SKRIPSI
HANIFATUZZAHRAH
1910322009
Adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
saya bersedia menerima sanksi dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Hanifatuzzahrah
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Oleh:
HANIFATUZZAHRAH
No. BP. 1910322009
Hasil penelitian skripsi ini telah diperiksa, disetujui dan siap untuk
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN TIM PENGUJI
HANIFATUZZAHRAH
No. BP. 1910322009
Telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas pada Tanggal, 16 Agustus
2023 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Tim Penguji
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Pembimbing I Pembimbing II
Disahkan oleh:
Ketua Prodi Psikologi FK Unand
Diketahui oleh :
Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Fakultas : Kedokteran
kepada Universitas Andalas hak atas publikasi online tugas akhir saya yang
berjudul:
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan), Universitas Andalas juga berhak
sebagai penulis/ pencipta sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya
Yang Menyatakan
Hanifatuzzahrah
v
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
puji syukur penulis ucapkan atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik mungkin. Skripsi ini penulis
ajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana psikologi dengan
judul “Gambaran Academic Buoyancy Siswa SMA di Kota Padang pada Masa
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Maka dari itu, dengan segala
1. Bapak Dr. dr. Afriwardi, SH, Sp.KO, M.A selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
2. Ibu Nila Anggreiny, M.Psi., Psikolog selaku Ketua Program Studi Psikologi
Universitas Andalas.
3. Ibu Septi Mayang Sarry, M.Psi., Psikolog selaku Sekretaris Program Studi
4. Ibu Mafaza, S.Psi., M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah
5. Ibu Dr. Dessy Arisanty, M.Sc dan Bapak Yantri Maputra, M.Ed., Ph.D selaku
masukan tanpa hentinya kepada penulis. Terima kasih atas segala ilmu dan
vi
waktu yang telah Ibu dan Bapak berikan mulai dari awal hingga selesainya
6. Ibu Rani Armalita S.Psi., MA dan Ibu Amatul Firdausa Nasa M.Psi., Psikolog
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan serta saran yang
skripsi ini.
9. Ayah, Umi, Dayad, dan Lisa yang senantiasa mendukung dan mendoakan setiap
mengingatkan penulis untuk rajin menuntut ilmu dan tidak mudah putus asa.
11. Nadiya a pair through thick and thin, support system since 21 years ago and
still count, mainly for her existence during thesis work period.
12. Mbak, Ica, Kak Au, dan keluarga besar yang senantiasa memberikan dukungan
13. Ipeh, Tasya, Resty, Nada, Nazri, Rani, Aini, Barada dan teman-teman lainnya
yang sejak awal penyusunan skripsi senantiasa memberi masukan, bantuan, dan
vii
14. Naks Unand Aselole alias Mione Chapter Yunend yang telah membersamai
semenjak masih SMA, menjadi mahasiswa baru, hingga akhirnya menuju tahap
15. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini yang
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dari segi
penulisan dan penyampaian. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
Penulis
viii
Academic Buoyancy of High School Students in Padang City
During the Learning Loss Recovery
htzahrahh@gmail.com
ABSTRACT
ix
Gambaran Academic Buoyancy Siswa SMA di Kota Padang
pada Masa Pemulihan Krisis Pembelajaran
htzahrahh@gmail.com
ABSTRAK
x
DAFTAR ISI
xi
3.6 Kredibilitas ............................................................................................ 30
3.7 Prosedur Penelitian ................................................................................ 31
3.7.1 Tahap Awal Penelitian................................................................. 31
3.7.2 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 32
3.7.3 Tahap Pencatatan Data ................................................................ 33
3.8 Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ................................................ 33
xii
DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR BAGAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xv
BAB I
PENDAHULUAN
positif (Sarid, 2017). Pendidikan menjadi hak dasar yang wajib diperoleh individu
pendidikan membuat individu dapat berinovasi, terampil, dan memiliki daya saing
akademik baik dari segi pengetahuan atau keterampilan yang disebabkan oleh
kesenjangan situasi pembelajaran dalam kurun waktu lama yang berimplikasi pada
1
2
hilangnya pengalaman belajar selama enam bulan untuk literasi, dan lima bulan
dapat berimbas pada penurunan kualitas siswa di masa mendatang (Furqoniyyah &
Rozas, 2022). Menurut Dorn dkk. (2021) krisis pembelajaran tidak bisa diatasi
dengan itu, melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
dimulai sejak tahun 2022 dan direncanakan usai pada tahun 2024 (Nugraha, 2022).
Artinya, pada tahun 2023 ini proses pemulihan krisis pembelajaran sedang
berlangsung.
pada saat krisis pembelajaran terjadi. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya pada
masa krisis, efektivitas pembelajaran siswa menurun hanya mencapai 40% (“CNN
pada pembelajaran jarak jauh hanya belajar dua jam dalam sehari (Saputra, 2020).
3
Salah satu jenjang pendidikan yang sedang berproses pada pemulihan krisis
membuat proses pembelajaran pada masa SMA lebih kompleks jika dibandingkan
dan keterampilan hidup mandiri serta sebagai batu lompatan dalam mengikuti
siswa baik itu dari sistem, sekolah, hingga orang tua. Meskipun bertujuan baik
realistis dan sulit diwujudkan, akibatnya siswa merasa tertekan dalam kehidupan
pendidikan menempatkan siswa pada lingkungan yang menekan dari segi kinerja
akademik dan nilai. Selain itu, tugas perkembangan siswa SMA selaku remaja
adalah menjadi lebih mandiri yang salah satunya ditandai dengan kemampuan
untuk mengatasi hambatan pembelajaran (Hadi & Farida, 2012). Menurut Hall
(dalam Bahr & Prendergast, 2007) dalam masa perkembangannya siswa akrab
dengan fase storm and stress, sehingga lebih reaktif dalam merespon berbagai
hambatan. Selain itu, siswa SMA juga ada di tahap identity vs confusion dimana
siswa mengeksplorasi banyak hal untuk menemukan tujuan dan peran mereka,
4
masalah yang solutif maka siswa menjadi kebingungan (Lerner & Steinberg, 2009).
mengejar ketertinggalan dan mengambil langkah maju, tanpa pemulihan siswa bisa
2022). Akan tetapi, proses pemulihan krisis pembelajaran tidak serta merta berjalan
dengan lancar, ada kesenjangan yang muncul pada proses pemulihan. Kesenjangan
yang muncul pada siswa SMA di masa pemulihan dari aspek akademik lebih lanjut
dapat dilihat dari angka mengulang sebagai indikator hasil evaluasi belajar yang
Dimana sejak tahun 2020 persentase angka mengulang siswa SMA terjadi sebesar
3,31%, di tahun 2021 meningkat menjadi 3,39%, kemudian di tahun 2022 juga
siswa SMA dari tahun ke tahun, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka
selisih persentase terbesar ada pada tahun 2022 sebanyak 0,49%. Hal ini
mengalami penurunan nilai jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya saat krisis
oleh Ningsih dan Ifdil (2023) dengan subjek sebanyak 237 siswa di salah satu SMA
dilihat dari angka mengulang, dimana pada tahun 2020 angka mengulang untuk
tahun 2021 meningkat menjadi 255 siswa (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Padang, 2021, 2022). Harlina (2021) memaparkan bahwa kota Padang memulai
pembelajaran tatap muka lebih awal sejak tahun 2021 sehingga dapat dilihat pada
daring, hingga siswa mengalami penurunan nilai sebab saat mengerjakan tugas
terdapat siswa yang bermain atau menjawabnya secara instan dengan bantuan
proses pembelajaran dapat menimbulkan stres (Barseli ddk., 2017). Lebih lanjut,
penelitian terkait tingkat stres pada 192 siswa SMA di masa pemulihan
menunjukkan bahwa 52,6% siswa di level sedang (Irawati & Fahmawati, 2023).
Beberapa kondisi yang telah dipaparkan terjadi pada A, seorang siswi SMA
X di kota Padang yang saat ini berada di kelas XI. Semenjak pembelajaran daring,
6
materi secara optimal yang berdampak pada penurunan nilai saat masa pemulihan.
Hal tersebut tergambarkan dari wawancara awal dengan A pada 20 Februari 2023:
Nilai jeleknya pas offline si kak, soalnya pas online sering instan pake
google, karena engga paham trus tugasnya banyak. Apalagi SMA ni beda
dari SMP, gabisa santai soalnya kalau santai bakal ketinggalan jauh. Jadi
sedih aja liat nilai turun, yang biasanya stabil trus tiba-tiba keluar dari 10
besar, kayak nyesel sering nyalahin diri sendiri. (komunikasi personal,
Februari 2023).
dengan cara instan melihat google, akibat penurunan nilai A merasa sedih dan
dalam proses belajar selama masa pemulihan. Hal ini dikarenakan adanya
kemampuan siswa merespon hambatan belajar sehari-hari, seperti nilai yang kurang
memuaskan, deadline yang mepet, tekanan ujian, serta tugas sekolah yang sukar
peran academic buoyancy yaitu untuk mengatasi rendahnya performa kinerja dan
kepercayaan diri, penurunan antusiasme dan keterlibatan belajar, serta umpan balik
negatif.
satu siswa SMA Y di kota Padang yang saat ini berada di kelas XI. Berikut
Kalau B nilainya rendah pas pandemi kak, soalnya waktu pandemi sekolah
online jadi cuma pergi absen sama di kasih tugas jadi setelah selesai itu
biasanya main jadi nggak fokus belajar kak, trus belajar juga malas ndak
semangat. Waktu mulai offline lagi gak ada penurunan nilai kak, rasanya
sekolah lebih baik karena semangat dan fokus belajar. Emang SMA lebih
banyak hambatan di banding SMP, tugas sangat banyak terus kan kalau
SMA sekarang boleh bawa hp kan kak kalau SMP dulu engga kak, jadi kita
bisa mengakses apa saja kak dan kapan saja ketika belajar. Jadi banyak
hambatan yang muncul, biasanya dijadiin motivasi dan pandai-pandai kita
dalam membagi waktu kita lagi kak. (Komunikasi personal, Januari 2023).
penurunan nilai, dan merasa bersemangat serta lebih fokus belajar di masa
menganggap hal tersebut sebagai motivasi. Selain itu, B juga menyiasati hambatan-
hambatan yang muncul dengan cara membagi waktu belajar, sehingga lebih fokus
dalam belajar.
8
hambatan yang telah dijabarkan dapat menimbulkan resiko bagi siswa yang tidak
mampu mengatasinya (Martin & Marsh, 2008). Pada konteks ini, resiko yang
ditemui adalah tidak dapat pulih secara optimal dalam mengatasi krisis
pembelajaran dengan dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu (Martin & Marsh,
2008).
siswa kedepannya (Martin & Marsh, 2008). Siswa dengan derajat academic
yang tinggi diyakini mampu menangani situasi yang penuh hambatan dan
kemunduran akademik (Martin & Marsh, 2019). Menurut Datu dan Yuen (2018)
krusial dalam menunjang proses pemulihan krisis belajar. Sejalan dengan yang
pemulihan agar mampu bangkit dari hambatan tak terduga yang muncul dalam
(Hanafiah dkk., 2022). Karena itu, peran academic buoyancy menjadi substansial
buoyancy juga memberi pengaruh signifikan pada hasil kinerja akademik siswa
(Colmar dkk., 2019; Yun dkk., 2018). Academic buoyancy berpengaruh terhadap
peningkatan prestasi akademik pada siswa sekolah dasar (Miller dkk., 2013),
peningkatan motivasi pada siswa sekolah menengah (Datu & Yang, 2021), dan
ini, yang mana mengangkat fenomena academic buoyancy siswa SMA pada masa
dengan urgensi persiapan ujian nasional pada siswa SMA tingkat akhir, bertujuan
bahwa siswa dengan derajat academic buoyancy yang tinggi memiliki keyakinan
10
bahwa dirinya mampu menyelesaikan tugas dan ujian yang diberikan. Siswa
tugas. Selain itu, siswa juga mampu mengatasi kecemasan dalam menghadapi
permasalahan yang muncul dalam proses belajar dan menganggap kegagalan atau
keberhasilan bergantung pada usaha diri sendiri. Jika dibandingkan dengan konteks
penelitian ini, maka penelitian Analya (2014) memiliki urgensi yang berbeda dan
permasalahan dalam proses belajar. Namun, ada siswa yang berhasil menunjukkan
efektif dapat terwujud (Marlina, 2020). Berangkat dari krisis pembelajaran yang
sama akan tetapi dari wawancara pendahuluan terlihat bahwa setiap siswa memiliki
11
permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk menggali lebih lanjut strategi dan
keunikan yang dimiliki siswa dalam membentuk academic buoyancy, yang mana
dinamika keunikan setiap siswa dapat digali lebih dalam melalui penelitian
kualitatif. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
gambaran academic buoyancy siswa SMA di kota Padang pada masa pemulihan
krisis pembelajaran.
buoyancy siswa SMA di kota Padang pada masa pemulihan krisis pembelajaran?
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran academic buoyancy siswa SMA
psikologi pendidikan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
12
rujukan literatur bagi peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji topik mengenai
academic buoyancy.
TINJAUAN PUSTAKA
“students ability to successfully deal with academic setbacks and challenges that
are typical of the ordinary course of school life.” (hal. 54). Dengan kata lain,
akademik dan hambatan yang lazim ditemui pada kehidupan sekolah. Putwain dkk.
siswa yang positif, adaptif, dan responsif ketika dihadapkan dengan hambatan dan
dalam membangun perilaku dan keyakinan siswa untuk melewati kemunduran dan
menghindari kemunduran akademik pada siswa (Datu & Yuen, 2018). Dampak dari
buoyancy, yang membentuk karakteristik pada siswa agar bisa melewati hambatan
akademik (Anderson dkk., 2020). Menurut Yun dkk. (2018) academic buoyancy
dapat memotivasi siswa untuk beradaptasi dengan kondisi “ups and downs” yang
13
14
menghadapi hambatan yang lazim ditemui dalam konteks akademik. Lebih lanjut,
persoalan dapat menjadi hambatan ketika siswa tidak mampu mengontrol atau
merespon persoalan yang ditemui secara negatif. Hal ini dicontohkan dengan
adanya situasi dimana ada peningkatan jumlah tugas, situasi tersebut dapat menjadi
diperkenalkan oleh Martin dan Marsh pada tahun 2008. Istilah academic buoyancy
ditemui sehari-hari (Martin & Marsh, 2009). Permasalahan tersebut dimaknai untuk
melihat bagaimana respon siswa dalam menanganinya, ada yang terus mengalami
tantangan untuk terus berprestasi (Martin & Marsh, 2009). Ketidakmampuan siswa
dalam mengatasi hambatan pembelajaran dapat membatasi potensi untuk terus maju
dapat mendorong siswa agar pulih dan terus berproses saat menemui hambatan
dalam belajar, hal ini disebut sebagai ketahanan (Martin & Marsh, 2006, 2008,
2009).
resiliensi, melihat sejauh mana kapasitas individu dapat beradaptasi secara positif
meskipun dihadang situasi mengancam dan penuh tantangan (Howard & Johnson,
2000). Lebih khusus pada konteks akademik, resiliensi akademik mengacu pada
kapasitas siswa secara efisien untuk tetap mempertahankan kinerja yang tinggi
meskipun dikelilingi oleh berbagai permasalahan yang sulit (Ye dkk., 2021).
Berdasarkan literatur dan penelitian terkait resiliensi akademik, Martin dan Marsh
hambatan yang akut dan kronis atau kesulitan intens, sehingga konsep ini lebih
Oleh karena itu, academic buoyancy dinilai lebih mewakili mayoritas siswa
kemampuan ini berguna untuk mengatasi kesulitan ringan atau sebagai langkah
intervensi awal agar tidak bertransformasi menjadi lebih akut dan kronis. Karena
ada kemiripan konsep dengan resiliensi akademik namun berbeda penempatan pada
bentuk hambatan yang ditemui, Martin dan Marsh (2008) juga mengistilahkan
sebagai berikut:
Tabel 2.1
upaya siswa dalam mengelola situasi yang penuh hambatan (Martin & Marsh,
berkembang menjadi hambatan yang lebih kronis (Putwain dkk., 2020). Academic
memuaskan, deadline yang mepet, tekanan ujian, serta tugas sekolah yang sukar
kepercayaan diri, penurunan antusiasme dan keterlibatan belajar, serta umpan balik
negatif.
siswa kedepannya (Martin & Marsh, 2008). Siswa dengan derajat academic
Martin dan Marsh (2008, 2009) memaparkan lima faktor yang dapat
1. Self-efficacy
dalam mencapai hasil atau tujuan yang dimaksud (Bandura, 1997). Menurut
Jerusalem dan Mittag (1995) siswa dengan self-efficacy tinggi yakin akan
diri.
2. Engagement
aktif (Suh & Suh, 2006). Adanya engagement dapat mendorong siswa
minat positif dalam belajar (Groccia, 2018). Engagement dapat dilihat dari
19
senang, sedih, hingga bosan dalam proses belajar. Sementara itu, peran
3. Anxiety
maka anxiety muncul sebagai hambatan dalam proses belajar. Anxiety dapat
mempengaruhi kinerja siswa yang mana hal ini dapat terlihat dari kesulitan
tingkat academic buoyancy yang rendah, siswa yang merasa anxiety ketika
negatif (Matin dan Marsh, 2008). Lebih lanjut, siswa dengan low anxiety
4. Control
tindakan pribadi atau berdasarkan kekuatan dari luar. Secara internal siswa
yakin bahwa mereka memegang kendali atas hal yang akan terjadi
yang dipengaruhi oleh kekuatan luar dapat tercermin dari keyakinan akan
(Tyler, 2020). Setiap siswa memiliki control yang berbeda dikarenakan ada
belajar, tidak mengerjakan tugas, pasif selama proses belajar di kelas, dan
5. Teach-student relationship
terjalin dengan baik maka membawa dampak negatif pada proses belajar,
hal ini terlihat dari perilaku siswa yang pasif dalam belajar, kurang minat
dan motivasi, sulit konsentrasi, hingga merasa tertekan (Spilt dkk., 2012;
Pada konteks perkembangan, siswa SMA tergolong dalam fase middle dan
late adolescent dengan rentang usia syarat pendaftaran 15-21 tahun (Biro
2018; Steinberg, 2005). Pada periode ini, lebih banyak perhatian ditujukan pada
perencanaan, karir, dan tujuan masa depan (Ohannesian dkk., 2019; Zarrett &
Eccles, 2006). Menurut Hall (dalam Bahr & Prendergast, 2007) siswa dalam masa
perkembangannya dikenal sebagai storm and stress, menjadikan siswa lebih rentan
siswa mengeksplorasi banyak hal untuk menemukan tujuan dan peran mereka,
solutif maka siswa menjadi kebingungan (Lerner & Steinberg, 2009). Siswa
menyadari bahwa sekolah merupakan lingkungan yang menekan dari segi kinerja
akademik dan nilai (Andermann, 2003). Kondisi ini dapat menempatkan siswa pada
kondisi stres hingga terjadinya depresi (Anderman, 2003; Ohannesian dkk., 2019).
dapat menempatkan siswa pada lingkungan yang menekan dari segi kinerja
akademik dan nilai. Selain itu, tugas perkembangan siswa SMA selaku remaja
adalah menjadi lebih mandiri yang salah satunya ditandai dengan kemampuan
siswa menangani berbagai hambatan secara solutif dapat membuat siswa menjadi
metode pembelajaran daring, hingga siswa mengalami penurunan nilai sebab saat
mengerjakan tugas ada siswa yang bermain atau menjawabnya secara instan dengan
bantuan internet (Novanti dkk., 2022). Masa pemulihan merupakan fase penting
dampak permasalahan dalam proses belajar selama masa pemulihan. Hal ini
hambatan yang lazim ditemui pada kehidupan sekolah, yang diistilahkan sebagai
hambatan berarti, lebih lanjut hambatan dalam belajar dapat ditangani secara positif
jika disertai dengan academic buoyancy yang tinggi (Martin & Marsh, 2019).
kognitif, afektif, dan perilaku secara positif di kehidupan akademik (Martin &
Marsh, 2009).
Bagan 2.1
Kerangka Berpikir
Sistem pendidikan
Indonesia
Siswa SMA:
1. Tuntutan standar pendidikan membuat proses pembelajaran pada masa SMA lebih
kompleks jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan sebelumnya, tuntutan pendidikan
dapat menempatkan siswa pada situasi yang menekan dari segi kinerja akademik dan nilai
2. Tugas perkembangan siswa SMA selaku remaja adalah menjadi lebih mandiri yang salah
satunya ditandai dengan kemampuan untuk mengatasi hambatan pembelajaran.
Ketidakmampuan siswa menangani berbagai hambatan secara solutif dapat membuat siswa
menjadi kebingungan.
1. Everyday hassles
Academic buoyancy: kemampuan
mencerminkan hambatan yang
siswa untuk membangun perilaku
dihadapi siswa sehari-hari.
dan keyakinan positif sehingga
2. Coping
membentuk ketahanan dalam
merupakan upaya siswa dalam
menghadapi hambatan yang lazim
mengelola situasi yang penuh
ditemui dalam konteks akademik.
hambatan (Martin & Marsh,
2008).
Keterangan:
: Alur berpikir
: Peralihan menuju
: Ditinjau dari
: Bagian yang diteliti
BAB III
METODE PENELITIAN
yang bertujuan untuk mendalami fenomena mengenai apa yang dialami partisipan
pembelajaran.
25
26
tujuannya untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari partisipan. Oleh sebab
itu dalam penelitian kualitatif tidak ada sampel acak, melainkan purposive sampling
masalah penelitian, sehingga data yang diperoleh lebih relevan untuk menjawab
jumlah yang besar, sebab jumlah partisipan yang besar tidak menjamin data yang
dalam Poerwandari, 2018). Kahija (2017) menjelaskan bahwa dalam penelitian IPA
ini diambil sebanyak tiga orang yang sesuai dengan karakteristik penelitian.
siswa SMA di kota Padang pada masa pemulihan krisis pembelajaran, sehingga
2. Siswa angkatan 24, pada tahun 2023 berada di kelas XII, semasa SMA
komunikasi yang dilakukan oleh dua pihak dengan maksud tertentu (Moleong,
penelitian ini, wawancara yang dilakukan kepada partisipan fokus untuk menggali
terbuka agar tidak membatasi jawaban partisipan, sehingga dapat diperoleh detail
(Moleong, 2018). Ini bertujuan agar peneliti tidak luput dari isu-isu yang
SMA di kota Padang pada masa pemulihan krisis pembelajaran. Menurut Smith
dibahas.
melihat bagaimana gambaran academic buoyancy siswa SMA di kota Padang pada
upaya siswa dalam mengelola situasi yang penuh hambatan (Martin & Marsh,
2008).
29
Tabel 3.1
Contoh Bentuk Rancangan Pertanyaan dalam Pedoman Wawancara
No Pertanyaan Aspek
1. Saudara pernah mengikuti pembelajaran daring saat Everyday hassles
pandemi, apa saja hambatan yang ditemui dalam
proses belajar?
2. Apa saja upaya dan strategi yang saudara terapkan Coping
ketika melalui hambatan dalam proses belajar
tersebut?
penelitian ini. Berdasarkan hasil uji coba dan saran dari dosen pembimbing maka
Tabel 3.2
Contoh Bentuk Pertanyaan dalam Pedoman Wawancara
No Pertanyaan Aspek
1. Setelah melewati berbagai metode pembelajaran, Everyday hassles
apa saja hambatan dalam belajar yang muncul saat
metode daring namun masih kerap ditemui saat
pembelajaran luring ini?
2. Seperti apa upaya dan strategi yang saudara terapkan Coping
dalam mengatasi hambatan yang muncul saat proses
belajar tersebut?
sehingga data yang diperoleh harus tepat. Alat perekam bertujuan untuk mengecek
hal-hal yang perlu diperjelas. Alat perekam juga memudahkan peneliti untuk lebih
telepon genggam, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada partisipan untuk
3.6 Kredibilitas
keabsahan data yang diperoleh dari analisis data secara kritis dan menyeluruh
mengenai suatu hal tertentu (Poerwandari, 2018). Lebih spesifik teknik triangulasi
waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dicapai dengan cara mengulang
partisipan.
6. Peneliti mempersiapkan diri agar bebas dari asumsi dan penilaian yang
(epoche).
pedoman berikut:
lokasi wawancara.
Prosedur analisis data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan analisis data IPA
yang dikemukakan oleh Kahija (2017) yang terdiri dari beberapa tahap yaitu:
dalam satu tema yang lebih besar dengan ciri kemiripan makna.
diperoleh dari seluruh partisipan. Pada tahap ini, peneliti melihat pola-
Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil analisis data dan pembahasan
hasil penelitian masing-masing partisipan dalam bentuk narasi. Hal ini bertujuan
siswa SMA di kota Padang pada masa krisis pembelajaran. Informasi yang
dipaparkan ke dalam tiga kategori, yaitu hasil penelitian partisipan 1 (R), partisipan
Lebih rinci, hasil penelitian ini meliputi deskripsi umum beserta identitas
academic buoyancy siswa SMA di kota Padang pada masa krisis pembelajaran.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan kutipan beserta kode tertentu untuk
angka yang meliputi; (R) untuk partisipan 1, (S) partisipan 2, dan (Z) partisipan 3;
(W) wawancara; (B) baris. Contoh penggunaan kode dalam hasil analisis data
35
36
1. Partisipan R
Tabel 4.1
ketertinggalan materi dengan mengikuti les di luar sekolah, selain itu R juga
37
game online yang menurut R masih sulit untuk dikontrol dan berdampak
pada fokus pembelajaran. Ada berbagai upaya yang diterapkan oleh R untuk
2. Partisipan S
Tabel 4.2
awal kelas X, suasana yang dirasakan S tidak begitu terasa seperti sekolah
38
normal sebab S bisa bangun sesuka hati saat hendak mulai pembelajaran,
dengan kata lain tidak terjadwal secara ketat seperti sekolah normal. Ada
kebiasaan belajar menjadi lebih baik, hingga saat ini S masih berupaya
3. Partisipan Z
Tabel 4.3
diabaikan oleh guru yang lebih fokus pada siswa luring, Z merasa
hambatan yang ditemui dalam proses belajar kurang lebih mirip setiap
perubahan metode belajar, yang sampai saat ini Z masih berupaya untuk
pembelajaran kedepannya.
1. Partisipan R
Tabel 4.4
2. Partisipan S
Tabel 4.5
3. Partisipan Z
Tabel 4.6
hari dalam proses belajar, setiap partisipan memiliki pengalaman berbeda terkait
R merasa terusik, dirinya merasa sulit menjalani kondisi ketika ada tugas
yang harus diprioritaskan, namun di sisi lain R masih ingin bermain game
online.
adanya beban pikiran, R merasa tugas sekolah menjadi lebih sulit untuk
daring tugas biasanya sudah direncanakan oleh guru terlebih dahulu. Selain
diberikan setiap harinya setara dengan jumlah mata pelajaran harian. Tidak
hanya tugas berupa tanya jawab soal namun juga ada tugas video, makalah,
hingga catatan.
diberikan.
“Kalau yang S rasakan saat itu engga, tapi mama yang kayak risih
gitu, kok main hp terus, tugasnya engga dikerjain gitu, main hp nya
nanti ajalah …” (S/W.1/B.227-229).
tugasnya tidak harus dikumpul saat itu juga. Partisipan S merespon dengan
tugas sekolah.
“… sampai mid sempat ada dua mata pelajaran ekonomi sama pkn
nilai S kosong, itu tu karena tugas yang ga S kumpulin …”
(S/W.1/B.313-316).
“Jadi malas makan kak, sempat waktu itu asam lambung S kambuh
…” (S/W.1/B.380).
harinya tugas yang diberikan satu guru per mata pelajaran cukup beragam
“Capek sih ngeliat, ngeliat apa list tugas tu aja udah capek gitu.”
(Z/W.1/B.142).
48
materi rumit, dalam proses memahami materi ketiga partisipan merasa ada
beberapa materi yang dirasa partisipan sulit untuk dipahami dan menjadi
cenderung menjadi ragu untuk bertanya saat materi tersebut sulit dipahami.
“Bisa, tapi ada yang bisa ada yang engga kak. Apalagi kalau
pelajaran seperti mtk. Kalau misalkan diterangin kayak a … mau
bertanya kan kita ragu pula gitu.” (R/W.1/B.51-53).
“Ada yang bisa ada yang engga, kayak mtk kalau mtk kan kalau liat
di google caranya kan ini gimana ya … tapi kalau kayak pelajaran
sejarah gitu lain-lain masih bisa.” (R/W.1/B.81-83).
Partisipan R menyatakan sejak awal sekolah di masa pembelajaran
“Ada si, waktu tu apasih kak, pelajaran mtk si kak jujur. Waktu tu
kayak gimana ya apalagi waktu kelas sepuluh tu kak, di nggak ngerti
apa-apa kak. Ini gimana sih caranya, tanyain situ, tanyain … tapi
kalau misalnya kita tau kan mudah gitu … tapi kalau kita gatau
materi kelas sepuluh sebelumnya susah nanti ke selanjutnya gitu
kak, tingkat selanjutnya mtk.” (R/W.1/B.428-434).
“Ada, kak. Jadi guru tu ada jelasinnya kayak terlalu cepat, ada
terlalu detail kali. Detail tu mungkin kita paham hm … tapi kalau
yang terlalu cepat ni gabisa di toleransi … tu ada pula mungkin ya
kak tulisannya jelek, di papan tulis.” (R/W.1/B.328-331).
Kesulitan memahami materi juga menjadi hambatan bagi partisipan
merasakan dampaknya hingga saat ini. Ada materi dasar yang belum
karena tuntutan SMA menjadi lebih serius dalam menunjang masa depan,
karena itu partisipan Z merasa dirinya harus paham dengan materi yang
memiliki target untuk menjadi juara kelas, hal itu membuat R merasakan
Adanya target nilai yang lebih tinggi membuat beban pikiran bagi R, dirinya
ujian. Kayak ada tekanan untuk belajar kak, supaya bisa jadi juara,
jadi tekanan belajarnya tinggi kak.” (R/W.1/B.337-339).
Partisipan R menjelaskan bahwa tidak melulu dirinya mampu
ujian dengan baik pada materi yang S gemari, akan tetapi persoalannya S
situasi tersebut. Selain itu, S juga dituntut untuk mendapat nilai maksimal
pada materi yang tidak dikuasai karena sudah diikutsertakan les, sehingga
“Iya jadi untuk ranking S udah angkat tangan aja, yang penting
nilai S naik lah tiap tahunnya gitu.” (S/W.1/B.436-437).
Karena itu saat memikirkan nilai S cenderung merasa stres, ia
“Itu stres karena banyak tugas trus mikirin nilai raport juga,
mikiran kayak omongan-omongan orang, kayak udah mulai
bandingin nilainya, mau masuk jurusan apa gitu-gitu kak, jadi S
kayak stres pula jadinya kayak kebawa malas makan.”
(S/W.1/B.384-387).
Tuntutan memenuhi target nilai juga menjadi persoalan pada
tugas, dan penilaian harian meningkat sehingga rutinitas sekolah lebih padat
“Hm … ndak ta … ndak tau sih soalnya Z tu kayak ndak tau apa
yang Z stresin tu do, tapi Z tu stres. Gatau semua tekanannya tu apa
do, kayaknya Z tu a … anaknya santai aja nyo kak, kayak jalanin
ajalah gitu. Tapi, tapi Z stres gitu ha kayak stres gim … kayak gitu
sih orang-orang mau ke ujian, orang -orang mau ujian tu kan di
tekan kali, trus kayak sekolah Z tu tipe yang kalau orang mau ujian
tu emang di semakin di apa semakin banyak tugas yang ia kasih,
semakin banyak materi-materi yang ia kejar gitu. Jadi awalnya
santai, santai, santai, pas mau ujian tu di apain pepetin semua, UH
berdekatan, kayak sekali seminggu bisa UH gitu, tu jadinya tertekan
stres gitu. Itu sih …” (Z/W.2/129-140).
Kondisi tersebut membuat Z merasa lelah dan menjadi tidak
pula, pulang malam, nanti kayak tiba di rumah tu cuma tuk tidur aja
nyo, besok udah apa pula lagi, dah sekolah pula lagi jadi … di
rumah tu pulang les a … kerjain tugas, tidur, tu sekolah lagi, tu les,
kerjain tugas, tu tidur, gitu-gitu aja, capek jadinya.” (Z/W.2/145-
153).
sistem baik itu dari segi belajar maupun prestasi siswa. Pada partisipan R
sekolahnya, hal ini dicontohkan R dari segi tugas dan durasi belajar di
sekolah.
meningkatkan nilai.
R dalam belajar.
diberikan sekolah, namun di sisi lain ia merasa terpacu melihat jejak alumni
sekolah.
terutama pada bidang biologi dengan teman lainnya. Hal itu memunculkan
sehingga cenderung menekan siswa untuk menjadi nomor satu dan disiplin,
4.1.3.2 Tema Terkait Upaya Siswa dalam Mengelola Situasi yang Penuh
Hambatan (Coping)
hambatan yang muncul selama proses belajar, upaya tersebut membantu partisipan
siswa berhasil menangani kemunduran akademik dan hambatan yang lazim ditemui
1. Manajemen waktu
baik. Akan tetapi untuk game online, R sendiri mengaku masih kesulitan
“Yah … sampai sekarang ada si kak, tapi diatur-atur aja lagi kak.
Ya, dikontrol lagi, dimonitor lagi. Dibagi-bagi waktunya gitu.”
(R/W.1/186-188).
“A … membagi waktu kak, sebenarnya game itu masih ada kak. Jadi
susah juga kak walaupun R membagi-bagi waktu juga, tapi aja juga
waktunya ke game aja terus. Sampai orang tua pun marah sama R.”
(R/W.2/B.184-187).
game online semasa daring sudah jauh berkurang dibanding saat ini. R
dipaparkan.
“Online si kak, emang full banget kayak misalkan tugas muncul jam
tujuh, dah siap langsung chat teman, eh login-login. Ya, langsung a
… main hp kan kak ah … kira dah siap ni kan satu match, habis tu
ada lagi tugas kerjain dulu, langsung login lagi. Gitu terus kan
sampai malam-malam jam sebelas lah selesainya kak, baru tidur.”
(R/W.2/B.193-198).
“Kalau offline sekarang kayak a … dulu kan kayak gitu tadi kan,
tapi kalau sekarang masuk sekolah jam enam, jam 6.45 ya kita
sekolah boleh dibawaiin hp, tapi kan kalau misalkan kita main hp
pas guru lagi nerangin pasti ga ngerti kak, jadi terpaksa kita liat
guru … supaya ngerti, paham. Habis tu, itu kak.” (R/W.2/B.201-
206).
tugas.
untuk belajar atau mengaji minimal satu jam sehari sebelum bermain game
“Ya … bagi waktu aja kak. Bagi waktu misalkan a … kita belajar
jam segini, biasanya orang tua ngasih nasihat juga kak. Belajar lah
dulu, agak misalnya dalam sehari tu minimal satu jam belajar.
Belajar atau mengaji baru boleh main.” (R/W.1/B.329-332).
“Sedih kak, karena mama juga marah, papa juga kecewa, masuk
sekolah bagus-bagus eh masuk sekolah bagus tapi nilainya gitu
katanya, trus a … udah S coba untuk ubah waktu itu, perbaiki lagi
waktu belajar S, jadinya ya … sampai sekarang adalah meningkat
kak …” (S/W.1/B.109-112).
61
membuat beban yang dipikulnya berkurang dan merasa lebih lega terutama
“Kalau yang pas offline ni, a … waktu untuk main hp S kan lebih
sedikit kak, sekolah udah dari pagi sampai jam empat, nanti jam
62
empat pulang sebentar, balik les lagi sampai malam, jadi S udah
bisa dibilang lebih banyak untuk belajar dari pada untuk main, jadi
udah terajar lah untuk meminimalisir main hp nya sampai
sekarang.” (S/W.1/B.277-283).
untuk mempelajari materi, bertanya pada guru atau les, hingga berupaya
buku cetak, lks, dan buku catatan. R merasa strategi ini secara tidak
“Usahanya untuk … kan tugas tu biasanya guru ngasih dari lks jadi
kita biasanya guru tu ia mencari soal dari lks kak, jadi kita langsung
aja liat lks langsung. Soalnya dari soal-soal tu mereka membuatnya
dari lks. Bisa kita temuin jawabannya dari lks atau buku cetak yang
lain. Sama buku catatan satu, cari sendiri.” (R/W.2/B.227-232).
“Iya, kalau itu tu kan kita butuh proses mencarinya bisa kita ingat
gitu kak.” (R/W.2/B.236-237).
menurut R mengerjakan tugas sembari mencari jawaban di buku
menjelaskan bahwa dirinya akan berusaha bertanya pada guru sekolah dan
guru les.
jika dirasa sulit, S berupaya menggunakan sumber lain seperti buku bacaan
ataupun internet.
“Kalau untuk tugas kayak dalam mapel yang kayak full materi ga
ada yang kayak nyari-nyari um … S liat google kak, supaya lebih
mastiin jawabannya tu emang benar. Tapi untuk yang kayak mapel
hitung-hitungan kalau selagi S lebih paham dan yakin sama
pemahaman S, S kerjaiin sendiri, kalau ada yang ragu-ragu
masalah rumus, S liat catatan kelas mungkin, atau mungkin liat
google kak.” (S/W.1/B.354-360).
digemari namun untuk pelajaran yang kurang digemari, S merasa tidak ada
peningkatan signifikan.
Meskipun dari segi ranking menurun namun ada peningkatan rata-rata nilai
gitu. Kalau itu-tu kan, kalau colearn tu kan ia tu berupa vidio, jadi
kan kita tu bisa nyimak cara ia ngejelasin gitu, jadi tu agak
membantu si menurut Z.” (Z/W.1/B.267-272).
“Kalau Z lebih apa di les si kak, les Z tu kan bisa tambahan jadi Z
banyakin tambahan gitu. Jadi kayak Z sama guru les tu aja berdua
nyo, jadi Z lebih bisa banyak nanya ke guru les gitu.” (Z/W.2/B.315-
317).
materi baru.
kepada guru terkait hal-hal yang dirinya bisa lakukan Z untuk meningkatkan
nilai, terutama pada mata pelajaran yang menurut Z sulit untuk dipahami.
meningkatkan nilai.
67
pembelajaran.
meyakini akan ada hal baik yang bisa dimaknai dari munculnya hambatan
tersebut.
68
yang kerap ditemui dalam proses belajar adalah suatu hal yang membuatnya
merasa terganggu.
Fokus pada tujuan membuat partisipan melihat lebih jauh target apa
yang ingin dicapai dalam pembelajaran, hal ini membantu partisipan untuk
ibadah.
“Yang pertama ya, pastinya salat kak. Salat, pasti salat duha,
tahajud, itu selalu kak. Trus ngaji juga pasti.” (R/W.1/B.344-345).
“Iya, melupakan semua hal yang itu kak. Jadilah diri sendiri,
semangati diri sendiri.” (R/W.1/B.424-425).
dalam belajar sehingga dapat mengarahkan diri supaya tidak lagi merasa
malas.
pembelajaran.
Tabel 4.7
73
74
4.2 Pembahasan
kehidupan sekolah (Martin & Marsh, 2008). Siswa dengan tingkat academic
yang tinggi mampu menghadapi hambatan dan kemunduran akademik (Martin &
Marsh, 2019). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana
gambaran academic buoyancy siswa SMA di kota Padang pada masa pemulihan
buoyancy siswa SMA di kota Padang pada masa pemulihan krisis pembelajaran.
dalam prose belajar (Martin & Marsh, 2008). Berdasarkan analisis hasil wawancara
penelitian ini yaitu peningkatan beban tugas, materi pembelajaran semakin rumit,
target nilai meningkat, dan tuntutan sekolah favorit. Tema kedua yaitu coping,
upaya siswa dalam mengelola situasi yang penuh hambatan (Martin & Marsh,
hambatan yang kerap ditemui selama proses belajar yaitu manajemen waktu,
berinisiatif belajar mandiri, memandang hambatan secara optimis, dan fokus pada
tujuan. Hambatan yang ditemui tanpa ada kemampuan untuk menanganinya dapat
75
ditemui dapat membatasi potensi siswa untuk terus maju dan berkembang (Martin
tugas. Sejalan dengan itu, Sholihat dkk. (2023) menjelaskan bahwa perasaan jenuh
membuat siswa tidak berkeinginan untuk mengerjakan tugas sekolah yang berujung
kontrol membuat perilaku bermain ponsel menjadi tidak terkendali. Menurut Pande
dan Marheni (2015) ketika siswa fokus bermain ponsel mereka cenderung
banyak hiburan membuat dampak lanjutan muncul seperti kehilangan fokus, cemas
dengan nilai, hingga memicu terjadinya stres. Penelitian Ursia (2013) memaparkan
ini menyadari bahwa prioritas mereka adalah fokus pada pembelajaran, sehingga
berusaha untuk membagi waktu antara belajar dengan hiburan, mengerjakan tugas
76
sesegera mungkin, atau mengerjakan tugas dengan sistem cicilan. Upaya yang
beban tugas lebih ringan, dan membuatnya lebih fokus pada hal-hal prioritas. Selain
itu partisipan juga fokus pada tujuannya, hal ini dicontohkan pada target perilaku
partisipan Z yang ingin mengurangi waktu bermain ponsel saat belajar, untuk
sehingga lebih fokus dalam belajar. Menurut Pande dan Marheni (2015) dengan
melihat skala prioritas, siswa mampu memanajemen waktu untuk pembelajaran dan
melihat keterkaitan tindakan dengan hal-hal yang ingin dicapai, kemudian fokus
karena pada materi tertentu butuh waktu lebih lama untuk dipahami, penjelasan
guru terlalu cepat, hingga tulisan guru yang sulit dibaca. Partisipan S merasa
Sementara itu, pada Z kesulitan memahami materi membuatnya merasa stres dan
siswa, namun siswa jurusan IIS dan MIPA memiliki keterampilan belajar yang
ditangani ketiga partisipan dengan upaya untuk berinisiatif belajar mandiri dimana
ketiga partisipan mengandalkan diri untuk mempelajari materi yang dianggap sulit,
bertanya pada guru atau les, hingga menggunakan bantuan dari sumber lain berupa
internet ataupun buku bacaan, dengan upaya tersebut ketiga partisipan merasa
dengan pemaparan Zakaria dan Ibrahim (2018) belajar mandiri mendorong siswa
untuk menganalisis kebutuhan dan strategi belajar yang sesuai, karakteristik siswa
yang belajar mandiri adalah berusaha mempelajari dengan bergantung pada diri
sendiri, jika kesulitan barulah siswa berusaha berdiskusi atau menggunakan sumber
keterampilan belajar.
Selanjutnya, adanya target nilai juga dapat menjadi hambatan bagi ketiga
partisipan. Pada partisipan R merasa target nilai dapat menjadi tuntutan yang
mengkhawatirkan nilai terus menerus saat berkutat dengan ujian dan tugas, kondisi
Menurut Wardana dan Dinata (2016) Sebagai bekal untuk melanjutkan jenjang
pendidikan ke perguruan tinggi, nilai rapor menjadi aspek penting sehingga tak
jarang siswa mengalami stres karena dituntut untuk memiliki nilai terbaik. Stres
78
terjadi karena adanya respon negatif baik fisik, perilaku, pikiran, dan emosi
partisipan cenderung mengabaikan stres yang muncul ketika upaya yang dilakukan
tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Misalnya pada partisipan Z yang ingin
meningkatkan nilai, Z belajar mandiri dan fokus pada penilaian tugas namun saat
pembelajaran (Martin & Marsh, 2008). Menurut Pramesta dan Dewi (2021) saat
pembelajaran.
partisipan R dan S, dimana saat menemui tugas sulit R berusaha berpikiran positif
hambatan dari sudut pandang positif karena merasa terganggu dengan hambatan itu
sendiri dan beberapa upaya yang diterapkan tidak bekerja secara optimal sehingga
Z rentan mengalami stres. Menurut Barseli dkk. (2017) siswa yang tidak memiliki
79
mengalami stres, sehingga pola pikir memainkan peran penting dalam memaknai
sekolah favorit, tuntutan dari sekolah mengharapkan partisipan dan siswa lainnya
Tuntutan pada siswa mengarah pada persaingan belajar, sehingga siswa mengalami
bahwa siswa yang baik harus berprestasi, meskipun dapat menjadi pacuan semangat
lain sehingga partisipan menjadi tidak percaya diri dengan kemampuan yang
dimiliki. Menurut Tanjung dan Amelia (2017) siswa yang tidak percaya diri
memiliki konsep diri negatif dan cenderung kurang mempercayai kemampuan yang
pada ketiga partisipan ditemukan bahwa faktor pendukung misalnya ponsel yang
prioritas pembelajaran. Tidak hanya itu, contoh lainnya pada partisipan S dimana
adanya dukungan belajar tambahan dengan mengikuti les dapat menjadi tekanan
dalam menyelesaikan soal-soal ujian, karena merasa dituntut untuk maksimal saat
dirinya tidak menggemari mata pelajaran tertentu yang diikutsertakan les. Selain
itu, ada coping yang diterapkan ketiga partisipan cenderung kurang efektif dalam
sumber hambatan dengan melakukan kegiatan lain (Folkman & Lazarus, 1988). Hal
tersebut terlihat dari perilaku partisipan saat merasa jenuh di tengah pembelajaran,
itu, Fatchuroji dkk. (2023) menjelaskan bahwa akan lebih efektif jika disaat merasa
mengurangi distraksi, dan menerapkan metode belajar yang sesuai agar tetap
memperbaiki diri sehingga berkembang ke arah yang positif. Sejalan dengan itu,
karenanya dapat terus berproses dan tidak membatasi potensinya untuk terus maju
tidak hanya dalam bentuk tindakan seperti belajar satu jam sehari sebelum bermain
ponsel, namun juga ada coping untuk menangani masalah psikologis seperti
memperbanyak ibadah saat merasa tidak tenang dan memberi afirmasi positif saat
nilai dan ranking pada setiap semester. Menurut Hirnoven (2020) academic
buoyancy dapat membangun perilaku dan keyakinan siswa sehingga lebih optimis
kemampuannya tidak cukup bersaing S memilih jurusan yang lebih relevan dengan
kemampuannya dan saat ranking menurun S memilih untuk lebih fokus pada
buoyancy mendorong siswa untuk membentuk sikap keseharian yang positif dan
menerapkan beberapa strategi atau upaya namun ada kalanya Z tidak memperoleh
82
hasil sesuai harapan seperti kesulitan memahami materi hingga saat ini Z masih
sering menemui situasi tersebut meskipun sudah berusaha belajar mandiri. Karena
itu, Z merasa tidak memiliki kemampuan yang mumpuni dalam belajar dan
cukup baik dibandingkan S. Hal itu menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk
negatif, sulit menerima sehingga rentan mengalami stres, karena itu academic
Sehubungan dengan itu, Analya (2014) memaparkan bahwa respon siswa dalam
siswa dengan derajat academic buoyancy yang tinggi memiliki kemampuan untuk
pembelajaran serta melihat gagal atau suksesnya suatu hasil bergantung pada upaya
yang diterapkan.
BAB V
5.1 Kesimpulan
analisis hasil wawancara dari ketiga partisipan penelitian ini, gambaran academic
buoyancy dapat dilihat dari dari dua tema. Tema pertama everyday hassles yaitu
kompetitif. Tema kedua adalah coping yaitu menggambarkan upaya siswa dalam
mengelola situasi yang penuh tekanan. Bentuk upaya yang dilakukan ketiga
partisipan adalah dengan manajemen waktu, berinisiatif belajar mandiri, dan fokus
pada tujuan.
5.2 Saran
83
84
pengalaman-pengalaman partisipan.
masalah lanjutan.
Abid, M., Kanwal, S., Nasir, M. A., Iqbal, S., & Huda, N. (2016). The Effect of
Locus of Control on Academic Performance of the Students at Tertiary
level. International Review of Management and Business Research, 5(3),
860-869. https://doi.org/10.30543/IRMBR
Analya, P. (2014). Studi deskriptif mengenai derajat academic buoyancy pada siswa
kelas XII di SMA ‘X’ Bandung. Jurnal Psikologi Humanitas, 1(1), 45-54.
https://doi.org/10.28932/humanitas
Anderman, L. H. (2003). Academic and social perceptions as predictors of change
in middle school students' sense of school belonging. The Journal of
Experimental Education, 72(1), 5-22.
http://dx.doi.org/10.1080/00220970309600877
Anderson, R. C., Beach, P. T., Jacovidis, M. J. N., & Chadwick, K. L. (2020).
Academic buoyancy and resilience for diverse students around the
world. Inflexion.
Astuti, D. (2016). Anxiety: Apa dan bagaimana? The Progresive and Fun
Education Seminar, 495-499.
Azwar, S. (2018). Metode penelitian psikologi (2nd ed). Pustaka Belajar.
Badan Pusat Statistik. (2020). Potret pendidikan Indonesia: Statistik pendidikan
Indonesia 2020.
https://www.bps.go.id/publication/2020/11/27/347c85541c34e7dae54395a
3/statistik-pendidikan-2020.html
Badan Pusat Statistik. (2021). Potret pendidikan Indonesia: Statistik pendidikan
Indonesia 2021.
https://www.bps.go.id/publication/2021/11/26/d077e67ada9a93c99131bcd
e/statistik-pendidikan-2021.html
Badan Pusat Statistik. (2022). Potret pendidikan Indonesia: Statistik pendidikan
Indonesia 2022.
https://www.bps.go.id/publication/2022/11/25/a80bdf8c85bc28a4e656666
1/statistik-pendidikan-2022.html
Bahr, Nan., & Pendergast, Donna. (2007). The millennial adolescent. Australian
Council for Educational Research press.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. W.H. Freeman and
Company. Bank dunia soroti learning loss RI akibat pandemi. (2021,
September 18). CNN Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210917131430-20-
695727/bank-dunia-soroti-learning-loss-ri-akibat-pandemi
85
86
Barseli, M., Ahmad, R., & Ifdil, I. (2018). Hubungan stres akademik siswa dengan
hasil belajar. Jurnal EDUCATIO: Jurnal Pendidikan Indonesia, 4(1), 40-
47. http://dx.doi.org/10.29210/120182136
Barseli, M., Ifdil, I., & Nikmarijal, N. (2017). Konsep stres akademik siswa. Jurnal
Konseling dan Pendidikan, 5(3), 143-148. https://doi.org/10.29210/119800
Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (2018). Kemendikbud dorong pemda terapkan PPDB yang
semakin akuntabel dan nondiskriminatif.
Bostwick, K. C., Martin, A. J., Collie, R. J., Burns, E. C., Hare, N., Cox, S., ... &
McCarthy, I. (2022). Academic buoyancy in high school: A cross-lagged
multilevel modeling approach exploring reciprocal effects with perceived
school support, motivation, and engagement. Journal of Educational
Psychology. https://doi.org/10.1037/edu0000753
Cassidy, S. (2016). The academic resilience scale (ARS-30): A new
multidimensional construct measure. Frontiers in Psychology, 7(1787).
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2016.01787
Colmar, S., Liem, G. A. D., Connor, J., & Martin, A. J. (2019). Exploring the
relationships between academic buoyancy, academic self-concept, and
academic performance: a study of mathematics and reading among primary
school students. Educational Psychology, 39(8), 1068-1089.
https://doi.org/10.1080/01443410.2019.1617409
Creswell, J. W. (2013). Qualitative inquiry and research design: choosing among
five approaches (3rd ed). Sage Publications.
Datu, J. A. D., & Yang, W. (2021). Academic buoyancy, academic motivation, and
academic achievement among Filipino high school students. Current
Psychology, 40, 3958-3965. https://doi.org/10.1007/s12144-019-00358-y
Datu, J. A. D., & Yuen, M. (2018). Predictors and Consequences of Academic
Buoyancy: a Review of Literature with Implications for Educational
Psychological Research and Practice. Contemporary School
Psychology, 22, 207-212. https://doi.org/10.1007/s40688-018-0185-y
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang. (2021). Profil pendidikan 2020.
https://disdik.padang.go.id/userfiles/file/Profil%20Pendidikan/2020/PROF
IL%20PENDIDIKAN%202020.pdf
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang. (2022). Profil pendidikan 2021.
https://disdik.padang.go.id/userfiles/file/Profil%20Pendidikan/2021/PROF
IL%20PENDIDIKAN%202021.pdf
Dorn, E., Hancock, B., Sarakatsannis, J., & Viruleg, E. (2020). Covid-19 and
learning loss: disparities grow and student need help. McKinsey Global
Publishing.
87
Dorn, E., Hancock, B., Sarakatsannis, J., & Viruleg, E. (2021). Covid-19 and
education: the lingering effect of unfinished learning. McKinsey Global
Publishing.
Fatchuroji, A., Yunus, S., Jamal, M., Somelok, G., Yulianti, R., & Sihombing, M.
(2023). Pengaruh Tingkat Konsentrasi Terhadap Hasil Belajar. Journal on
Education, 5(4), 13758-13765. https://doi.org/10.31004/joe.v5i4.2388
Fiorentika, K., Santoso, D. B., & Simon, I. M. (2016). Keefektifan teknik self-
instruction untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa SMP. Jurnal Kajian
Bimbingan dan Konseling, 1(3), 104-111.
http://dx.doi.org/10.17977/um001v1i32016p104
Fitri, S. F. N. (2021). Problematika kualitas pendidikan di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Tambusai, 5(1), 1617-1620.
Folkman & Lazarus (1988) Folkman S, Lazarus RS. Coping as a mediator of
emotion. Journal of Personality and Social Psychology. 1988;54:466–475.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.54.3.466
Fredricks, J. A., Blumenfeld, P. C., & Paris, A. H. (2004). School engagement:
Potential of the concept, state of the evidence. Review of educational
research, 74(1), 59-109. https://doi.org/10.3102/00346543074001059
Frymier, A. B., & Houser, M. L. (2000). The teacher‐student relationship as an
interpersonal relationship. Communication education, 49(3), 207-219.
https://doi.org/10.1080/03634520009379209
Furqoniyyah, T., & Rozas, I. S. (2022). Analisa terhadap kemungkinan learning
loss di pondok pesantren tahfidhil qur’an al-ma’arij Jombang. Jurnal
Eduscience, 7(2), 128-134.
Groccia, J. E. (2018). What is student engagement? New directions for teaching
and learning, 2018(154), 11-20. https://doi.org/10.1002/tl.20287
Guo, J. P., Yang, L. Y., Zhang, J., & Gan, Y. J. (2022). Academic self-concept,
perceptions of the learning environment, engagement, and learning
outcomes of university students: relationships and causal ordering. Higher
Education, 83, 809-828. https://doi.org/10.1007/s10734-021-00705-8
Hadi, S., & Farida, F. S. (2012). Pengaruh minat, kemandirian, dan sumber belajar
terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas VII SMP
Negeri 5 Ungaran. Dinamika Pendidikan, 7(1).
https://doi.org/10.15294/dp.v7i1.4913
Hanafiah, H., Sauri, R. S., Mulyadi, D., & Arifudin, O. (2022). Penanggulangan
dampak learning loss dalam meningkatkan mutu pembelajaran pada sekolah
menengah atas. JIIP-Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 5(6), 1816-1823.
https://doi.org/10.54371/jiip.v5i6.642
88
Harlina, N. (2021). Pembelajaran tatap muka di tengah PPKM level 4 kota Padang.
Liputan6. https://www.liputan6.com/regional/read/4678523/pembelajaran-
tatap-muka-di-tengah-ppkm-level-4-kota-padang
Hayati, I. R., & Sujadi, E. (2018). Perbedaan keterampilan belajar antara siswa IPA
dan IPS. Tarbawi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 14(1), 1-10.
https://doi.org/10.32939/tarbawi.v14i1.250
Hermanto, B. (2020). Perekayasaan sistem pendidikan nasional untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Foundasia, 11(2), 52-59.
https://doi.org/10.21831/jjpip.v13i1.100000
Hirvonen, R., Putwain, D. W., Määttä, S., Ahonen, T., & Kiuru, N. (2020). The role
of academic buoyancy and emotions in students learning‐related
expectations and behaviours in primary school. British Journal of
Educational Psychology, 90(4), 948–
963. https://doi.org/10.1111/bjep.12336
Howard, S., & Johnson, B. (2000). What makes the difference? Children and
teachers talk about resilient outcomes for children at risk. Educational
studies, 26(3), 321-337. https://doi.org/10.1080/03055690050137132
Irawati, R., & Fahmawati, Z. N. (2023). Hubungan antara regulasi diri dalam belajar
dengan stres akademik siswa saat PTMT pada kelas XI di SMAN 1
Wonoayu.
Jerusalem, M., & Mittag, W. (1995). Self-efficacy in stressful life transitions. In A
Bandura (Ed.), Self-Efficacy in Changing Societies (pp. 177-201).
Cambridge University Press.
https://doi.org/10.1017/CBO9780511527692.008
Kahija, YF. L. (2017). Penelitian fenomenologis: jalan memahami pengalaman
hidup. PT Kanisius
Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2022). Laporan
kinerja 2021.
https://kemdikbud.go.id/main/files/download/8504073353c0656
Lerner, R. M., & Steinberg, L. (2009). Handbook of adolescent psychology, volume
1: Individual bases of adolescent development (3rd ed). John Wiley & Sons.
Levine, G. (2008). A Foucaultian approach to academic anxiety. Educational
studies, 44(1), 62-76. https://doi.org/10.1080/00131940802225101
Lianto, L. (2019). Self-efficacy: A brief literature review. Jurnal Manajemen
Motivasi, 15(2), 55-61. http://dx.doi.org/10.29406/jmm.v15i2.1409
Marlina, M. (2020). Strategi pembelajaran berdiferensiasi di sekolah inklusif. Cv.
Afifa Utama.
Martin, A. J. (2013). Academic buoyancy and academic resilience: Exploring
everyday and classic resilience in the face of academic adversity. School
89
Ohannessian, C. M., Vannucci, A., Lincoln, C. R., Flannery, K. M., & Trinh, A.
(2019). Self‐competence and depressive symptoms in middle–late
adolescence: Disentangling the direction of effect. Journal of Research on
Adolescence, 29(3), 736-751. https://doi.org/10.1111/jora.12412
Oktarina, N. (2007). Peranan pendidikan global dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Dinamika Pendidikan Unnes, 2(3), 189-198.
Pande, N. P. A. M., & Marheni, A. (2015). Hubungan kecanduan game online
dengan prestasi belajar siswa SMP Negeri 1 Kuta. Jurnal Psikologi
Udayana, 2(2), 163-171. http://dx.doi.org/10.24843/JPU.2015.v02.i02.p05
Pianta, R. C., Hamre, B. K., & Allen, J. P. (2012). Teacher-student relationships
and engagement: Conceptualizing, measuring, and improving the capacity
of classroom interactions. In Handbook of research on student
engagement (pp. 365-386). Springer. https://doi.org/10.1007/978-1-4614-
2018-7_17
Poerwandari E. K. (2018). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.
Pramesta, D. K., & Dewi, D. K. (2021). Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Stres
Akademik pada Siswa di SMA X. Jurnal Penelitian Psikologi, 8(7), 23-33.
Presiden Republik Indonesia. (2022). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 4 tahun 2022 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 57
tahun 2021 tentang standar nasional pendidikan.
Putwain, D. W., Connors, L., Symes, W., & Douglas-Osborn, E. (2012). Is
academic buoyancy anything more than adaptive coping?. Anxiety, Stress &
Coping, 25(3), 349-358. https://doi.org/10.1080/10615806.2011.582459
Putwain, D. W., Gallard, D., & Beaumont, J. (2020). Academic buoyancy protects
achievement against minor academic adversities. Learning and Individual
Differences, 83-84, 101936. https://doi.org/10.1016/j.lindif.2020.101936
Saputra, E. H. (2020, Juni 22). Kemendikbud: Mayoritas siswa hanya belajar 2 jam
per hari di rumah. KumparanNEWS.
https://kumparan.com/kumparannews/kemendikbud-mayoritas-siswa-
hanya-belajar-2-jam-per-hari-di-rumah-1tf7e33sCsY/full
Sarid, A. (2017). A theory of education. Cambridge Journal of Education, 48(4),
479-494. https://doi.org/10.1080/0305764X.2017.1356267
Seiring anak-anak Indonesia kembali ke sekolah, UNICEF serukan tindakan segera
untuk mengatasi krisis pembelajaran. (2022, Juli 13). UNICEF Indonesia.
https://www.unicef.org/indonesia/id/press-releases/seiring-anak-anak-
indonesia-kembali-ke-sekolah-unicef-serukan-tindakan-segera-untuk
Sholihat, R. N., Irwandi, D., & Nurulita, S. A. (2023). Hubungan student burnout
dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa pendidikan kimia selama
91
Wahyudi, L. E., Mulyana, A., Dhiaz, A., Ghandari, D., Dinata, Z. P., Fitoriq, M.,
& Hasyim, M. N. (2022). Mengukur kualitas pendidikan di
Indonesia. Ma'arif Journal of Education, Madrasah Innovation and Aswaja
Studies, 1(1), 18-22.
Wardana, M. S., & Dinata, M. K. (2016). Tingkat stres siswa menjelang ujian akhir
semester di SMAN 4 Denpasar. Jurnal Medika Udayana, 9, 1-4.
Ye, W., Strietholt, R., & Blömeke, S. (2021). Academic resilience: Underlying
norms and validity of definitions. Educational Assessment, Evaluation and
Accountability, 33, 169-202. https://doi.org/10.1007/s11092-020-09351-7
Yudiana, W., Dewanti, A. L., Suherik, O. A., & Cahyadi, S. (2021). Efektifitas
career decision-making course dalam upaya menanggulangi kesulitan siswa
untuk mengambil keputusan karier. MEDIAPSI, 7(2), 95–106.
https://doi.org/10.21776/ub.mps.2021.007.02.2
Yun, S., Hiver, P., & Al-Hoorie, A. H. (2018). Academic buoyancy: exploring
learners everyday resilience in the language classroom. Studies in Second
Language Acquisition, 40(4), 805-830.
https://doi.org/10.1017/S0272263118000037
Zagoto, Magdalena M., Yarni, N., & Dakhi, O. Perbedaan individu dari gaya
belajarnya serta implikasinya dalam pembelajaran. Jurnal Review
Pendidikan dan Pengajaran, 2(2), 259-265.
https://doi.org/10.31004/jrpp.v2i2.481
Zakaria, D., & Ibrahim, S. (2018). Efektivitas bimbingan belajar mandiri dan
implikasinya terhadap hasil belajar pendidikan agama islam peserta didik di
SMK Negeri 3 Gorontalo. Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam
Dan Interdisipliner, 3(2), 1-18. https://doi.org/10.30603/jiaj.v3i2.538
Zarrett, N., & Eccles, J. (2006). The passage to adulthood: Challenges of late
adolescence. New directions for youth development, 2006(111), 13-28.
https://doi.org/10.1002/yd.179
Zimmerman, B. J. (1995). Self-efficacy and educational development. In A.
Bandura (Ed.), Self-efficacy in changing societies (pp. 202–231).
Cambridge University
Press. https://doi.org/10.1017/CBO9780511527692.009
93
LAMPIRAN
94
PEDOMAN WAWANCARA
Tempat Penelitian :
Tanggal :
Pukul :
A. Identitas Partisipan
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Tempat/ Tanggal lahir :
5. Asal Sekolah :
6. Kelas :
7. Jurusan peminatan :
8. Alamat :
9. Anak ke :
B. Struktur Wawancara
1. Opening Interview
a. Memperkenalkan diri
b. Menjelaskan maksud dan tujuan wawancara
c. Menjelaskan kode etik kerahasiaan informasi
d. Meminta kesediaan partisipan membaca dan menandatangani informed
consent
e. Klarifikasi kesesuaian partisipan dengan karakteristik penelitian
96
2. Body Interview
c. Closing Interview
1. Bagaimana harapan saudara terkait kemampuan saudara untuk mengatasi
hambatan belajar kedepannya?
2. Menyimpulkan pembicaraan
3. Mengucapkan terimakasih
98