Anda di halaman 1dari 7

PELATIHAN KEPEMIMPINAN PENGAWAS

ANGKATAN II KABUPATEN SUKABUMI


TAHUN 2024

PEMBELAJARAN MANDIRI
ESSAY AGENDA I

NAMA : RIZKI PRAHANA, SE.


NDH : 03
JABATAN : KEPALA SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
INSTANSI : BAPPELITBANGDA
KEPEMIMPINAN PANCASILA DAN BELA NEGARA
I. PENDAHULUAN
Negara kesatuan Republik Indonesia memiliki sejarah yang unik jika dibanding
dengan negara lain di belahan dunia ini. Keunikan ini antara lain meliputi sejarah
pra kolonialisme Belanda (masa kejayaan Majapahit, Sriwijaya, Samudra Pasai,
Mataram Islam) masa penjajahan, masa perjuangan melawan penjajah, perjuangan
menegakkan kemerdekaan, perjuangan mengisi kemerdekaan (Periode Orde Lama,
Orde Baru hingga Orde Reformasi). Masing- masing masa memiliki romantisme
kehidupan/perjuangan yang berbeda karena memiliki tantangan dan permasalahan
yang berbeda pula sesuai dengan masanya. Pada masa pra kolonialisme ada
romantika kehidupan kejayaan kerajaan-kerajaan di wilayah nusantara dan cukup
disegani dalam pergaulan internasional. Pada masa kolonialisme ditandai dengan
pengurasan sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumber daya alamnya
untuk kepentingan penjajah. Pada masa perjuangan melawan penjajah tumbuh jiwa
patriotisme, rela berkorban yang luar biasa untuk menghadapi penjajah. Pada masa
perjuangan menegakkan kemerdekaan tumbuh rasa patriotisme, rela berkorban
dan kebersamaan yang sangat kuat. Pada masa mengisi kemerdekaan merupakan
masa membangun karakter bangsa melalui pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa mewujudkan perdamaian abadi, kesejahteraan dan
perlindungan masyarakat. Setiap masa akan melahirkan pemimpin bangsa yang
akan memperjuangkan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemimpin
bangsa ini tidak muncul tiba-tiba tetapi melalui proses kaderisasi sesuai dengan
masalah dan tantangannya. Begitupun pada masa sekarang dengan sendirinya
akan berbeda masalah dan tantangannya yang harus dihadapi jika dibanding
dengan pada masa sebelumnya, sehingga proses pengkaderannya baik metode
materinya juga harus berbeda. Berkaca dari perjalanan sejarah diatas, maka
diperlukan jiwa kepemimpinan yang harus selalu fleksibel dan dinamis dalam
menuntaskan segala macam permasalahan di masa-masa selanjutnya.
Kepemimpinan adalah kesadaran utuh akan keberadaan pemimpin dan yang
dipimpin. Sebagai abdi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat, maka setiap jiwa dan pribadi ASN secara otomatis adalah ex-officio abdi bagi
segenap jiwa dan pribadi rakyat.
Pancasila merupakan ideologi dasar negara yang terdiri dari lima sila, yaitu
Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
yang pertama kali diperkenalkan pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945.
Sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila akhirnya dapat disahkan pada
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945.
Pada sidang tersebut, disetujui bahwa Pancasila dicantumkan dalam Mukadimah
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah.
Kepemimpinan Pancasila sendiri merujuk pada konsep kepemimpinan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila, dasar negara Indonesia. Hal ini
merupakan upaya membumikan Pancasila di semua organisasi/lembaga, baik
ditingkat daerah, nasional, bahkan dunia. Kepemimpinan Pancasila tentunya harus
dapat menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila secara mutlak dan implementatif
di tengah terbukanya tatanan global.
Bela negara adalah kesadaran dan tindakan warga negara yang diterapkan karena
cinta mereka terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasar pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk memastikan kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Sejarah lahirnya Bela Negara memiliki kaitan dengan sejarah
lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konsep Bela Negara muncul sebagai
salah satu bentuk tanggung jawab warga negara dalam membela negara dan
bangsa. Dalam hal ini, Bela Negara diartikan sebagai sikap dan perilaku warga
negara yang dijiwai oleh rasa cinta dan kesadaran akan kewajiban membela negara
dan bangsa. Secara eksplisit, bela negara tertuang dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, isinya “setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya Pembelaan Negara”. Bela negara ini, tidak
lain merupakan upaya dalam menjaga ketahanan dan keamanan negara, baik yang
berasal dari internal maupun eksternal. Hal ini termaktub jelas dalam Pasal 30 UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di mana pada ayat (1) dijelaskan bahwa
“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara”.
Kepemimpinan Pancasila dan Bela Negara merupakan hal yang selalu berkaitan erat
satu sama lain dimana antara keduanya terbentuk konektivitas dan sinergitas yang
menjadi satu kesatuan utuh yang saling mendukung dan saling melengkapi.
Pancasila sebagai dasar filosofi dan ideologi bangsa Indonesia menegaskan bahwa
salah satu tujuannya adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki
kebajikan, kedisiplinan, dan kesatuan yang kuat. Dalam hal ini, memahami dan
menerapkan konsep bela negara merupakan bagian dari pembentukan manusia
Indonesia yang berkualitas dan berintegritas.
Begitupun halnya dalam konteks kepemimpinan Aparatur Sipil Negara (ASN)
dimasa sekarang, dimana bahwasanya Kepemimpinan ASN akan difokuskan pada
pengelolaan pelayanan publik yang baik dan benar sesuai kebijakan yang berlaku,
bahkan dewasa ini profil smart ASN terdiri atas integritas, nasionalisme,
profesionalisme,berwawasan global, menguasai teknologi informasi dan bahasa
asing, berjiwa hospitality, berjiwa entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas.
Integritas dan etika menjadi kompetensi yang sangat penting untuk memastikan
pimpinan sektor publik mampu bersaing pada era global. Integritas diperlukan
untuk memastikan bahwa seorang pimpinan memiliki kualitas baik dalam hal
kejujuran dan moralitas. Integritas ini ditunjukkan dalam perilaku kepemimpinan
baik di dalam organisasi maupun ketika berhadapan dengan pihak eksternal.
Integritas merupakan komponen dasar setiap sumber daya manusia untuk
menjalankan tugas dan kewajibannya.
Etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. atau secara lebih umum sebagai
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Etika yang baik akan memberikan kesan yang baik di mata lawan bicara kita,
terutama kaitannya dalam hal memberikan pelayanan dalam konteks ASN. Terlebih
lagi, etika sikap dan perilaku birokrasi merupakan sesuatu yang mutlak dan tak
dapat ditawar lagi dimana pelanggaran sekecil apapun yang terjadi di area birokrasi
akan menjadi sorotan publik, hal ini dikarenakan persentase tingkat kepercayaan
publik terhadap penyelenggara pemerintahan sangat rendah. Dan pada akhirnya
dalam upaya meningkatkan kepercayaan publik, etika ini akan dan harus mewujud
dalam bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dan pemerintahan
pada umumnya. Guna mewujudkan akuntabilitas publik ini, maka perlu
ditekankan pentingnya transparansi dan keterbukaan agar publik mendapat
kejelasan mengenai antara lain keputusan/kebijakan/proses/program yang
diberlakukan, apa dasar dan alasan pemberlakuan nya, masa pemberlakuan nya,
pelaksananya, subjek dan objek yang terdampak, cara serta media pemberlakuan
dan pertanggung jawabannya, hingga dampak-dampak yang diharapkan dan tidak
diharapkan dari pemberlakuan hal-hal tersebut.
Sejalan dengan arah Kepemimpinan Pancasila dan Bela Negara, Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui Surat Edaran
Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Implementasi Core Values dan Employer Branding
ASN meluncurkan core values ASN yaitu BerAKHLAK, yang merupakan akronim
Aparatur yang Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal,
Adaptif dan Kolaboratif.

ISU
Akhir-akhir ini penggunaan istilah red flag santer terdengar di jagat dunia maya,
terutama pada kanal media sosial TikTok, Instagram, dan Twitter. Red flag berasal
dari bahasa Inggris yang bermakna “bendera merah”, namun istilah tersebut justru
dimaknai berbeda oleh para pengguna TikTok, Instagram maupun Twitter. Red flag
memiliki makna sebagai kata yang menunjukkan kondisi berbahaya atau tanda
bahwa sesuatu seharusnya dihentikan, sehingga dengan kata lain istilah tersebut
digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang mencurigakan atau membahayakan.
Kata ini pun sering digunakan dalam berbagai konteks, mulai dari hubungan
pertemanan, percintaan, bisnis bahkan sektor pelayanan publik. Bukan tanpa
sebab, red flag pada sektor pelayanan publik dianggap menjadi masalah dan
membahayakan sehingga berdampak pada kualitas layanan. Mengapa kualitas
pelayanan publik perlu mendapatkan perhatian khusus? Sebab, negara
berkewajiban untuk melayani setiap warga negara dan penduduk guna memenuhi
hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan
amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selanjutnya, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik pada Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik dalam hal ini ada pemerintah.

BACKGROUND

Ombudsman Republik Indonesia melalui "Penilaian Kepatuhan Penyelenggaraan


Pelayanan Publik" Tahun 2022 berhasil menghimpun, beberapa red flag pada sektor
pelayanan publik. Penilaian tersebut berfokus pada empat dimensi diantaranya
dimensi input, proses, output, dan pengaduan. Dimensi input terdiri dari variabel
penilaian kompetensi pelaksana dan pemenuhan sarana prasarana pelayanan.
Dimensi proses terdiri dari variabel standar pelayanan publik, sementara dimensi
output terdiri dari variabel penilaian persepsi maladministrasi, dan dimensi
pengaduan terdiri dari variabel pengelolaan pengaduan. Berdasarkan hasil
penilaian dari seluruh dimensi tersebut, masih terdapat sekitar 10.92% atau 64
pelayanan publik dengan kualitas rendah di tingkat kementerian, lembaga, maupun
pemerintah daerah.
Dalam peryataannya, bahwa kualitas pelayanan publik tergantung pada aspek pola
pelaksanaan, dukungan sumber daya manusia, dan manajemen kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola pelaksanaan, pelayanan publik memiliki berbagai kelemahan
diantaranya kurang responsif, kurang informatif, kurang accessible, kurang
koordinasi, bikrokratis, kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi
masyarakat, dan inefisiensi. Dilihat dari sumber daya manusia, kelemahan
utamanya berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empati, dan etika.
Sementara jika dilihat dari sisi manajemen kelembagaan, kelemahan utama terletak
pada desain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian
pelayanan kepada masyarakat penuh dengan hierarki yang membuat pelayanan
menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi, Mohammad (2003).
Berdasarkan berbagai catatan red flag sektor pelayanan publik di atas, mayoritas
penyebab red flag dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia sehingga sudah
seharusnya poin-poin tersebut menjadi bahan evaluasi dan monitoring secara
berkala oleh pihak penyelenggara pelayanan publik agar kualitas pelayanan publik
setiap tahunnya pun terus membaik. Di sisi lain, penyelenggara pelayanan publik
juga harus terus melakukan upaya peningkatan kapasitas kepada para petugas
pengelola pengaduan dengan pelatihan-pelatihan yang mendukung dan mampu
menjawab harapan masyarakat di era sekarang, era yang penuh dengan gempuran
teknologi, dimana kecepatan dan profesionalitas menjadi dua hal yang sangat
dibutuhkan oleh masyarakat.
Sama halnya dengan apa yang disampaikan oleh Bupati Sukabumi pada
pelaksanaan Rapat Dinas Bulan Maret Tahun 2024 yang dilaksanakan pada hari
senin tanggal 18 Maret 2024 bertempat di Aula Utama Sekretariat Daerah
Kabupaten Sukabumi. Beliau kembali menekankan kepada seluruh Kepala
Perangkat Daerah dan Camat agar seluruh ASN dalam memberikan pelayanan
kepada publik/stakeholders selalu mengedepankan pelayanan prima sesuai dengan
core values BerAKHLAK yang tidak hanya mengedepankan output kinerja saja tetapi
lebih kearah outcame (hasil).

GAP/KONFLIK

Oleh karena itu dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi sesuai
Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 92 Tahun 2021 tentang Struktur Organisasi
dan Tata Kerja Bappelitbangda Kabupaten Sukabumi, selaku Kepala Sub Bagian
Umum dan Kepegawaian pada Bappelitbangda dimana salah satu tupoksi yang
harus dijalankan adalah fungsi pelayanan saya berupaya untuk meningkatkan
kompetensi dan kinerja pegawai dengan cara mengimplementasikan Matriks
Pembagian Peran dan Hasil (MPPH) dari seluruh pegawai, agar proses manajemen
SDM dalam pencapaian kinerja pada Bappelitbangda Kabupaten Sukabumi dapat
tercipta dan terlaksana sesuai dengan talent, competence dan passion. Dimana
setiap pegawai akan ditempatkan dan mengerjakan pekerjaan sesuai bakat,
kompetensi dan hasratnya, Right Man On The Right Place. Saya berasumsi apabila
setiap pegawai bekerja sesuai dengan bakat, sesuai dengan kemampuan dan
keinginan hatinya akan menciptakan suasana kerja yang kondusif dan psikologis
yang bahagia. Sehingga akan meningkatkan Indeks Profesionalitas ASN sesuai
dengan target yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sukabumi
tahun 2021-2026.
Akan tetapi ada hal lain yang menjadi hambatan pelaksanaan pelayanan publik di
Kabupaten Sukabumi yang bersumber dari eksternal, yaitu pemahaman dari
stakeholder penerima pelayanan dan informasi publik terhadap pelayanan dan
informasi publik yang diberikan. Maksudnya adalah bahwa tidak semua stakeholder
tersebut merespons hal yang diberikan dengan positif. Ada beberapa pihak yang
justru menganggap apa yang dilakukan adalah sebagai bentuk pembatasan dari
kebebasan untuk menerima informasi atau bahkan menyalahgunakan informasi
yang diberikan.

II. ANALISIS MASALAH DAN AKAR PERMASALAHAN


Berikut beberapa menjadi pemicu masalah dan harus ditemukan solusi dari
pelaksanaan pelayanan publik sesuai dengan core value ASN BerAKHLAK antara
lain :
1) Bakat dari pegawai yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan;
2) Kurang kompetennya pegawai terhadap jenis pekerjaan yang dilakukan;
3) Ketidakmauan pegawai untuk meningkatkan kompetensi;
4) Pegawai masih mempunyai mindset “saya dari dulu juga bekerja seperti ini”;
5) Tingkat disiplin pegawai yang rendah;
6) Jarak tempat tinggal ke tempat kerja yang jauh;
7) Pegawai yang tidak ingin menularkan ilmu kepada sesama pegawai lainnya;
8) Pegawai yang masih bertindak tidak jujur;
9) Ego sektoral dari pegawai;
10) Sarana dan Prasarana yang kurang mendukung pelaksanaan pelayanan publik;
11) Strategi dalam melayani yang belum optimal;
12) Minimnya integritas dari pegawai;
13) Stakeholder/ pihak eksternal penerima layanantidak memahami regulasi
pelayanan publik.

III. PERAN KEPEMIMPINAN


Selaku Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian yang melaksanakan tupoksi
pembinaan kepegawaian, saya akan berupaya untuk meningkatkan kualitas dan
kompetensi pegawai agar pelayanan pada Bappelitbangda Kabupaten Sukabumi
meningkat sehingga target kinerja lembaga tidak saja berbasis output akan tetapi
berbasis outcome yang capaiannya akan berimbas hingga ke capaian Indikator
Kinerja Utama Daerah yakni meningkatnya Indeks Profesionalisme ASN.

Anda mungkin juga menyukai