Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN EVALUASI

SEKSI P2PM
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
TAHUN 2018

PEMERINTAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR


DINAS KESEHATAN
2018
DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immuno Deficiency Syndrome


ARV :Anti Retro Viral
BTA : bakteri Tahan Asam
CDR : Case Detection Rate
CNR : Case Notification Rate
CR : Conversion Rate
CST/PDP :Care Support Treatment/Perawatan Dukungan Pengobatan
DOTS : Directly Observed Treatment, Shortcourse Chemotherapy
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IDU : Infecsion Drug User
KDS : kelompok Dukungan Sebaya
KKP : Kelompok Puskesmas Pelaksana
KPA : Komisi Penanggulangan AIDS
MTCT : Mother to Child Transmission
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
ODHA : Orang Dengan HIV-AIDS
OJT : On The Job Trainning
PMI : Palang Merah Indonesia
P2 : Pengendalian Penyakit
PMO : Pengawas Menelan Obat
POKMAS : Kelompok Masyarakat
RDT : Rapid Diagnostik Tes
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SIHA : Sistem Informasi HIV-AIDS
SITT : Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu
SR : Success Rate
TB : Tuberkulosis
TIPK : Tes Inisiatif Petugas Kesehatan
UPK : Unit Pelayanan Kesehatan
VCT/KTS : Voluntery Conseling Testing/Konseling Tes Sukarela
WHO : World Health Organization
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Pengendalian Tuberkulosis (TBC) di Indonesia sudah berlangsung sejak


zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang
kemerdekaan, TBC ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru
(BP-4). Sejak tahun 1969 pengendalian dilakukan secara nasional melalui
Puskesmas.
Pada tahun 1995, program Nasional pengendalian TBC mulai menerapkan strategi
DOTS dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi
DOTS dilaksanakan secara Nasional diseluruh Fasyankes terutama Puskesmas yang
diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Akan tetapi TBC sampai saat ini
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat didunia.
Dalam pengendalian Tuberkulosis (TBC) diperlukan tahapan pemantauan dan
evaluasi, dikarenakan proses ini merupakan salah satu fungsi untuk menilai
keberhasilan dalam pelaksanaan program. Pemantauan dilaksanakan secara berkala
dan terus menerus, hal ini dimaksudkan sebagai langkah untuk mengetahui capaian
program serta hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan program sesuai dengan
indikator yang ditetapkan.
Dengan diketahuinya capaian program serta hambatan yang ditemui,maka dapat
digunakan sebagai acuan dalam penyusunan perencanaan serta menentukan
langkah strategis dan inovatif tahun berikutnya. Sehingga pelaksanaan program
tersebut ke depan dapat terarah dan tepat sasaran yang berdampak pada pencapaian
hasil program yang maksimal.

Kasus DBD di Indonesia tahun rata-rata 124.785 / tahun. DBD termasuk


diantara emerging diseases yang sampai saat ini menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia dan berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
DBD diperkirakan akan masih cenderung meningkat dan meluas sebarannya. Hal
ini karena vektor penular DBD tersebar luas baik di tempat pemukiman maupun di
tempat umum.
Demam Berdarah di Kabupaten Lampung Timur ditemukan diseluruh wilayah
dengan rata-rata 332 kasus dalam 3 tahun terakhir. Pengendalian DBD salah
satunya dengan selain dengan pengobatan terhadap penderita juga dilakukan upaya-
upaya pengendalian vektor lainnya termasuk mencegah kontak dengan vektor guna
mengurangi penularan penyakit diantaranya adalah dengan Fogging Fokus dan
menggunakan larvasida.
Penyakit kusta di Indonesia memperlihatkan tren yang statis dalam
penemuan kasus baru. Dari data yang ada penyakit kusta masih menjadi beban
masalah di Indonesia.
Di Kabupaten Lampung Timur tren penemuan kasus baru kusta kurang dari 30
kasus pertahun dengan akumulasi penderita baru dengan cacat tingkat 2 kurang dari
25 kasus per tahun yang berarti berada pada daerah dengan beban masalah yang
masih rendah. Namun demikian statisnya pergerakan angka kesakitan tersebut juga
menunjukan masih adanya transmisi penularan kusta.

II. Tujuan

a. TBC
1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penularan TBC agar tidak tejadi
kesakitan, kematian dan kecacatan.
b. DBD
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian DBD.
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang beresiko terhadap
penularan DBD.
3. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar.
4. Menurunkan angka kesakitan DBD.
5. Menurunkan angka kematian akibat DBD.
c. Kusta
1. Mengintensifkan penemuan dan pengobatan penderita.
2. Mengembangkan puskesmas dengan perawatan cacat yang adekuat
didukung sistim rujukan ke rumah sakit.
3. Melaksanakan pengelolaan program pengendalian kusta dengan strategi
sesuai endemisitas daerah.
4. Memberikan perawatan dan pelayanan rehabilitasi yang tepat kepada
penyandang cacat kusta.

III. Target

a. TBC
1. Target Pogram Nasional Penanggulangan TBC sesuai dengan target
eliminasi global yaitu Eliminasi TBC pada tahun 2035 dan Indonesia
bebas TBC 2050.
b. DBD
1. Tercapainya 100% penderita DBD ditangani.
2. Menurunkan angka kesakitan DBD menjadi <49/100.000 penduduk
pada tahun 2018.
3. Membatasi penularan DBD dengan mengendalikan populasi vektor
sehingga tercapai angka bebas jentik ≥95%.
4. Menurunkan angka kematian akibat DBD menjadi <1%.
c. Kusta
1. Memberikan pengobatan yang adekuat sehingga tercapai angka
kesembuhan (RFT) lebih dari 90%.
2. Menurunkan proporsi anak dan kecacatan tingkat 2 diantara
penderita baru menjadi kurang dari 5%.

IV. Strategi

a. TBC
1. Penguatan kepemimpinan Program TBC
2. Peningkatan akses layanan TBC yang bermutu
3. Pengendalian faktor risiko
4. Peningkatan kemitraan TBC melalui forum koordinasi TBC
5. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TBC
6. Penguatan managemen program (health system strenghtening)
b. DBD
1. Penyelidikan Epidemiologi
2. Penanggulangan Fokus Seperlunya
3. Pengendalian Sebelum Musim Penularan
4. Kegiatan Monitoring
5. Pemenuhan kebutuhan logistik
c. Kusta
1. Manajemen sumber daya manusia pengelola program
2. Peningkatan penemuan kasus dini
3. Upaya pencegahan cacat
BAB II

GAMBARAN UMUM DAN PERILAKU PENDUDUK

2.1 Kondisi geografis

2.1.1. Luas wilayah dan letak geografis

Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur terletak pada 10515’ BT - 10620’

BT dan 437’ LS - 537’ LS. Wilayah Kabupaten Lampung Timur sebelumnya merupakan

wilayah Pembantu Bupati Lampung Tengah Wilayah Sukadana. Ibukota Kabupaten

Lampung Timur berkedudukan di Sukadana. Secara administratif Kabupaten Lampung

Timur berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Kecamatan Rumbia, Kecamatan Seputih

Surabaya dan Kecamatan Seputih

Banyak Kabupaten Lampung Tengah

dan Kecamatan Menggala Kabupaten

Tulang Bawang

Sebelah Selatan : Kecamatan Tanjung Bintang,

Kecamatan Ketibung, Kecamatan Palas

dan Kecamatan Sidomulyo Kabupaten

Lampung Selatan.

Sebelah Timur : Laut Jawa

Sebelah Barat : Kecamatan Bantul dan Kecamatan Metro Raya Kota

Metro dan Kecamatan Punggur dan Kecamatan

Seputih Raman Kabupaten Lampung Tengah

Gambar 2.1.

Peta Wilayah Administratif Kabupaten Lampung Timur


Sumber: Pemda Lampung Timur

2.1.2. Topografi

Pada umumnya wilayah Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah yang datar

dengan sebagian besar wilayahnya berada pada ketinggian 25-55 meter diatas permukaan

laut (mdpl), kecuali Kecamatan Pasir Sakti, Braja Selebah, dan Bumi Agung yang hanya

berada pada ketinggian 0-25 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan sebaran tingkat

kemiringan lahan, wilayah Kabupaten Lampung Timur terdiri dari kelas lereng datar

(kelerengan 1-3%) yaitu seluas 96.627 hektar, kelas lereng landai (3- 8%) yaitu seluas

198.248 hektar, kelas lereng bergelombang (8-15%) yaitu seluas 213.911 hektar, dan kelas

lereng berbukit (15–40%) yaitu seluas 16.039 hektar.

Terdapat daerah rawa dengan sebaran rawa antara lain berada hampir di sepanjang

pesisir pantai di Kabupaten Lampung Timur terutama rawa dengan vegetasi mangrove
antara lain di Kecamatan Pasir Sakti dan Labuhan Maringgai. Selain itu terdapat wilayah

dengan morfologi rawa bervegetasi rendah yang tersebar di Kecamatan Jabung, Pasir Sakti,

Waway Karya, Labuhan Maringgai, Mataram Baru, Bandar Sribhawono, Way Jepara dan

Braja Selebah.

Selain itu di Kabupaten Lampung Timur juga terdapat 6 (enam) buah pulau-pulau

besar dan kecil, yaitu Pulau Segama Besar, Pulau Segama kecil, Pulau Basa, Pulau Gosong

Serdang, Pulau Gosong Layang-layang dan Pulau Karang Pematang.

2. 1.3. Luas dan sebaran kawasan budaya

Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah dataran dengan luas wilayah

5.325,03 km2 atau sekitar 15,09 persen dari luas wilayah Provinsi Lampung. Kecamatan

yang terluas ialah Sukadana di mana luas wilayahnya mencapai 14,21 persen luas wilayah

Kabupaten Lampung Timur. Sedangkan persentase luas wilayah yang paling kecil ialah

Kecamatan Bumi Agung yakni sekitar 1,37 persen, (BPS Lampung Timur, 2017). Adapun

penggunaan lahan terdiri dari lahan sawah seluas 52.601 Ha atau 9,88%. Perkebunan seluas

51.481,36 Ha atau 9,67 %. Kawasan hutan lindung seluas 22.292,5 Ha atau 4,19%.

Kawasan hutan suaka margasatwa seluas 125.621,3 Ha atau 23,59%. Kawasan hutan

produksi seluas 14.663,36 Ha atau 2,75% dan penggunaan lainnya seluas 260.518,33 Ha

atau 49,92%.

2.2. Administrasi Pemerintahan

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1999, dengan pusat pemerintahan di kota Sukadana. Sejak

berdiri hingga sekarang wilayah administrasi di Kabupaten Lampung Timur mengalami

pemekaran, hingga tahun 2017 Kabupaten Lampung Timur terdiri atas 24 Kecamatan

definitif dan 264 desa.

2.3. Demografi

Kabupaten Lampung Timur mempunyai persebaran penduduk yang tidak merata

secara geografis. Hal ini berkaitan dengan aspek kultural, historis dan ekologis serta

dukungan kualitas dan kuantitas insfrastruktur. Persebaran penduduk Kabupaten Lampung

Timur berorientasi pada potensi pertanian dan bergeser sedikit ke agro industri. Akibatnya
terjadi pola pergeseran yang kurang ideal dengan kepadatan penduduk tertinggi pada

daerah pusat industri dan akses yang baik. Berdasarkan proyeksi sementara Badan Pusat

Statistik Kabupaten Lampung Timur tahun 2017, jumlah penduduk Kabupaten Lampung

Timur sebanyak 1.027.476 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk pertahun sebesar 0,89.

Jumlah tersebut cenderung meningkat dibanding tahun 2016 yakni 1.018.424 jiwa dengan

laju pertumbuhan penduduk pertahun 0,95.

Perkembangan jumlah penduduk dari tahun 2008 s/d 2017 dapat dilihat pada grafik

di bawah ini:

Grafik 2.1.

Trend Perkembangan Penduduk

Kabupaten Lampung Timur Tahun 2008 – 2018

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Kepadatan penduduk di Kabupaten Lampung Timur tahun 2017 mencapai 200

jiwa/km² dengan rata-rata jiwa dalam rumah tangga adalah 3 (3,14). Kepadatan penduduk

tersebut menggambarkan rata-rata konsentrasi penduduk disuatu wilayah per 1 km².

Sebaran kepadatan penduduk bervariasi, kepadatan tertinggi di Kecamatan Pekalongan

sebesar 497,81 jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Sukadana sebesar 92,04 jiwa /km2.

Kepadatan penduduk di Kabupaten Lampung Timur dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 2.2.

Kepadatan Penduduk (Jiwa per Km²) Kecamatan

Di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018


Sumber: Proyeksi Sementara BPS Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Sementara itu, rasio jenis kelamin penduduk laki-laki terhadap penduduk

perempuan sebesar 102,51 dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 529.369 jiwa dan

penduduk perempuan 506.824 jiwa. Hal tersebut berarti bahwa di setiap 100 penduduk

perempuan terdapat 103 penduduk laki-laki.

2.4. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan manusia.

Pendidikan dan pengetahuan berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang dalam

berperilaku termasuk dalam berperilaku di bidang kesehatan. Selain itu pendidikan juga

berperan meningkatkan kecerdasan, ketrampilan dan kualitas seseorang sehingga

mempunyai andil peluang kerja dan kemajuan sosial ekonomi yang pada akhirnya akan

berpengaruh terhadap kemampuan dan kesempatan ke akses pelayanan kesehatan.

Untuk meningkatkan peran pendidikan dalam pembangunan, maka kualitas

pendidikan harus ditingkatkan salah satunya dengan meningkatkan rata-rata lama sekolah.

Berdasarkan publikasi BPS Kabupaten Lampung Timur tahun 2018, rata-rata lama
sekolah di Kabupaten Lampung Timur tahun 2017 adalah 7,56 tahun sedikit meningkat

bila dibanding tahun 2016 yaitu 7,55 tahun, lebih rendah dari angka rata-rata lama sekolah

Provinsi Lampung di tahun yang sama (7,79 tahun). Harapan lama sekolah di Kabupaten

Lampung Timur tahun 2017 adalah 12,44 tahun, meningkat bila dibanding tahun 2016

yakni 12,41 tahun (Provinsi Lampung 12,46 tahun).

Indikator lain dalam capaian bidang pendidikan adalah penduduk berusia 10 tahun

ke atas yang melek huruf. Angka ini dapat digunakan untuk melihat pencapaian indikator

dasar yang telah dicapai oleh suatu daerah, karena kemampuan membaca dan menulis

merupakan dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan, menyerap informasi, dan

pengembangan intelektual. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung,

penduduk berusia 10 tahun ke atas yang melek huruf di Kabupaten Lampung Timur tahun

2017 adalah 96,32%.

2.5. Pekerjaan

Pekerjaan mencakup dimensi ekonomi, sosial .yang mempengaruhi kesehatan.

Dimensi ekonomi berkaitan dengan kebutuhan manusia akan pekerjaan dalam memperoleh

pendapatan yang berhubungan dengan daya beli agar dapat hidup layak dan kemampuan

mengakses pelayanan kesehatan. Sedangkan dimensi sosial berkaitan dengan pengakuan

masyarakat terhadap kemampuan individu yang dapat mempengaruhi gaya hidup. Selain

itu lingkungan pekerjaan juga mempunyai pengaruh terhadap kesehatan baik langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu data pekerjaan harus diperhitungkan dalam upaya

pembangunan kesehatan.

Data pekerjaan yang disajikan dalam Profil Kesehatan Tahun 2017, adalah data

yang didapat dari Publikasi BPS Lampung Timur dalam Kabupaten Lampung Timur

dalam Angka 2017. Data pekerjaan dalam publikasi BPS tersebut merupakan data tahun

2015, dan menyebutkan bahwa pada kelompok angkatan kerja yang berjumlah 495.218

penduduk, sebanyak 472.970 penduduk (95,50%) berstatus bekerja, dengan jumlah pekerja

perempuan sebanyak 159.763 jiwa (33,78%). Perempuan yang bekerja perlu mendapat

perhatian dari program kesehatan, karena keadaan ini ibarat dua sisi mata pedang, di satu

sisi perempuan yang mempunyai kesempatan bekerja mempunyai peluang lebih besar
untuk meningkatkan penghasilan keluarga, lebih mudah mendapat pengalaman dan

pengetahuan, serta meningkatkan akses ke pelayanan kesehatan. Namun disisi lain,

perempuan pekerja juga memiliki konsekuensi dan resiko baik dari akibat langsung

maupun tidak langsung dari pekerjaannya terutama terkait tugas reproduksi dan

pengasuhan anak-anaknya, gizi pekerja, dan resiko kecelakaan kerja.

Bila dilihat berdasarkan lapangan pekerjaan, sebagian besar lapangan pekerjaan

penduduk Lampung Timur umur 15 tahun ke atas adalah pertanian (49,83%) dan disusul

dengan perdagangan (18,31%). Rincian persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas

berdasarkan lapangan pekerjaan, sebagai berikut:

Grafik 2.6

Persentase Penduduk Usia 15 Tahun Berdasarkan Lapangan Pekerjaan

Kabupaten Lampung Timur Tahun 2015

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur Tahun 2017

2.6. Indek Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan untuk mengukur capaian

pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. Sebagai ukuran

kualitas hidup, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar. IPM dibangun

melalui pendekatan tiga dimensi dasar, sebagai ukuran kualitas hidup, yaitu umur panjang

dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Untuk mengukur dimensi umur panjang

dan sehat (dimensi kesehatan) digunakan angka harapan hidup waktu lahir. Untuk

mengukur dimensi pengetahuan digunakan gabungan indikator angka melek huruf dan rata-
rata lama sekolah. Sedangkan untuk mengukur dimensi kehidupan yang layak, digunakan

indikator kemampuan daya beli (purchasing power parity) masyarakat terhadap sejumlah

kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita.

Berdasarkan publikasi BPS Kabupaten Lampung Timur tahun 2018, IPM

Kabupaten Lampung Timur tahun 2017 adal ah 68,05; meningkat 0,17 point bila dibanding

IPM Kabupaten Lampung Timur tahun 2016 yakni 67,88; namun berada di bawah IPM

Provinsi Lampung pada tahun yang sama yakni 68,25. Kenaikan IPM tersebut tercermin

dengan elemen IPM Kabupaten Lampung Timur tahun 2017 yaitu UHH 70,11 tahun,

EYS 12,44 tahun, MYS 7,56 tahun dan pengeluaran perkapita sebesar 9.453,-. Dengan

demikian, berdasarkan klasifikasi, IPM di Kabupaten Lampung Timur tersebut dalam

kategori sedang (60 ≤ IPM < 70).


BAB II
HASIL PELAKSANAAN PROGRAM

5.1.1. Pengendalian Penyakit TBC

SPM Bidang kesehatan mengamatkan bahwa setiap orang terduga TBC wajib

mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar dengan target 100%. Pelayanan

orang terduga TBC sesuai standar meliputi pemeriksaan klinis, pemeriksaan penunjang,

dan edukasi. Pemeriksaan klinis terduga TBC dilakukan minimal 1 kali dalam setahun

yaitu pemeriksaan gejala dan tanda, sedangkan pemeriksaan penunjang meliputi

pemeriksaan dahak dan atau bakteriologis dan atau radiologis. Edukasi pada terduga

TBC adalah edukasi perilaku beresiko dan pencegahan penularan. Selain hal tersebut di

atas, pelayanan pada terduga TBC juga dapat dilakukan dengan melakukan rujukan pada

kasus-kasus yang memerlukan rujukan.

Dinas Kesehatan telah menetapkan sasaran jumlah terduga TBC di Kabupaten

Lampung Timur pada tahun 2018 sebanyak 5.454 orang dan seluruhnya (100%) telah

mendapatkan pelayanan kesehatah sesuai standar. Jumlah semua kasus tuberculosis di

Kabupaten Lampung Timur tahun 2018 berjumlah 1. 188 orang dengan persentase

penderita laki laki lebih banyak (56%) dibanding persentase pada penderita perempuan

(44%).

Case Detection Rate (CDR) pada tahun 2018 mencapi 30,1%, meningkat bila

dibanding CDR tahun CDR pada tahun 2017 yaitu 24,8% dan masih berada di bawah

target Nasional (85%). Case Detection Rate (CDR) adalah proporsi jumlah pasien baru

BTA+ yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA+ yang diperkirakan

ada dalam wilayah tersebut. CDR menggambarkan seberapa banyak kasus tuberculosis

yang terjangkau oleh program. Berdasarkan trend CDR Kabupaten Lampung Timur

cenderung fluktuatif seperti tergambar pada grafik berikut:

Grafik 5. 1
Perkembangan Penemuan Kasus TB Paru BTA+ (CDR)
di Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2006-2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian penyakit Menular Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur

untuk meningkatkan temuan kasus tuberculosis, diantaranya dengan penjaringan aktif

yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dan mulai terlaksananya jejaring eksternal

pelayanan TBC dengan Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan swasta. Upaya

penemuan kasus Tuberculosis tersebut tergambar dari peningkatan CNR di Kabupaten

Lampung Timur tahun 2018 yakni 115 per 100.000 penduduk. Walaupun belum mencapai

target Nasional 140/ 100.000 penduduk, namun capaian CNR signifikan bila dibanding

tahun 2017 (96,84 per 100.000 penduduk). Trend CNR di Kabupaten Lampung Timur

sebagai berikut:

Grafik 5.2
Case Notification Rate (CNR) Seluruh Kasus TB per 100.000 Penduduk
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2018

Sumber: Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.
Berdasarkan data, di Kabupaten Lampung Timur juga terdapat 123 (26%) kasus

tuberculosis anak 0-14 tahun, temuan kasus TB anak tersebut meningkat bila dibanding

temuan tahun 2017 yaitu 93 kasus. Jumlah kasus TB anak tertinggi berasal dari wilayah

Puskesmas Pekalongan dan Puskesmas Labuhan Maringgai masing-masing berjumlah

11 kasus. Tingginya kasus Tuberculosis anak menggambarkan adanya sumber pajanan

kepada anak terutama dari orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi

kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut

mempunyai BTA sputum positif, infiltrat luas atau kavitas pada lobus atas, produksi

sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat faktor lingkungan yang

kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik.

Berdasarkan laporan, jumlah kasus TB Paru terkonfirmasi bakteriologis yang

terdaftar dan diobati tahun 2018 berjumlah 587 kasus. Jumlah terbanyak berasal dari

wilayah Puskesmas Labuhan Maringgai (72 kasus) dan terendah dari Puskesmas Ganti

Warno, Brajaharjosari dan Puskesmas Donomulyo (1 kasus). Sebaran temuan kasus

tuberculosis terkonfirmasi bakteriologis/ BTA positif dan TB anak berdasarkan Puskesmas

Kabupaten Lampung Timur tahun 2018 tergambar pada grafik berikut ini :

Grafik 5.3
Jumlah TBC Terkonfirmasi Bakteriologis dan TB Anak 0-14 Tahun Berdasarkan
Puskesmas Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Salah satu upaya untuk mengendalikan tuberkulosis yaitu dengan pengobatan.

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi pengobatan tuberkulosis adalah angka

keberhasilan pengobatan (Success Rate). Angka keberhasilan pengobatan merupakan

jumlah semua kasus tuberkulosis yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara semua
kasus tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan. Dengan demikian angka ini merupakan

penjumlahan dari angka kesembuhan semua kasus dan angka pengobatan lengkap

semua kasus. Angka ini menggambarkan kualitas pengobatan tuberkulosis.

Angka kesembuhan (cure rate) tuberculosis paru terkonfirmasi bakteriologis pada

tahun 2018 mencapai 95,7% dari target 85%, sedangkan angka pengobatan lengkap

(complete rate) semua kasus tuberculosis pada tahun 2018 adalah 39%, sehingga angka

keberhasilan pengobatan (succes rate) semua kasus tuberculosis di Kabupaten Lampung

Timur mencapai 95,4%, meningkat bila dibanding tahun 2017 (91,29%), dan telah

mencapai standar yang ditetapkan WHO yaitu 90%. Trend Angka keberhasilan

pengobatan penderita TB Paru sebagai berikut:

Grafik 5.4.
Angka Keberhasilan Pengobatan (Succes Rate/CS)
Semua Kasus Tuberculosis Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2006-2018

Sumber : Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Sebaran succes rate semua kasus tuberculosis berdasarkan Puskesmas

tergambar pada grafik berikut:

Grafik 5.5.
Sebaran Succes Rate/CS Berdasarkan Puskesmas
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2006-2018
Sumber : Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Dari grafik di atas terlihat bahwa sebagian besar Puskesmas telah mencapai target SR

(85%), hanya 4 Puskesmas yang belum mencapai target yakni Puskesmas Raman Utara,

Bumi Emas, Donomulyo dan Puskesmas Karya Tani. Dari jumlah penderita tuberculosis

yang diobati, jumlah kematian penderita selama menjalani pengobatan tuberculosis

sebanyak 1,9% dengan persentase kematian tertinggi berasal dari wilayah Puskesmas

Donomulyo (33,3%).

5.1.2. Pengendalian Penyakit Pneumonia pada Balita

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru yang disebabkan oleh

berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri dengan gejala panas tinggi

disertai batuk berdahak, napas cepat, sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan

nafsu makan berkurang).

Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Penyakit ini

menyumbang 16% dari seluruh kematian anak di bawah 5 tahun, yang menyebabkan

kematian pada 920.136 balita, atau lebih dari 2.500 per hari, atau di perkirakan 2 anak

Balita meninggal setiap menit pada tahun 2015 (WHO, 2017). Di Indonesia berdasarkan

hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosa tenaga

kesehatan mengalami kenaikan dari 1,6% menjadi 2,0% di tahun 2018.

Di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2018, pneumonia menyumbang 17%

penyebab kematian pada bayi, oleh karena itu beberapa upaya yang dapat dilakukan

untuk mengendalikan penyakit ini antara lain dengan meningkatkan perlindungan pada

balita melalui pemberian ASI ekslusif dan perbaikan gizi bayi balita, mencegah melalui

vaksinasi pertusis, campak, Hib; peningkatan PHBS dan menerapkan etika batuk dengan

benar, menurunkan polusi udara khususnya di ruangan serta mengobati melalui deteksi

dini dan pengobatan yang adekuat.


Agar kasus pneumonia balita dapat ditatalaksana dengan baik maka upaya

penemuan kasus pneumonia menjadi hal yang penting dilakukan. Upaya yang dilakukan

untuk meningkatkan penemuan Pneumonia pada balita adalah dengan cara

menatalaksana semua kasus ISPA yang ditemukan dengan tatalaksana sesuai standar.

Dengan demikian, angka penemuan Pneumonia juga menggambarkan penatalaksanaan

kasus ISPA. Selain melalui program P2 ISPA, upaya penemuan kasus pneumonia pada

balita juga dilakukan dengan pendekatan managemen MTBS (Manajemen Terpadu Balita

Sakit).

Berdasarkan laporan Puskesmas, pada tahun 2018 terdapat 25.593 kunjungan

balita batuk atau mengalami kesukaran bernafas, sebanyak 80,7% dari jumlah kunjungan

balita tersebut telah ditatalaksana sesuai standar yakni dengan menghitung nafas dan

dengan melihat tarikan dinding dada ke dalam. Sebagian besar Puskesmas (97%) telah

melakukan tatalaksana pneumonia sesuai standar (60%), hanya 1 Puskesmas yang

belum memenuhi standar yakni Puskesmas Pakuan Aji.

Kementerian Kesehatan telah menetapkan bahwa perkiraan kasus pneumonia pada

balita di Lampung adalah 2,23% dari jumlah balita. Pada tahun 2018, temuan pneumonia

pada balita berjumlah 955 kasus atau 41,7% dari jumlah perkiraan. Dari jumlah tersebut

hanya 1,78% pneumonia pada balita yang merupakan pneumonia berat. Bila ditinjau dari

jenis kelamin, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara penderita pneumonia pada

balita laki laki (51%) dengan balita perempuan (49%), namun pada pneumonia berat

terdapat perbedaan yang sangat bermakna dimana pneumonia berat pada balita laki-laki

lebih banyak (94%) bila dibanding pneumonia pada balita perempuan (6%). Seluruh

temuan kasus pneumonia pada balita di atas telah ditatalaksana sesuai standar.

Sebaran kasus Pneumonia di Puskesmas tidak merata, dan terdapat disparitas yang

sangat besar antara Puskesmas dengan temuan kasus tertinggi yaitu Puskesmas Way

Mili (95%) dengan Puskesmas Purbolinggo (11%). Jumlah Puskesmas yang telah

mencapai target penemuan 90% hanya 14,7% Puskesmas, yakni Puskesmas Way Mili,

Braja Harjosari, Sukaraja Nuban, sekampung dan Puskesmas Pugung Raharjo. Salah

satu penyebab belum tercapainya target temuan kasus pneumonia pada balita adalah

karena belum semua tenaga kesehatan melaksanakan tatalaksana ISPA dan manajemen

MTBS dengan benar, sehingga kasus Pneumonia terutama Pneumonia ringan tidak

terjaring. Selain itu kasus Pneumonia dari Rumah Sakit, klinik swasta dan praktek mandiri

juga belum terlaporkan sehingga penderita pneumonia dari unit pelayanan kesehatan

tersebut tidak terjaring.


Bila dilihat berdasarkan sebaran di Puskesmas, distribusi frekuensi penemuan

kasus Pneumonia sebagai berikut:

Grafik 5.6
Distribusi Penemuan Kasus Pneumonia pada Balita
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Berdasarkan trend, cakupan penemuan Pneumonia pada balita terlihat pada grafik

berikut ini:

Grafik 5.7
Jumlah Kasus Pneumonia Pada Balita
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2006 – 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Untuk lebih meningkatkan cakupan kasus Pneumonia perlu adanya perbaikan

sistem pelaporan untuk menjaring data, baik dari sarana pelayanan kesehatan swasta,

praktek mandiri maupun rumah sakit, melakukan penemuan secara aktif (care seeking),

peningkatan kwalitas pelayanan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur)

bahwa setiap kasus batuk pilek pada balita harus dihitung napas dan ada tidaknya tarikan
dinding dada ke dalam untuk menjaring kasus pneumonia, meningkatkan penjaringan

melalui manajemen MTBS, meningkatkan sosialisasi program P2 ISPA, serta bimbingan

teknis program ke Puskesmas.

5.1.3. Pengendalian Penyakit HIV dan AIDS

HIV/ AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human

Immunodefiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga penderita

mudah terinfeksi berbagai macam penyakit lain. Sebelum memasuki AIDS penderita

terlebih dahulu dinyatakan HIV positif.

HIV/ AIDS merupakan salah satu penyakit menular yang secara epidemi

mempunyai fenomena seperti gunung es dimana keadaan yang sebenarnya jauh lebih

besar daripada yang tercatat dan terlaporkan. Hal ini sebagai akibat dari sistem pelaporan

yang belum sempurna, masih tingginya stigma di masyarakat terhadap penyakit ini

sehingga masih banyak masyarakat yang menyembunyikan penyakitnya serta

penjaringan kasus di layanan kesehatan yang masih sangat terbatas.

SPM bidang kesehatan mengamanatkan bahwa setiap orang yang beresiko

terinfeksi HIV wajib mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar dengan target

100%. Pelayanan kesehatan sesuai standar yang dimaksud meliputi edukasi perilaku

beresiko dan skrining. Edukasi yang diberikan adalah tentang perilaku beresiko dan

pencegahan penularan, sedangkan skrining dilakukan dengan pemeriksaan tes cepat HIV

minimal 1 kali dalam setahun. Orang yang menjadi sasaran pelayanan kesehatan HIV

adalah orang dengan resiko terinfeksi virus HIV antara lain ibu hamil, pasien TBC, pasien

IMS, penjaja seks, lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), transgender/ waria,

pengguna napza suntik, dan warga binaan

Di Kabupaten Lampung Timur telah melakukan berbagai upaya pengendalian

penyakit HIV/ AIDS. Tujuan dari pengendalian penyakit tersebut adalah getting three

zeroes yaitu menurunkan jumlah kasus baru HIV, menurunkan angka kematian, dan

menurunkan stigma dan diskriminasi. Tujuan akhir dari upaya tersebut adalah

meningkatkan kualitas hidup ODHA. Strategi yang digunakan adalah dengan Layanan

Komprehensif Berkesinambungan, yaitu dengan menemukan ODHA sedini mungkin dan

sebanyak mungkin, memberikan therapy ARV segera setelah memenuhi syarat,

mempertahankan kepatuhan ODHA dalam mengakses layanan dan therapy ARV secara

teratur.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka telah dibentuk Layanan Komprehensif

Berkesinambungan (LBK) HIV/ AIDS di 3 (tiga) Puskesmas yaitu Puskesmas Tambah


Subur, Mataram Baru dan Puskesmas Braja Harjosari. Kegiatan yang dilakukan oleh

Puskesmas tersebut antara lain melakukan konseling, melakukan tes, dan pengobatan

HIV/ AIDS. Seluruh Puskesmas di Kabupaten Lampung Timur juga merupakan klinik VCT/

IMS yang dapat melayani pemeriksaan HIV/ AIDS pos konseling pada populasi kunci dan

ibu hamil. Puskesmas juga telah melakukan kerjasama dengan Bidan dan Bidan Desa

untuk melakukan skrining tes HIV/ AIDS pada ibu hamil baik pada saat melakukan ANC

maupun pada saat kegiatan kelas ibu. Prosedur yang dilakukan adalah bahwa ketika

hasil tes reaktif, hasil tes dari Bidan/ Bidan Desa tersebut tetap harus dikonfirmasi ulang

ke Puskesmas atau Puskesmas LKB guna dilakukan pemeriksaan dan ditatalaksana

lebih lanjut.

Selain itu, upaya penemuan kasus HIV/ AIDS di Kabupaten Lampung Timur juga

dilakukan secara aktif, baik oleh tenaga kesehatan maupun oleh tenaga non kesehatan.

Upaya penemuan kasus oleh tenaga non kesehatan dilakukan oleh kader maupun

masyarakat peduli HIV diantaranya dilakukan oleh kelompok yang tergabung dalam

Community TB HIV Care, juga melalui pemberdayaan peran serta msyarakat melalui

kelompok kunci. Bentuk nyata dari kegiatan penemuan kasus melalui pemberdayaan

peran serta msyarakat tersebut adalah dengan terlibatnya ODHA, pemilik warung, pemilik

karaoke serta beberapa mucikari dalam penjaringan kasus.

Berdasarkan laporan pada tahun 2018, di Kabupaten Lampung Timur telah

melakukan penjaringan kasus melalui tes dan konseling pada 10.884 orang atau 47,3%

dari estimasi orang dengan resiko terinfeksi HIV sebanyak (23.027 orang). Dari hasil

skrining yang dilakukan didapatkan kasus positif HIV berjumlah 56 orang.

Berdasarkan karakteristiknya, sebagian besar kasus HIV pada tahun 2018 berjenis

kelamin laki-laki (57,1%). Karakteristik kasus baru HIV pada tahun 2018 tersebut berbeda

bila dibandingkan dengan karakteristik kumulatif penderita HIV/ AIDS di Lampung Timur,

dimana persentase penderita perempuan lebih tinggi (52,7%) bila dibanding pada

penderita laki-laki.

Sedangkan bila dilihat berdasarkan kelompok umur, sebagian besar penderita HIV

yang ditemukan pada tahun 2018 berada pada kelompok umur 25-49 tahun dan umur 20-

24 tahun, dimana pada kelompok umur tersebut berada pada rentang usia produktif dan

aktif secara seksual. Selain itu terdapat juga penderita HIV pada anak-anak ≤4 tahun

yakni sebanyak 3,6% sebagai akibat dari transmisi dari ibu ke bayi.

Gambaran penderita baru HIV berdasarkan kelompok umur tahun 2018 tergambar

pada grafik berikut:


Grafik 5.8
Distribusi Kasus HIV/ AIDS Berdasarkan Kelompok Umur
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Sumber: Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Dari temuan kasus baru di atas, maka temuan seluruh kasus HIV/ AIDS di

Kabupaten Lampung Timur sejak tahun 2006 sampai dengan 2018 berjumlah 224

penderita. Terdapat kecenderungan peningkatan temuan kasus baru HIV/ AIDS, namun

jumlah kematian akibat AIDS di Kabupaten Lampung Timur cenderung rendah.

Rendahnya kematian akibat AIDS di Kabupaten Lampung Timur tersebut karena semakin

maksimalnya upaya penjaringan kasus baru HIV/ AIDS dan semakin baiknya tatalaksana

penderita. Salah satu upaya penjaringan adalah dengan melaksanakan program Layanan

Konseling dan Tes HIV Sukarela. Layanan ini merupakan suatu layanan untuk

mengetahui adanya infeksi HIV di tubuh seseorang, karena konseling dan tes HIV

merupakan pintu masuk utama pada layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV.

Pendekatan yang dilakukan yaitu Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan

dan konseling (TIPK) yaitu tes HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugas

kesehatan kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponen standar

layanan kesehatan, dan konseling dan tes HIV Sukarela (KTS) yaitu layanan tes HIV

secara pasif. Pada layanan tersebut klien datang sendiri untuk meminta dilakukan tes HIV

atas berbagai alasan baik ke fasilitas kesehatan atau layanan tes HIV berbasis komunitas.
Gambaran jumlah temuan kasus baru HIV/ AIDS dan jumlah kematian akibat AIDS

tergambar pada grafik berikut:

Grafik 5.9
Trend Jumlah Kasus Baru HIV / AIDS dan Jumlah Kematian AIDS Kabupaten Lampung
Timur Tahun 2006-2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

5.1.4. Persentase diare ditemukan dan ditangani pada balita

Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan merupakan penyakit

potensial KLB yang sering disertai kematian terutama pada bayi dan balita. Pelaksanaan

program pencegahan dan pengendalian diare bertujuan untuk mencapai penurunan

angka kesakitan dan kematian akibat diare bersama lintas program dan lintas sektoral.

Strategi program yang digunakan adalah (1) melakukan penemuan dan pengobatan

sesuai tatalaksana kasus diare, yaitu dengan menggunakan Lima Langkah Tuntaskan

Diare (LINTAS Diare) yaitu pemberian oralit, zinc, antibiotik bila disertai lendir dan darah,

makanan pendamping ASI, dan nasihat, (2) meningkatkan tatalaksana penderita diare di

rumah tangga yang tepat dan benar (3) meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini dan

penanggulangan diare (4) melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif (5)

melaksanakan monitoring dan evaluasi.

Target cakupan pelayanan penderita Diare semua umur (SU) yang datang ke

sarana kesehatan adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita Diare SU (Insidens Diare

SU dikali jumlah penduduk di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun). Sedangkan

target cakupan pelayanan penderita Diare Balita yang datang ke sarana kesehatan adalah

10% dari perkiraan jumlah penderita Diare Balita (Insidens Diare Balita dikali jumlah Balita

di satu wilayah kerja dalam waktu satu tahun).

Berdasarkan laporan dari puskesmas jumlah kasus diare yang ditangani pada

tahun 2018 berjumlah 13.909 kasus (50%) pada diare semua umur dengan angka
kesakitan setara dengan 270 per 1.000 penduduk, dan 3.514 kasus (23,2%) diare pada

balita dengan angka kesakitan setara dengan 843 per 1.000 penduduk.

Berdasarkan data, cakupan diare pada balita yang dilayani di Kabupaten Lampung

Timur masih rendah, yakni 23,2%. Rendahnya cakupan tersebut adalah akibat dari belum

tercovernya data kasus diare yang berobat ke rumah sakit, klinik swasta, serta dokter

praktek baik yang berada di dalam maupun luar wilayah Kabupaten Lampung Timur. Oleh

karena itu upaya yang harus dilakukan untuk mencapai target penemuan dan pengobatan

diare adalah memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan, penjaringan data kasus diare

dari pelayanan swasta dan rumah sakit.

Sebarannya kasus diare pada balita tertinggi berasal dari wilayah Labuhan

Maringgai yaitu 109% dari jumlah target penemuan, namun terdapat 1 Puskesmas

dengan capaian 0, yakni Puskesmas Braja Caka. Hal ini disebabkan karena Puskesmas

tersebut tidak melaporkan pelayanan diare di Puskesmas. Gambaran sebaran diare yang

dilayani berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada grafik berikut:

Grafik 5. 10
Sebaran Diare yang dilayani pada Balita Berdasarkan Puskesmas
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Sumber: Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Dari jumlah kasus diare yang ditemukan di atas, seluruh penderita (100%) telah

ditatalaksana sesuai standar, yaitu dengan pemberian oralit baik oleh petugas kesehatan

maupun oleh kader dan pemberian zink. Jumlah oralit yang diberikan pada penderita diare

minimal 6 bungkus per penderita, sedangkan zink diberikan selama 10 hari berturut-turut

terutama diare pada balita. Zink merupakan mikronutrien yang berfungsi untuk

mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,

mengurangi volume tinja serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan

berikutnya.
5.1.5. Angka penemuan kasus baru kusta (NCDR)

Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri

Mycobacterium Leprae. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 2–3

minggu. Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman

kusta memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5

tahun. Penatalaksanaan yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif yang

dapat menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata.

Tujuan dari program P2 Kusta adalah mengintensifkan penemuan dan pengobatan

penderita, mengembangkan puskesmas dengan perawatan cacat yang adekuat didukung

sistim rujukan ke rumah sakit, melaksanakan pengelolaan program pengendalian kusta

dengan strategi sesuai endemisitas daerah, menurunkan proporsi anak dan kecacatan

tingkat 2 diantara penderita baru menjadi kurang dari 5%, memberikan pengobatan yang

adekuat sehingga tercapai angka kesembuhan (RFT) lebih dari 90%, menurunkan

proporsi penderita cacat pada mata, tangan dan kaki setelah RFT kurang dari 5%, serta

memberikan perawatan dan pelayanan rehabilitasi yang tepat kepada penyandang cacat

kusta.

Strategi yang digunakan untuk mencapai hal tersebut adalah peningkatan

penemuan kasus secara dini di masyarakat, pelayanan kusta berkualitas, termasuk

layanan rehabilitasi, diintegrasikan dengan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan,

penyebarluasan informasi tentang kusta di masyarakat, eliminasi stigma terhadap orang

yang pernah mengalami kusta dan keluarganya, pemberdayaan orang yang pernah

mengalami kusta dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian kusta,

kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan, peningkatan dukungan kepada

program melalui penguatan advokasi kepada pengambil kebijakan dan penyedia layanan

lainnya serta penerapan pendekatan yang berbeda berdasar endemisitas kusta.

Upaya di atas diharapkan dapat menurunkan transmisi penyakit kusta dan

mencegah kecacatan pada semua penderita baru yang ditemukan melalui perawatan dan

pengobatan yang benar. Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari

tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan

di masyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru.

Berdasarkan laporan jumlah kasus baru kusta terdeteksi di Kabupaten Lampung

Timur tahun 2018 berjumlah 15 kasus atau setara dengan New Case Detection Rate

(NCDR) 1,4 per 100.000 penduduk, menurun bila dibanding tahun 2017 yakni 16 kasus
setara NCDR 1,55 per 100.000 penduduk. Berdasarkan bebannya, penemuan kasus

baru di Kabupaten Lampung Timur termasuk katagori beban kusta rendah (low burder)

karena new case detection rate ≤10 per 100.000 penduduk. Prevalensi kasus tercatat di

Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2018 adalah 0,2 per 10.000 penduduk, menurun

bila dibanding prevalensi tahun 2017 yakni 0,23 per 10.000 penduduk. Perkembangan

NCDR dan angka prevalensi kusta Kabupaten Lampung Timur, sebagai berikut :

Grafik 5. 11
Angka Prevalensi dan NCDR Kusta di Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2005 – 2018

Sumber : Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

NCDR merupakan indikator untuk menetapkan besarnya masalah dan transmisi

yang sedang berlangsung serta berguna untuk menghitung kebutuhan obat. NCDR akan

mempengaruhi angka prevalensi. Prevalensi adalah jumlah kasus terdaftar pada suatu

waktu tertentu. Selain NCDR, angka prevalensi kusta juga dipengaruhi oleh durasi

penyakit kusta yang lama, serta penatalaksanaan penyakit kusta. Di Kabupaten Lampung

Timur, walaupun cenderung menurun, namun penurunan NCDR dan prevalensi kusta

tidak cukup bermakna. Hal ini menunjukkan adanya indikasi masih terus berlangsungnya

transmisi penyakit kusta dengan kecepatan yang cenderung sama dan mempertegas

bahwa adanya kasus belum/tidak terdeteksi yang menjadi sumber penularan di

masyarakat.

Berbeda dengan tahun 2017 dimana kasus kusta hanya ditemukan di 8 (23,5%)

Puskesmas, pada tahun 2018 penemuan kasus penderita kusta baru di Kabupaten

Lampung Timur tersebar di 10 (29%) Puskesmas dari wilayah Puskesmas yang

sebagian besar berbeda dengan tahun 2017, hanya terdapat 2 Puskesmas yang pada

tahun 2017 dan tahun 2018 ditemukan kasus kusta baru yakni Puskemas Trimulyo dan

Puskesmas Sribhawono. Jumlah penemuan kasus baru kusta pada tahun 2018 tertinggi

berasal dari wilayah Puskesmas Trimulyo, Sumber Rejo, Braja Caka, Sukadana dan
Puskesmas Tambah Subur, masing-masing ditemukan 2 penderita. Sebaran penyakit

kusta berdasarkan Puskesmas tahun 2018 sebagai berikut:

Gambar 5. 1
Sebaran Kasus Kusta Baru Berdasarkan Puskesmas
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Sumber: Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Berdasarkan jenisnya, kasus baru kusta di Kabupaten Lampung Timur seluruhnya

(100%) berjenis Multi-Bacillary/MB (kusta basah) dengan persentase penderita laki-laki

(86,7%) lebih tinggi bila dibanding penderita perempuan. Kusta MB adalah bilamana

bercak putih kemerahan yang tersebar satu-satu atau merata di seluruh kulit badan,

terjadi penebalan dan pembengkakan pada bercak, bercak kulit lebih dari 5 tempat,

kerusakan banyak saraf tepi dan pemeriksaan bekteriologi positif. Tipe kusta MB sangat

mudah menular, sehingga keberadaan kusta MB dapat dipakai untuk memperkirakan

sumber penularan. Selain itu, tingginya kasus kusta MB di Kabupaten Lampung Timur

menggambarkan kualitas deteksi kasus yang masih rendah. Deteksi kasus kusta

umumnya dilakukan secara pasif atau sukarela, sisanya dideteksi melalui pemeriksaan

kontak.
Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan deteksi dini kasus baru kusta

dan keterlambatan antara kejadian penyakit dan penegakan diagnosis adalah angka cacat

tingkat 2. Keterlambatan diagnosa akan berimbas pada keterlambatan penatalaksaan

kusta sehingga dapat mengakibatkan kecacatan pada penderita. Berdasarkan laporan

pada tahun 2018 terdapat 2 kasus kusta baru dengan cacat tingkat 2 yaitu berasal dari

Puskesmas Sukadana dan Puskesmas Brajaharjo Sari. Selain cacat tingkat 2, di

Kabupaten Lampung Timur juga masih ditemukan penderita kusta pada anak < 15 tahun

yaitu berjumlah 1 anak (6,7%) yang berasal dari wilayah Puskesmas Sumber Rejo. Hal

demikian menggambarkan bahwa tingkat penularan kusta di masyarakat cukup tinggi dan

penatalaksanaan penyakit kusta di Kabupaten Lampung Timur perlu ditingkatkan.

Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penularan penyakit kusta dapat

dilakukan melalui pengobatan MDT pada pasien kusta. Selain untuk memutus mata rantai

penularan, pengobatan kusta juga bertujuan untuk menyembuhkan penyakit penderita

dan mencegah kecacatan. Setelah penderita menyelesaikan pengobatan sesuai dengan

aturan, maka penderita tersebut akan dinyatakan Release From Treatment (RFT).

Persentase penderita kusta yang telah selesai berobat (RFT) pada tahun 2018 pada kusta

PB ( 2017) mencapai 100% sedangkan pada kusta MB (2016) baru mencapai 87,5%. RFT

pada kusta MB belum mencapai target 90%. Hal ini disebabkan karena terdapat 1

penderita yang meninggal, 1 penderita drop out dan 1 penderita pindah.

Upaya pengendalian penyakit kusta harus terintegrasi baik preventif, promotif,

kuratif maupun rehabilitatif. Upaya tersebut secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut:

1) Preventif, yaitu upaya penemuan dini melalui pemeriksaan kontak, survey anak

sekolah (UKS), Rapid Village Survai dan lain-lain; 2) Promotif, yaitu melalui penyuluhan

tanda dini kusta, dan kampanye penurunan stigma; 3) Kuratif , melalui pengobatan sedini

mungkin; 4) Rehabilitatif, yaitu melalui pencegahan cacat, rehabilitasi medik, dan

rehabilitasi sosial ekonomi

Bentuk upaya yang dilakukan dalam pengendalian penyakit kusta adalah

mengupayakan penderita selesai berobat tepat waktu dengan penjelasan dan

pendampingan saat minum obat; peningkatan kegiatan penyuluhan dan promosi

kesehatan penyakit kusta melalui tokoh masyarakat, tokoh adat, sekolah, LSM dan lain-

lain sehingga masyarakat dapat memahami tentang bahaya penyakit kusta dan

pencegahanya serta menghilangkan mitos yang berkembang di masyarakat akibat

kurangnya pengetahuan; peningkatan sistem pencatatan dan pelaporan serta


peningkatan kerja sama lintas sektor guna meningkatkan daya guna mantan penderita

kusta.

5.3.1. Pengendalian Penyakit DBD

Demam berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue

yang tergolong Arthropod-Borne Virus, Genus Flavivirus, dan Famili Flaviviridae. DBD

ditularkan yang melalui gigitan nyamuk dari Genus Aedes, misalnya Aedes Agypty atau

Aedes Albopictus. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah menghisap darah orang

yang telah terinfeksi virus tersebut, sehingga setelah masa inkubasi yaitu selama 8-10

hari orang yang sehat dapat menjadi sakit. Kejadian DBD cenderung terjadi di sepanjang

tahun dan menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi

lingkungan dan perilaku masyarakat.

Jumlah kasus penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Lampung

Timur tahun 2018 berjumlah 205 kasus Incidence Rate/ IR per 19, 8 per 100.000

penduduk), menurun bila dibanding jumlah kasus dan IR tahun 2017 yakni berjumlah 274

kasus (Incidence Rate/ IR 26,7 per 100.000 penduduk). Angka tersebut telah berada di

bawah target Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur tahun 2018 yaitu 46

per 100.000 penduduk. Dari jumlah kasus DBD tersebut, 100% penderita sudah ditangani

sesuai standar tatalaksana DBD, sehingga pada tahun 2018 tidak ada kasus kematian

akibat DBD (CFR: 0,0). Berikut trend IR dan CFR DBD Kabupaten Lampung Timur 2006 -

2018 :

Grafik 5. 14
Insiden Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) DBD
di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2005-2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Penurunan IR dan CFR di Kabupaten Lampung Timur tahun 2018 sebagai akibat

dari upaya peningkatan kegiatan promotif preventif, kemitraan dan jejaring kerja dengan
lintas program maupun lintas sektor di berbagai jenjang administrasi, peningkatan sistem

survailance dan pemberdayaan masyarakat, peningkatan peran serta masyarakat melalui

kegiatan PSN, pengendalian dan pengamatan vektor di lapangan, sistem kewaspadaan

dini dan penanggulangan KLB serta penemuan dan tata laksana kasus. Namun demikian,

tetap diperlukan kewaspadaan terhadap munculnya kasus DBD di tahun yang akan

datang, mengingat Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah endemis DBD dan

kasus DBD dipengaruhi oleh iklim dan curah hujan.

Sebaran kasus DBD di Kabupaten Lampung Timur menyebar di 19 wilayah

Puskesmas (55,88%). Bila dibanding sebaran tahun 2017 (76,47%), wilayah Puskesmas

yang terjangkit DBD di tahun 2018 lebih sedikit. Temuan kasus tertinggi berasal dari

wilayah Puskesmas Pugung Raharjo (45 kasus). Namun tidak terdapat perbedaan

wilayah, dimana temuan kasus DBD pada tahun 2018 sebagian besar berada di wilayah

Puskesmas yang sama seperti temuan kasus 2017.

Bila dibandingkan jumlah kasus tahun lalu, terjadi kenaikan cukup signifikan

temuan kasus DBD di wilayah Puskesmas Pasir Sakti (270%) dan Puskesmas Pugung

Raharjo (173%). Sedangkan wilayah Puskesmas Pekalongan yang tahun lalu mengalami

kenaikan kasus cukup signifikan, di tahun 2018 cenderung menurun yakni hanya

mengalami kenaikan 34%. Gambaran sebaran kasus DBD per wilayah Puskesmas di

Kabupaten Lampung Timur dapat dilihat pada grafik sebagai berikut :

Grafik 5. 16
Jumlah Kasus DBD Berdasarkan Puskesmas
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2016-2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

5.3.2. Pengendalian Penyakit Malaria.

Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya

menjadi komitmen MDGs. Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan

berkembangbiak dalam sel darah merah dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina
dan dapat menyerang di semua umur. Prevalensi malaria di Indonesia berdasarkan hasil

Riskesdas tahun 2018 adalah 0,4%, menurun bila dibanding hasil Riskesdas tahun 2013

yaitu 1,4%.

Malaria merupakan salah satu penyakit yang pemberantasannya menjadi komitmen

global dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuan dari pengendalian penyakit

Malaria yaitu terwujudnya masyarakat yang hidup sehat terbebas dari penularan Malaria

(Eliminasi Malaria) sampai tahun 2030, dengan menurunnya kasus Malaria (API) dari 2

menjadi 1 per 1.000 penduduk, sehingga diharapkan semua Kabupaten/Kota mampu

melaksanakan pemeriksaan sediaan darah malaria dan memberikan pengobatan tepat

dan terjangkau dengan ACT.

Sasaran program Malaria adalah penemuan dan pengobatan kasus dengan

kegiatan utama terdiri dari (1) peningkatan kualitas dan akses terhadap penemuan dini

dan pengobatan Malaria (2) penjaminan kualitas diagosis Malaria melalui pemeriksaan

laboratorium melalui Rapid Diagnostic Test (RDT), (3) perlindungan terhadap kelompok

rentan terhadap ibu hamil dan balita di aderah endemis tinggi, (4) penguatan penanganan

KLB dan surveillens (5) intervensi vektor termasuk surveillens vektor dan (6) penguatan

sistem pengelolaan logistik Malaria.

Di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2018 ditemukan 85 suspec malaria,

dan seluruhnya telah dilakukan konfirmasi laboratorium dengan menggunakan rapid tes

diagnostic (RDT). Jumlah suspec malaria terbanyak ditemukan di wilayah Puskesmas

Jabung yakni berjumlah 21 suspec malaria.

Suspec malaria di Kabupaten Lampung Timur dilaporkan dari 18 Puskesmas dan

berdasarkan jumlah cenderung menurun bila dibandingkan tahun lalu. Perkembangan

jumlah kasus suspec penyakit Malaria di wilayah Kabupaten Lampung Timur, sebagai

berikut :

Grafik. 5. 17
Perkembangan Jumlah Kasus Malaria Klinis
di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2006-2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Hasil pemeriksaan RDT malaria menunjukkan bahwa penderita yang dinyatakan

positif malaria berjumlah 8 penderita, seluruhnya (100%) berjenis kelamin laki-laki

dengan rentang umur penderita pada usia 15-64 tahun. Kasus malaria positif tersebar di

14,70% Puskesmas yakni Puskesmas Margototo, Pugung Raharjo, Sidorejo, Labuhan

Maringgai, dan Puskesmas Mataram Baru. Jumlah tertinggi kasus malaria positif berasal

dari Pukesmas Labuhan Maringgai (3 penderita). Temuan kasus malaria positif selama 2

tahun berturut turut ditemukan di 2 wilayah Puskesmas yakni Puskesmas Labuhan

Maringgai dan Puskesmas Mataram Baru. Berikut gambaran kasus malaria positif

berdasarkan wilayah di Kabupaten Lampung Timur:

Gambar 5.3
Sebaran Kasus Malaria Positif Berdasarkan Wilayah Puskesmas Kabupaten Lampung
Timur Tahun 2018.

Sumber: Seksi P2M Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018.

Morbiditas malaria pada suatu wilayah ditentukan dengan Annual Parasite

Incidence (API). Annual Parasite Incidence di Kabupaten Lampung Timur tahun 2018
sebesar 0,01 per 1.000 penduduk beresiko, walaupun telah berada di bawah standar yang

ditetapkan Nasional yakni 1 per 1000 penduduk beresiko, API di Kabupaten Lampung

Timur meningkat bila dibanding API tahun 2017 yakni 0,004 per 1.000 penduduk beresiko.

Trend Malaria positif dan API dari tahun 2010-2018 Kabupaten Lampung Timur, sebagai

berikut:

Grafik 5. 18
Trend Malaria Positif Terkonfirmasi Kabupaten Lampung Timur
Tahun 2010-2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Berdasarkan pemeriksaan, sebagian besar (62,5%) jenis parasit Malaria yang

ditemukan di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2018 merupakan plasmodium

falcifarum, hal ini berbeda dengan tahun sebelumnya dimana flasmodium vivak lebih

banyak ditemukan (53,62%) dibanding plasmodium falcifarum 46,37%. Distribusi kasus

Malaria berdasarkan parasit di Kabupaten Lampung Timur, sebagai berikut:

Grafik 5. 19
Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Parasit
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2011-2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Dari seluruh kasus malaria positif di Kabupaten Lampung Timur, tidak ditemukan

kasus Malaria indegenous, kasus Malaria yang ditemukan selama ini adalah kasus

Malaria impor dari daerah endemis dari luar daerah Lampung Timur. Hal ini sejalan

dengan sertikat eliminasi malaria yang telah didapatkan Kabupaten Lampung Timur. dari

Kementerian Kesehatan RI di tahun 2018 berdasarkan penilaian tahun 2017.

Keberhasilan memerangi Malaria di Kabupaten Lampung Timur, sebagai akibat

dari kegiatan screening yang dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan Kabupaten

Lampung Timur dengan uji Laboratorium atau Rapid Diagnostic Test (RDT), dan

pengobatan sesuai dengan standar yaitu dengan menggunakan Artemisinin-based

Combination Therapy (ACT) “ Stop Monotherapy”. Pengobatan malaria harus dilakukan

secara efektif, pemberian jenis obat harus benar dan cara meminumnya harus tepat

waktu yang sesuai dengan acuan program pengendalian malaria. Pengobatan efektif

adalah pemberian ACT pada 24 jam pertama pasien panas dan obat harus diminum

sampai habis. Persentase pengobatan ACT pada kasus malaria positif mempunyai target

90%, sedangkan di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2018 telah mencapai target

100%.

Pengobatan malaria sesuai standar dapat menekan kejadian kematian akibat

malaria di Kabupaten Lampung Timur, dimana CFR tahun 2018 sebesar 0,0%.

5.3.3. Penderita kronis filariasis

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit berupa cacing filaria yang

terdiri dari 3 (tiga) spesies yaitu Wuchereria Bancrofty, Brugeria Malayi, dan Brugeria

Timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe dan menular melalui gigitan nyamuk yang

mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut akan

tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di kelenjar limfe sehingga menyebabkan

pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital.


WHO menetapkan kesepakatan global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun

2020 (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem

by The Year 2020). Indonesia mencanangkan program untuk memberantas filariasis

sebagai bagian dari eliminasi filariasis global melalui dua pilar kegiatan yaitu:

1. memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan Pemberian Obat Pencegahan

Massal (POPM) filariasis di daerah endemis sekali setahun selama lima tahun berturut-

turut (obat yang dipakai: DEC (Diethylcarbamazine Citrate) 6 mg/kg BB dikombinasikan

dengan Albendazole 400 mg); 2. mencegah dan membatasi kecacatan dengan

penatalaksanaan kasus filariasis mandiri.

Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung

yang ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten yang endemis Filariasis. Hal ini ditetapkan

berdasarkan hasil survey darah jari yang dilakukan pada tahun 2004 di Kecamatan

Sekampung dan Sekampung Udik menunjukkan bahwa Mf Rate Filariasis di 2 kecamatan

tersebut diatas 1%. Oleh karena itu sesuai Pedoman Eliminasi Filariasis untuk memutus

rantai penularan Filariasis di Kabupaten Lampung Timur harus dilakukan Pemberian Obat

Pencegahan Massal Filariasis (POPM) Filariasis terhadap seluruh penduduk di wilayah

kabupaten selama 5 tahun yakni dari tahun 2012 sampai tahun 2016 dengan rata-rata

capaian rata-rata POMP yaitu 89% dari jumlah sasaran.

Pada saat ini, Kabupaten Lampung Timur telah memasuki tahap surveilans pasca

pemberian POPM filariasis dimana pada pada tahun 2017 telah dilakukan survei PRE

TAS (Transmission Assessment Survey) filariasis, yakni survey darah jari pada 317

sampel di Desa Sidomulyo Kec. Sekampung dan 325 sampel di Desa Bojong Kec.

Sekampung Udik) dengan hasil Prevalensi Mikrofilaria < 1% (100% negatif). Selain itu,

hasil uji sampel yang dilakukan pada anak sekolah pada tahun 2018 juga didapatkan hasil

Prevalensi Mikrofilaria < 1% (100% negatif). Saat ini Kabupaten Lampung Timur sedang

menunggu proses Transmission Assessment Survey ke 2 yang merupakan kegiatan

lanjutan dari surveillans POPM filariasis yang direncanakan akan laksanakan pada tahun

2020 oleh Kementerian Kesehatan RI..

Berbagai upaya di atas, terbukti dapat menekan kejadian kasus baru Filariasis di

Kabupaten Lampung Timur, dimana berdasarkan laporan, sejak tahun 2014 tidak lagi

ditemukan kasus Filariasis baru. Penderita Filariasis yang ada di Kabupaten Lampung

Timur tahun 2018 merupakan kasus lama yaitu berjumlah 15 penderita. Penderita

filariasis tersebut tersebar di 7 Kecamatan dan 10 wilayah Puskesmas dengan jumlah

penderita terbanyak berasal dari wilayah Puskesmas Pugung Raharjo yaitu 4 penderita
dan Puskesmas Sidorejo yaitu 2 penderita, sehingga kasus filariasis di Kecamatan

Sekampung Udik merupakan 40% dari jumlah penderita di Kabupaten Lampung Timur.

Dari jumlah kasus di atas seluruhnya (100%) telah dilakukan tatalaksana sesuai standar.

Sebaran kasus filariasis di Kabupaten Lampung Timur adalah sebagai berikut :

Gambar 5.4
Sebaran Kasus Filariasis Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018

Sumber: Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018
BAB III
PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH

I. Permasalahan

Dalam pelaksanaan program penanggulangan TB ditemukan beberapa kendala


dan masalah sehingga perlu dilakukan evaluasi dan pemecahan masalah, adapun
masalah dan kendala yang ditemukan dalam penanggulangan TB adalah sebagai
berikut :

3.1.1 Capaian angka Case Notification Rate masih rendah


3.1.2 Penemuan Penderita TB BTA positif masih rendah
3.1.3 Sosialisasi program TB di masyarakat dan penjaringan kasus di Unit
Pelayanan Kesehatan tingkat Puskesmas belum maksimal
3.1.4 Kerjasama lintas program di sebagian besar Unit Pelayanan Kesehatan
tingkat Puskesmas masih kurang
3.1.5 Belum semua Unit Pelayanan Kesehatan tingkat Puskesmas kerjasama
dengan layanan kesehatan swasta
3.1.6 Rumas Sakit Umum Daerah Sukadana belum melaksanakan strategi
DOTS sesuai standar, terutama pada level pencatatan dan pelaporan
belum sesuai dengan standar pedoman yang ada
3.1.7 Jejaring dengan kader, POKMAS, poskesdes dan pustu belum berjalan
secara maksimal
3.1.8 Belum semua Unit Pelayanan Kesehatan tingkat Puskesmas
melaksanakan skrining HIV/AIDS pada pasien TB
3.1.9 Adanya mutasi pengelola program tingkat puskesmas dan belum
dilakukan kaderisasi pada pengelola program TB yang baru
3.1.10 Masih ada tenaga kesehatan yang belum dilatih program TB
3.1.11 Sistem pelaporan ke kabupaten masih sering terlambat, hal ini
dikarenakan keterbatasan beberapa puskesmas dalam melakukan entry
data ke SITT karena petugas program TB yang belum menguasai SITT

II. Pemecahan Masalah

Dari beberapa masalah dan kendala yang sudah diuraikan diatas, maka
pemecahan masalah maupun rencana tindak lanjut yang harus dilakukan adalah
sebagai berikut:
3.2.1 Meningkatkan sosialisasi program Tb ke masyarakat dengan melibatkan
mantan pasien TB, dengan menggunakan anggaran dari BOK
3.2.2 Penjaringan suspec berbasis masyarakat
3.2.3 Rutin melakukan bimtek TB ke masing-masing Unit Pelayanan
Kesehatan tingkat Puskesmas
3.2.4 Monitoring tingkat Kabupaten tetap dilaksanakan
3.2.5 Melakukan feedback secara rutin terhadap hasil capaian program di setiap
Puskesmas
3.2.6 Menawarkan pada pasien TB yang diobati untuk melakukan skring
HIV/AIDS, yang diharapkan dapat mengintegrasi kegiatan kedua
program ini secara fungsional sehingga dalam pengendalian kedua
penyakit ini dapat berjalan secara efektif
3.2.7 Melaksanakan HDL dengan RSUD Sukadana guna membangun kembali
komitment dalam penanggulangan TB
3.2.8 Memotifasi dan memfasilitasi Puskesmas dalam melakukan kerjasama
dengan layanan kesehatan swasta
3.2.9 Mengusulkan pelatihan TB bagi petugas pengelola program tingkat
Puskesmas
BAB IV
KESIMPULAN

a. Dari hasil pelaksanaan program TB Paru Kabupaten Lampung Timur tahun 2015,
dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil Case Notifikation Rate (CNR) / 100.000 penduduk 96,5 target 140
2. Hasil Case Detection Rate (CDR) 48,27% target 85%
3. Prosentase capaian hasil konversi 95,5% target 80%
4. Prosentase capaian hasil keberhasilan pengobatan (Sucsess Rate/SR) 94,3 % target
87%
5. Prosentase capaian kesembuhan pada pengobatan TB 93,2% target 85%

b. DBD
1. Kecenderungan penyakit DBD di Lampung Timur selam 13 tahun terakhir
cukup fluktuatif. Melihat trend yang ada sepertinya siklus 5 tahunan juga berlaku
di Kabupaten Lampung Timur.
2. Adanya kecenderungan zero (0) CFR, kenaikan kasus DBD yang cenderung
meningkat tiap tahun berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR).
3. Kepadatan jentik terutama pada musim penularan akan meningkatkan
potensi penularan, Angka Bebas Jentik di Lampung Timur masih kurang dari 95%
yaitu pada kisaran 63% - 78%. Belum optimalnya kegiatan pemantauan jentik
serta lemahnya peran lintas sektor terutama desa dalam kegiatan pengendalian
vektor utamanya dalam keikutsertaannya dalam peningkatan kemampuan daan
kemauan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD.
4. Angka insiden menunjukan bahwa DBD masih ada di sekitar masyarakat
dan dapat menjadi momok serta beban kesehatan jika tidak dikendalikan melalui
upaya promosi yang berkesinambungan serta upaya kewaspadaan dini dengan
melibatkan sektor terkait dan peran serta masyarakat.
c. Kusta
1. Angka prevalensi dapat menentukan beban kerja, besarnya masalah dan
sebagai alat evaluasi. Dipertahankannya angka Prevalensi di Kabupaten Lampung
Timur dalam 5 tahun terakhir berkisar pada angka 0,2/10.000 penduduk yang
berada pada angka eliminasi yaitu <1/10.000 penduduk yang berarti beban
penyakit kusta Lampung Timur berada pada kategori rendah.
2. Penemuan penderita baru (CDR) di Kabupaten Lampung Timur berada pada
kisaran angka kurang dari 5/100.000 penduduk selama 5 tahun terakhir. Keadaan
ini menunjukan bahwa besarnya masalah kusta masih kecil meskipun masih
terjadi transmisi penularan kusta di Kabupaten Lampung Timur, angka CDR juga
merupakan indikasi bahwa berjalannya kegiatan dan aktivitas program dimana
pendekatan program yang seharusnya dilakukan adalah prioritas di daerah fokus.

Anda mungkin juga menyukai