Pendidikan Generasi Muda Dan Bela Negara Konsep Me
Pendidikan Generasi Muda Dan Bela Negara Konsep Me
net/publication/324247551
CITATIONS READS
3 3,280
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Natal Kristiono on 06 April 2018.
NATAL KRISTIONO
PENDIDIKAN
GENERASI MUDA
DAN BELA NEGARA
(Konsep, Metode, dan Implementasi)
PGMK Halaman i
l
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyusun dan menyelesaikan buku Pendidikan Generasi Muda dan Bela
Negara dengan lancar sebagai edisi buku terbit tahunan.
Terima kasih kami ucapkan kepada mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan yang telah
ikut serta dalam pembuatan materi buku sehingga buku ini dapat terlengkapi dengan baik.
Buku Pendidikan Generasi Muda dan Bela Negara berisi mengenai konsep, metode,
dan implementasi dari pendidikan generasi muda. Melihat keadaan bangsa yang sekarang
semakin memburuk sudah tugas dari generasi muda untuk memperbaikinya. Melului buku ini,
diharapkan para pembaca khususnya generasi muda dapat memahami makna dari pendidikan
generasi muda sehingga perilaku para generasi muda dapat terarah menuju masa depan yang baik
dan tidak terjerumus ke hal-hal yang salah karena para generasi muda adalah penerus bangsa ini.
Tim Penyusun
PGMK Halaman ii
l
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….......…………iii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………...……….iv
A. PENGERTIAN PENDIDIKAN………………………………………………...……27
B. PENGERTIAN GENERASI MUDA………………………………………………...29
C. PENDIDIKAN GENERASI MUDA……………………………………………...…31
B. METODE SOSIALISASI………………………..……………………………….… 45
C. METODE KETELADANAN…………………………………………………….….47
PENDIDIKAN KARAKTER…………………………………………………………………52
LATAR BELAKANG…………………………………………………………………..80
KESIMPULAN………………………………………………………………….………97
PGMK Halaman iv
l
A. PENGERTIAN TATA TERTIB SEKOLAH………………………………………100
E. PENGERTIAN DISIPLIN………………………………………………………….103
SIAGA…………………………………………………………………………………133
PENGGALANG…………………………………………………………………….…144
PENEGAK………………………………………………………………………….….150
LAMPIRAN………………………………………………………………………………… 167
PGMK Halaman v
l
UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 2009………………………………………………….253
PGMK Halaman vi
l
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN GENERASI MUDA DAN KEPRAMUKAAN
(PGMK)
Pendidikan Generasi Muda Dan Kepramukaan (PGMK) merupakan suatu proses yang
melibatkan unsur-unsur yang diharapkan meningkatkan pendidikan yang berkualitas bagi
generasi muda. Generasi muda merupakan generasi emas penerus bangsa yang diharapkan
sumbangsihnya mampu memberikan kontribusi pada bangsa dan negara. Salah satu tugas
generasi muda adalah melakukan bela Negara. Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun
oleh perangkat perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu
kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan mempertahankan
eksistensi negara tersebut.
Secara fisik, hal ini dapat diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik
atau agresi dari pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non-fisik
konsep ini diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan
negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial maupun peningkatan kesejahteraan orang-orang
yang menyusun bangsa tersebut.
Landasan konsep bela negara adalah adanya wajib militer. Subyek dari konsep ini adalah
tentara atau perangkat pertahanan negara lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau
sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel, Iran)
dan Singapura memberlakukan wajib militer bagi warga yang memenuhi syarat (kecuali dengan
dispensasi untuk alasan tertentu seperti gangguan fisik, mental atau keyakinan keagamaan).
Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan layanan dari
wajib militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan Inggris, bela negara
dilaksanakan pelatihanmiliter, biasanya satu akhir pekan dalam sebulan. Mereka dapat
melakukannya sebagai individu atau sebagai anggota resimen, misalnya TentaraTeritorialBritania
Raya. Dalam beberapa kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan militer, seperti
Amerika Serikat National Guard. 1
1
http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=section&id=26&Itemid=120
Di negara lain, seperti Republik China (Taiwan), Republik Korea, dan Israel, wajib untuk
beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas nasional. Sebuah pasukan cadangan
militer berbeda dari pembentukan
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat
tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan
berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga
yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama
menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat
yang terbaik bagi bangsa dan negara.
1. Melestarikan budaya
2. Belajar dengan rajin bagi para pelajar
3. Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
PGMK Halaman 2
l
4. Mencintai produk-produk dalam negeri
Dari hal-hal diatas mengenai bela negara, didapat pemahaman penting siapa subjek dari bela
negara yaitu pemuda. Yang mana pemuda ini dapat dididik melaui sebuah Pendidikan Generasi
Muda dan Kepramukaan (PGMK). 2 Pada dasarnya terdapat 4 landasan mengapa sebuah
Pendidikan Generasi Muda dan Kepramukaan (PGMK) itu penting yakni :
1. Landasan Filosofis
2. Landasan Historis
3. Landasan Psikologis
4. Landasan Yuridis
Yang mana dari keempat landasan tersebut saling memiliki keterkaitan satu sama lain.
falsafah) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau philos yang berarti
cinta atau sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti kebijaksanaan. Dengandemikian, secara
etimologis philosophia (filsafat) berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan.
Ditinjau secara leksikal, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa
filsafat berarti sikap hidup.
mendefinisikan filsafat dari segi proses berpikirnya, dan ada pula yang mendefinisikan filsafat
dari segi hasil berpikir (hasil berpikir para filsuf). Namun demikian, dalam rangka membangun
pengertian filsafat, antara keduanya itu (filsafat sebagai proses dan filsafat sebagai hasil)
sesungguhnya tak dapat dipisahkan.
2
https://id.wikipedia.org/wiki/Bela_negara diakses pada 30 september 2015 12.16 WIB
PGMK Halaman 3
l
bagi para penganutnya; antara system gagasan filsafat yang satu dengan system gagasan filsafat
yang lainnya tidak dapat saling menjatuhkan mengenai kebenarannya. Dengan kata lain, bahwa
masing-masing aliran filsafat memiliki kebenaran yang berlaku dalam landasan filosofis
pendidikan.
Cabang Filsafat
(2) Metafisika Khusus yang meliputi cabang: (a) Kosmologi, (b) Teologi, dan (c) Antropologi.
b. Epistemologi.
c. Logika.
Adapun cabang Filsafat Khusus antara lain: (1) Filsafat Hukum, (2) Filsafat Ilmu, (3) Filsafat
pendidikan.
karakteristik filsafat, yaitu objek yang dipelajari filsafat (objek studi), proses berfilsafat
(proses studi), tujuan berfilsafat, hasil berfilsafat (hasil studi), penyajian dan sifat
kebenarannya.
PGMK Halaman 4
l
b.Pengertian dan Karakteristik Landasan Filosofis Pendidikan.
Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari filsafat
yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Struktur Landasan Filosofis Pendidikan. Landasan
filosofis pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem gagasan tentang pendidikan yang
dideduksi atau dijabarkan dari suatu sistem gagasan filsafat umum (Metafisika, Epistemologi,
Aksiologi) yang dianjurkan oleh suatu aliran filsafat tertentu. Hubungan implikasi antara
gagasan-gagasan dalam cabang-cabang filsafat umum terhadap gagasan pendidikan tersebut
dapat divisualisasikan karakteristik landasan filosofis pendidikan.
Tujuan Pendidikan: Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan
hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI
No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya
kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk
mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan
hanya untuk terampil bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta
didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.
Kurikulum Pendidikan: Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa
h) agama
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Metode Pendidikan: Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan alternatif untuk
diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang terbaik dibanding metode lainnya
dalam segala konteks pendidikan. Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya
dilakukan dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia
atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang
tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada pada prinsip cara belajar
siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
Peranan Pendidik dan PesertaDidik: ada berbagai peranan pendidik dan peserta didik yang
haruis dilaksanaknya, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam
semboyan: “ing ngarso sung tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau mejadi teladan
bagi peserta didiknya; “ing madya mangun karso”, artinya pendidik harus mampu membangun
karsa pada diri peserta didiknya; dan” tut wuri handayani” artinya bahwa sepanjang tidak
berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk
belajar mandiri.
Orientasi pendidikan: Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi konservasi dan
fungsi kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa terdapat nilainilai, pengetahuan, norma,
kebiasaan-kebiasaan, dsb. yang dijunjung tinggi dan dipandang berharga untuk tetap
dipertahankan. Contoh: pengetahuan dan nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus
PGMK Halaman 6
l
dipertahankan, demikian juga pengetahuan dan nilainilai budaya yang masih dipandang benar
dan baik juga perlu dikonservasi.
Adapun fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan
telah selesai sebagaimana diajarkan oleh sains modern. Tetapi realitas “mewujud” sebagaimana
kita manusia dan semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”. Semua anggota
semesta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan realitas. Sebab itu, peran manusia baik sebagai
individu maupun kelompok adalah merajut realitas yang diinginkannya yang dapat diterima oleh
lingkungannya. Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya diletakkan pada upaya-upaya untuk
menggali dan mengembangkan potensi para pelajar agar mereka tidak saja mampu memahami
perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas (A.Mappadjantji
Amien, 2005). Perubahan merupakan suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat kita
tolak, sehingga pelajar-pelajar harus kita didik untuk menguasainya dan bukan sebaliknya,
mereka menjadi dikuasai oleh perubahan. Tujuan Pendidikan. Pendidikan harus mengajarkan
seseorang bagaimana berpikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sekolah harus bertujuan mengembangkan pengalaman-pengalaman tersebut yang
akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
Pembangunan pendidikan generasi muda yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, yaitu memperdayakan para pemuda berkembang menjadi manusia Indonesia
yang seutuhnya yaitu sesuai dengan fitrahnya yaitu manusia yang bermartabat, bermoral, berbudi
luhur, dan berakhlak mulia, yang mampu menjunjung tinggi dan memegang teguh norma dan
nilai-nilai budaya bangsa. Norma dan nilai yang menjadi landasan filosofis pendidikan
PGMK Halaman 7
l
menyangkut beberapa nilai yang diharapkan akan dapat terinternalisasi secara alamiah kepada
generasi muda melalui dunia pendidikan. Norma dan nilai tersebut adalah:
Norma agama dan kemanusiaan untuk menjalani kehidupan sehari-hari, baik sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, makhluk individu, maupun makhluk sosial.
Norma persatuan bangsa untuk membentuk karakter bangsa dalam rangka memelihara
keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Norma kerakyatan dan demokrasi untuk membentuk manusi yang memahami dan
menerapkan prinsip-prinsip kerakyatan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Nilai-nilai keadilan sosial untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang merata dan
bermutu bagi seluruh bangsa serta menjamin penghapusan segala bentuk deskriminasi
serta terlaksananya pendidikan untuk semua dalam rangka mewujudkan masyarakat
berkeadilan.
Peranan pemuda dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia memang bersifat dominan
dan monumental. Di era pra-kemerdekaan maupun di era kemerdekaan, pemuda selalu tampil
dengan jiwa kepeloporan, kejuangan, dan patriotismenya dalam mengusung perubahan dan
pembaharuan. Karya-karya monumental pemuda itu dapat ditelusuri melalui peristiwa bersejarah
antara lain; Boedi Oetomo (20 Mei 1908) yang kemudian diperingati sebagai Kebangkitan
Nasional, Sumpah Pemuda(28 Oktober 1928), Proklamasi Kemerdekaan (17 Agustus 1945),
transisi politik 1966, dan Gerakan Reformasi 1998.
Peristiwa lahirnya Boedi Oetomo 1908 menjadi bukti bahwa pemuda Indonesia memiliki
inisiatif untuk mengubah peradaban bangsanya. Ketika itu, menyaksikan metoda perjuangan
kemerdekaan yang masih mengandalkan sentimen kedaerahan (etnosentrisme), pemuda
berinisiatif untuk mengubah strategi perjuangan kemerdekaan dalam konteks peradaban yang
lebih maju, yakni dengan memasuki fase perjuangan berbasis kesadaran kebangsaan
(nasionalisme), untuk menggantikan semangat kedaerahan yang bersifat sporadis dan berdimensi
sempit.
Pada peristiwa Sumpah Pemuda 1928, pemuda kembali menunjukkan perannya sebagai
pengubah peradaban bangsa. Sumpah Pemuda merupakan fase terpenting yang dicetuskan
pemuda dalam prosesi kelahiran nation-state Indonesia. Secara prinsip, Sumpah Pemuda
PGMK Halaman 8
l
merupakan kesepakatan sosial (social agreement) dari segenap komponen rakyat demi
melahirkan entitas “Indonesia”. Halmana disusul oleh kesepakatan politik Para Pendiri Bangsa
berupa Proklamasi Kemerdekaan 1945 yang melahirkan negara Indonesia merdeka yang
berbasiskan pada platform dasar: NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 alinea ke IV yang ber-
Bhinneka Tunggal Ika.
Di setiap babak sejarah bangsa ini, pemuda selalu berusaha mempertahankan idealisme
kejuangan dan militansi gerakannya. Seusai kemerdekaan, pemuda secara konsisten tetap
berikhtiar dan berperan dalam menentukan hitam-putihnya masa depan negeri ini. Di era
pembangunan yang ditandai oleh beberapa kali pergantian rezim kekuasaan, pemuda
menunjukkan bargaining position yang kuat, termasuk ketika Indonesia memasuki era transisi
demokrasi bernama gerakan reformasi. Sejarah pergerakan nasional telah membuktikan bahwa
pemuda memiliki posisi dan peran strategis dalam mengubah peradaban bangsanya.
Potensi
Potensi adalah sebagai sesuatu yang mesti dikenali dan diwujudkan. Potensi yang tidak
ditampakkan tidak akan mampu menciptakan reputasi, potensi yang tersembunyi apabila
diusahakan untuk ditampakkan akan menjadi kekuatan dan kelebihan. Manusia bisa menciptakan
masa depan yang gemilang dengan karya dan segenap kekuatan yang terpendam di masa kini.
Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda yang perlu dikembangkan adalah sebagai
berikut :
PGMK Halaman 9
l
Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, sehingga ia dapat
melihat kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari gagasan baru.
Pengejawantahan idealisme dan daya kritis perlu dilengkapi landasan rasa tanggung jawab yang
seimbang.
Kegagalan tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan
semangat yang dimiliki generasi muda merupakan daya pendorong untuk mencoba lebih maju
lagi.
Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakannya.
Sikap kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya agar
mereka dapat menyadari batas-batas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.
f. Terdidik
PGMK Halaman 10
l
Walaupun dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam
arti kualitatif maupun dalam arti kuantitatif, generasi muda secara relatif lebih terpeljar karena
lebih terbukanya kesempatan belajar dari generasi pendahulunya.
Pemupukan rasa kebanggaan, kecintaan, dan turut serta memiliki bangsa dan negara
dikalangan generasi muda perlu digalakkan karena pada gilirannya akan mempertebal semangat
pengabdian dan kesiapan mereka untuk membela dan mempertahankan NKRI dari segala bentuk
ancaman. Dengan tekad dan semangat ini, generasi muda perlu dilibatkan dalam setiap usaha dan
pemantapan ketahanan dan pertahanan nasional.
i. Sikap Kesatria
Generasi muda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka pengembangan ilmu
dan teknologi bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai Transformator dan
Dinamisator terhadap lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu dan pendidilkan serta
penerapan teknologi, baik yang maju, maupun yang sederhana.
PGMK Halaman 11
l
Kompetensi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Profesi adalah pekerjaan, namun
tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya.
Profesional
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Profesional adalah
orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan
mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Profesional adalah melaksanakan pekerjaan yang
seharusnya dilaksanakan oleh seseorang dengan mematuhi peraturan dan norma-norma yang
berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis dan melaksanakan pekerjaannya tersebut dengan
sebaik-baiknya.
Secara landasan yuridis, Gerakan Pramuka belum memiliki undang-undang yang secara
komprehensif mengatur mengenai gerakan kepramukaan karena gerakan pramuka selama ini
PGMK Halaman 12
l
hanya diatur secara partial dalam jenis peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang,
yaitu Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961 tentang Gerakan Pramuka.
1. Sebagai Landasan Penyempurna Kurikulum 2013
Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis,
kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik
mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang menyenangkan dan
sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat
dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan
kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.
Landasan yuridis Kurikulum 2013 diantaranya adalah:
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
3. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
4. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sebagai Landasan Pembentukan RUU Kepramukaan
Secara yuridis Kepramukaan lahir melalui Keputusan Presiden No. 238 Tahun 1961
tentang Gerakan Pramuka. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Keputusan Presiden tidak termasuk dalam jenis
dan hirarki peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, sampai saat ini Gerakan Pramuka
belum memiliki landasan hukum yang kuat. Gerakan Pramuka juga diatur dalam Keputusan
Presiden Nomor 57 Tahun 1988 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka
kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pengesahan
Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2004 tentang
Pengesahan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka.
PGMK Halaman 13
l
Hal ini menimbulkan pertanyaan yuridis, karena pengesahan sebuah Anggaran Dasar
organisasi kemasyarakatan ditetapkan melalui sebuah Keputusan Presiden, sementara
pengakuan sebuah organisasi kemasyarakatan biasanya melalui Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia.
Lampiran Keputusan Presiden Nomor 104 Tahun 2004 yang berisi pengesahan Anggaran
Dasar Pramuka juga menimbulkan banyak pertanyaan dari sisi hukum. Misalnya dalam Pasal
2 yang mengatur tentang asas. Gerakan Pramuka berasaskan Pancasila. Pencantuman asas ini
jelas tidak sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Untuk terwujudnya Pasal 12, khususnya yang terkait dengan pembentukan manusia yang
beriman, bertakwa, bertanggung jawab dan berakhlak mulia, diperlukan suatu upaya khusus. Hal
ini antara lain dapat dilakukan melalui pendidikan kepramukaan yang menekankan aspek iman,
takwa, watak, kepribadian dan pekerti.
Selanjutnya dalam Pasal 15 dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperjuangkan
hak pengembangan pribadinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun
PGMK Halaman 14
l
masyarakat, bangsa, dan negaranya secara layak. Perjuangan yang dimaksud dalam Pasal ini akan
lebih cepat tercapai melalui Kepramukaan yang sangat menekankan pengembangan aspek pribadi
terutama yang terkait dengan kehendak untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
gerakan pendidikan yang mengutamakan pendidikan nilai dalam rangka pembentukan watak,
kepribadian, dan akhlak mulia.
Adapun beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang terkait dengan Kepramukaan, antara lain Pasal 26 ayat (2) dan ayat
(3). Pasal 26 ayat (2) menyebutkan bahwa pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap kepribadian profesional. Padahal fungsi pendidikan
kepramukaan bukan hanya itu, melainkan juga mencakup pengembangan watak, kepribadian, dan
pekerti generasi muda.
PGMK Halaman 15
l
Mengingat belum ada payung hukum jelas mengenai Kepramukaan, maka dipandang perlu
untuk memberi kekuatan hukum terhadap Kepramukaan. Payung hukum ini sangat diperlukan
untuk menjaga eksistensi Kepramukaan. Selain itu, pembelajaran dan pembinaan anggota
organisasi kepramukaan yang melibatkan instansi lain harus dikoordinasikan melalui sebuah
mekanisme sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dilihat dari sisi pendanaan, sistem ego sektoral dalam hal pendanaan selama ini juga
menghambat Kepramukaan sehingga tidak dapat berkembang secara maksimal. Payung hukum
yang jelas juga akan mempertegas tugas dan kewajiban Anggota Organisasi Kepramukaan,
Pemerintah, dan masyarakat3
Secara umum, pendidikan merupakan segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Secara khusus, pendidikan adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau latihan, yang berlangsung di dalam dan luar sekolah sepanjang hayat, untuk
mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2008: 3, 11).
3
www.pramuka.web.id/index.php/landasanhukum/undang2
PGMK Halaman 16
l
Dalam proses pertumbuhan menjadi negara maju, Indonesia telah mengalami perbagai
perubahan, termasuk bidang pendidikannya. Perubahan-perubahan itu merupakan hal yang wajar
karena perubahan selalu dipengaruhi oleh berbagai factor yang bisa berganti selaras dengan
perkembangan serta tuntutan zaman pada saat itu. Tidaklah mengherankan apabila system
pendidikan yang kita anut segera setelah merdeka adlah sistem kontinental karena kontak kita
pada saat itu adlah dengan negara-negara Eropa, khususnya negeri Belanda (Dardjowidjojo, 1991:
ix)
Pengambilalihan sistem kontinental itu tentu kita lakukan dengan penuh kesadaran bahwa
sistem tersebut belum tentu cocok dan langgeng dengan perkembangan pendidikan yang kita
kehendaki.Setelah kita merdeka dan menerapkan sistem pendidikan kontinental sekitar lima
windu, kita dapati bahwa pendidikan dengan sistem Eropa tidak cocok lagi dengan tuntutan
perkembangan zaman (Dardjowodjojo, 1992: 1).
Proses pendewasaan pun berlanjut, dan pengalaman telah banyak mengajarkan kepada
kita untuk memetik mana yang baik dan mana yang buruk. Keadaan politik nasional dan
internasional, perekonomian dunia, hubungan antar bangsa, dan peran yang dimainkan bangsa
Indonesia pun bergeser dan berubah, yang sedikit banyak mendorong kita untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian tertentu.
Sejarah atau history keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang
didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang
mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya
(Pidarta, 2007: 109).
Informasi-informasi di atas merupakan warisan generasi terdahulu kepada generasi muda yang
tidak ternilai harganya. Generasi muda dapat belajar dari informasi-informasi ini terutama
tentang kejadian-kejadian masa lampau dan memanfaatkannya untuk mengembangkan
kemampuan diri mereka. Sejarah telah memberi penerangan, contoh, dan teladan bagi mereka
dan semuanya ini diharapkan akan dapat meningkatkan peradaban manusia itu sendiri di masa
kini dan masa yang akan datang.
PGMK Halaman 17
l
Misalnya, Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan ekonomi mereka
telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan tradisional.
Pada masa kolonial, sistem pendidikan berkembang dengan berdasar pada sistem pendidikan
sebelumnya ini. Pada masa modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku juga
berdasarkan pengembangan dari sistem pendidikan kolonial (Williams, 1977: 17).
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia
merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif (Buchori, 1995: vii). Pandangan
ini melahirkan studi-studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang
terjadi pada periode tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan semenjak jauh sebelum
kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai aktivitas intelektualisasi dan budaya
maupun sebagai alat perjuangan politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu kolonialisme,
telah diwarnai oleh bermacam-macam corak (Sigit, 1992: xi) .
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau (Pidarta,
2007: 110). Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan
bahan pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
PGMK Halaman 18
l
Berikut ini adalah pembahasan landasan sejarah kependidikan di Indonesia yang meliputi:
Kata sejarah dari bahasa Inggris “HISTORY” yang sebenarnya kata HISTORY itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani ISTORIA yang berarti orang pandai. Sejarah/historis adalah suatu
keadaan atau kejadian pada masa lampau dimana adanya peristiwa yang menjadi sebuah acuan
untuk mengembangkan suatu kegiatan atau kebijakan pada saat ini. Mempelajari sejarah
sangatlah penting karena dengan mempelajari sejarah manusia memperoleh banyak informasi dan
manfaat sehingga menjadi lebih arif dan bijaksana dalam menentukan sebuah kebijakan.Sejarah
adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh
konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi yang mengandung kejadian,
model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Sedangkan pendidikan adalah sebuah proses yang arif dan terencana dan berkesinambungan guna
mendorong atau memotivasi peserta didik dalam mengembangkan potensi anak. Pendidikan
juga sebagai usaha sadar yang sistematis selalu bertolak dari sejumlah landasan.dalam hal ini
landasan histori pendidikan di indonesia akan memberikan arah atau kebijakan terhadap
pembentukan manusia di indonesia.
Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau
kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi-informasi
yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dan sebagainya.
Misalnya, Indonesia dan negara-negara lainnya pada tahap awal perkembangan ekonomi
mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang baik dan berdasarkan kebudayaan
tradisional. Pada masa kolonial, sistem pendidikan berkembang dengan berdasar pada sistem
PGMK Halaman 19
l
pendidikan sebelumnya ini. Pada masa modern seperti sekarang, sistem pendidikan yang berlaku
juga berdasarkan pengembangan dari sistem pendidikan kolonial4
Dengan kata lain, tinjauan landasan sejarah atau historis Pendidikan Nasional Indonesia
merupakan pandangan ke masa lalu atau pandangan retrospektif. Pandangan ini melahirkan studi-
studi historis tentang proses perjalanan pendidikan nasional Indonesia yang terjadi pada periode
tertentu di masa yang lampau.
Perjalanan sejarah pendidikan di tanah air yang sangat panjang, bahkan semenjak jauh
sebelum kita menacapai kemerdekaan pada tahun 1945, baik sebagai aktivitas intelektualisasi dan
budaya maupun sebagai alat perjuangan politik untuk membebaskan bangsa dari belenggu
kolonialisme, telah diwarnai oleh bermacam-macam corak.
Dengan demikian, setiap bidang kegiatan yang ingin dicapai manusia untuk maju, pada
umumnya dikaitkan dengan bagaimana keadaan bidang tersebut pada masa yang lampau.
Demikian juga halnya dengan bidang pendidikan. Sejarah pendidikan merupakan bahan
pembanding untuk memajukan pendidikan suatu bangsa.
4
Http://akhmad-sugianto.blogspot.co.id/2013/09/landasan-historis-pendidikan.html
PGMK Halaman 20
l
b.Implikasi Sejarah terhadap Konsep Pendidikan Nasional Indonesia
Masa lampau memperjelas pemahaman kita tentang masa kini. Sistem pendidikan yang
kita miliki sekarang adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah
pengalaman bangsa kita pada masa yang telah lalu.
2. Proses Pendidikan
3. Kebudayaan Nasional
Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Emil Salim dalam Pidarta (2008:
149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan
menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
4. Inovasi-inovasi Pendidikan
PGMK Halaman 21
l
5. Inovasi-inovasi harus bersumber dari hasil-hasil penelitian pendidikan di Indonesia,
bukan sekedar konsep-konsep dari dunia Barat sehingga diharapkan pada akhirnya
membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan Indonesia5
Pada strategi behavioral dan strategi phenomenologis ditekankan peranan faktor belajar
dalam perkembangan tersebut, akan tetapi keduanya mempunyai pandangan yang berbeda
tentang bagaimana proses belajar itu terjadi. Perbedaan itu terjadi karena adanya “two models of
man” (istilah dari William D. Hitt, 1969) yang menyebabkan terjadinya “Lockean and
Leibnitzian tradition” (istilah dari G.W. Allport). Bagi tradisi ala J. Locke (Lockean Tradition)
pengetahuan berasal dari stimulasi eksternal sehingga manusia adalah penerima dan pelanjut
informasi, sedang tradisi ala G. Leibnitz berpendapat bahwa pengetahuan dihasilkan dari dalam,
manusia sebagai pembangkit atau generator informasi. Strategi behavioral bertolak belakang dari
“ Lockean Tradition” memandang manusia terutama sebagai makhluk pasif yang tergantung
pada pengaruh lingkungannya. Strategi phenomenologis bertolak dari “Leibnitzian tradition”
yang memandang manusia sebagai makhluk aktif yang mampu bereaksi dan melakukan pilihan-
pilihan sendiri, pandangan ini tampak pada “A Humanistik Phsycology” dari Carl R. Rogers.
Perbedaan pandangan tentang hakikat manusia sitinjau dari segi psikoedukatif tersebut
anatara lain tampak dalam perbedaan pandangan tentang teori-teori belajar, faktor-faktor penentu
5
https://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/
PGMK Halaman 22
l
perkembangan manusia, dan sebagainya. Perbedaan pendapat tersebut dapat berdampak pula
terhadap pandangan tentang pendidikan.
Pemahaman peserta didik, utamanya yang berkaitan dengan aspek kejiwaan, merupakan
salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Pleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, umpama pengetahuan tentang aspek-
aspek pribadi, urutan, dan ciri-ciri pertumbuhan setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling
tepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologis menyediakan sejumlah informasi
tentang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan
aspek pribadi.
Perbedaan individual terjadi karena adanya perbedaaan berbagai aspek kejiwaan antar
peserta didik, bukan hanya yang berkaitan dengan kecerdasan dan bakat, tetapi juga perbedaan
pengalaman dan tingkat perkembangan, perbedaan aspirasi dan cita-cita, bahkan perbedaan
kepribadian secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman hal-hal tersebut akan sangat penting
bagi pendidikan bukan hanya tentang ciri-ciri perbedaannya, tetapi juga perkembangan dan
faktor-faktor penyebabnya, bagaimana cara penanganannya, dan sebagainya. Salah satu yang
banyak mendapat perhatian adalah perbeedaan kepribadian antar peserta didik pada khususnya,
dan manusia pada umumnya. perlu ditekankan bahwa kepribadian itu unik.Oleh karena itu,
pemahaman perkembangan kepribadian akan sangat bermanfaat untuk kependidikan, utamanya
dalam membantu peserta didik mengembangkan kepribadiannya.
Dalam upaya memenuhi kebutuhanya itu maka manusia berinteraksi dengan lingkungannya.
Interaksi dengan lingkungannya itu akan menyebabkan manusia mngembangkan kemampuannya
melalui proses belajar, semakin kuat motif sebagai upaya pemenuhan kebutuhan itu, semakin
kuat pula proses belajar yang terjadi dan pada gilirannya akan semakin tinggi hasil belajar yang
dapat dicapainya. Sebagai pendapat tentang motif tersebut sangat di dominasi oleh konsep-
konsep nafsu dan atau kebutuhan S. Freud menekankan peranan nafsu (drive) terhadap perilaku
manusia, baik nafsu hidup(libido) maupun nafsu mati atau nafsu agresif(thanatos). Bahkan teori
Freud tersebut tidak sekadar teori motivasi, tetapi telah diakui sebagai teori kepribadian (Sulo
Lipu La Sulo, 1981: 10-18). Selanjutnya, contoh lain, A.Maslow mengemukakan kategorisasi
PGMK Halaman 23
l
kebutuhan-kebutuhan menjadi enam kelompok, mulai dari yang paling sederhana dan mendasar
yang meliputi :
1. Kebutuhan fisiologis
Menurut Maslow kebutuhan yang paling utama adalah kebutuhan fisiologis, dan individu
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini sebelum mengejar kebutuhan akan rasa aman.
Pemuasan kebutuhan tingkat terendah hingga yang keempat sangat dipengaruhi oleh orang lain,
sedangkan yang terakhir sangat ditentukan oleh diri sendiri.
Kajian psikologis yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar. Kecerdasan umum (inteligensi) ataupun kecerdassan dalam
bidang tertentu (bakat) banyak dipengaruhi oleh kemampuan potensial yang hanya akan aktual
apabila dikembangkan dalam situasi yang kondusif. Kecerdasan aktual terbentuk karena adanya
pengalaman.
PGMK Halaman 24
l
4. Menerima atau menolak hipotesis yentatif
Sedangkan James Conant (1951, dari Wayan Ardhana 1986: Modul 1/47) mengajukan enam
langkah dalam pemecahan masalah :
3. Merumuskan hipotesis
Peserta didik selalu ada dalam proses perubahan baik karena pertumbuhan maupun karena
perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal sebagai akibat
kematangan dan proses pendewasaan sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh
lingkungan.
Perkembangan manusia sejak konsepsi (pertemuan ovum dan sperma) sampai saat
kematian sebagai perubahan maju (progresif) ataupun kadang-kadang kemunduran (regresif).
Tumbuh kembang manusia sepanjang hidupnya sering dikelompokkan menjadi beberapa periode
umpamanya: masa prenatal (sebelum lahir) dan postnatal (sesudah lahir) yang meliputi masa bayi,
masa kanak-kanak, masa anak sekolah, masa remaja, masa dewasa, masa kemunduran, dan masa
tua.
Salah satu aspek dari pengembangan manusia seutuhnya adalah yang berkaitan dengan
perkembangan kepribadian, utamannya agar dapat diwujudkan kepribadian yang mantap dan
mandiri. Meskipun terdapat variasi pendapat namun dapat dikemukakan beberapa prinsip umum
perkembangan kepribadian. Disebut sebagai prinsip-prinsip umum karena:
PGMK Halaman 25
l
(1) Prinsip itu mungkin dirumuskan dengan variasi tertentu dalam berbagai teori
kepribadian.
(2) Prinsip itu akan tampak berfariasi pada kepribadian manusia tertentu (sebab:
kepribadian itu unik)
Perkembangan kepribadian selain faktor selain faktor kekeluargaan, juga dipengaruhi oleh
faktor hereditas seperti (keadaan fisik, inteligensi, temperamen dan sebagainya) dan faktor social
budaya diluar lingkungan keluarga. Alexander dengan tegas mengemukakan tiga faktor utama
yang bekerja dalam menentukan pola kepribadian seseorang yakni:
Terdapat dua hal tentang kepribadian yang penting ditijau dari konteks perkembangan
kepribadian:
PGMK Halaman 26
l
PENDIDIKAN GENERASI MUDA
A. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi atau asal asul kata, kata pendidikan dalam bahasa Inggris disebut
education yang berasal dari bahas latin yaitu 'educatum' yang tersusun atas dua kata yaitu 'E' dan
"Duco". Kata E berarti sebuah perkembangan dari dalam ke luar atau dari sedikit menjadi
banyak, sementara 'Duco' berarti perkembangan atau sedang berkembang. Hal ini secara
etimologi, pengertian pendidikan adalah menjadi berkembang atau bergerak dari dalam keluar,
atau dengan kalimat lain, pendidikan berarti proses mengembangkan kemampuan diri sendiri
(inner abilities) dan kekuatan individu. Kata Education sering juga dihubungkan dengan 'Educere'
(Latin) yang berarti dorongan (propulsion) dari dalam keluar. Artinya untuk memberikan
pendidikan melalui perubahan yang diusahakan melalui latihan ataupun praktik. Oleh karena itu
definisi pendidikan mengarahkan untuk suatu perubahan terhadap seseorang untuk menjadi lebih
baik.
Sedangkan pengertian Pendidikan atau education menurut Bapak Plato, bahwa
pendidikan adalah proses yang dilakukan seumur hidup (life-long) yang dimulai dari seseorang
lahir hingga kematiannya, yang membuat seseorang bersemangat dalam mewujudkan warga
negara yang ideal dan mengajarkannya bagaimana cara memimpin dan mematuhi yang benar.
Bapak Plato pun menambahkan dalam pengertiannya tentang pendidikan bahwa pendidikan tidak
hanya menyediakan ilmu pengetahuan dan kemampuan akan tetapi nilai, pelatihan insting,
membina tingkah laku dan sikap yang benar. Pendidikan yang sejati (true education) akan
memiliki kecenderung terbesar dalam membentuk manusia yang beradab dan memanusiakan
manusia dalam hubungan mereka bermasyarakat dan mereka yang berada dalam
perlindungannya. Definisi dan pengertian pendidikan inilah yang menjadi arah yang kemudian
dijadikan sebagai dasar dari pengertian pendidikan lainnya khususnya di negeri barat.
Pengertian Pendidikan Menurut Dictionary Reference, bahwa pengertian pendidikan
adalah proses menyampaikan atau memperoleh pengetahuan umum, mengembangkan kekuatan
penalaran dan penilaian, dan umumnya mempersiapkan diri sendiri atau orang lain secara
intelektual untuk kehidupan dewasa.
Pengertian pendidikan Menurut Bapak C.D. Hardie dalam monografnya, Truth and
Fallacy in Educational Theory (1941), bahwa pendidikan seharusnya mendidik seseorang dengan
alami (nature), bahwa seorang guru harus bertindak sebagai tukang kebun yang membina
PGMK Halaman 27
l
tumbuhan secara alami dan tidak melakukan hal hal yang tidak alamiah. Dalam monografnya,
C.D. Hardi mengkritik pemerintah yang memberikan aturan aturan (law) yang mengatur
pendidikan.
Pengertian pendidikan Menurut Bapak Comenius, bahwa pendidikan adalah proses
dimana individu mengembangkan kualitasnya terhadap agama, ilmu pengetahuan dan moralnya,
yang membuatnya mampu mengklaim dirinya sebagai manusia.
Pengertian pendidikan Menurut Bapak Aldous Huxley, bahwa pendidikan yang sempurna
adalah dimana semua manusia dilatih agar siap untuk ditempatkan dalam hirarki sosial akan
tetapi dalam prosesnya tidak melakukan penghancuran atau pengrusakan terhadap individu atau
karakter unik atau khas seseorang.
Pengertian pendidikan menurut Bapak Herman Harrell Horne, bahwa pendidikan adalah
proses yang terus menerus (abadi) (education is a process of continuous (perpetual)) dari
penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan
mental ( higher adjustment for the human beings who have evolved physically and mentally),
yang bebas dan sadar kepada tuhan (which is free and conscious to God), seperti termanifestasi
dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia (as manifested in nature
around the intellectual, emotional and humanity of the human).
Pengertian Pendidikan oleh Bapak Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan adalah
tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan bertujuan dalam
menuntun (bukan menentukan) segala kekuatan kodrat (hendak Tuhan) yang ada pada anak-anak
tersebut, agar kelak nantinya mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
meraih keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pengertian pendidikan oleh Plato dan para ahli lainnya kemudian diadopsi kedalam UU
SISDIKNAS No.20 Tahun 2003. Pada aturan ini, menjelaskan bahwa pengertian pendidikan
adalah proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.6
6
googleweblight.com/?lite_url=http://www.apapengertianahli.com/2015/01/pengertian-pendidikan-
pendapat-ahli-pendidikan.html
PGMK Halaman 28
l
B. Pengertian Generasi Muda
PGMK Halaman 29
l
diambil antara 18 sampai 22 tahun.
4. Untuk kepentingan perencanaan modern digunakan istilah sumber-sumber daya
manusia muda (Young human resources) sebagai salah satu dari 3 sumber-sumber
pembangunan yaitu: sumber-sumber alam (natural resources), sumber-sumber dana
(financial resources), sumber-sumber daya manusia (human resources).
Sumber-sumber daya generasi muda adalah mereka yang berumur dari umur 0 sampai 18
tahun. Hal itu dapat dilihat dari sudut pandang ideologis, maka idealnya generasi muda adalah
calon pengganti generasi terdahulu dalam hal ini berumur antara 18 - 30 tahun, dan kadang-
kadang sampai umur 40 tahun. Dilihat dari sudut ideologis, maka generasi muda adalah calon
pengganti generasi terdahulu dalam hal ini berumur antara 18 sampai 30 tahun, dan kadang-
kadang sampai umur 40 tahun.
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda
berada, diperoleh kategori:
a. Siswa usia antara 6 – 18 tahun, yang masih ada dibangku sekolah,
b. Mahasiswa di Universitas atau perguruan tinggi, yang berusia antara 18-21
tahun.
c. Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yang berusia
antarea 15-30 tahun.
Pembinaan dan pengembangan generasi muda dalam usaha ini mencakup semua aspek
yang disebutkan diatas, maka generasi muda dalam hal ini adalah manusia yang berumur antara 0
sampai 30 tahun. Sedang yang dimaksud dengan pemuda adalah manusia yang berumur antara
15-30 tahun. Masa transisi dewasa dikenal kemudian dengan generasi peralihan (transisi) yakni
mereka yang berumur 30-40 tahun.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:
pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya. Kedua, kemandirian dan
tanggungjawab. Ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis. Keempat, hormat dan santun. Kelima,
PGMK Halaman 30
l
dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama. Keenam, percaya diri dan
pekerja keras. Ketujuh, kepemimpinan dan keadilan. Kedelapan, baik dan rendah hati, dan
kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan. 7
Pendidikan generasi muda adalah pendidikan yang menekankan pada tingkah laku
generasi muda supaya tetap terarah menuju masa depan yang baik dan tidak terjerumus ke
pergaulan yang salah dan menekankan pada pendidikan karakter. Pendidikan generasi muda
biasanya dalam bentuk pendidikan yang berkarakter. Pendidikan ini diberikan karena generasi
muda sekarang banyak yang bertingkah laku tidak selayaknya sebagai pemuda penerus bangsa.
Banyak permasalahan yang muncul yang terjadi pada generasi sekarang ini yang bahkan
membuat mereka bertindak semena – mena.
Berbagai permasalahan generasi muda yang muncul pada saat ini antara lain:
7
ahsanmaqan.blogspot.co.id/2012/12/generasi-muda.html
PGMK Halaman 31
l
rendahnya daya beli dan kurangnya perhatian tentang gizi dan menu makanan
seimbang di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
6. Masih banyaknya perkawinan di bawah umur, terutama di kalangan masyarakat
daerah pedesaan.
7. Pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi perkawinan dan kehidupan
keluarga.
8. Meningkatnya kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
9. Belum adanya peraturan perundangan yang menyangkut generasi muda.
PGMK Halaman 32
l
mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan segala cara untuk tidak belajar tetapi
mendapat nilai baik atau ijasah.
6. Pemujaan Akan Pengalaman
Sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-
obatan dan seks pada mulanya berawal dari hanya mencoba-coba. Lingkungan
pergaulan anak muda dewasa ini memberikan pandangan yang keliru tentang
pengalaman.
Bagi generasi muda, pendidikan menjadi kata kunci yang utama untuk mewujudkan
diri. Genegasi muda yang diharapkan sebagai penerus bangsa untuk menyongsong masa depan
harus benar-benar menjadikan pendidikan sebagai penopang karakter diri. Selain itu pula,
kepribadian warga negara merupakan satu persoalan yang harus diperhatikan oleh dunia
pendidikan.
Pendidikan dan generasi muda tidak bisa dipisahkan. Pertama, karena sebagai penopang
masa depan sebuah bangsa, generasi muda dihadapkan pada persoalan yang harus melandasi
sikap hidupnya dalam masyarakat. Kedua, pendidikan yang mencetak dan menyiapkan generasi
muda agar dapat berkarakter.
Oleh karena itu kehadiran bangsa sesunggunya dapat dilihat dari harapan dan tumbuh
kembang-nya generasi muda. Apabila generasi muda tak mengindahkan pendidikan, kasus
semacam perkosaan, tawuran, dan geng motor akan memperlihatkan sebuah kesuraman bagi
sebuah bangsa. Sebab bangsa mau tidak mau harus mencetak generasi muda yang tidak hanya
unggul tetapi yang memiliki karakter dan moral bijak bestari. Dengan demikian ikhwal
pendidikan karakter untuk generasi muda di Indonesia. Hal yang perlu disosialisasikan oleh para
guru dalam menanamkan pola pikir, etika dan etos siswa-siswa sekolah yang sejalan dengan
kebutuhan bangsa. Para guru menjadi arus utama untuk membangun kesadaran. Ini disinggung
“Para pendidik selalu menekankan pentingnya pembangunan kesadaran pendidikan karakter.
Karakter yang dimaksudkan adalah kesatuan antara pola piker (logos), nurani (etos) dan sikap
(patos)”. Tentu dapat ditilik dari soal pendidikan karakter bahwa tidak hanya menyiapkan
generasi yang cerdas secara intelektual saja untuk mengusung pendidikan berkaraker, tapi ia
harus memiliki visi untuk mengusung nilai-nilai kemanusiaan yang berlandaskan Pancasila
sebagai ideologi negara.
PGMK Halaman 33
l
Dari Pancasila semua landasan harus diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Agar
nilai-nila yang terkandung pada sebuah ideologi negara ini dapat bersatu dan membentuk
karakter generasi muda untuk menjadi manusia yang berkarakter. Selain diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari, Pancasila itu harus dikenalkan sejak dini. Dengan adanya pendidikan yang
berbasis karakter yang diterapkan pada generasi muda akan memunculkan ato mengasah potensi
yang dimiliki para generasi muda.
Potensi adalah sebagai sesuatu yang mesti dikenali dan diwujudkan. Potensi yang tidak
ditampakkan tidak akan mampu menciptakan reputasi, potensi yang tersembunyi apabila
diusahakan untuk ditampakkan akan menjadi kekuatan dan kelebihan. Manusia bisa menciptakan
masa depan yang gemilang dengan karya dan segenap kekuatan yang terpendam di masa kini.
Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda yang perlu dikembangkan adalah sebagai
berikut :
PGMK Halaman 34
l
Kegagalan tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan
semangat yang dimiliki generasi muda merupakan daya pendorong untuk mencoba lebih
maju lagi.
5. Sikap Kemandirian dan Disiplin Murni
Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakannya. Sikap
kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya agar mereka
dapat menyadari batas-batas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.
6. Terdidik
Walaupun dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti
kualitatif maupun dalam arti kuantitatif, generasi muda secara relatif lebih terpeljar karena
lebih terbukanya kesempatan belajar dari generasi pendahulunya.
7. Keanekaragaman dalam Persatuan dan Kesatuan.
Keanekaragaman generasi muda merupakan cermin dari keanekaragaman masyarakat kita.
Keanekaragaman tersebut dapat menjadi hambatan jika dihayati secara sempit dan eksklusif.
Akan tetapi, keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan potensi dinamis dan kreatif
jika ditempatka dalam kerangka integrasi nasional yang didasarkan pada semangat sumpah
pemuda serta kesamaan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
8. Patriotisme dan Nasionalisme
Pemupukan rasa kebanggaan, kecintaan, dan turut serta memiliki bangsa dan negara
dikalangan generasi muda perlu digalakkan karena pada gilirannya akan mempertebal
semangat pengabdian dan kesiapan mereka untuk membela dan mempertahankan NKRI dari
segala bentuk ancaman. Dengan tekad dan semangat ini, generasi muda perlu dilibatkan
dalam setiap usaha dan pemantapan ketahanan dan pertahanan nasional.
9. Sikap Kesatria
Kemurnian idealisme, keberanian, semangat pengabdian dan pengorbanan serta rasa
tanggung jawab sosial yang tinngi adalah unsur-unsur yang perlu dipupuk dan dikembangkan
dikalangan generasi muda Indonesia sebagai pembela dan penegak kebenaran dan keadilan
bagi masyarakat dan bangsa.
10. Kemampuan Penguasaan Ilmu dan Teknologi
Generasi muda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka pengembangan ilmu dan
teknologi bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai Transformator dan
PGMK Halaman 35
l
Dinamisator terhadap lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu dan pendidilkan
serta penerapan teknologi, baik yang maju, maupun yang sederhana.
11. Kompetensi
kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran
atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-
sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan
keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
Definisi kompetensi yang dipahami selama ini adalah mencakup penguasaan terhadap 3 jenis
kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, teknologi)
dan sikap perilaku (attitude). Kompetensi haruslah dimaknai kembali sebagai pengembangan
integritas pribadi yang dilandasi iman yang kuat sebagai fondasinya(SQ), baru kemudian
dapat membangun hubungan yang tulus/ikhlas dengan sesama (EQ), dan akhirnya barulah
penguasaan IPTEK melalui IQ bisa bermanfaat untuk membangun bisnis yang etis dalam
rangka mencapai tujuan kemakmuran bersama bagi para stakeholders, tidak hanya untuk
kepentingan ego pribadi.
12. Profesi
Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu
pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Profesi adalah pekerjaan,
namun tidak semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya.
13. Profesional
Seseorang yang memiliki suatu profesi tertentu, disebut profesional. Profesional adalah
orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu
dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Profesional adalah melaksanakan
pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang dengan mematuhi peraturan dan
norma-norma yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis dan melaksanakan
pekerjaannya tersebut dengan sebaik-baiknya.
14. Perspektif
Adapun paradigma pemuda sebagai social category dapat dimaknai dari tiga perspektif,
yakni: Pertama, perspektif filosofis; bahwa pemuda sebagaimana kodrat manusia adalah
makhluk sosial (homo socius) yang memiliki peran eksistensial dengan beragam dimensi
PGMK Halaman 36
l
antara lain dimensi sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Artinya, secara kodrati pemuda
mesti menjalankan peran eksistensialnya sebagai makhluk sosial.
Kedua, perspektif historis paska gerakan reformasi 1998, terjadi pergeseran paradigma di
semua lini publik. Di masa lalu, pemuda cenderung diposisikan sebagai komoditas politik
sehingga mengakibatkan bargaining position pemuda menjadi amat lemah. Halmana
mengakibatkan kurang terapresiasinya pemuda yang berada di luar area kelompok elite.
Pergeseran paradigma pemuda sebagai social category dimaksudkan untuk memposisikan
pemuda sebagai aset strategis bangsa.
Ketiga, perspektif kompetensi; bahwa pemuda merupakan segmen warga negara yang
memiliki aneka kompetensi yang dapat memberikan kemaslahatan bagi bangsa dan negara.
Paradigma pemuda sebagai social category sesungguhnya hendak menegaskan bahwa
apresiasi terhadap \pemuda melingkupi seluruh lapis profesi pemuda termasuk yang memilih
politik sebagai domain praksis profesionalnya. Artinya, para pemuda yang memipemuda itu
tapi justru hendak menegaskan bahwa hak-hak politik merupakan bagian yang tidak
terpisahkan (inherent) dari eksistensi pemuda sebagai social categori.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Macam-macam pendidikan:
1. Pendidikan umum
PGMK Halaman 37
l
Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah
Menengah Atas (SMA).
2. Pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik
terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK).jenis ini termasuk ke dalam pendidikan formal.
3. Pendidikan akademik
Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang
diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
4. Pendidikan profesi
Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan
peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.
5. Pendidikan vokasi
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk
memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara
dengan program sarjana (strata 1).
6. Pendidikan keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan
peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan dan
pengalaman terhadap ajaran agama dan /atau menjadi ahli ilmu agama.
7. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan
atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif
(bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan
dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).
8. Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik
perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut
dosen.Menurut jenisnya perguruan tinggi dibagi menjadi 2, yaitu:
PGMK Halaman 38
l
a. Perguruan tinggi negeri
adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh Negara.
b. Perguruan tinggi swasta,
adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan oleh swasta.
Azas Pembinanan
1. Asas edukatif, pembinaan dan pengembangan oleh unsur diluar generasi muda da
sesama generasi muda.
3. Asas swakarsa, menumbuhkan kemauan generasi muda untuk membina dan mengembangkan
diri sendiri dan lingkungannya.
5. Asas pendayagunaan dan fungsionalisasi, makin banyaknya organisasi pemuda yang ada maka
perlu diadakan penataan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna bagi pelaksanaan
program-program generasi muda dalam pembangunan nasional.
PGMK Halaman 39
l
Arah pembinaan dan pengembangan generasi muda :
1.Berorientasi pada Tuhan YME, nilai-nilai kerohanian dan falsafah hidup pancasila.
3. Orientasi keluar terhadap lingkungan (budaya,sosialdan moral) dan masa depannya. Sumber
orientasi keluar ini dibagi atas :
- Pengembangan sebagai insan sosial ekonomi, termasuk sebagai insan kerja dan insan profesi
yang mempunyai kemampuan untuk mendayagunakan sumber alam dan menjaga kelestariannya.
- Pengembangan pemuda terhadap masa depannya. Kepekaan terhadap masa depan akan
menumbuhkan kemampuan untuk mawas diri, kreatif, kritis.
3. Melahirkan kader-kader pembangunan nasional dengan angkatan kerja berbudi luhur, dinamis
dan kreatif.
- Jalur keluarga, pelaksanaan pembinaan dan pengembangan adalah orang tua serta anggota
keluarga terdekat
PGMK Halaman 40
l
- Jalur generasi muda, organisasi-organisasi pemuda yang ada seperti OSIS, Senat, Pramuka,
Karang taruna
- Jalur sekolah/ pra sekolah : organisasi orang tua murid, enataan mutu pendidik dan sarananya.
- Jalur masyarakat : jalur masyarakat yang melembaga (lembaga peribadatan, organisasi sosial).
Jalur masyarakat yang tidak melembaga 9 pergaulan sehari-hari, tenpat rekreasi)
2. Peran mahasiswa/ pemuda dalam mempelopori orde baru. Terbentuknya Front Pancasila yang
melawan PKI dan dari Front Pancasila lahir Kesatuan Aksi Mahasiswa / KAMI. KAMI menjadi
pendobrak menuju orde baru.
- Sebagai agent of change, yaitu mengadakan perubahan dalam masyarakat kearah yang lebih
baik dan bersifat kemanusiaan.
- Sebagai agent of development, yaitu melancarkan pembangunan disegala bidang yang bersifat
fisik maupun non fisik.
PGMK Halaman 41
l
PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN GENERASI MUDA
Untuk memungkinkan setiap rakyat Indonesia memperoleh pendidikan yang layak dalam
hubungan dengan peningkatan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, ditempuh
usaha-usaha keterpaduan pengelolaan sistem pendidikan nasional. Dalam hubungan ini dilakukan
usaha-usaha peningkatan daya tampung lembaga pendidikan berikut segala implikasinya dalam
pembiayaan, ketenagaan, dan peralatan, diarahkan terutama untuk menyongsong pelaksanaan
wajib belajar pada tingkat pendidikan dasar. Peningkatan daya tampung sekolah dasar dilaksa-
nakan melalui pengembangan fasilitas pendidikan Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah,
pengembangan SD kecil dan SD PAMONG, serta usaha-usaha melalui jalur pendidikan luar
sekolah dengan KEJAR (bekerja sambil belajar). Selain itu dilaksanakan pula peningkatan daya
tampung SMTP dan SMTA melalui pembangunan sekolah baru, penambahan ruang kelas baru
pada SMTP dan SMTA yang ada, dan penyelenggaraan SMP Terbuka, serta penambahan fasilitas
lain. Peningkatan daya tampung lembaga pendidikan tinggi dilaksanakan melalui penambahan
ruang dan fasilitas belajar. Selain itu, peranan perguruan swasta ditingkatkan sebagai mitra
Pemerintah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional.
PGMK Halaman 42
l
dasar dan menengah, dikembangkan pula konsep ketahanan sekolah yaitu "sekolah sebagai pusat
kebudayaan" melalui peningkatan aspek metodologi dan evaluasi, guru, pengawasan, dan
masukan instrumental lain. Pengembangan konsep sekolah sebagai pusat kebudayaan
dilaksanakan dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan melalui pengembangan logika, etika,
estetika, dan praktika. Pada tingkat pendidikan tinggi dikembangkan konsep perguruan tinggi
sebagai masyarakat ilmiah melalui pelaksanaan normalisasi kehidupan kampus dan wawasan
nusantara.
Selain itu terus diusahakan peningkatan efektivitas dan efisiensi pengelolaan dan
pelayanan administratif, kepegawaian, serta penelitian dan pengembangan, berdasarkan
prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi.
PGMK Halaman 43
l
A. METODE PENDIDIKAN KARAKTER PADA GENERASI MUDA
Doni A. Koesoema mengajukan lima metode pendidikan karakter hal ini termasuk dalam
pendidikan generasi muda, yaitu mengajarkan keteladanan, menentukan prioritas, praksis
prioritas dan refleksi.8
1. Mengajarkan. Pemahaman konseptual tetap dibutuhkan sebagai bekal konsep-konsep
nilai yang kemudian menjadi rujukan bagi perwujudan karakter tertentu. Mengajarkan
nilai memiliki dua faedah:
a) Memberikan pengetahuan konseptual baru
b) Menjadi pembanding atas pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.
Karena itu, maka proses mengajar tidaklah monolog, melainkan melibatkan peranserta
peserta didik.
2. Keteladanan. Keteladanan menempati posisi yang sangat penting. Pendidik harus terlebih
dahulu memiliki karakter yang hendak diajarkan. Keteladanan tidak hanya bersumber dari
guru atau pendidik, melainkan juga dari seluruh manusia yang ada di lembaga pendidikan
tersebut. Juga bersumber dari orang tua, karib kerabat, dan siapa pun yang sering
berhubungan dengan peserta didik. Kemudian membutuhkan lingkungan pendidikan yang
utuh, saling mengajarkan karakter.
3. Menentukan Prioritas. Penentuan prioritas yang jelas harus ditentukan agar proses
evaluasi atas berhasil tidaknya pendidikan karakter dapat menjadi jelas. Tanpaprioritas,
pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak dapt dinilai berhasil atau
tidak berhasil.
4. Praksis Prioritas. Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana
prioritas yang telah ditentukan telah dapt direalisasikan dalam lingkup pendidikan melalui
berbagai unsur yang ada dalam lembaga pendidikan itu.
5. Refleksi, berarti di pantulkan ke dalam diri. Apa yang telah dialami masih tetap terpisah
dengan kesadaran diri sejauh ia belum dikaitkan, di pantulkan dengan isi kesadaran
seseorang.
8Abdul Majid, S.Ag., M.Pd., Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2011, hlm.30.
PGMK Halaman 44
l
B. METODE SOSIALISASI
1. Pengertian
Pengertian sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan
mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih
tahu dan memahami. 9 Sosialisasi merupakan suatu proses di mana seseorang menghayati
(mendarahdagingkan-internalize) norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah
diri yang unik, karena pada awal kehidupan tidak ditemukan apa yang disebut dengan “diri”.
Dan sosialisasi juga merupakan proses yang membantu individu melalui media
pembelajaran dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan
berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Selain itu Sosialisasi diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup bagaimana seorang
individu mempelajari kebiasaan-kebiasaan yang meliputi cara-cara hidup, nilai-nilai, dan norma-
norma sosial yang terdapat dalam masyarakat agar dapat diterima oleh masyarakatnya. Berikut
pengertian sosialisasi menurut para ahli:
• Charlotte Buhler
• Peter Berger
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-
norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
• Paul B. Horton
Sosialisasi adalah suatu proses dimana seseorang menghayati serta memahami norma-
norma dalam masyarakat tempat tinggalnya sehingga akan membentuk kepribadiannya.
• Soerjono Soekanto
PGMK Halaman 45
l
Sosialisasi adalah proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga masyarakat
yang baru.
Internasilasi, Belajar, dan Sosialisasi. Ketiga kata atau istilah tersebut pada dasarnya
memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi
sosial. Istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang
menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah
laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi
ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul
melalui proses yang agak panjang dan lama.
2. Proses Sosialisasi
10
Ada 2 teori proses sosialisasi yang paling umum digunakan, yaitu teori Charles H.
Cooley dan teori George Herbert Mead. Teori Charles H. Cooley lebih menekankan pada peran
interaksi antar manusia yang akan menghasilkan konsep diri (self concept). Proses pembentukan
konsep diri ini yang kemudian disebut Cooley sebagai looking-glass self terbagi menjadi tiga
tahapan sebagai berikut.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang
anak memiliki prestasi dan sering menang diberbagai.
Dengan perasaan bahwa dirinya hebat, anak membayangkan pandangan orang lain terhadap
dirinya. Ia merasa orang lain selalu memujinya, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini
muncul akibat perlakuan orang lain terhadap dirinya. Misalnya, orang tua selalu memamerkan
kepandaiannya.
PGMK Halaman 46
l
memainkan peran sosial sesuai dengan penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak di beri
label “nakal”, maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai “anak nakal” sesuai
dengan penilaian orang terhadapnya, meskipun penilaian itu belum tentu benar.
Generasi merupakan generasi penerus perjuangan bangsa dan sumber daya insani bagi
pembangunan nasional, diharapkan mampu memikul tugas dan tanggung jawab untuk kelestarian
kehidupan bangsa dan negara. Untuk itu generasi muda perlu mendapatkan perhatian khusus dan
PGMK Halaman 47
l
kesempatan yang seluas- luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik jasmani,
rohani maupun sosialnya.
Berbagai permasalahan generasi muda yang muncul pada saat ini antara lain5:
3. Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia,
baik yang formal maupun non formal. Tingginya jumlah putus sekolah yang diakibatkan oleh
PGMK Halaman 48
l
berbagai sebab yang bukan hanya merugikan generasi muda sendiri, tetapi juga merugikan
seluruh bangsa.
4.Kurangnya lapangan kerja / kesempatan kerja serta tingginya tingkat pengangguran /setengah
pengangguran di kalangan generasi muda dan mengakibatkan berkurangnya produktivitas
nasional dan memperlambat kecepatan laju perkembangan pembangunan nasional serta dapat
menimbulkan berbagai problem sosial lainnya.
5. Kurangnya gizi yang dapat menyebabkan hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan
pertumbuhan badan di kalangan generasi muda, hal tersebut disebabkan oleh rendahnya daya beli
dan kurangnya perhatian tentang gizi dan menu makanan seimbang di kalangan masyarakat yang
berpenghasilan rendah.
Remaja jauh lebih mudah terkesan akan nilai-nilai luhur yang berlangsung dari keteladanan orang
tua mereka daripada hanya sekedar nasihat-nasihat bagus yang tinggal hanya kata-kata indah.
2. Sikap Apatis
Sikap apatis meruapakan kecenderungan untuk menolak sesuatu dan pada saat yang bersamaan
tidak mau melibatkan diri di dalamnya. Sikap apatis ini terwujud di dalam ketidakacuhannya
akan apa yang terjadi di masyarakatnya.
PGMK Halaman 49
l
Kata stess atau frustasi semakin umum dipakai kalangan remaja. Banyak kaum muda yang
mencoba mengatasi rasa cemasnya dalam bentuk “pelarian” (memburu kenikmatan lewat
minuman keras, obat penenang, seks dan lainnya).
Kecenderungan untuk mengintelektualkan segala sesuatu dan pola pikir ekonomis, membuat para
remaja sulit melibatkan diri secara emosional maupun efektif dalam hubungan pribadi dan dalam
kehidupan di masyarakat. Persahabatan dinilai dengan untung rugi atau malahan dengan uang.
Perasaan tidak berdaya ini muncul pertama-tama karena teknologi semakin menguasai gaya
hidup dan pola berpikir masyarakat modern. Teknologi mau tidak mau menciptakan masyarakat
teknokratis yang memaksa kita untuk pertama-tama berpikir tentang keselamatan diri kita di
tengah-tengah masyarakat. Lebih jauh remaja mencari “jalan pintas”, misalnya menggunakan
segala cara untuk tidak belajar tetapi mendapat nilai baik atau ijasah.
Sebagian besar tindakan-tindakan negatif anak muda dengan minumam keras, obat-obatan dan
seks pada mulanya berawal dari hanya mencoba-coba. Lingkungan pergaulan anak muda dewasa
ini memberikan pandangan yang keliru tentang pengalaman.
Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi,
lebih banyak diarahkan dalam program-program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal.
Mereka dibina digembleng di laboratorium dan pada kesempatan praktek lapangan. Kaum muda
memang betul-betul merupakan suatu sumber bagi pengembangan masyarakat dan bangsa. Oleh
PGMK Halaman 50
l
karena itu, pembinaan dan perhatian khusus harus diberikan bagi kebutuhan dan pengembangan
potensi mereka.
1. Individu harus diberi ilmu pengetahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan
kelak di masyarakat.
2. Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan
kemampuannya.
3. Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri
yang tepat.
4. Bertingkah laku secara selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok ada
pada lembaga atau kelompok khususnya dan pada masyarakat umumnya.
PGMK Halaman 51
l
Pendidikan Karater
A. Pengertian Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Para Ahli
Menurut Thomas Lickona
14
Haryanto.”Pengertian Pendidikan Karakter”.6 Desember 2012.29 September 2015< http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-
karakter
PGMK Halaman 52
l
Menurut Suyanto
Menurut Kertajaya
Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri
khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu
tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang
bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).16
1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
baik
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha,
dan media massa.18
15ibid
16ibid
17https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_karakter
18
“Tujuan dan fungsi pendidikan karakter”.April 2012.29 September 2015<https://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-
pendidikan-karakter/
PGMK Halaman 53
l
C. Faktor Pendidikan Karakter
Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang sangat
peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pendidikan
karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain pembentukan
dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik dan budaya
sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode mengajar. Pembentukan
karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat dilakukan melalui strategi :
1. Keteladanan
2. Intervensi
3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4. Penguatan.
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang
dapat menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias
budaya.Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu:
1. Trustworthiness (Kepercayaan)
Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal – melakukan apa
yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal
yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh – berdiri dengan keluarga, teman dan
negara.
2. Recpect (Respek)
PGMK Halaman 54
l
3. Responsibility (Tanggungjawab)
4. Fairness (Keadilan)
5. Caring (Peduli)
6. Citizenship (Kewarganegaraan)
Selain enam pilar pendidikan berkarakter, pendidikan karakter yang utuh dan
menyeluruh menawarkan beberapa alternatif pengembangan keutamaan untuk
membentuk karakter individu menjadi pribadi berkeutamaan. Pilihan prioritas
keutamaan itu didasarkan pada tiga matra pendidikan karakter yang menjadi dasar
bagi pengembangan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh, yaitu matra individual,
matra sosial, dan matra moral.
PGMK Halaman 55
l
bagaimana individu dapat menjaga tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya,
melainkan membuat keberadaan tubuh tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan
dan pertumbuhan kodratnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan ekspresi diri
individu untuk menjadi perawat dan pelindung satu sama lain. Individu mesti
menumbuhkan dalam dirinya sendiri keinginan untuk merawat tubuh diri dan
orang lain, termasuk pertumbuhan psikologis dan emosionalnya.
2. Transendental
3. Keunggulan akademik
4. Penguasaan diri
PGMK Halaman 56
l
kemampuan individu dalam menempatkan diri, bertindak dan berkata-kata secara
bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu.
5. Keberanian
6. Cinta kebenaran
7. Tujuan
8. Demokratis
9. Menghargai perbedaan
11. Keadilan
PGMK Halaman 59
l
(authority in field), pengasuh (nurturer), dan sepenuh hati dengan cinta dan kasih
sayang (devoted).
b. Anak didik mampu mengatasi diri artinya ia mampu bersikap mandiri,
mampu mengatasi segala problem hidup seperti problem keuangan, perkuliahan,
kesehatan, pribadi (emosi), keluarga, pengisian waktu senggang, serta agama dan
akhlak.
c. Kebebasan merupakan satu kondisi dan situasi merdeka.Tidak ada tekanan
dari siapapun dan dari pihak manapun.Bebas menyatakan pendapat, melakukan
aktivitas dan berkeyakinan bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, masyarakat,
Bangsa dan Negara, serta tidak merugikan siapapun.
d. Penalaran ini merupakan kemampuan berpikir yang benar dan teruji
kebenarannya, yaitu kemampuan berfikir logis dan analitis. Berpikir logis
merupakan kemampuan menganalisasikan pernyataan-pernyataan khusus (logika
induktif melalui pengamatan empiris) atau menyimpulkan pernyataan umum atau
khusus (logika deduktif melalui cara berpikir rasional).
e. Segala potensi anak didik artinya setiap anak didik bersifat unik.Mereka
memiliki potensi terpendam dalam proses pendidikan karakter, semua potensi
yang dimiliki anak didik digali dan diberdayakan untuk bekal hidup mereka.
Potensi diri dimiliki oleh setiap manusia yang normal. Potensi diri sangat banyak,
antara lain etos belajar, idealisme pendidikan, mind wapping (penataan informasi
agar mudah diakses), multiple intelligence (kecerdasan ganda), publik speaking
(ketrampilan berbicara didepan umum) effective thinking (pola berpikir efektif),
editing (penyuntingan karangan), brainstorming pelaksanaan model pembelajaran
kooperatif (MPKTK), strategi pemberdayaan potensi mahasiswa, lesson study
(pengamatan pembelajaran di kelas), serta informasi and communication
technology ( ICT ).
Jenis pendidikan karakter ini menjadikan pendidikan senantiasa hidup di level
individu, sosial, lingkungan, peradaban dan agama. Keempat level ini akan
menyempurnakan dan melesatkan individu ke jalur kemenangan dahsyat yang tidak
diprediksi sebelumnya, karena mengalami kecepatan luar biasa dalam hidupnya. 22
22
Hidayati,Triana Nur. “Jenis-jenis Pendidikan Karakter”.Mei 2015.29 September 2015<http://triananurhidayati.blogspot.co.id/2013/05/jenis-
jenis-pendidikan-karakter.html
PGMK Halaman 60
l
politikus malah tidak peduli pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak
prihatin melihat anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu
adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif dan pendidikan karakter. Ada
sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”.
Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya,
karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan
menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya,
pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir,
dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak
mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan
nilai-nilai karakter pada anak didik. Empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh
seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:
1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap
nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma
tersebut.
2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian,
dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan
dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu
mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas
komitmen yang dipilih.
Pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik, berpijak pada empat ciri
dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam pola pendidikan yang
diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang
hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan
mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya,
menghormati keputusan dan mensuport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya,
menanamkan pada anak didik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas
PGMK Halaman 61
l
pilihannya. Namun sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih
kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen
pada pilihan tersebut. Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan
metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan keluarga dan
masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter. Dengan begitu, generasi-
generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari sistem pendidikan karakter.23
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi
peserta didik.
Karakter adalah nilai-nilai yang khas, baik watak, akhlak atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan
dipergunakan sebagai cara pandang, berpikir, bersikap, berucap dan bertingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Karakter adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun
karakter pribadi dan/ atau kelompok yang unik baik sebagai warga negara.
Karakter Bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang
tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan
bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, karsa dan perilaku berbangsa
dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945,
PGMK Halaman 62
l
keberagaman dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Mengembangkan potensi hati nurani peserta didik sebagai manusia dan warga
negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan
dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri,
kreatif, berwawasan kebangsaan
Menanamkan jiwa keteladanan, kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa
Mengembangkan lingkungan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,
jujur, penuh kreativitas, persahabatan serta dengan rasa kebangsaan yang
tinggi
PGMK Halaman 63
l
Tujuan pendidikan nasional: adalah sumber paling operasional dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa24
H. 18 Nilai Pendidikan Karakter di Indonesia
Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang
dibuat oleh Diknas (Dinas Pendidikan Nasional). Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat
pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses
pendidikannya. Adapun 18 nilai pendidikan karakter menurut Diknas yaitu :
1. Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
2. Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
PGMK Halaman 64
l
3. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5. Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
6. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
7. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
8. Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan
orang lain.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
PGMK Halaman 65
l
12. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14. Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.25
PGMK Halaman 66
l
merasa kasihan pada kupu-kupu itu dan berpikir cara untuk membantu si kupu-kupu agar
bisa keluar dengan mudah. Akhirnya si anak laki-laki tadi menemukan ide dan segera
mengambil gunting dan membantu memotong kepompong agar kupu-kupu bisa segera
keluar dr sana. Alangkah senang dan leganya si anak laki laki tersebut.Tetapi apa yang
terjadi? Si kupu-kupu memang bisa keluar dari sana. Tetapi kupu-kupu tersebut tidak
dapat terbang, hanya dapat merayap. Apa sebabnya?
Sama halnya bagi pembentukan karakter seorang anak, memang butuh waktu dan
komitmen dari orangtua dan sekolah atau guru untuk mendidik anak menjadi pribadi yang
berkarakter. Butuh upaya, waktu dan cinta dari lingkungan yang merupakan tempat dia
bertumbuh, cinta disini jangan disalah artikan memanjakan. Jika kita taat dengan proses
ini maka dampaknya bukan ke anak kita, kepada kitapun berdampak positif, paling tidak
karakter sabar, toleransi, mampu memahami masalah dari sudut pandang yang berbeda,
disiplin dan memiliki integritas terpancar di diri kita sebagai orangtua ataupun guru.
Hebatnya, proses ini mengerjakan pekerjaan baik bagi orangtua, guru dan anak jika kita
komitmen pada proses pembentukan karakter. Segala sesuatu butuh proses, mau jadi jelek
pun butuh proses. Anak yang nakal itu juga anak yang disiplin.Dia disiplin untuk bersikap
nakal. Dia tidak mau mandi tepat waktu, bangun pagi selalu telat, selalu konsisten untuk
tidak mengerjakan tugas dan wajib tidak menggunakan seragam lengkap.
PGMK Halaman 67
l
Thomas Lickona mengatakan “ seorang anak hanyalah wadah di mana seorang
dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya, mempersiapkan anak
adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat tepat. Sebuah ungkapan terkenal
mengungkapkan “Anak-anak berjumlah hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi
menentukan 100% dari masa depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif
untuk membentuk karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan
karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama terhadap
pembentukan moral anak.
Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan
dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan
emosi pada masa anak-anak akan mengurangi perilaku yang beresiko, seperti konsumsi
alkohol yang merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan sepanjang masa;
perkembangan emosi dan sosial pada anak-anak juga dapat meningkatkan kesehatan
manusia selama hidupnya, misalnya reaksi terhadap tekanan yang akan berdampak
langsung pada proses penyakit; kemampuan emosi dan sosial yang tinggi pada orang
dewasa yang memiliki penyakit dapat membantu meningkatkan perkembangan fisiknya.”
Sangatlah wajar jika kita mengharapkan keluarga sebagai pelaku utama dalam
mendidik dasar–dasar moral pada anak. Akan tetapi banyak anak, terutama anak-anak
yang tinggal di daerah miskin, tidak memperoleh pendidikan moral dari orang tua mereka.
PGMK Halaman 68
l
lingkungan bersahabat dengan TK lainnya untuk bersama-sama melakukan pendidikan
karakter.
Dorothy Law Nolte pernah menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupan
lingkungannya. Lengkapnya adalah :
ZamanDahulu
26
“Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter.”29 September 2015<https://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-pendidikan-
karakter/
PGMK Halaman 69
l
Lebih jauh lagi, perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan oleh
sejumlah orang (2) tidak bersifat rutin dan (3) merupakan tanggapan terhadap
rangsangan tertentu.
Sejak tahun pasca tahun 1966-dimana gerakan mahasiswa berhasil menjatuhkan rejim
Orde Lama-, dapat dikatakan mengalami masa stagnansi dari gerakan mahasiswa.
Mahasiswa dipandang telah kehilangan kepekaaan sosial yang terjadi pada saat itu.
Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang begitu represif sehingga
kondisi perpolitikan nasional menjadi alat yang efektif untuk mematikan aspirasi dan
gerakan mahasiswa. Pengekangan tersebut telah membuat mahasiswa-kebanyakan-
menjadi kehilangan daya kritisnya terhadap kondisi sosial yang berkembang.
Menyadari bahwa perguruan tinggi dan lembaga pemerintah tidak dapat diharapkan,
sebagian mahasiswa coba menciptakan ruang-ruang berkembangnya sendiri. Mereka
kemudian memilih untuk melakukan aktifitas mereka diluar kampus. Selain
membentuk kelompok-kelompok diskusi, mahasiswa juga membentuk Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang menangani berbagai isu-isu sosial. Aksi protes
mahasiswa masih berlanjut akan tetapi masih sangat sporadis dan dampaknya belum
meluas, baik itu dikalangan mahasiswa maupun masyarakat umumnya dan semakin
lemah sampai akhirnya menghilang akhir 1970-an.
Gairah pergerakan di kelompok mahasiwa kemudian mulai kembali pada tahun 90-an
saat akumulasi berbagai permasalahan sosial makin tajam. Mereka lebih cenderung
mengangkat masalah-masalah yang aktual pada saat itu, misalnya masalah kelaparan
atau bencana di satu daerah dan permasalahan keseharian yang dihadapi oleh
masyarakat. Akan tetapi, pola yang digunakan tidak berubah; masih sporadis dan
dilakukan dalam kampus. Pada awalnya tidak semuanya mahasiswa tersebut tergerak
untuk menanggapi masalah sosial yang muncul.
Dalam melihat fenomena ini, Ricardi melakukan pembagian lima kelompok mahasiwa
dalam merespon kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada di masyarakat.
Pertama adalah kelompok idealis konfrontatif, dimana mahasiwa tersebut aktif dalam
perjuangannya menentang pemerintah melalui aksi demonstrasi. Kedua, kelompok
idealis realistis adalah mahasiwa yang memilih koperatif dalam perjuangannya
menentang pemerintah. Ketiga, kelompok opportunis adalah mahasiswa yang
cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa. Keempat adalah kelompok
profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kuliah. Terakhir adalah
kelompok rekreatif yang berorientasi pada gaya hdup yang glamour.
Lalu bagaimana kelompok-kelompok mahasiswa tersebut dapat bergerak dalam
menggulirkan sebuah perubahan sosial di Indonesia? Menurut Ricardi, pada masa itu
muncul conscience collective, kesadaran bersama dimana mahasiswa merupakan satu
kelompok yang harus bersatu padu. Dalam kondisi perilaku kolektif, terdapat
kesadaran kolektif dimana sentimen dan ide-ide yang tadinya dimiliki oleh
sekelompok mahasiswa yang menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik
mahasiswa maupun masyarakat pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan
mahasiswa terhadap pemerintah disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari
PGMK Halaman 70
l
sistem yang ada. Aksi dari mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui
secara sukarela memberikan bantuan kepada para mahasiswa yang sedang
mengadakan demonstrasi.
Neil Smelser memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dalam munculnya
perilaku kolektif. Menurutnya, ada enam syarat pra-kondisi yang harus terjadi;
struktural (structural conducivenes), ketegangan struktural (structural strain),
kemunculan dan penyebaran pandangan, faktor pemercepat (precipitating factors),
Mobilisasi tindakan (mobilization for action), dan pelaksanaan kontrol sosial
(operation of social control). Dalam konteks gerakan mahasiswa di Indonesia, keenam
syarat itu terpenuhi; pertama kondisi sosial masyarakat saat itu yang mendukung aksi-
aksi mahasiswa, kedua adanya kesamaan rasa tertindas oleh pemerintah, ketiga
penyebaran serta gagasan dengan landasan kebenaran, hak asasi manusia dan rakyat
sebagai dasar perjuangan , keempat adanya faktor pemicu dengan gugurnya
mahasiswa Universitas Trisakti yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya ,
kelima adanya usaha mobilisasi aksi dengan berbagai elemen masyarakat dan terakhir
adalah adanya tekanan dari negara atau bentuk kontrol sosial lainnya yang berusaha
menggagalkan/menggangu proses perubahan.
Gerakan mahasiswa pada tahun 1998-tepatnya bulan Mei-cenderung pada perilaku
kerumunan aksi dimana aksi demonstrasi mereka lakukan secara terus menerus
dengan mengandalkan mobilisasi massa demi tujuan bersama. Menurut Blumer,
perilaku kerumunan yang bertindak dimana mereka mempunyai perhatian dan
kegiatan yang ditujukan pada beberapa target atau objektif. Tuntutan gerakan
mahasiswa sendiri pada pasca kejatuhan rejim Orde Baru cenderung pada perubahan
sistem politik dan struktur pemerintahan.
Zaman Modern
Seorang bayi yang baru terlahir di dunia ini, pada dasarnya tidak dalam keadaan
kosong seperti kertas putih. Namun ia sudah memiliki potensi dan kecenderungan
tertentu yang apabila di dukung oleh lingkungan yang positif, maka ia akan
berkembang sesuai dengan potensinya tersebut.
Tidak ada satupun manusia yang dilahirkan dengan tidak memiliki sebuah kelebihan.
Artinya, semua orang pasti memiliki potensi dan bakatnya masing-masing. Hanya
masalahnya, apakah bakat dan potensi itu di kembangkan atau di biarkan berkarat
sehingga menjadi tumpul.
Sebenarnya waktu yang tersedia untuk kita dalam sehari adalah sama, yaitu 24 jam.
PGMK Halaman 76
l
Namun mengapa dengan waktu yang sama itu kita bisa menjadi berbeda-beda? Ada
yang sukses, ada yang kurang sukses, dan ada juga yang gagal. Ternyata kuncinya ada
pada cara kita menggunakan waktu. Cara kita menggunakan waktu itulah yang pada
akhirnya akan membuat kita berbeda. Jika kita mampu menggunakan waktu untuk
hal-hal yang positif, seperti membaca atau menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan,
secara teratur dan terencana, maka kebiasaan yang kita bangun tersebut pada akhirnya
akan membentuk kepribadian kita.
Tidak ada manusia yang sempurna. Karenanya parameter kesempurnaan itu menjadi
relatif. Kita semua memiliki kelebihan, dan juga memiliki kekurangan. Semua orang
pasti memiliki kekurangan, tanpa terkecuali. Maka, kita tidak usah terlalu merisaukan
kekurangan yang ada pada diri kita. Justru fokus untuk mengembangkan kelebihan-
kelebihan kita itu lebih prioritas dari pada berusaha menutupi kekurangan diri. Karena
manusia akan dinilai secara totalitas; yaitu apakah yang dominan dari dirinya dan
menjadi identitasnya.
Barangkali kita pernah mendengar tentang seorang Plato yang memiliki kekurangan
fisik, yaitu ketika berjalan Ia agak membungkuk. Namun ketika orang ditanya “apa
yang kamu tahu tentang Plato?” pasti semua akan serentak menjawab “dia adalah
seorang filosof besar yang sangat jenius”.
Mungkin sepintas kita pernah mendengar tentang Thomas Alfa Edison yang konon
intelektualnya terbelakang. Dalam bahasa lebih mudahnya mungkin bisa di sebut
dungu. Namun orang secara kolektif tetap melihat seorang Alfa Edishon sebagai
seorang ilmuan penemu lampu pijar yang sangat konsisten dan pantang menyerah.
Contoh-contoh diatas menjelaskan kepada kita, bahwa ternyata apa yang akan orang
nilai tentang diri kita, adalah sesuatu yang dominan pada diri kita. Buktinya, orang
tidak akan mengenang Plato sebagai orang yang pincang, namun mengenangnya
sebagai seorang filosof besar. Orang tidak akan mengenang Edison sebagai orang
yang dungu, namun dunia bahkan menobatkannya sebagai penemu lampu pijar. orang
yang sempurna itu sebenarnya bukan orang yang tidak memiliki cacat sama sekali.
Karena orang yang tidak memiliki cacat itu tidak ada di dunia ini, kecuali para Nabi
dan Rosul yang memang mendapat garansi dari Alloh. Namun kesempurnaan yang
sebenarnya adalah ketika kita bisa mengoptimalkan apa yang menjadi bakat dan
potensi kita.
Maka, nyalakanlah semangat untuk melejitkan potensi kita. segeralah ambil pena, dan
PGMK Halaman 77
l
tuliskan apa saja yang ingin kita capai dalam tempo dekat, jangka menengah, ataupun
jangka panjang. Jika itu sudah kita lakukan, itu artinya kita sudah benar-benar
menjalani kehidupan. Karena dengan mengetahui tujuan akhir kita, kita akan tau
dimana posisi kita berdiri saat ini. Mulailah dari hal-hal yang sederhana. tetaplah
bersabar dan konsisten. Jagalah gelora semangatmu, agar ia terus menyala. Ingatlah,
langkah keseribu di mulai dari langkah pertama. Gedung pencakar langit yang megah,
tinggi dan menjulang tetaplah merupakan kumpulan dari butiran-butiran pasir yang
kecil. Karya-karya kecil yang kita rangkai setiap hari, jika kita konsisten dan sabar
untuk menjalaninya, suatu saat iapun akan menjelma menjadi sebuah karya yang
besar. 27
Untuk meneruskan peran protagonis yang berhasil dimainkan dengan indah oleh
para pemuda pejuang di era kemerdekaan, pemuda masa kini memiliki kewajiban
moral untuki meneruskan tradisi positif ini di era kemerdekaan. Kongkritnya, pemuda
harus bisa menjadi tumpuan bagi terciptanya kemakmuran, kemajuan, serta
kemandirian Indonesia. Menjadi dinamisator pembangunan agar bangsa Indonesia
memiliki daya saing tinggi, sehingga sejajar bahkan unggul dari bangsa-bangsa lain.
Ironisnya, kenyataan yang ada tidaklah demikian. Para pemuda Indonesia saat ini
seolah tidak berdaya menghadapi gempuran arus globalisasi yang dihiasi ekspansi
tradisi bangsa asing. Meskipun tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa
semua budaya asing memberikan dampak negatif bagi generasi muda, namun jika
kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan kehilangan
jati dirinya, sehingga akan terjebak dalam kolonialisme kontemporer, tergantung dan
mudah dikendalikan bangsa lain.
Kekhawatiran ini semakin membayang di depan mata ketika melihat realitas
pemuda masa kini yang pemahaman terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya
nasinalnya menurun drastis. Mereka seakan lebih bangga mengidentifikasi diri kepada
bangsa lain yang lebih maju ilmu pengetahuan dan teknologinya.
Supaya realitas memprihatinkan ini segera berakhir, pemuda harus tampil di barisan
terdepan dalam upaya menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman hilangnya
identitas nasional. Inilah perjuangan berat yang terhampar di depan mata dan
27Marta,Muadz Fouad.”Budaya Zaman Dahulu, Sekarang dan yang akan datang”.29 September 2015<budaya jaman dahulu, sekarang dan yang
akan datang _ kami akan mengusahakan update info terbaru untuk anda.htm
PGMK Halaman 78
l
menuntut komitmen utuh dari segenap pemuda Indonesia. Agar perjuangan ini
berhasil, setidaknya ada peran yang harus dijalankan oleh para pemuda yaitu :
a) Character builder (Pembangun Karakter)
Tergerusnya karakter positif—seperti ulet, pantang menyerah, jujur, dan kreatif—
yang dibarengi tumbuhnya karakter negatif seperti malas, koruptif, dan konsumtif di
kalangan masyarakat Indonesia, menuntut pemuda untuk meresponnya dengan cepat
dan cerdas. Mereka harus menjadi pioner yang memperlihatkan kesetiaan untuk
memegang teguh kearifan lokal seperti yang dicontohkan pemuda generasi terdahulu.
b) Caharacter Enabler (Pemberdaya Karakter)
Pembangunan karakter bangsa tentunya tidak cukup jika tidak dilakukan
pemberdayaan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, pemuda harus memiliki tekad
untuk mejadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif.
c) Character engineer (Perekayasa Karakter)
Peran ini menunut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Pasalnya,
pengembangan karakter positif bangsa menunut adanya modifikasi dan rekayasa yang
tepat sesuai dengan perkembangan zaman.28
28Nurita.”Pendidikan
dan Pembinaan Karakter Bangsa”.29 April 2014.29 September 2015<http://nurii-thaa.blogspot.co.id/2013/04/pendidikan-
dan-pembinaan-karakter-bangsa.html
PGMK Halaman 79
l
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
A. LATAR BELAKANG
Multikulturalisme berasal dari suatu kebudayaan. Secara etimologi, multikulturalisme terdiri
dari multi yang berarti “banyak”, kultur yang berarti “budaya”, dan isme yang berarti paham
“aliran”. Jadi, multikulturalisme adalah suatu paham, corak, kegiatan, yang terdiri dari banyak
budaya pada suatu daerah tertentu.
Multikulturalisme di Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Namun
pada kenyataannya kondisi demikian tidak pula diiringi dengan keadaan sosial yang membaik.
Bahkan banyak terjadinya ketidak teraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia pada saat ini
yang menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik.
Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak
terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya penghargaan
dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial. Semakin luasnya penyebaran
narkotika dan penyakit-penyakit sosial lainnya.
Keragaman ini diakui atau tidak akan menimbulkan persoalan apabila tidak dikelola dengan
baik.Apalagi pada kehidupan manusia abad ke-21 yang ditandai dengan perubahan (change) yang
disebabkan oleh kemajuan tehnologi komunikasi serta kemajuan informasi telah mengubah
dimensi waktu dan tempat kehidupan manusia.Budaya masyarakat bergerak dan berkembang
dengan cepat akibat adanya globalisasi hampir di semua aspek kehidupan.Seperti yang
dikemukakan oleh Suyatno bahwa era global konsep negara menjadi tidak penting lagi karena
secara empiric suatu bangsa tidak akan mampu mengisolasi negara dan pemerintahannya dari
pengaruh-pengaruh kehidupan global. Rapuhnya konsep-konsep negara-bangsa dengan
pengakuan akan demokrasi serta hak asasi manusia memunculkan konsep multikulturalisme,
yakni gerakan pengakuan akan keragaman budaya serta pengakuan terhadap eksistensi budaya
yang beragam. Peran “budaya” merupakan salah satu kekuatan di dalam mempersatukan
kehidupan masyarakat.Kesadaran multikulturalisme tersebut dapat berkembang dengan baik
apabila dilatihkan dan didikkan pada generasi penerus melalui pendidikan. Dengan pendidikan,
sikap saling menghargai terhadap perbedaan akan berkembang bila generasi penerus dilatih dan
disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain. Oleh karena
pendidikan multikultural sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai konflik horizontal, seperti
PGMK Halaman 80
l
keragaman suku dan ras serta konflik vertical seperti tingkat pendidikan, ekonomi, social budaya
bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, pendidikan dianggap tempat yang tepat untuk membangun kesadaran
multikulturalisme di Indonesia. Melalui pendidikan multikultural, diharapkan dapat mewujudkan
keteraturan dalam kehidupan sosial-budaya di Indonesia.
PGMK Halaman 81
l
Seperti definisi di atas, Muhaemin el Ma’haddi berpendapat bahwa pendidikan multikultural
dapat didefinisikan sebagai pendidikan keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan
demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara k eseluruhan.
Adapun Paulo Freire seorang pakar pendidikan pembebasan mendefinisikan bahwa
pendidikan bukan merupakan “menara gading” yang berusaha menjauhi realitas sosial dan
budaya. Melainkan pendidikan itu harus mampu menciptakan tatanan masyarakat yang terdidik
dan berpendidikan, bukan sebuah masyarakat yang hanya mengagungkan suatu kelas sosial
sebagai akibat dari kekayaan dan kemakmuran yang diperolehnya.i
Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi
sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Hal ini dapat diartikan
bahwa pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mencakup seluruh siswa tanpa
membedakan kelompok-kelompoknya, seperti gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.
Melihat dan memperhatikan pengertian pendidikan multikultural di atas, dapat diambil
beberapa pemahaman, antara lain:
pertama, pendidikan multikultural merupakan sebuah proses pengembangan yang
berusaha meningkatkan sesuatu yang sejak awal atau sebelumnya sudah ada. Karena
itu, pendidikan multikultural tidak mengenal batasan atau sekat-sekat sempit yang
sering menjadi tembok tebal bagi interaksi sesama manusia;
Kedua, pendidikan multikultural mengembangkan seluruh potensi manusia, meliputi,
potensi intelektual, sosial, moral, religius, ekonomi, potensi kesopanan dan budaya.
Sebagai langkah awalnya adalah ketaatan terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan,
penghormatan terhadap harkat dan martabat seseorang, penghargaan terhadap orang-
orang yang berbeda dalam hal tingkatan ekonomi, aspirasi politik, agama, atau tradisi
budaya.
Ketiga, pendidikan yang menghargai pluralitas dan heterogenitas. Pluralitas dan
heterogenitas adalah sebuah keniscayaan ketika berada pada masyarakat sekarang ini.
Dalam hal ini, pluralitas bukan hanya dipahami keragaman etnis dan suku, akan
tetapi juga dipahami sebagai keragaman pemikiran, keragaman paradigma,
keragaman paham, keragaman ekonomi, politik dan sebagainya. Sehingga tidak
memberi kesempatan bagi masing-masing kelompok untuk mengklaim bahwa
PGMK Halaman 82
l
kelompoknya menjadi panutan bagi pihak lain. Dengan demikian, upaya pemaksaan
tersebut tidak sejalan dengan nafas dan nilai pendidikan multikultural.
Keempat, pendidikan yang menghargai dan menjunjung tinggi keragaman budaya,
etnis, suku dan agama. Penghormatan dan penghargaan seperti ini merupakan sikap
yang sangat urgen untuk disosialisasikan. Sebab dengan kemajuan teknologi
telekomunikasi, informasi dan transportasi telah melampaui batas-batas negara,
sehingga tidak mungkin sebuah negara terisolasi dari pergaulan dunia. Dengan
demikian, privilage dan privasi yang hanya memperhatikan kelompok tertentu
menjadi tidak relevan. Bahkan bisa dikatakan “pembusukan manusia” oleh sebuah
kelompok.
Dalam konteks itu, pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas.
Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap "indiference" dan "Non-recognition" tidak hanya
berakar dari ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup
subyek-subyek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan keterbelakangan kelompok-
kelompok minoritas dalam berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan lain
sebagainya. Paradigma seperti ini akan mendorong tumbuhnya kajian-kajian tentang 'ethnic
studies" untuk kemudian menemukan tempatnya dalam kurikulum pendidikan sejak dari tingkat
dasar sampai perguruan tinggi. Tujuan inti dari pembahasan tentang subyek ini adalah untuk
mencapai pemberdayaan (empowerment) bagi kelompok-kelompok minoritas dan disadventaged.
Secara garis besar, paradigma pendidikan multikultural diharapkan dapat menghapus
streotipe, sikap dan pandangan egoistik, individualistik dan eksklusif di kalangan anak didik.
Sebaliknya, dia senantiasa dikondisikan ke arah tumbuhnya pandangan komprehensif terhadap
sesama, yaitu sebuah pandangan yang mengakui bahwa keberadaan dirinya tidak bisa dipisahkan
atau terintegrasi dengan lingkungan sekeliling yang realitasnya terdiri atas pluralitas etnis,
rasionalisme, agama, budaya, dan kebutuhan. Oleh karena itu, cukup proporsional jika proses
pendidikan multikultural diharapkan membantu para siswa dalam mengembangkan proses
identifikasi (pengenalan) anak didik terhadap budaya, suku bangsa, dan masyarakat global.
Pengenalan kebudayaan maksudnya anak dikenalkan dengan berbagai jenis tempat ibadah,
lembaga kemasyarakatan dan sekolah. pengenalan suku bangsa artinya anak dilatih untuk bisa
hidup sesuai dengan kemampuannya dan berperan positif sebagai salah seorang warga dari
masyarakatnya. Sementara lewat pengenalan secara global diharapkan siswa memiliki sebuah
PGMK Halaman 83
l
pemahaman tentang bagaimana mereka bisa mengambil peran dalam percaturan kehidupan
global yang dia hadapi.i
James Bank menjelaskan, bahwa pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang
saling berkaitan satu dengan yang lain, yaitu:
1. Content Integration, yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk
mengilustrasikan konsep dasar, generalisasi, dan teori dalam mata pelajaran / disiplin ilmu.
2. The knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami implikasi
budaya kedalam sebuah mata pelajaran.
3. An equity paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa
dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi ras, budaya,
ataupun sosial.
4. Prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi karakteristik ras siswa dan menentukan metode
pengajaran mereka. Kemudian, melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,
berinteraksi dengan seluruh staff dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya menciptakan
budaya akademik yang toleran dan inklusif.
Dalam aktivitas pendidikan manapun, peserta didik merupakan sasaran (objek) dan
sekaligus sebagai subjek pendidikan, oleh karena itu, dalam memahami hakikat pendidikan perlu
dilengkapi pemahaman tentang ciri-ciri umum peserta didik. Setidaknya, secara umum peserta
didik memiliki lima ciri, yaitu:
Istilah pendidikan multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif, maupun
normatif, yang menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan
masyarakat multikultural. Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan
terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural.
Dalam konteks deskriptif ini, kurikulum pendidikan multikultural mestilah mencakup subjek-
PGMK Halaman 84
l
subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya
diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas,
multikulturalisme, kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural yang pernah ada
dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, dikenal dengan lima pendekatan, yaitu:
PGMK Halaman 85
l
Keempat pendekatan tersebut haruslah diselaraskan dengan kondisi masyarakat Indonesia.
Masyarakat adalah kumpulan manusia atau individu-individu yang hidup dan bekerja sama
dalam waktu yang relatif lama serta diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama.
Masyarakat mempunyai peranan penting dalam perkembangan intelektual dan kepribadian
individu peserta didik. Sebab, masyarakat merupakan tempat yang penuh alternatif dalam upaya
memperkaya pelaksanaan proses pendidikan berbasis multikultural.
Untuk itu, setiap anggota masyarakat memiliki peranan dan tanggung jawab moral terhadap
terlaksananya proses pendidikan multikultural. Hal ini disebabkan adanya hubungan timbal balik
antara masyarakat dan pendidikan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam dunia
pendidikan merupakan satu hal yang penting untuk kemajuan pendidikan di masa kini dan di
masa yang akan datang. i
C.Pendidikan Berbasis Multikultural
Sejak awal kemunculannya, pendidikan berbasis multikulturalisme atauMulticultural Based
Education, telah didefinisikan dalam banyak cara dan berbagai perspektif. Dalam terminologi
ilmu-ilmu pendidikan dikenal dengan pendidikan multikultural (multicultural education) seperti
yang digunakan dalam konteks kehidupan di negara-negara barat. i Sejumlah definisi tersebut
terikat dalam disiplin ilmu tertentu, seperti pendidikan antropologi, sosial, psikologi, dan lain
sebagainya.
Dalam buku Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and
Content mengungkapkan definisi klasik mengenai Multicultural Based Education yang penting
bagi para pendidik. Definisi pertama yaitu menekankan esensi Multicultural Based Learning
sebagai perspektif yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia yang
kompleks dan beragam secara kultur. Definisi ini juga merefleksikan pentingnya budaya, ras,
gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi, dan pengecualian-pengecualian dalam proses
pendidikan.
Definisi lain mengartikan bahwa Multicultural Based Education adalah sebuah visi tentang
pendidikan yang selayaknya dan seharusnya bisa untuk semua anak didik.Multicultural Based
Education manyiapkan anak didik untuk berkewarganegaraan dalam komunitas budaya dan
bahasa yang majemuk dan saling terkait.
Multicultural Based Education juga berkenaan dengan perubahan pendidikan yang
signifikan. Ia menggambarkan realitas sosial, ekonomi, dan politik secara luas dan sistematis
PGMK Halaman 86
l
sehingga dapat mempengaruhi segala sesuatu yang terjadi di dalam sekolah dan luar
sekolah. Multicultural Based Education memperluas kembali praktek yang patut dicontoh, dan
berupaya memperbaiki berbagai kesempatan pendidikan optimal yang tertolak. Ia membahas pula
seputar penciptaan lembaga-lembaga pendidikan yang menyediakan lingkungan pembelajaran
yang dinamis, yang mencerminkan cita-cita persamaan, kesetaraan, dan keunggulan. Secara
sederhana, multikulturalisme dapat dipahami sebagai sikap bagaimana masing-masing kelompok
bersedia untuk menyatu (integrate) tanpa mempedulikan keragaman budaya yang dimiliki.
Mereka semua melebur, sehingga pada akhirnya ada proses “hidridisasi” yang meminta setiap
individu untuk tidak menonjolkan perbedaan masing-masing kultur
PGMK Halaman 87
l
dengan pendidikan nasional. Pendidikan agama lebih menekankan pada disiplin ilmu yang
bersifat normatif, establish, dan jauh dari realitas kehidupan.
Sedangkan pendidikan nasional lebih cenderung pada akal atau inteligensi. Oleh karena
itu, sangat sulit menemukan sebuah konsep pendidikan yang benar-benar komprehensif dan
integral.
Salah satu faktor munculnya permasalahan itu adalah adanya pandangan yang berbeda tentang
hakikat manusia. Kuatnya perbedaan pandangan terhadap manusia menyebabkan timbulnya
perbedaan yang makin tajam dalam dataran teoritis, dan lebih tajam lagi pada taraf operasional.
Fenomena tersebut, menjadi semakin nyata ketika para pengelola lembaga pendidikan memiliki
sikap fanatisme yang sangat kuat, dan mereka beranggapan bahwa paradigmanya yang paling
benar dan pihak yang lain salah, sehingga harus diluruskan.
Manusia dan pendidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Manusia sepanjang
hidupnya melaksanakan pendidikan. Bila pendidikan bertujuan membina manusia yang utuh
dalam semua segi kemanusiaannya, maka semua segi kehidupan manusia harus bersinggungan
dengan dimensi spiritual (teologis), moralitas, sosialitas, emosionalitas, rasionalitas
(intelektualitas), estetis dan fisik. Namun realitanya, proses pendidikan kita masih banyak
menekannkan pada segi kognitf saja, apalagi hanya nilai-nilai ujian yang menjadi standar
kelulusan, sehingga peserta didik tidak berkembang menjadi manusia yang utuh. Akibat
selanjutnya akan terjadi beragam tindakan yang tidak baik seperti yang akhir-akhir ini terjadi:
tawuran, perang, penghilangan etnis, ketidakadilan, kesenjangan ekonomi, korupsi,
ketidakjujuran, dan sebagainya.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka keberadaan pendidikan multikultural sebagai strategi
pendidikan yang diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran, dengan cara menggunakan
perbedaan-perbedaan kultural yang ada pada siswa sangat diperlukan, dengan pertimbangan
sebagai berikut:
1. Pendidikan multikultural secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia ada. Falsafah
bangsa Indonesia adalah suka gotong royong, membantu, menghargai antara suku dan
lainnya.
2. Pendidikan multikultural memberikan secercah harapan dalam mengatasi berbagai
gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Keberhasilan pendidikan dengan
mengabaikan ideologi, nilai-nilai, budaya, kepercayaan dan agama yang dianut masing-
PGMK Halaman 88
l
masing suku dan etnis harus dibayar mahal dengan terjadinya berbagai gejolak dan
pertentangan antar etnik dan suku. Salah satu penyebab munculnya gejolak seperti ini,
adalah model pendidikan yang dikembangkan selama ini lebih mengarah pada pendidikan
kognitif intelektual dan keahlian psikomotorik yang bersifat teknis semata. Padahal kedua
ranah pendidikan ini lebih mengarah kepada keahlian yang lepas dari ideologi dan nilai-
nilai yang ada dalam tradisi masyarakat, sehingga terkesan monolitik berupa nilai-nilai
ilmiah akademis dan teknis empiris. Sementara menurut pendidikan multikultural, adalah
pendidikan yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai keyakinan, heterogenitas,
pluralitas agama apapun aspeknya dalam masyarakat.
3. Pendidikan multikultural menentang pendidikan yang berorientasi bisnis. Pendidikan
yang diharapkan oleh bangsa Indonesia sebenarnya bukanlah pendidikan ketrampilan
semata, melainkan pendidikan yang harus mengakomodir semua jenis kecerdasan, yang
sering disebut kecerdasan ganda (multiple intelligence). Menurut Howard Gardner,
kecerdasan ganda yang perlu dikembangkan secara seimbang adalah kecerdasan verbal
linguistic, kecerdasan logika matematika, kecerdasan yang terkait dengan spasialRuang,
kecerdasan fisik kinestetik, kecerdasan dalam bidang musik, kecerdasan yang terkait
dengan lingkungan alam, kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal. Jadi,
jika ketrampilan saja yang dikembangkan maka pendidikan itu jelas berorientasi bisnis.
4. Pendidikan multikultural sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada jenis
kekerasan. Kekerasan muncul ketika saluran perdamaian sudah tidak ada lagi.
Dengan demikian, pendidikan multikultural sekaligus untuk melatih dan membangun karakter
siswa agar mampu bersikap demokratis, humanis, dan pluralis di lingkungan mereka.i
Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan multikultural di Indonesia, yaitu:
1. Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam kehidupan orang Indonesia
sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat
yang harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau fasilitas individu-individu
atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari
sebuah masyarakat.
PGMK Halaman 89
l
Masing-masing individu telah menggunakan prinsip agama untuk menuntun dirinya dalam
kehidupan di masyarakat, tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada pihak
lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan multikultural untuk mencapai tujuan dan
prinsip seseorang dalam menghargai agama.
2. Kepercayaan
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah kepercayaan. Dalam masyarakat yang
plural selalu memikirkan resiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya resiko dari
kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain dapat juga timbul ketika tidak ada
komunikasi di dalam masyarakat/plural.
3. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai keyakinan. Toleransi
dapat menjadi kenyataan ketika kita mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah
sesuatu yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu mempertahankan
keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai manusia Indonesia yang demokratis dan dapat
hidup di Indonesia diperlukan pendidikan multikultural. i
Adapun pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu sebagai sarana alternatif
pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak meninggalkan akar budayanya, dan
pendidikan multikultural sangat relevan digunakan untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.i
1.Sarana alternatif pemecahan konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat menjadi
solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat, khususnya di masyarakat
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan budaya. Dengan kata laun,
pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial-budaya.
Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan bagi dunia
pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan sumber perpecahan.
Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab besar, yaitu menyiapkan
bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era globalisasi dan menyatukan bangsa
sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.
Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang benar. Maka,
sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat mengembangkan kurikulum
PGMK Halaman 90
l
pendidikan multikultural dengan model masing-masing sesuai dengan otonomi pendidikan atau
sekolahnya sendiri.
Model-model pembelajaran mengenai kebangsaan memang sudah ada. Namun, hal itu
masih kurang untuk dapat mengahargai perbedaan masing-masing suku, budaya maupun etnis.
Hal ini dapat dilihat dari munculnya berbagai konflik dari realitas kehidupan berbangsa dan
bernegara saat ini. Hal ini berarti bahwa pemahaman mengenai toleransi di masyarakat masih
sangat kurang.
Maka, penyelenggaraan pendidikan multikultural dapat dikatakann berhasil apabila terbentuk
pada diri setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak berkonflik yang
disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan lain sebagainya.
Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil apabila prosesnya
melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu dikarenakan adanya multidimensi aspek kehidupan
yang tercakup dalam pendidikan multikultural.Perubahan yang diharapkan adalah pada
terciptanya kondisi yang nyaman, damai, toleran dalam kehidupan masyarakat, dan tidak selalu
muncul konflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan SARA.
2. Agar peserta didik tidak meinggalkan akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga
signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya yang ia
miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi.
Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius bagi peserta
didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya diberikan pengetahuan
yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki kemampuan global, termasuk
kebudayaan. Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di luar negeri, peserta didik
perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak melupakan asal
budayanya.
Menurut Fuad Hassan, saat ini diperlukan langkah antisipatif terhadap tantangan
globalisasi, terutama dalam aspek kebudayaan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(iptek) dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya.
Tantangan dalam dunia pendidikan kita, saat ini sangat berat dan kompleks. Maka, upaya untuk
mengantisipasinya harus dengan serius dan disertai solusi konkret. Jika tidak ditanggapi dengan
serius terutama dalam bidang pendidikan yang bertanggung jawab atas kualitas Sumber Daya
PGMK Halaman 91
l
Manusia (SDM) maka, peserta didik tersebut akan kehilangan arah dan melupakan asal
budayanya sendiri.
Sehingga dengan pendidikan multikultural itulah, diharapkan mampu membangun
Indonesia yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Karena keanekaragaman
budaya dan ras yang ada di Indonesia itu merupakan sebuah kekayaan yang harus kita jaga dan
lestarikan.
3.Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi sangat
penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus dikuasai oleh
peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.
Pengembangan kurikulum yang berdasarkan pendidikan multikultural dapat dilakukan
berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku secara serentak seperti sekarang menjadi
filosofi pendidikan yang sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan
unit pendidikan.
b. Harus merubah teori tentang konten (curriculum content) yang mengartikannya sebagai aspek
substantif yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral,
prosedur, proses, dan keterampilan (skills) yang harus dimiliki generasi muda.
c. Teori belajar yang digunakan harus memperhatikan unsur keragaman sosial, budaya,
ekonomi, dan politik.
d. Proses belajar yang dikembangkan harus berdasarkan cara belajar berkelompok dan bersaing
secara kelompok dalam situasi yang positif. Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat
dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup dengan
keberanekaragaman budaya.
e. Evaluasi yang digunakan harus meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian
peserta didik sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan.
4.Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Inti dari cita-cita reformasi Indonesia adalah mewujudkan masyarakat sipil yang
demokratis, dan ditegakkan hukum untuk supremasi keadilan, pemerintah yang bersih dari KKN,
terwujudnya keteraturan sosial serta rasa aman dalam masyarakat yang menjamin kelancaran
produktivitas warga masyarakat, dan kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia.
PGMK Halaman 92
l
Corak masyarakat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika bukan hanya merupakan
keanekaragaman suku bangsa saja melainkan juga menyangkut tentang keanekaragaman budaya
yang ada dalam masyarakat Indonesia secara menyeluruh. Eksistensi keberanekaragaman
tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling menghargai, menghormati, dan toleransi
antar kebudayaan satu sama lain.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah demokrasi,
keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat,
suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-
ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep
lain yang relevan.
Oleh karena itu, guru dan pihak sekolah perlu memahami berbagai kebutuhan peserta
didik seperti yang dikemukakan berikut ini :i
Selain guru, peran sekolah juga sangat penting dalam membangun lingkungan pendidikan
yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama. Untuk itu, sekolah sebaiknya
memperhatikan :
PGMK Halaman 93
l
Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian beragama antar peserta didik
sekolah diharapkan berperan aktif dalam menggalakkan dialog keagamaan dengan
bimbingan guru-guru.
Ketiga, buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan di sekolah, sebaiknya
adalah buku-buku yang dapat membangun wacana peserta didik tentang
spemahaman keberagamaan yang moderat.
2. Peran Guru dan Sekolah dalam Menghargai Keragaman Bahasa
Seorang guru harus memiliki sikap menghargai “keragaman bahasa” dan mempraktekkan
nilai-nilai tersebut di sekolah, sehingga dapat membangun sikap peserta didik agar mereka selalu
menghargai orang lain yang memiliki bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda. Oleh karena itu,
seorang guru harus menunjukkan sikap dan tingkah laku yang selalu menghargai perbedaan
bahasa yang ada, dengan demikian diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan
mempelajari dan mempraktekkan
Dalam pendidikan multicultural, pendidikan memiliki peran yang sangat strategis untuk
membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya menjunjung tinggi hak-hak perempuan
dan membangun sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan Oleh karena itu, guru dituntut
untuk memiliki peran dalam membangun kesadaran peserta didik terhadap nilai-nilai kesadaran
gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah dengan cara:
Pertama, guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang kesetaraan gender.
Wawasan ini penting karena guru merupakan figur utama yang menjadi pusat
perhatian peserta didik di kelas, sehingga diharapkan mampu bersikap adil dan
tidak diskriminatif terhadap peserta didik perempuan maupun laki-laki.
Kedua, seorang guru dituntut untuk mampu mempraktekkan nilai-nilai keadilan
gender secara langsung di kelas atau di sekolah.
Ketiga,sensitive terhadap permasalahan gender di dalam maupun di luar kelas.
Sementara itu, sekolah juga memilikiperan yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai
tentang kesetaraan dan keadilan gender dengan cara:
PGMK Halaman 94
l
Pertama, sekolah harus memiliki dan sekaligus menerapkan undangundang
sekolah anti diskriminasi gender.
Kedua,sekolah harus berperan aktif untuk memberikan pelatihan gender terhadap
seluruh staff termasuk guru dan peserta didik agar penanaman nilai-nilai tentang
persamaan hak dan sikap anti diskriminasi gender dapat berjalan dengan efektif.
Ketiga, untuk memupuk dan menggugah kesadaran peserta didik tentang
kesetaraan gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum perempuan, maka
pihak sekolah dapat mengadakan acara-acara seminar atau kegiatan sosial lainnya
yang berkaitan dengan pengembangan kesetaraan gender.
4. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Kepeduliaan Sosial
Guru dan sekolah memiliki peran terhadap pengembangan sikap peserta didik untuk peduli
dan kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan social, ekonomi dan politik yang ada di dalam
lingkungan sekitarnya maupun di luar lingkungan sekitar. Seorang guru harus memiliki wawasan
yang cukup tentang berbagai macam fenomena social yang ada di lingkungan para peserta
didiknya, terutama yang berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran, para siswa yang
tidak dapat melanjutkan sekolah, korupsi, pergusuran dan lain-lain. Di sekolah atau di kelas, guru
dapat menerapkan sikap tersebut dengan cara bersikap adil kepada seluruh siswa tanpa harus
mengistimewakan salah satu dari mereka meskipun latar belakang status social mereka berbeda.
5. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi Etnis
Guru berperan sangat penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti diskriminasi terhadap etnis
lain di sekolah. Untuk itu, seorang guru dituntut untuk memiliki pemahaman dan wawasan yang
cukup tentang sikap anti diskriminasi etnis, sehingga dapat memberikan contoh secara langsung
melalui sikap dan perilakunya yang tidak memihak atau tidak berlaku diskriminatif terhadap
PGMK Halaman 95
l
peserta didik yangmemiliki latar belakang etnis atau ras tertentu. Dalam hal ini, guru harus
memberikan perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada, dengan demikian diharapkan
peserta didik akan meniru dan berlatih untuk bersikap dan bertingkah-laku adil terhadap teman-
temannya yang berbeda etnis. Demikian pula dengan pihak sekolah,sebaiknya berperan aktif
dalam membangun pemahaman dan kesadaran siswa tentang pentingnya sikap menghargai dan
anti diskriminasi terhadap etnis lain melalui cara membuat pusat kajian atau forum dialog untuk
menggagas hubungan yang harmonis antar etnis.
6. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi Terhadap
Perbedaan Kemampuan.
Pada aspek ini, guru sebagai penggerak utama kesadaran peserta didik agar selalu
menghindari sikap yang diskriminatif terhadap perbedaan kemampuan peserta didik baik di
dalam maupun di luar kelas, termasuk juga di luar sekolah. Dengan memberi contoh secara
langsung kepada peserta didik diharapkan peserta didik dapat mencontoh, menerapkan dan
membangun kesadaran untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang diskriminatif terhadap
mereka yang memiliki perbedaan kemampuan, seperti peserta didik yang bicara gagap atau
memiliki daya ingat rendah dan lain sebagainya sehingga mereka dapat saling memahami,
menghormati dan menghargai satu sama lain. Demikian pun dengan sekolah yang harus mampu
menjadi institusi yang membangun sikap peserta didik yang selalu mengahargai orang lain yang
memiliki kemampuan berbeda dengan cara:
Demikian juga dengan guru yang harus memiliki pemahaman dan wawasan yang cukup
tentang pentingnya sikap yang tidak diskriminatif terhadap orang lain yang berbeda umur
diharapkan dapat mempermudah guru untuk memberikan contoh dan bimbingan bagaimana
seharusnya bersikap pada orang lain umurnya berbeda. Misalnya, guru harus dapat memberikan
perhatian yang sama terhadap peserta didiknya tanpa harus membedakan anak yang lebih tua
dengan yang lebih muda.
KESIMPULAN
Indonesia adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi agama. Keanekaragaman ini,
di satu sisi merupakan berkah, karena keberagaman itu sesungguhnya merefleksikan kekayaan
khasanah budaya. Tak heran jika Satjipto Rahardjo berkesimpulan bahwa Indonesia adalah
laboratorium yang sangat lengkap dan menjanjikan untuk penelitian di bidang ilmu-ilmu sosial
dan humaniora. Namun di sisi lain, keberagaman juga berpotensi besar untuk “tumbuh suburnya”
konflik, terutama jika keberagaman tersebut tidak mampu dikelola dengan baik. Perubahan-
perubahan yang terjadi sebagai dampak kemajuan ilmu dan teknologi serta masuknya arus
globalisasi membawa pengaruh yang multidimensional. Krisis multidimensi yang dialami
Indonesia pada saat ini, diakui atau tidak merupakan bagian dari permasalahan kultur yang salah
satu penyebabnya adalah keragaman kultur yang ada dalam masyarakat kita. Keragaman ini dapat
dilihat dari segi positif ataupun dari segi negatif, seperti:
Diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran HAM yang terus terjadi hingga kini dengan
segala bentuknya, seperti kriminalitas, korupsi, politik uang, kekerasan terhadap perempuan dan
anak, pengesampingan hal-hal minoritas, pengesampingan nilai-nilai budaya local sebagai wujud
PGMK Halaman 97
l
nyata dari globalisasi, kekerasan antar pemeluk agama dan sebagainya adalah wujud nyata dari
permasalahan cultural yang ada. Salah satu upaya untuk membangun kesadaran dan pemahaman
generasi yang akan datang adalah dengan penerapan pendidikan multicultural.
Hal ini dikarenakan pendidikan multicultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati,
tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat
plural. Dengan pendidikan multicultural, kita tidak sekedar merekatkan kembali nilai-nilai
persatuan, kesatuan dan berbangsa di era global seperti saat ini, tetapi juga mencoba untuk
mendefinisikan kembali rasa kebangsaan itu sendiri dalam menghadapi benturan berbagai konflik
social budaya, ekonomi dan politik dalam era global. Dengan kata lain, diterapkannya pendidikan
multicultural ini, diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dan ketidakadilan yang
sebagian besar dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan cultural seperti perbedaan agama, ras,
etnis, bahasa, kemampuan, gender, umur dan kelas social-ekonomi dapat diminimalkan. Agar
tujuan pendidikan multicultural ini dapat dicapai, maka diperlukan adanya peran dan dukungan
dari guru/tenaga pengajar, institusi pendidikan, dan para pengambil kebijakan pendidikan
lainnya, terutama dalam penerapan kurikulum dengan pendekatan multicultural. Guru dan
institusi pendidikan (sekolah) perlu memahami konsep pendidikan multicultural dalam perspektif
global agar nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan ini dapat diajarkan sekaligus
dipraktekkan di hadapan para peserta didik, sehingga diharapkan melalui pengembangan
pendidikan multicultural ini para peserta didik akan lebih mudah memahami pelajaran dan
meningkatkan kesadaran mereka agar selalu berperilaku humanis, pluralis dan demokratis. Pada
akhirnya para peserta didik diharapkan menjadi “generasi multicultural” di masa yang akan
datang untuk menghadapi kondisi masyarakat, negara dan dunia yang sukar diprediksi dengan
kedisiplinan, kepedulian humanisme, menjunjung tinggi moralitas, kejujuran dalam berperilaku
sehari-hari dan menerapkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan.
PGMK Halaman 98
l
TATA TERTIB SEKOLAH
Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu pasti mempunyai kepentingan yang berbeda.
Hal ini mengakibatkan banyak kepentingan individu yang satu sama lainnya saling bertentangan,
yang apabila tidak diatur maka akan menimbulkan suatu kekacauan. Untuk itulah maka perlu
diciptakan suatu aturan atau norma. Peraturan atau norma ini berlaku pada suatu masyarakat dan
suatu waktu. Norma sendiri ada yang disebut dengan norma agama, norma hukum, norma
kesusilaan, dan norma kesopanan. Norma yang secara tegas melindungi kepentingan manusia
dalam pergaulan hidupnya adalah norma hukum. Norma hukum seringkali ditaati oleh
masyarakat karena didalamnya terkandung sifat memaksa dan siapa saja yang melanggarnya pasti
akan dikenai sanksi. Oleh karena itu dalam setiap lingkungan masyarakat, lembaga, organisasi
baik swasta maupun pemerintah pasti memiliki hukum yang harus ditaati. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan yang memiliki tujuan membentuk manusia yang berkualitas, tentunya sangat
diperlukan suatu aturan guna mewujudkan tujuan tersebut. Lingkungan sekolah khususnya
tingkat SMA yang berangotakan remaja-remaja yang sedang dalam masa transisi, sangat rentan
sekali terhadap perilaku yang menyimpang. Oleh karena itu diperlukan suatu hukum atau aturan
yang harus diterapkan di sekolah yangbertujuan untuk membatasi setiap perilaku siswa. Di
lingkungan sekolah yangmenjadi “hukum” nya adalah tata tertib sekolah
Menurut Depdikbud (1989) pengertian tata tertib sekolah adalah aturan atau peraturan yang
baik dan merupakan hasil pelaksanaan yang konsisten (tatap azas) dari peraturan yang ada.
Menurut Mulyono (2000) tata tertib adalah kumpulan aturan–aturan yang dibuat secara tertulis
dan mengikat anggota masyarakat. Aturan–aturan ketertiban dalam keteraturan terhadap tata
tertib sekolah, meliputi kewajiban, keharusan dan larangan–larangan. Selanjutnya Indrakusumah
(1973: 140), mengartikan tata tertib sebagai“sederetan peraturan yang harus ditaati dalam suatu
situasi ataudalam tatakehidupan tertentu”.
Hal ini mengandung arti bahwa dalam kehidupan manusia dimana pun berada pasti
memerlukan tata tertib. Tata tertib adalah patokan seseorang untuk bertingkah laku sesuai yang
diharapkan oleh keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dalam lingkungan sekolah tata tertib
PGMK Halaman 99
l
diperlukan untukmenciptakan kehidupan sekolah yang kondusif dan penuh dengan kedisiplinan.
Melihat uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tata tertib sekolah itu dibuat secara resmi
oleh pihak yang berwenang dengan pertimbanganpertimbangan tertentu sesuai dengan situasi
dan kondisi sekolah tersebut, yang memuat hal-hal yang diharuskan dan dilarang bagi siswa
selama ia berada di lingkungan sekolah dan apabila mereka melakukan pelanggaran maka pihak
sekolah berwenang untuk memberikan sanksi sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
Secara umum tata tertib sekolah dapat diartikan sebagai ikatan atau aturan yang harus
dipatuhi setiap warga sekolah tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Pelaksanaan tata
tertib sekolah akan dapat berjalan dengan baik jika Guru, aparat sekolah dan siswa telah saling
mendukung terhadap tata tertib sekolah itu sendiri, kurangnya dukungan dari siswa akan
mengakibatkan kurang berartinya tata tertib sekolah yang diterapkan di sekolah.
Peraturan sekolah yang berupa tata tertib sekolah merupakan kumpulan aturan–aturan yang
dibuat secara tertulis dan mengikat di lingkungan sekolah. Dari pengertian di atas dapat dipahami
bahwa tata tertib sekolah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lain sebagai aturan yang berlaku di sekolah agar proses pendidikan dapat berlangsung dengan
efektif dan efisien.
Menurut Hurlock (1990: 85) tujuan tata tertib sekolah yaitu peraturan bertujuan untuk
membekali anak dengan pedomanberperilaku yang disetujui dalam situasi tertentu, Misalnya
dalam peraturan sekolah, peraturan ini memuat apa yang harus dilakukan dan apa yang
tidak boleh dilakukan oleh siswa, sewaktu berada di lingkungan sekolah. Tujuan tata tertib
adalah untuk menciptakan suatu kondisi yang menunjang terhadap kelancaran, ketertiban dan
suasana yang damai dalam pembelajaran.
a) tujuan peraturan keamanan adalah untuk mewujudkan rasa aman dantentram serta bebas
dari rasa takut baik lahir maupun batin yang dirasakan oleh seluruh warga, sebab jika
antar individu tidak saling menggangu maka akan melahirkan perasaan tenang dalam diri
setiap individu dan siap untuk mengikuti kegiatan sehari-hari.
b) tujuan peraturan kebersihan adalah terciptanya suasana bersih dan sehat yang terasa dan
nampak pada seluruh warga.
c) tujuan peraturan ketertiban adalah menciptakan kondisi yang teratur yang mencerminkan
keserasian, keselarasan dan keseimbangan pada tata ruang, tata kerja, tata pergaulan
bahkan cara berpakaian.
d) tujuan peraturan keindahan adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik sehingga
menimbulkan rasa keindahan bagi yang melihat dan menggunakannya.
e) tujuan peraturan kekeluargaan adalah untuk membina tata hubungan yang baik antar
individu yang mencerminkan sikap dan rasa gotong royong, keterbukaan, saling
membantu, tenggang rasa dan saling menghormati.
Keberadaan tata tertib sekolah memegang peranan penting, yaitu sebagaialat untuk mengatur
perilaku atau sikap siswa di sekolah. Soelaeman (1985: 82),berpendapat bahwa:“peraturan tata
tertib itu merupakan alat guna mencapai ketertiban”.Dengan adanya tata tertib itu adalah untuk
menjamin kehidupan yangtertib, tenang, sehingga kelangsungan hidup sosial dapat dicapai. Tata
tertib yangdirealisasikan dengan tepat dan jelas serta konsekuen dan diawasi dengansungguh-
sungguh maka akan memberikan dampak terciptanya suasana masyarakat belajar yang tertib,
damai, tenang dan tentram di sekolah.Peraturan dan tata tertib yang berlaku di manapun akan
tampak dengan baik apabila keberadaannya diawasi dan dilaksanakan dengan baik, hal ini
sesuaiyang dikemukakan oleh Durkheim (1990: 107-108) bahwa:Hanya dengan menghormati
PGMK Halaman 101
l
aturan-aturan sekolahlah si anak belajar menghormati aturan-aturan umum lainnya, belajar
mengembangkankebiasaan, mengekang dan mengendalikan diri semata-mata karena iaharus
mengekang dan mengendalikan diri.Dengan adanya pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa
sekolahmerupakan ajang pendidikan yang akan membawa siswa ke kehidupan yang lebihluas
yaitu lingkungan masyarakat, dimana sebelum anak (siswa) terjun ke masyarakat maka perlu
dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengekangdan mengendalikan diri. Sehingga
mereka diharapkan mampu menciptakanlingkungan masyarakat yang tertib, tenang, aman, dan
damai. Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perilaku siswa, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Hurlock (1990: 76), bahwa :“peraturan berfungsi sebagai pedoman perilaku
anak dan sebagai sumber motivasi untuk bertindak sebagai harapan sosial…”
Di samping itu, peraturan juga merupakan salah satu unsur disiplin untuk berperilaku. Hal ini
sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hurlock (1990: 84) yaitu: Bila disiplin
diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan
kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara mendisiplinkan
yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut
dan dalamcara yang digunakan untuk mengajak dan memaksakannya, hukuman
untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku yang sejalan dengan perilaku yang
berlaku. Berdasarkan pendapat di atas, dapat di ketahui bahwa dalam menerapkan disiplin perlu
adanya peraturan dan konsistensi dalam pelaksanaannya.
Tata tertib sekolah mempunyai dua fungsi yang sangat penting dalammembantu
membiasakan anak mengendalikan dan mengekang perilaku yangdiinginkan, seperti yang
dikemukakan oleh Hurlock (1990: 85), yaitu:
Agar tata tertib dapat memenuhi kedua fungsi di atas, maka peraturan atautata tertib itu harus
dimengerti, diingat, dan diterima oleh individu atau siswa. Bila tata tertib diberikan dalam kata-
PGMK Halaman 102
l
kata yang tidak dapat dimengerti, maka tata tertib tidak berharga sebagai suatu pedoman
perilaku.Jadi kesimpulannya bahwa tata tertib berfungsi mendidik dan membina perilaku siswa
di sekolah, karena tata tertib berisikan keharusan yang harus dilaksanakan oleh siswa. Selain itu
tata tertib juga berfungsi sebagai ’pengendali’ bagi perilaku siswa, karena tata tertib sekolah
berisi larangan terhadap siswa tentang suatu perbuatan dan juga mengandung sanksi bagi siswa
yang melanggarnya.
Kepatuhan siswa terhadap tata tertib sekolah yang seharusnya adalah yang bersumber dari
dalam dirinya dan bukan karena paksaan atau tekanan dari pihak lain. Kepatuhan yang baik
adalah yang didasari oleh adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan atau
larangan-larangan yang terdapat dalam tata tertib tersebut. Menurut Djahiri (1985: 25), tingkat
kesadaran atau kepatuhan seseorang terhadap tata tertib, meliputi:
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran seseorang khususnya siswa
untuk mematuhi aturan atau hukum memang sangat penting. Selain bertujuan untuk ketertiban
juga berguna untuk mengatur tata perilaku siswa agar sesuai dengan norma yang berlaku.
E.PENGERTIAN DISIPLIN
Dalam arti luas kedisiplinan adalah cermin kehidupan masyarakat bangsa. Maknanya, dari
gambaran tingkat kedisiplinan suatu bangsa akan dapat dibayangkan seberapa tingkatan tinggi
rendahnya budaya bangsa yang dimilikinya. Sementara itu cerminan kedisiplinan mudah terlihat
pada tempat-tempat umum, lebih khusus lagi pada sekolah-sekolah dimana banyaknya
pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh siswa-siswa yang kurang disiplin. Menurut
Johar Permana, Nursisto (1986:14), Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk
PGMK Halaman 103
l
melalui proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah orang
yang memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang disiplin. Sebutan orang
yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada orang yang selalu hadir tepat waktu, taat
terhadap aturan, berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya.
Sebaliknya, sebutan orang yang kurang disiplin biasanya
ditujukan kepada orang yang kurang atau tidak dapat menaati peraturan dan ketentuan berlaku,
baik yang bersumber dari masyarakat (konvensi-informal), pemerintah atau peraturan yang
ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal). Seorang siswa dalam mengikuti
kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas dari berbagai peraturan dan tata tertib yang
diberlakukan di sekolahnya, dan setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan
aturan dan tata tertib yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa terhadap
berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu biasa disebut disiplin siswa.
Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai ketentuan lainnya yang berupaya mengatur
perilaku siswa disebut disiplin sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara
perilaku siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk berperilaku sesuai
dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah.
2.Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh sekolah; kondisi sekolah yang kurang
menyenangkan, kurang teratur, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku yang kurang atau tidak
disiplin
3.Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh siswa , siswa yang berasal dari keluarga
yang broken home.
4.Perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh kurikulum, kurikulum yang tidak terlalu
kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lain-lain bisa menimbulkan perilaku
yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan
1.Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya; setiap siswa berasal dari
latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik yang berbeda dan kemampuan yang
berbeda pula, dalam kaitan ini guru harus mampu melayani berbagai perbedaan tersebut agar
setiap siswa dapat menemukan jati dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
2.Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari berbagai
latar belakang yang berbeda, jelas mereka akan memiliki standard prilaku tinggi, bahkan ada
yang mempunyai standard prilaku yang sangat rendah. Hal tersebut harus dapat diantisipasi oleh
setiap guru dan berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam
pergaulan pada umumnya.
Sasaran objek kajian tentang disiplin dalam proses belajar mengajar adalah penerapan
“tata tertib”. Maka secara etimologis kedua ungkapan itu berarti “tata tertib kepatuhan”.
Poerwadarminta (1985:231) menyatakan “Disiplin ialah latihan hati dan watak dengan maksud
supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib”. Sedangkan tata berarti aturan, karena
disiplin timbul dari kebutuhan untuk mengadakan keseimbangan antara apa yang dilakukan oleh
individu dan apa yang diinginkan dari orang lain sampai batas-batas tertentu dan memenuhi
tuntutan orang lain dari dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliknya dan tuntutan dari
perkembangan yang luas. Disiplin adalah suatu bentuk tingkah laku di mana seseorang menaati
suatu peratutran dan kebiasaan-kebiasaan sesuai dengan waktu dan tempatnya. Dan ini hanya
dapat dicapai dengan latihan dan percobaan- percobaan yang berulang-ulang disertai dengan
kesungguhan pribadi siswa itu sendiri. Jadi disiplin belajar adalah suatu perbuatan dan kegiatan
belajar yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditentukan sebelumnya. Kedisiplinan
B. Kerangka Pemikiran
Dalam setiap jenjang di sekolah baik SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi pasti diperlukan
adanya suatu tata tertib. Hal ini dimaksudkan untuk menanamkan rasa tanggung jawab anak
didik, baik sebagai siswa maupun sebagai pribadi. Dengan cara demikian guru dapat
mengantisipasi lebih jauh tentang kecermatan, kecerdasan para siswa dalam mengikuti pelajaran,
sikap perilaku dan siswapun secara mudah dapat dikembangkan. Upaya tersebut sebagai acuan
guru untuk menganalisa dan mengumpulkan tentang perilaku siswa, sehingga langkah awal
timbulnya kenakalan remaja dapat dicegah secara dini. Dengan pemahaman tata tertib yang baik
setiap siswa maka akan terciptalah suatu sikap disiplin. Disiplin ini merupakan perilaku atau
sikap seseorang dalam pelaksaaan suatu kegiatan, sesuai dengan norma hukum, peraturan yang
berlaku. Sikap disiplin yang dilaksanakan secara sadar dengan hati yang tulus oleh setiap siswa
akan mewujudkan suatu tatanan kehidupan yang harmonis, aman, dan tertib sehingga dapat
menggalang terciptanga suatu kegiatan pembelajaran yang baik yang dapat mengantarkan kepada
terciptanya suatu tujuan pendidikan nasional.
a)Anggapan Dasar
a.Siswa merupakan individu yang memerlukan pembinaan dan kasih sayang dari orang yang
lebih dewasa dari mereka yaitu guru.
b. Pembinaan tata tertib sekolah, akan memberikan dorongan kepada siswa untuk siap mengikuti
setiap kegiatan dalam belajar serta menunjang disiplin siswa.
b)Hipotesi
(1986:213) Bertitik tolak dari anggapan dasar tersebut diatas, penulis mengajukan hipotesis
sebagai berikut :
a.Apabila tata tertib sekolah dilaksanakan dengan baik oleh seluruh siswa akan berpengaruh
terhadap perubahan sikap disiplin siswa dalam belajar.
b.Perubahan tingkah laku siswa disekolah akan terjadi, apabila di tunjang oleh pembinaan tata
tertib yang dilaksanakan secara meyeluruh
A. Di lingkungan sekolah
B. Di lingkungan keluarga
C. Di lingkungan masyarakat
1. Tata tertib di lingkungan sekolah
Kedisiplinan dan ketertiban di lingkungan sekolah memang sangatlah penting, karena hal
ini sering kali terjadi pelanggaran kedisiplinan dan ketertiban yang dilakukan para siswa. Oleh
sebab itu kedisiplinan dan ketertiban perlu kita atur dalam sebuah tatanan yang biasa kita sebut
dengan tata tertib sekolah. Adapun dibuatnya tata tertib tersebut memiliki dua tujuan yaitu tujuan
khusus dan juga tujuan umum. Secara khusus memiliki tujuan supaya kepala sekolah bisa
menciptakan suasana yang kondusif bagi semua warga sekolah, supaya para guru bisa
melaksanakan belajar mengajar dengan optimal dan supaya tercipta kerja sama di antara para
orang tua dengan sekolah dalam mengemban tugas pendidikan. Sedangkan tujuan secara
umumnya yaitu agar terlaksananya kurikulum secara baik serta bisa menunjang peningkatan
Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga “kulawarga” yang berarti “anggota” dan
“kelompok kerabat”. Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki
hubungan darah, bersatu. Keluarga inti (”nuclear family”) terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
Ada beberapa pendapat tentang pengertian dari keluarga :
A. Menurut Departemen Kesehatan RI (1998)
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.
B. Menurut Ki Hajar Dewantara
Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu
mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki,esensial, enak dan berkehendak
bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
C. Menurut Salvicion dan Ara Celis
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih dengan adanya ikatan perkawinan atau pertalian
yang hidup dalam satu rumah tangga di bawah asuhan seorang kepala rumah tangga dan
berinteraksi diantara sesama anggota keluarga yang setiap anggota keluarga mempunyai peran
masing-masing sehingga diciptakan untuk mempertahankan suatu kebudayaan.
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama seorang anak berinteraksi.
Dalam keluarga inilah terjadi pola pembentukan perilaku anak. Sehingga dapat dikatakan
keluarga mempunyai peranan penting dalam membentuk perilaku anak.
Setiap anggota keluarga harus melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik. Dengan
demikian akan dapat menciptakan suasana yang tertib, aman, tenteram dan bahagia.
Penerapan tata tertib di masyarakat lebih kompleks karena di dalamnya terdapat beragam
kepentingan. Semua norma diterapkan di masyarakat untuk mengatur perilaku majemuk.
Penerapan norma dalam masyarakat bertujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang
tertib, aman dan damai. Apabila semua warga menaati dan mematuhi tata tertib yang berlaku
dalam masyarakat maka hubungan antar warga pun akan terjalin dengan baik. Sehingga akan
Gaustad (1992) mengemukakan bahwa kedisiplinan atau tata tertib sekolah memiliki 2 (dua)
tujuan, yaitu memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk belajar. Subari (1994) berpendapat bahwa tata tertib sekolah mempunyai
tujuan untuk penurutan terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya
peraturan itu. Menurut Durkeim (1995), tata tertib mempunyai tujuan ganda yaitu
mengembangkan suatu peraturan tertentu dalam tindak tanduk manusia dan memberinya suatu
sasaran tertentu dan sekaligus membatasi cakrawalanya.
Yahya (1992) berpendapat, tujuan kedisiplinan adalah perkembangan dari pengembangan diri
sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar. Kedisiplinan adalah
suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh
pada peraturan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam
mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan
memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, anak didik perlu dibimbing atau
ditunjukkan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang
terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik (Gordon, 1996). Dari beberapa pendapat
diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah memberi kenyamanan pada para
siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar serta
perkembangan dari pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau
kendali dari luar.
c. Dalam membentuk disiplin, ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar, sehingga
mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain ke arah tingkah laku yang diinginkannya.
Sebaliknya, pihak lain memiliki ketergantungan pada pihak pertama, sehingga ia bisa
menerima apa yang diajarkan kepadanya.
b. Guru yang membiarkan siswa berbuat salah, lebih mementingkan mata pelajaran
daripada siswanya.
c. Lingkungan sekolah seperti: hari-hari pertama dan hari-hari akhir sekolah (akan libur
atau sesudah libur), pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal yang kaku atau jadwal aktivitas
sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, dll.
d. Menantang wibawa guru (tidak mau nurut, memberontak, memprotes dengan kasar, dan
sebagainya), dan membuat perselisihan (mengkritik, menertawakan, mencemoohkan).
e. Merokok di sekolah, datang terlambat, membolos, dan ”kabur”, mencuri dan menipu, tidak
berpakaian sesuai dengan ketentuan, mengompas (memeras teman sekolah), serta menggunakan
obat-obatan terlarang maupun minuman keras di sekolah.
b. pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan perilaku, norma, kriteria, dan standar
yang sedemikan rupa, sehingga pemahaman tersebut menumbuhkan pengertian yang mendalam
atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan. Norma, dan standar tadi merupakan syarat mutlak
untuk mencapai keberhasilan (sukses).
c. sikap kelakuan yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, untuk mentaati segala hal
secara cermat dan tertib.
Dalam pola pembinaan dan pengembangan generasi muda ( Menteri Muda Urusan
Pemuda Jakarta 1982) secara umum generasi muda diartikan sebagai golongan manusia yang
berusia muda. Pengertian generasi muda dalam lokakarya tentang generasi muda yang
diselenggarakan tanggal 4 – 7 Oktober 1978, dibedakan dalam beberapa kategori :
1. Biologi : generasi muda adalah mereka yang berusia 12-15 tahun ( remaja ) dan 15-30
tahun ( pemuda ).
2. Budaya, generasi muda adalah mereka yang berusia 13-14 tahun.
3. Angkatan kerja, yang dibuat oleh Depkaner adalah yang berusia 18-22 tahun
4. Kepentingan perencanaan pembangunan, yang disebut sebagai sumber daya manusia
muda adalah yang berusia 0-18 tahun
5. Idiologi politik, generasi muda yang menjadi pengganti adalah mereka yang berusia 18-40
tahun.
Dalam pengertian GBHN 1993 telah dijelaskan menjadi anak, remaja, dan pemuda,
sedangkan ditinjau dari segi usia adalah sebagai berikut :
Faktor lingkungan atau teman sebaya yang kurang baik juga ikut memicu timbulnya
perilaku yang tidak baik pada diri remaja. Sekolah yang kurang menerapkan aturan yang ketat
juga membuat remaja menjadi semakin rentan terkena efek pergaulan yang tidak baik.
"Guru yang kurang sensitif terhadap hal ini juga bisa membuat remaja menjadi semakin
sulit diperbaiki perilakunya. Demikian juga dengan guru yang terlalu keras dalam menghadapi
remaja yang bermasalah. Bisa jadi, bukannya ikut meredam kenakalan mereka, malah membuat
kenakalan mereka semakin menjadi," ujar Prof. Arif Rachman, pakar pendidikan dari UNJ.
Begitu juga dengan anak remaja, jika orangtua terlalu mengekang anak, yang terjadi
adalah anak tidak mampu berkembang secara mandiri dan mereka akan berusaha untuk
melepaskan dirinya dari kekangan orangtua. Ketika hal ini terjadi, lingkungan sosial, terutama
teman sebaya, akan menjadi pelarian utama si anak.
Apabila ternyata lingkungan sosial tempat anak biasa berkumpul memiliki kecenderungan
untuk melakukan kenakalan remaja, anak juga berpotensi besar untuk melakukan hal yang sama
dengan apa yang dilakukan kelompoknya.
Hal yang sama juga dapat terjadi apabila orangtua terlalu membebaskan anak.
Perbedaannya adalah, anak yang dibebaskan tidak merasakan tekanan sebesar apa yang dirasakan
oleh anak yang dikekang, sehingga dorongan untuk memberontak cenderung lebih kecil
dibandingkan anak yang dikekang.
Orangtua disarankan untuk memberikan batasan yang jelas mengenai perilaku apa yang
benar-benar tidak boleh dilakukan oleh anak, misalnya membolos, menggunakan narkoba, dan
lain sebagainya.
Lakukan tawar menawar melalui diskusi mengenai perilaku lainnya yang dianggap
berpotensi membuat anak menjadi nakal, seperti pulang malam, menginap, atau bahkan memilih
pacar.
Pengawasan dan pemantauan orangtua di rumah bisa dilengkapi dengan pengawasan dari
guru di sekolah. Pemantauan terpadu ini akan memberikan banyak masukan yang menyeluruh
bagi orangtua mengenai perilaku anaknya di luar rumah.
Menurut Faisal, tidak ada kata terlambat dalam menangani anak remaja yang terlihat
'melenceng'. Karena di usia ini teman adalah segalanya bagi anak, ia dapat dengan mudah
terpengaruh oleh teman-teman sebayanya.
Untuk mengatasi hal ini, tindakan yang dapat dilakukan oleh orangtua adalah dengan
membuat kesan bahwa mereka bisa berdamai dengan pilihan anaknya. Dengan begini, orangtua
tetap bisa mengawasi aktivitas dan pergaulan anaknya dengan pasif.
Namun, ada hal yang perlu diperhatikan oleh orangtua berkaitan dengan hal tersebut.
Ketika orangtua terlalu 'masuk' ke dalam kehidupan anak, pasti anak akan merasa terganggu
privasinya. Ia akan merasa risih dan pada akhirnya justru bersikap tertutup kepada orangtuanya.
Untuk itu, orangtua harus mengusahakan agar tetap terlibat secara pasif, namun jangan
sampai terkesan terlalu ingin ikut campur.i
Solusi permasalahan generasi muda, dapat diatatasi melalui 5 (lima) strategi berikut, yaitu:
Umumnya dapat dipandang sebagai suatu tahap dalam pembentukan kepribadian manusia
dalam proses pencarian jati diri. Posisi generasi muda dalam manusia adalah sebagai penerus cita
cita perjuangan bangsa. Masa depan suatu bangsa ini terletak pada generasi mudanya sebab
merekalah yang akan menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa, maka perlu
adanya Pendidikan Generasi muda untuk membangun karakter para generasi muda, kegiatan ini
dapat dilakukan melalui Intrakulikuker maupun Ekstrakulikuler. Sebelum membahas mengenai
berbagai kegiatan apa saja yang dapat dirapkan dalam pembelajaran Pendidikan Generasi Muda,
terlebih dahulu perlu dibahas mengenai pengertian Kegiatan Intrakurikuler dan Ekstrakurikuler.
Kegiatan Intrakurikuler merupakan kegiatan belajar tatap muka dalam alokasi waktu yang
sudah diatur dalam struktur dan muatan kurikulum.
1. Sifat Kegiatan
Bila dilihat dari sifat kegiatan, kegitan Intrakurikuler merupakan kegiatan yang wajib
diikuti oleh setiap siswa. Kegiatan Intrakurikuler bersifat mengikat. Program
Intrakurikuler berisi berbagai kemampuan dasar dan kemampuan minimal yang harus
dimiliki siswa di suatu tingkat sekolah (lembaga pendidikan). Oleh karenanya maka
keberhasilan pendidikan ditentukan oleh pencapaian siswa pada tujuan kegiatan
Intrakurikuler ini.
Sebaliknya, kegiatan ektrakurikuler lebih bersifat sebagai kegiatan penunjang untuk
PGMK Halaman 126
l
mencapai program kegiatan kurikuler serta untuk mencapai tujuan pendidikan yang
lebih luas. Sebagai kegiatan penunjang, maka kegiatan ekstrakurikuler sifatnya lebih
luwes dan tidak terlalu mengikat. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler
yang diprogramkan lebih bergantung pada bakat, minat, dan kebutuhan siswa itu
sendiri.
2. Waktu Pelaksanaan
Kalau ditinjau dari waktu pelaksanaan, waktu untuk kegiatan Intrakurikuler pasti dan
tetap, dilaksanakan sekolah secara terus-menerus setiap hari sesuai dengan kalender
akademik. Sedangkan waktu pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sangat bergantung
pada sekolah yang bersangkutan, lebih bersifat fleksibel dan dinamis.
3. Sasaran dan Tujuan Program
Sebagai kegiatan inti persekolahan yang wajib diikuti oleh seluruh siswa, kegiatan
kurikuler memiliki sasaran dan tujuan yang berbeda dengan kegiatan ekstrakurikuler.
Kegiatan kurikuler berhubungan dengan kegiatan untuk menumbuhkan kemampuan
akademik siswa, sementara kegiatan ekstrakurikuler lebih menumbuhkan
pengembangan aspek-aspek lain seperti pengembangan minat, bakat, kepribadian, dan
kemampuan sebagai makhluk sosial, disamping tentu saja, sebagai pembantu
pencapaian tujuan kegiatan kurikuler.
4. Teknis Pelaksanaan
Teknis pelaksanaan kegiatan Intrakurikuler, sebagai kegiatan inti persekolahan,
sangatlah ketat dan teratur, dengan struktur program yang pasti sesuai kalender
akademik. Kegiatan kurikuler berada di bawah tanggungjawab guru bidang studi atau
guru kelas.
Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler, penanggung jawabnya dapat guru kelas, guru
bidang studi yang mungkin lebih bersifat team work, sesuai dengan keahlian para guru
tersebut untuk bidang-bidang tertentu. Bahkan tak jarang sekolah mempekerjakan
tenaga dari luar untuk melaksanakan kegiatan ekstrakurikuler, di mana tenaga luar
tersebut memiliki keahlian-keahlian khusus yang diprogramkan pada kegiatan
ekstrakurikuler.
5. Evaluasi dan Kriteria Keberhasilan Keberhasilan
Olahraga :
o Bola Basket
o Bola Voli
o Futsal
o Sepak Bola
o Bulu tangkis
o Renang
Beladiri :
o Judo
o Karate
o Pencak silat
o Pecinta Alam
o Takraw
o Tarung derajat
o Taekwondo
Keilmuan :
o Kelompok Ilmiah Remaja :
Kelompok Ilmiah Remaja Ilmu Pengetahuan Alam
Kelompok Ilmiah Remaja Ilmu Pengetahuan Sosial
Komunitas
Information and Communications Technology Club :
o English Study Club
o English Debate Club
o Japanese Club
Baris-berbaris :
o Pasukan Pengibar Bendera
o Praja muda karana (pramuka)
Contoh dari permainan atau games dalam kegiatan pramuka siaga, penggalang dan penegak.
Siaga
Tujuan :
- Melatih kemampuan mengobservasi
- Memupuk inisiatif
Sebuah perangko ditempel di suatu tempat dalam ruangan pertemuan sebelum parapeserta
datang/tiba. Instruksinya : Tiap peserta harus mencari perangko tersebut danbila mereka telah
melihatnya, mereka harus duduk diam dan tidak boleh berkata apapun. Akan sangat lucu
memperhatikan peserta-peserta terakhir. Dan tentu saja
peserta yang paling akhir duduk adalah yang kalah. (permainan ini dapat juga
dimainkan di luar ruangan).
2. DALAM KOLAM
Peralatan : Sebatang kapur
Jumlah pemain : bebas
Waktu : biasanya 10-15 menit
Tujuan :
- Melatih kecepatan/reflex
Anak-anak berdiri membentuk lingkaran dan di depan mereka digambar garis dengankapur. Tiap
anak harus menyentuh garis tersebut. Bila ada perintah “diair”, maka tiaporang melompat dengan
kedua kakinya bersama-sama, masuk ke garis lingkaran.Bila perintahnya “didarat”, maka tiap
Langkah-langkah :
1. Dengan sehelai kertas setiap pasangan saling berhadapan dan mulai
menggambar wajah pasangannya. Bisa mulai dari mana saja tetapi tidak
boleh melihat kertas sama sekali.
2. Gerakkan tangan mengikuti arah gerak pandangannya yang menelusuri garis
wajah pasangannya.
3. Setelah selesai menggambar, masing-masing pasangan bergantian
mewawancarai pasangannya, mengenai nama, tempat tinggal, pekerjaan,
umur, keluarga dan sebagainya. Waktunya cukup 5 menit saja untuk setiap
peserta.
4. Kemudian setiap pasangan tampil di depan kelompok memperkenalkan
pasangannya dengan cara menunjukkan gambar pasangannya sambil
menyebutkan :”Nama saya…(nama pasangannya), tempat tinggal….dan
seterusnya.
4. MENGGAMBAR RUMAH
Pengantar
Latihan ini bisa digunakan untuk mendiskusikan kerjasama dan pengawasan di dalam kelompok.
Kadang kita mengira bekerjasama dengan orang lain, padahal dalam kenyataan kita hanya
mengawasi seluruh proses, tanpa kita sadari.
Bahan diskusi
a. Bagaiman perasaan dan reaksi anda selama menggambar tadi ?
b. Faktor apa yang membantu dan menghambat anda selama menggambar tadi ?
Kemudian, mintalah peserta membentuk kelompok 4 (dua pasangan bergabung) untuk
mendiskusikan apakah ada hubungan antara pengalaman tadi dengan kenyataan sehari – hari dan
masalah kerjasama. Waktunya cukup 15 menit saja, lalu setiap kelompok kecil
mempresentasikannya di hadapan kelompok besar.
5. ESTAFET AIR
Tujuan :
1. Kerja sama tim.
2. Mengatur cara kerja yang efektif.
3. Pembagian tugas/ menempatkan personil dengan tepat.
4. Kekompakan antar anggota dan seluruh anggota regu.
Alat :
1. 1 buah ember berisi air secukupnya.
2. 1 buah gelas yang bagian bawahnya telah berlubang kecil.
3. 1 buah botol plastic
Pelaksanaan :
1. Peserta duduk dengan posisi berbanjar.
2. Peserta paling depan bertugas mengambil air dan yang paling belakang
bertugas menuangkannya dalam botol.
3. Gelas yang berisi air diberikan secara estafet kepada rekannya yang dibelakang
Variasi :
· Buat lingkaran, setiap peserta secara bergiliran menyebutkan nama panggilan,
umur, tempat asal, pekerjaan, lalu peserta yang lain menirukan, begitu
seterusnya sampai selesai satu putaran.
· Putaran kedua, semua peserta mengulangi lagi secara bersama-sama data
pribadi tersebut, dengan urutan seperti semula.
9. ESTAFET KELERENG
Tujuan :
1. Kerja sama tim.
2. Membagi tugas habis ( Manajemen )
3. Mengatur diri kapan bertindak dan memberikan kesempatan.
Alat : Karet gelang atau tali, kantong kacang, atau potongan kain, atau agar kelihatan sungguhan,
sebuah apel.
Cara permainannya :
Anak-anak membentuk lingkaran dan seorang anak, yang jadi pencuri disuruh keluar
ruangan. Selagi ia diluar, seorang anak ditunjuk sebagai petani. Sebuah benda ditaruh di tengah lingkaran. Pencuri
tadi datang dan berjalan diluar lingkaran. Ia boleh memasuki lingkaran dari mana saja dan mencuri benda itu.
Petani harus menangkapnya pada saat pencuri menyentuh benda tersebut. Pencuri itu harus lari keluar dari
lingkaran lewat jalan masuk tadi dan ia selamat bila ia dapat keluar tanpa tertangkap. Bila ia tidak tertangkap, maka
petani itu harus jadi pencuri dan dipilih petani baru.
7. Kalajengking
Tujuan :
- Kerja sama antar anggota maupun 1 tim.
- Mengatur strategi
- Kekompakan dalam 1 tim work.
- Mengenali kekuatan/ kemampuan timnya dan kekuatan lawan.
Alat : Tidak ada Pelaksanaan :
- Tiap tim berangotakan 10 - 15 orang.
- Anggota yang paling depan adalah kepala dan yang paling belakang adalah ekor.
- Seluruh Anggota berpegangan pada pinggang anggota di depannya.
8. TITANC
Teaching point :
1. Membangun kebersamaan.
2. Menunjukkan untuk kesuksesan regu diperlukan pengorbanan anggota regu.
3. Perlunya anggota menyatu dengan tujuan kelompok.
4. Pengaturan strategi dalam pemecahan masalah.
5. Berfikir kreatif.
Lama permainan : 20 –40 menit
Perlengkapan : selembar kain ukuran 1,5 m x 1,5 m.
Instruksi :
1. Semua anggota regu diminta untuk berdiri di atas kain seakan-akan mereka berada dalam satu kapal yang akan
tenggelam. Tidak ada bagian dari kaki yang berdiri diluar kain.
2. Setelah mereka berhasil berdiri di atas kain dalam hitungan satu sampai lima, kemudian mereka
diminta keluar dari kain. Selanjutnya mereka diminta memperkecil ukuran kain tempat berpijak dengan cara
melipat kain. Setelah itu mereka diminta berdiri lagi di atas kain dengan persyaratan yang sama.
3. Tujuan yang akan dicapai kelompok adalah kemampuan untuk berdiri di atas kain yang ukurannya sekecil
mungkin.
Debriefing : - Pelajaran apa yang mereka peroleh ?
- Apa persyaratan kesuksesan untuk mencapai ukuran terkecil ?
- Perilaku apa yang harus ditunjukkan oleh anggota regu agar sukses
9. PICTURE PUZZLE
Teaching point :
Unsur hiburan
Semua anak membentuk lingkaran dengan jarak kira-kira 1 meter. Semakin ahli, jaraknya
dapat semakin jauh. Tiap anak memegang tongkatnya hingga berdiri tegak di lantai. Bila ada
perintah “ya” tiap anak harus melepaskan tongkatnya dan cepat-cepat menangkap tongkat teman
di sebelah kanannya. Bila tongkat itu sudah keburu jatuh, maka ia dikeluarkan.
Permainan ini sangat menyenangkan dan dapat bervariasi. Jarak antar anak dapat diperbesar bila
anak-anak sudah mampu, perintah dapat berupa “kiri” atau “kanan”. Bila ingin permainan lebil
lama, maka setelah jatuh 3 kali baru dikeluarkan.
Peralatan : Karet gelang atau tali, kantong kacang, atau potongan kain atau agar
kelihatan sungguhan, seperti apel.
Jumlah pemain : bebas
Waktu : 8-10 menit
Tujuan : Melatih kecepatan
Unsur hiburan
Anak-anak membentuk lingkaran dan seorang anak, yang jadi pencuri disuruh keluar ruangan.
Selagi ia diluar, seorang anak ditunjuk sebagai petani. Sebuah benda ditaruh di tengah lingkaran.
Pencuri tadi datang dan berjalan diluar lingkaran. Ia boleh memasuki lingkaran dari mana saja
dan mencuri benda itu. Petani harus menangkapnya pada saat pencuri menyentuh benda tersebut.
Pencuri itu harus lari keluar dari lingkaran lewat jalan masuk tadi dan ia selamat bila ia dapat
3. ARUNG JERAM
Tujuan :
Kerja sama tim.
Kekompakan regu.
Yang kuat membantu yang lemah.
Menetapkan bersama trategi manajemen secara tepat.
Menempatkan diri saat bertindak/ menjalankan tugas.
Alat :
Tali besar ( diameter 4-5 cm/ seukuran tali Perahu ).( panjang tali sesuaikan dengan
anggota regu yang bermain. )
Kedua ujung tali di ikat dengan kuat.
Pelaksanan :
Semua anggota regu duduk melingkar dengan kedua kaki menjulur (selonjor) ke dalam
lingkaran.
Tiap anggota regu kedua tangannya memegang tali, jarak antar anggota regu 0,5 – 1
meter. Jarak semakin rapat semakin baik.
Peraturan :
4. STICK GOYANG
PGMK Halaman 151
l
Tujuan :
Alat :
Pelaksanaan :
Tiap anggota regu berhak memegangi utas tali . boleh sebelah kanan atau kiri
Ditengah tarikan utas tali, diletakkan balok/ bambu dengan tali dalam kondisi kencang.
Regu Menempuh suatu perjalanan penuh rintangan dengan jarak bebas.
Regu dengan waktu tempuh tercepat dan balok/ bambu tidak pernah jatuh itulah yang
terbaik
Rintangan dapat dibuat sedemikian rupa, sehingga perjalanan membawa balok/ bambu
nampak penuh tantangan. ( Melebar, menyempit, lompat, naik dan turun).
5. BAUT BARISAN
Tujuan : Agar seluruh peserta bisa berkenalan lebih jauh, fisik maupun sifat-sifat mereka,
sekaligus melatih mereka bekerjasama dalam kelompok.
Langkah-langkah :
Peserta di bagi dalam 2 kelompok yang sama banyak (bila jumlah peserta ganjil, seorang
pemandu bisa masuk ke dalam salah 1 kelompok).
Pemandu menjelaskan aturan permainan sebagai berikut :
Sebelum pertandingan di mulai bisa dicoba terlebih dahulu untuk memastikan apakah
aturan mainnya sudah dipahami dengan benar.
6. BERCERMIN
Latihan yang menyenangkan ini digunakan untuk mendiskusikan perasaan dan sikap dalam
menuntun dan mengikuti orang lain. Acara sore yang baik.
Prosedur :
Setiap peserta memilih pasangannya dan berdiri berhadapan dengan tangan ke atas dalam
jarak kira-kira sejengkal. Mereka menirukan gerak pasangannya, layaknya sebuah cermin,
demikian bergantian sesuai dengan keinginan mereka.
Untuk putaran kedua, pasangan meneruskan bercermin, tapi kali ini kedua tangannya
bersentuhan dengan lembut.
Pada putaran ketiga, mintalah mereka merapatkan tangan dengan kuat, dan melanjutkan
menuntun mengikuti bergantian.
Bahan diskusi :
Batasan lain telah pula di kemukakan oleh para ahli sebagian diantaranya akan di berikan
sebagai berikut. AECT(association of education and communication tenologi 1977) memberi
batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
pessn dan informasi. Disamping sebagai system penyampai atau pengantar, media yang sering
dig anti dengan kata mediator menurut fleming(1987:234) adalah penyebab atau alat yang turut
ikut campur tangan dlam 2 pihak untuk mendamaikannya.dengan istilah mediator media
menunjukkan fungsi da peranannya , yaitu mengatur hubungan yang efektif di kedua pihak dua
pihak utamadalam proses belajar-siswa dan isi pelajaran. Selain itu mediator dapat pula
mencerminkan penertian bahwa setiap system pembelajaran yang melakukan mediasi,mulai dari
guru sampai dengan peralatan yang paling cangngih dapat di sebu dengan media ringkasnymedia
adlah alat yang menyampaikan atu mengantarkan pesan-pesan pembelajaran Heinich dan kawan-
kawan (1982) mengemukakan medium sebagai media atau perantar yang menghaturkan
informasi antara sumber dan penerima jadi tv,film radio atau audio visual lainnya apabila media
itu membawa informasi yang bersedia menerima.
Association for education and commonication technology (AECT), mengartikan kata media
sebagai segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk menyampaikan pesan atau
informasi. National education association (NEA) mendefinisikan media sebagai segala benda
yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang
dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Sementara menurut Heinich, mengatakan:
A medium (plural media) is a channel of commonication, derived from the latin word meaning
“between” the term refers to anything that carries information, diagrams, printed materials,
PGMK Halaman 154
l
computers, and instructors. These are considered instructional media when the carry messages
with in instructional purpose. The purpose of media is to facilitate communication.
Maksud dari pernyataan tersebut bahwa media sebagai menyalur informasi kepada yang
menerima, dalam bahasa latin media adalah “between” yang sama halnya dengan “anything that
carries information between a source and receiver”, yaitu penyampai bahwa media merupakan
pembawa informasi dari sumber ke penerima. Pembawa informasi ini dapat berupa :
1) Latar belakang
Dilihat dari struktur kependudukannya, Indonesia merupakan negara besar dengan jumlah
penduduk. Hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mencatat, jumlah
penduduk Indonesia mencapai 237.6 juta jiwa dengan rata-rata angka pertumbuhan 1.49
dan rata-rata angka kematian 0.4. Dilihat dari aspek etnis, Indonesia termasuk negara yang
sangat multi etnik dengan 1340 etnik yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Demikian
pula dari aspek agama dan kepercayaan, Indonesia termasuk masyarakat yang sangat multi
religious, dengan enam agama resmi, Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan Kong Hu
Chu, dan masih banyak sistem kepercayaan yang berkembang dan menjadi sempalan dari
berbagai agama yang ada, tapi tidak bisa menyatu dalam agama besarnya, kendati belum
memperoleh pengakuan negara. Dilihat dari kemampuan ekonomi, Indonesia merupakan
salah satu negara dengan sumbangan GDP (Gross Domestic Product) terbesar ke-10 di
dunia. Dengan demikian, Indonesia termasuk salah satu dari 10 negara kaya. Akan tetapi,
kemiskinan masih cukup tinggi dengan 11.25% dari total populasi nasional hasil
perhitungan BPS tahun 2014. Dengan demikian, persoalannya kemudian adalah distribusi
dan pemerataan. Dan sampai kini negara belum memiliki sistem bagaimana
mendistribusikan kekayaan kepada masyarakat miskin kecuali dengan bekerja, dan untuk
bekerja diperlukan skill dan ketrampilan.
Dengan diskripsi dua aspek tersebut kita perlu menelah terkait dengan salah satu inti
persoalan bangsa yang sangat penting yaitu mengenai bela negara. Memang persoalan bela
negara masih menyisakan pekerjaan bagi kekuatan pertahanan dan keamanan Indonesia,
karena aksi-aksi terorisme yang mengunakan simbol-simbol keagamaan untuk pembenaran
aksi mereka, masih sesekali terjadi aatupun mengenai gerakan gerakan radikal
lainnya.Ancaman dari dalam maupun dari luar harus selalu diantisipasi agar tidak menjadi
bahaya yang mengancam keutuhan bangsa dan negara. Sebagai bentuk antisipasi yang
paling baik adalah meningkatkan kekuatan pertahanan dan keamanan terutama mengenai
upaya bela negara. Negara membutuhkan kekuatan pendukung utama yaitu rakyat sebagai
penggerak gerakan ini. Rakyat sebagai faktor penting tentunya harus memiliki kesadaran
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. Setiap warga
negara memiliki kewajiban yang sama dalam masalah pembelaan negara. Hal tersebut merupakan
wujud kecintaan seorang warga negara pada tanah air yang sudah memberikan kehidupan
padanya. Hal ini terjadi sejak seseorang lahir, tumbuh dewasa serta dalam upayanya mencari
penghidupan. Dalam pelaksaan pembelaan negara, seorang warga bisa melakukannya baik secara
fisik maupun non fisik. Pembelaan negara secara fisik diantaranya dengan cara perjuangan
mengangkat senjata apabila ada serangan dari negara asing terhadap kedaulatan bangsa.
Sementara, pembelaan negara secara non fisik diartikan sebagai semua usaha untuk menjaga
bangsa serta kedaulatan negara melalui proses peningkatan nasionalisme. Nasionalisme adalah
rangkaian kecintaan dan kesadaran dalam proses berkehidupan dalam negara dan bangsa, serta
upaya untuk menumbuhkan rasa cinta pada tanah air. Selain itu, pembelaan bisa dilakukan
dengan cara menumbuhkan keaktifan dalam berperan aktif untuk mewujudkan kemajuan bangsa
dan negara.
Didalam proses pembelaan bangsa, ada beberapa hal yang menjadi unsur penting bela negara,
diantaranya adalah :
a. Cinta Tanah Air
b. Kesadaran Berbangsa & bernegara
c. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi Negara
d. Rela berkorban untuk bangsa & Negara
e. Memiliki kemampuan awal bela Negara
Beberapa unsur tersebut menjadi pertimbangan bagaimana membangun karakter warga negara
sehingga upaya bela negara ini dapat dilakukan. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan
berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat
luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga
negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di
dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan Negara.
b. Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
Nasional.
c. Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah
oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
d. Undang-Undang No.56 tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih
e. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
f. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
g. Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 145 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27
ayat 3.
h. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Upaya bela negara sangat penting bagi berlangsungnya bangsa dan negara. Alasan mendasar
mengapa bela negara penting adalah sebagai berikut :
a. Keterbatasan aparat TNI. Sehingga tidak semua wilayah di Indonesia bisa dijaga oleh
aparat TNI. Dengan peran serta masyarakat, maka akan terjadi sinergi antara warga dan
TNI dalam proses penjagaan kedaulatan bangsa.
b. Wujud rasa terimakasih warga atas segala kenikmatan yang didapat selama menjadi
penduduk suatu bangsa.
Semua warga negara berkewajiban untuk ikut serta dalam bela negara, sebagaimana ditegaskan
pada pasal 27 ayat 3 UUD 1945, yang berbunyi: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut
dalam upaya pembelaan terhadap negara.” Akan tetapi, kini pemaknaan bela negara itu tidak
mutlak dengan berperang atau aktifitas heroik lain yang menggunakan senjata, karena berperang
itu harus profesional dan terlatih. Sejalan dengan itu, Pasal 9 UU Nomor 3 tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara menegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
a. pendidikan kewarganegaraan
Berdasarkan ketentuan tersebut, siswa maupun mahasiswa yang mengikuti mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah dapat dikatakan telah ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. Salah satu materi/bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi adalah Pendidikan
Kewarganegaraan (Pasal 37 ayat (1) dan (2) UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional). Persoalan yang hendak kita telusuri adalah mengapa usaha
pembelaan negara dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewaganegaraan?
Dalam penjelasan Pasal 37 ayat (1) UURI Nomor 3 Tahun 2003 dijelaskan, bahwa
pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Dari uraian di atas, jelaslah
bahwa pembentukan rasa kebangsaan dan cinta tanah air peserta didik dapat dibina melalui
pendidikan kewarganegaraan.
Konsep rasa kebangsaan dan cinta tanah air sangat berkaitan dengan makna upaya bela
negara. Kecintaan kepada negara kesatuan RI merupakan realisasi dari konsep nasionalisme
(rasa kebangsaan) dan cinta tanah air (patriotisme). Sedangkan kecintaan kepada tanah air
dan kesadaran berbangsa merupakan ciri kesadaran dalam bela negara. Konsep bela negara
adalah konsepsi moral yang diimplementasikan dalam sikap, perilaku dan tindakan warga
negara yang dilandasi oleh cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan
kepada Pancasila sebagai ideologi negara, dan kerelaan berkorban untuk bangsa dan negara
Indonesia. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan bela negara, pendidikan
kewarganegaraan merupakan wahana untuk membina kesadaran peserta didik ikut serta
dalam pembelaan negara.
Selain TNI, salah satu komponen warga negara yang mendapat pelatihan dasar militer
adalah unsur mahasiswa yang tersusun dalam organisasi Resimen Mahasiswa (Menwa) atau
UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Bela Negara. Memasuki organisasi resimen mahasiswa
merupakan hak bagi setiap mahasiswa, namun setelah memasuki organisasi tersebut
mereka harus mengikuti latihan dasar kemiliteran. Anggota resimen mahasiswa tersebut
merupakan komponen bangsa yang telah memiliki pemahaman dasar-dasar kemiliteran dan
bisa didayagunakan dalam kegiatan pembelaan terhadap negara
Sejalan dengan tuntutan reformasi, maka dewasa ini telah terjadi perubahan paradigma
dalam sistem ketatanegaraan khususnya yang menyangkut pemisahan peran dan fungsi TNI
(TNI-AD, TNI-AU, TNI-AL) dan POLRI. POLRI merupakan alat negara yang berperan
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, serta
memberikan terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sedangkan TNI berperan sebagai alat
pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, POLRI berperan
dalam bidang keamanan negara, sedangkan TNI berperan dalam bidang pertahanan negara.
Dalam usaha pembelaan negara, peranan TNI sebagai alat pertahanan negara sangat penting
dan strategis karena TNI memiliki tugas untuk :
d. ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional
(Pasal 10 ayat (3)UURI Nomor 3 Tahun 2002).
Yang dimaksud pengabdian sesuai profesi adalah pengabdian warga negara yang
mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara termasuk dalam
menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan oleh perang, bencana alam,
atau bencana lainnya (penjelasan UURI Nomor 3 Tahun 2002).
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diidentifi kasi beberapa profesi tersebut terutama
yang berkaitan dengan kegiatan menanggulangi dan/atau memperkecil akibat perang, bencana
alam atau bencana lainnya yaitu antara lain petugas PMI, para medis, tim SAR, POLRI, dan
petugas bantuan sosial. Disamping itu kita juga mengenal LINMAS (Perlindungan Masyarakat).
Linmas merupakan organisasi perlindungan masyarakat secara suka-rela, yang berfungsi
menanggulangi akibat bencana perang, bencana alam atau bencana lainnya maupun memper-
kecil akibat malapetaka yang menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda. Keanggotaan
perlindungan masyarakat (Linmas) tersebut me-rupakan salah satu wujud penyeleng-garaan
upaya bela negara.
Dengan demikian, warga negara yang berprofesi para medis, tim SAR, PMI, POLRI,
petugas bantuan sosial, dan Linmas memiliki hak dan kewajiban ikut serta dalam upaya bela
negara sesuai dengan tugas keprofesiannya masing-masing. Kelompok masyarakat yang
mempunyai profesi seperti itu seringkali berpartisipasi dalam menanggulangi dan membantu
masyarakat yang terkena musibah bencana alam yang sering terjadi di wilayah negara kita.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah, bahwa setiap warga negara sesuai dengan kedudukan
dan perannya masing-masing memiliki hak dan kewajiban untuk membela negara. Siswa dan
mahasiswa ikut serta membela negara melalui pendidikan kewarganegaraan; anggota resimen
mahasiswa melalui pelatihan dasar kemiliteran; TNI dalam menanggulangi ancaman militer dan
non-militer tertentu; POLRI termasuk warga sipil lainnya dalam menangulangi ancaman non-
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara sudah secara eksplisit
menjelaskan bahwa salah satu bentuk bela negara adalah berkarya yang dedikatif untuk bangsa
dengan skil, ketrampilan dan keahlian untuk kemajuan bangsa. Dengan adanya usaha bela negara
sangat membantu dalam menciptakan ketahanan Nasional yang dikatakan oleh Sutarman (2011)
adalah kondisi yang dinamis yang merupakan integrasi dan kondisi tiap aspek kehidupan bangsa
dan negara yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional, didalam menghadapi dan menghadapi dan mengatasi segala
ancaman , baik dalam maupun dari luar negeri yang langsung maupun tidak langsung
membahayakan identitas, keutuhan, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta dalam
mencapai tujuan nasionalnya.
Menimbang :
a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal
pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat
kesehatannya;
b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan
pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis
tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan
bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat
pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau
digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;
e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan
menggunakan modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung oleh jaringan organisasi
yang luas, dan sudah banyak menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi muda bangsa
yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-
PGMK Halaman 164
l
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
situasi dan kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan memberantas tindak pidana
tersebut.
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf
d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Narkotika;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961
beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3085);
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan,
yang dibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.
2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan
dalam pembuatan Narkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini.
3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, dan menghasilkan
Narkotika secara langsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau nonekstraksi dari sumber
4. Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika dan Prekursor Narkotika ke dalam Daerah
Pabean.
5. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika dan Prekursor Narkotika dari Daerah Pabean.
6. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiap kegiatan atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagai tindak
pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.
7. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untuk mengimpor Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
8. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untuk mengekspor Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
9. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan memindahkan Narkotika dari
satu tempat ke tempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apa pun.
10. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi, termasuk
Narkotika dan alat kesehatan.
11. Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
melakukan kegiatan produksi serta penyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika.
12. Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatu negara ke negara lain dengan
melalui dan singgah di wilayah Negara Republik Indonesia yang terdapat kantor pabean dengan
atau tanpa berganti sarana angkutan.
13. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan
dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
14. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan
Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba, menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.
15. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
16. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika.
18. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat
untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan,
memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau
mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika.
19. Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan atau penyidikan dengan
cara menyadap pembicaraan, pesan, informasi, dan/atau jaringan komunikasi yang dilakukan
melalui telepon dan/atau alat komunikasi elektronik lainnya.
20. Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang
terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orang atau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu
dan bertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindak pidana Narkotika.
21. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan
badan hukum maupun bukan badan hukum.
22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
BAB II
Pasal 2
Pasal 3
a. keadilan;
b. pengayoman;
c. kemanusiaan;
d. ketertiban;
e. perlindungan;
f. keamanan;
Pasal 4
d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu
Narkotika.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau
perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 6
a. Narkotika Golongan I;
(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 7
Pasal 8
(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensiadiagnostik, serta reagensia
laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
BAB IV
PENGADAAN
Bagian Kesatu
Pasal 9
(1) Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun
rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
(3) Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun
berdasarkan data pencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit
secara komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasan Narkotika
secara nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
(1) Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor, produksi dalam negeri,
dan/atau sumber lain dengan berpedoman pada rencana kebutuhan tahunan Narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan kebutuhan Narkotika dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Produksi
Pasal 11
(1) Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi Narkotika kepada Industri Farmasi tertentu
yang telah memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan setelah
dilakukan audit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(2) Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotika sesuai dengan rencana
kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan pengawasan terhadap bahan baku, proses
produksi, dan hasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin dan pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 12
(1) Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali
dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan produksi dan/atau penggunaan
dalam produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Ketiga
Pasal 13
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara untuk mendapatkan izin dan penggunaan
Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pasal 14
(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai
pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan secara khusus.
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan,
dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan
berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika yang berada dalam
penguasaannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secara khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan jangka waktu, bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi
administratif oleh Menteri atas rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. denda administratif;
e. pencabutan izin.
Bagian Kesatu
Pasal 15
(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang
telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk melaksanakan impor Narkotika.
(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan
milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai importir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan impor Narkotika.
Pasal 16
(1) Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dari Menteri untuk setiap kali
melakukan impor Narkotika.
(2) Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
berdasarkan hasil audit Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan
dan realisasi produksi dan/atau penggunaan Narkotika.
(3) Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas hanya
dapat diberikan untuk
teknologi.
pengekspor.
Pasal 17
Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor
dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara pengekspor.
Pasal 18
(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang
telah memiliki izin sebagai eksportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
untuk melaksanakan ekspor Narkotika.
(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepada perusahaan lain dari perusahaan
milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportir sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan ekspor Narkotika.
Pasal 19
(1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspor dari Menteri untuk setiap kali
melakukan ekspor Narkotika.
(2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemohon harus melampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.
Pasal 20
Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor
dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan
Pasal 21
Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean
tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri.
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor dan
Surat Persetujuan Ekspor diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pengangkutan
Pasal 23
Pasal 24
(1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen atau surat
persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di
negara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri.
(2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi dengan Surat Persetujuan Ekspor
Narkotika yang dikeluarkan oleh Menteri dan dokumen atau surat persetujuan impor Narkotika
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.
Pasal 25
Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasuki wilayah Negara Republik
Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor
Narkotika dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor.
Pasal 26
(1) Eksportir Narkotika wajib memberikan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan
dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di negara pengimpor kepada orang yang bertanggung jawab atas
perusahaan pengangkutan ekspor.
(2) Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor wajib memberikan
Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor
Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor
kepada penanggung jawab pengangkut.
(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor Narkotika wajib membawa dan bertanggung jawab
atas kelengkapan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat
Persetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
negara pengimpor.
Pasal 27
(1) Narkotika yang diangkut harus disimpan pada kesempatan pertama dalam kemasan khusus
atau di tempat yang aman di dalam kapal dengan disegel oleh nakhoda dengan disaksikan oleh
pengirim.
(2) Nakhoda membuat berita acara tentang muatan Narkotika yang diangkut.
(4) Pembongkaran muatan Narkotika dilakukan dalam kesempatan pertama oleh nakhoda dengan
disaksikan oleh pejabat bea dan cukai.
(5) Nakhoda yang mengetahui adanya Narkotika tanpa dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor
atau Surat Persetujuan Impor di dalam kapal wajib membuat beritamacara, melakukan tindakan
pengamanan, dan pada persinggahan pelabuhan pertama segera melaporkan dan menyerahkan
Narkotika tersebut kepada pihak yang berwenang
Pasal 28
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk
pengangkutan udara.
Bagian Keempat
Transito
Pasal 29
(1) Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor
Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengekspor dan dokumen atau Surat Persetujuan
Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negara pengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.
(2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dari pemerintah negara pengekspor dan
dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat keterangan tentang:
Pasal 30
Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat
dilakukan setelah adanya persetujuan dari:
Pasal 31
Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap
kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung
jawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotika diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kelima
Pemeriksaan
Pasal 33
Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen impor, ekspor, dan/atau Transito
Narkotika.
Pasal 34
(1) Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika yang diimpornya disaksikan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan dan wajib melaporkan hasilnya kepada Menteri paling lambat 3
(tiga) hari kerja sejak tanggal diterimanya impor Narkotika di perusahaan.
(2) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyampaikan hasil
penerimaan impor Narkotika kepada pemerintah negara pengekspor.
BAB VI
PEREDARAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 35
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau
penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun
pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pasal 36
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan peredaran Narkotika dalam
bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus melalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaran Narkotika dalam bentuk
obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
Pasal 37
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis,
yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 38
Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah.
Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 39
(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluran
Narkotika dari Menteri.
Pasal 40
b. apotek;
d. rumah sakit.
(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika kepada:
b. apotek;
(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotika
kepada:
Pasal 41
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada
lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 43
a. apotek;
b. rumah sakit;
e. dokter.
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat
menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
atau
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
Pasal 45
(1) Industri Farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan Narkotika, baik dalam bentuk obat
jadi maupun bahan baku Narkotika.
(2) Label pada kemasan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk tulisan,
gambar, kombinasi tulisan dan gambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan atau
dimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan, atau merupakan bagian dari wadah,
dan/atau kemasannya.
Pasal 46
Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak
ilmiah farmasi.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pencantuman label dan publikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VIII
PREKURSOR NARKOTIKA
Bagian Kesatu
Tujuan Pengaturan
Pasal 48
Bagian Kedua
Pasal 49
(1) Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam Prekursor
Tabel I dan Prekursor Tabel II dalam Lampiran Undang-Undang ini.
(2) Penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali
ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan merupakan bagian tak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Bagian Ketiga
Pasal 50
(1) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotika untuk kepentingan
industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2) Rencana kebutuhan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan jumlah
persediaan, perkiraan kebutuhan, dan penggunaan Prekursor Narkotika secara nasional.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyusunan rencana kebutuhan tahunan
Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.
Bagian Keempat
Pengadaan
Pasal 51
(2) Pengadaan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan
untuk tujuan industri farmasi, industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 52
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan
pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis, dokter dapat memberikan
Narkotika Golongan II atau Golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada
pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memiliki, menyimpan, dan/atau membawa
Narkotika untuk dirinya sendiri.
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial.
Pasal 55
(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau
perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh
keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 56
(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat
dapat melakukan rehabilitasi medis Pecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.
Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat
diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan
tradisional.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah
maupun oleh masyarakat.
PGMK Halaman 182
l
Pasal 59
(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57 diatur dengan
Peraturan Menteri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 diatur dengan peraturan
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial.
BAB X
Pasal 60
(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan
Narkotika.
upaya:
c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalam penyalahgunaan Narkotika, termasuk
dengan memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotika dalam kurikulum sekolah
dasar sampai lanjutan atas;
d. mendorong dan menunjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan
e. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagi Pecandu Narkotika, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 61
(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatan yang berkaitan dengan
Narkotika.
d. produksi;
f. peredaran;
g. pelabelan;
h. informasi; dan
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara
bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan
pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional.
BAB XI
Bagian Kesatu
Pasal 64
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika
Nasional, yang selanjutnya disingkat BNN.
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonkementerian
yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 65
(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan
kabupaten/kota.
(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNN kabupaten/kota berkedudukan di
ibukota kabupaten/kota.
Pasal 66
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3)
merupakan instansi vertikal.
Pasal 67
(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorang sekretaris utama dan beberapa
deputi.
a. bidang pencegahan;
b. bidang pemberantasan;
c. bidang rehabilitasi;
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tata kerja BNN diatur dengan
Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Pasal 68
(2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kepala BNN sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 69
Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
e. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakan hukum dan paling singkat 2
(dua) tahun dalam pemberantasan Narkotika;
g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, dan memiliki reputasi yang baik;
j. bersedia melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lain selama menjabat kepala BNN.
Bagian Ketiga
Pasal 70
b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 72
(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dilaksanakan oleh penyidik BNN.
(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Kepala
BNN.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian
penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.
BAB XII
Pasal 73
Pasal 74
(1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, termasuk
perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian
secepatnya.
(2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika
pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta proses
pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 75
b. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
h. melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh
wilayah juridiksi nasional;
i. melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;
l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes
bagian tubuh lainnya;
o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya
yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 76
(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3 x 24
(tiga kali dua puluh empat) jam.
Pasal 77
(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakan setelah terdapat
bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat
penyadapan diterima penyidik.
(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari
ketua pengadilan.
(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk
jangka waktu yang sama.
(4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 78
(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat
dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.
(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib meminta izin
tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 79
Pasal 80
a. mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan
yang disita kepada jaksa penuntut umum;
b. memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening
yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
milik tersangka atau pihak lain yang terkait;
c. untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan
keuangan tersangka yang sedang diperiksa;
d. untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang terkait
dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
e. meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian
ke luar negeri;
f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait;
h. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri.
Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan
penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 82
(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Hukum Acara Pidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
(2) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan
kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika berwenang:
b. memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
e. menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika;
f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor
Narkotika; dan
Pasal 83
Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 84
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara
tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya.
Pasal 85
Pasal 86
(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
tentang Hukum Acara Pidana.
a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau yang serupa dengan itu; dan
b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat
dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
apa pun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas
pada:
3. huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh
orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Pasal 87
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidik BNN yang melakukan
penyitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, atau yang diduga Narkotika dan Prekursor
Narkotika, atau yang mengandung Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib melakukan
penyegelan dan membuat berita acara penyitaan pada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-
kurangnya memuat:
b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan penyitaan;
c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan penyitaan yang
dilakukannya kepada kepala kejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali
dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dan tembusannya disampaikan kepada ketua
pengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 88
(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukan penyitaan terhadap Narkotika dan
Prekursor Narkotika wajib membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan
tersebut beserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak
dilakukan penyitaan dan tembusan berita acaranya disampaikan kepada kepala kejaksaan negeri
(2) Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karena
faktor geografis atau transportasi.
Pasal 89
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88 bertanggung jawab atas
penyimpanan dan pengamanan barang sitaan yang berada di bawah penguasaannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyimpanan, pengamanan, dan
pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 90
(1) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipil
menyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan
sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling lama 3 x
24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengujian sampel di
laboratorium tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 91
(1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerima pemberitahuan tentang penyitaan barang
Narkotika dan Prekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari wajib menetapkan status barang sitaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktian perkara, kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan, dan/atau
dimusnahkan.
(2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang berada dalam penyimpanan dan
pengamanan penyidik yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalam
waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari kepala
kejaksaan negeri setempat.
(3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali
dua puluh empat) jam sejak pemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acara
tersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat
(4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
(5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan Pasal 75 huruf k.
(6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diserahkan
kepada Menteri dan untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada Kepala BNN
dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lama 5 (lima) hari
terhitung sejak menerima penetapan dari kepala kejaksaan negeri setempat.
(7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) menyampaikan laporan kepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan.
Pasal 92
(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN wajib memusnahkan
tanaman Narkotika yang ditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluh empat)
jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagian kecil untuk kepentingan penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan
pelatihan.
(2) Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dan daerah yang sulit terjangkau karena
faktor geografis atau transportasi, pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari.
(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:
b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ditemukan dan dilakukan
pemusnahan;
d. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat atau pihak terkait lainnya yang
menyaksikan pemusnahan.
(4) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disimpan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian.
PGMK Halaman 194
l
(5) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disimpan oleh Menteri dan Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(6) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disimpan oleh BNN untuk kepentingan pendidikan dan pelatihan.
Pasal 93
Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian
kecil Narkotika atau tanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang diduga
sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna
pengungkapan asal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan
perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik.
Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 95
Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak menunda atau
menghalangi penyerahan barang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 90 dan Pasal 91.
Pasal 96
(1) Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
terbukti bahwa barang sitaan yang telah dimusnahkan menurut ketentuan Pasal 91 diperoleh atau
dimiliki secara sah, kepada pemilik barang yang bersangkutan diberikan ganti rugi oleh
Pemerintah.
(2) Besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pengadilan.
Pasal 97
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa
wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak,
dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan
dengan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau
terdakwa.
Pasal 98
Pasal 99
(1) Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan nama
dan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor.
(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan
perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk tidak melakukan perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 100
(1) Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh negara
dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama maupun
sesudah proses pemeriksaan perkara.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan oleh negara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 101
(1) Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika
serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara.
(2) Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah milik
pihak ketiga yang beritikad baik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadap perampasan
tersebut kepada pengadilan yang bersangkutan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman putusan pengadilan tingkat pertama.
(3) Seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan:
Pasal 102
Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapat dilakukan atas permintaan negara
lain berdasarkan perjanjian antarnegara.
Pasal 103
(2) Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.
BAB XIII
Pasal 104
Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
a. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika;
c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum atau
BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak
hukum atau BNN;
e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan haknya atau
diminta hadir dalam proses peradilan.
Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya
penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 108
(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104, Pasal 105, dan Pasal 106
dapat dibentuk dalam suatu wadah yang dikoordinasi oleh BNN.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala BNN.
BAB XIV
PENGHARGAAN
Pasal 109
Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa
dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.
Pasal 110
Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 111
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,
PGMK Halaman 198
l
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 112
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan
miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika
Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 113
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1
(satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya
melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam
jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5
(lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 115
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1
(satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 116
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan I
terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan I
untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati
atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
PGMK Halaman 200
l
Pasal 117
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 118
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum nmemproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan
miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 119
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 120
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
PGMK Halaman 201
l
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
Pasal 121
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II
tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II
untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati
atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 122
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, menyediakan Narkotika Golongan III
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 123
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika
Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
PGMK Halaman 202
l
tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).
Pasal 124
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10
(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 125
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika
Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 126
(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan III
tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal penggunaan Narkotika tehadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan III
untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati
atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 127
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun; dan
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun.
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.
(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti
sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
Pasal 128
(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) yang sengaja tidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) tidak dituntut pidana.
(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2)
yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit
dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana.
(4) Rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus
memenuhi standar kesehatan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 129
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa
hak atau melawan hukum:
Pasal 130
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal
114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal
123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selain pidana
penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi
berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal-Pasal tersebut.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa:
Pasal 131
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118,
Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127
ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 132
(1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,
Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124,
Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal
114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal
123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secara terorganisasi, pidana
penjara dan pidana denda maksimumnya ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 133
(1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan,
menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan
kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk
melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal
114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal
123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling
banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan kesempatan,
menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengan
kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang belum cukup umur untuk
menggunakan Narkotika, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 134
(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan diri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dengan sengaja
tidak melaporkan Pecandu Narkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Pasal 135
Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 136
Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika
dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak
maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang
PGMK Halaman 206
l
digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika
dirampas untuk negara.
Pasal 137
Pasal 138
Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan
pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di
muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 139
Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 140
(1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN yang tidak melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat
(3), dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenai pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 141
Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 142
Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak
melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 143
Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika
dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal 144
(1) Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116,
Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambah
dengan 1/3 (sepertiga).
(2) Ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 145
Pasal 146
(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak
pidana Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk
kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana
Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 147
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:
a. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, sarana penyimpanan
sediaan farmasi milik pemerintah, dan apotek yang mengedarkan Narkotika Golongan II dan III
bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan;
b. pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli, menyimpan, atau menguasai
tanaman Narkotika bukan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;
c. pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi Narkotika Golongan I bukan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan; atau
d. pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkan Narkotika Golongan I yang bukan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan Narkotika Golongan II dan III
bukan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau bukan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan.
Pasal 148
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 149
a. Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika provinsi, dan Badan Narkotika
kabupaten/kota, dinyatakan sebagai BNN, BNN provinsi, dan BNN kabupaten/kota berdasarkan
Undang- Undang ini;
b. Kepala Pelaksana Harian BNN untuk pertama kali ditetapkan sebagai Kepala BNN
berdasarkan Undang- Undang ini;
c. Pejabat dan pegawai di lingkungan Badan Narkotika Nasional yang ditetapkan berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 adalah pejabat dan pegawai BNN berdasarkan
Undang-Undang ini;
d. dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang- Undang ini diundangkan, struktur
organisasi dan tata kerja Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini;
e. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang- Undang ini diundangkan, struktur
organisasi dan tata kerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang- Undang ini.
Pasal 150
Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 83 Tahun 2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankan
sampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya.
Pasal 151
Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007, baik yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota dinyatakan
sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XVII
Pasal 152
Pasal 153
3698); dan
Pasal 154
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 155
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
ttd
ANDI MATTALATTA
I. UMUM
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan
penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau
masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih
besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan
ketahanan nasional. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002
melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002
telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden
Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya
pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara,
pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan
serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana
Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik
secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak,
remaja, dan generasi muda pada umumnya. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara
perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama - sama, bahkan
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Prekursor Narkotika” hanya untuk industri farmasi.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang
hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika
berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika
berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pasal 7
Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis.
Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi” adalah penggunaan
Narkotika terutama untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan
pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan serta keterampilan yang dilaksanakan oleh
instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, penyidikan,
dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika. Kepentingan pendidikan, pelatihan dan
keterampilan adalah termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotika dari pihak
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai dan Badan Narkotika Nasional serta
instansi lainnya.
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
a. reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I tersebut secara terbatas dipergunakan untuk
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan oleh seseorang apakah termasuk jenis
Narkotika atau bukan.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Narkotika dari sumber lain” adalah Narkotika yang dikuasai oleh
pemerintah yang diperoleh antara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja samadengan
pemerintah atau lembaga asing dan yang diperoleh dari hasil penyitaan atau perampasan sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini. Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakan
terutama untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi termasuk juga
keperluan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah
yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran
gelap Narkotika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberika izin kepada lebih dari satu industri
farmasi yang berhak memproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangat selektif dengan
maksud agar pengendalian dan pengawasan Narkotika dapat lebih mudah dilakukan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
PGMK Halaman 216
l
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “produksi” adalah termasuk pembudidayaan
(kultivasi) tanaman yang mengandung Narkotika. Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat
terbatas” adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”swasta” adalah lembaga ilmu pengetahuan yang secara khusus atau
yang salah satu fungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian dan pengembangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “balai pengobatan” adalah balai pengobatan yang dipimpin oleh dokter.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yang melakukan praktek pribadi untuk membuat
laporan yang di dalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan
Narkotika yang sudah melekat pada rekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa
simpan resep selama 3 (tiga) tahun. Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatan yang
memberikan pelayanan medis, wajib membuat laporan mengenai kegiatan yang berhubungan
dengan Narkotika, dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep selama 3 (tiga)
tahun. Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimana diatur pada ayat ini disimpan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen pelaporan mengenai
Narkotika yang berada di bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, disimpan
dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam waktu 3 (tiga) tahun. Maksud adanya kewajiban
untuk membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap waktu
PGMK Halaman 217
l
dapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yang ada di dalam peredaran dan sekaligus
sebagai bahan dalam penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pelanggaran” termasuk juga segala bentuk penyimpangan terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan.
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Yang dimaksud dengan “pencabutan izin” adalah izin yang berkaitan dengan kewenangan untuk
mengelola Narkotika.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah apabila perusahaan
besar farmasi milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya dalam melakukan
impor Narkotika karena bencana alam, kebakaran dan lain-lain.
Pasal 16
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk
perdagangan luar negeri” adalah kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasional
tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor Narkotika agar lalu lintas Narkotika
mudah diawasi. Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk pada Undang-Undang
tentang Kepabeanan dan/atau peraturan perundang-undangan lainnya.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baik melalui laut maupun udara
wajib ditempuh prosedur kepabeanan yang telah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas
Narkotika di Wilayah Negara Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan “penanggung jawab
pengangkut” adalah kapten penerbang atau nakhoda.
Pasal 26
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”kemasan khusus atau di tempat yang aman” dalam ketentuan ini adalah
kemasan yang berbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan pada
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikan laporan dimaksudkan untuk menjamin
kepastian hukum dan memperketat pengawasan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas. .
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jenis” adalah sediaan bentuk garam atau basa.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 30
Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transito Narkotika dilarang mengubah
arah negara tujuan. Namun, apabila dalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa
(force majeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan, maka perubahan tersebut
harus memenuhi syarat yang ditentukan dalam ketentuan ini. Selama menunggu pemenuhan
persyaratan yang diperlukan, Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawab
pengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 31
Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan
dalam pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugas dan
fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerja dibuktikan dengan stempel pos
tercatat, atau tanda terima jika laporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasan
waktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harus segera memeriksa jenis, mutu, dan
jumlah atau bobot Narkotika yang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yang
dimiliki.
Pasal 35
Cukup jelas.
PGMK Halaman 221
l
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah” adalah
bahwa setiap peredaran Narkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasan pabean ke
gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yang dibuat oleh importir, eksportir, industri
farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek. Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan
Impor/Ekspor, faktur, surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau salinan resep
dokter, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Narkotika bersangkutan.
Pasal 39
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “industri farmasi, dan pedagang besar farmasi”
adalah industri farmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telah memiliki izin khusus
untuk menyalurkan Narkotika.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluran Narkotika bagi sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan pendirian sarana penyimpanan
sediaan farmasi tersebut tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah
tertentu” adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan milik Pemerintah,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, TNI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka pelayanan
kesehatan.
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”rumah sakit” adalah rumah sakit yang telah
memiliki instalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industri farmasi tertentu atau pedagang
besar farmasi tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yang belum mempunyai instalasi farmasi hanya
dapat memperoleh Narkotika dari apotek.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Huruf b
Huruf c
Ketentuan ini menegaskan bahwa penyerahan Narkotika oleh dokter yang menjalankan tugas di
daerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukan surat izin penyimpanan Narkotika dari
Menteri Kesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izin tersebut melekat pada surat
keputusan penempatan di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk Narkotika Golongan II dan Golongan III.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “label” adalah label khusus yang diperuntukan bagi
Narkotika yang berbeda dari label untuk obat lainnya.
Pasal 46
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dipublikasikan” adalah yang mempunyai
kepentingan ilmiah dan komersial untuk Narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan
baku Narkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi. Penyuluhan dan pembinaan kepada
masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”menteri terkait” antara lain menteri yang membidangi urusan
perindustrian dan menteri yang membidangi urusan perdagangan.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
PGMK Halaman 225
l
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”bukti yang sah” antara lain surat keterangan dokter, salinan resep, atau
label/etiket.
Pasal 54
Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika” adalah seseorang yang tidak sengaja
menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk
menggunakan Narkotika.
Pasal 55
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu Pemerintah dalam menanggulangi masalah
dan bahaya penyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecandu Narkotika, maka diperlukan
keikutsertaan orang tua/wali, masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab pengawasan dan
bimbingan terhadap anak-anaknya. Yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam
ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnya Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan
Pemerintah Daerah. Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis bagi Pecandu
Narkotika pengguna jarum suntik dapat diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan
antara lain penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dengan pengawasan ketat Departemen
Kesehatan.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melalui pendekatan keagamaan, tradisional, dan
pendekatan alternatif lainnya. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan Pecandu
Narkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika secara fisik
dan psikis. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “lembaga rehabilitasi sosial” adalah
lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kemampuan lembaga” dalam ketentuan ini misalnya memberikan
penguatan, dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasi medis terjaga keberlangsungannya.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasional meliputi juga kerja sama dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan kejahatan Narkotika transnasional yang terorganisasi.
Pasal 64
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknya Badan Narkotika Nasional yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden yang mempunyai tugas dan fungsi koordinasi dan
operasional dalam pengelolaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
diharapkan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapat
dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud “berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia” dalam
ketentuan ini adalah tidak mengurangi kemandirian dalam menentukan kebijakan dan
melaksanakan tugas dan wewenang BNN.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lain yang oleh undang-undang juga
ditentukan untuk didahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepada pengadilan. Dalam
ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyelesaian secepatnya” adalah mulai dari pemeriksaan,
pengambilan putusan, sampai dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 75
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Huruf i
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyadapan” adalah kegiatan atau serangkaian
kegiatan penyelidikan dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNN atau Penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan cara menggunakan alat-alat elektronik sesuai
dengan kemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/atau pengiriman pesan melalui telepon
atau alat komunikasi elektronik lainnya. Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauan
elektronik dengan cara antara lain:
b. pemasangan transmitter pada mobil/orang/barang yang bisa dilacak keberadaanya (bird dog);
c. intersepsi internet;
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Tes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuh lainnya dilakukan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membuktikan ada tidaknya Narkotika di
dalam tubuh satu orang atau beberapa orang, dan tes asam dioksiribonukleat (DNA) untuk
identifikasi korban, pecandu, dan tersangka.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”pemindaian” dalam ketentuan ini adalah scanning baik yang dapat
dibawa-bawa (portable) maupun stationere.
Huruf o
Cukup jelas.
Huruf p
Cukup jelas.
Huruf q
Cukup jelas.
Huruf r
Cukup jelas.
Huruf s
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang lingkup
tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika” adalah Kementerian
Kesehatan, Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Badan
Pengawas Obat dan Makanan. Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian atau
lembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing
yang dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
PGMK Halaman 233
l
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratorium tertentu” adalah laboratorium yang
sudah terakreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa tanaman Narkotika yang dimaksud pada ayat ini tidak hanya
yang ditemukan di ladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atau tempat tertentu yang
ditanami Narkotika, termasuk tanaman Narkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukan dalam
waktu bersamaan ditempat tersebut. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sebagian kecil”
adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotika untuk digunakan sebagai barang bukti
dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empat belas) hari dimaksudkan agar penyidik
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang bertugas di daerah yang letak geografisnya dan
transportasinya sulit dicapai dapat melaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yang ditemukan
dengan sebaik-baiknya karena pelanggaran terhadap jangka waktu ini dapat dikenakan pidana.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang menyaksikan pemusnahan” adalah
pejabat yang mewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam hal
kondisi tempat tanaman Narkotika ditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkan unsur
pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikan oleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota
masyarakat setempat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasi jenis, isi dan kadar Narkotika (drugs
profiling).
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Pasal 98
Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakan kewenangannya meminta terdakwa
untuk membuktikan bahwa seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan
setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 99
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap keselamatan pelapor yang
memberikan keterangan mengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamat pelapor
tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, atau jaringannya pada tingkat pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Pasal 100
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah orang yang mempunyai hubungan darah dalam
garis lurus ke atas atau ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 101
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
dirampas untuk negara, hakim memperhatikan ketetapan dalam proses penyidikan tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hasilnya”
adalah baik yang berupa uang atau benda lain yang diketahui atau diduga keras diperoleh dari
tindak pidana Narkotika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
PGMK Halaman 236
l
Ayat (3)
Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidana pencucian uang berdasarkan
putusan pengadilan yang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakan untuk biaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika serta untuk pembayaran premi bagi anggota masyarakat yang telah berjasa
mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika. Dengan
demikian masyarakat dirangsang untuk berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Disamping itu harta
dan kekayaan atau aset yang disita negara tersebut dapat pula digunakan untuk membiayai
rehabilitasi medis dan sosial para korban penyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Proses penyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidana pencucian uang dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa putusan
hakim tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang bersangkutan.
Huruf b
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang
tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika mengandung pengertian bahwa
penetapan hakim tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu Narkotika yang
bersangkutan. Penetapan tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu penekanan bahwa
Pecandu Narkotika tersebut walaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika,
tetapi tetap wajib menjalani pengobatan dan perawatan. Biaya pengobatan dan atau perawatan
bagi Pecandu Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika sepenuhnya
menjadi beban dan tanggung jawab negara, karena pengobatan dan atau perawatan tersebut
merupakan bagian dari masa menjalani hukuman. Sedangkan bagi pecandu Narkotika yang tidak
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan harus tetap memperhatikan
jaminan keamanan dan perlindungan terhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan
dalam bentuk piagam, tanda jasa, premi, dan/atau bentuk penghargaan lainnya.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “cacat permanen” dalam ketentuan ini adalah cacat fisik dan/atau cacat
mental yang bersifat tetap atau tidak dapat dipulihkan/disembuhkan.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
PGMK Halaman 239
l
Pasal 125
Cukup jelas.
Pasal 126
Cukup jelas.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”percobaan” adalah adanya unsur-unsur niat, adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena
kehendaknya sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
LAMPIRAN I
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,
kecuali bijinya.
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya
dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain,
dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur
dengan daun atau bahan lain.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae
termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua
tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara
langsung atau melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara
langsung untuk mendapatkan kokaina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman
termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk
damar ganja dan hasis.
65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika
2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida
6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
21. Dihidromorfina
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.
59. Morfina-N-oksida
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian
turunan morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida
61. Morfina
82. Tebaina
1. Asetildihidrokodeina
3. Dihidrokodeina
6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina
7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina
8. Norkodeina : N-demetilkodeina
9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika
ttd
LAMPIRAN II
TENTANG NARKOTIKA
TABEL I
1. Acetic Anhydride.
2. N-Acetylanthranilic Acid.
3. Ephedrine.
4. Ergometrine.
5. Ergotamine.
6. Isosafrole.
7. Lysergic Acid.
8. 3,4-Methylenedioxyphenyl-2-propanone.
9. Norephedrine.
11. Piperonal.
13. Pseudoephedrine.
14. Safrole.
TABEL II
1. Acetone.
2. Anthranilic Acid.
3. Ethyl Ether.
4. Hydrochloric Acid.
6. Phenylacetic Acid.
7. Piperidine.
8. Sulphuric Acid.
9. Toluene.
ttd
Pasal 6
Pelayanan kepemudaan dilaksanakan sesuai dengankarakteristik pemuda, yaitu memiliki
semangat kejuangan, kesukarelaan, tanggungjawab, dan ksatria, serta memiliki sifat kritis,
idealis, inovatif, progresif,dinamis, reformis, dan futuristik.
Pasal 7
Pelayanan kepemudaan diarahkan untuk:
a. Menumbuhkan patriotisme, dinamika, budaya prestasi, dan semangat profesionalitas; dan
b. Meningkatkan partisipasi dan peran aktif pemuda dalam membangun dirinya, masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pasal 8
(1) Pelayanan kepemudaaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan melalui
strategi:
Pasal 11
(1) Pemerintah daerah mempunyai tugas melaksanakan kebijakan nasional dan menetapkan
kebijakan di daerah sesuai dengan kewenangannya serta mengoordinasikan pelayanan
kepemudaan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah
membentuk perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan kepemudaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB X
PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN
Pasal 35
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan prasarana dan sarana kepemudaan
untuk melaksanakan pelayanan kepemudaan.
(2) Organisasi kepemudaan dan masyarakat dapat menyediakan prasarana dan sarana
kepemudaan.
(3) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan organisasi kepemudaan
dan masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana kepemudaan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyediaan prasarana dan sarana kepemudaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 14 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR
148
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT NEGARA RI
Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
Wisnu Setiawan
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas Ketuhanan Yang Maha Esa”adalah bahwa pembangunan
kepemudaan menjamin kebebasan pemuda untuk menjalankan kehidupan beragama menurut
iman dan kepercayaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas demokratis” adalah bahwa pembangunan kepemudaan
menghidupkan dan menumbuhkembangkan semangat musyawarah untuk mufakat,
kegotongroyongan, serta kompetisi sehat dalam
memecahkan permasalahan dan mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi
pemuda.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa pembangunan kepemudaan memberikan
kesamaan kesempatan dan perlakuan kepada setiap warga Negara sesuai dengan proporsinya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa pembangunan kepemudaan menjamin
keikutsertaan pemuda secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah bahwa pembangunan kepemudaan menjamin
pemuda untuk bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di dalam pelayanan
kepemudaan.
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan” adalah bahwa pembangunan kepemudaan menjamin
pemuda untuk mendapatkan kesamaan dalam pelayanan.
Huruf j
Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah bahwa pembangunan kepemudaan
menumbuhkan kemampuan pemuda untuk berdiri sendiri dengan kekuatan sendiri tanpa
bergantung pada pihak lain.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 21
Yang dimaksud dengan “pemuda yang berprestasi” adalah setiap pemuda yang telah
menghasilkan dan memberikan sesuatu yang berdaya guna serta berhasil guna bagi masyarakat,
bangsa, dan negara.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Pemberdayaan pemuda dalam ketentuan ini mencakup bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” antara lain undang-undang
yang mengatur mengenai penataan ruang.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Soerjono Soekanto, 2003. Judul : Sosiologi Suatu Pengantar. Penerbit PT Raja Grafindo
Persada:Jakarta.
Abdul Majid, S.Ag., M.Pd., Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 2011, hlm.30.
As’Said Ali. 2009. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: Pustaka LP3ES
Indonesia.
B. Sukarno. 2005. Pancasila dalam Tinjauan Historis, Yuridis, dan Filosofis (Kumpulan
Rangkuman Berbagai Karya Tulis tentang Pendidikan Pancasila sebagai Bahan Ajar di
Perguruan Tinggi). Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Lembaga Ketahanan Nasional. 1997. Ketahanan Nasional. Jakarta: PT BALAI PUSTAKA
Lexy, J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Matthew B. Miles dan Huberman A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Soedarsono, Soemarno.1997.Ketahanan Pribadi dan Ketahanan Keluarga sebagai Tumpuan
Ketahanan Nasional. Jakarta: Intermasa
https://ciptadestiara.wordpress.com
http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=section&i d=26&Itemid=120
http://tatangsyfile.upi.edu/2010/Landasan-Filosofis-Pendidikan
http://choirunni3.blogspot.co.id/2014/01/implementasi-k13.html
https://dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/
http://akhmad-sugianto.blogspot.co.id/2013/09/landasan-historis-pendidikan.html
googleweblight.com/?lite_url=http://www.apapengertianahli.com/2015/01/pengertian-
pendidikan-pendapat-ahli-pendidikan.html
https://googleweblight.com/?lite_url=https://ciptadestiara.wordpress.com/category/masalah-
masalah-generasi-muda/
http://pendidikangenerasimuda.blogspot.co.id/
ahsanmaqan.blogspot.co.id/2012/12/generasi-muda.html
http://agussiswoyo.com
http://penelitiantindakankelas.blogspot.co.id/2010/03/perbedaan-kegiatan-ekstrakurikuler-
dan.html
https://techonly13.wordpress.com/2009/07/04/pengertian-kegiatan-ekstra-kurikuler/
https://intrakurikuler/in·tra·ku·ri·ku·ler//intrakurikulér/nkegiatansiswadisekolah
http://belajarpsikologi.com/pengertian-pendidikan-karakter
https://pndkarakter.wordpress.com/category/tujuan-dan-fungsi-pendidikan-karakter/
http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html
http://triananurhidayati.blogspot.co.id/2013/05/jenis-jenis-pendidikan-karakter.html
http://dedi26.blogspot.co.id/2013/06/pendidikan-karakter-bangsa.html
http://nurii-thaa.blogspot.co.id/2013/04/pendidikan-dan-pembinaan-karakter-bangsa.html