanaan Pengangkatan Anak Perubahan itu tentu juga terhadap aturan
(Lembaran Negara Republik Indonesia adat dari aneka ragam suku bangsa yang
Tahun 2007 Nomor 123), akan dapat mendiami wilayah Indonesia, sehingga
mengatasi keanekaragaman cara terciptalah keseragaman ketentuan
pengangkatan anak yang dilakukan dalam Pelaksanaan Pengangkatan Anak, setidak-
tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. tidaknya secara formal yuridis bagi seluruh
Pemerintah mengambil satu alternatif, warga negara Indonesia.
yakni penerapan ketentuan pelaksanaan Sebagai suatu ketentuan yang akan
pengangkatan anak melalui proses membawa perubahan, Peraturan
keputusan atau penetapan pengadilan, Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tidak
sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka terlepas dari adanya kendala-kendala,
1. Upaya mendayagunakan hukum terutama dari tata cara adat masyarakat
tersebut, sudah barang tentu diarahkan Indonesia yang telah lama digunakan
pada perubahan sosial sebagai salah satu sebagai ketentuan yang dianggapnya adil.
upaya untuk dapat menciptakan suatu Oleh karena itu, mengkaji penerapan suatu
keluarga yang bahagia dan kekal tersebut. ketentuan baru, tidak terlepas dari
Peraturan Pemerintah Nomor 54 pembicaraan tentang keefektifan ketentuan
Tahun 2007, dapat mengarahkan situasi tersebut. Hal ini didasarkan suatu
keaneragaman hukum terkait dengan cara anggapan, bahwa ketentuan tersebut tidak
pengangkatan anak, menuju pada langsung effectiveness begitu di umumkan,

374
Pengakuan Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Adat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007

atau langsung dipatuhi. Suatu peraturan perundang undangan negara tersebut


yang ditaati atau dipatuhi. Memerlukan mengakomodir hukum adat atau tidak.
proses pemasyarakatan yang evolusioner; Sehingga bangsa Indonesia benar-benar
untuk itu diperlukan penalaran dan memiliki peraturan perundangan yang
penularan dari lingkungan tertentu nuntuk menampung kebutuhan nyata
membentuk kesadaran yang diinginkan masyarakatnya.
oleh Undang-Undang. Hal ini tentu akan Berdasarkan uraian latar belakang
melalui suatu proses. Di mana masyarakat di atas, maka dapat dirumuskan
dididik untuk mengenal, memahami., permasalahan sebagai berikut:
menghargai, dan mentaati norma baru yang 1. Bagaimana pengangkatan anak
akan diterapkan. berdasarkan Hukum Adat ?
Sehubungan dengan tersebut di 2. Bagaimana pengakuan
atas, maka Peraturan Pemerintah Nomor 54 pengangkatan anak yang dilakukan
Tahun 2007 akan digunakan untuk berdasarkan Hukum Adat dalam
mencapai tertib masyarakat yang dicita- Peraturan Pemerintah Nomor 54
citakan untuk melakukan perubahan- Tahun 2007 ?
perubahan yang diinginkan.4
Sebagaimana dipahami, bahwa B. PEMBAHASAN
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 1. Pengangkatan Anak Berdasarkan
2007, terbilang sebagai produk hukum Hukum Adat
yang relatif baru di Indonesia, yang Perbuatan mengangkat anak, telah
membawa konsep-konsep baru di tengah- dikenal lama dalam tatanan kehidupan
tengah tatanan kehidupan masyarakat masyarakat Indonesia, termasuk
Indonesia. Sudah barang tentu, di harapkan masyarakat hukum adatnya. Secara
akan membawa perubahan dalam terminology, pengangkatan anak atau
kehidupan masyarakat, serta bertugas mengangkat anak berasal dari bahasa
melaksanakan rekayasa sosial oleh hukum. Belanda, yaitu adoptie atau adoption
Persoalan yang berkaitan dengan (bahasa Inggris) yang artinya
fungsi rekayasa sosial ini, pada pokoknya pengangkatan seorang anak untuk sebagai
merupakan upaya pengefektifan hukum anak kandungnya sendiri. Bahasa Arab
atau peraturan hukum tersebut. menyebutnya Tabbani yang berarti
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor mengambil anak angkat. Sedangkan dalam
54 Tahun 2007, mengandung pengertian kamus Munjid diartikan dengan
efektif atau mempunyai pengaruh dalam ittikhadzahu ibnan yaitu menjadikan
tatanan kehidupan masyarakat, apabila seorang anak.5
diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat, Masyarakat hukum adat dengan
sehingga tujuannya akan tercapai. hukum adatnya, mengenal adanya lembaga
Sudah sewajarnya jika, pada saat ini pengangkatan anak, yang sudah barang
meninjau atau mengkaji mengenai tentu, ada perbedaan pengaturannya
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun dengan sistem hukum lainnya, seperti
2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan mengenai pengertian pengangkatan anak,
Anak tersebut, sangatlah perlu terkait alasan pengangkatan anak, cara
eksistensi pengangkatan anak yang pengangkatan anak, serta akibat
dilakukan berdasarkan ketentuan Hukum hukumnya.
Adat. Sehingga dapat diketahui kepastian Surojo Wignjodipoero, berpendapat
hukumnya dalam perspektif Peraturan bahwa mengangkat anak atau adopsi
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007.
Selanjutnya akan diketahui bahwa 5
Muderiz Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga
Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2002,
4
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, halaman 4.
Angkasa, Bandung, 1980, Halaman 142.

375
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 4 NO. 1 FEBRUARY 2019

adalah suatu perbuatan pengambilan anak itu timbul suatu hubungan kekeluargaan
orang lain ke dalam keluarga sendiri yang sama seperti yang ada antara orang
demikian rupa, sehingga antara orang yang tua dengan anak kandungnya sendiri” 11
memungut anak dan anak yang dipungut Pengangkatan anak, oleh R.
itu timbul suatu hubungan kekeluargaan Soepomo, dirumuskan sebagai suatu
yang sama seperti yang ada antara orang tindakan mengambil anak orang lain untuk
tua dan anak kandungnya sendiri.6 dipelihara dan diperlakukan sebagai anak
Sedangkan R. Soeroso menjabarkan kandung sendiri. 12
pengangkatan anak menjadi 2 (dua) Selanjutnya oleh Sharty Dellyana
pengertian. Yakni, pertama pengangkatan mengemukakan bahwa pengangkatan anak
anak dalam arti luas sebagai peristiwa dapat diartikan sebagai suatu tindakan
hukum yang mempunyai akibat terjadinya mengambil anak orang lain untuk
hubungan hukum, dan kedua pengangkatan dipelihara dan diperlakukan sebagai anak
anak dalam arti terbatas yang merupakan kandung sendiri berdasarkan ketentuan-
peristiwa sosial. 7 Pada awalnya, ketentuan yang disepakati bersama dan sah
pengangkatan anak merupakan peristiwa menurut hukum yang berlaku di
sosial untuk memenuhi kebutuhan- masyarakat yang bersangkutan.13
kebutuhan masyarakat. Namun, saat ini Sehubungan dengan pengertian
pengangkatan anak berkembang menjadi pengangkatan anak tersebut di atas, maka
suatu peristiwa hukum (rechtfeits) yaitu secara umum dapat dipahami, bahwa anak
peristiwa kemasyarakatan yang membawa angkat adalah anak orang lain yang di
akibat yang diatur hukum.8 Pada peristiwa angkat atau di ambil, di pelihara, dan
tersebut, sebagaimana dikemukakan oleh diperlakukan seperti anak kandungnya
Van Apeldoorn, hukum bekerja sehingga sendiri.
akibat-akibatnya melahirkan atau Hilman Hadikusuma,
menghapus hak-hak.9 mendifinisikan, bahwa”Anak angkat
Supomo menyebutkan di seluruh adalah anak orang lain yang dianggap anak
wilayah hukum (Jawa barat) bilamana sendiri oleh orang tua angkat secara resmi
dikatakan “mupu, mulung atau mungut menurut hukum adat setempat, dikerenakan
anak” yang dimaksudkan ialah mengangkat tujuan untuk kelangsungan keturunan dan
anak orang lain sebagai anak sendiri. 10 atau pemeliharaan atas harta kekayaan
”Mengangkat anak (Adopsi) adalah rumah tangga.” 14
suatu perbuatan pengambilan anak orang Berdasarkan pengertian
lain ke dalam keluarga sendiri sedemikian pengangkatan anak tersebut di atas, maka
rupa, sehingga antara antara orang yang dapat dipahami, bahwa pengertian
memungut anak dan anak yang dipungut pengangkatan anak menurut hukum adat
adalah suatu perbuatan hukum yang
6
memberikan kedudukan kepada seorang
Surojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas
anak dari orang lain yang sama seperti
Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1983,
halaman 118. anak kandung (anak yang sah), yakni
7 dalam hal mendapatkan kasih sayang,
R.Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Sinar
Grafika, Jakarta, 2005, halaman 174.
8 11
E.Utrecht, Moh. Saleh Djindang, Pengantar Surojo Wignjodipuro,SH., Opcit, halaman 117-
Dalam Hukum Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 118.
1983, halaman 273. 12
Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat,
9
Ibid. Pradnya Paramita, Jakarta, 1983, halaman 19
10 13
B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Sharty Dellyana, Wanita dan Anak Dimata
hukum Adat Serta Akibat Hukumnya di Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 8.
Kemudian hari, Rajawali, Jakarta, 1983, 14
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat,
halaman 39.
Alumni, Bandung, 1990, halaman 149.

376
Pengakuan Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Adat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007

pendidikan, pemberian nafkah, maupun bentuk cara pengangkatan anak yang


mewaris. berimplikasi pada harta orang tua angkat,
Berbagai macam alasan yakni:
pengangkatan anak yang dilakukan dalam Pengangkatan anak yang dilakukan
tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. secara umum, di golongkan menjadi 2
Namun demikian, dapat disampaikan (dua), yaitu pengangkatan anak dengan
bahwa secara umum, alasan pengangkatan cara ”Terang dan Tunai”, dan
anak yang dilakukan karena si pengangkat Pengangkatan anak dengan cara ”Tidak
anak atau adoptan, yakni suami istri yang Terang dan Tidak Tunai”. Sedangkan
“tidak mempunyai keturunan, tidak ada pengertiannya sebagaimana tersebut di
penerusan keturunan, menurut adat bawah ini:17
perkawinan setempat, hubungan baik dan 1. Pengangkatan anak secara ”Terang dan
tali persaudaraan, rasa kekeluargaan dan ”Tunai”.
peri kemanusiaan, serta kebutuhan tenaga ”Terang” artinya pengangkatan anak
kerja”.15 yang dilakukan dengan diketahui oleh
Selanjunya, menurut Ter Haar, ada lingkungan masyarakat luas, diketahui
beberapa alasan dalam pengangkatan anak atau disaksikan oleh Kepala Desa,
di beberapa daerah, yakni :16 pemuka adat atau masyarakat, serta
1) Motivasi perbuatan adopsi dilakukan dicatat di Balai Desa atau (istilah
adalah karena rasa takut bahwa penulis Balai Adat), sehingga lebih
keluarga yang bersangkutan akan mempunyai kepastian hukum secara
punah (Fear of extinction of afamily); tertulis (mempunyai kekuatan hukum
2) Rasa takut akan meninggal tanpa yang tetap dan mengikat).
mempunyai keturunan dan sangat Sedangkan pengertian tunai artinya
kuatir akan hilang garis keturunannya proses pengangkatan anak secara
(Fear of diving childless and so bersamaan dilakukan pemberian atau
suffering the axtinction of the line of penyerahan barang yang mempunyai
descent). makna magis religius yang berakibat
Memahami alasan pengangkatan putusnya hubungan anak dengan orang
anak tersebut di atas, maka alasan yang tua kandungnya, dan selanjutnya masuk
pada umumnya digunakan oleh orang tua serta diterima sebagai anak ke dalam
angkat adalah untuk meneruskan orang tua angkat. Akibat hukum dalam
keterunan. Tentunya bagi orang tua angkat hal warisan anak angkat tersebut
yang tidak mempunyai keturunannya. mewaris dari keluarga orang tua
Sehingga dengan perkataan lain ada angkatnya dan tidak berhak terhadap
penerusan dari generasi satu ke generasi warisan orang tua kandungnya.
selanjutnya. Hal ini muncul dalam Cara pengangkatan anak Terang dan
kenyataan, bahwa pengangkatan anak tidak Tunai dapat ditemukan di masyarakat
saja untuk memberikan jaminan Bali, yang secara jelas tersebut dalam
kepentingan si anak angkat, namun juga Yurisprudensi MA No.1461
untuk kepentingan orang tua angkatnya, K/Sip/1974 tanggal 12-1-1977,yakni:
dengan keberadaan anak angkat terbantu di ”Menurut adat Bali pengangkatan anak
hari tuanya. harus disertai upacara ”pemerasan”
Cara pengangkatan anak menurut tersendiri dan penyiaran di Banjar
hukum adat aalam referensi, ada 2 (dua) merupakan syarat mutlak.”18
15
Hilman Hadikusuma, Hukum Kekerabatan Adat, 17
Fajar Agung, Jakarta, 1987, halaman 79. Ign Sugangga, Hukum Waris Adat, Universitas
16
B. Ter Haar, Adat law in Indonesia, Terjemahan Diponegoro, Semarang, 1995, halaman 35
Hoebel, E Adamson dan A. Arthur Schiler, 18
Ahmad Samsudin,SH.,Yusuf Anwar,SH.MA,dan
Jakarta, 1962, halaman 175.
Drs.Ahmad Sulaiman Ali, Yurisprudensi Hukum

377
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 4 NO. 1 FEBRUARY 2019

2. Pengangkatan anak secara Tidak Terang pengangkatan anak yang dilakukan dalam
dan Tidak Tunai, mempunyai tatanan kehidupan masyarakat Indonesia.
pengertian sebagai berikut: Hukum nasional diciptakan untuk
“Tidak terang”, artinya cara mengakomodir kebutuhan-kebutuhan
pengangkatan anak yang tidak hukum yang terdapat dalam tatanan
dilakukan dengan sepengetahuan kehidupan masyarakat. Namun sudah
masyarakat luas, atau tidak disaksikan barang tentu akan selalu dirasakan adanya
oleh Kepala Desa, pemuka adat atau kekurangan-kekurangan dalam hal
masyarakat, serta tidak dicatat di Balai memenuhi kepentingan-kepentingan yang
Desa atau (istilah penulis Balai Adat). plural dalam masyarakat. Kekurangan
Sehingga hanya diketahui atau tersebut tentunya akan menimbulkan
disaksikan oleh keluarga dekat saja. problematic tersendiri dalam
Tidak Tunai, artinya cara pengangkatan pelaksanaannya yang arus selalu mendapat
anak yang tidak ada penyerahan barang perhatian yang mewadahi, untuk nantinya
yang mempunyai makna magis religius, dapat diarahkan pada penyempurnaan.
dan berakibat tidak putusnya hubungan Selanjutnya akan disampaikan
anak dengan orang tua kandungnya. beberapa ketentuan yang terdapat dalam
Selanjutnya anak angkat berhak Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun
terhadap warisan baik dari orang tua 2007, yang diharapkan akan membawa
angkatnya maupun orang tua asalnya. perubahan dalam tatanan kehidupan
Pengangkatan anak melalui cara masyarakat Indonesia, karena berfungsi
tersebut pada umumnya terjadi di sebagai rekayasa social atau law is a tool of
masyarakat Jawa, yang secara jelas social engineering. 20 Sedangkan fungsi
tersebut dalam Yurisprudensi MA rekayasa social itu sendiri pada hakekatnya
No.327 K/Sip/1976 tanggal 1-12-1976, mencerminkan keefektifan hukum atau
yakni: ketentuan tersebut.21
”Pada umumnya di pulau Jawa anak Pasal 1 angka 1 Peraturan
angkat cukup terbukti kalau telah Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007,
diketahui umum yang bersangkutan memuat ketentuan bahwa yang dimaksud
hidup dengan nyata-nyata sebagai dengan anak angkat adalah, anak yang
orang tua angkat dan melaksanakan haknya dialihkan dari lingkungan
kewajibannya sebagai anak.” 19 kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggung
2. Pengakuan Pengangkatan Anak Yang jawab atas perawatan, pendidikan, dan
Dilakukan Berdasarkan Hukum Adat membesarkan anak tersebut, ke dalam
dalam Peraturan Pemerintah Nomor lingkungan keluarga orang tua angkatnya
54 Tahun 2007 berdasarkan keputusan atau penetapan
Diharapkan, bahwa dengan pengadilan.
diundangkannya Peraturan Pemerintah Memperhatikan ketentuan Pasal 1
Nomor 54 Tahun 2007 Tentang angka 1 tersebut di atas, maka anak angkat
Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang diakui sesuai dengan peraturan
(Lembaran Negara Republik Indonesia perundangan-undangan, adalah jika proses
Tahun 2007 Nomor 123), akan dapat pengangkatan anak dilakukan melalui
mengatasi keanekaragaman cara keputusan atan penetapan pengadilan.

20
Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan Masalah
Keluarga seri Hukum Adat I, Alumni, Medik, Surabaya, Airlangga University Press,
Bandung,1983, halaman 208 1984, Halaman 89.
19 21
Ahmad Samsudin,SH.,Yusuf Anwar,SH.MA,dan Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial,
Drs.Ahmad Sulaiman Ali, Ibid, halaman 114. Alumni, Bandung, 1976, Halaman 436.

378
Pengakuan Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Adat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007

Selanjutnya perlu dikaji ketentuan Ayat (2) pengangkatan anak


yang terdapat dalam Pasal 1 angka 4, berdasarkan adat kebiasaan
bahwa yang dimaksud Orangtua angkat setempat dapat dimohonkan
adalah orang yang diberi kekuasaan untuk penetapan pengadilan.
merawat, mendidik, dan membesarkan Pasal 19 memuat ketentuan, bahwa
anak berdasarkan peraturan perundang- pengangkatan anak secara adat kebiasaan
undangan dan adat kebiasaan. dilakukan sesuai dengan tata cara yang
Adanya kata adat kebiasaan, maka berlaku di dalam masyarakat yang
dapat dipahami bahwa orangtua angkat bersangkutan.
yang diberi kekuasaan untuk merawat, Mengacu pada ketentuan Pasal-
mendidik, dan membesarkan anak tidak Pasal yang terdapat dalam Peraturan
saja didasarkan pada peraturan perundang- Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, secara
undangan. Melainkan juga bisa didasarkan sepintas ada yang tidak singkron terkait
pada adat kebiasaan yang berlaku pada dengan pengakuan pengangkatan anak
masyarakat setempat. yang dilakukan berdasarkan Hukum Adat.
Pengakuan terhadap hukum adat Yakni dalam Pasal 1 angka 1 ditegaskan
atau adat kebiasaan dalam pengangkatan bahwa anak angkat yang diakui
anak, bisa ditemukan dalam Bagian berdasarkan peraturan ini adalah jika
Pertama, Pengangkatan Anak Antar Warga dilakukan berdasarkan keputusan atau
Negara Indonesia, Pasal 8, bahwa penetapan pengadilan. Namun dalam Pasal
pengangkatan anak antar warga negara 8, ada pengakuan terhadap cara
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pengangkatan anak secara adat kebiasaan.
Pasal 7 huruf a, meliputi: Lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (1),
a. Pengankatan anak berdasarkan adat masih memuat ketentuan terkait dengan
kebiasaan setempat; dan pengakuan lembaga pengangkatan anak
b. Pengangkatan anak berdasarkan yang dilakukan berdasarkan adat
peraturan perundang-undangan. kebiasaan. Sedangkan dalam Pasal 9 ayat
Memperhatikan ketentuan Pasal 8 (2) nya, pengangkatan anak yang dilakukan
tersebut di atas, maka lebih memperjelas berdasarkan hukum adat dapat dimohonkan
bahwa bahwa pengakuan pengangkatan penetapan Pengadilan. Hal ini bisa saja
anak antar warga negara Indonesia tidak ditafsirkan bahwa tidak adanya keharusan
saja didasarkan pada peraturan perundang- untuk mmelakukan permohonan ke
undangan saja. Tetapi juga yang Pengadilan terhadap pengangkatan anak
didasarkan pada adat kebiasaan masyarakat yang didasarkan pada Hukum Adat.
setempat. Sehubungan dengan tulisan ini,
Pasal 9, memuat ketentuan maka ketentuan mengenai pengangkatan
pengakuan eksistensi lembaga anak, sebagaimana diatur dalam Peraturan
pengangkatan anak yang berdasarkan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, yang
hukum adat. ditujukan untuk mengubah pola
Ayat (1) pengangkatan anak anak pelaksanaan pengangkatan anak bagi
berdasarkan adat kebiasaan masyarakat, yakni ke arah pola
setempat sebagaimana pengangkatan anak melalui keputusan atau
dimaksud dlm pasal 8 huruf penetapan pengadilan, dalam kenyataanya
a, yaitu pengangkatan anak masih ada warga adat yang melaksanakan
yang dilakukan dalam satu pengangkatan anak secara adat kebiasaan
komunitas yg nyata-nyata mereka. Hal ini disebabkan adat kebiasaan
masih melakukan adat dan itu merupakan ekspresi dari keyakinan
kebiasaan dalam kehidupan yang begitu tertanam, karena diperoleh
bermasyarakat. secara turun temurun, serta ketaatan
terhadap adatnya masing-masing.

379
DIPONEGORO PRIVATE LAW REVIEW• VOL. 4 NO. 1 FEBRUARY 2019

C. SIMPULAN 2. Berkaitan dengan pengakuan


Berdasarkan hasil penenelian yang pengangkatan anak yang dilakukan
telah dibahas di atas, maka dapat berdasarkan Hukum Adat dalam
disimpulkan sebagai berikut: Peraturan Pemerintah Nomor 54
1. Pelaksanaan pengangkatan anak Tahun 2007, maka dapat disimpulkan
berdasarkan adat kebiasaan atau hukum bahwa terdapat Pasal-Pasal yang yang
adat masih dilakukan dalam tatanan tidak singkron terkait dengan
kehidupan masyarakat adat. Yakni: a. pengakuan pengangkatan anak yang
Secara Terang, artinya pengangkatan dilakukan berdasarkan Hukum Adat.
anak yang dilakukan dengan diketahui Yakni dalam Pasal 1 angka 1
oleh lingkungan masyarakatnya dan ditegaskan bahwa anak angkat yang
Tunai, artinya proses pengangkatan diakui berdasarkan peraturan ini
anak secara bersamaan dilakukan adalah jika dilakukan berdasarkan
pemberian atau penyerahan barang keputusan atau penetapan pengadilan.
yang mempunyai makna magis religius. Namun dalam Pasal 8, ada pengakuan
dan b. secara Tidak Terang, artinya terhadap cara pengangkatan anak
yang tidak dilakukan dengan secara adat kebiasaan. Selanjutnya
sepengetahuan masyarakat luas dan dalam Pasal 9 ayat (1), masih memuat
Tidak Tunai, artinya tidak adanya ketentuan terkait dengan pengakuan
penyerahan barang yang mempunyai lembaga pengangkatan anak yang
makna magis religius. Masih adanya dilakukan berdasarkan adat kebiasaan.
pengangkatan anak berdasarkan adat Sedangkan dalam Pasal 9 ayat (2) nya,
kebiasaan, karena adat kebiasaan pengangkatan anak yang dilakukan
merupakan ekspresi dari keyakinan berdasarkan hukum adat dapat
yang begitu lama tertanam, secara dimohonkan penetapan Pengadilan.
turun temurun, sehingga menimbulkan Hal ini bisa saja ditafsirkan bahwa
ketaatan terhadap hukum adat pada tidak adanya keharusan untuk
setiap warganya. melakukan permohonan ke Pengadilan
terhadap pengangkatan anak yang
didasarkan pada Hukum Adat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku: Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta,


Ahmad Samsudin,SH.,Yusuf 1983,
Anwar,SH.MA,dan Drs.Ahmad Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan
Sulaiman Ali, Yurisprudensi Adat, Alumni, Bandung, 1990,
Hukum Keluarga seri Hukum ----------, Hukum Kekerabatan Adat, Fajar
Adat I, Alumni, Bandung,1983, Agung, Jakarta, 1987,
B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Hermien Hadiati Koeswadji, Hukum dan
Menurut hukum Adat Serta Akibat Masalah Medik, Surabaya,
Hukumnya di Kemudian hari, Airlangga University Press, 1984
Rajawali, Jakarta, 1983, Ign Sugangga, Hukum Waris Adat,
B. Ter Haar, Adat law in Indonesia, Universitas Diponegoro,
Terjemahan Hoebel, E Adamson Semarang, 1995,
dan A. Arthur Schiler, Jakarta, Nur Khalik Ridwan, Pluralisme Borjuis
1962 (Kritik Atas Nalar Pluralisme Cak
E.Utrecht, Moh. Saleh Djindang, Nur), Galang Press, Yogyakarta,
Pengantar Dalam Hukum 2002

380
Pengakuan Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Adat Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007

Muderiz Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat,
Tiga Sistem Hukum, Sinar Pradnya Paramita, Jakarta, 1983,
Grafika, Jakarta, 2002 Soerjono Soekanto dan Soleman b.
R.Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, Taneko, Hukum Adat Indonesia,
Sinar Grafika, Jakarta, 2005, Rajawali, Jakarta, 1981
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Soerojo Soekanto, Hukum Adat Indonesia,
Angkasa, Bandung, 1980, Rajawali Pers, cetakan ke 12,
-----------, Hukum dan Perubahan Sosial, Jakarta, 2012,
Alumni, Bandung, 1976 Surojo Wignjodipoero, Pengantar dan
Sharty Dellyana, Wanita dan Anak Dimata Asas-Asas Hukum Adat, Gunung
Hukum, Liberty, Yogyakarta, Agung, Jakarta, 1983,
1988,

Perundang-Undangan:
- Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

381

Anda mungkin juga menyukai