Anda di halaman 1dari 55

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN METODE TEMUAN TERBIMBING PADA

PEMBELAJARAN SAINS TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF


ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TAMAN KANAK-KANAK

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun oleh:

NAMA : IKA DWI FATMI


NIM/BP : 17022088/2017

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan
proposal penelitian dengan judul “Evektivitas Penggunaan Metode Temuan Terbimbing
Pada Pembelajaran Sains Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun di
Taman Kanak-kanak”.

Proposal penelitian ini disusun atas kerjasama dan berkat bantuan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Yaswinda, M.Pd, selaku Ketua Jurusan PG-PAUD


2. Bapak Asdi Wirman M.Pd, selaku Sekretaris Jurusan PG-PAUD
3. Ibu Dra. Rivda Yetti, M.Pd, selaku Pembimbing Skripsi
4. Seluruh Dosen Program Studi PG-PAUD
5. Orangtua yang tak henti-hentinya selalu mendoakan dan memotivasi untuk
senantiasa bersemangat dan tak mengenal putus asa. Terima kasih atas
dukungannya, baik secara material maupun spiritual hingga terselesainya
laporan ini
6. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya proposal ini.
Penyusun menyadari bahwa adanya keterbatasan di dalam penyusunan proposal
penelitian ini. Besar harapan penyusun akan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih.

Padang, 26 Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i

DAFTAR ISI ………………………. ...................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ……....................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ………... ...................................................................... 4
C. Batasan Masalah ……………...................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ………….. ...................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ……………...................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian …………........................................................................ 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori ……………... ...................................................................... 7


1. Konsep Anak Usia Dini …...................................................................... 7
a. Pengertian Anak Usia Dini ................................................................ 7
b. Karakteristik Anak Usia Dini ............................................................ 7
c. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini .............................................. 8
2. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini ....................................................... 9
a. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini ............................................. 9
b. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini .................................................. 10
c. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini .................................................. 11
d. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini ............................................ 13
3. Konsep Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini ................................... 13
a. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini ........................ 13
b. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini ............................... 14
c. Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini .................... 15
d. Faktor Yang Mempengaruhi Kognitif Anak Usia Dini ..................... 17
e. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini ..................... 18
4. Konsep Metode Temuan Terbimbing ..................................................... 19

ii
a. Pengertian Metode Temuan Terbimbing .......................................... 19
b. Karakteristik Metode Temuan Terbimbing ....................................... 20
c. Tujuan Metode Temuan Terbimbing ................................................ 21
d. Peranan Guru Dalam Pembelajaran Temuan Terbimbing ................ 21
e. Langkah-langkah Penerapan Metode Temuan Terbimbing .............. 22
f. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Temuan Terbimbing ............... 22
B. Penelitian Relevan ………............................................................................ 26
C. Kerangka Berpikir ………….. ...................................................................... 27
D. Hipotesis Penelitian …………...................................................................... 29

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ……………... ...................................................................... 30


B. Tempat dan Waktu …………. ...................................................................... 30
C. Populasi dan Sampel ……….. ...................................................................... 31
D. Variabel dan Data ………….. ...................................................................... 32
1. Variabel Penelitian ……... ...................................................................... 32
2. Data …………………….. ...................................................................... 32
E. Defenisi Operasional ……….. ...................................................................... 33
1. Metode Temuan Terbimbing ................................................................... 33
2. Perkembangan Kognitif …...................................................................... 33
F. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ................................................ 33
G. Teknik Pengumpulan Data …. ...................................................................... 40
H. Teknik Analisis Data ……….. ...................................................................... 40
1. Uji Normalitas ………….. ...................................................................... 40
2. Uji Homogenitas ……...... ...................................................................... 41
3. Uji Hipotesis ……………....................................................................... 42
4. Uji Pengaruh ……………....................................................................... 43
I. Prosedur Penelitian …………....................................................................... 45
1. Tahap Persiapan ……….......................................................................... 45
2. Tahap Pelaksanaan ………...................................................................... 45
3. Tahap Penyelesaian …............................................................................. 45

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak usia dini menurut National Associotion for The Education Young
Children (NAEYC) merupakan anak yang berada pada usia nol sampai delapan
tahun. Pada masa tersebut merupakan proses pertumbuhan dan perkembangan pada
berbagai aspek dalam rentang kehidupan manusia. Proses pembelajaran terhadap
anak harus memperhatikan karakteristik yang dimiliki dalam tahap perkembangan
anak. Bachruddin (dalam Susanto, 2017) mengatakan anak usia dini merupakan
anak yang berada pada rentang usia satu hingga lima tahun. Pengertian ini
didasarkan pada batasan pada psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy
atau babyhood) berusia nol sampai satu tahun, usia dini (early childhood) berusia
satu sampai lima tahun, masa kanak-kanak akhir (late childhood) berusia enam
sampai dua belas tahun.
Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 28 ayat 1 (dalam Yuliani, 2013) mengatakan bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai enam tahun dan
bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Selanjutnya pada
Bab 1 pasal 1 ayat 14 ditegaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya
suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menurut Suyadi (2013) mengatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini
dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan, baik
koordinasi motorik (halus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak
(multiple intellegences) maupun spiritual, serta sosioemosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi yang sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

1
2

Menurut Khadijah (2016) kognitif adalah suatu proses berpikir berupa


kemampuan atau daya untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa
lainnya serta kemampuan menilai dan mempertimbangkan segala sesuatu yang
diamati dari dunia sekitar. Kognitif dapat diartikan sebagai pengetahuan yang luas
daya nalar, kreatifitas atau daya cipta, kemampuan berbahasa serta daya ingat.
Perkembangan kognitif anak usia dini adalah kemampuan cara berpikir anak usia
dini dalam memahami lingkungan sekitar sehingga pengetahuan anak bertambah.
Artinya dengan kemampuan berpikir ini anak dapat mengeksplorasikan dirinya
sendiri, orang lain, hewan dan tumbuhan, serta berbagai benda yang ada
disekitarnya sehingga mereka dapat memperoleh berbagai pengetahuan sendiri.
Menurut Prasetyo (2016) pembelajaran sains dalam pendidikan anak usia
dini merupakan serangkaian kegiatan belajar yang menyenangkan untuk
menstimulasi anak mengeksplorasi lingkungan mereka dan merefleksikan hasil
pengamatan dan penemuan mereka. Cara ini merupakan pendekatan terpadu
dimana anak-anak pada saat itu sedang berpikir dan membangun pemahaman dasar
tentang dunia. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap
berbagai benda, baik benda hidup maupun tidak hidup yang ada disekitarnya. Anak
belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.
Percobaan sederhana yang dilakukan untuk mengaplikasikan proses sains melatih
anak untuk menghubungkan sebab akibat dari suatu perlakuan. Kegiatan ini bisa
melatih anak berpikir logis dan rasional.
Hasil pengamatan di Taman Kanak-kanak Negeri Pembina 01 Lima Puluh
kota, kemampuan kognitif anak rendah. Hal tersebut dapat dilihat pada saat
melakukan eksperimen aneka rasa, tidak semua anak mampu menyebutkan dengan
benar bagaimana rasa dari kopi, gula, garam dan sambal serta anak tidak mampu
menyebutkan dengan benar bagaimana tektur dan warna benda tersebut. Hal ini
dikarenakan guru tidak memberi kesempatan anak untuk mencicipi dan meraba
tekstur benda itu sendiri. Proses pembelajaran tidak berpusat pada anak, melainkan
didominasi oleh guru dengan metode ceramah saja. Akibatnya kemampuan anak
membangun pengetahuannya sendiri melalui pengamatan langsung tidak
berkembang dengan optimal. Sementara salah satu pendekatan dalam pembelajaran
3

anak usia dini adalah anak belajar melaui sensori dan panca inderanya. Anak
memperoleh pengetahuan melalui sensorinya, anak dapat melihat melalui bayangan
yang ditangkap oleh matanya, anak dapat mendengarkan bunyi melalui telinganya,
anak dapat merasakan panas dan dingin lewat perabaannya, anak dapat
membedakan bau melalui hidung dan anak dapat mengetahui aneka rasa melalui
lidahnya. Oleh karena itu, oleh karena itu pembelajaran terhadap anak hendaknya
mengarahkan anak pada berbagai kemampuan yang dapat dilakukan oleh seluruh
inderanya (Yuliani, 2013).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka diperlukan suatu model dan
metode pembelajaran yang diharapkan meningkatkan hasil belajar peserta didik
salah satunya yaitu model pembelajaran temuan terbimbing dengan metode
eksperimen yang diharapkan membantu peserta didik dalam proses pembelajaran.
Model temuan terbimbing tipe berhasil membantu peserta didik dalam
pembelajaran dan proses pembelajaran menjadi menyenangkan sehingga hasil
belajar yang dihasilkan maksimal.
Menurut Jacobsen (dalam Fita, 2014) metode temuan terbimbing merupakan
suatu model pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan
hubungan antar konsep. Dalam pembelajaran penemuan terbimbing guru masih
perlu memberikan susunan (structure) dan bimbingan (guidance) untuk
memastikan bahwa abstrasi (proses data) yang sedang dipelajari sudah akurat dan
lengkap.
Menurut Vera (2019) Metode temuan terbimbing adalah metode dimana
guru memberikan bimbingan dan petunjuk kepada peserta didik dalam belajar dan
menemukan suatu konsep.
Suyanto (dalam Vita, 2014) menyatakan pentingnya pengenalan sains untuk
anak usia dini meliputi upaya dalam mengembangkan kemampuan di bidang sains,
diantaranya: 1) Mengeksplorasi dan investigasi, dimana anak mengamati dan
menyelidiki objek dan fenomena alam, 2) Mengembangkan keterampilan proses
sains dasar seperti melakukan pengamatan, pengukuran, penggunaan bilangan, dan
mengkomunikasikan hasil pengamatan, 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, rasa
4

senang dan mau melakukan kegiatan penemuan, dan 4) Memberikan pengetahuan


tentang benda, baik ciri, struktur, maupun bentuk.
Berdasarkan fenomena di atas, untuk meningkatkan kemampuan kognitif
anak, peneliti ingin melakukan penelitian penggunaan metode temuan terbimbing
pada pembelajaran sains anak usia dini. Metode tersebut merupakan model
pembelajaran yang mengajak anak untuk melakukan kegiatan sendiri dengan
bimbingan dari guru, sehingga anak dapat menemukan suatu konsep sendiri. Peran
guru sebagai seorang pendidik sangatlah penting, guru sebagai pengarah,
pembimbing juga fasilitator yang membantu anak dalam kegiatan bermain
percobaan sederhana dalam pembelajaran sains. Oleh karena itu, peneliti terdorong
untuk melakukan penelitian kuantitatif dengan judul “Efektivitas Metode Temuan
Terbimbing Pada Pembelajaran Sains Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia
Dini Usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latarbelakang di atas, maka permasalahan yang di
identifikasi antara lain:
1. Tidak semua anak mampu menyebutkan dengan benar aneka rasa, tekstur
dan macam-macam warna dari kopi, gula, garam dan sambal.
2. Penggunaan metode ceramah masih sering digunakan guru di kelas yang
bersifat pasif sehingga kurang dapat memberikan pemahaman serta
pengalaman pada anak dalam proses pembelajaran sains.
3. Indikator pencapaian pembelajaran untuk kemampuan kognitif anak guru
jarang membahas yang berhubungan dengan konsep sains melainkan lebih
cenderung membahas yang berhubungan dengan kemampuan mengenal
angka.
4. Kurangnya kemampuan anak untuk membangun pengetahuan berdasarkan
pengalaman yang dialami.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah yang akan
dibahas dalam penelitian ini yaitu, “pengaruh metode temuan terbimbing pada
5

pembelajaran sains terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman
Kanak-kanak”.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Batasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini dapat
diajukan rumusan masalah yaitu ”seberapa efektif penggunaan metode temuan
terbimbing pada pembelajaran sains terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6
tahun di Taman Kanak-kanak?”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
“untuk mengetahui seberapa efektif metode temuan terbimbing pada pembelajaran
sains untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman
Kanak-kanak“.
F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan pengetahuan dan informasi tentang penggunaan metode
temuan terbimbing pada pembelajaran sains untuk meningkatkan
kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak.
b. Memiliki manfaat untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak usia
dini pada pembelajaran sains menggunakan metode temuan terbimbing
Berperan aktif dalam mengembangkan kajian pendidikan anak usia dini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Anak
1) Dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak dengan baik.
2) Memfasilitasi anak untuk memperoleh pengetahuan berdasarkan
pengalaman langsung.
3) Mendidik anak untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalahnya.
b. Bagi Guru
6

1) Penelitian ini dapat menambah pengetahuan guru dalam pelaksanaan


pembelajaran terutama pada aspek perkembangan kognitif anak.
2) Terjalinnya kedekatan emosional antara guru dan anak selama kegiatan
sains.

c. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dan wawasan peneliti saat penelitian dalam
mengembangkan kemampuan kognitif anak terutama dalam kegiatan sains
menggunakan metode temuan terbimbing.
7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Konsep Anak Usia Dini
a. Pengertian Anak Usia Dini
Menurut Burhanuddin dan Atabik (2015) anak usia dini adalah anak
yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan, baik fisik maupun mental.
Menurut Mulyasa (2014) mengatakan bahwa anak usia dini adalah
individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan
yang sangat pesat, bahkan dikatakan sebagai lompatan perkembangan. Anak
usia dini merupakan individu yang unik dan memiliki karakteristik sesuai
dengan tahapan usianya.
Menurut Wijaya (2014) Anak usia dini adalah anak yang berusia 0
hingga 6 tahun yang melewati masa bayi, masa balita dan masa prasekolah.
Pada setiap masa yang dilalui oleh anak usia dini akan menunjukkan
perkembangannyan masing-masing berbeda antara bayi, masa balita, dan
masa prasekolah.
Berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-8
tahun yang sedang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik
fisik maupun mental yang sangat pesat dimulai masa bayi, masa balita dan
masa prasekolah serta merupakan individu yang unik dan memiliki
karakteritik sesuai dengan tahapan usianya.
b. Karakteristik Anak Usia Dini
Menurut Khairi (2018) karakteristik anak usia dini adalah sebagai
berikut: 1) Unik, 2) Egosentris, 3) Aktif dan Energik, 4) Rasa ingin tahu
yang tinggi, 5) Eksploratif dan berjiwa petualang, 6) Spontan, yaitu perilaku
anak bersifat murni, 7) Kaya akan fantasi, 8) Mudah frustsi, 9) Daya

8
9

perhatian pendek, 10) Banyak belajar dari pengalaman, 11) Menunjukkan


minat terhadap teman.
Menurut Masitoh, dkk (2013) anak usia dini memiliki karakteristik,
diantaranya: 1) Anak belajar melalui bermain dan barnyanyi, 2) Anak
belajar dengan cara membangun pengetahuannya, 3) Anak belajar secara
alamiah, 4) Anak belajar sesuai perkembangannya, bermakna, menarik dan
fungsional.
Menurut Idris (2016) anak usia dini memiliki karakteristik
berdasarkan tingkatan usia anak diantaranya sebagai berikut: 1) Usia 0-1
tahun: keterampilan motorik, keterampilan menggunakan panca indera,
mempelajari komunikasi sosial. 2) Usia 2-3 tahun: anak sangat aktif
mengeksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya, 3) Usia 4-6 tahun: anak
sangat aktif melakukan berbagai kegiatan, mampu memahami pembicaran
orang dewasa, bermain masih individu belum dengan teman sebaya, 4) Usia
7-8 tahun: mampu berpikir (analisis dan sintesis, deduktif dan induktif),
mulai ingin lepas dari pengawasan orangtua, mulai menyukai permainan
sosial.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa Anak Usia Dini
memiliki karakteristik yang unik artinya berbeda-beda baik dari segi
bawaan, minat dan bakat serta latarbelakang kehidupan masing-masing
anak. Anak bersifat egosentris, aktif dan energik, mempunyai rasa ingin
tahu yang tinggi, eksploratif dan berjiwa petualang, kaya akan fantasi, daya
perhatian yang pendek, belajar melalui kegiatan bermain dan bernyanyi
serta dapat membangun pengetahuannya sendiri dari apa yang dilihat dan
didengar anak.
c. Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 137 tahun 2013 menyatakan bahwa ada 6 aspek
perkembangan anak usia dini, yaitu1) Aspek Nilai Agama dan Moral 2)
Aspek Kognitif 3) Aspek Bahasa 4) Aspek Sosial dan Emosional 5) Aspek
Fisik Motorik 6) Aspek seni.
10

2. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini


a. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Hasyim (2015) pendidikan anak usia dini adalah jenjang
pendidikan kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang berusia 0-6 tahun yang bersifat unik, dalam arti
memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan ( koordinasi motorik halus
dan kasar), intellegensi, sosial, emosional, bahasa dan komunikasi yang
khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Menurut Hasan (dalam Hasyim, 2015) pendidikan anak usia dini
adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang
merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi ank sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan ruh agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut.
Menurut Suyadi (2014) Pendidikan Anak Usia Dini adalah
pendidikan diselenggarakan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada
pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, PAUD
memberi kesempatan pada anak untuk mengembangkan kepribadian dan
potensi secara maksimal.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan yang diselenggarakan pada
kelompok anak usia 0-6 tahun yang sedang mengalami proses pertumbuhan
dan perkembangan (koordinasi motorik halus dan kasar), intellegensi,
sosial, emosional, bahasa dan komunikasi yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan baik jasmani maupun rohani secara menyeluruh atau
menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian dan potensi
anak secara maksimal agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
11

b. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini


Menurut Diana dan Mesiono (2016) tujuan pendidikan anak usia dini
adalah sebagai berikut: 1) Kesiapan anak untuk pendidikan lebih lanjut, 2)
Mengurangi angka mengulang kelas dan putus sekolah atau DO, 3)
Mempercepat pencapaian wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, 4)
Antisipasi anak dari didikan wanita karir dan ibu berpendidikan rendah, 6)
Meningkatkan mutu pendidikan, 7) Mengurangi angka buta huruf muda, 8)
Memperbaiki derajat kesehatan dan gizi anak usia dini, 9) Meningkatkan
indeks pembangunan manusia atau IPM.
Menurut Sujiono (2013) kegiatan pendidikan anak usia dini bertujuan
sebagai berikut: 1) Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya
akan Ciptaan Tuhan, 2) Anak mampu mengelola keterampilan tubuh
termasuk gerakan halus dan gerakan kasar, serta menerima rangsangan
sensorik (panca indera), 3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk
pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif, 4) Anak
mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan
menemukan hubungan sebab akibat, 5) Anak mampu mengenal lingkungan
alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat dan menghargai keragaman
sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif
terhadap belajar, kontrol diri dan rasa memiliki, 6) Anak memiliki kepekaan
terhadap irama, nada, birama, berbagai bunyi, bertepuk tangan serta
menghargai hasil karya yang kreatif.
Menurut Nurani (2011) tujuan diselenggarakannya pendidikan anak
usia dini yaitu sebagai berikut: 1) Agar anak percaya adanya tuhan dan
mampu beribadah serta mencintai sesamanya, 2) Agar anak mampu
mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan
motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik, 3) Anak
mampu menggunakan pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi
secara efektif, 4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan,
memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat, 5) Anak
mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat
12

dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu


mengembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri, 6) Anak memiliki
kepekaan terhadap irama,nada, berbagai bunyi, serta menghargai kreatif.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pendidikan anak usia dini adalah 1) kesiapan anak memasuki pendidikan
lebih lanjut, 2 mengurangi angka buta huruf, mengulang kelas, dan putus
sekolah, 3) anak mampu beribadah dan mengenal tuhan serta mencintai
sesama makhluk, 4) anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya
termasuk gerakan-gerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan motorik
halus dan kasar, serta mampu menerima rangsangan sesorik (panca indera),
5) anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk
berpikir dan belajar, 6) anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan
alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat, 7)
anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan
masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu
mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar, kotrol diri dan
rasa memiliki, 8) anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, birama,
berbagai bunyi, gerakan tepuk tangan serta menghargai hasil karya yang
kreatif.
c. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Khuluqo (2015) mengatakan bahwa prinsip pendidikan anak
usia dini adalah sebagai berikut: 1) Usia anak merupakan proses masa
persiapan untuk menghadapi kehidupan selanjutnya, 2) Fisik mental dan
kesehatan sama pentingnya seperti berpikir dan aspek psikis lainnya, 3)
Pembelajaran pada anak usia dini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan,
4) Motivasi instrinsik akan menghasilkan inisiatif sendiri yang sangat
bernilai, 5) Program pendidikan anak usia dini perlu menekankan disiplin,
6) Masa peka untuk mempelajari sesuatu tahap perkembangan tertentu perlu
observasi, 7) Titik tolak hendaknya pada apa yang dapat dikerjakan anak
bukan apa yang tidak dapat dikerjakan anak, 8) Suatu kehidupan terjadi
13

dalam diri anak khususnya pada kondisi yang menunjang, 9) Orang yang
ada disekitar anak dalam melaksanakan interaksi dengan anak merupakan
hal yang penting.
Menurut Aisyah (dalam Ariyanti, 2016) pendidikan anak usia dini
memiliki prinsip diantaranya: 1) Perkembangan aspek fisik, sosial,
emosional, dan kognitif anak saling berkaitan dan terjadi dalam suatu urutan
tertentu 2) Perkembangan berlangsung sesuai fungsi pada rentang dan
variasi 3) Pengalaman awal anak memiliki pengaruh 4) Perkembangan anak
berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus, terorganisasi dan
terinternalisasi, 5) Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan
dipengaruhi oleh konteks sosial budaya yang majemuk, 6) Anak adalah
pembelajar aktif, 7) Perkembangan dan belajar merupakan interaksi
kematangan secara biologis 8) Bermain merupakan sarana penting bagi
perkembangan sosial, emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan
perkembangan anak, 9) Perkembangan akan mengalami percepatan bila
anak diberi kesempatan untuk mempratikkan berbagai keterampilan yang
diperoleh 10) Anak memiliki berbagai model belajar (ada tipe visual, auditif
kinestetik, atau gabungan 11) Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan
belajar ada dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan
fisiknya, dan aman secara fisik dan fisiologis.
Menurut Wiyani (2014) prinsip Pendidikan Anak Usia Dini adalah
sebagai berikut: 1) Mengutamakan kebutuhan anak, 2) Bermain sambil
belajar, belajar seraya bermain, 3) Lingkungan yang kondusif dan
menantang, 4) Menggunakan pembelajaran terpadu dalam bermain, 5)
Mengembangkan berbagai kecakapan atau keterampilan hidup (lifeskills), 6)
Menggunakan berbagai media atau permainan edukatif dan sumber belajar,
7) Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip dari
pendidikan anak usia dini adalah pendidikan berorientasi pada apa yang
dibutuhkan anak saat proses kegiatan belajar mengajar melalui bermain
dimana kegiatan belajar difasilitasi dengan lingkungan belajar yang
14

kondusif dan menggunakan pembelajaran terpadu agar dapat


mengembangkan berbagai kecakapan atau keterampilan hidup. Proses
kegiatan belajar mengajar menggunakan berbagai macam media dan sumber
belajar serta permainan edukatif yang dilaksanakan secara bertahap dan
berulang-ulang.
d. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Susanto (2011) pentingnya guru mengembangkan kognitif
pada anak adalah sebagai berikut: 1) Agar anak mampu mengembangkan
daya persepsinya berdasarkan apa yang dilihat, di dengar dan di rasakan, 2)
Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan
kejadian yang pernah di alaminya, 3) Agar anak mampu mengembangkan
pemikiran dalam menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya,
4) Agar anak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia
sekitarnya, 5) Agar anak mampu melakukan penalaran, baik yang terjadi
secara alamiah (spontan), maupun melalui proses ilmiah (percobaan), 6)
Agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya.
3. Konsep Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
a. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Nurhayati (2011) Perkembangan kognitif adalah
kemampuan anak dalam mengkoordinasikan berbagai cara berpikir saat
menyelesaikan persoalan-persoalan dengan merancang, mengingat, dan
mencari alternatif dari penyelesaian persoalan tersebut.
Menurut Susanto (2011:47) kognitif adalah suatu proses berpikir,
yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif
berhubungan dengan tingkat kecerdasan (Intelegensi) yang menandai
seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide
dan belajar.
Menurut Fadlillah (2012) perkembangan kognitif merupakan
perkembangan yang terkait dengan kemampuan berpikir seseorang atau
15

perkembangan intelektual. Terjadinya proses perkembangan ini dipengaruhi


oleh kematangan otak yang mampu menunjukkan fungsinya secara baik.
Menurut Rahman (dalam Srianis, Suarni dan Ujianti, 2014), kognitif
merupakan ranah kejiwaan yang berpusat di otak dan berhubungan dengan
konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan). Dalam perkembangan kognitif
banyak hal yang dapat dikembangkan seperti mengenal lambang bilangan,
konsep bilangan, memecahkan masalah sederhana, warna, mengenal bentuk,
ukuran, pola dan sebagainya.
Menurut Hakim (2018) Perkembangan kognitif anak adalah
perkembangan yang berkaitan dengan kecerdasan anak yang
diperlihatkan melalui kemampuan mengingat, mengenal dan memahami
berbagai objek. Pemahaman anak dapat berkembang diperoleh dari
hasil kematangan intelektual dan pengetahuan dalam periode yang
cukup panjang
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa perkembangan
kognitif anak usia dini adalah kemampuan anak dalam mengkoordinasikan
berbagai cara berpikir saat menyelesaikan persoalan-persoalan dengan cara
merancang, mengingat, menghubungkan dan menilai serta mencari
alternatif dari penyelesaian suatu kejadian atau peristiwa. Perkembangan
kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir dan intelektual seseorang
yang ditandai dengan kematangan otak yang berfungsi dengan baik.
b. Aspek Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Susanto (2011) ruang lingkup aspek perkembangan
kognitif anak adalah sebagai berikut:
“1) Lingkup Pengembangan Auditory, Kemampuan ini berhubungan
dengan bunyi atau indera pendengaran anak, 2) Lingkup
Pengembangan visual, Kemampuan ini berhubungan dengan
penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan, dan persepsi anak
terhadap lingkungan sekitarnya, 3) Lingkup Pengembangan Taktik,
Kemampuan ini berhubungan dengan pengembangan tekstur (Indera
peraba), 4) Lingkup Pengembangan Kinestetik, Kemampuan ini
berhubungan dengan kelancaran gerak tangan atau motorik halus
yang mempengaruhi perkembangan kognitif, 5) Lingkup
Pengembangan Aritmatika, Kemampuan yang diarahkan untuk
16

penguasaan berhitung atau konsep berhitung permulaan, 6) Lingkup


Pengembangan Geometri, Kemampuan ini berhubungan dengan
pengembangan konsep bentuk dan ukuran, 7) Lingkup
Pengembangan Sains Permulaan, Kemampuan ini berhubungan
dengan berbagai percobaan”.

Menurut Jamaris (dalam Hayati, Cholimah dan Christianti, 2017)


aspek perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut: 1)
Dapat memahami jumlah dan ukuran 2) Mampu membaca, menulis dan
berhitung 3) Mengenal sebagian besar warna 4) Mulai mengerti tentang
waktu, kapan harus pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah, nama-nama
hari dalam satu minggu 5) Mengenal bidang dan bergerak sesuai dengan
bidang yang dimilikinya.
Menurut Filtri dan Sembiring (2018) Aspek yang dipantau dari
Perkembangan aspek Kognitif yaitu : 1) Informasi/pengetahuan figurative 2)
Pengetahuan prosedur/operatif 3) Pengetahuan temporal dan spasial 4)
Pengetahuan dan pengingat memori.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa aspek
perkembangan kognitif anak usia dini adalah meliputi berbagai kemampuan
yang dimiliki anak diantaranya adalah berhubungan dengan bunyi atau
indera pendengaran, penglihatan, pengamatan, perhatian, tanggapan,
pengembangan tekstur (Indera peraba), kelancaran gerak tangan atau
motorik halus, penguasaan berhitung atau konsep berhitung permulaan,
pengembangan konsep bentuk dan ukuran, dan berbagai percobaan atau
demonstrasi.
c. Karakteristik Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Ali (2011) adapun karakteristik setiap tahapan
perkembangan intelektual / kognitif anak usia dini yaitu sebagai berikut:
“1) Karakteristik Tahap Sensor-Motoris: (a) Segala tindakan masih
bersifat naluriah, (b) Aktivitas pengalaman didasarkan terutama pada
pengalaman indera, (c) Individu baru mampu melihat dan merasapi
pengalaman, tetapi belum mampu untuk mengkategorikan
pengalaman, (d) Individu mulai belajar menangani objek-objek
konkret melalui skema sensor-motorisnya. 2) Karakteristik Tahap
Praoperasional: (a) Individu telah mengkomunikasikan dan
17

mentrasformasikan berbagai informasi, (b) Individu telah mampu


mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide, (c) Individu
telah mengerti adanya hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa
konkret, meskipun logika hubungan sebab akibat belum tepat, (d)
Cara berpikir individu bersifat egosentris ditandai dengan tingkah
laku seperti berpikir imajinatif, berbahasa egosentris dan
menampakkan dorongan rasa ingin tahu yang tinggi. 3) Karakteristik
Tahap Operasional Konkret, ditandai bahwa segala sesuatu dipahami
sebagaimana yang telah tampak saja dan bagaimana kenyataan yang
mereka alami. Jadi, cara berpikir individu belum bisa menangkap
yang abstrak meskipun cara berpikirnya sudah tampak sistematis dan
logis. Artinya mudah memahami konsep pengertian yang dapat
diamati atau melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep
tersebut. 4) Karakteristik Tahap Operasional Formal: (a) Individu
dapat mencapai logika dan rasio serta dapat menggunakan abstraksi,
(b) Individu mulai mampu berpikir logis dengan objek-objek yang
bersifat abstrak, (c) Individu mulai mampu memecahkan masalah-
masalah yang bersifat hipotesis, (d) Individu mampu
mengintropeksikan diri sendiri sehingga kesadaran diri sendiri
tercapai”.

Menurut Susanto (2011) karakteristik perkembangan kognitif anak


usia 3-7 tahun adalah sebagai berikut: 1) mengelompokkan benda yang
memiliki persamaan, 2) menghitung 1-20, 3) mengenal bentuk sederhana, 4)
memahami konsep makna berlawanan, 5) mampu membedakan bentuk
lingkaran atau persegi dengan objek nyata atau gambar, 6) memasangkan
dan menyebutkan benda, 7) mencocokkan bentuk-bentuk sederhana, 8)
mengklasifikasikan angka; tulisan; buah dan sayur, 9) mengenal huruf besar
dan kecil, 10) mengenal warna-warna.
Menurut Papalia (2014) Kemampuan kognitif yang berkembang pada
usia 5-6 tahun diantaranya diantaranya adalah sebagai berikut: 1)
Kemampuan penggunaan simbol, 2) Pemahaman mengenal objek dalam
konteks keruangan, 3) Pemahaman mengenal hubungan sebab akibat, 4)
Pemahaman mengenal identitas dan kategorisasi, 5) Pemahaman terhadap
angka, 6) Memiliki rasa empati.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
perkembangan kognitif anak usia dini adalah karakteristik perkembangan
18

kognitif anak usia dini berbeda-beda dan selalu mengalami kemajuan sesuai
dengan tahapan usia anak.
d. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Menurut Susanto (2011) beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif anak usia dini yaitu sebagai berikut:
“1) Faktor Hereditas/Keturunan, Teori hereditas atau nativisme yang
dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schaopenhauer berpendapat
bahwa manusia lahir sudah membawa potensi-potensi tertentu yang
tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Dikatakan pula bahwa, taraf
intellengensi sudah ditentukan sejak anak dilahirkan, para ahli
psikologi Lehrin Lindzey, dan Sohuier berpendapat bahwa taraf
intellegensi 75-80 merupakan warisan atau faktor keturunan. 2) Faktor
Lingkungan, Teori lingkungan atau empirisme dipelopori oleh John
Locke. John Locke berpendapat bahwa manusia dilahirkan dalam
keadaan suci seperti kertas putih yang masih bersih belum ada tulisan
atau noda sedikitpun. Teori ini dikenal dengan sebutan tabula rasa.
Menurut John Locke, perkembangan anusia sangatlah ditentukan oleh
pengalamannya dan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan
hidupnya. 3) Faktor Kematangan, Tiap organ (fisik maupun psikis)
dapat dikatan matang setelah mencapai kesanggupan menjalankan
fungsinya masing-masing. Kematangan berhubungan erat dengan usia
kronologis ( usia kalender). 4) Faktor Pembentukan, Pembentukan
ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Pembentukan dapat dibedakan dengan
pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak
sengaja (pengaruh alam sekitar). Sehingga manusia berbuat
intelegensi karena mempertahankan hidup ataupun dalam bentuk
penyesuaian diri. 5) Faktor Minat dan Bakat, Minat mengarahkan
perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik lagi. Adapun bakat diartikan sebagai
kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan
dan dilatih agar dapat terwujud. Bakat seseorang akan mempengaruhi
tingkat kecerdasannya. Artinya seseorang yang memiliki bakat
tertentu, maka akan semakin mudah dan cepat mempelajari apa yang
diterimanya. 6) Faktor Kebebasan, Kebebasan yaitu keleluasaan
manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia
dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah, juga
bebas dalam memilih masalah sesuai kebutuhannya”.

e. Tahap Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun


Menurut Piaget (2010) adapun tahapan perkembangan kognitif anak
usia dini adalah:
19

“1) Sensorimotor (0-2 tahun), Bayi bergerak dari tindakan reflex


instiktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui
pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan
fisik. 2) Pre-Operasional (2-7 tahun), Anak mulai mempresentasikan
dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-
gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis
dan melampaui hubungan informasi sensor dan tindak fisik. 3)
Concrete Operasional (7-11 tahun), Pada saat ini anak dapat berpikir
secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan
mengklasifikasikan ke dalam bentuk yang berbeda. 4) Formal
Operasional (11-15 tahun), Anak remaja berpikir dengan cara yang
lebih abstrak dan logis, pemikiran lebih idealistik”.

Menurut teori Piaget, anak usia 5-6 tahun digolongkan kedalam


tahap praoperasional. Dalam tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia
dengan menggunakan kata-kata, bayangan dan gambar. Mereka membentuk
konsep yang stabil dan mulai bernalar. Tahap ini dibagi menjadi dua
kelompok yaitu: 1) Tahap Fungsi Simbolik, yaitu terjadi antara usia 2
hingga 4 tahun. Pada tahap ini anak memperoleh kemampuan mengenal
suatu objek melalui coretan-coretan untuk merepresentasikan berbagai
benda yang ada disekitarnya. Anak mulai menggunakan bahasa dan terlibat
dalam permainan pura-pura. 2) Tahap Berpikir Intuitif, yaitu terjadi antara
usia 4 hingga 7 tahun. Pada tahap ini anak mulai menggunakan penalaran
primitif dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala jenis pertanyaan
(Santrock, 2012).
Menurut teori Vigotsky, terdapat beberapa konsep dan
perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun diantaranya adalah sebagai
berikut: 1) Zona Perkembangan Proksimal (Zone Of Proximal
Development/ZPD), Vigotsky berkeyakinan adanya pengaruh sosial yang
diterima anak selama proses pemerolehan kognitif. ZPD adalah istilah
vigotsky untuk rentang tugas-tugas yang terlalu sulit bagi anak untuk
dikuasai sendiri namun dapat dipelajari melalui bimbingan dan bantuan dari
orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil. 2) Scaffolding,
Scaffolding ada kaitannya dengan ZPD yaitu tingkat bimbingan atau
bantuan yang diberikan oleh seorang guru atau anak yang lebih terampil
20

disesuaikan dengan kemampuan anak yang dibimbing pada saat itu


(Santrock, 2012)
4. Konsep Metode Temuan Terbimbing pada Pembelajaran Sains untuk
Anak Usia Dini
a. Pengertian Metode Temuan Terbimbing
Menurut Eggen, Paul dan Don Kauchak (2012) model temuan
terbimbing adalah Suatu pendekatan mengajar dimana guru memberi contoh
topik spesifik dan memandu peserta didik untuk memahami topik tersebut.
Tujuan dari metode temuan terbimbing adalah meningkatkan keterlibatan
aktif anak dalam memperoleh dan memproses pengetahuan, sehingga anak
mampu berpikir kritis dalam memecahkan masalahnya.
Menurut Suhana (2014) metode temuan terbimbing merupakan
pelaksanaan penemuan dilakukan atas petunjuk dari guru. Pembelajarannya
dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan
tujuan untuk mengarahkan peserta didik kepada titik kesimpulan kemudian
peserta didik melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang
dikemukakan.
Menurut Sutrisno (2012) model penemuan terbimbing adalah suatu
model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
menyusun, memproses, mengorganisir data yang diberikan guru. Sehingga
melalui penemuan terbimbing, peserta didik dituntut menggunakan ide dan
pemahaman yang dimilikinya untuk menemukan sesuatu pembelajaran yang
baru.
Menurut Slavin (dalam Maruli, Uliyanti dan Sugiyono, 2018)
pembelajaran temuan terbimbing adalah peserta didik didorong untuk
belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip serta mampu berpikir kreatif dalam
menganalisis informasi.
Menurut Ayu, Marhaeni dan Sariyasa (2018) Metode penemuan
terbimbing memberikan peluang dan kesempatan kepada peserta didik
untuk lebih memahami dan menemukan hal baru. Metode penemuan
21

terbimbing dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena


melibatkan secara aktif dalam pembelajaran.
Berdasarkan pendapat dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan
bahwa metode temuan terbimbing adalah suatu metode pembelajaran yang
dilakukan atas petunjuk atau bimbingan dari guru. Peserta didik berperan
aktif dalam upaya menggali, memperoleh dan memproses pengetahuan
dengan menggunakan ide dan dan pemahaman yang dimiliki, melalui proses
pengamatan secara langsung dan atau melakukan suatu percobaan untuk
membuktikan suatu pendapat atau kejadian yang dikemukakan oleh guru
sehingga peserta didik mampu berpikir kritis dalam memecahkan suatu
masalah yang sedang dihadapinya.
b. Karakteristik Metode Temuan Terbimbing
Menurut Hosnan (2014:284) karakteristik pembelajaran temuan
terbimbing adalah sebagai berikut: 1) Menekankan pada proses belajar,
bukan proses mengajar, 2) Mendorong kemandirian dan inisiatif belajar
pada peserta didik 3) Memandang peserta didik sebagai pencipta kemauan
dan tujuan yang ingin dicapai, 4) Belajar merupakan suatu proses, bukan
menekan pada hasil, 5) Mendorong untuk melakukan penyelidikan, 6)
Menghargai peranan pengalaman kritis dalam belajar, 7) Mendorong
berkembangnya rasa ingin tahu secara alami, 8) Penialaian belajar lebih
menekankan pada kinerja dan pemahaman peserta didik, 9) Mendasarkan
proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
Menurut Sholeh (2014) model temuan terbimbing adalah salah satu
model pembelajaran yang menempatkan guru sebagai fasilitator dan
pembimbing peserta didik. Dalam model ini peserta didik dibimbing untuk
berpikir sendiri, menyelidiki sendiri, dan menemukan sendiri konsep umum
berdasarkan bahan yang disediakan guru ataupun data yang mereka peroleh
sendiri melalui eksperimen.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik
metode temuan terbimbing adalah berpandangan bahwa belajar merupakan
suatu proses bukan menekankan pada hasil belajar, mendorong peserta didik
22

untuk melakukan penyelidikan, berpikir dan menemukan sendiri konsep


dari bahan yang disediakan oleh guru melalui kegiatan eksperimen yang
berfungsi mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada
peserta didik.
c. Tujuan Metode Temuan Terbimbing
Menurut Mayer (dalam Sucipa, Ahman, Budiwati, 2018) temuan
terbimbing bertujuan sebagai berikut: 1) Mengaktifkan atau
mengkonstruksikan pengetahuan yang tersedia, 2) Mengintegrasikan
informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki.
Menurut Bell (dalam Hosnan, 2014:284) tujuan spesifik dari
pembelajaran dengan penemuan adalah sebagai berikut: 1) Peserta didik
memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. 2)
Peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi konkret maupun
abstrak, 3) Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab untuk
memperoleh informasi, 4) Membantu peserta didik membentuk kelompok
kerjasama yang efektif, saling berbagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain, 5) Keterampilan yang dipelajari dalam
situasi belajar penemuan lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan
diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
temuan terbimbing adalah suatu upaya atau metode pembelajaran yang
digunakan guru yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan atau
pemahaman peserta didik pada suatu materi pembelajaran.
d. Peranan Guru dalam Pembelajaran Temuan Terbimbing
Menurut Dahar dalam Hosnan (2014:286) mengemukakan bahwa
peranan guru dalam pembelajaran dengan penemuan adalah sebagai berikut:
1) Merencanakan kegiatan pembelajaran, 2) Menyajikan materi pelajaran, 3)
Guru memperhatikan cara penyajian materi yang enaktif, ikonik dan
simbolik 4) Guru sebagai fasilitator memberikan umpan balik terhadap
peserta didik, 5) Menilai hasil belajar dari suatu masalah penemuan.
23

Menurut Bani (2011) mengemukakan bahwa peranan guru dalam


penerapan metode penemuan terbimbing adalah bertindak sebagai penunjuk
jalan, membantu peserta didik agar mempergunakan ide, konsep, dan
keterampilan yang sudah mereka pelajari sebelumnya untuk mendapatkan
pengetahuan yang baru.
Menurut Karim (2011) peranan guru dalam penerapan metode
penemuan terbimbing adalah memberikan bantuan kepada peserta didik
melalui teknik scaffolding. Teknik scaffolding merupakan suatu teknik
memberi bantuan ketika peserta didik mengalami kesulitan di atas
kemampuannya yaitu berupa pengajuan pertanyaan yang lebih
sederhana dan lebih mengarahkan peserta didik untuk mengkontruksi
pemahaman dari masalah yang dihadapinya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peranan
guru dalam pembelajaran temuan terbimbing adalah guru sebagai fasilitator
terhadap peserta didik disaat proses pembelajaran untuk memahami
pengetahuan dan keterampilan yang dapat diperoleh peserta didik.
e. Langkah-langkah Penerapan Temuan Terbimbing
Menurut Hosnan (2014) langkah-langah penerapan model
pembelajaran penemuan adalah sebagai berikut: 1) Menentukan tujuan
pembelajaran, 2) Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik, 3)
Memilih materi pelajaran yang akan dipelajari, 4) Menentukan topik-topik
yang harus dipelajari, 5) Mengembangkan bahan-bahan belajar berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk di pelajari peserta
didik, 6) Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks,
dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik, 7) Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Menurut Syah (2014) tahapan dan prosedur dalam pelaksanaan
pembelajaran dengan model penemuan terbimbing di kelas secara umum
adalah sebagai berikut:
”1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan), yaitu memulai
kegiatan proses kegiatan belajar mengajar dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya
24

yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah; 2) Problem


statement (pernyataan/identifikasi masalah), yaitu memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasikan
sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan
masalah); 3) Data collection (pengumpulan data), yaitu memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar
tidaknya hipotesis; 4) Data processing (pengolahan data), yaitu
mengolah data dan informasi yang telah diperoleh peserta didik
melalui wawancara, observasi dan sebagainya lalu ditafsirkan; 5)
Verification (pentakhiran), yaitu melakukan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis ang
ditetapkan tadi, dihubungkan dengan hasil data processing; 6)
Generalization (generalisasi), yaitu menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi”.

Menurut Arthur (dalam Safitri 2015) terdapat sepuluh langkah


penerapan model temuan terbimbing antara lain:
“1) Introduction (Pendahuluan), menetapkan fokus pada tujuan awal
pelajaran, konten atau kegiatan, 2) Review (Pengulangan),
Membahas pelajaran terkait sebelumnya yang berhubungan dengan
materi atau konsep yang akan dipelajari, 3) Overview (Gambaran),
memberikan gambaran informasi baru atau masalah, menjabarkan
ide-ide peserta didik, bertukar pikiran, berdiskusi, memberikan
pemahaman tentang masalah yang diselidiki, 4) Investigation
(Penyelidikan), Kegiatan peserta didik memanipulasi bahan untuk
menguji ide-ide yang mereka dapat. Beberapa pedoman guru tepat
digunakan yaitu dalam bentuk saran, petunjuk, pernyataan dan
informasi, 5) Representation (Representasi), Hasil penelitian peserta
didik yang dapat dipresentasikan melalui tindakan, gambar,
pengukuran, kata-kata dan peta konsep, 6) Discussion (Diskusi),
hasil penelitian peserta didik yang disajikan dalam bentuk diskusi.
Guru dapat memberikan pertanyaan kepada peserta didik tentang
miskonsepsi atau konsep yang bertolak belakang, 7) Invention
(Penemuan), Dari hasil penelitian dan diskusi, maka peserta didik
akan mendapatkan pengetahuan dan konsep baru, 8) Application
(Aplikasi), Pengetahuan baru yang dibangun dapat digunakan
peserta didik untuk pemecahan masalah selanjutnya, yaitu dengan
mengulang tahap penyelidikan sampai tahap penemuan, 9) Summary
(Kesimpulan), peserta didik meringkas, menjelaskan,
menghubungkan, dan merangkum yang terkait dengan pelajaran atau
topik lain, 10) Assesment (Penilaian), Guru melakukan tes untuk
25

mengetahui sejauh mana peserta didik telah mencapai tujuan dan


indikator yang ingin dicapai”.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa langkah-


langkah penggunaan metode temuan terbimbing yang dapat dilakukan oleh
guru adalah 1) Menentukan tujuan pembelajaran, 2) Identifikasi
karakteristik peserta didik, 3) Memilih materi pelajaran, 4) Menentukan
topik, 5) Mengembangkan bahan belajar, 6) Membahas pelajaran terkait
sebelumnya yang berhubungan dengan materi atau konsep yang akan
dipelajari, 7) Memberikan gambaran informasi baru 8) Peserta didik
menguji ide-ide yang mereka dapat, 9) Hasil penelitian peserta didik
disajikan dalam bentuk diskusi, 10) Dari hasil Pengetahuan baru yang
dibangun dapat digunakan peserta didik untuk pemecahan masalah
selanjutnya, yaitu dengan mengulang tahap penyelidikan sampai tahap
penemuan, 11) Peserta didik meringkas, menjelaskan, menghubungkan, dan
merangkum yang terkait dengan pelajaran atau topik lain, 12) Assesment
Guru melakukan tes untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah
mencapai tujuan dan indikator yang ingin dicapai.
f. Kelebihan dan Kekurangan Metode Temuan Terbimbing
Menurut Hosnan (2014) kelebihan model pembelajaran penemuan
adalah: 1) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, 2) Peserta didik
berkembang dengan cepat sesuai dengan kecepatannyai, 3) Peserta didik
akan mengerti konsep dasar yang lebih baik, 4) Mendorong peserta didik
berpikir atau bekerja atau inisiatif sendiri, 5) Mendorong peserta didik
berpikir intuisi dan menemukan hipotesis sendiri, 6) Situasi proses belajar
lebih terangsang, 7) Menimbulkan rasa senang peserta didik, 8) Belajar
dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar, 9) Mengembangkan bakat
dan kecakapan individu, 10) Melatih untuk belajar mandiri, 11) Aktif dalam
pembelajaran.
Menurut Hanafiah (2012) kelebihan model pembelajaran temuan
terbimbing adalah sebagai berikut: 1) Membantu peserta didik untuk
mengembangkan, kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses
26

kognitif, 2) Peserta didik memperoleh pengetahuan secara individual, 3)


Dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar, 4) Memberikan peluang
untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-
masing, 5) Memperkuat dan menambah kepercayaan diri.
Menurut Suherman (dalam Illahi, 2012) model penemuan terbimbing
memiliki kelebihan sebagai berikut: 1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih
bermakna, 2) Mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam
kegiatan pembelajaran, 3) Melatih untuk belajar mandiri, 4) Pembentukan
konsep-konsep abstrak yang memiliki makna.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa kelebihan
penggunaan metode temuan terbimbing adalah 1) Peserta didik
mendapatkan kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan
pembelajaran, sehingga peserta didik menjadi lebih aktif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran 2) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna
karena peserta didik mengalami sendiri proses menemukan bahan pelajaran
3) Membantu peserta didik untuk mengembangkan, kesiapan, serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitif, Memberikan peluang untuk
berkembang dan maju sesuai dengan kemampuan dan minat masing-
masing, 4) Melatih peserta didik belajar mandiri 5) Dapat membangkitkan
motivasi dan gairah belajar peserta didik untuk belajar lebih giat lagi.
Menurut Hosnan (2014) kelemahan model pembelajaran penemuan
adalah: 1) Menyita banyak waktu, 2) Menyita pekerjaan guru, 3) Tidak
semua peserta didik mampu melakukan penemuan, 4) Tidak berlaku untuk
semua topik.
Menurut Maulana (2019) kelemahan dari model penemuan
terbimbing adalah sebagai berikut: 1) Model penemuan terbimbing
membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan model
langsung, 2) Jumlah peserta didik yang terlalu banyak di dalam kelas akan
merepotkan guru dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.
Menurut Sumantri dan Johar (dalam Tias, 2017) kelemahan model
penemuan terbimbing adalah: 1) Dipersyaratkan keharusan adanya
27

persiapan mental untuk cara belajar ini 2) Pendekatan pembelajaran temuan


terbimbing kurang baik untuk mengajar kelas besar 3) Kurang diharapkan
guru dan peserta didik yang sudah biasa dengan perencanaan dan
pengajaran secara tradisional 4) Mengajar dengan terbimbing terlihat lebih
mementingkan perolehan pengertian dan kurang memperhatikan
diperolehnya sikap dan keterampilan.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa
kekurangan penggunaan metode temuan terbimbing adalah 1) menyita
banyak waktu dan pekerjaan guru 2) Tidak berlaku untuk semua materi
pembelajran karena tidak semua materi perlu melakukan penemuan atau
eksperimen 3) Membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
model konvensional 4) Merepotkan guru jika peserta didik terlalu banyak.

B. Penelitian Relevan
Berdasarkan referensi yang peneliti cari maka peneliti menemukan beberapa
penelitian yang relevan dan sesuai dengan permasalahan yang peneliti teliti, antara
lain:
1. Penelitian Wardah Anggraini dan Anggi Darma Putri yang berjudul
“Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam Mengembangkan
Kemampuan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun”. Hasil penelitian ini yaitu
penerapan metode bermain peran dapat mengembangkan kemampuan kognitif
anak usia dini. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama membahas
tentang perkembangan kognitif anak usia dini. Sedangkan perbedaannya
terletak pada metode pembelajaran yang digunakan.
2. Penelitian Dian Anggraini dan Suyadi yang berjudul “Metode Demonstrasi
Sebagai Peningkatan Perkembangan Kognitif Anak”. Hasil penelitian ini yaitu
penerapan metode demonstrasi dapat mengembangkan kemampuan kognitif
anak usia dini. Persamaan dengan penelitian ini yaitu sama-sama membahas
tentang perkembangan kognitif anak usia dini. Sedangkan perbedaannya
terletak pada metode pembelajaran yang digunakan.
28

C. Kerangka Berpikir
Menurut Sugiyono (2015) kerangka berpikir merupakan sintesa tentang
hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah di
deskripsikan. Dalam penelitian ini peneliti menentukan dua kelompok anak yang
akan di jadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas eksperimen
adalah anak yang berada pada kelas B1 TK Negeri Pembina 01 Lima Puluh Kota
yang berjumlah 15 orang. Kemudian kelas kontrol adalah anak yang berada pada
kelas B3 TK Negeri Pembina 01 Lima Puluh Kota yang berjumlah 15 orang.
Sebelumnya peneliti akan melakukan tes awal (pre-test) terlebih dahulu kepada
kelas eksperimen dan kelas kontrol tentang kemampuan kognitif mereka mengenai
konsep warna pada pembelajaran sentra sains tanpa pemberian tes apapun.
Kemudian dilakukan Uji-t untuk melihat kemampuan kognitif awal anak.
Setelah itu peneliti akan melakukan tes akhir (posttest) dengan cara
memberikan perlakuan (treatment) pada kelas eksperimen yang mana perlakuannya
adalah penerapan metode temuan terbimbing oleh guru pada saat kegiatan
memasukkan air ke dalam botol, kegiatan mencampur warna dan membuat
berbagai macam minuman yang dilakukan oleh anak. Sedangkan kelas kontrol
tidak diberikan perlakuan apapun atau hanya penggunaan metode eksperimen saja.
Setelah Posttest adanya tahap Gains Score yaitu tahap menghitung selisih posttest
dengan pretest. Hasil dari masing-masing Gain Score dianalisis dengan Uji-t.
Untuk melihat efektivitas peneliti menggunakan uji effect size.
Sesuai dengan penjelasan diatas, maka kerangka berpikir penelitian yang
berjudul Efektivitas Metode Temuan Terbimbing Pada Pembelajaran Sains
Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun di Taman Kanak-kanak
digambarkan sebagai berikut:

Perkembangan Akhir Kognitif


Anak Usia Dini

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol


29

Pre-test Pre-test

Uji-t

Metode Temuan Metode Eksperimen


Terbimbing

Post-test Post-test

Gain Score Gain Score

Uji-t
Bagan 1. Kerangka Berpikir
Uji Effect Size
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah digambarkan diatas, maka
penelitian ini dibangun berdasarkan dua hipotesis yaitu:
Ha = Terdapat pengaruh metode temuan terbimbing pada pembelajaran sains
terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-
kanak.
H0 = Tidak Terdapat pengaruh metode temuan terbimbing pada pembelajaran
sains terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman
Kanak-kanak.
30
BAB III
METODE PENELI TIAN

A. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan metode penelitian
eksperimen. Menurut Sugiono (2015) penelitian eksperimental (experimental
research) adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Metode penelitian kuantitatif ini menggunakan bentuk desain Quasi
Experimental Design (Eksperimen Semu) dengan pola Nonequivalent Control
Group Design. Pada desain Nonequivalent Control Group Design, juga dilakukan
pretest dan posttest. Adapun pola dari penelitian desain Nonequivalent Control
Group Design secara lebih jelas dapat dlihat pada table berikut ini:
Tabel 1.
Desain Eksperimen Nonequivalent Control Group Design
Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4

Keterangan:
O = Pre-test Kelas Eksperimen
O3 = Pre-test Kelas Kontrol
X = Perlakuan dalam hal ini penggunaan metode temuan terbimbing
O2 = Post-test Kelas Eksperimen
O4 = Post-test Kelas Kontrol
- = Tidak ada perlakuan

B. Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di TK Negeri Pembina 01 Lima Puluh Kota.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli 2021.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik yang berada di
TK Negeri Pembina 01 Lima Puluh Kota. Anak di TK Pembina 01 Lima Puluh

31
32

Kota terdiri dari 4 Kelas. Yaitu Kelas B1 15 Orang, Kelas B2 15 Orang, Kelas
B3 15 Orang, dan B4 15 Orang.

Tabel 2.
Jumlah Anak TK Negeri Pembina 01 Lima Puluh Kota
No Nama Kelas Jumlah Anak
1 Kelas B1 15 Orang
2 Kelas B2 15 Orang
3 Kelas B3 15 Orang
4 Kelas B4 15 rang

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah atau karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Teknik pengambilan sampel disebut teknik sampling (Sugiyono,
2015). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik purposive
Sampling. Menurut Sugiyono (2015) Purposive Sampling adalah peneliti
menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kelas yang akan dijadikan sampel
dalam penelitian ini adalah kelompok B1 dan B3 TK Negeri Pembina 01 Lima
Puluh Kota. Dimana kelompok B1 dengan jumlah anak 15 orang dijadikan
kelas eksperimen dan kelompok B3 dengan jumlah anak 15 orang dijadikan
kelas kontrol.
D. Variabel dan Data
1. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2015) Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Variabel yang diteliti yaitu:
a. Variabel Bebas
Variabel bebas atau variabel independen adalah merupakan variable
yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
33

variable dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah


metode temuan terbimbing pada pembelajaran sains.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat atau variabel dependen adalah merupakan variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perkembangan kognitif anak
usia dini.
2. Data
a. Jenis Data
Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data penelitian dapat dibedakan
dalam dua jenis yaitu data kualitatif dan kuantitatif (Rinaldi dan Mujianto :
2017).
1) Data Kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata bukan dalam
bentuk angka. Dalam penelitian ini data kualitatif diperoleh melalui
observasi dan wawancara dengan guru kelas B1 Dan B3 yang ditulis
dalam bentuk catatan anekdot.
2) Data Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan.
Dalam penelitian ini data kuantitatif diperoleh melalui pemberian tes
pada anak kelas B1 dan B3.
b. Sumber Data
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam
dua jenis yaitu data primer dan data sekunder (Rinaldi dan Mujianto : 2017).
1) Data Primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan secara
langsung dari sumber datanya. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh melalui hasil observasi dan wawancara terhadap guru kelas
kelas B1 dan B3.
2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
berbagai sumber yang telah ada sebelumnya. Data sekunder dalam
penelitian ini diperoleh melalui buku jurnal guru kelas B1 dan B3.
34

E. Defenisi Operasional
1. Metode Temuan Terbimbing
Metode temuan terbimbing merupakan salah satu metode pembelajaran
yang bisa diterapkan saat pembelajaran sains di TK. Metode ini memberikan
kesempatan kepada anak untuk melakukan suatu percobaan atau eksperimen
langsung dengan bimbingan dari guru. Metode temuan terbimbing mendukung
kemampuan anak untuk membangun pengetahuannya sendiri (konstruktivisme)
melalui pengalaman langsung yang dilakukan anak disekitarnya.
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah kemampuan anak untuk mengingat,
pemecahan suatu masalah dan mengambil sebuah keputusan yang makna dari
pengalaman serta informasi yang anak dapat dari guru.
F. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya
Menurut Sugiyono (2015) Instrumen Penilaian adalah suatu alat yang
digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Dalam penelitian
ini, alat yang digunakan untuk mengukur perkembangan kognitif menggunakan
metode temuan terbimbing adalah melakukan tes.

Tabel 3.
Kisi-kisi Instrumen Tahapan Metode Temuan Terbimbing
SKOR
1 2 3 4
No KEGIATAN PEMBELAJARAN
I. TAHAP PENDAHULUAN
1. Guru menentukan tujuan pembelajaran
2. Guru mengidentifikasi karakteristik peserta didik
3. Guru memilih materi pelajaran yang akan dipelajari
4. Guru menentukan topik-topik yang harus dipelajari
5. Guru mengembangkan bahan-bahan pelajaran
II. TAHAP KEGIATAN INTI
1. Guru membahas materi terkait sebelumnya yang
berhubungan dengan materi yang akan dipelajari
2. Guru memberikan gambaran informasi baru atau masalah
yang berkaitan dengan materi pembelajaran
35

3. Guru memberikan kesempatan peserta didik untuk


menjabarkan ide-idenya, bertukar pikiran, dan berdiskusi
tentang masalah yang diselidiki
4. Peserta didik memanipulasi bahan untuk menguji ide-ide
yang mereka dapat
5. Hasil temuan peserta didik disajikan dalam bentuk diskusi
III. TAHAP PENUTUP
1. Peserta didik menjelaskan, menghubungkan dan
merangkum materi terkait dengan pelajaran atau topik
lain
2. Guru melakukan tes untuk mengetahui sejauh mana
peserta didik telah mencapai tujuan dan indikator yang
ingin dicapai

Keterangan Skor:
1 = tidak dilakukan
2 = dilakukan tetapi belum baik
3 = dilakukan dengan baik
4 = dilakukan dengan sangat baik

Tabel 4.
Kisi-kisi Instrumen Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 tahun
No Kemampuan Dasar Indikator Kriteria Penilaian Skor
1 Mengenal konsep Anak mampu a. Anak mampu 4
bilangan (1-5) menghitung menghitung lima botol
jumlah botol air
b. Anak mampu 3
yang di isi air
menghitung empat
dari bejana
botol air
c. Anak mampu 2
menghitung tiga botol
air
d. Anak mampu 1
36

menghitung dua botol


air
2 Mengenal berbagai Anak mampu a. Anak mampu mengenal 4
macam warna melakukan emapat macam warna
eksperimen (merah, kuning, hijau
/percobaan dan biru)
b. Anak mampu mengenal 3
sederhana
tiga macam warna
(kegiatan
(merah, kuning dan
mencampur
hijau)
warna)
c. Anak mampu mengenal 2
dua macam warna
(merah dan kuning)
d. Anak hanya mampu 1
mengenal satu macam
warna (merah)
3 Mengenal berbagai Anak mampu a. Anak mampu mengenal 4
macam rasa membuat empat macam rasa
berbagai macam (manis, pahit, asam,
jenis minuman asin)
b. Anak mampu mengenal 3
(teh, susu, jerus
tiga macam rasa
peras)
(manis, pahit, asam)
c. Anak mampu mengenal 2
dua macam rasa (manis
dan pahit)
d. Anak hanya mampu 1
mengenal satu macam
rasa (manis)
37

4 Mengelompokkan Anak mampu a. Anak mampu 4


benda padat dan benda mengelompokkan mengelompokkan
cair benda padat dan benda padat dan benda
benda cair cair tanpa bimbingan
dari guru serta mampu
membantu temannya
b. Anak mampu 3
mengelompokkan
benda padat dan benda
cair tanpa bimbingan
dari guru
c. Anak mampu 2
mengelompokkan
benda padat dan benda
cair tetapi dengan
bimbingan dari guru
d. Anak belum mampu 1
mengelompokkan
benda padat dan benda
cair dan harus
dibimbing oleh guru
5 Menggunakan alat dan Anak mampu a. Anak mampu 4
melakukan menggunakan menggunakan alat dan
pengukuran alat dan melakukan pengukuran
melakukan tanpa bimbingan dari
pengukuran guru serta mampu
membantu temannya
b. Anak mampu 3
menggunakan alat dan
melakukan pengukuran
tanpa bimbingan dari
guru
38

c. Anak mampu 2
menggunakan alat dan
melakukan pengukuran
tetapi dengan
bimbingan dari guru
d. Anak belum mampu 1
menggunakan alat dan
melakukan pengukuran
dan harus dibimbing
oleh guru

1. Ketentuan Penilaian
Berdasarkan metode observasi yang digunakan untuk mengetahui
efektivitas penggunaan metode temuan terbimbing pada pembelajaran sains
terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak,
maka ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 5.
Ketentuan Penilaian Instrumen Penelitian

Skor Keterangan
1 BB : Belum Berkembang
2 MB : Mulai Berkembang
3 BSH : Berkembang Sesuai Harapan
4 BSB : Berkembang Sangat Baik
(Sumber: Dikutip dari Permendikbud No. 146 Tahun 2014)

Adapun Kriteria Penilaian yang digunakan adalah sebagai berikut:


Tabel 6.
Rubrik Penilaian Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun

Berkembang Berkembang Mulai Belum


Sangat Baik Sesuai Berkembang Berkembang
No Aspek (BSB) Harapan (MB) (BB)
39

Penilaian (BSH)
4 3 2 1
1 Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak mampu
mengenal menghitung menghitung menghitung menghitung
konsep lima botol air empat botol tiga botol air dua botol air
bilangan (1-5) air
2 Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak hanya
mengenal mengenal mengenal mengenal dua mampu
warna emapat tiga macam macam warna mengenal satu
macam warna warna (merah dan warna (merah)
(merah, (merah, kuning)
kuning, hijau kuning,
dan biru) hijau)
3 Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak hanya
mengenal rasa mengenal mengenal mengenal dua mampu
empat macam tiga macam macam rasa mengenal satu
rasa (manis, rasa (manis, (manis dan macam rasa
pahit, asam, pahit, asam) pahit) (manis)
asin)
4 Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak belum
mengelompok mengelompo mengelompo mengelompo mampu
kan benda kkan benda kkan benda kkan benda mengelompok
padat dan padat dan padat dan padat dan kan benda
benda cair benda cair benda cair benda cair padat dan
tanpa tanpa tetapi dengan benda
bimbingan bimbingan bimbingan cair dan harus
dari guru dari guru dari guru dibimbing
serta mampu oleh guru
membantu
temannya
5 Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak mampu Anak belum
menggunakan menggunaka menggunaka menggunaka mampu
alat dan n alat dan n alat dan n alat dan menggunakan
40

melakukan melakukan melakukan melakukan alat dan


pengukuran pengukuran pengukuran pengukuran melakukan
tanpa tanpa tetapi dengan pengukuran
bimbingan bimbingan bimbingan dan harus
dari guru dari guru dari guru dibimbing
serta mampu oleh guru
membantu
temannya

G. Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu dalam bentuk tes. Tes
yang diberikan dalam penelitian ini ada dua yaitu:
1. Pretest
Pretest dalam hal ini merupakan pemberian tes sebagai langkah awal kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan siswa sebelum pembelajaran diberikan.
2. Posttest
Posttest dalam hal ini merupakan uji eksperimen yaitu tes yang diberikan
setelah pembelajaran diberikan di kelas. Tujuan posttest adalah untuk
mendapatkan nilai akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diberi
perlakuan pembelajaran yang berbeda.
H. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model t-
test mempunyai distribusi normal atau tidak. Dalam pengujian normalitas data
sampel menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Menurut (Irianto : 2007) Adapun
langkah uji Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:
a) Membuat hipotesis dalam uraian kalimat.
41

Σx . f
b) Mencari rata-rata dengan rumus X̅ = dan standar deviasi dengan
Σf

2
Σ ( X − X́ )
rumus Sd = √ Sd 2, dimana Sd2 =
n−1
c) Menyusun data berurutan dari skor terkecil diikuti dengan frekuensi (f)
masing-masing dan frekuensi komulatif (F), serta nilai Z dengan rumus Z =

X−μ
, dimana μ = rata-rata populasi dan σ = simpangan baku populasi.
σ
d) Menentukan probabilitas nilai Z (P ≤ Z) pada tabel Z.
e) Menentukan besar a2 dengan cara mencari selisih F/n dengan P ≤ Z, dan
menentukan besar a1 dengan mencari selisih f/n dengan a2
f) Membandingkan angka tertinggi a1 dengan tabel Kolmogorov-Smirnov.
Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
1) Terima H0 jika a1 maksimum ≤ Dtabel
2) Tolak H0 jika a1 maksimum > Dtabel
g) Membuat kesimpulan
1) Jika a1 maksimum ≤ Dtabel, maka H0 diterima. Dengan demikian data
disimpulkan berdistribusi normal.
2) Jika a1 maksimum > Dtabel, maka H0 ditolak. Dengan demikian data
disimpulkan tidak berdistribusi normal.
Untuk mempermudah perhitungan peneliti menggunakan bantuan
program Komputer SPSS for windows 21.0 dengan kriteria pengambilan
keputusan uji normalitas sebagai berikut:
a) Jika nilai Signifikasi > 0,05 maka data berdistribusi normal.
b) Jika nilai Signifikasi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model t-
test data homogen atau tidak. Adapun langkah-langkah uji homogenitas sebagai
berikut:
1) Membuat Hipotesis dalam uraian kalimat
2) Membuat hipotesis model statistik
42

3) Menentukan taraf signifikan (resiko kesalahan)


4) Menghitung Fhitung dengan rumus
VarianTertinggi
Fhitung =
VarianTerendah
Σ X2
Σ X 2−( )
Varian (SD2) = N
N−1
5) Menentukan Ftabel
6) Menentukan kriteria pengujian
a) Terima H0 jika Fhitung ≤ Ftabel
b) Tolak Ha jika Fhitung > Ftabel

Untuk mempermudah perhitungan peneliti menggunakan bantuan


program Komputer SPSS for windows 21.0 dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
1) Nilai Signifikasi < 0,05 maka data mempunyai varian yang tidak
homogen.
2) Nilai Signifikasi ≥ 0,05 maka data mempunyai varian yang homogen.
3. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis yang didapat digunakan uji-
t (t-test) yang digunakan untuk menguji signifikan beda rata-rata dua kelompok.
Uji ini digunakan untuk mengetahui pengaruh metode temuan terbimbing pada
pembelajaran sains terhadap perkembangan kognitif anak. Adapun Prosedur
pengujian t-test adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan hipotesis
Ha : Terdapat pengaruh metode temuan terbimbing pada pembelajaran
sains terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman
Kanak-kanak.
H0 : Tidak Terdapat pengaruh metode temuan terbimbing pada
pembelajaran sains terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-
6 tahun di Taman Kanak-kanak.
2) Menentukan taraf signifikan yaitu 0,05
43

3) Menguji dengan menggunakan uji-t atau (t-test)


X̅ 1−¿ X̅ 2
¿
t-test = 2 2

√( SD ₁
N 1−1
+
SD ₂
)(
N 2−1 )
4) Kesimpulan
a) Apabila thitung > ttabel maka H0 ditolak, yang berarti ada pengaruh metode
temuan terbimbing pada pembelajaran sains terhadap kemampuan
kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak.
b) Apabila thitung ≤ ttabel maka H0 diterima, yang berarti tidak ada pengaruh
metode temuan terbimbing pada pembelajaran sains terhadap
kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak.
Untuk mempermudah perhitungan peneliti menggunakan bantuan
program Komputer SPSS for windows 21.0 dengan kriteria pengujian sebagai
berikut:
1) Jika nilai Signifikasi atau Sig.(2-tailed) > 0,05 maka H 0 diterima dan Ha
ditolak.
2) Jika nilai Signifikasi atau Sig.(2-tailed) < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima.
4. Uji Pengaruh
Dalam penelitian ini akan dilihat besarnya pengaruh motode temuan
terbimbing pada pembelajaran sains terhadap kemampuan kognitif anak usia 5-
6 tahun di Taman Kanak-kanak dengan menggunakan perhitungan effect size.
Untuk menghitung effect size pada uji-t atau (t-test) digunakan rumus Cohen’s

X́ t − X́ c
sebagai berikut: ԁ =
S pooled
Keterangan:
d = Cohen’s Effect Size (besar pengaruh dalam persen)
x̅t = Mean Treatment Condition (rata-rata kelas eksperimen)
x̅c = Mean Control Condition (rata-rata kelas kontrol)
Spooled = Standard Deviation (standar devisi)
44

Sebelum mencari Cohen’s Effect Size, hitung terlebih dahulu Spooled (Sgabungan)
dengan rumus sebagai berikut:

( nt −1 ) S t ²+ ( n c −1 ) S c ²
Spooled (Sgab) =
√ nt +nc
Keterangan:
nt = number of subject treatment (jumlah siswa kelas eksperimen)
nc = number of subject control (jumlah siswa kelas kontrol)
st2 = standart deviation treatment (standar deviasi kelas eksperimen)
sc2 = standart deviation control (standar deviasi kelas kontrol).
Tabel 5.
Kriteria Interpretasi nilai Cohen’s

Cohen’s Standart Effect Size Persentase (%)

2,0 97,7
1,9 97,1
1,8 96,4
1,7 95,5
1,6 94,5
Kuat 1,5 93,3
1,4 91,9
1,3 90
1,2 88
1,1 86
1,0 84
0,9 82
0,8 79
0,7 76
0,6 73
Sedang
0,5 69
0,4 66
0,3 62
0,2 58
Lemah 0,1 54
0,0 50
45

I. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur atau langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Menetapkan jadwal penelitian.
b. Menetapkan tema dan sub tema yang digunakan dalam meneliti efektifitas
metode temuan terbimbing pada pembelajaran sains terhadap
perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di Taman Kanak-kanak.
Merancang dan mempersiapkan rencana kegiatan berdasarkan tema dan
sub tema yang telah ditetapkan.
c. Menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdasarkan
jumlah anak yang sama untuk masing-masing kelompok.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan metode temuan
terbimbing pada pembelajaran sains anak usia dini.
b. Mengevaluasi perkembangan kognitif anak dengan alat pengumpul data
berupa tes yang berisi pernyataan-pernyataan, baik kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol.
3. Tahap Penyelesaian
a. Menganalisis hasil tes tersebut dengan teknik analisis data dengan
menggunakan t-tes. Namun sebelum data dianalisis dengan t-tes dilakukan
terlebih dahulu uji homogenitas dan uji normalitasnya.
b. Menginterprestasikan hasil analisis data dan menetapkan kesimpulan
hasil penelitian.
46
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Susanto. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini Pengantar Dalam Berbagai
Aspeknya. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Ali, Muhammad. (2011). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:


Bumi Aksara.

Amalia K, Saparahayuningsih S & Suprapti. (2018). Meningkatkan Kemampuan Sains


Mengenal Benda Cair Melalui Metode Eksperimen. Jurnal Ilmiah Potensia
(Nomor 2 Tahun 2018), 4.

Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ariyanti, Tatik. (2016). Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini Bagi Tumbuh Kembang
Anak. Jurnal Dinamika Pendidikan Dasar (Nomor 1 Tahun 2016),50-58.

Aryanti, Zusy. (2015). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Kaukaba.

Bani, Asmar. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran


Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan
Terbimbing. Jurnal UPI (Nomor 1 Tahun 2011),3.

Burhanuddin, Ahmad & Atabik, Ahmad. (2015). Prinsip Dan Metode Pendidikan
Anak Usia Dini. Jurnal Iaiankudus (Nomor 2).

Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Diana & Mesiono. (2016). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Medan: Perdana
Publishing.

Eggen, Paul & Kauchak, Don.(2012). Strategi Dan Model Pembelajaran. Jakarta: PT.
Indeks.

Erawati Ayu N.K, Maehaeni A.A.I.N dan Sariyasa (2018). Pengaruh Metode Penemuan
Terbimbing Berbantuan Media Realita terhadap Motivasi Berprestasi dan Hasil
Belajar Matematika Siswa. Interrasional Journal Of Elementary Education
(Nomor 2 Tahun 2018), 131-137.

Fadlillah, Muhammad. (2012). Desain Pembelajaran PAUD. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media.

Filtri, H & Sembiring Al Khudri. (2018). Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun
Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan Ibu Di PAUD Kasih Ibu Di Kecamatan
Rumbai. Jurnal PAUD Lectura (Nomor 2 Tahun 2018), 4.

Hakim, Arif Rohman. (2018). Mendorong Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita


Melalui Permainan Edukatif. Jurnal Ilmiah PENJAS (Nomor 3 Tahun 2018), 1.

Hanafiah. (2012). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.

Hasyim, Sukarno L. (2015). Pendidikan Anak Usia (PAUD) dalam Perspektif Islam.
Jurnal Lentera, Vol 1(2).

Hayati N, Cholimah N & Christianti M. (2017). Identifikasi Keterampilan Kognitif


Anak Usia 2-6 Tahun di Lembaga PAUD Kecamatan Sleman, Yogyakarta.
Jurnal Pendidikan Anak UNY (Volume 6 Tahun 2017),3.

Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik Dan Kontekstual Dalam Pembelajaran Abad


21. Bogor: Ghalla Indonesia.

Illahi, Muhammad Takdir. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy Dan Mental


Vocation Skill. Yogyakarta: Diva Press.

Idris, Meity H. (2016). Karakteristik Anak Usia Dini. Jurnal Permata (Edisi Khusus),
39-40.

Irianto, Agus. (2007). Statistik Konsep Dasar & Aplikasinya. Jakarta: Kencana.

Karim, Asmi. (2011). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam Pembelajaran


Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan (Nomor 1 Tahun
2011),5.
Khairi, Husnuzziadatul. (2018). Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini Dari 0-6
Tahun. Jurnal Warna (Volume 2 No. 2, Desember 2018).16-28.

Khuluqo, Ihsan. (2015). Manajemen PAUD. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Masitoh, dkk. (2013). Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: Universitas Terbuka.

Maulana, Ishmatul. (2019). Pembelajaran Matematika Guided Discovery. Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media.

Mulyasa. (2014). Manajemen PAUD. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nurani, Yuliani. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.

Nurhayati, Eti. (2011). Psikologi Pendidikan Inovatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rinaldi dan Mujianto. (2017). Metodologi Penelitian Dan Statistik. Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Safitri, Lutfiana. (2015). “Penerapan Model Guided Discovery Learning Dengan


Menggunakan Pendekatan Scientific Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
belajar Siswa Kelas Vc Subtema Hubungan Makhluk Hidup dalam Ekosistem
SDN Kendal Rejo 02 Talun Blitar”. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyyah Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Santoso, Agus. (2010). Studi Deskriptif Effect Size Penelitian-Penelitian di Fakultas


Psikologi Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta: Jurnal Penelitian.

Sholeh, Moh. (2014). Metodelogi Pembelajaran Kontemporer. Yogyakarta: Kaukaba


Dipantara.

Sucipta, Ahman, Budiwati. (2018). “Metode Guided Discovery Learning Terhadap


Tingkat Berpikir Krisis Siswa Dilihat dari Motivasi Belajar”. Indonesian Journal
of Economics Education, (Edisi 1 Tahun ke 1)1-8.

Suhana, Cucu. (2014). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika Adiatama.
Sujiono, Yiliani Nurani. (2013). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT.
Indeks.

Srianis Komang, Suarni Ni Ketut dan Ujianti Putu Rahayu. (2014). Penerapan Metode
Bermain Puzzle Geometri Untuk Meningkatkan Perkembangan Kognitif Anak
Dalam Mengenal Bentuk. e-Journal PG-PAUD Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (Volume 2 No 1 Tahun 2014), 2.

Sutrisno, E. (2012). Efektivitas Pembelajaran Dengan Metode Penemuan Terbimbing


Terhadap Pemahaman Konsep Matematik Siswa. Jurnal Pendidikan Matematik, I
(4).

Suyadi. (2014). Teori Pembelajaran Anak Usia Dini Dalam Kajian Neurosains.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Syah, M. (2014). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Tias, Ika W Utamining. (2017). Penerapan Model Penemuan Terbimbing Untuk


Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Riset Pedagogik
(Nomor 1 Tahun 2017), 5.

Usman dan Akbar. (2011). Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Wiyani, Novan Ardy. (2014). Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Gava Media.

Yanuarita, Andri. (2014). Rahasia Otak dan Kecerdasan Anak. Yogyakarta: Teranova
Books.

Yus, Anita. (2011). Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Prenadamedia Group.

Zahro, Ifat Fatimah. (2015). Penelitian Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini. Jurnal
Tunas Siliwangi: PGPAUD STKIP.

Sinurat Maruli Tua, Uliyanti Endang dan Sugiyanto. (2018). Peningkatan Aktivitas
Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA Dengan Model Temuan Terbimbing di
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa (Nomor 3
Tahun 2018), 3.

Anda mungkin juga menyukai